Anda di halaman 1dari 3

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

SUHU TUBUH
Rahmah Aulia Azzahrah, Rimbi Brahma Cari
Program Studi Biologi, FMIPA Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Jl. Pemuda No.10 Rawamangun, Jakarta Timur, Indonesia: Telp: +62 21 4894909
Email addres: azzahrah38@gmail.com , rimbibrahmac1@gmail.com

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kegiatan 1. Regulasi Suhu Tubuh Hewan Poikiloterm
Tabel 1. Hasil pengukuran suhu katak di air es dan air panas
Ulangan (3 menit) Suhu katak di air es (°C) Suhu katak di air panas (°C)
1 15 35
2 13 36
3 9 36,5
Keterangan : Suhu normal tubuh katak 25°C
Suhu air es 5ᵒC
Suhu air panas 40ᵒC

Pada percobaan ini, katak dibius dan tungkai depan dan belakangnya diikat dengan tali
kemudian katak dimasukkan kedalam air es dengan suhu 5ᵒC selama 3 menit dan diukur suhu
tubuhnya melalui esofagus. Setelah itu suhu tubuh katak dinormalkan kembali pada suhu
ruang. Setelah normal, katak dimasukkan kedalam air panas dengan suhu 40ᵒC dan diukur
suhu tubuhnya melalui esofagus. Perlakuan tersebut diulangi sebanyak 3 kali berturut-turut.
Hasil yang didapat yaitu pada pengukuran suhu tubuh normal yaitu 25ᵒC, setelah direndam
dengan air es, suhu tubuhnya menurun menjadi 15ᵒC dan pada saat perendaman dengan air
panas, suhu tubuhnya meningkat menjadi 35ᵒC. Begitupun seterusnya pada pengulangan 2
dan 3 (pada tael 2.2) dimana suhu tubuh katak akan menurun jika suhu lingkungan sekitarnya
rendah dan suhu tubuh ikut meningkat jika suhu lingkungannya tinggi. Hal inilah yang
membuat katak tergaung dalam hewan poikiloterm.
Pada regulasi suhu tubuh katak, impuls akan diantarkan sampai tingkat presepsi, lalu di
hipotalamus akan mengubah suhu tubuh.Pada hewan poikiloterm (berdarah dingin) katak belum
memiliki centrum pengatur suhu sehingga tidak bisa mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap
stabil. Suhu tubuhnya cenderung mengikuti temperatur lingkungan sekitar. Pada lingkungan panas
seekor katak akan naik suhu tubuhnya, dan pada suhu lingkungan dingin seekor katak suhu
tubuhnya akan turun (Kay, 1998).

Pengaturan suhu untuk menyesuaikan terhadap suhu lingkungan yang dingin (ketika berada
dalam air es) dilakukan dengan cara memanfaatkan input radiasi sumber panas yang ada di
sekitarnya sehingga suhu tubuh di atas suhu lingkungan dan pengaturan untuk
menyesuaiakan terhadap suhu lingkungan panas (ketika berada di air hangat) dengan
penguapan air melalui kulit dan organ-organ respiratori menekan suhu tubuh beberapa derajat
di bawah suhu lingkungan.
Oleh karena itu, ketika suhu lingkungan turun, suhu tubuh katak juga ikut turun
menyesuaikan dengan lingkungannya. Demikian halnya pada suhu lingkungan yang panas.
Dengan hal tersebut maka pada percobaan ini dapat membuktikan bahwa hewan poikiloterm
yakni katak dapat menyesuaikan suhu tubuhnya sesuai dengan suhu lingkungannya.
Suhu panas yang digunakan dalam perendaman ini tidak boleh melebihi 40ᵒC. Hal ini
disebabkan metabolisme di dalam tubuh diatur oleh enzim (salah satunya) yang memiliki
suhu optimum dalam bekerja. Jika suhu lingkungan atau tubuh meningkat atau menurun
drastis, enzim-enzim tersebut dapat terdenaturasi dan kehilangan fungsinya (Campbell, 2004).

