TAHUN 2019
TAHUN 2019
NOMOR : 031/RSBMB/SK/IV/2019
TENTANG
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit maka perlu
ditetapkan Panduan Penolakan Resusitasi (DNR) sebagai landasan bagi
seluruh penyelenggara dan pelaksana pelayanan kesehatan tentang penolakan
resusitasi di lingkungan Rumah Sakit BaliMéd Buleleng
b. bahwa sebagai pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir a tersebut
diatas, perlu ditetapkan dengan keputusan Direktur Rumah Sakit BaliMéd
Buleleng
Ditetapkan di Singaraja
3
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kuasa–Nya sehingga kami selaku
penyusun mampu menyelesaikan “Panduan Penolakan Resusitasi (DNR)” ini sebagai pedoman
bagi petugas rumah sakit di Rumah Sakit BaliMéd Buleleng dan memenuhi persyaratan
akreditasi.
Tak lupa penyusun mengucapkan terimakasih kepada banyak pihak yang membantu dalam
penyusunan “Panduan Rencana Pemulangan Pasien”ini sehingga panduan ini dapat selesai dan
diaplikasikan dalam kegiatan di Rumah Sakit BaliMéd Buleleng.
Semoga panduan ini dapat meningkatkan pelayanan kepada pasien di Rumah Sakit BaliMéd
Buleleng. Penyusun sadar bahwa panduan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.
Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan pembuatan
panduan ini.
4
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................1
B. PENGERTIAN................................................................................................................2
BAB IV DOKUMENTASI.................................................................................................................13
5
6
LAMPIRAN :
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BALIMÉD BULELENG
TANGGAL :
NOMOR :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah upaya dalam mengembalikan
fungsi nafas dan atau sirkulasi yang berhenti yang datangnya tiba-tiba dan pada orang
yang bilamana kedua fungsi tadi telah kembali akan hidup normal selanjutnya.
Tindakan RJP dilakukan pada keadaan darurat dimana seseorang membutuhkan
penanganan cepat guna mengembalikan fungsi nafas da sirkulasi dapat kembali pulih
atau normal selanjutnya.
Sedangkan Do Not Resusitate (DNR) adalah untuk pasien-pasien dengan fungsi
otak yang tetap ada atau dengan harapan pemulihan otak, yang mengalami kegagalan
jantung paru atau organ multiple yang lain atau dalam tingkat yang akhir penyakit
yang tidak dapat disembuhkan misalnya karsinomatosis lanjut. Setelah henti jantung
ada kalanya perpanjangan hidup tidak dilakukan dengan dasar penilaian medis dari
tim dokter yang bertanggung jawab. Bila ini terjadi maka tindakan RJP tidak
dilakukan dan pasien dibiarkan meninggal.
Oleh karena itu peran dari tim tenaga kesehatan serta ikut sertanya keluarga dalam
mengambil keputusan dilakukan RJP atau DNR penting utuk diketahui guna
pengambilan tindakan selanjutnya kepada pasien.
Untuk meningkatkan pelayanan akan tindakan kegawatdaruratan di Rumah Sakit
BaliMĕd Buleleng diperlukan suatu panduan. Panduan ini diharapkan dapat menjadi
pegangan atau acuan bagi Rumah Sakit BaliMĕd Buleleng untuk melaksanakan
kegiatan pelayanan pada pasien yang membutuhkan RJP atau DNR.
B. Pengertian
1
Resusitasi Jantung Paru adalah upaya dalam mengembalikan fungsi nafas dan
atau sirkulasi yang berhenti yang datangnya tiba-tiba dan pada orang yang bilamana
kedua fungsi tadi telah kembali akan hidup normal selanjutnya. Dikatakan resusitasi
darurat apabila resusitasi yang dilakukan dalam keadaan darurat untuk mengatasi
berhentinya nafas dan atau sirkulasi. Dan resusitasi jangka panjang adalah resusitasi
fase ketiga yang dilakukan didalam HCU. Tindakan resusitasi ini adalah tindakan
medik yang dilakukan dalam upaya memberikan bantuan kehidupan bagi pasien
apabila terjadi kegawat daruratan medis pada pasien.
Tindakan Do Not Resuscitate (DNR) adalah untuk pasien dengan fungsi otak
yang tetap ada atau dengan harapan pemulihan otak, yang mengalami kegagalan
jantung paru atau organ multiple yang lain atau dalam tingkat yang akhir penyakit
yang tidak dapat disembuhkan misalnya karsinomatosis lanjut. Setelah henti jantung
ada kalanya perpanjangan hidup tidak dilakukan dengan dasar penilaian medis dari
tim dokter yang bertanggung jawab. Bila ini terjadi maka tindakan RJP tidak
dilakukan dan pasien dibiarkan meninggal. Penolakan pasien atau keluarga pasien
terhadap tindakan resusitasi yang akan dilakukan merupakan salah satu dari hak dan
kewajiban keluarga pasien dalam pengambilan keputusan yang tepat, tindakan
penghentian bantuan hidup disebut withdrawing and withholding treatment.
Dipakai istilah penghentian bantuan hidup karena yang dilakukan adalah
menghentikan sebagian atau semua terapi bantuan hidup yang sudah terlanjur
diberikan, yang muncul terutama pada kasus-kasus penderita dengan penyakit tumor
ganas stadium terminal ataupun penyakit lain dengan prognosa dubia ad malam.
Do Not Resuscitate (DNR) Order diterjemahkan sebagai perintah Jangan
dilakukan Resusitasi, merupakan sebuah pesan untuk tenaga kesehatan ataupun
masyarakat umum untuk tidak mencoba RJP (Resusitasi Jantung Paru) jika terjadi
permasalahan darurat pada jantung pasien atau pernapasan berhenti. Perintah DNR
diberikan dalam bentuk tertulis dan dicapai setelah diskusi dengan pasien, dokter dan
keluarga. DNR adalah keputusan pasien dan bukan merupakan keputusan yang dibuat
sendiri oleh dokter.
2
Perintah DNR merupakan pernyataan seseorang yang tidak ingin hidupnya
diperpanjang dengan mesin. Hal ini berarti alat-alat luar biasa dan RJP tidak akan
digunakan untuk mencegah kematian. Ketika detak jantung atau nafas pasien
berhenti, biasanya penyedia layanan medis akan melakukan RJP sebagai upaya untuk
mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi tersebut. Pasien yang kompeten,
yang berada di ambang kematian dapat meminta untuk tidak dilakukan RJP tersebut.
Dalam hal ini, ia meminta penulisan perintah DNR. Harus dipastikan bahwa perintah
DNR dibuat secara sukarela setelah pasien mendapatkan penjelasan yang cukup
mengenai penyakitnya. Seseorang yang kompeten dapat mengungkapkan
keinginannya tersebut jauh sebelumnya secara tertulis melalui advance directive
(pernyataan di muka), misalnya dalam living will (wasiat hidup) atau Durable
Medical Power of Attorney.
Berikut adalah penjelasan mengenai hal tersebut di atas :
3
2. Apa yang dimaksud dengan Living Will ?
Living Will (Wasiat hidup) adalah instruksi bagi penyedia layanan kesehatan agar
tidak memberikan perawatan yang bertujuan untuk memperpanjang hidup seseorang
pada saat dia menghadapi kematian atau menjadi tidak sadar secara permanen tanpa
ada harapan untuk sembuh. Living Will dapat mencakup permintaan untuk tidak
memberikan makanan atau hidrasi yang diberikan secara medis.
4
4. Saudara kandung yang telah dewasa.
5. Pengampu, dalam hal pasien dinyatakan berada di bawah pengampuan.
Dalam hal seorang anak (berusia kurang dari 18 tahun dan belum pernah
menikah), maka orang yang dianggap memiliki tanggung jawab orang tua adalah :
1. Orang tua si anak, bila si anak lahir sebagai anak dari pasangan suami istri yang
sah.
2. Ibu si anak, bila si anak lahir dari pasangan yang tidak sah.
3. Orang tua angkat atau lembaga pengasuh yang sah berdasarkan UU No. 23 tahun
2004 tentang perlindungan anak.
4. Orang yang secara adat / budaya dianggap sebagai wali si anak, dalam hal tidak
terdapat yang memenuhi point 1,2, 3.
Pengganti atau wali / pengampu harus membuat keputusan yang sesuai dengan
keinginan pasien pada saat pasien tidak mempunyai kapasitas dalam mengambil
keputusan. Jika keinginan pasien tidak diketahui maka keputusan yang diambil harus
berdasarkan kepentingan yang terbaik untuk pasien. Dalam hal terdapat
ketidaksepakatan di dalam keluarga, maka dokter mempersilakan mereka untuk
bermufakat dan hanya menerima pernyataan yang sudah disepakati bersama.
1. Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti / irreversible
(mati klasik).
Mati klasik adalah terhentinya fungsi spontan pernafasan dan sirkulasi secara
pasti / irreversible dan dapat diketahui setelah dicoba melakukan resusitasi darurat.
5
Pada resusitasi darurat, dimana kita tidak mungkin menentukan MBO, seseorang
dapat dinyatakan mati bila :
1. terdapat tanda-tanda mati jantung yaitu asistol ventrikular yang menetap (garis
datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit setelah dilakukan resusitasi dan
pengobatan optimal atau
2. terdapat tanda-tanda klinis mati otak yaitu bilamana setelah dimulai resusitasi,
pasien tetap tidak sadar, tidak timbul pula nafas spontan dan refleks muntah (gag
reflex) serta pupil dilatasi selama 15-30 menit atau lebih, kecuali pasien
hipotermik, di bawah pengaruh barbiturat atau anestesi umum.
Mati Batang Otak adalah berhentinya semua fungsi otak secara ireversible,
termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya Mati Batang Otak, dapat
dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga
alat bantu kehidupan dapat dihentikan. Ada istilah yang digunakan untuk itu yaitu :
Keputusan Mati Batang Otak adalah keputusan medis, sehingga yang berwenang
untuk memutuskan adalah tenaga medis. Tenaga medis yang dimaksud terdiri dari 3
(tiga) orang dokter yang berkompeten yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter
lain yang memiliki kompetensi, dokter spesialis saraf dan 1 (satu) orang dokter lain
yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit. Sebelum melakukan prosedur
pengujian tidak adanya reflex batang otak, dokter wajib menjelaskan keadaan pasien,
6
yang mencakup pengertian Mati Batang Otak, dan tindak lanjutnya kepada keluarga
pasien (bila ada).
1. Meyakini bahwa telah terdapat prakondisi tertentu yaitu pasien dalam keadaan
koma dan henti nafas ireversible serta penyebabnya adalah kerusakan otak
struktural yang tak dapat diperbaiki lagi, yang disebabkan oleh gangguan yang
dapat menuju ke MBO.
2. Menyingkirkan penyebab koma dan henti nafas pada kasus reversible (pengaruh
obat-obatan, intoksikasi, kelainan elektrolit, metabolik dan endokrin)
3. Memastikan arefleksia batang otak dan henti nafas yang menetap.
Pasien dinyatakan meninggal ketika batang otak dinyatakan mati, bukan saat
mayat dilepaskan dari ventilator dan jantung berhenti berdetak. Penyebab kematian
adalah penyakit utama pasien, bukan penarikan kembali atau penolakan tindakan
bantuan hidup.
BAB II
RUANG LINGKUP
7
A. Ruang Lingkup DNR
Adanya perintah DNR tidak benar-benar mengubah perawatan atas diri pasien. Pasien
masih diperlakukan dengan cara yang sama. DNR tidak berarti tidak mengobati atau tidak
peduli. Terapi seperti pemberian antibiotika, dialisis, kemoterapi, dan perawatan lainnya yang
dibutuhkan pasien dapat terus diberikan walaupun pasien meminta DNR. Instruksi DNR
hanya berarti bahwa jika pernapasan dan jantung pasien terhenti, tim medis tidak akan
melakukan upaya RJP dan penggunaan ventilasi mekanis. Oleh karenanya DNR adalah
perintah medis yang hanya berlaku bila pernafasan atau jantung pasien berhenti.
Secara umum dikatakan bahwa upaya RJP yang dilakukan pada keadaan darurat dan
diakhiri bila ada salah satu dari berikut ini :
8
BAB III
TATALAKSANA
Apakah pasien telah 1. Jika pasien telah membuat keputusan DNR dan
membuat keputusan dini / kriteria validitas telah terpenuhi, haruslah dihargai dan
awal mengenai ? dipatuhi.
2. Keputusan ini harus diberiatahu juga dengan
pengacara / wali yang telah ditunjuk pasien.
1. Pertama, pemberian informasi oleh dokter mengenai tindakan resusitasi yang didasarkan
atas nilai-nilai dan etika profesi tenaga kesehatan.
2. Kedua, permintaan oleh pasien dan atau keluarga pasien terhadap penolakan tindakan
resusitasi yang dinyatakan secara suka rela (tanpa tekanan/paksaan secara fisik maupun
secara psikis) dan secara tegas (tanpa perantara/ kuasa; dan dinyatakan dalam bahasa
yang jelas, dan dimengerti; serta diketahui oleh berbagai pihak terkait).
3. Ketiga, penuangan permintaan oleh pasien dan atau keluarga pasien terhdap penolakan
tindakan resusitasi kedalam suatu perjanjian atas dasar kesepakatan/persetujuan dari
berbagai pihak terkait sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
1. Memilih waktu untuk berdiskusi (Bukan waktu yang bagus untuk melakukan diskusi
segera setelah diagnosis ditegakkan. Waktu diskusi yang terbaik adalah saat diagnosis dan
prognosis sudah jelas dan saat pasien telah mengetahui dan menerima penyakitnya).
b. Memastikan tercipta suasana yang kondusif, tenang, privasi pasien terjaga.
c. Menghadirkan orang-orang yang ingin dilibatkan oleh pasien dalam mendiskusikan hal
ini.
d. Perawat dapat membantu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien, memberi
dukungan dan penguatan kepada pasien setelah dokter meninggalkan ruangan.
e. Berusaha untuk membangun pemahaman pasien mengenai situasinya saat ini, sifat dasar
resusitasi, kemungkinan tingkat keberhasilan serta harapan dan keinginan pasien. Pasien
dan keluarganya sering memiliki harapan/ekspektasi yang tidak realistis dari nilai
resusitasi.
f. Memberikan informasi mengenai RJP menggunakan kata-kata sederhana yang dapat
dimengerti oleh pasien.
10
g. Menilai tingkat pemberian informasi yang tercemin dari respons dan pemahaman setiap
pasien.
h. Jika tidak tercapai kesepakatan, berikan pendapat dari sudut pandang dokter (paramedis)
mengenai kondisi pasien dan tindakan RJP. Dapat dengan menyatakan: “Pendapat saya
mungkin berbeda dengan apa yang Anda inginkan. Karena alasan itulah saya ingin
berdiskusi dengan Anda.”
i. Mencoba untuk mengerti sudut pandang pasien, nilai-nilai yang dianut oleh pasien, dan
ruang lingkup pengaplikasian (misalnya, penanganan apa saja yang dijalani pasien)
j. Mencatat sudut pandang pasien, nilai-nilai yang dianut oleh pasien, dan ruang lingkup
pengaplikasian di rekam medis.
k. Mendiskusikan keputusan mengenai RJP dalam konteks positif sebagai bagian dari
perawatan suportif. Banyak pasien yang merasa takut diabaikan / ditelantarkan dan
merasa nyeri, melebihi rasa takutnya akan kematian.
l. Petugas menekankan mengenai terapi-terapi mana saja yang akan tetap diberikan, pasien
masih akan tetap dikunjungi oleh dokter secara teratur, pengendalian nyeri, dan
memberikan kenyamanan kepada pasien.
m. Penting untuk memisahkan/membedakan keputusan DNR dengan keputusan mengenai
manajemen pasien lainnya.
n. Dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk berdiskusi dengan dokter, akan
membuat pasien merasa dihargai dan menurunkan tingkat kecemasan/stress pasien juga.
o. Berikan waktu kepada pasien atau wali sah untuk berdiskusi sebelum pengambilan
keputusan tindakan DNR.
p. Apabila pasien atau wali sudah memutuskan untuk DNR, maka anjurkan pasien atau wali
sah untuk mengisi formulir penentuan DNR dengan lengkap dan ditandatangani oleh 2
orang saksi (Dokter yang memberi penjelasan dan pasien atau wali sah).
q. Menyimpan formulir keputusan DNR pada status rekam medis pasien.
r. Memasang gelang ungu pada pergelangan tangan pasien.
s. Melakukan peninjauan ulang atau assessment ulang terhadap keputusan DNR yang
diambil.
t. Pembatalan keputusan DNR dilakukan oleh pasien atau wali sah dengan mengisi
pembatalan status DNR pada formulir tindakan DNR yang sudah ditandatangani
11
D. Do Not Resusitate bagi pasien yang tidak mampu (keterbatasan)
a. Pasien memiliki gangguan fungsi kognitif atau mental yang membuatnya tidak dapat
mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.
b. Pasien tidak mengerti mengenai informasi yang relevan dengan pengambilan keputusan
yang diberikan oleh dokter atau petugas medis lainnya.
c. Pasien memiliki gangguan dalam hal mengingat informasi yang baru diberikan.
d. Pasien tidak dapat mengolah atau mempertimbangkan informasi tersebut sebagai bagian
dari proses pengambilan keputusan.
e. Pasien tidak dapat mengkomunikasikan keputusannya, baik dengan berbicara, bahasa,
tubuh atau cara lainnya.
12
BAB V
TATALAKSANA
A. Persiapan :
B. Pelaksanaan :
a. Pada pasien yang berada dalam keadaan yang tidak dapat disembuhkan akibat
penyakit yang dideritanya (terminal state) dan tindakan kedokteran sudah sia-sia
oleh tim dokter yang menangani pasien setelah berkonsultasi dengan tim dokter
informasikan dan memperoleh persetujuan dari keluarga pasien atau yang mewakili
pasien.
d. Terapi bantuan hidup yang dapat dihentikan atau ditunda hanya tindakan yang
meliputi:
13
- Pengendalian disritmia;
- Intubasi trakeal;
- Ventilasi mekanis;
- Obat vasoaktif;
- Nutrisi parenteral;
- Organ artifisial;
- Transplantasi;
- Transfusi darah;
- Monitoring invasif;
- Antibiotika; dan
e. Terapi bantuan hidup yang tidak dapat dihentikan atau ditunda meliputi oksigen,
penundaan terapi bantuan hidup atau meminta menilai keadaan pasien untuk
penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup, akan tetapi permintaan oleh
keluarga hanya dapat dilakukan pada pasien yang sudah tidak kompeten untuk
membuat keputusan dan menyatakan keinginannya, akan tetapi bila pasien masih
g. Dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara permintaan keluarga dan rekomendasi tim
yang ditunjuk oleh komite medik atau komite etik, dimana keluarga tetap meminta
14
penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup, tanggung jawab hukum ada di
pihak keluarga.
2. Apabila Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP), secara medis telah memutuskan
pasien berada dalam keadaan yang tidak dapat disembuhkan akibat penyakit yang
dideritanya (terminal state) dan tindakan kedokteran sudah sia-sia (futile) serta
keputusan untuk menghentian atau menundaan terapi bantuan hidup, maka DPJP
a. Apabila kondisi pasien masih kompeten, maka tanyakan pasien terlebih dahulu
b. Lakukan verifikasi pada pasien, bahwa setelah menerima informasi dari DPJP dan
pasien memutuskan untuk tidak dilakukan resusitasi atau DNR (Do Not
c. Apabila kondisi pasien tidak kompeten, keputusan DNR ditentukan oleh keluarga
tersebut.
b. Ucapkan salam
15
d. Jelaskan maksud dan tujuan pemasanagan gelang berwarna ungu pada pasien.
f. Informasikan kepada pasien dan atau keluarga bahwa keputusan untuk tidak
perbaikan, atau ada perubahan keputusan dari pasien dan atau keluarga.
g. Sarankan kepada pasien dan atau keluarga untuk menginformasikan kepada petugas
16
BAB V
DOKUMENTASI
17