Anda di halaman 1dari 26

TugasKelompok DosenPembimbing

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK SATRIA TRI NANDA, SE,M.SI

AUDITING SEKTOR PUBLIK

DISUSUN OLEH :

Kelompok 10

ENDANG TRISNAWATY (11273201053)

NIA AZURA SARI (11273203526)

WILLY DOZEN (11273102823)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM


RIAU FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL JURUSAN
AKUNTANSI KELAS E

2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur Allah SWT yang telah memberikan nikmat-Nya kepada kita sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah “Akuntansi Sektor Publik” yang membahas tentang “Auditing
Sektor Publik”

Shalawat beriringkan salam tidak lupa pula kita ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan, seperti yang kita rasakan pada saa tini.

Terimakasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah mengamanahkan


kepada penulis. Penulis menyadari. Bahwasanya makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kemakluman dari dosen, dan penulis mengharapkan semoga makalah ini
bermanfaat untuk menambah pengetahuan.

Pekanbaru, Mei 2014

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………..……………………………….. i

DAFTAR ISI………………………..………………………………….. ii

BAB I (pendahuluan)

Latar Belakang..…………………………………………………………. iii

Rumusan Masalah……………….………….…………………………… iii

Tujuan ………………………….……………………………………….. iii

BAB II (pembahasan)

A. Pengertian ……………..………………………………………. 1
B. Tujuan audit sektor publik………………………………………. 1
C. Objek Audit Sektor .……………………………………………... 1
D. Peran Auditing Sektor publik …………………………………... 2
E. Lingkungan Hukum dan Kelembagaan Audit Sektor Publik……….. 3
F. Jenis-Jenis Audit Sektor Publik …………………………………………………. 6
G. Standar Auditing Sektor Publik ………………………………………………… 16
H. Tanggung Jawab Manajemen, Auditor, dan Lembaga Audit …… 17
I. Kode Etik Audit Sektor Publik …………………………………………………. 19

BAB III (penutup).

Simpulan…………..…………………………………………………. 22

Saran…………………..……………………………………………... 22

Daftar Pustaka……………………………………………………………. Iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Secara garis besar siklus pengelolaan keuangan negara terdiri atas beberapa
tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, pemeriksaan, pertanggungjawaban,
evaluasi dan umpan balik. Pemeriksaan atau auditing pada umunya berada pada bagian
akhir dari siklus pengelolaan keuangan. Auditing pada organisasi sektor public sangat
penting untuk ,e,berikan jamiman yang memadai bahwa organisasi telah melakukan
pengelolaan keuangan negara secara baik, memenuhi regulasi akuntansi dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta terbebas dari salah saji material.
Auditing sektor public secara khusus terkait dengan pemeriksaan keuangan
negara. pemeriksaan keuangan negara adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan
evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan professional berdasarkan
standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan
informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

B. RUMUSAN MASALAH

Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Apakah yang dimaksud Auditing Sektor Publik?


2. Bagaimana peran auditing sektor public?
3. Bagaimana lingkungan hukum dan kelembagaan audit sektor public?
4. Apa sajakah jenis jenis audit sektor public?
5. Bagaimana reviu laporan keuangan?
6. Seperti apa standar auditing sektor public?
7. Bagaimana tanggung jawab manajemen, auditor, dan lembaga audit?

C.. TUJUAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu auditing
sektor publik, apa peranannya, dasar-dasar hukum yang mengatur, jenis-jenis audit sektor publik
yang ada dan seperti apa standar dan prosedur dari audit sektor publik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Secara umum auditing atau pemeriksaan didefinisikan sebagai suatu proses yang
sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif atas asersi
manajemen mengenai perisitiwa dan tindakan ekonomi, kemudian membandingkan
kesesuaian asersi manajemen tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Jadi, pengertian
auditing sektor publik dapat dijelaskan sebagai berikut:
“Auditing sektor publik adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi
yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan
standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan
keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggungjawab keuangan pada
organisasi sektor publik”.
B. Tujuan audit sektor publik
Audit sektor publik adalah jasa penyelidikan bagi masyarakat atas organisasi
publik dan politikus yang sudah mereka bayar. Hal ini memberikan keuntungan yang
lebih besar dimana janji yang dibuat oleh para politisi dapat diperiksa secara profesional
oleh pihak independen.
C. Objek Audit Sektor Publik
Auditor sektor publik sangat berkepentingan dengan aktivitas entitas yang dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini merupakan perhatian utama auditor sektor publik
selama melaksanakan pekerjaan audit hingga auditor mengeluarkan pendapatnya.
Objek audit lainnya adalah pengorganisasian entitas. Pengorganisasian di sini meliputi
dua aspek, yaitu bagaimana hubungan eksternal dan internal yang ada dalam organisasi.
Dalam aspek hubungan ekstenal, auditor harus familiar dengan klien-klien organisasi.
Lebih dari itu,auditor harus mengetahui perbedaan dan persamaan antara entitas yang
menjadi kliennya dengan entitas-entitas lainnya. Auditor juga harus mengetahui aspek-
aspek yang menjadi keunikan organisasi. Pemahaman atas aspek hubungan eksternal ini
dapat memberikan auditor data-data yang dapat dipertanggungjawabkan yang
disajikan dalam laporan keuangan.
Aspek hubungan internal suatu organisasi, atau dapat juga disebut sebagai
struktur organisasi, juga menjadi perhatian utama auditor. Struktur organisasi adalah
divisi kerja dalam organisasi dan orang-orang yang melakukan pekerjaan dalam divisi
kerja tersebut. Kelemahan didalam struktur organisasi internal dapat menyebabkan
terjadinya perekaman akuntansi yang tidak tepat, menyesatkan, dan mungkin
menimbulkan kecurangan.
D. Peran Auditing Sektor Publik
Auditing sektor publik merupakan salah satu pilar penting dalam mewujudkan
tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Melalui auditing sektor publik
dapat dilakukan tindakan pendeteksian dan pencegahan atas berbagai praktik korupsi,
penyelewangan, pemborosan, dan kesalahan dalam pengelolaan sumber daya publik
serta penyelamatan asset-aset negara. Tetapi auditing sektor publik saja tidaklah cukup
sebab auditor memiliki keterbatasan kewenangan. Kewenangan auditor sebatas
melakukan pemeriksaan, memberikan opini serta menyampaikan temuan-temuan audit
dalam laporan hasil pemeriksaan. Auditor tidak dapat melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan atas temuan audit yang berindikasi terjadinya kerugian
keuangan Negara dan dilakukannya tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, auditing
sektor pubik harus didukung oleh aparat penegak hukum yang lain sepert kejaksaan,
kepolisian dan kehakiman.
Selain itu, auditor sektor publik juga harus didukung oleh lembaga legislatif (DPR
/ DPRD) yang berwenang melakukan fungsi pengawasan terhadap eksekutif sejak tahap
perencanaan, pelaksanaan, maupun pertanggaungjawaban karena audit dilakukan pada
tahap akhir setelah suatu program, kegiatan, dan anggaran dilaksanakan dan dilaporkan,
jadi auditor sektor publik tidak memiliki kewenangan dalam mengawasi perencanaan.
Dengan demikian, untuk mewujudkan good governance, maka semua lembaga negara
baik ekekutif, legislatif, yudikatif, penegak hukum, dan auditor harus bersih, kompeten,
dan profesional. Auditing sektor publik akan lebih efektif bila terdapat penegakan
hukum (law enforcement) yang baik dalam negara.
Dalam hubungannya dengan masyarakat, auditing sektor publik berperan
sebagai pemegang fungsi atestasi berupa pemberian opini auditor. Fungsi atestasi
adalah untuk memberikan jaminan yang memadai untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan yang disajikan manajemen. Jadi, auditor sektor publik pada dasarnya
berperan dalam mewakili dan melindungi kepentingan rakyat dan pemangku
kepentingan lainnya dari memperoleh informasi keuangan yang salah dan menyesatkan.
Hubungan antara audit sektor publik, penegakan hukum, dan good governance dapat
digambaran sebagai berikut:

Auditee Auditor Kejaksaan/Kepolisian/KPK Pengadilan (Hakim)

Laporan Temuan Pengadilan


Keuangan Proses Audit
Audit

Penyelidikan, Dihukum
Penyidikan,
Temuan Bebas
Penahanan
Audit

E. Lingkungan Hukum dan Kelembagaan Audit Sektor Publik


a. Peraturan perundangan terkait audit keuangan negara / daerah
a) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 Ayat (1) E
“Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang Keuangan
Negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri,
maka kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan Negara perlu dimantapan
dengan memperkuat peran dan kinerjanya”.
b) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara
1. Pasal 30 UU No. 17 Tahun 2003:
(1) Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan,
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan
Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan, yang dilampiri dengan Laporan Keuangan perusahaan
negara dan badan lainnya.
2. Pasal 31 UU No. 17 Tahun 2003
(1) Gubernur / Bupati / Walikota menyampaikan rancangan peraturan
daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada
DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
tahun anggaran berakhir.
(2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan
Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan
daerah.

c) Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


d) Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara
e) Peraturan BPK RI No. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara.
b. Kelembagaan auditing sektor publik
a) Audit Internal
Audit inetrnal atau disebut Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP)
merupakan lembaga audit yang berada di bawah pemerintahan atau
merupakan bagian dari pemerintahan. Audit internal bertugas melakukan
pengawasan internal atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi
pemerintahan termasuk akuntabilitas keuangan negara. Kegiatan audit yang
dilakukan auditor internal meliputi audit kinerja, audit keuangan, dan audit
untuk tujuan tertentu. Selain melakukan audit, auditor internal
bertanggungjawab menguji kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian
internal, mengevaluasi, mendeteksi dan mencegah risiko, korupsi, dan
kecurangan. Auditor internal bertanggungjawab dan menyampaikan laporan
hasil pengawasan internal kepada pimpinan instansi pemerintah yang
diawasi. Audit internal, terdiri atas:
 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
 Inspektorat Jenderal (Irjen) pada departemen atau kementerian dan
lembaga negara
 Inspektorat Propinsi / Kabupaten / Kota (Badan Pengawas Daerah)
 Satuan Pengawasan Internal pada BUMN / BHMN / BUMD
b) Audit eksternal
Audit eksternal merupakan lembaga audit di luar pemerintahan yang
bersifat mandiri dan independen. Audit eksternal, terdiri atas:
 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI
BPK adalah lembaga auditor eksternal berdasarkan UUD 1945 .
dengan demikian BPK merupakan suppreme auditor di Indonesia yang
berwenang melakukan audit terhadap seluruh lembaga negara,
meliputi lembaga negara di pemerintah pusat, pemerintah daerah,
dan BUN. BPK berwenang melakukan audit keuangan, audit kinerja,
dan audit dengan tujuan tertentu. BPK selaku auditor eksternal
menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada DPR/DPD/DPRD
sesuai dengan kewenangannya
 Auditor eksternal independen yang bekerja untuk dan atas nama BPK
c) Perbedaan audit internal dan audit eksternal
1. Dari segi perspektif audit
Perspektif audit bagi auditor eksternal lebih luas dibandingkan
auditor internal.
2. Dari segi tanggungjawab
Tanggungjawab internal auditor adalah kepada pimpinan instansi
pemerintah sedangkan auditor eksternal kepada seluruh rakyat
melalui perwakilannya di dewan legislatif dan dewan perwakilan
daerah.
3. Dari segi tingkat independensi auditor
Tingkat independensi auditor eksternal lebih tinggi dibandingkan
auditor internal meskipun keduanya harus sama-sama memiliki
independensi, baik independensi dalam kenyataan, penampilan dan
pelaksanaan audit.
4. Dari segi penekanan audit
Penekanan audit eksternal adalah pemberian opini audit,
membuat kesimpulan audit, dan rekomendasi serta menyelamatkan
keuangan negara. Sedangkan audit internal menekankan pada
perbaikan efisiensi dan efektivitas organisasi, perbaikan sistem
pengendalian internal, dan perbaikan kualitas laporan keuangan.
5. Dari segi kewenangan
Kewenangan auditor eksternal juga relatif lebih besar
dibandingkan auditor internal.
6. Dari segi laporan audit
Laporan audit oleh auditor eksternal berupa Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) sedangkan laporan audit internal berupa Laporan
Hasil Pemeriksaan Internal, misalnya Laporan Hasil Reviu (LHR).
F. Jenis-Jenis Audit Sektor Publik
a. Audit keuangan (Financial audit)
Audit keuangan adalah suatu proses yang sistematik untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara obyektif atas asersi manajemen mengenai peristiwa dan
tindakan ekonomi, kemudian membandingkan kesesuaian asersi manajemen
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Audit keuangan pada organisasi sektor publik berupa pemeriksaan terhadap
laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah termasuk BUMN, BUMD, dan
yayasan milik pemerintah. Pemeriksaan keuangan dilakukan oleh BPK dalam rangka
memberikan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan pemerintah. Hasil pemeriksaan keuangan disampaikan dalam Laporan
Hasil Pemeriksaan (LPH) yang memuat opini auditor. Opini merupakan pernyataan
profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan
dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria:
 Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan
 Kecukupan pengungkapan (adequate disclosure)
 Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
 Efektivitas sistem pengendalian internal

Terdapat lima jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yaitu:

1. Opini wajar tanpa pengecualian (Unqualifed opinion)


Merupakan pendapat yang paling tinggi dilihat dari kualitas
laporan yang disajikan. Artinya laporan keuangan yang disajikan
pemerintah telah disajikan secara wajar untuk semua pos (akun) yang
dilaporkan, tidak terdapat salah saji yang material, dan tidak ada
penyimpangan dari standar akuntansi atau prinsip akuntansi.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas
(Unqualifed opinion with additional paragraph)
Pendapat ini masih dalam kategori wajar tanpa pengecualian,
hanya untuk pos (akun) tertentu perlu penyesuaian agar menjadi wajar.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualifed opinion)
Pendapat ini menunjukkan bahwa sebagian besar pos dalam
laporan keuangan telah disajikan secara wajar terbebas terbebas dari
salah saji material dan sesuai dengan standar akuntansi, namun untuk
pos tertentu disajikan tidak wajar.
4. Pendapat tidak wajar (Adverse opinion)
Pendapat ini diberikan apabila pos-pos dalam laporan keuangan
nyata-nyata terdapat salah saji yang material dan tidak sesuai dengan
standar akuntansi. Keadaan seperti ini bisa terjadio karena buruknya
sistem pengendalian internal dan sistem akuntansi yang ada.
5. Tidak memberikan pendapat (Disclaimer opinion)
Keadaan menolak memberikan pendapat (disclainer opinion) diberikan
auditor karena beberapa faktor, yaitu:
 Auditor terganggu independensinya
 Auditor dibatasi untuk mengakses data tertentu.

Laporan Hasil Pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah disampaikan oleh


BPK kepada DPR/DPD/DPRD serta presiden/gubernur/bupati/walikota selambat-
lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah
pusat / daerah. Laporan Hasil Pemeriksaan yang telah disampaikan BPK kepada
lembaga perwakilan rakyat dinyatakan terbuka untuk umum sehingga masyarakat
juga dapat mengakses LHP tersebut dan melakukan evaluasi.

Dalam audit keuangan biasanya sekaligus dilakukan audit kepatuhan (compliance


audit) yaitu memeriksa kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Oleh
karena itu auditor keuangan selain harus memahami pengetahuan dan teknik audit
keuangan serta standar akuntansi pemerintahan juga harus memahami berbagai
peraturan perundangan terkait pengelolaan keuangan negara.

Segmen laporan keuangan seperti laporan pendapatan dan biaya, laporan


penerimaan dan pengeluaran kas, laporan aktiva tetap.
b. Audit kinerja (Performance audit)
Selain audit keuangan, pada organisasi sektor publik juga dilakukan audit kinerja.
Istilah lain dari audit kinerja adalah audit value for money, audit 3E, dan audit
komprehensif. Audit kinerja adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara obyektif atas kinerja suatu organisasi,
program,fungsi, atau aktivitas / kegiatan. Evaluasi dilakukan terhadap tingkat
ekonomi, efisiensi, dan kefektivan dalam mencapai target yang ditetapkan serta
kepatuhannya terhadap kebijakan dan peraturan perundangan yang disyaratkan,
kemudian membandingkannya antara kinerja yang dihasilkan dengan kriteria yang
ditetapkan serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
Audit kinerja bermanfaat untuk memeriksa apakah keuangan negara telah
diperoleh dan digunakan secara ekonomis, efisien, dan efektif; tidak terjadi
pemborosan, kebocoran, salah alokasi, dan salah sasaran serta telah mencapai
tujuan selain itu juga bermanfaat untuk memberikan rekomendasi cara
memperbaiki ekonomi, efisiensi, dan efektivitas pengelolaan keuangan negara.
Audit kinerja dapat dilakukan oleh BPK sebagai eksternal auditor maupun oleh
Aparat Pemeriksa Internal Pemerintah (APIP). Laporan hasil pemeriksaan atas
kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.
a) Audit ekonomi dan efisiensi
Audit ekonomi dan efisiensi menentukan apakah:
1. Entitas telah memperoleh, ,melindungi dan menggunakan sumber
dayanya (seperti karyawan, gedung, ruanng dan peralatan kantor)
secara hemat dan efisien;
2. Penyebab timbulnya ketidakhematan dan ketidakefisienan;
3. Entitas tersebut telah mematuhi peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan kehematan dan efisiensi.

Audit ekonomi dan efisiensi dapat mempertimbangkan apakah entitas yang


diaudit telah:
1. Mengikuti ketentuan pelaksanaan pengadaan yang sehat;
2. Melakukan pengadaan sumber daya (jenis, mutu, dan jumlah) sesuai
dengan kebutuhan dan dengan biaya yang wajar;
3. Melindungi dan memelihara semua sumber daya negara yang ada
secara memadai;
4. Menghindari duplikasi pekerjaan atau kegiatan ysng tanpa tujuan dan
kurang jelas tujuannya;
5. Menghindari adanya pengangguran atau jumlah pegawai yang
berlebihan;
6. Menggunakan prosedur kerja yang efisien;
7. Menggunakan sumber daya (staf, peralatan dan fasilitas) secara
optimum dalam menghasilkan atau menyerahkan barang / jasa
dengan kuantitaas dan kualitas yang baik serta tepat waktu;
8. Mematuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perolehan, pemeliharaa , dan penggunaan sumber
daya negara;
9. Telah memiliki suatu sistem pengendalian manajemen yang memadai
untuk mengukur, melaporkan, dan memantau kehematan dan
efisiensi pelaksanaan program;
10. Telah melaporkan ukuran yang sah dan dapat
dipertanggungjawabkan mengenai penghematan dan efisiensi.
b) Audit program
Audit program mencakup penentuan:
1. Tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan atau manfaat yang
telah ditetapkan oleh undang-undang atau badan lain yang
berwenang;
2. Efektivitas kegiatan entitas, pelaksanaan program, kegiatan, atau
fungsi instansi yang bersangkutan;
3. Apakah entitas yang diaudit telah menaati peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan program /
kegiatannya.