Kegiatan 2. Subjektivitas Reseptor Suhu

Tabel 2. Hasil pengamatan subjektivitas reseptor suhu pada manusia

Tangan kiri (air es) Tangan kanan (panas)


Sensasi Tangan terasa sangat dingin, semakin Tangan terasa panas, namun semakin
lama terasa ngilu dan seperti kesemutan.
lama panasnya semakin berkurang
Tangan kiri (air ledeng) Tangan kanan (air ledeng)

Sensasi Tangan terasa menjadi panas Tangan terasa jadi lebih dingin

Pada percobaan ini, tangan kanan direndam pada air panas dengan suhu 40ᵒC sedangkan pada
tangan kiri direndam dengan air es dengan suhu 6ᵒC, masing-masing direndam secara
serentak selama 3 menit. Pada saat perendaman ke air panas, tangan terasa terbakar dan
memerah, hal ini dikarenakan adanya rangsangan yang diterima oleh reseptor kulit penerima
panas yaitu ruffini. Rasa panas ini karena adanya perpindahan panas secara konduksi dan
terjadi vasodilatasi saat tangan memerah Kemudian saat tangan kiri dimasukkan dalam air dingin,
praktikan merasakan tangannya kaku, pegal, mati rasa, dingin karena adanya rangsang yang
direspon oleh saraf Krause, dan tangan memucat karena terjadi vasokontriks dan pembekuan sel
darah.

Manusia adalah homoioterm, artinya suhu tubuhnya konstan meskipun suhu lingkungan
berfluktuasi jauh di atas atau di bawah suhu tubuhnya. Kulit memegang peranan penting
dalam mempertahankan suhu tubuh. Di dalam kulit terdapat jaring-jaring pembuluh darah
dan kelenjar keringat yang dikendalikan oleh sistem saraf. Di samping itu terdapat reseptor
berbagai macam sensasi satu diantaranya adalah termoreseptor (Soewolo dkk, 2005: 286-
287).

Pusat pengatur panas dalam tubuh adalah hypothalamus. Hipothalamus ini dikenal sebagai
thermostat yang berada dibawah otak. Reseptor panas atau dingin yang berada di kulit akan
mengirimkan impuls saraf ke medulla spinalis dan kemudian ke hipotalamus otak
untuk pengaturan suhu tubuh. Terdapat dua hipothalamus, yaitu: hipothalamus anterior yang
berfungsi mengatur pembuangan panas dan hipothalamus posterior yang berfungsi mengatur
upaya penyimpanan panas (Guyton & Hall, 1997)
KESIMPULAN
Pengaturan termoregulasi dibagi menjadi dua, yaitu poikiloterm dan homoiterm. Pada
hewan poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Sedangkan hewan
homoiterm atau disebut sebagai hewan berdarah panas adalah hewan yang menjaga suhu
tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya suhunya lebih tinggi dibandingkan
suhu lingkungan sekitarnya.
Katak termasuk hewan poikiloterm, dimana suhu tubuhnya ditentukan oleh
keseimbangannya dengan kondisi lingkungannya, dan berubah-ubah seperti berubah-ubahnya
kondisi suhu lingkungan.
Tangan dapat merasakan suhu panas atau dingin karena terdapat termoreseptor yang
berada di lapisan demis. Adanya rasa panas disebabbkan oleh reseptor ruffini pada kulit,
sedangkan rasa dingin ditangkap oleh reseptor krause pada kulit.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A. Jane B. Reece, dan Lawrence G. Mitchell, Biologi Edisi ke 5 Jilid 3.
Jakarta: Erlangga, 2004

Guyton, dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Kay, Ian. 1998. Introduction To Animal Physiology. Bios Scientifik Publisher. Manchester
Soewolo, dkk. 1999.Fisiologi Manusia.Malang: Universitas Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai