Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Iklim merupakan faktor yang berpengaruh dalam kegiatan pertanian. Maka dari
itu pengaruh unsur unsur cuaca dan iklim sangatlah penting, yaitu bagi
keberlangsungan kegiatan pertanian sehingga mampu membawa dampak yang positif
yaitu peningkatan hasil panen. Hal tersebut perlu diperhatikan karena iklim dan cuaca
sangat berpengaruh terhadap perkembangan tanaman sehingga berpengaruh pula
terhadap hasil yang akan diperoleh saat panen yang akan datang.
Iklim merupakan keadaan rata-rata cuaca di satu daerah yang cukup luas dan
dalam kurun waktu yang cukup lama, minimal 30 tahun, yang sifatnya tetap (Tjasyono,
2004). Namun akibat adanya aktivitas manusia seperti urbanisasi, deforestasi, serta
industrialisasi, mempercepat adanya perubahan iklim dalam kurun waktu yang relatif
cepat, sedangkan perubahan iklim tersebut berdampak dalam berbagai sektor
kehidupan, salah satunya pertanian. Kondisi tersebut yang kemudian menjadikan
klasifikasi iklim sebagai dasar dalam melakukan mitigasi terhadap adanya dampak
negatif dari perubahan iklim.
Menurut Thorntwaite (1933) dalam Tjasyono (2004), menyatakan bahwa tujuan
klasifikasi iklim adalah menetapkan pemerian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi
unsur yang benar-benar aktif, terutama air dan panas. Menurut Tjasyono (2004),
pemahaman lebih baru tentang klasifikasi iklim adalah dengan melihat hubungan
sistematik antara unsur iklim tersebut terhadap pola tanaman. Telah banyak ditemukan
korelasi antara tanaman dan unsur panas atau air. Pemakaian batas sederhana curah
hujan dan suhu akan menunjukkan hubungan antara unsur panas dan air itu sendiri.
Misalnya tanaman tertentu seperti jati dalam kondisi suhu yang tinggi tanaman
memerlukan banyak air untuk memenuhi keperluan evapotranspirasi. Pada
Terdapat berbagai macam metode untuk melakukan klakasifisi iklim. Misalnya
seperti klasifikasi iklim menurut Koppen yang dapat diterapkan di Indonesia (Tjasyono,
2004). Namun, mengingat bahwa variasi curah hujan untuk stasiun-stasiun di wilayah
tersebut cukup besar maka hasil dari klasifikasi iklim menurut Koppen kurang
memberikan gambaran yang cocok untuk pertanian. Maka dari itu, untuk mengetahui
kondisi iklim guna kepentingan pertanian, lebih baik menggunakan metode klasifikasi
iklim menurut Oldeman, dimana metode tersebut menggunakan unsur iklim berupa
curah hujan. Berdasarkan metode klasifikasi iklim menurut Oldeman tersebut, maka
dapat terlihat apakah terjadi perubahan iklim mikro di suatu wilayah berdasarkan dua
periode waktu tertentu. Hal tersebut yang kemudian digunakan sebagai salah satu acuan
untuk memaksimalkan potensi pertanian tanaman pangan seperti padi dan palawija.
Kondisi lingkungan yang berubah akan menyumbang adanya perubahan iklim
secara tak langsung, seperti perubahan penggunaan lahan tertutup vegetasi menjadi
penggunaan lahan terbuka dan lahan terbangun, yang dapat menyebabkan kenaikan
suhu permukaan. Adanya perubahan iklim akan mempengaruhi produksi tanaman
pangan akibat terjadinya perubahan pola curah hujan. Curah hujan merupakan salah
satu unsur iklim yang sangat mempengaruhi kondisi iklim di suatu wilayah.

B. Tujuan
Tujuan dari melakukan praktikum ini yaitu:
1. Untuk mengetahui
2. Untuk mengetahui hasil perhitungan berdasarkan klasifikasi iklim oleh Mohr,
Oldeman, dan Schmidt-Fergusson
3. Untuk mengetahui kelompok/golongan dari hasil perhitungan berdasarkan
klasifikasi iklim Mohr, Oldeman, dan Schmidt-Fergusson dari data wilayah di
Depok, Sleman selama 10 tahun (1992-2001).
BAB II
BAHAN DAN METODE

A. Bahan

Data sekunder dari BMKG terkait curah hujan yang berlokasi di Depok, Sleman
selama 10 tahun (1992-2001), dari stasiun UGM Bulaksumur. Dihitung dari ketinggian
137mdpl, lintang 7ᵒ 46’S, dan bujur 110ᵒ 23’ E.

B. Metode
Metode yang digunakan yaitu tabulasi data dan analisis, berdasarkan data
sekunder yang didapatkan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 1. Klasifikasi Mohr dan Oldeman

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1992 658 495 359 228 58 11 48 16 148 316 252 191
1993 394 195 395 346 101 176 1 1 3 0 253 217
1994 425 455 655 209 29 0 0 0 5 18 81 276
1995 473 580 247 142 25 189 56 0 4 78 649 256
1996 305 251 162 130 19 4 0 13 0 214 417 270
1997 281 288 40 140 55 0 0 0 0 1 40 212
1998 273 391 226 307 37 204 133 27 74 287 71 308
1999 412 280 389 243 107 26 56 0 0 94 170 347
2000 321 409 187 238 55 69 2 47 1 138 259 231
2001 339 212 471 339 29 116 5 0 0 302 404 139
Jumlah 3881 3556 3131 2322 515 795 301 104 235 1448 2596 2447
Rerata 388,1 355,6 313,1 232,2 51,5 79,5 30,1 10,4 23,5 144,8 259,6 244,7
DK Oldeman BB BB BB BB BK BK BK BK BK BL BB BB
DK Mohr BB BB BB BB BK BL BK BK BK BB BB BB

Tabel 2. Hasil Perhitungan Klasifikasi Mohr dan Oldeman


Klasifikasi BB BL BB Keterangan
DK Oldeman 6 1 5 C3
DK Mohr 7 1 4 Golongan III

Tabel 3. Klasifikasi Schmidt-Fergusson

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

1992 BB BB BB BB BK BK BK BK BB BB BB BB
1993 BB BB BB BB BB BB BK BK BK BK BB BB
1994 BB BB BB BB BK BK BK BK BK BK BL BB
1995 BB BB BB BB BK BB BK BK BK BL BB BB
1996 BB BB BB BB BK BK BK BK BK BB BB BB
1997 BB BB BK BB BK BK BK BK BK BK BK BB
1998 BB BB BB BB BK BB BB BK BL BB BL BB
1999 BB BB BB BB BB BK BK BK BK BL BB BB
2000 BB BB BB BB BK BL BK BK BK BB BB BB
2001 BB BB BB BB BK BB BK BK BK BB BB BB
Tabel 4. Hasil Perhitungan Jumlah BB, BL, dan BK pada Klasifikasi Schmidt-
Fergusson

Tahun BB BL BK
1992 8 0 4
1993 8 0 4
1994 5 1 6
1995 7 1 4
1996 7 0 5
1997 4 0 8
1998 8 2 2
1999 7 1 4
2000 7 1 4
2001 8 0 4
Jumlah 69 6 45
Rerata 6,9 0,6 4,5

B. Pembahasan
1. Oldeman
Curah hujan rerata kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kriteria. Curah
hujan diklasifikasikan pada tingkat tertinggi atas dasar jumlah bulan basah berturut-
turut. Bulan basah didefinisikan sebagai bulan dengan curah hujan yang cukup untuk
tumbuh sebuah tanaman padi sawah. Berdasarkan pertimbangan diuraikan
sebelumnya bulan basah harus memiliki setidaknya 200 mm curah hujan. Meskipun
panjang periode tumbuh padi terutama ditentukan oleh varietas yang digunakan,
jangka waktu lima bulan berturut-turut basah dianggap optimal untuk satu tanaman.
Jika ada lebih dari 9 bulan basah petani dapat tumbuh dua tanaman padi. Jika ada
kurang dari 3 bulan berturut-turut tidak ada beras basah dapat dibudidayakan tanpa
irigasi tambahan. Pertimbangan ini kemudian menghasilkan lima zona utama:
 A : lebih dari 9 bulan basah berturut-turut
 B : 7 – 9 bulan basah berturut-turut
 C : 5 – 6 bulan basah berturut-turut
 D : 3 – 4 bulan basah berturut-turut
 E : kurang dari 3 bulan basah berturut-turut
Stratifikasi kedua adalah jumlah bulan kering berurutan.
 Bulan kering didefinisikan sebagai bulan yang mempunyai curah hujan kurang
dari 100 mm, karena untuk pertumbuhan tanaman palawija diperlukan curah
hujan sekurang-kurangnya 100 mm tiap bulan.
 Jika terdapat kurang dari 2 bulan kering, petani dengan mudah mengatasinya
karena tanah cukup lembab.
 Jika peiode bulan kering antara 2 dan 4, maka petani harus hati-hati dalam
membudidayakan tanaman.
 Periode 4 sampai 6 bulan kering berurutan dipandang sangat lama jika irigasi
tambahan tidak tersedia.

Dengan demikian pendaerahan agroklimat dengan meninjau stratifikasi kedua


adalah sebagai berikut:
 Zona A: jika terdapat lebih dari 9 bulan basah berurutan
 B1: jika terdapat 7 sampai 9 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan
kering
 B2: jika terdapat 7 sampai 9 bulan basah berurutan dan 2 sampai 4 bulan kering
 C1: jika terdapat 5 sampai 6 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan
kering
 C2: jika terdapat 5 sampai 6 bulan basah berurutan dan 2 sampai 4 bulan kering
 C3: jika terdapat 5 sampai 6 bulan basah berurutan dan 5 sampai 6 bulan kering
 D1: jika terdapat 3 sampai 4 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan
kering
 D2: jika terdapat 3 sampai 4 bulan basah berurutan dan 2 sampai 4 bulan kering
 D3: jika terdapat 3 sampai 4 bulan basah berurutan dan 5 sampai 6 bulan kering
 D4: jika terdapat 3 sampai 4 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan kering
 E1: jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan
kering
 E2: jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan dan 2 sampai 4 bulan
kering
 E3: jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan dan 5 sampai 6 bulan
kering
 E4: jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan
kering
Sumber : Wijaya (2007)

Dalam klasifikasi iklim data curah hujan di Depok, Sleman selama 10 tahun
(1992-2001), dari stasiun UGM Bulaksumur. Dihitung dari ketinggian 137mdpl,
lintang 7ᵒ 46’S, dan bujur 110ᵒ 23’ E
Menurut Oldeman menunjukkan hasil pada BB rata-rata 6, BL 1 dan BK 5
termasuk golongan C3 yang berarti Setahun hanya dapat tanam padi 1 kali, dan
penanaman palawija kedua harus berhati-hati, jangan jatuh pada BK.

2. Mohr
Dalam penentuan BB, BL, dab BK Mohr membuat rerata curah hujan pada
masing-masing bulan selama setahun. Sehingga dalam pengelompokannya dapat
dibagi menjadi :
- Golongan I : Daerah basah, tanpa bulan kering
- Golongan II : daerah sedang, dengan bulan kering 1-2 bulan
- Golongan III : daerah agak kering dengan jumlah bulan kering 3-4 bulan
- Golongan IV : daerah kering, dengan jumlah bulan kering 5-6
- Golongan V : daerah kering sekali dengan bulan kering lebih dari 6 bulan

Sistem Mohr mudah digunakan karena caranya sederhana dan langsung


menggunakan angka-angka hasil pengukuran hujan.Sedemikian juga mudah untuk
perencanaan, misalnya golongan I dan II untuk tanaman karet, kelapa sawit, kelapa
dan padi, Golongan III untuk tebu, kopi, tembakau, padai dan palawija.Golongan IV
untuk tanaman palawija dan golongan V sulit untuk bahan makanan.

Pada data curah hujan di Depok, Sleman selama 10 tahun (1992-2001) dengan
menggunakan klasifikasi iklim mohr merupakan GOLONGAN III dengan
klasifikasi AGAK KERING. Hal ini sesuai dengan rata-rata jumlah BK yang ada
sebanyak 4 dan BB sebanyak 7. Sehingga cocok untuk budidaya tanaman tebu, kopi,
tembakau, padai dan palawija.

3. Schmidt Ferguson
Klasifikasi ini juga mendasarkan curah hujan dengan kriteria derajat kebasahan sama
dengan Mohr. Pada Klasifikasi Schmidt dan Ferguson dengan membuat kriteria BB,
BL dan BK pada masing-masing bulan selama setahun. Pengolongan iklim Schmidt
dan Ferguson ditentukan dengan perbandingan rerata BK dan rerata BB sebagai nilai
Quetient (Q).

Rerata jumlah BK
Q = ---------------------------
Rerata jumlah BB

Berdasarkan besarnya nilai Q, maka tipe iklim Schmidt Ferguson digolongkan


ke dalam tipe berikut:

Jenis tanaman yang cocok berdasarkan tipe iklim Schmidt Ferguson yaitu
sebagai berikut:
1. Tipe iklim A (sangat basah), vegetasinya hutan hujan tropis
2. Tipe iklim B (basah), vegetasinya juga hutan hujan tropis
3. Tipe iklim C (agak basah), vegetasinya hutan gugur
4. Tipe iklim D (sedang), vegetasinya hutan musim
5. Tipe iklim E (agak kering), vegetasinya sabana
6. Tipe iklim F (kering), vegetasinya sabana
7. Tipe iklim G (sangat kering), vegetasinya padang ilalang (hanya ada di Palu)
8. Tipe iklim H (luar biasa kering), vegetasinya dan lokasi sama dengan G

Pada data curah hujan di Depok, Sleman selama 10 tahun (1992-2001)


dengan menggunakan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson didapatkan hasil

̅̅̅̅
𝐵𝐾 4.5
𝑄 = ̅̅̅̅ =
𝐵𝐵 6.9
= 0.65
Termasuk dalam GOLONGAN D yaitu Sedang, sehingga vegetasinya yaitu
hutan musim. Hutan musim merupakan hutan yang termasuk dalam ekosistem darat,
berada didaerah yang beriklim muson tropis (iklim dengan musim kemarau dan
hujan), yaitu daerah dengan perbedaan antara musim kering dan musim basah yang
simbang dan jelas. Jenis tanaan yang biasanya terdapat di hutan musim adalah
tanaman jati, tanaman pinus, cemara dan akasia.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

ibn.adreach.co/ads-
request?j=9&i=172114979&t=2&s=I03047154091056980003&a=http://www.academia.edu/
32554869/MAKALAH_KLIMATOLOGI_Klasifikasi_Iklim_

file:///C:/Users/User/Downloads/S1-2014-257165-chapter1.pdf

http://klikgeografi.blogspot.com/2015/07/klasifikasi-iklim-lengkap-koppen.html

Anda mungkin juga menyukai