Anda di halaman 1dari 9

ADAT BUDAYA TRADISIONAL SUKU YALI MEK KOSAREK

PENDAHULUAN

Latar belakang

Yali atau Yalimo memiliki banyak arti yaitu “Yali” yang berarti tempat matahari terbit (timur),
nama bahasa yang digunakan oleh masayarakat Yali, dan nama suatu suku atau masayarakat
yang mendiami di daerah timur dari kota Wamena. Kemudian “mo” dari morfem “mu”
menunjukan tempat, bukan “mo” berarti “matahari” seperti yang dikenal oleh banyak
orang. Jadi secara harfiah, Yalimu adalah nama salah satu kelompok Masyarakat atau suku
yang mendiami di daerah yang dianggap paling timur dari pulau Papua ini, nama bahasa yang
gunakan oleh orang Yali sebgai alat komunikasi mereka, dan nama tempat di mana matahari
itu terbit (Walianggen C. (2012:2). Nama Yali atau Yalimu tidak diberi nama setelah
masyarakat Yali mengenal Injil namun nama ini sudah ada dari nenek moyang orang Yali yang
memilih dan menempati daerah Yali sebagai daerah mereka. Jika anda mewawancarai salah
satu orang Yali yang memiliki sejarah lengkap, dia tentunya akan menjelaskan semua sejarah
Yali yang perlu diketahui oleh orang banyak.

Yalimu atau Kabupaten Yalimo merupakan pemekaran baru dari kabupaten Jayawijaya pada
tahun 2008 lalu berdasarkan Otsus Papua 2001. Letak geografis dan jumlah penduduk yang
dimiliki oleh suku Yali tidak kalah dengan Kabupaten lain di Papua. Umumnya Suku Yali
bermukim di dataran tinggi ± 3000m diatas permukaan laut yaitu, di pegunungan Provinsi
Papua. Masyarakat Yali bermukim di bawah kaki gunung atau di atas puncak besar dan di
pinggiran sungai-sungai yang besar. Walaupun daerah yang dipikir tidak menguntungkan,
namun dibalik pandangan itu memiliki rahasia yang sangat misterius. Dari tanah yang kaya
dan melimpah yang diberikan oleh sang pencipta, segala sesuatu yang menjadi bagian dari
kebutuhan masyarakat, alam telah menyediakannya karena keakraban masyarakat terhadap
dunia atau alam dimana mereka hidup. “Kinangma Puhula roho winak humuk” (lihat ke dalam
tanah setelah anda menggali tanah) adalah sebuah kalimat yang mengandung motivasi kepada
setiap orang Yali, karena segala berkat yang kita butuhkan ada di bumi, bukan di langit. Tangan
untuk bekerja dan semua yang dibutuhkan akan datang dari hasil usaha manusia. Kemudian,
“kinang fanoma ap inggik fano halug, uhe mel umalikisi mel, anggom mel inahap fanoreg”
(tanah yang subur, orang yang rajin bekerja maka istri, anak-anak dan hewan biaraan terlihat
sehat). Kalimat sederhana ini merupakan suatu hadiah yang pernah ditinggalkan oleh nenek
moyang orang Yali bahwa laki-laki sebagai keluarga wajib berdiri ditengah-tengah keluarga
untuk memberi jaminan dalam hidup.

KabupatenYalimo terletak di bagian barat dari kabupaten Yahukimo dan suku Meek, bagian
utara dari kabupaten Jayawijaya, bagian timur dari kabupaten Mamberamo Tengah dan bagian
Selatan dari Propinsi Papua. Luas wilayah Yalimo berdasarkan data Dinas Kependudukan pada
tahun 2008 mencapai 34.057jiwa dengan luas wilayah 1.253 km².

Yalimu sebenarnya memiliki luas wilayah yang besar dengan jumlah penduduk begitu banyak
namun Yalimu telah dibagi ke dalam dua kabupaten yaitu Kabupaten Yalimo dan Yahukimo.
Masyarakat Yalipun ikut berpisah dari kelompok Yali besar yaitu Yali dan Yali Meek. Yali
Apahapsili, Yali Abenaho, Yali Gilika dan Yali yang terdekat dengan daerah tersebut masuk
ke Kabuapten Yalimo sedangkan Yali Angguruk, Yali Ninia dan Yali Meek masuk ke
Kabuapten Yahukimo.
Yali memiliki dua bahasa yaitu bahasa Yali dan bahasa Meek. Penutur bahasa Yali adalah Yali
Angguruk, Yali Apahapsili, Yali Abenaho dan Yali Ninia. Mereka menggunakan satu bahasa
yaitu bahasa Yali namun memiliki banyak variasi bahasa atau sering disebut dengan dialek.
Tetapi Yali Gilika dan Yali Meek memiliki bahasa Meek yang sangat perbeda dengan bahasa
Yali. Benar seperti yang ditulis oleh linguist Yali, Christian Walianggen dalam Skripsinya
bahwa “Orang Yali adalah multilingual karena orang Yali dapat mengunakan beberapa bahasa
terutama bahasa-bahasa tetangga seperti bahasa Yali, Meek, Dani dan Lani”. Selain itu hampir
seluruh orang Yali dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Seni dan budaya Yali saat ini masih terlihat di masyarakat karena orang Yali memandang seni
dan budaya merupakan suatu kekayaan atau aset yang nilainya sangat tinggi dan merawatnya
sebagai warisan nenek moyang di masyarakat sampai saat ini. Orang Yali menari biasanya
setelah memakai hiasan dari arang atau tanah liat di seluruh tubuh. Selain itu, memakai koteka
bagi pria dan kem (rok tradisional) bagi wanita adalah sebagai alat menari. Sue Eruk (bulu
burung), Huhubi Eruk (bulu Kaswari) dan Pak Eruk (bulu Kus-kus) juga digunakan dalam
acara atau pesta menari. Mereka mengikat bulu-bulu itu di kepala, tangan, leher, dan bulu kus
Koluang (Tupai) di pucuk koteka yang dikenakan oleh seorang pria.

Berikut ini adalah beberapa jenis lagu/tarian Yali;

Eberi

Adalah lagu yang dinyanyiakan oleh tua-tua sebagai penyanyi dan penari dalam kelompok
besar ikut menyanyi sambil berputar dan menari. Semua lagu Eberi yang dinyanyikan adalah
tentang keperuntungan, kegagalan, harapan atau keinginan, kematian, perkawinan atau
pernikahan dan peperangan. Penyanyi sengaja menyanyikan lagu-lagu yang dianggap sedih
pada pagi hari sebelum matahari terbit. Ketika mereka sedang menyanyi lagu-lagu tersebut
tangisanpun ikut bercucuran. Penari ikut menangis karena sedihnya lagu yang dinyayikan oleh
tua-tua Yali.

Suleng

Dapat dinyanyikan pada pesta atau upacara namun jarang ditampilkan diluar rumah. Suleng
dinyanyikan dalam posisi duduk dalam suatu rumah (olangko ti) dan Sulengpun dinyanyikan
oleh satu orang atau lebih ketika menyendiri. Biasanya seorang penyanyi sengaja
menyanyikan lagu Seleng dengan suara yang sedih untuk menciptakan suara lain. Jika suasana
sudah lain lagu berikutnya dinyanyikan disertai dengan tangisan. Umumnya Suleng
dinyanyikan untuk, kegagalan, harapan atau keinginan, kematian, perkawinan. Suleng dilarang
untuk dinyanyikan pada pagi hari atau saat cuaca mendung karena apabila dinyanyikan baik
sengaja maupun tidak sengaja pasti hujan turun.

Berikut adalah salah satu contoh lagu Suleng yang ditulis dalam tiga bahasa, yaitu bahasa Yali,
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Hembeye

Singer: Hebon Walianggen (March, 2012).


Recorder and Writer: Christan Walianggen (Jan, 2013)

Wiyuken ag hag ei (1)


seperti buah dadanya Wiyuken ei:::
looks like Wiyuken’s breasts ei:::
Komim ag hag o Hembeye (2)
seperti buah dadanya Komim, “Hembeye”
looks like Komim’s breasts, Hembeye
ag misig angge o Ului Hembeye (3)
hanya buah dadanya yang tunggal o Hembeye dari Ului
only the single breast o Hembeye from Ului
ag misig angge i i:::: Helenggok Hemmbeye (4)
hanya buah dada yang tunggal i i:::: Hembeye dari Helenggok
only the single breast i i::: Hemebeye from Helenggok
ag misig aron o o::: (5)
hanya buah dada yang tunggal oo::
only the single breast o o:::
Wiyuken fu (6)
Wiyuken fu
Wiyuken fu
me warin ao:: (7)
muntahlah ao::
please vomit ao::
huli Komim fu fu:: ye (8)
gadis Komim fu fu:: ye
little girl Komim fu fu:: ye
me warise e yie:::::: (9)
muntahlah e yie:::::
please vomit e yie::::
Wiyuken ag hahen e i:: (10)
seperti buah dadanya Wiyuken ei::
looks like Wiyuken’s breasts ei::
Komim ag hag o Hembeye i:::: (11)
seperti buah dadanya Komim o Hembeye i::::
looks like Komim’s breasts o Hembeye i:::
ag misig angge o Ului Hembeye (12)
hanya buah dadanya yang tunggal o Hembeye dari Ului
only the single breast o Hembeye from Ului
ag misig angge i i::: (13)
hanya buah dadanya yang tunggal i i:::
only the single breast i i:::
Helenggok Hembeye (14)
Hembeye dari Helenggok
Hembeye from Helenggok
ag misig aron o Wiyuken fu:::: (15)
hanya buah dadanya yang tunggal o Wiyuken fu:::
only the single breasto Wiyuken fu:::
me warin a o:: huli Komim fu u ye::: (16)
muntalah a o:: gadis Komim fu u ye:::
please vomit a o::: little girl Komim fu u ye::::
me warise yi e:::: (17)
muntahlah yi e:::
please vomit yi e:::
Huni Sini
Hunu Sini hampir sama dengan lagu Suleng namun lagu Hunu memiliki sedikit perbedaan
yaitu Hunu Sini dapat dinyanyikan ketika orang lebih menyediri. Semua aktivitas yang sedang
dikerjakan sementara dihentikan dan mengambil tempat untuk duduk menyanyi sambil
menangis. Kesendirian menciptakan suasa lain yaitu menghayal dan mengingat kembali kisah-
kisah yang dilalui bersama satu orang dari keluarganya yang meninggal, dan kegagalan dalam
suatu usaha.

Wene Puhur
Adalah lagu yang dinnyayikan pada saat pesta besar seperti acara keagamaan yaitu hari Natal
dan peresmian Gereja.
Jenis-jenis atribut yang sering digunakan dalam tarian yaitu antara lain:

 Koteka = Sabiyab (koteka + rotan)


 Bulu Kaswari
 Bulu cendrawasih
 Puali dan Werene
 Bulu Burung Yalme (Yalme Kankin)
 Taring babi (Wam ayeg)
 Kem (pakaian tradisional wanita) yang panjang
 Kem Lahuog (rok pendek)
 Walimu (Uang Pusaka)
 Seh
 Panah + Busur (Sehen Suap angge)
 Noken
 Arang dan tanah liat di seluruh tubuh

Suku Yali

Suku Yali membentuk kampung-kampung kecil yang tersebar di daerah pegunungan tengah,
di sekitar lembah raksasa Baliem. Namun, orang Yali juga terbagi-bagi menurut bahasa,
dialek, dan budayanya, di antaranya Yali Mek dan Yali Moo. Masyarakat Anggruk sendiri
memilih disebut Yali saja.

Kisahnya, dulu sebagian orang Yali pergi meninggalkan kampung dan turun ke lembah.
Mereka membuat kampung-kampung yang baru dan menetap di sana. Orang-orang inilah
yang kemudian di sebut sebagai Suku Hubula.

Perkawinan-Pernikahan

Dalam pernikahan, masyarakat suku Yali menggunakan wam (babi) sebagai maskawin.
Namun sangat di sayangkan, budaya ini lambat laun mengalami pergeseran.
Kesenian
Kesenian pada masyarakat Yali adalah Yunggul (Dansa) dengan cara 'lari kecil' sambil
berkeliling. Senjata masyarakat suku Yali adalah Busur dan panah. Sistem pengetahuan
dalam masyarakat Yali mereka mengenal obat - obatan tradisional seperti Yabi yaitu sejenis
daun gatal yang digunakan untuk obat sakit badan dan penyakit lainnya.
SUKU YALI & SIFAT KEROHANIAN DARI NENEK MOYANG SAMPAI SEKARANG.

suku Yali adalah, suku yang tidak begitu terkenal dari berbagai suku di indonesia. namun,
suku Yali ini mempunyai banyak keunikan dari sisi kehidupan berbudaya.

Kepercayaan mereka tentang asal usul manusia di suku Yali?


Dulu suku Yali menganggap bahwa, mereka adalah tidak diciptakan oleh siapapun tetapi
mereka jadi dari binatang, batu, ular, burung dan makhluk lainnya, oleh sebab itu mereka
sengaja menajiskan segala binatang. kemudian mereka menceritakan ketururnan mereka turun
temurun.

Penyembahan mereka dulu.


mereka sangat percaya dengan benda atau makhluk hidup lainnya, yang disebut dengan
(Kembu), kembu adalah penyembahan mereka yang sangat percaya sebagi Tuhan mereka, jika
mereka sakit mereka persembahan kepada kembu tersebut, persembahan adalah babi (wam)
langsung disembeli lalu serahkan kepada kepala suku (yuwa enap). babi tersebut tidak boleh
disentuh oleh kaum wanita (homi, hweap).
Yuwa adalah rumah adat laki-laki dikhususkan buat laki-laki dan Kembu mereka.

Kepercayaan mereka tentang Kembu.


Kembu mereka menganggap sebagai:
1. penyelamat (let nenepuk on), kata ini adalah penyelamat dalam segala hal, contohnya beri
kekuatan dalam perang, untuk terbang, untuk memberi kesuburan dll
2. kekuatan (nenomamne ap angge), kekuatan dalam segala hal, contohnya dalam bekerja
kebun, maju dalam perang.
3. sumber berkat (ok nesauk on), kasih.
4. menjaga musuh (aho angge)

Kenapa suku Yali sangat percaya kepada Kembu?

Kembu adalah penyembahan mereka yang sangat nyata jika mereka perang mereka memakai
kekuatan Kembu, dan Kembu selalu menyatakan dirinya sesuai dengan kepercayaan mereka,
jika ada yang percaya kepada ular, ular itu benar-benar nayata. jika ada yang percaya kepada
kelelawar, kelelawar itulah yang. namun kenyataan adalah hanyalah si lusifer yang
menguasai hidup mereka. ebny
Yali Mek, Suku Pegunungan Papua

Tarian Suku Yali Mek

Pesawat terbang merupakan alat transportasi satu-satunya menuju Kosarek, salah satu desa di
Kecamatan Anggruk, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Dengan menggunakan pesawat jenis
Cessna milik maskapai penerbangan MAF (Mission Aviation Fellowship) , perjalanan udara
dari Wamena menuju Kosarek ditempuh dalam waktu 30 menit. Malalui kawasan pegunungan
terjal di Kabupaten Jayawijaya.

Pewasat kecil berpernumpang empat orang ini terasa sekali guncangannya, apalagi ketika
pesawat memasuki gumpalan awan tebal. Layaknya menggunakan angkutan umum di jalanan
rusak. Badan diguncang-guncang kesana kemari. Isi perut rasanya ingin keluar.

Pesawat yang di piloti Barten, warga kebangsaan Belanda ini akhirnya mendarat di landasan
yang terbuat dari tanah sepanjang 450 meter. Landasan tanah ini dibangun warga secara
swadaya pada tahun 1974.

Kedatangan kami disambut ratusan warga Kosarek di ujung landasan. Kontak kami di Kosarek
yaitu seorang mantri bernama Amos Wisabal. Dia membawa kami ke sebuah rumah kayu
kosong, yang disediakan untuk kami menginap selama di Kosarek.

Mengatahui kedatangan kami, warga Kosarek mendatangi rumah dengan membawa berbagai
bahan makanan seperti ubi kayu, sayuran dan ayam. Mereka menawarkan kepada kami untuk
membeli bahan makanan yang mereka bawa. Berhubung langkanya bahan makanan di
Kosarek, akhirnya kami membeli hampir semua bahan makanan yang mereka bawa. Kami
menimbun bahan makanan untuk 7 hingga 10 hari. Kami sendiri sudah membawa bahan
makanan dari Wamena seperti beras, telur, mie dan sebagainya.

Perjalanan ke Kosarek benar-benar kami persiapkan dengan matang, selain membawa sendiri
bahan makanan, kami juga membawa generator. Karena di Kosarek sama sekali tidak ada
listrik untuk penerangan dan segala keperluan berhubungan dengan alat kerja kami.

Di Kecamatan Anggrauk terdapat 32 desa, salah satu diantaranya yaitu desa Kosarek, yang
memiliki 6 kampung. Kampung-kampung di desa Kosarek dikelilingi pegunungan Jenggu dan
perbukitan Mei. Karena letaknya di kelilingi pegunungan dengan ketinggian sekitar 1500
meter dari permukaan laut, maka udara di desa ini sangat dingin.
Suku terbesar di Kosarek adalah Suku Yali Mek, dengan 8 suku kecil di dalamnya. Suku Yali
Mek adalah suku yang tinggal di kawasan pegunungan. Selain di Kosarek, mereka juga tinggal
di desa Benawa, Lipsa dan Nelapo. Suku-suku yang tinggal di pegunungan mempunyai cara
hidup yang berbeda denga suku yang tinggal di lembah dan pantai. Demikian juga dengan
bentuk honai. Honai-honai suku Yali Mek, baik perempuan maupun laki-laki lebih
tinggi. Untuk pertama kalinya misionaris Jerman masuk ke Kosarek pada tahun 1972.
Sehingga seluruh masyarakat Kosarek menganut agama kristen protestan.

Karena letaknya di pedalaman terpencil dengan kondisi geografis bergunung dan berbukit-
bukit, pambangunan di Kosarek sangat tertinggal dari daerah lannya. Untuk membantu
masyarakat dan membuka isolasi, maka pesawat milik MAF masuk Kosarek pada tahun 1974
hingga sekarang.

Pesawat MAF masuk Kosarek dua kali dalam sebulan, itupun tergantung permintaan
masyarakat. Pesawat sebanarnya merupakan misi pelayanan bagi gereja, pendeta, mengangkut
orang sakit namun juga menjadi andalan orang Kosarek untuk memenuhi segala kebutuhan
mereka sehari-hari. Bila tidak ada uang untuk naik pesawat, maka orang Kosarek akan berjalan
kaki ke Wamena yang ditempuh dalam waktu satu minggu lamanya.

Untuk menganal lebih jauh kehidupan Suku Yali Mek, maka saya menuju kampung Wasaltek
yang terletak di atas lereng Gunung Wasaltek di ketinggian 1400 meter dari permukaan
laut. Orang Yali Mek di kampung Wasaltek masih hidup dengan tradisi, adat istiadat dan
budaya nenek moyang. Sebagian besar penduduknya masih memakai koteka bagi laki-laki dan
sali bagi perempuan untuk menutupi kemaluan, tanpa penutup dada.

Papua Yalimek
Kampung Wasaltek dihuni 496 jiwa yang tinggal dalam 78 honai. Honai perempuan dan laki-
laki dibedakan. Honai perempuan lebih kecil ketimbang honai laki-laki yang lebih tinggi dan
besar. Honai perempuan hanya diperuntukan bagi perempuan dan anak-anak. Di bagian dalam
honai perempuan ada kandang babi yang dianggap sebagao binatang peliharaan yang berharga.
Jadi babi harus tidur bareng manusia dalam rumah.

Bagian dalam honai hanya dialasi daun bandang, agar penghuni honai lebih nyaman ketika
tidur dan aman dari berbagai gangguan serangga dan binatang kecil. Ditengah-tengah honai
biasanya ada perapian untuk memberi kehangatan kepada seluruh penghuni honai.

Honai laki-laki letaknya di depan kampung, agar memudahkan bagi laki-laki yang ingin
menginap di kampung tersebut. Pada masa lalu dimana masih sering perang antar suku, honai
laki-laki yang terletak di depan kampung akan melindungi kaum perempuan dan anak-anak
dari serangan musuh.
Karena honai laki-laki diperuntukan bagi siapapun laki-laki yang ingin tidur di honai, maka
jangan heran bila dalam satu honai bisa dihuni puluhan orang. Mereka tidur berhimpitan dan
saling tumpuk satu dengan yang lain agar memberi kehangatan. Ada satu adat Yali Mek, yaitu
ketika anak laki-laki beranjak dewasa maka bagian hidung si anak akan di lobangi, ritual ini
dinamakan iruai. Hidung yang telah dilobangi biasanya dipasangi hiasan taring babi. Si anak
nantinya akan tinggal di honai laki-laki dan akan memperoleh pelajaran sebagaimana laki-laki
dewasa. Seperti bagaimana menghormati wanita, cara berladang, berburu dan sebagainya.
Ritual iruai ini kemudian dilanjutkan dengan beberapa upacara adat seperti memotong babi dan
menari.
Pertama yang dilakukan orang Yali Mek adalah segen yaitu membuat api dengan menggosok
rotan kebatang kayu kering yang dikelilingi rumput kering. Setelah keluar api kemudian
diatasnya ditumpuk kayu-kayu kering disusul batu- batu. Bagi yang akan dibakar ditombak di
bagian jantung hingga mati. Tubuhnya dipotong perbagian dan dipanggang diatas batu panas
untuk merontokan bulu-bulu babi. Bahan makanan lainnya yang akan di masak seperti petatas
atau ubi kayu, keladi atau talas dan sayuran daun pakis dibersihkan ibu-ibu Yali Mek.

Sementaa menunggu makanan masak, orang Yali Mek mempersiapkan tarian sepna. Para
penari laki-laki memakai pakaian adat berupa polak yaitu hiasan rotan di bagian tbuh dan
membawa panah dan busur. Koteka yang dipakai menari berbeda dengan yang dipakai sehari-
hari. Koteka menari lebih panjang. Para penari juga memakai hiasan bulu ayam, burung nuri
dan burung cendrawasih di kepala.

Sementara perempuan mengenakan sali atau penutup alat kelamin, kalung manik-manik di
leher dan tas noken warna-warni di punggung. Para penari suku Yali Mek berlari-lari kecil
membentuk lingkaran diiringi teriakan dan yel-yel dari para penari. Bagi suku Yali Mek, tarian
sepna merupakan tarian sakral untuk memulai membangun honai dan proses kepindahan anak
laki-laki dari honai perempuan ke honai laki-laki.

Di waktu senggang, bocak Yali Mek pergi ke rawa dan kebun untuk menari yai atau kodok.
Kodok hasil tangkapan kemudian di bakar dan di santap ramai-ramai di dalam honai.
Suku Yali

Jumlah populasi

2009: kurang lebih 49.000 Jiwa.

Kawasan dengan konsentrasi signifikan

Indonesia:

 Papua: 49.000 Jiwa

Bahasa

bahasa Yali

Agama

Mayoritas Kristen Protestan dan Katholik, namun


ada sedikit yang beragama Animisme, Animatisme,
Dinamisme dan Totem

Kelompok etnik terdekat

Suku Dani, Suku Damal, Suku Lani dan Suku Moni.

Anda mungkin juga menyukai