Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGEMASAN,

PENYIMPANAN, DAN PENGGUDANGAN

PENGALENGAN BUAH PAPAYA

KELOMPOK B-5

Jessica Sidharta 6103008013


Andrianto Gunawan 6103008056
Lita Kuncoro 6103008104
Ragil Legawan 6103008124

Tanggal Praktikum: 28 Oktober 2010


Asisten Praktikum:Felicia Devita

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2010
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan Instruksional Umum:
Memahami proses pengalengan sebagai salah satu cara pengawetan bahan
pangan.
Tujuan Instruksional Khusus:
- Mengerti dan dapat menjelaskan tahapan-tahapan proses pengalengan
beserta kegunaannya.
- Dapat menjelaskan tentang bahan pembentuk kaleng dan proses penutupan
kaleng.
- Dapat menjelaskan terjadinya kerusakan dan cacat pada kemasan kaleng.

II. DASAR TEORI


Pengalengan makanan adalah suatu cara pengawetan bahan pangan yang
dikemas secara hermitis (penutupannya sangat rapat sehingga tidak dapat
ditembus oleh udara, air, dan mikroba) dan kemudian disterilkan
(Muchtadi,1993). Beberapa jenis bahan makanan sering diproses secara sterilisasi
menjadi makanan dalam kaleng seperti misalnya ikan, daging kornet, sayuran,
buah-buahan, dan lain-lain. Jenis bahan makanan yang akan diproses ini
menentukan lama proses pengalengan, walaupun tahapan proses itu sendiri pada
umumnya sama (Susanto,1993). Pada umumnya jenis Tin Free Steel banyak
dipakai untuk pengalengan makanan. Hal ini karena jenis kaleng ini memiliki
keunggulan, antara lain : lebih murah harganya karena tidak menggunakan timah
putih dan lebih baik daya adhesinya terhadap bahan organik. Kelemahannya
adalah lebih tinggi peluangnya untuk berkarat, karena itu harus diberi lapisan pada
kedua belah permukaannya. Kemasan kaleng baik bagian dalam maupun bagian
luar harus memenuhi persyaratan daya tahan korosi. (Winarno, 1994)
Pada prinsipnya pengalengan makanan adalah mengisi buah-buahan dalam
kaleng yang ditutup secara hermitis kemudian disterilisasi pada suhu 121˚C dan
segera didinginkan dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan buah.
Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan
adalah kaleng dapat menjaga bahan pangan di dalamnya terhadap perubahan
kenampakan, citarasa, aroma dan kadar air bahan yang berasal dari lingkungan
penyimpanan. Pada bahan pangan yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng
dapat menjaga bahan tersebut terhadap cahaya. Kaleng yang tertutup hermetis
mencegah bahan pangan menjadi busuk akibat mikroba, sehingga citarasa bahan
dapat dipertahankan. Aroma dapat berubah karena adanya gas-gas lain, bau-bauan
dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfir. Kaleng juga memiliki
banyak keuntungan dari segi ekonomis (Muchtadi, 1995).
Umur simpan makanan kaleng sangat bervariasi tergantung dari jenis
bahan pangan, jenis wadah, proses pengalengan yang dilakukan, dan kondisi
tempat penyimpanannya. Sebagian besar makanan kaleng dapat disimpan untuk
jangka waktu dua tahun. Pada penyimpanan yang lebih lama, kerusakan makanan
di dalam kaleng umumnya lebih disebabkan oleh terjadinya perubahan tekstur dan
citarasanya daripada karena pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Muchtadi,1995).
Kaleng dibuat dari logam aluminium, tembaga, besi, atau jenis logam lain.
Keunggulannya adalah dapat dipanaskan, melindungi produk pangan dari
pengaruh cahaya dan udara di luar kemasan. Beberapa logam dapat
mengkontaminasi bahan yang dikemas. Oleh sebab itu perlu dihindari penggunaan
beberapa logam yang dapat bereaksi dengan produk pangan.
Pengalengan makanan merupakan cara mengawetkan makanan yang
banyak dilakukan karena :
1. Bebas dari kebusukan (asal dilakukan dengan baik dan benar).
2. Dapat mempertahankan nilai gizi.
3. Dapat mempertahankan citarasa.
4. Dapat mempertahankan daya tarik makanan atau minuman.
Keuntungan lain dari proses pengalengan adalah bahwa metode ini dapat
diterapkan untuk hampir semua jenis bahan pangan termasuk sayur-sayuran,
buah-buahan, daging, ikan, susu, dan minuman misalnya sari buah
(Muchtadi,1995).
Proses pengalengan pada dasarnya terdiri dari beberapa langkah berikut :
1. Sortasi dan grading
Bertujuan untuk menghasilkan produk yang lebih seragam dan berfungsi
untuk membuat standard mutu dari produk yang dihasilkan. (Muchtadi,
1979)
2. Pengupasan dan Pemotongan
Pengupasan dimaksudkan untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak
dikehendaki maupun bahan yang tidak berguna atau tidak dapat dimakan.
Sedangkan pemotongan untuk membuat ukuran seragam menurut ukuran
yang dikehendaki dan bahan mengalami penetrasi panas yang merata pada
waktu diproses. (Susanto, 1993)
3. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk membuang kotoran yang melekat dan mengurangi
jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam bahan. Jika pencucian yang
dilakukan kurang sempurna akan didapat produk yang kurang sempurna
sehingga akan menurunkan kualitas. (Priharto, 1991)
4. Blanching
Blanching merupakan perlakuan pendahuluan pada buah sebelum
dikalengkan. Menurut Muchtadi (1979) tujuan dari blanching adalah :
- Menghilangkan flavor yang tidak dikehendaki
- Mengeluarkan udara dan gas-gas lain dalam bahan yang dapat
menimbulkan kerusakan
- Memperbaiki kenampakan dengan mempertahankan warna asli bahan
tersebut
- Menginaktifkan enzim tertentu dalam bahan
- Mereduksi jumlah mikroorganisme pada bahan
- Membantu dan memudahkan perlakuan proses selanjutnya
5. Filling / Pengisian
Pengisian wadah dengan bahan yang telah siap yaitu padatan dan canning
medium segera dilakukan setelah proses persiapan bahan selesai untuk
mencegah terjadinya kontaminasi. (Susanto, 1993)Bahan padatan yang
diisikan pada kaleng biasanya tidak sampai penuh, melainkan hanya 2/3 dari
isi kaleng, sedangkan sisanya diisi dengan canning medium. Pengisian
dilakukan secara hati-hati, teratur dan seragam karena bila pengisian tidak
tepat maka akan mempengaruhi terbentuknya ruang kosong pada kaleng /
head space. Head space dapat mempengaruhi proses selanjutnya. Besar head
space bervariasi tergantung produk dan macam wadah. Bila head space
terlalu kecil akan sangat berbahaya karena ujung kaleng akan pecah akibat
ekspansi isi selama prosessing, sebaliknya bila terlalu besar jumlah udara
akan terakumulasi pada kaleng sehingga menyebabkan oksidasi dan
perubahan warna produk. (Priharto, 1991)
6. Exhausting
Exhausting adalah proses pembuangan udara dan gas-gas lain dari bahan
makanan dan wadah sebelum proses penutupan. Tujuan exhausting adalah
mengeluarkan udara dari isi kaelng yang dapat mempercepat kerusakan
kaleng, karena adanya O2 dalam kaleng dapat mempercepat korosi,
mendapatkan ruang vakum sehingga pada akhir pengalengan memberikan
bentuk baik pada tutup kaleng. (Cruess, 1958).
7. Penutupan / sealing
Penutupan hendaknya segera dilakukan agar tidak terjadi atau tidak ada
udara diantara bahan dan penutupnya serta untuk menghindari bahan
terkontaminasi oleh mikroba perusak masuk ke dalam kaleng. (Susanto,
1993)
8. Sterilisasi
Sterilisasi bertujuan untuk membunuh mikroorganisme pembusuk dan
berbahaya, memperbaiki teksur, flavour, dan penampakan. Temperatur dan
waktu yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme pembusuk dan
patogen tergantung dari bahan dasar dan ukuran kaleng (Susanto, 1993).
9. Pendinginan
Menurut Muchtadi (1979), pendinginan bertujuan untuk:
 Mengurangi terjadinya over proses dari bahan makanan yang
dikalengkan yang dapat menyebabkan penurunan mutu bahan pangan yang
dikalengkan
 Mencegah pertumbuhan kembali bakteri thermofilik yang dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan
 Mengurangi tekanan dalam kaleng
 Memperoleh keseragaman hasil prosessing dengan mutu hasil akhir bahan
yang tinggi
Menurut Susanto (1993) penutupan kaleng yang baik adalah bila % overlap
mencapai lebih dari 70%. Cara menghitung % overlap adalah sebagai berikut :
BH + CH + EPT - L
Overlap = X 100 %
L – {(2 EPT) + BPT}
Dimana : BH = panjang lipatan badan kaleng (body hook)
CH = panjang lipatan tutup kaleng (cover hook)
L = panjang sambungan (seam length)
EPT = ketebalan penutup (end plate thickness)
BPT = ketebalan badan kaleng (body plate thickness)
Menurut Susanto(1993) kerusakan-kerusakan yang terjadi pada makanan
kaleng dapat dikelompokkan menjadi :
a. kerusakan mekanis
Pengisian yang terlalu banyak dalam wadah (pada suhu kamar)
mengakibatkan pengembangan bahan dan udara pada saat pengolahan
sehingga tidak tertampung oleh head space kemudian kaleng akan
menggembung (physical swell).
b. kerusakan khemis
Jenis kerusakan khemis dari makanan kaleng dapat dilihat dari
mencembungnya kaleng (swelling) yang disebabkan adanya gas hidrogen.
Gas ini terjadi sebagai reaksi antara asam dari bahan makanan dan komponen
kaleng. Kerusakan lainnya dapat ditunjukkan dengan adanya :
 pemucatan warna kaleng bagian atas
 pemucatan warna makanan
 penyimpanan aroma dan rasa makanan
 keruhnya medium makanan
 korosi atau pengkaratan maupun lubang-lubang kecil dari badan
kaleng
 penurunan nilai gizi makanan
c. kerusakan mikrobiologis
Dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang dapat mempertahankan diri
dari pemanasan maupun mikroorganisme yang masuk ke dalam kaleng
karena adanya bagian kaleng yang retak atau sambungan kaleng yang lepas.
Kaleng-kaleng yang isinya mengalami kebusukan dapat digolongkan dalam
“flat sour” karena kalengnya tidak cembung akan tetapi sangat asam. Hal ini
disebabkan oleh terbentuknya asam oleh bakteri-bakteri seperti Bacillus
stearothermophopillus atau Bacillus coagulans.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat :  Penetromet
 Panci er (Sur
 Baskom Berlin)
 Kompor  Termomete
(Modern r
Hitachi)  Refraktom
 Beaker eter
glass  pisau
(Iwaki Bahan :
Pyrex)  Air
 Neraca
 Larutan
analitis
CaCl2
(Acculab)
 Dandang  Larutan

 Penjepit gula
 Kaleng dan  Melon
tutup
 Alat
penutup
kaleng
 Pembuka
kaleng
 Jangka
sorong
(Vernier
caliper)
 Mikromete
r (Kori)
 Autoklaf
IV. CARA KERJA
Papaya

Sortasi

Pencucian

Pengupasan

Pemotongan

Kaleng
Perendaman larutan
CaCl2 1%, 15menit
Sterilisasi celup air
mendidih 15 menit
Blanching
90°C, 5 menit

Lar. Gula 15% Pengisian

Exhausting 90°C,
10 menit

Penutupan kaleng

Sterilisasi autoclave Sterilisasi dengan


121°C, 1 atm, 15 menit dandang 90°C, 15menit

Pendinginan

Pengamatan: TPT, tekstur, pH, % overlap,


kenampakan enamel dan kaleng (hari ke-0,3 &6)
V. DATA PENGAMATAN

Perlakuan Hari I II Rata-rata


1,64 1,37 1,98 2,15 1,44 1,73
0 1,72
1,66 1,77
Tanpa
2,87 2,09 7,11 2,32 4,89 2,30
perendaman 4 3,60
4,02 3,17
CaCl2
3,11 6,03 6,32 4,20 6,20 5,49
6 5,23
5,15 5,30
1,04 1,37 0,59 0,45 0,66 1,35
0 0,91
1,00 0,82
Perendaman 1,53 1,10 0,63 0,92 1,39 3,14
4 1,46
CaCl2 1,09 1,82
1,60 2,47 1,45 1,60 0,48 1,20
6 1,64
1,84 1,43

Tekstur
TPT

Perlakuan Hari I II Rata-rata


Tanpa perendaman 0 8,0 8,0 8,0
CaCl2 4 8,8 8,6 8,7
6 9,0 8,8 8,9
Perendaman CaCl2 0 8,0 8,0 8,0
4 8,0 8,0 8,0
6 8,2 8,2 8,2
% Overlap
BH = 0,168 cm
CH = 0,135 cm
EPT = 0,017 cm
BPT = 0,019 cm
L = 0,266 cm

0,168  0,135  0,017  0,266


% overlap  x 100 %
0,266  ( 2.0,017  0,019)
 25,35%

Foto Hasil Pengamatan


Kaleng yang digunakan

Hari ke-4

Tanpa perendaman CaCl2

Dengan perendaman CaCl2

Hari ke-6
Kenampakkan buah melon setelah

VI. PEMBAHASAN
Overlap
Overlap adalah tingkat keterkaitan/menempelnya bagian cover hook dan
body hook (Gopakumar, 1993). Nilai overlap dinyatakan dalam % dimana nilai
tersebut menunjukkan ketahanan kedap terhadap udara dan ketahanan terhadap
kebocoran selama proses pengalengan. Menurut Ranganna (1986), overlap
minimal untuk mencegah kebocoran dan menunjukkan ketahanan kedap yang baik
adalah minimal 55%. Nilai overlap ditentukan oleh proses penutupan kaleng
dimana proses penutupan kaleng yang kurang baik akan menyebabkan perekatan
cover hook dan body hook kurang maksimal sehingga akan mempengaruhi produk
yang dikemas di dalamnya. Berdasarkan hasil praktikum, nilai overlap kaleng
adalah 25,35%, lebih rendah dari nilai overlap minimal yang berarti kaleng yang
digunakan dalam praktikum ini kurang kedap terhadap udara dan kurang mampu
menahan kebocoran selama proses pengalengan.

Kekerasan
Perlakuan pada praktikum adalah perendaman buah melon dalam larutan
CaCl2 selama 30 menit dan tanpa perendaman dalam larutan CaCl2. Berdasarkan
hasil pengukuran kekerasan menggunakan penetrometer didapatkan hasil bahwa
semakin lama penyimpanan, tingkat kekerasan dari buah melon akan menurun.
Hal ini disebabkan selama perlakuan panas, protein penyusun membran sel
mengalami denaturasi sehingga kehilangan sifat permeabilitasnya. Akibatnya, air
dan zat-zat terlarut dalam sel akan berdifusi keluar ke dalam larutan gula dan buah
mengalami pelunakan. Semakin lama penyimpanan, maka akan semakin besar
zat-zat terlarut yang keluar ke larutan gula sehingga tekstur buah melon akan
semakin lunak.
Buah melon yang direndam dalam larutan CaCl2 memiliki kekerasan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak direndam dalam larutan CaCl2. Hal
ini dikarenakan ion Ca2+ dari CaCl2 akan berikatan ester dengan asam galakturonat
(monomer pektin) membentuk Ca-pektat yang sifatnya tidak larut dalam air.
Dalam jaringan tanaman, pektin terdapat dalam dinding sel primer dan berfungsi
sebagai bahan perekat antara dinding sel yang satu dengan yang lain. Buah yang
muda memiliki tekstur yang lebih keras daripada buah yang matang karena
senyawa pektin pada buah yang masih muda dalam bentuk protopektin yang
sifatnya tidak larut dalam air. Buah yang tua, protopektin berubah menjadi pektin
yang sifatnya larut dalam air. Karena sifatnya yang larut dalam air, maka peran
pektin sebagai bahan pengikat antar sel akan menurun sehingga susunan sel tidak
kokoh dan akhirnya menurunkan kekerasan buah. Perendaman dalam CaCl 2 dapat
menyebabkan pembentukan Ca-pektat yang sifatnya tidak larut dalam air,
sehingga selama penyimpanan kekerasan buah akan tetap terjaga (pelunakan tidak
sebesar pada buah yang tidak direndam CaCl2).