Contoh pelaksanaan audit program:

1. Menilai tujuan program, baik yang baru maupun yang sudah berjalan,
apakah sudah memadai dan tepat atau relevan;
2. Menentukan tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan;
3. Menilai efektivitas program dan atau unsur program secara sendiri-
sendiri
4. Mengidentifikasi faktor yang menghambat pelaksanaan kinerja yang
baik dan memuaskan;
5. Menentukan apakah program tersebut melengkapi, tumpang tindih
atau bertentangan dengan program lain yang terkait
6. Mengidentifikasi cara untuk dapat melaksanakan program tersebut
dengan lebih baik
7. Menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk program tersebut.
c. Audit forensik
Audit forensik atau yang lebih dikenal dengan akuntansi forensik merupakan
disiplin ilmu yang relatif baru dalam akuntansi. Kebutuhan akuntansi forensik di
sektor publik dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus korupsi atas keuangan negara /
daerah yang melibatkan penyelenggara negara. Terdapat dua are utama jasa
akuntansi forensik, yaitu:
a) Audit dengan tujuan tertentu
Audit dengan tujuan tertentu atau audit investigasi (Special audit) adalah
kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu, periodenya tidak dibatasi,
lebih spesifik pada area-area pertanggungjawaban yang diduga mengandung
inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang, dengan hasil audit
berupa rekomendasi untuk ditindaklanjuti bergantung pada derajat
penyimpangan wewenang yang ditemukan. Selain menyangkut kasus pidana,
audit investigasi juga dilakukan untuk mendeteksi adanya keridakwajaran
dalam kasus perdata, misalnya pembagian harta dalam kasus perceraian.
Tujuan audit jenis ini adalah mengadakan temuan lebih lanjut atas temuan
audit sebelumnya, serta melaksanakan audit untuk membuktikan kebenaran
berdasarkan pengaduan atau informasi dari masyarakat.
Audit dengan tujuan tertentu atau audit investigasi (Special audit) dapat
dilakukan oleh BPK, KPK, BPKP atau internal auditor lainnya serta satuan
tugas yang dibentuk khusus untuk melakukan audit dengan tujuan tertentu.
Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada
DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Prosedur dan teknik audit ini mengacu pada standar auditing serta
disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi. Dalam merencanakan dan
melaksanakannya, auditor menggunakan skeptic profesionalisme serta
menerapkan azas praduga tidak bersalah. Tim yang melaksanakan audit
investigasi sebaiknya oleh tim atau minimal salah satu auditor yang telah
mengembangkan temuan audit sebelumnya. Tim audit baru dapat dibentuk
apabila sumber informasi berasal dari informasi dan pengaduan masyarakat.
Temuan dalam audit investigasi yang dituangkan dalam kesimpulan audit
akan menjadi bukti yang digunakan dalam proses hukum melalui pengadilan,
peninjauan judisial, peninjauan administrasi ataupun cara lain karena
didalam laporan hasil audit investigasi akan ditetapkan siapa yang terlibat
atau bertanggungjawab, dan akan ditandatangani oleh kepala lembaga
satuan audit. Adapun sumber informasi audit investigasi adalah:
 Pengembangan temuan audit sebelumnya
 Adanya pengaduan dari masyarakat
 Adanya permintaan dari DPR untuk melakukan audit, misalnya karena
adanya dugaan pejabat melakukan penyelewengan.
Kertas kerja audit biasa disusun sebagai berikut:

1. Kertas kerja audit yang umum, yaitu menyangkut data umum objek
atau kegiatan yang diperiksa termasuk ketentuan yang harus dipatuhi,
2. Kertas kerja audit untuk setiap orang yang diduga terlibat, yaitu berisi
antara lain; identitas seseorang, tindakan yang melanggar hukum serta
akibatnya yang dilengkapi dengan bukti yang mendukung. Selain itu,
dapat pula disusun per tahapan transaksi.

Adapun hasil audit investigasi pada umumnya dapat disimpulkan berikut ini:

1. Apa yang dilaporkan masyarakat tidak terbukti.


2. Apa yang diadukan terbukti, misalnya terjadi peyimpangan dari suatu
aturan atau ketentuan yang berlaku, namun tidak merugikan negara.
3. Terjadi ketekoran / kekurangan kas atau persediaan barang milik
negara, dan bendaharawan tidak dapat membuktikan bahwa
kekurangan tersebut diakibatkan bukan karena kesalahan atau
kelalaian bendaharawan.
4. Terjadi kerugian negara akibat terjadi wanprestasi atau kerugian dari
perikatan yang lahir dari undang-undang.
5. Terjadi kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum dan tindak
pidana lainnya.
b) Audit litigasi
Berhubungan dengan pengadilan yaitu memberikan kesaksian ahli dalam
persidangan di pengadilan serta menghitung kerugian keuangan akibat
tindak pidana korupsi. Sumber informasi audit ini berasal dari laporan audit
dari audit investigasi. Dimana laporan tersebut diserahkan kepada kejaksaan
dan memuat tentang modus operandi, sebab terjadinya penyimpangan, bukti
yang diperoleh dan kerugian yang ditimbulkan.
d. Reviu laporan keuangan
Sebelum dilakukan audit laporan keuangan oleh auditor eksternal terlebih
dahulu dilakukan reviu laporan keuangan oleh auditor internal. Reviu atas Laporan
Keuangan Pemerintah adalah prosedur penelusuran angka-angka, permintaan
keterangan dan analitis yang harus menjadi dasar memadai bagi Inspektorat untuk
memberi keyakinan terbatas atas laporan keuangan bahwa tidak ada modifikasi
material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan
tersebut disajikan berdasarkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang memadai dan
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Pada level pemerintah daerah, landasan hukum pelaksanaan reviu lapooran
keuangan pemerintah daerah adalah Permendagri No. 04 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pelaksanaan Reviu Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Tujuan
dilakukan revisi laporan keuangan adalah untuk memberikan keyakinan terbatas
bahwa laporan keuangan pemerintah daerah disusun berdasarkan sistem
pengendalian intern (SPI) yang memadai dan telah disajikan sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dilakukan untuk memberikan
keyakinan atas kualitas leporan keuangan pemerintah daerah. Reviu tidak
memberikan dasar untuk menyatakan pendapat atau opini atas laporan keuangan.
Oleh karena itu, reviu memiliki tingkat keyakinan lebih rendah dibandingkan dengan
audit. Reviu laporan keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dilakukan
oleh inspektorat daerah (badan pengawasan daerah) sebagai internal auditor.
Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dilakukan dengan langkah-langkah
berikut:
a) Perencanaan, meliputi:
1. Pemahaman latar belakang dan sifat dari lingkungan operasional
entitas pelaporan
2. Pemahaman proses transaksi yang signifikan
3. Pemahaman terhadap prinsip dan metode akuntansi dalam
pembuatan laporan keuangan
b) Penilaian atas Sistem Pengendalian Intern, dilakukan dengan:
1. Memahami sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah
2. Melakukan observasi dan/atau wawancara dengan pihak terkait di
setiap prosedur yang ada
3. Melakukan analisis atas risiko yang telah diidentifikasi pada sebuah
kesimpulan tentang kemungkinan terjadinya salah saji material dalam
laporan keuangan
4. Melakukan analisis atas risiko yang telah diidentifikasi pada sebuah
kesimpulan tentang langkah-langkah pelaksanaan raviu
c) Penyusunan Program Kerja Reviu, memuat:
1. Langkah kerja reviu;
2. Teknik reviu;
3. Sumber data;
4. Pelaksana; dan
5. Waktu pelaksanaan
d) Pelaksanaan, meliputi:
1. Persiapan;
2. Penelusuran angka;
3. Permintaan keterangan; dan
4. Prosedur analitis
e) Pelaporan

Pelaksanaan reviu didokumentasikan dalam kertas kerja reviu. Kertas kerja reviu
memuat:

 Tujuan reviu;
 Daftar pertanyaan wawancara dan kuesioner; dan
 Langkah kerja prosedur analitis.

Hasil reviu berupa Laporan Hasil Reviu yang ditandatangani oleh Inspektur.
Laporan Hasil Reviu disajikan dalam bentuk surat yang memuat “Pernyataan Telah
Direviu”. Laporan Hasil Reviu disampaikan kepada Kepala Daerah dalam rangka
penandatanganan Pernyataan Tanggung Jawab. Pernyataan Telah Direviu
merupakan salah satu dokumen pendukung untuk penandatanganan Pernyataan
Tanggung Jawab oleh kepala daerah. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang
disampaikan kepada Badan Pemeriksa keuangan dilampiri dengan Pernyataan
Tanggung Jawab dan Pernyataan Telah Direviu.

e. Perbandingan audit dengan reviu

Perbedaan Audit Reviu


Tujuan Memberikan keyakinan memadai Memberikan keyakinan terbatas
bahwa laporan keuangan telah bahwa laporan keuangan
disusun sesuai dengan Prinsip pemerintah daerah disusun
Akuntansi Berterima Umum dan berdasarkan Sistem Pengendalian
terbebas dari salah saji material Intern (SPI) yang memadai dan
telah disajikan sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP)
Pelaksana BPK (Eksternal Auditor) Inspektorat Prop/Kab/Kota
(Internal Auditor)
Output Opini auditor yang dituangkan Rekomendasi yang dituangkan
dalam Laporan Hasil Pemeriksaan dalam Laporan Hasil Reviu

G. Standar Auditing Sektor Publik


Agar audit sektor public memberikan hasil audit yang kredibel, terpercaya dan
bermanfaat bagi penguatan tata kelola organisasi sektor public, selain diperlukan
kelembagaan audit sektor public yang kuat, tenaga auditor yang kompeten,
professional,independen, dan berintegritas dan diperlukan juga suatu standar
auditing sektor public yang baik.
Di Indonesia, standar auditing yang keluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
yaitu Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diperuntukkan bagi auditor
dalam pemeriksaan keuangan. SPAP pada dasarnya dapat digunakan oleh auditor
sektor public, BPK RI telah mengeluarkan Peraturan No.1 Tahun 2007 tentang
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). SPKN berlaku bagi auditor BPK dan
auditor public independen yang bekerja untuk dan atas nama BPK serta Aparat
Pengawas Internal Pemerintahan (APIP) dalam mengaudit keuangan negara /
daerah.
Pada tingkat internasional terdapat standar audit yang dikeluarkan oleh
International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI). Di amerika
serikat,United States General Accounting Office (US-GAO) mengeluarkan Generally
Accepted Government Auditing Standars (GAGAS). AICPA juga mengeluarkan
Generally Accepted Auditing Standars (GAAS).
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara terdiri atas pendahuluan Standar
Pemeriksaan dan tujuh Pernyataan Standar Pemeriksaan (PSP), yaitu :
a. PSP Nomor 01 tentang Standar Umum
b. PSP Nomor 02 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan
c. PSP Nomor 03 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan
d. PSP Nomor 04 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja
e. PSP Nomor 05 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja
f. PSP Nomor 06 tentang Standar Pelaksaan Pemeriksaan Dengan Tujuan
Tertentu
g. PSP Nomor 07 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan
Tertentu

H. Tanggung Jawab Manajemen, Auditor, dan Lembaga Audit


a. Tanggung Jawab Manajemen Entitas Yang Diperiksa
a) Mengelola keuangan negara secara tertib, ekonomis, efisien, efektif,
transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan yang berlaku.
b) Menyusun dan menyelenggarakan pengendalian intern yang efektif
guna menjamin :
1. Pencapaian tujuan sebagaimana mestinya
2. Keselamatan atau keamanan kekayaan yang dikelola
3. Kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan
4. Perolehan dan pemeliharaan data / informasi yang handal, dan
pengungkapan data / informasi secara wajar.
c) Menyusun dan menyampaikan laporan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara secara tepat waktu
d) Menindaklanjuti rekomendasi BPK, serta menciptakn dan memelihara
suatu proses untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi
dimaksud.
b. Tanggung Jawab Pemeriksa (Auditor)
a) Pemeriksa secara professional bertanggung jawab merencanakan
dan melaksanakan pemeriksaan untuk memenuhi tujuan
pemeriksaan
b) Pemeriksaan harus mengambil keputusan yang konsisten dengan
kepentingan publik dalam melakukan pemeriksaan
c) Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik,
pemeriksa harus melaksanakan seluruh tanggung jawab
profesionalnya dengan derajat integritas yang tinggi
d) Pelayanan dan kepercayaan publik harus lebih diutamakan di atas
kepentingan pribadi
e) Pemeriksaan harus obyektif dan bebas dari benturan kepentingan
(conflict of interest) dalam menjalankan tanggung jawab
profesionalnya
f) Pemeriksa bertanggung jawab untuk menggunakan pertimbangan
professional dalam menetapkan lingkup dan metodologi,
menentukan pengujian dan prosedur yang akan dilaksanakan,
melaksanakan pemeriksaan, dan melaporkan hasilnya
g) Pemeriksa bertanggung jawab untuk membantu manajemen dan
para pengguna laporan hasil pemeriksaan lainnya untuk memahami
tanggung jawab pemeriksa berdasarkan Standar Pemeriksaan dan
cakupan pemeriksaan yang ditentukan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan,
c. Tanggung Jawab Organisasi Pemeriksa
Organisasi pemeriksa mempunyai tanggung jawab untuk meyakinkan
bahwa :
a) Indepedensi dan obyektivitas dipertahankan dalam seluruh tahap
pemeriksaan,
b) Pertimbangan professional (professional judgment) digunakan dalam
perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan dan pelaporan hasil
pemeriksaan
c) Pemeriksaan dilakukan oleh personil yang mempunyai kompetensi
professional dan secara kolektif mempunyai keahlian dan
pengetahuan yang memadai, dan
d) Peer-review yang independen dilaksanakan secara periodic dan
menghasilkan suatu pernyataan, apakah sistem pengendalian mutu
organisasi pemeriksa tersebut dirancang dan memberikan keyakinan
yang memadai sesuai dengan Standar Pemeriksaan.
I. Kode Etik Audit Sektor Publik
Sudah menjadi lazim di lingkungan BPK RI, bahwa para pegawai yang
melaksanakan tugas pokok pemeriksaan yang dulunya dikenal dengan istilah
“pemeriksa”sekarang disebut dengan “auditor”atau lebih tepatnya auditor sektor
publik. Auditor merupakan suatu profesi ysng dapat ditumbuhkembangkan. Oleh
karena itu, di lingkungan BPK telah dikembangkan jabatan fungsional auditor. Di
dunia internasional hal serupa juga telah lama berkembang sesuai dengan situasi
dan kondisi negara masing-masing. Salah satu perkembangan bidang auditor di
dunia internasional adalah telah diterbitkannya Kode Etik Auditor Sektor Publik
oleh INTOSAL, yakni organisasi BPK-BPK sedunia, dalam tahun 1998 yang lalu.
Menurut INTOSAL, kode etik auditor merupakan komplemen atau tambahan yang
penting yang dapat memperkuat standar audit. Sejak tahun 1995 BPK telah
mengeluarkan Standar Audit Pemerintahan yang dikenal dengan SAP dan pada
tahun 2007 SAP disempurnakan lagi menjai SPKN, dimana standar tersebut
diharapkan dapat menjadi pedoman bagi semua auditor sektor publik dalam
melaksanakan tugasnya. Selain itu, di lingkungan BPK selama ini telah dikenal yang
namanya Sapta Prasetya Jati BPK dan Ikrar Pemeriksa, yang kurang lebih isinya
juga merupakan pedoman bagi pegawai BPK dalam melaksanakan tugas
pemeriksaan.
Kode etik untuk BPK RI tertera dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2011 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa
Keuangan yang secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
Badan Pemeriksa Keuangan merupakan satu-satunya lembaga Negara yang
bertugas dan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya,
undang-undang memberikan kebebasan dan kemandirian kepada Badan
Pemeriksa Keuangan. Kebebasan tersebut meliputi kebebasan untuk menyusun
perencanaan dan kebebasan untuk melaksanakan dan melaporkan hasil
pemeriksaan, sedangkan kemandirian mencakup ketersediaan sumber daya
manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.
Dalam rangka mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan tugas dan
wewenangnya, BPK memerlukan nilai-nilai dasar yang meliputi Integritas,
Independensi, dan Profesionalisme sebagai Kode Etik BPK yang berlaku bagi
Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya. Kode Etik sebagai nilai nilai
dasar merupakan pedoman untuk diinternalisasikan dalam setiap pribadi
pejabat/aparatur negara dan diimplementasikan dalam perilaku kehidupan
sehari-hari, selaku makhluk individu/anggota masyarakat, selaku warga negara,
dan selaku pejabat/aparatur negara yang harus dipahami, diamalkan, dan
diwujudkan dalam sikap, perkataan, dan perbuatan untuk diarahkan kepada
terciptanya pejabat/aparatur negara yang etis, bermoral, berdisiplin, profesional,
produktif, dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang bermutu bagi
penyempurnaan tata kelola keuangan negara yang lebih baik dan sekaligus untuk
memantapkan dan memelihara persatuan bangsa dan menjaga integritas
nasional secara lestari. Kode Etik bukan bersifat normatif, tetapi merupakan
nilai-nilai dasar. Dalam pelaksanaan keputusannya, dapat dilihat apakah
perbuatan tersebut termasuk kepada pelanggaran atau tidak, namun tidak
terbatas pada kewajiban dan larangan yang tercantum dalam peraturan ini.
Adapun yang menjadi sasaran dalam menerapkan nilai-nilai dasar:
1. Menumbuhkembangkan nilai-nilai moral dalam perilaku kehidupan sehari-
hari dan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya yang bersumber
pada nilai-nilai Pancasila, agama, etika, dan peraturan perundang-
undangan serta hasil pemeriksaan yang sesuai dengan standar dan
pedoman pemeriksaan.
2. Memperbaiki persepsi, pola pikir, dan, perilaku yang menyimpang dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, dan sekaligus untuk mempercepat
pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
3. Meningkatkan keahlian dan keterampilan melalui forum-forum profesional,
agar lebih peka, kreatif, dan dinamis untuk memperbaiki kinerja secara
berkesinambungan.
4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap citra dan hasil
pemeriksaan BPK.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Auditing sektor publik memiliki peran strategis dalam mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik. Auditing sektor publik hanya akan efektif apabila terdapat
lingkungan dan penegakan hukum yang baik. Secara kelembagaan, auditing sektor publik
terdiri atas audit internal atau disebut APIP dan audit eksternal oleh BPK. Sementara itu
jika dilihat dari jenis auditnya, pada organisasi sektor public terdapat beberapa jenis audit
yaitu audit keuangan, audit kinerja, audit forensic. Selain dilakukan audit oleh eksternal
auditor juga terdapat reviu atas laporan keuangan pemerintah, khususnya pemerintah
daerah, yang dilakukan oleh internal auditor seperti inspektorat prop/kab/kota.
Pelaksanaan audit keuangan dan audit kinerja perlu berpedoman pada standar audit untuk
menjamin bahwa hasil audit yang dilakukan bekualitas sehingga dapat dipercaya dan
tidak menyesatkan masyarakat seta tidak merugikan keuangan Negara.
B. Saran
Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik sangat diperlukan adanya kegiatan
audit, namun para auditor memiliki ruang yang terbatas, jadi harus ada hubungan
kerjasama antar auditor dan pihak yang terkait seperti kepolisian dan kejaksaan yang
memiliki kewenangan lain di luar kewenangan para auditor.

Anda mungkin juga menyukai