TPT
% brix digunakan untuk menyatakan total padatan terlarut (TPT), khususnya
gula dan senyawa-senyawa lain yang bersifat kiral sehingga dapat memutar
bidang polarisasi. Perbedaan % brix pada kedua perlakuan disebabkan oleh
perbedaan kandungan pektin dan zat-zat terlarut buah pada larutan perendaman
karena konsentrasi larutan gula pada kedua perlakuan sama. % brix larutan
perendaman pada perlakuan tanpa perendaman dalam CaCl2 memberikan hasil
yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan pektin bersifat larut dalam air sehingga
larut dalam larutan perendaman sedangkan pada perlakuan perendaman dalam
larutan CaCl2 senyawa pektin berada dalam bentuk Ca-pektat yang tidak larut
dalam air. Pektin sendiri karena bersifat kiral (Indra dalam Mohan et al, 2009)
maka dapat terbaca dalam refraktometer sehingga % brix air perendaman pada
perlakuan tanpa perendaman dalam CaCl2 lebih tinggi. Selain itu, kerusakan
membran sel akibat proses pemanasan menyebabkan zat-zat terlarut seperti gula
dan asam amino larut ke dalam larutan gula. Semakin lama penyimpanan, terjadi
kenaikan % brix karena semakin lama zat-zat terlarut yang berdifusi ke larutan
perendaman semakin banyak.
VII. KESIMPULAN
- Proses pengalengan kurang baik (% overlap = 25,35).
- TPT buah yang direndam dengan CaCl2 < tanpa CaCl2.
- Perendaman buah yang akan dikalengkan dengan CaCl2 dapat mempertahankan
tekstur (kekerasan) dan mencegah keluarnya zat gizi dari buah.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Cruess, W.V., 1958. Commercial Fruit and Vegetable Product. New York : Mc
Graw Hill Book Company, Inc.

Gopakumar, K. 1993. Fish Packing and Technology: Materials and Method.


Available at: http://books.google.co.id/books?
id=3FcKEC6_7kwC&pg=PA102&lpg=PA102&dq=overlap,+body+hook,
+cover+hook,
+45%25&source=bl&ots=sK3BHndFFr&sig=Bx_5W3HUQsSGqyYVVOB
o9IAeeRk&hl=id&ei=i6z2Sv6yF4-
XkQWIgfW1Aw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=5&ved=0CC
EQ6AEwBA#v=onepage&q=overlap%2C%20body%20hook%2C%20cover
%20hook%2C%2045%25&f=false

Muchtadi, D., T.R. Muchtadi, dan E. Gumbira, 1979. Pengolahan Hasil Pertanian
II Nabati, Bogor: Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta, IPB.

Muchtadi, D. 1995. Teknologi dan Mutu Makanan Kaleng. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.

Mohan, S.J., E.C. Mohan, M.R. Yamsani. 2009. Chirality and its Importance in
Pharmaceutical Field- An Overview. Available at:
http://www.ijpsnonline.com/ijpsnonline/Issues/309.pdf

Priharto, I.Y., 1991. Laporan Praktek Kerja Pabrik di Pabrik Pengalengan


Makanan PT. Koki Indocan Sidoarjo, Surabaya: Jurusan Teknologi Pangan
dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Widya Mandala.

Ranganna, S. 1986. Handbook of Analysis and Quality Control for Fruit and
Vegetable Products. Available at : http://books.google.co.id/books?
id=jQN8Kpj0UOMC&pg=PA414&lpg=PA414&dq=overlap,+body+hook,
+cover+hook,
+45%25&source=bl&ots=f9YnX_kAxK&sig=v0L3jaA9P_TTMtKmniaiHz
Ev2ww&hl=id&ei=i6z2Sv6yF4XkQWIgfW1Aw&sa=X&oi=book_result&c
t=result&resnum=1&ved=0CAsQ6AEwAA#v=onepage&q=overlap%2C
%20body%20hook%2C%20cover%20hook%2C%2045%25&f=false

Susanto, Tri. 1993. Pengantar Pengolahan Hasil Pertanian. Malang : Fakultas


Pertanian Universitas Brawijaya

Winarno, F.G., 1994. Sterilisasi Komersial Produk Pangan, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai