Anda di halaman 1dari 65

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara global, sekitar 1 dari 4 balita mengalami stunting. Kejadian

stunting sering dijumpai pada anak usia 12-36 bulan dengan prevalensi

sebesar 38,3 – 41,5% (Margawati & Astuti, 2018). Indonesia, sekitar 37%

(hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunting (Riset Kesehatan Dasar/

Riskesdas 2013) dan di seluruh dunia, Indonesia adalah negara dengan

prevalensi stunting kelima terbesar. Balita/Baduta (Bayi dibawah usia Dua

Tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak

maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan

di masa depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas.

Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat

pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar

ketimpangan (TNP2K, 2017). Pendek dan sangat pendek yang dikenal

sebagai stunting merupakan status gizi yang berdasarkan indeks tinggi

badan menurut umur. Persentase balita sangat pendek dan pendek usia

0-59 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini

meningkat dari tahun sebelumnya yaitu persentase balita sangat pendek

sebesar 8,57% dan balita pendek sebesar 18,97% (Kemenkes, 2017).

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) Jawa Barat melansir prevalensi kekerdilan (stunting) di Jabar

sudah mencapai angka 29,2%. Kasus stunting ini dinilai sangat

berpengaruh terhadap ekonomi dan terutamanya bonus demografi di

Jabar. Prevalensi stunting di Kabupaten Ciamis tahun 2017 sekitar 7,38%


sedangkan di tahun 2018 sekitar 6,34% terjadi penurunan terhadap

masalah stunting tetapi hal tersebut masih menjadi tren dan issue

kesehatan nasional. Data yang di dapatkan dari Dinas Kesehatan Ciamis

angka stunting tertinggi berada di puskesmas Baregbeg dengan

prevalensi 17% pada tahun 2017 dan meningkat menjadi 23,19% di tahun

2018.

Dampak dari stunting dapat menyebabkan gangguan

perkembangan kognitif dan meningkatnya risiko terhadap penyakit infeksi

dan lebih lanjut kematian. Stunting juga berhubungan dengan performa

sekolah, bahkan pada tahap lanjut dapat menurunkan tingkat

produktivitas di masa dewasa.

Perbaikan keadaan gizi pada 1000 HPK ( Ibu hamil ) penting

untuk meningkatkan kesehatan, menurunkan angka kematian bayi dan

balita, meningkatkan kemampuan tumbuh kembang,fisik, mental, sosial

anak, produktifitas kerja serta prestasi akademik. Salah satu faktor yang

mempengaruhi terhadap asupan gizi yang baik yaitu pengetahuan ibu itu

sendiri. Pengetahuan ibu yang baik mempunyai pengaruh yang besar

terhadap pencegahan terjadinya stunting pada anak.

Upaya yang dilakukan pada sektor kesehatan yaitu melalui

promosi kesehatan. Promosi kesehatan tersebut digunakan sebagai

pendekatan untuk menyampaikan pesan sehingga informasi mudah

diterima dan dipahami. Salah satunya penyuluhan dengan media audio

visual. Intervensi penyuluhan dengan media audio visual merupakan

salah satu metode yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk

merangsang masyarakat terutama keluarga (yaitu ibu rumah tangga) agar


mampu menjadi inovator di lingkungan rumah tangganya sendiri (Susilo

Wirawan, Lalu Khairul Abdi, 2014).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di

Desa Sukamulya kecamatan Baregbeg Ciamis pada Desember 2018,

dengan wawancara terhadap 14 orang atau 20% dari total seluruh ibu

hamil yang mayoritasnya tidak mengetahui tentang stunting, serta

berpendidikan rendah. Hanya 3 ibu hamil yang mengetahui tentang

stunting, sedangkan 11 ibu hamil lainnya tidak mengetahui tentang

stunting. Hal tersebut disebabkan karena belum adanya penyuluhan yang

menyeluruh tentang pengenalan stunting.

Dalam pandangan Al-Qur’an dan Al-Hadits, upaya untuk

mewujudkan generasi berkualitas, kuat, sehat lahir dan batin, tumbuh dan

berkembang optimal dengan salah satu indikatornya tidak mengalami

stunting, merupakan kewajiban agama dan realisasi dari perintah Allah

dalam Al Qur’an. Allah SWT berfirman dalam QS an-Nisa’/4 ayat 9 :

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya

mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang

mereka khawatir terhadap (kesejahteraannya). Oleh sebab itu hendaklah

mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara yang

benar.”

Surat an-Nisa’ ayat 9 ini menerangkan bahwa kelemahan

ekonomi, kurang stabilnya kondisi kesehatan fisik dan kelemahan


intelegensi anak, akibat kekurangan makanan yang bergizi, merupakan

tanggung jawab kedua orang tuanya, maka disinilah hukum Islam

memberikan solusi dan kemurahan untuk dilaksanakannya KB, yang

mana untuk membantu orang-orang yang tidak menyanggupi hal-hal

tersebut, agar tidak berdosa dikemudian hari, yakni apabila orang tua itu

meninggalkan keturunannya, atau menelantarkannya, akibat desakan-

desakan yang menimbulkan kekhawatiran mereka terhadap

kesejahteraannya. Oleh karena itu, bagi orang-orang yang beriman

hendaklah bertakwa kepada Allah dan selalu berlindung dari hal-hal yang

dimurkai di sisi Allah. Kita hendaknya takut apabila meninggalkan

keturunan yang lemah dan tak memiliki apa-apa, sehingga mereka tak

bisa memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan terlunta-lunta.

Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda yang artinya,

”Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada

mukmin yang lemah. Dan dalam masing-masing ada kebaikan” (HR

Muslim). Para ulama menjelaskan yang dimaksud kuat di sini mencakup

iman, ilmu, fisik, mental dan juga material. Kekuatan tersebut akan

menjadikan seseorang bisa lebih maksimal menjalankan kewajibannya

kepada Allah dan memberikan manfaat kepada sesama manusia dan

alam semesta.
B. Rumusan Masalah

Stunting merupakan suatu kondisi status gizi kurang yang bersifat

kronik pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal

kehidupan, dampak dari stunting masih sangat tinggi di Indonesia.

Promosi kesehatan merupakan media yang dapat mempermudah,

memperjelas penyampaian informasi dan juga dapat memperlancar

komunikasi salah satunya penyuluhan dengan media audio visual.

Penelitian yang dilakukan terhadap ibu untuk pencegahan stunting bukan

hanya di ukur dari pengetahuan namun juga dari kompetensi ibu.

Sehingga masalah dari penelitian ini adalah apakah ada pengaruh

penyuluhan media audio visual terhadap tingkat pengetahuan ibu hamil

dalam pencegahan stunting di Desa Sukamulya Kabupaten Ciamis.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

penyuluhan dengan media audio visual terhadap tingkat pengetahuan

ibu hamil dalam pencegahan stunting di Desa Sukamulya Kecamatan

Baregbeg Kabupaten Ciamis.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh media audio visual terhadap tingkat

pengetahuan ibu dalam pencegahan stunting di Desa Sukamulya

Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis.

b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu antara sebelum dan

sesudah diberikan penyuluhan dengan media audio visual di Desa

Sukamulya Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis.


D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dalam penelitian ini diharapkan dapat

memberi informasi mengenai pengaruh penyuluhan dengan media

audio visual terhadap tingkat pengetahuan ibu hamil dalam

pencegahan stunting di Desa Sukamulya Kecamatan Baregbeg

Kabupaten Ciamis.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dalam pelaksanaan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan pertimbangan metode baru dalam pemberian

promosi kesehatan, khususnya dalam upaya pencegahan

stunting.

b. Bagi Ibu Yang Diteliti

Dapat meningkatkan pengetahuan ibu dalam upaya pencegahan

stunting.

c. Bagi Peneliti

Sebagai bahan untuk mengembangkan kemampuan dalam

melakukan penelitian, menambah wawasan dan ilmu pengetahuan

serta pengalaman dalam mengumpulkan, memproses dan

menganalisa data yang diperoleh dari hasil penelitian.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan referensi, data dasar dan data pembanding untuk

penelitian lebih lanjut dalam khususnya tentang stunting serta


sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan metodologi

penelitian selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan oleh (Melly & Magdalena, 2018),

dari Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Riau, dengan judul

“Pengaruh Penyuluhan Metode Ceramah Dan Audio-Visual Terhadap

Pengetahuan Ibu Hamil Tentang 1000 HPK Di Puskesmas Sidomulyo

Rawat Inap Kota Pekanbaru”. Jenis penelitian ini menggunakan

rancangan quasi-experimental one group pretest-posttest design.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua Ibu Hamil Trimester I s/d III

yang berkunjung ke Puskesmas Rawat Inap Kota Pekanbaru. Jumlah

sampel pada penelitian ini berjumlah 22 orang ibu hamil. Tehnik analisa

penelitian menggunakan teknik analisa univariat dan analisa bivariat

dengan uji statistic paired t- test. Variabel independent dalam penelitian

ini adalah model ceramah dan model audio visual, sedangkan variabel

dependent adalah pengetahuan ibu hamil tentang 1000 HPK.

Persamaan penelitian (Melly & Magdalena, 2018) dengan

penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sama-sama meneliti tentang

tingkat pengetahuan ibu hamil dengan media audio visual. Perbedaan

penelitian terdahulu dengan peneliti lakukan adalah menitikberatkan

terhadap pencegahan stunting.

Penelitian lain telah dilakukan oleh (Susilo Wirawan, Lalu Khairul

Abdi, 2014) dalam jurnal kesehatan masyarakat dengan judul

“Penyuluhan Dengan Media Audio Visual Dan Konvensional Terhadap

Pengetahuan Ibu Anak Balita”. Jenis penelitian ini menggunakan


rancangan eksperimen sesungguhnya (true experimental design) dengan

rancangan pretest-postest with control group design. Peneliti ini memiliki

pilihan untuk secara random memilih kelompok eksperimental yang

memiliki kesetaraan karakteristik dengan kelompok kontrol. Pada

penelitian ini dilakukan observasi awal (pretest) dan observasi akhir

(postest) sehingga peneliti dapat melihat perubahan - perubahan yang

terjadi pada saat dilakukan eksperimen. Penelitian dilakukan dengan

memberikan perlakuan berupa penyuluhan dengan audio visual sebanyak

1 (satu) kali yang dilakukan oleh penyuluh fungsional. Populasi penelitian

ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak balita tidak naik berat badannya

yaitu sebanyak 91 balita. Jumlah sampel pada tiap kelompok adalah 20

orang ibu balita berdasarkan metode penentuan simple random sampling

dengan perbandingan 1 : 1. Variabel bebas (independent variable) dalam

penelitian ini yaitu metode penyuluhan dengan media, sedangkan

variabel terikat (dependent variable) adalah tingkat pengetahuan ibu anak

balita yang memiliki anaka balita yang tidak naik berat badannya. Variabel

terkontrol adalah pengaruh penyuluhan (media audio visual dan

konvensional) dan variabel tak dapat dikontrol adalah tingkat pendidikan,

status sosial ekonomi dan pengaruh pengetahuan dari media yang lain.

Jumlah sampel ditentukan berdasarkan karakteristik responden yang

sama serta mempertimbangkan efektifitas penggunaan metode

penyuluhan dengan media audio visual dan konvensional. Data diolah

dengan menggunakan analisis statistik Independent Sample t Test.

Independent Sample t Test digunakan untuk membandingkan mean atau

rata-rata nilai pengetahuan ibu balita antar kelompok baik pada saat
sebelum penyuluhan maupun setelah dilakukannya penyuluhan.

Selanjutnya digunakan statistik analitik Paired Sample t Test untuk

membandingkan hasil rata-rata pretest dengan post test pada kelompok

perlakukan dan kelompok kontrol.

Persamaan dengan penelitian (Susilo Wirawan, Lalu Khairul Abdi,

2014) dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sama – sama

meneliti tentang tingkat pengetahuan ibu dengan memberikan perlakuan

berupa penyuluhan dengan audio visual sebanyak 1 (satu) kali dan

mengobservasi awal (pretest) dan observasi akhir (postest) sehingga

peneliti dapat melihat perubahan - perubahan yang terjadi pada saat

dilakukan eksperimen. Perbedaan dengan penelitian (Susilo Wirawan,

Lalu Khairul Abdi, 2014) dengan peneliti yang akan dilakukan adalah jenis

penelitian yang digunakan adalah merupakan jenis penilitian Pra

Eksperiment Design dengan rancangan penelitian one group pre-test dan

post-test design.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Stunting

a. Definisi

Stunting (pendek) merupakan ganguan pertumbuhan linier

yang disebabkan adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis atau

penyakit infeksi kronis maupun berulang yang ditunjukkan dengan

nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 SD.

Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-up

growth (tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan,

masalah stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

berhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan

hambatan pada pertumbuhan baik motorik maupun mental. Stunting

dibentuk oleh growth faltering dan catcth up growth yang tidak

memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai

pertumbuhan optimal, hal tersebut mengungkapkan bahwa kelompok

balita yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami

stunting bila pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi

dengan baik (Aridiyah, Rohmawati, & Ririanty, 2015).

Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth

faltering) akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung

lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan (LPPM STIKes

Hang Tuah Pekanbaru, 2015).


Stunting adalah suatu proses yang berdampak pada

perkembangan anak mulai dari tahap dini, yakni saat konsepsi

hingga tahun ke-3 atau ke-4 kehidupan anak, di mana keadaan gizi

ibu dan anak merupakan faktor penting dari pertumbuhan anak.

Stunting pada usia dini berhubungan dengan kejadian kemunduran

mental pada tingkat kecerdasan anak, perkembangan psikomotorik

dan kemampuan motorik yang baik, juga dapat menurunkan

kemampuan kerja pada saat usia dewasa (Yuniar Rosmalina, Erna

Luciasari, Aditianti, 2018).

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan

oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat

pemberian makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Salah satu

penyebab kematian anak adalah balita stunting (pendek) (Wa Ode

Sri Andriani, Farit Rezal, 2017).

b. Penyebab Stunting

Masalah balita pendek menggambarkan masalah gizi kronis,

dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin dan masa

bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa balita.

Dalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang melalui

pertambahan berat dan panjang badan, perkembangan otak serta

organ-organ lainnya. Kekurangan gizi yang terjadi dalam kandungan

dan awal kehidupan menyebabkan janin melakukan reaksi

penyesuaian. Secara paralel penyesuaian tersebut meliputi

perlambatan pertumbuhan dengan pengurangan jumlah dan

pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ tubuh


lainnya. Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi di

ekspresikan pada usia dewasa dalam bentuk tubuh yang pendek

(Menko Kesra, 2013).

Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi, diantaranya

praktik pengasuhan gizi yang kurang baik, termasuk kurangnya

pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada

masa kehamilan serta setelah ibu melahirkan. Intervensi yang paling

menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting perlu

dilakukan pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dari anak balita.

Peluang intervensi kunci yang terbukti efektif diantaranya adalah

intervensi terkait praktik-praktik pemberian makanan anak dan

perempuan gizi ibu (PERSAGI, 2018).

c. Pencegahan Stunting

Menurut (Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), 2018)

Pecegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi,spesifik yang

ditujukan dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Intervensi gizi

spesifik untuk mengatasi permasalahan gizi pada ibu hamil, ibu

menyusui 0-6 bulan, ibu menyusui 7-23 bulan, anak usia 0-6 bulan,

anak usia 7-23 bulan. Permasalahan gizi ini bisa diatasi dketika

mereka memahami masalahnya dan mengetahui cara mengatasinya

sesuai dengan kondisi masing-masing.

Pemberian konseling gizi kepada individu dan keluarga

dapat membantu untuk mengenali masalah kesehatan terkait gizi,

dan membantu individu serta keluarga memecahkan masalahnya


sehingga terjadi perubahan perilaku untuk dapat menerapkan

perubahan perilaku makan yang telah disepakati bersama.

d. Program Pemerintahan Dalam Pencegahan Stunting

Pembangunan kesehatan dalam pencegahan stunting

terdapat beberapa program pemerintah untuk mengatasinya,

pemerintah berkomitmen untuk menurunkan angka stunting melalui

beberapa kebijakan kesehatan. Kebijakan tersebut berupa program

yang dicanangkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI di

antaranya Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

(PIS-PK), Pemberian Makanan Tambahan (PMT), dan 1000 Hari

Pertama Kehidupan (HPK). Program untuk stunting yang difokuskan

di Kabupaten Ciamis yaitu Kelas Ibu dan Balita, Pemeriksaan HB Ibu

Hamil, Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) pada Ibu Hamil.

Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada Remaja Putri, dan

Pengukuran Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah (TBABS).

e. Diagnosis dan Klasifikasi

Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur

panjang dan tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar dan

hasilnya berada di bawah normal. Secara fisik balita akan lebih

pendek dibandingkan balita seumurnya (Kemenkes RI, 2016).

f. Stunting Menurut Al-Quran Dan Hadist

Dalam pandangan Al-Qur’an dan Al-Hadits, upaya untuk

mewujudkan generasi berkualitas, kuat, sehat lahir dan batin, tumbuh

dan berkembang optimal dengan salah satu indikatornya tidak


mengalami stunting, merupakan kewajiban agama dan realisasi dari

perintah Allah dalam Al Qur’an.

Allah SWT berfirman dalam QS an-Nisa’/4 ayat 9 :

Artinya : “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang

yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di

belakang mereka yang mereka khawatir terhadap

(kesejahteraannya). Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa

kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara yang benar.”

Surat an-Nisa’ ayat 9 ini menerangkan bahwa kelemahan

ekonomi, kurang stabilnya kondisi kesehatan fisik dan kelemahan

intelegensi anak, akibat kekurangan makanan yang bergizi,

merupakan tanggung jawab kedua orang tuanya, maka disinilah

hukum Islam memberikan solusi dan kemurahan untuk

dilaksanakannya KB, yang mana untuk membantu orang-orang yang

tidak menyanggupi hal-hal tersebut, agar tidak berdosa dikemudian

hari, yakni apabila orang tua itu meninggalkan keturunannya, atau

menelantarkannya, akibat desakan-desakan yang menimbulkan

kekhawatiran mereka terhadap kesejahteraannya. Oleh karena itu,

bagi orang-orang yang beriman hendaklah bertakwa kepada Allah

dan selalu berlindung dari hal-hal yang dimurkai di sisi Allah. Kita

hendaknya takut apabila meninggalkan keturunan yang lemah dan

tak memiliki apa-apa, sehingga mereka tak bisa memenuhi

kebutuhan mereka sendiri dan terlunta-lunta.


Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda yang

artinya ,”Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah

daripada mukmin yang lemah. Dan dalam masing-masing ada

kebaikan” (HR Muslim). Para ulama menjelaskan yang dimaksud

kuat di sini mencakup iman, ilmu, fisik, mental dan juga material.

Kekuatan tersebut akan menjadikan seseorang bisa lebih maksimal

menjalankan kewajibannya kepada Allah dan memberikan manfaat

kepada sesama manusia dan alam semesta.

2. Pengetahuan

a. Definisi

Menurut (Notoatmodjo, 2014), Pengetahuan merupakan

hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Penginderan terhadap objek terjadi

melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan

sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian dasar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal

maupun informal.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan,

dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka

orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Salah satu

bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang

diperoleh dari pengalaman sendiri (Sianipar, 2015).


b. Tingkat Pengetahuan

Menurut (Notoatmodjo, 2014) tedapat 6 tingkat

pengetahuan, yaitu:

1) Tahu (Know)

Tahu adalah mengingat kembali memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang

suatu objek yang diketahui dan diinterpretasikan secara benar

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk mempraktekkan materi

yang sudah dipelajari pada kondisi real (sebenarnya).

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau

suatu objek dalam komponen – komponen tetapi masih di dalam

struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama

lain.

5) Sintesis (Syntehesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukan pada suatu kemampuan

untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian – bagian di

dalam suatu keseluruahn yang baru. Dengan kata lain sintesis

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justrifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Penilaian - penilain itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan

sendiri, atau menggunakan kriteria - kriteria yang telah ada.

c. Cara Pengukuran Pengetahuan

Menurut (Notoatmodjo, 2010a), Pengetahuan tentang

kesehatan dapat diukur berdasarkan jenis penelitiannya kuantitatif

atau kualitatif ;

1) Penelitian Kuantitatif

Penelitian kuantitatif pada umumnya akan mencari jawaban atau

fenomena, yang menyangkut berapa banyak, berupa sering,

berapa lama, dan sebagainya maka biasanya menggunakan

metode wawancara dan angket (self administered) :

a) Wawancara tertutup atau wawancara terbuka dengan

menggunakan instrumen (alat pengukuran/pengumpul data)

kuesioner. Wawancara tertutup adalah suatu wawancara

dimana jawaban responden atas pernyataan yang diajukan

telah tersedia dalam opsi jawaban, responden tinggal memilih

jawaban mana yang mereka anggap paling benar atau paling

tepat. Sedangkan wawancara terbuka, dimana pertanyaan –

pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka, sedangkan

responden boleh menjawab apa saja sesuai dengan pendapat

atau pengetahuan responden sendiri.

b) Angket tertutup atau terbuka. Seperti halnya wawancara,

angket juga dalam bentuk tertutup atau terbuka. Instrumen


atau alat ukurnya seperti wawancara, hanya jawaban

responden disampaikan lewat tulisan. Metode pengukuran

melalui angket ini sering disebut “self administered” atau

metode mengisi sendiri.

2) Penelitian Kualitatif

Pada umumnya penelitian kualitatif bertujuan untuk menjawab

bagaimana suatu fenomena itu terjadi, atau mengapa terjadi.

Metode metode pengukuran pengetahuan dalam metode

penelitian kualitatif ini antara lain :

a) Wawancara Mendalam :

Mengukur variabel pengukuran dengan menggunakan metode

wawancara mendalam, adalah peneliti mengajukan suatu

pertanyaan sebagai pembuka yang akhirnya memancing

jawaban yang sebanyak – banyaknya dari responden.

Jawaban responden akan diikuti pertanyaan yang lain,

terusmenerus, sehingga diperoleh informasi atau jawaban

responden sebanyak – banyaknya dan sejelas – jelasnya.

b) Diskusi Kelompok Terfokus (DKT)

Diskusi kelompok terfokus atau “Focus group discussion”

dalam menggali informasi dari beberapa orang responden

sekaligus dalam kelompok. Peneliti mengajukan pertanyaan –

pertanyaan yang akan memperoleh jawaban yang berbeda –

beda dari semua responden dalam kelompok tersebut.

Jumlah kelompok dalam diskusi kelompok terfokus


seyogiannya tidak terlalu banyak, tetapi juga tidak terlalu

sedikit antara 6 – 10 orang.

d. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012), dalam memperoleh

pengetahuan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu:

1) Cara tradisional

Cara tradisional atau kuno ini dipakai orang untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah

atau metode penemuan secara sistemik dan logis, cara-cara

penemuan pada periode ini antara lain meliputi :

a) Cara coba salah (trial and error)

Cara yang paling tradisonal yang pernah digunakan oleh

manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui

cara coba-coba atau dengan kata lain lebih dikenal “trial and

error”. Cara ini telah telah dipakai orang sebelum adanya

peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi

persoalan atau masalah, upaya pemecahan masalahnya

dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba salah ini

dilakukan dengan mengunakan kemungkinan dalam

memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut

tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila

kemungkinan kedua ini gagal, dicoba kemungkinan keempat

dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

Itulah sebabnya maka cara ini disebut mrtode trial (coba) and

error (gagal atau salah) atau metode coba-salah/coba-coba.


b) Cara kekuasaan atau otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali

kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh

orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan

tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya

diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi

berikutnya. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa

pemimpin yang baik, formal maupun informal, ahli agama,

pemegang pemerintahan dan sebagainya. Sumber

pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau

kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas

pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan. Prinsip ini

adalah, orang lain menerima pendapat yang dikemukakan

oleh orang yang mempunyai otoritas, tana terlebih dahulu

menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan

fakta empiris ataupun berdasarkanpenalaran sendiri.

c) Berdasarkan pengalaman sendiri

Pengalaman adalah guru-guru yang baik, demikian bunyi

pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa

pengalaman ini merupakan sumber pengetahuan atau

pegalaman itu merupakan satu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan. Oleh sebab iti, pengalaman pribadi

pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh kebenaran

pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang

kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan


permasalhan yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila

dengan secara yang digunakan tersebut orang dapat

memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk

memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula

menggunakan cara tersebut. Tetapi bila ia gagal

menggunakan cara tersebut, ia tidak akan mengulangi cara

itu, dan berusaha mencari cara yang lain, sehingga dapat

berhasil memecahkannya.

d) Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia

cara berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia

telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh

pengetahuan. Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan,

manusia telah menggunakan jalan fikirannya, baik melalui

induksi atau deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya

meruapakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung

melalui pernyataan-pernyataan yang dikemukakan, kemudian

dicari hubungannya sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan.

2) Cara modern

Cara ini disebut metode penilitian ilmiah atau lebih popular

disebut metodelogi penelitian. Pencacatan ini mencakup tiga hal

pokok, yaitu ;

a) Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul

pada saat dilakukan pengamatan.


b) Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak

muncul pada saat dilakukan pengamatan.

c) Gejala-gejala yang muncul bervariasi, yaitu gejala-gejala yang

berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu.

e. Pengukuran Pengetahuan

Menurut (Arikunto Suharsimi, 2013) Pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat alat

tes atau kuesioner tentang obyek pengetahuan yang mau di ukur,

selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari

masing – masing pertanyaan diberi nilai 5 dan jika salah diberi nilai 0.

Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor

jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan

100% dan hasilnya prosentase dengan rumus yang digunakan

sebagai berikut :

Rumus 1
𝑆𝑃
N = 𝑆𝑀 × 100%

Keterangan :

N : Nilai pengetahuan

SP : Skor yang di dapat

SM : Skor tertinggi maksimum

Selanjutnya prosentase jawaban yang di interpretasikan dalam

kalimat kualitatif dengan cara sebagai berikut :

Baik : Nilai : 76 – 100%

Cukup : Nilai : 56 – 75%

Kurang : Nilai : ≤ 55%


3. Promosi Kesehatan

a. Definisi

Menurut Notoatmodjo (2012), Promosi kesehatan adalah

proses memberdayakan atau memandirikan masyarakat untuk

memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui

peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta

pengembangan lingkungan yang sehat. Promosi mencakup aspek

perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi, mendorong dan

membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat

agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

Promosi kesehatan dalam ilmu kesehatan masyarakat

(health promotion) mempunyai dua pengertian. Pengertian promosi

kesehatan yang pertama adalah sebagai bagian dari tingkat

pencegahan penyakit. Level and Clark, mengatakan ada 4 tingkat

pencegahan penyakit dalam perspektif kesehatan masyarakat, yakni:

1) Health promotion (peningkatan/promosi kesehatan).

2) Specific protection (perlindungan khusus melalui imunisasi).

3) Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan

pengobatan segera).

4) Disability limitation (membatasi atau mengurangi terjadinya

kecacatan).

5) Rehabilitation (pemulihan).

Promosi kesehatan dalam konteks ini adalah peningkatan

kesehatan. Sedangkan pengertian yang kedua promosi

kesehatan diartikan sebagai upaya memasarkan,


menyebarluaskan, mengenalkan atau “menjual” kesehatan.

Dengan perkataan lain, promosi kesehatan adalah

“memasarkan” atau “menjual” atau “memperkenalkan” pesan –

pesan kesehatan atau upaya – upaya kesehatan, sehingga

masyarakat menerima atau memebeli (dalam arti menerima

perilaku kesehatan atau mengenal pesan - pesan kesehatan

tersebut, yang akhirnya masyarakat mau berperilaku hidup

sehat. Pengertian promosi kesehatan yang kedua ini maka

sebenarnya sama dengan pendidikan kesehatan (health

education), karena pendidikan kesehatan pada prinsipnya

bertujuan agar masyarakat berperilaku sesuai dengan nilai – nilai

kesehatan. Promosi kesehatan dalam konteks kesehatan pada

saat ini di maksudkan sebagai revitalisasi atau pembaruan dari

pendidikan kesehatan pada waktu yang lalu.

b. Promosi Kesehatan dan Perilaku

Menurut Notoatmojo (2012), Masalah kesehatan

masyarakat, termasuk penyakit ditentukan oleh faktor oleh 2 faktor

utama, yaitu perilaku dan non perilaku (fisik, sosial, ekonomi, politik,

dan sebagainya) oleh sebab itu, upaya penanggulangan masalah

kesehatan masyarakat juga dapat ditujukkan pada kedua faktor

utama tersebut. Upaya intervensi terhadap faktor fisik (non-perilaku)

dapat dilalukan melalui dua pendekatan, yakni :

1) Pendidikan (Education)

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada

masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan – tindakan


(praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah - masalah), dan

meningkatan kesehatannya. Perubahan atau tindakan

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh

pendidikan kesehatan ini didasarkan pada kepada pengetahuan

dan kesadarannya melalui proses pembelajaran. Sehingga

Perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long

lasting) dan menetap (langgeng), karena disadari oleh kesadaran.

Memang kelemahan dari pendekatan pendidikan kesehatan ini

adalah hasilnya lama, karena perubaran perilaku melalui proses

pembelajaran pada umumnya memerlukan waktu yang lama.

2) Paksaan atau tekanan (Coercion)

Paksaan atau tekanan yang dilakukan kepada masyarakat agar

mereka melakukan tindakan – tindakan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Tindakan atau perilaku

sebagai hasil tekanan ini memang cepat, tetapi tidak akan

langgeng karena tidak berperilaku seperti itu. Berdasarkan

keuntungan dan kerugian dua pendekatan tersebut, maka

pendekatan pendidikanlah paling cocok sebagai upaya

pemecahan masalah kesehatan masyarakat, melalui faktor

perilaku. Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor

perilaku kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor –

faktor yang menentukan perilaku tersebut. Kegiatan promosi

kesehatan harus disesuaikan dengan diterminan (faktor yang

mempengaruhi perilaku itu sendiri), perilaku ini ditentukan oleh 3

faktor utama, yakni :


1) Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor – faktor yang dapat mempermudah atau

mempredisposisi terjadinya perilaku pada diri seseorang

atau masyarakat, adalah pengetahuan dan sikap seseorang

atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan

dilakukan.

2) Faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku

adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung

atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau

masyarakat.

3) Faktor penguat

Pengetahuan, sikap, dan fasilitas yang tersedia kadang –

kadang belum menjamin terjadinya perilaku seseorang atau

masyarakat.

c. Strategi Promosi Kesehatan

Strategi promosi kesehatan adalah untuk mewujudkan atau

mencapai visi dan misi promosi kesehatan secara efektif dan efisien,

diperlukan cara dan pendekatan yang strategis. Cara ini sering

disebut strategi, yakni cara bagaimana mencapai atau teknik atau

mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan tersebut secara

berhasil guna dan berdaya guna. Adapun strategi promosi kesehatan

menurut Notoatmodjo, ( 2012) :


1) Advokasi (Advocacy)

Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar

orang lain tersebut membantu atau mendukung terhadap apa

yang diinginkan. Advokasi adalah pendekatan kepada para

pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor,

dan di berbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut mau

mendukung program kesehatan yang kita inginkan.

2) Dukungan Sosial (Social Support)

Strategi dukungan sosial ini adalah suatu kegiatan untuk mencari

dukungan sosial melalui tokoh – tokoh masyarakat (toma), baik

tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan utama

kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat, sebagai

jembatan antara sektor kesehatan sebagai (pelaksana program

kesehatan) dengan masyarakat (penerima program) kesehatan.

3) Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)

Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang

ditujukkan kepada masyarakat langsung. Tujuan utama

pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat

dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri

(visi promosi kesehatan).

4) Ruang Lingkup Promosi Kesehatan

Ruang lingkup atau bidang garapan promosi kesehatan

baik sebagai ilmu (teori) maupun sebagi seni (aplikasi) mencakup

berbagai bidang atau cabang keilmuan lain. Ilmu – ilmu yang


dicakup promosi kesehatan dapat dikelempokkan menjadi 2

bidang, yaitu :

1) Ilmu perilaku, yakni ilmu – ilmu yang menjadi dasar dalam

membentuk perilaku manusia, terutama psikologi,

antropologi, dan sosiologi.

2) Ilmu – ilmu yang diperlukan untuk intervensi perilaku

(pembentukan dan perubahan perilaku), antara lain

pendidikan, komunikasi, manajemen, kepemimpinan, dan

sebagainya.

Ruang lingkup promosi kesehatan dapat didasarkan

kepada 2 dimensi, yaitu dimensi aspek sasaran pelayanan

kesehatan, dan dimensi tempat pelaksanaan promosi kesehatan

atau tatanan (setting).

1) Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek

pelayanan kesehatan, secara garis besarnya terdapat 2 jenis

pelayanan kesehatan, yakni:

a) Pelayanan preventif dan promotif, adalah pelayanan

bagi kelompok masyarakat yang sehat, agar kelompok

ini tetap sehat dan bahkan meningkat status

kesehatannya. Pada dasarnya pelayanan ini

dilaksanakan oleh kelompok profesi kesehatan

masyarakat.

b) Pelayanan kuratif dan rehabilitatif, adalah pelayanan

kelompok masyarakat yang sakit, agar kelompok ini

sembuh dari sakit dan menjadi pulih kesehatannya.


Pada prinsipnya pelayanan jenis ini dilakukan kelompok

profesi kedokter.

Berdasarkan jenis aspek pelayanan kesehatan ini promosi

kesehatan mencakup 4 pelayanan, yaitu :

a) Promosi kesehatan pada tingkat promotif

Sasaran promosi kesehatan pada tingkat pelayanan

promotif adalah pada kelompok orang sehat, dengan

tujuan agar mereka mampu meningkatkann

kesehatannya.

b) Promosi kesehatan pada tingkat preventif

Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah

kelompok orang sehat juga terutama yang berisiko tinggi

(high risk).

c) Promosi kesehatan pada tingkat kuratif

Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para

penderita penyakit (pasien), terutama untuk penderita

penyakit - penyakit kronis.

d) Promosi kesehatan pada tingkat rehabliltatif

Promosi kesehatan pada tingkat ini mempunyai sasaran

pokok kelompok penderita atau pasien yang baru

sembuh (recovry) dari suatu penyakit. Tujuan utama

promosi kesehatan pada tingkat ini adalah agar mereka

ini segera pulih kembali kesehatan, dan atau mengurangi

kecacatan seminimal mungkin. Promosi kesehatan pada


tahap ini adalah pemulihan dan mencegah kecacatan

akibat penyakitnya (tertiary prevention).

2) Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan tatanan

(tempat pelaksanaan):

a) Promosi Kesehatan Pada Tatanan Keluarga (Rumah

Tangga)

Keluarga adalah unit terkecil masyarakat. Untuk

mencapai perilaku sehat masyarakat, maka harus

dimulai pada tatanan masing – masing keluarga. Dalam

promosi kesehatan keluarga ini, sasaran utamanya

adalah orang tua, terutama ibu. Karena ibulah di dalam

keluarga itu yang sangat berperan dalam meletakkan

dasar perilaku sehat pada anak – anak mereka sejak

lahir.

b) Promosi Kesehatan Pada Tatanan Sekolah

Sekolah merupakan perpanjangan tangan keluarga,

artinya, sekolah merupakan tempat lanjutan untuk

meletakkan dasar perilaku bagi anak, termasuk perilaku

kesehatan. Peran guru dalam promosi kesehatan di

sekolah sangat penting, karena guru pada umumnya

lebih dipatuhi oleh anak – anak. Agar guru dan

lingkungan sekolah tersebut kondusif bagi perilaku sehat

bagi murid – muridnya, maka sasaran antara promosi

kesehatan di sekolah adalah guru. Guru memperoleh

pelatihan – pelatihan tentang kesehatan dan promosi


kesehatan yang cukup, selanjutnya guru akan

meneruskannya ke murid – muridnya.

c) Promosi Kesehatan Pada Tempat Kerja

Tempat kerja adalah tempat dimana orang dewasa

memperoleh nafkah untuk kehidupan keluargannya,

melalui produktivitas atau hasil kerjanya. Promosi

kesehatan di tempat kerja ini dapat dilakukan oleh

pimpinan perusahaan atau tempat kerja dengan

memfasilitasi tempat kerja yang kondusif bagi perilaku

sehat bagi karyawan ayau pekerjanya, misalnya

tersedianya air bersih, tempat pembuangan kotoran,

tempat sampah, kantin, ruang tempat istirahat, dan

sebagainya. Prusahaan juga harus menyediakan unit K3

(Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Pemasangan

poster yang berisi pesan – pesan untuk menghindari

kecelakaan kerja, dan penyediaan selebaran atau leaflet

untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja, juga

merupakan bentuk promosi kesehatan.

d) Promosi Kesehatan Di Tempat – Tempat Umum (TTU)

Tempat – tempat umum adalah tempat dimana orang –

orang berkumpul pada waktu – waktu tertentu. Di tempat

– tempat umum juga perlu dilaksanakan promosi

kesehatan dengan menyediakan fasilitas – fasilitas yang

dapat mendukung perilaku sehat bagi pengunjungnya,

misalnya tersedianya tempat sampah, tempat cuci


tangan, tempat pembuangan air kotor, ruang tunggu bagi

perokok dan non perokok, kantin, dan sebagainya.

Pemasangan poster, penyediaan leaflet atau selebaran

yang berisi cara – cara menjaga kesehatan atau

kebersihan adalah juga merupakan bentuk promosi

kesehatan.

e) Pendidikan Kesehatan Institusi Pelayan Kesehatan

Tempat –tempat pelayanan kesehatan, rumah sakit,

puskesmas, balai pengobatan,, poliklinik, tempat praktik

dokter, dan sebagainya, adalah tempat yang palingtegas

untuk kesehatan. Pelaksanaan promosi kesehatan di

institusi pelayanan kesehatan ini dapat dilakukan baik

secara individual terhadap kelompok – kelompok,

promosi kesehatan juga dapat dilakukan secara masal,

yakni dengan seluruh pengunjung institusi pelayanan

kesehatan tersebut. Juga dapat menyediakan leaflet atau

selebaran – selebaran yang berisi informasi tentang

penyakit atau masalah kesehatan dan cara pencegahan

serta perawatannya.

d. Metode Dan Teknik Promosi Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2010), Metode dan teknik promosi

kesehatan adalah suatu kombinasi antara cara – cara atau metode

dan alat – alat bantu atau media yang digunakan dalam setiap

pelaksanaan promosi kesehatan. Metode dan teknik promosi

kesehatan adalah dengan cara dan alat apa yang digunakan oleh
pelaku promosi kesehatan untuk menyampaian pesan – pesan

kesehatan mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran

atau masyarakat. Berdasarkan sasarannya, metode dan teknik

promosi kesehatan dibagi menjadi 3 yaitu :

1) Metode Promosi Kesehatan Individual

Metode ini digunakan apanila antara promotor kesehatan dan

sasaran atau kliennya dapat berkomunikasi langsung, baik

bertatap muka (face to face) maupun melalui sarana komunikasin

lainnya, misalnya telepon. Cara ini paling efektif, karena antara

petugas kesehatan dengan klien dapat saling berdialog, saling

merespons dalam waktu yang bersamaan. Dalam menjelaskan

masalah kesehatan bagi kliennya petugas kesehatan dapat

menggunakan alat bantu atau peraga yang relevan dengan

masalahnya. Metode dan teknik promosi kesehatan individual ini

yang terkenal adalah “councelling” .

2) Metode Promosi Kesehatan Kelompok

Tehnik dan metode promosi kesehatan kelompok ini digunakan

untuk sasaran kelompok. Sasaran kelompok dibedakan menjadi

dua, yakni kelompok kecil dan kelompok besar. Disebut kelompok

kecil kalau kelompok sasaran terdiri antara 6 – 15, sedangkan

kelompok besar bila sasaran tersebut di atas 15 – 50 orang. Oleh

sebab itu, metode promosi kesehatan kelompok juga dibedakan

menjadi 2 yaitu :

a) Metode dan teknik promosi kesehatan untuk kelompok kecil,

misalnya: diskusi kelompok, metode curah pendapat (brain


storming), bola salju (snow ball), bermain peran (role play),

metode permainan simulasi (simulation game), dan sebagainya.

Untuk mengefektifkan metode ini perlu di bantu dengan alat

bantu atau media, misalnya : lembar balik (flip chart), alat

peraga, slide, dan sebagainya.

b) Metode dan teknik promosi kesehatan untuk kelompok besar,

misalnya : metode ceramah yang diikuti atau tanpa diikuti

dengan tanya jawab, seminar, loka karya, dan sebagainya.

Untuk memperkuat metode ini perlu di bantu pula dengan alat

bantu misalnya, overhead projector, slide projector, film, sound

system, dan sebagainya.

3) Metode Promosi Kesehatan Massa

Apabila sasaran promosi kesehatan adalah massal atau publik,

maka metode – metode dan teknik promosi kesehatan tersebut

tidak akan efektif, karena itu harus digunakan metode promosi

kesehatan massa. Merancang metode promosi kesehatan massal

memang paling sulit, sebab sasaran publik yang heterogen, baik

dilihat dari kelompok umur, tingkat pendidikan, tingkat sosial

ekonomi, sosio – budaya, dan sebagainya. Kelompok sasaran

yang sangat variatif tersebut berpengaruh terhadap cara

merespon, cara mempersepsikan dan pemahaman terhadap

pesan – pesan kesehatan. Metode dan teknik kesehatan untuk

massa yang sering digunakan adalah :

a) Ceramah umum (public speaking) , misalnya dilapangan terbuka

dan di tempat – tempat umum (public places)


b) Penggunaan media masa elektronik, seperti radio dan televisi

yang dapat dirancang sesuai bentuk misalnya : sandiwara

(drama), talkshow, dialog interaktif, simulasi dan spot.

c) Pengunaan media cetak seperti koran, majalah, buku, leafet,

selebaran dan poster.

d) Penggunaan media di luar ruang, misalnya : billboard, spanduk

dan umbul – umbul.

e. Metode Dan Media Pendidikan Promosi Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan atau usaha

menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau

individu. Beberapa metode promosi dan pendidikan individual,

kelompok dan massa (public).

1) Individual (Perorangan)

Metode yang bersifat individual digunakan untuk membina

perilaku baru, atau membina orang yang mulai tertarik kepada

perubahan perilaku atau inovasi. Bentuk pendekatan ini antara

lain :

a) Bimbingan dan penyuluhan

Dengan cara ini kontak antara klien lebih intensif.

b) Wawancara (Interview)

Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk

menggali informasi mengapa iya tidak atau belum menerima

perubahan.
2) Metode kelompok

Dalam memilih metode kelompok, harus mengingat besarnya

kelompok sasaran serta tingkat penddidikan dari sasaran. Untuk

kelompok yang besar metodenya akan berbeda dengan

kelompok kecil.

a) Kelompok Besar

Apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang

baik adalah ceramah dan seminar.

(1) Ceramah

Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi

ataupun rendah.

(2) Seminar

Metode ini cocok untuk sasaran kelompok besar dengan

pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu

penyajian (presentasi) dari seorang ahli atau beberapa

orang ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan

hangat di masyarakat.

b) Kelompok Kecil

Apabila peserta kurang dari 15 orang. Metode – metode yang

cocok untuk kelompok kecil, antara lain :

(1) Diskusi Kelompok

Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok

dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi, maka formasi

duduk para peserta diatur sedemikian rupa sehingga

mereka dapat berhadap-hadapan atau saling memandang


satu sama lain. Pimpinan diskusi juga duduk di antara

peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada yang

lebih tinggi. Dengan kata lain mereka harus merasa dalam

dalam taraf yang sama sehingga tiap anggota kelompok

mempunyai kebebasan/keterbukaan untuk mengeluarkan

pendapat.

Untuk memulai diskusi, pemimpin diskusi harus memberikan

pertanyaan – pertanyaan atau kasus sehubungan dengan

topik dibahas. Agar tersjadi diskusi yang hidup maka

pemimpin kelompok harus mengarahkan dan mengatur

sedemikian rupa sehingga semua orang dapat kesempatan

berbicara, sehingga tidak menimbulkan dominasi dari salah

seorang peserta.

(1) Curah Pendapat (Brain Storming)

Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi

kelompok. Prinsipnya sama dengan metode diskusi

kelompok. Pada permulaan pemimpin kelompok

memancing dengan satu masalah dan kemudian tiap

peserta memberikan jawaban atau tanggapan (curah

pendapat). Tanggapan atau jawaban - jawaban tersebut

ditampung dan ditulis dalam flipchart atau papan tulis.

Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya, tidak

boleh dikomentari oleh siapapun. Baru setelah semua

anggota mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat

mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.


(2) Bola Salju (Snow Balling)

Kelompok dibagi dalam pasangan – pasangan ( 1 pasang

2 orang ) dan kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau

masalah. Setelah lebih kurang 5 menit maka tiap 2

pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap

mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari

kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah

beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan

pasangan lainnya dan demikian seterusnya sehingga

akhirnya akan terjadi diskusi seluruh anggota kelompok.

(3) Kelompok – Kelompok Kecil (Buzz Group)

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok – kelompok

kecil (Buzz Group) yang kemudian diberi suatu

permasalahan yang sama atau tidak sama dengan

kelompok lain. Masing – masing kelompok mendiskusikan

masalah tersebut. Selanjutnya hasil dari tiap kelompok

didiskusikan kembali dan dicari kesimpulan.

(4) Memainkan Peranan (Role Play)

Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk

sebagai pemegang peran tertentu untuk memainkan

peranan misalnya, sebagai dokter Puskesmas, sebagai

perawat atau bidan, dan sebagainya, sedangkan anggota

yang lain sebagai pasien atau anggota masyarakat.

Mereka memperagakan, misalnya bagaimana interaksi


atau berkomunikasi sehari - sehari dala melaksanakan

tugas.

(5) Permainan Stimulasi (Stimulation Game)

Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan

diskusi kelompok. Pesan – pesan kesehatan disajikan

dalam beberapa bentuk permainan seperti monopoli. Cara

memainkannya persis seperti bermain monopoli, dengan

menggunakan dadu, gaco (petunjuk arah), selain beberan

atau papan main. Berapa orang menjadi pemain, dan

sebagian lagi berperan sebagai nasumber.

f. Media Promosi Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2010), Media Pendidikan atau

Promosi Kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk

menampilkan pesan atu informasi yang ingin dismapaikan oleh

komunilkator, baik itu melalui media cetak, elektonika (TV, Radio,

komputer, dan sebagainya) dan media luar ruang, sehingga sasaran

dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat

berubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan.

Promosi Kesehatan tidak dapat lepas dari media karena

melalui media, pesan – pesan yang disampaikan dapat lebih menarik

dan dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut

sampai memutuskan untuk mengadopsinya perilaku yang positif.

1) Tujuan Media Promosi Kesehatan

a) Media dapat mempermudah penyampaian informasi.

b) Media dapat menghindari kesalahan persepsi.


c) Dapat memperjelas informasi.

d) Media dapat mempermudah pengertian.

e) Mengurangi komunikasi yang verbalistik.

f) Dapat menampilkan objek yang tidak bisa ditangkap oleh

mata.

g) Memperlancar komunikasi.

2) Pergolongan Media Promosi Kesehatan

Pergolongan media promosi kesehatan ini dapat ditinjaudari

berbagai aspek, antara lain :

a) Berdasarkan bentuk umum penggunaannya

Berbagai penggunaan media promosi dalam rangka promosi

kesehatan, dibedakan menjadi :

(1) Bahan bacaan : Modul, buku rujukan/bacaan, folder,

leaflet, majalah, buletin.

(2) Bahan peragaan : Poster tunggal, poster seri, flipchart,

transparan, slide, film.

b) Berdasarkan cara produksi:

Berdasarkan cara produksinya, media promosi kesehatan,

dikelompokkan menjadi :

(1) Media cetak, yaitu suatu media statis dan

mengutamakan pesan – pesan visual. Media cetak pada

umumnya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar

atau foto dalam tata warna. Adapun macam –

macamnya adalah poster, leaflet, brosur, majalah, surat

kabar, lembar balik, sticker dan pamflet.


Fungsi utama media cetak ini adalah memberi informasi dan

menghibur. Kelebihannya adalah tahan lama, mencakup

banyak orang, biaya tidak tinggi, tidak perlu listrik, dapat

dibawa kemana – mana, dapat mengungkit rasa keindahan,

mempermudah pemahaman, dan meningkatkan gairah

belajar. Kelemahan dari media cetak ini adalah media ini

tidak dapat menstimulir efek suara, efek gerak dan mudah

terlipat.

(2) Media elektronika, yaitu suatu media bergerak dan dinamis,

dapat dilihat dan didengar dalam menyampaikan pesannya

melalui alat bantu elektronika. Adapun macam – macam

media tersebut adalah TV, radio film, video film, cassete,

CD, VCD.

Kelebihan dari media elektronik ini adalah sudah dikenal

masyarakat, mengikutsertakan semua panca indra, lebih

mudah dipahami, lebih menarik karena ada suara dan

gambar bergerak, bertatap muka, penyajian dapat

dikendalikan, jangkau relatif lebih besar, dan sebagai alat

diskusi yang dapat diulang – ulang.

(3) Media luar ruang yaitu media yang menyampaikan

pesannya diluar ruang secara umum melalui media cetak

dan elektronika secara statis, misalnya :

(a) Papan reklame yaitu poster dalam ukuran besar yang

dapat dilihat secara umum di perjalanan.


(b) Sepanduk yaitu suatu pesan dalam bentuk tulisan dan

gambar yang dibuat di atas secarik kain dengan ukuran

tergantung kebutuhan dan dipasang di suatu tenmpat

strategi agar dapat dilihat oleh semua orang.

(c) Pameran.

(d) Banner.

(e) TV layar lebar.

Kelebihannya sebagai informasi umum dan hiburan,

mengikutsertakan semua panca indra, lebih mudah

dipahami, lebih menarik karena ada suaru dan gambar

bergerak, bertatap muka, penyajian dapat dikendalikan,

jangkauan relatif lebih besar, dapat menjadi tempat

bertanya lebih detail, dan dapat menggunakan semua

panca indra secara langsung. Kelemahan media luar

ruang adalah biaya lebih tinggi, rumit, ada yang

memerlukan listrik, ada yang memerlukan alat canggih

untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan

selalu berkembang dan berubah, perlu keterampilan

penyimpanan, perlu keterampilan dalam pengoperasian.

3) Memilih media promosi kesehatan

Pemilihan media adalah jabaran saluran yang akan digunakkan

untuk menyampaikan pesan pada khalayak sasaran, yang perlu

diperhatikan disini adalah :

a) Pemilihan media didasarkan pada selera khalayak sasaran,

bukan pada selera pengelola program.


b) Media yang dipilih harus memberikan dampak yang luas.

c) Setiap media akan mempunyai peranan yang berbeda.

d) Penggunaan beberapa media secara serempak dan terpadu

akan meningkatkan cakupan, frekuensi dan efektivitas

pesan.

4) Menetapkan segmentasi sasaran

Segmentasi sasaran adalah suatu kegiatan memilih kelompok

sasaran yang tepat dan dianggap sangat menetukan

keberhasilan promosi kesehatan. Tujuannya adalah memberikan

pelayanan yang sebaik – baiknya dan memberikan kepuasan

pada masing – masing segmen. Dapat juga untuk menentukan

ketersediaan, jumlah dan jangkauan produk . Selain itu juga

dapat menghitung jenis media dan menempelkan media yang

mudah diakses oleh khalayak sasaran. Sebelum media promosi

kesehatan diluncurkan hendaknya perlu mengumpulkan data

sasaran seperti :

a) Data karakteristik perilaku khalayak sasaran.

b) Data epidemiologi.

c) Data demografi.

d) Data geografi.

e) Data psikologi.

g. Mengembangkan Komponen Promosi Kesehatan

1) Menentukan Tujuan

Menurut Notoatmodjo (2010), Tujuan promosi kesehatan terdiri

dari 3 tingkatan, yaitu :


a) Tujuan program (Program objective).

Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam

periode waktu tertentu yang berhubungan dengan status

kesehatan. Tujuan program merupakan reflesi dari fase sosial

dan epidemioogi. Pada tujuan ini harus tercakup who will do

how much of what by when. Oleh sebab itu tujuan program

sering pula disebut sebagai tujuan jangka panjang.

Contoh : Mortalitas akibat komplikasi persalinan menurun 50%

setelah promosi kesehatan berjalan 5 tahun.

b) Tujuan pendidikan (Educational objective).

Merupakan deskirpsi perilaku yang akan dicapai dapat

mengatasi masalah kesehatan yang ada. Tujuan pendidikan

disebut pula sebagai tujuan jangka menengah.

Contoh : Cakupan ANC (ante natal care) meningkat 75%

setelah promosi kesehatan berjalan 3 tahun.

c) Tujuan perilaku (Behavior objective).

Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus dicapai

agar tercapai perilaku yang diinginkan. Tujuan perilaku

berhubungan dengan pengetahuan dan sikap, disebut pula

sebagai tujuan jangka pendek.

Contoh : Pengetahuan masyarakat tentang tanda – tanda

komplikasi kehamilan dan persalinan meningkat 60% setelah

program kesehatan berjalan 6 bulan.


2) Menentukan Sasaran Promosi Kesehatan

Sasaran promosi kesehatan dan sasaran pendidikan kesehatan

tidak selalu sama, kita harus menetapkan sasaran langsung dan

sasaran tidak langsung. Didalam promosi kesehatan yang

dimaksud dengan sasaran adalah kelompok sasaran, yaitu

individu maupun kelompok.

3) Menentukan Isi Promosi Kesehatan

Isi promosi kesehatan harus dibuat sesederhana mungkin

sehingga mudah dipahami oleh sasaran. Bila perlu isi pesan

dibuat dengan menggunakan gambar dan bahasa setempat

sehingga sasaran merasa bahwa pesan tersebut memang benar

– benar ditujukan untuknya yang sebagai akibatnya sasaran mau

melaksanakan isi pesan tersebut.

4) Menentukan Metode

Dalam menentukan metode yang akan digunakan dalam

pendidikan kesehatan, harus dipertimbangkan tentang aspek

yang akan dicapai. Bila mencakup aspek pengetahuan maka

dapat dilakukan dengan cara penyuluhan langsung, pemasangan

poster, spanduk, penyebaran leaflet. Untuk aspek sikap sasaran,

misalnya dengan memperlihatkan foto, slide atau melalui

pemutaran film atau video. Bila untuk mengembangkan

kemampuan keterampilan tertentu maka sasaran harus diberi

kesempatan untuk mencoba keterampilan tersebut. Faktor lain

yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode pendidikan


kesehatan adalah sumber daya yang dimiliki masyarakat dan

jenis sasarannya.

5) Menentukan Metode

Teori pendidikan mengatakan bahwa belajar yang paling mudah

adalah dengan menggunakan media, oleh karena itu hampir

semua program pendidikan kesehatan selalu menggunakan

berbagai media. Media yang dipilih harus tergantung pada jenis

sasarannya, tingkat pendidikan sasarannya, aspek yang ingin

dicapai, metode yang digunakan dan sumber daya yang ada.

6) Menyusun Rencana Evaluasi

Disini harus dijabarkan tentang kapan evaluasi akan

dilakaksanakan, di mana akan dilaksanakan, kelompok sasaran

mana yang akan dievaluasi dan siapa yang akan melaksanakan

evaluasi tersebut.

7) Menyusun Jadwal Pelaksanaan

Merupakan penjabaran dari waktu, tempat, dan pelaksanaan

yang biasanya disajikan dalam bentuk gan chart.

h. Evaluasi Promosi Kesehatan

Evaluasi adalah bagian dari integral (terpadu) dari proses

manajemen, termasuk manajemen promosi kesehatan. Tujuannya

untuk mengetahui apa yang telah dilakukan telah berjalan sesuai

rencana, apakah semua masukkan yang diperkirakan sesuai dengan

kebutuhan dan apakah kegiatan yang dilakukan memberi hasil dan

dampak seperti yang diharapkan.


Manajemen adalah proses mencapai tujuan menghadapi

tantangan/pemecahan masalah dengan sumber daya yang dapat

dimiliki. Manajemen adalah ilmu dan seni , sebagai ilmu ia bersifat

objektif, dapat diaplikasikan secara universal, mengukapkan fakta

dengan dasar kejujuran dan kebenaran. Sebagai seni, manajemen itu

memiliki atau menggunakan cara dan proses baku yang sama,

namun dalam penerapannya mengalami adaptasi menurut siapa

yang memakai, dimana, kapan dan untuk apa dipakai.

Suatu proses manajemen digambarkan sebagai suatu siklus,

yang meliputi perencanaan, implementasi,evaluasi.n adapun

beberapa langkah – langkah dalm proses evaluasi yaitu :

1) Menentukan apa yang akan dievaluasi.

2) Mengembangkan kerangka dan batasan.

3) Merancang desain (metode).

4) Menyusun instrumen dan rencana pelaksanaan.

5) Melakukan pengamatan, pengukuran, dan analisis.

6) Membuat kesimpulan dan pelaporan.

Stephen Isaac dan William B. Michael (1981), mengemukakan

9 bentuk desain evaluasi, yaitu :

1) Hiostorikal, dengan merekonstruksi kejadian di masa lalu secara

objektif dan tepat dikaitkan dengan hipotesis atau asumsi.

2) Deskriptif, melakukan penjelasan secara sitematis suatu situasi

atau hal yang menjadi perhatian secar faktual dan tepat.

3) Studi perkembangan (developmental study), menyelidiki pola dan

urutan perkembangan atau perubahan menurut waktu.


4) Studi kasus atau laporan (case atau field study), meneliti secara

intensif latar belakang status sekarang, dan interaksi lingkungan

dari suatu unit sosial, baik perorangan, kelompok, lembaga atau

masyarakat.

5) Studi korelasional (corelation comparative study, meneliti sejauh

mana variasi dari suatu faktor berkaitan dengan variasi dari satu

atau lebih faktor lain berdasarkan koefisien tertentu.

6) Studi sebab akibat (causal comparative study), yang menyelidiki

kemungkinan hubungan sebab – akibat dengan mengamati

berbagai konsekuensi yang ada dan menggalinya kembali

melalui data untuk faktor yang menjelaskan penyebabnya.

7) Eksperimen murni (true experimental), yang menyelidiki

kemungkinan hubungan sebab – akibat dengan membuat satu

kelompok percobaan atau lebih terpapar akan suatu perlakuan

atau lebih kelompok kontrol yang tidak menerima perlakuan atau

kondisi. Pemilihan kelompok – kelompok secara acak (random)

sangat penting.

8) Eksperimen semu (quasi experimental), merupakan cara yang

mendekati eksperimen, tetapi dimana kontrol tidak ada dan

manipulasi tidak bisa dilakukan.

9) Riset aksi (action research), bertujuan untuk mengembangkan

pengalaman baru melalui aplikasi langsung di berbagai

kesempatan.

B. Landasan Teori
Stunting adalah suatu proses yang berdampak pada perkembangan

anak mulai dari tahap dini, yakni saat konsepsi hingga tahun ke-3 atau ke-4

kehidupan anak, di mana keadaan gizi ibu dan anak merupakan faktor

penting dari pertumbuhan anak. Stunting pada usia dini berhubungan

dengan kejadian kemunduran mental pada tingkat kecerdasan anak,

perkembangan psikomotorik dan kemampuan motorik yang baik, juga dapat

menurunkan kemampuan kerja pada saat usia dewasa (Yuniar Rosmalina,

Erna Luciasari, Aditianti, 2018).

Menurut Notoatmodjo (2014), Pengetahuan merupakan hasil “tahu”

dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan

formal maupun informal. tahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi

setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Cara pengukuran pengetahuan untuk penelitian kuantitatif pada umumnya

akan mencari jawaban atau fenomena, yang menyangkut berapa banyak,

berupa sering, berapa lama, dan sebagainya maka biasanya menggunakan

metode wawancara dan angket (self administered). Wawancara tertutup

atau wawancara terbuka dengan menggunakan instrumen (alat

pengukuran/pengumpul data) kuesioner, sedangkan angket juga dalam

bentuk tertutup atau terbuka, instrumen atau alat ukurnya seperti

wawancara, hanya jawaban responden disampaikan lewat tulisan.

Promosi kesehatan adalah proses memberdayakan atau

memandirikan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi

kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan,

serta pengembangan lingkungan yang sehat. Promosi mencakup aspek


perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi, mendorong dan membangkitkan

kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat agar mereka mampu

memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Media elektronika, yaitu suatu

media bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dalam

menyampaikan pesannya melalui alat bantu elektronika. Adapun macam –

macam media tersebut adalah TV, radio film, video film, cassete, CD, VCD.

Kelebihan dari media elektronik ini adalah sudah dikenal masyarakat,

mengikutsertakan semua panca indra, lebih mudah dipahami, lebih menarik

karena ada suara dan gambar bergerak, bertatap muka, penyajian dapat

dikendalikan, jangkau relatif lebih besar, dan sebagai alat diskusi yang dapat

diulang – ulang.

C. Kerangka Konsep

Baik
Penyuluhan Pengetahuan
Pencegahan Pencegahan
Stunting Stunting Cukup
Dengan
Media Audio
visual Kurang

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Menurut Sugiyono (2016), Hipotesis merupakan langkah ketiga

dalam penelitian setelah mengemukakan kerangka berpikir dan landasan

teori. Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang

akan diteliti. Hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salah
dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan

mengujinya.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh

penyuluhan dengan media audio visual terhadap tingkat pengetahuan ibu

hamil dalam pencegahan stunting.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah merupakan jenis penilitian

Pra Eksperiment Design dengan rancangan penelitian one group pre-test

dan post-test design.

Ciri tipe penelitian one group pre test dan post test adalah

mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan melibatkan satu

kelompok subjek. Kelompok subjek di observasi sebelum dilakukan

intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi. (Nursalam,

2011). Rancangan ini tidak menggunakan kelompok pembanding

(kontrol), tetapi dilakukan observasi pertama (pre-test) yang

memungkinkan menguji perubahan – perubahan yang terjadi setelah

adanya eksperimen (program) (Notoadmodjo, 2010). Bentuk rancangan

ini sebagai berikut :

Subjek Pre-Test Perlakuan Post-Test

O1 X O2
K

Tabel 3.1

Keterangan :

K : Subjek ( Ibu Hamil )

O1 : Observasi pengetahuan ibu hamil sebelum diberikan penyuluhan

X : Intervensi

O2 : Observasi pengetahuan ibu hamil setelah diberikan penyuluhan


B. Variabel dan Definis Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2016). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel

independen dan variabel dependen. Adapun penjelasannya sebagai

berikut :

a. Variabel Independen/ variabel bebas

Menurut (Sugiyono, 2016), Variabel Independen/Variabel bebas

adalah: “Variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)”. Pada

penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah pengaruh

penyuluhan dengan media audio visual terhadap ibu hamil di Desa

Sukamulya Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis.

b. Variabel Dependen/ variabel terikat

Menurut (Sugiyono, 2016), Variabel Dependen/Variabel Terikat

adalah: “Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas.” Dalam penelitian ini variabel

dependen yang akan diteliti adalah Tingkat pengetahuan ibu hamil

dalam pencegahan stunting di Desa Sukamulya Kecamatan

Baregbeg Kabupaten Ciamis.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah berfungsi untuk membatasi ruang lingkup

atau pengertian variabel-variabel diamati atau diteliti, mengarahkan


kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel

yang bersangkutan serta pengambilan instrumen atau alat ukur

(Notoatmodjo, 2010).

N Variabel Definisi Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala


o Konseptual Operasional Ukur
Variabel
Independen
1. Penyuluhan Promosi Penyampaian Mengobse Lembar 1. menyi Ordinal
dengan kesehatan adalah informasi rvasi ibu observasi mak
Media Audio proses tentang hamil yang jika
Visual. memberdayakan pencegahan ketika terdiri dari skor
atau stunting 5
diberikan diatas
memandirikan melalui media indikator
masyarakat untuk audio visual audio nilai
memelihara, yang visual. media
meningkatkan ditunjukan n
dan melindungi secara yaitu
kesehatannya langsung ≥3
melalui kepada ibu 2. tidak
peningkatan hamil. menyi
kesadaran, mak
kemauan dan jika
kemampuan,serta
skor
pengembangan
lingkungan yang dibaw
sehat. ah
(Notoatmojo, 2012) nilai
media
n
yaitu
<3

Variabel
dependen

2 Tingkat Pengetahuan Pengetahuan Menggunak Lembar 1. Baik Ordinal


Pengetahuan wawancar
merupakan hasil yang an lembar jika skor
Ibu Hamil a
“tahu” dan ini dimiliki kuisioner tersusun 76-
terjadi setelah responden mengenai 100%
orang mengenai pengenalan 2. Cukup
mengadakan pengenalan dan jika skor
penginderaan dan pencegaha 56-75%
terhadap suatu pencegahan n Stunting 3. Kurang
objek tertentu. Stunting. sebelum jika skor
(Notoatmodjo, dan ≥ 55%
2014)
sesudah
diberikan
video

Tabel 3.2 Definisi Operasional

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Menurut (Sugiyono, 2016), Populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas : obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh ibu hamil yang berjumlah 70 orang di Desa Sukamulya

Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis.

2. Sampel

Menurut (Sugiyono, 2016), Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang diambil

dari populasi harus betu-betul representative (mewakili). Sampel dari

penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang berjumlah 75 orang di

Desa Sukamulya Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis. Metode

sampel yang digunakan adalah Nonprobability sampling, salah

satunya teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan accidental sampling, yaitu teknik penentuan sampel

berdasarkan kebetulan/insiedental bertemu dengan peneliti bila

dipandang orang tersebut cocok sebagai responden. Pengambilan


sampel dilakukan di 9 posyandu Desa Sukamulya Kecamatan

Baregbeg Kabupaten Ciamis. Sampel pada penelitian ini adalah

sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan enklusi sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) Ibu hamil trisemester I sampai III.

2) Usia kehamilan ibu dari 4 sampai 28 minggu per februari 2019.

3) Ibu hamil yang melakukan kunjungan posyandu di Desa

Sukamulya.

4) Ibu hamil yang bersedia menjadi responden.

b. Kriteria Eksklusi

1) Ibu hamil yang tidak bersedia menjadi responden.

2) Usia kehamilan lebih dari 28 minggu.

D. Pengumpulan Data

1. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam

suatu penelitian menurut (Nursalam, 2013). Menurut Sugiyono (2016),

jenis data berdasarkan sumbernya terbagi menjadi dua, yaitu data

primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Sumber primer adalah data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data. Data yang dilakukan pada penelitian ini

menggunakan data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari

objek penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara atau


interview terstuktur, yaitu setiap responden diberi pertanyaan yang

sama dan pengumpul data mencatatnya.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah semua data yang diperoleh secara tidak

langsung dari objek yang akan diteliti. Pengambilan data sekunder

dilakukan dengan melakukan studi pendahuluan di Puskesmas

Baregbeg.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat ukur peneliti yang digunakan

untuk mengukur suatu fenomena alam ataupun sosial yang diamati.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

kuisioner. Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pernyataan atau

pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono,

2016).

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

a. Uji Validitas

Menurut (Donsu, 2016), validitas merupakan instrument penelitian

yang digunakan untuk mengukur ketepatan dan kecermatan data

yang diteliti. Menurut (Arikunto Suharsimi, 2013) validitas

merupakan keadaan yang menggambarkan tingkat instrument

bersangkutan yang mampu mengukur apa yang yang akan diukur.

Teknik uji validitas korelasi product moment dengan rumus

sebagai berikut :
Rumus 1

𝑁 ∑ 𝑋𝑌−(∑ 𝑋) (∑ 𝑌)
𝑟𝑥𝑦=
√𝑁 ∑𝑋 2− (∑𝑋)2 𝑁 ∑𝑌 2−(∑𝑌)2

Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi

X : Skor butir

Y : Skor total yang diperoleh

N : Jumlah responden

∑X2 : Jumlah kuadrat nilai X

∑Y2 :
Jumlah kuadrat nilai Y

b. Uji Reliabilitas

Realibilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu

alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dan untuk

memperoleh indeks realibilitas soal dengan menggunakan

Cronbach’s Alpha (Sugiyono, 2016) yaitu :

Rumus 1 :

𝑘 𝜎 2
CA = [
𝑘−1
] [1 − 𝜎𝑏 ]
𝑏1

Keterangan :

CA : Koefisien Cronbach’s Alpha (Reabilitas Instrumen)

K : Banyaknya butir soal

Sigma 𝜎𝑏2 : Varians skor

Sigma 𝜎𝑏1 : Varian skor total

E. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan

Peneliti ini diawali dengan melakukan survei studi pendahuluan untuk

mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian. Data dasar

diambil dari Puskesmas Baregbeg, dalam berbagai tinjauan pustaka

dapat dijadikan sebagai referensi yang digunakan dalam penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap pelaksaan penelitian ini antara lain : mendapatkan izin

penelitian dari Program Studi S1 Keperawatan STIKes

Muhammadiyah Ciamis, Kantor Kesatuan Bangsa Politik dan

Perlindungan Masyarakat Kabupaten Tasikmalaya, dan Dinas

Kesehatan Kabupaten Ciamis untuk melakukan penelitian.

Menentukan dan membuat kerja sama dengan petugas kesehatan di

tempat penelitian yang akan membantu pelaksanaan penelitian,

menjelaskan maksud penelitian kepada responden, melakukan

pengumpulan data, melakukan pengolahan data dan analisa data

menggunakan teknik komputerisasi.

3. Tahap Akhir Penelitian

Setelah data dientry dan di analisis, dilakukan penyajian hasil

pengolahan data dan diinterprestasikan berupa laporan, selanjutnya

dilakukan pembahasan dari temuan-temuan penelitian, menarik

simpulan serta membuat saran yang mengacu kepada hasil penelitian

yang telah dilakukan.

F. Pengolahan dan Analisa Data


1. Pengumpulan Data

Menurut Firmanto, Akmal, & Kadir (2013), pengumpulan

data dengan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari tempat

penelitian pada responden di Puskesmas Baregbeg, data primer dari

kuesioner dan wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan :

a. Editing

Meneliti kembali kelengkapan pengisian, keterbacaan tulisan,

kemaknaan jawaban dan kesesuaian jawaban satu dengan yang

lainnya, relevansi jawaban dan keseragan satuan data.

b. Koding

Mengklasifikasikan jawaban responden mwnurut macamnya

untuk memudahkan pengolahan data dengan cara menandai

masing-masing jawaban dengan tanda kode tertentu

c. Tabulasi data

Mengelompokan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian

dimasukan dalam tabel yang sudah disiapkan.

d. Penetapan skor

Penilaian data dengan memberikan skor untuk pertanyaan yang

menyangkut variabel, setelah itu data di analisis secara

deskriptif.

2. Analisa Data

Setelah data terkumpul kemudian di tabulasi dalam tabel

dengan variabel yang akan diukur. Analisa data dilakukan melalui

tahap editing, koding, tabulasi data, penetapan skor dan uji statistik.

Analisis univariat menggunakan analisis distribusi frekuensi.


Menggunakan bantuan program SPSS for windows 16.0

melalui tahapan-tahapan, kemudian data dianalisis dengan

menggunakan uji statistik univariat dilakukan untuk variabel tunggal

yang dianggap terkait dengan penelitian dan analisis bivariat untuk

melihat tingkat perbedaan sebelum dilakukan penyuluhan dan setelah

dilakukan penyuluhan dengan menggunakan paried t Test. Analisis

data dilakukan dengan pengujian hipotesis nol (Ho) atau hipotesis

yang akan ditolak (Ha). Dengan menggunakan uji paired t Test (2

sampel yang berhubungan), batas kemaknaan= 0,05. Ho ditolak jika p

value < 0,05 Ho diterima jika p value > 0,05.

Jika p value < α (0,05) maka hipotesis nol ditolak dan

hipotesis alternatif diterima yang berarti ada perbedaan pengetahuan

ibu hamil tentang pencegahan stunting sebelum dan sesudah

diberikan video penyuluhan di Desa Sukamulya Kecamatan Baregbeg

Kabupaten Ciamis. Sedangkan jika p value > α (0,05) maka hipotesis

nol diterima dan hipotesis alternatif ditolak yang berarti tidak ada

perbedaan pengetahuan ibu hamil tentang pencegahan stunting

sebelum dan sesudah diberikan video penyuluhan di Desa Sukamulya

Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis.

G. Etika Penelitian
Menurut (Nursalam, 2013), secara umum prinsip etika dalam

penelitian atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian

yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek dan prinsip

keadilan

1. Prinsip manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan

kepada subjek

b. Bebas dari eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari

keadaan yang tidak menguntungkan

c. Risiko (benefits ratio)

Mempertimbangkan risiko dan keuntungan yag akan berakibat

kepada subjek pada setiap tindakan

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden (right to self

determination)

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi, subjek mempunyai

hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek atau

tidak

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan

(right to full disclosure)

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta

bertanggung jawab

c. Informend consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang

tujuan penelitian yang akan dilaksanakan

3. Prinsip keadilan (right to justice)

a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair

treatment)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum selama dan

sesudah keikutsertaannya dalam penelitian

b. Hak dijaga kerahasiannya (right to privacy)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan

harus dirahasiakan

H. Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa SukaMulya Kecamatan

Baregbeg Kabupaten Ciamis pada bulan April – Mei 2019.


DAFTAR PUSTAKA

Al –Qur’an dan terjemahannya. Syaamil Quran.

Aridiyah, F. O., Rohmawati, N., & Ririanty, M. (2015). Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan
dan Perkotaan ( The Factors Affecting Stunting on Toddlers in Rural and
Urban Areas ). E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 3(1).

Arikunto Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.

Donsu, J. D. T. (2016). Jenita doli tine donsu. Yogyakarta: Pustakabarupress.

Firmanto, A., Akmal, & Kadir, A. (2013). Perbandingan penerapan mpkp dengan
non mpkp terhadap mutu pelayanan diruang rawat inap rsud H. Andi
Sulthan dengan radja bulukuumba, 3(2). https://doi.org/2302-1721

Kemenkes. (2017). Profil Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

LPPM STIKes Hang Tuah Pekanbaru. (2015). Permasalahan Anak Pendek (


Stunting ) dan Intervensi untuk Mencegah Terjadinya Stunting ( Suatu
Kajian Kepustakaan ) Stunting Problems and Interventions to Prevent
Stunting ( A Literature Review ). Jurnal Kesehatan Komunitas, 2(5), 254–
261.

Margawati, A., & Astuti, A. M. (2018). Pengetahuan ibu , pola makan dan status
gizi pada anak stunting usia 1-5 tahun di Kelurahan Bangetayu , Kecamatan
Genuk , Semarang. Jurnal Gizi Indonesia, 6(2), 82–89. https://doi.org/e-
ISSN : 2338-3119, p-ISSN : 1858-4942

Melly, & Magdalena. (2018). Pengaruh Penyuluhan Metode Ceramah Dan Audio-
Visual Terhadap Pengetahuan Ibu Hamil Tentang 1000 Hpk Di Puskesmas
Sidomulyo Rawat Inap Kota Pekanbaru. Mahakam Midwifery Journal, 2(4),
255–266.

Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, S. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan (2nd ed.). Jakarta: Rineka


Cipta.
Notoatmojo, S. (2012). Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. jakarta:
Rineka Cipta.

Nursalam. (2013). Metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika.

Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). (2018). Persatuan Ahli Gizi Indonesia.
(M. Dr.Atmarita, Ed.) (1st ed.). Jakarta: Penebar Swadaya Group.

Kemenkes RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Sianipar, E. (2015). Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Stimulasi Dan


Perkembangan Bahasa Anak Usia 1-3 Tahun Di Lingkungan Vii Kelurahan
Paya Pasir Kecamatan Marelan 2015.

Soekidjo, N. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Susilo Wirawan, Lalu Khairul Abdi, N. K. S. S. (2014). Pengaruh Penyuluhan


Dengan Media Audio Visual Dan Konvensional Terhadap Pengetahuan Ibu
Anak Balita Tidak Naik Berat Badan (T1 Dan T2) Di Wilayah Pusk.
Penimbung Kabupaten Lombok Barat (Ntb). Jurnal Kesehatan Prima, I(2),
1265–1278. https://doi.org/1978 - 13334

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (Tnp2k). (2017). 100


Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Jakarta:
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia.

Wa Ode Sri Andriani, Farit Rezal, W. S. N. (2017). Perbedaan pengetahuan,


sikap, dan motivasi ibu sesudah diberikan program mother smart grounding
(msg) dalam pencegahan stunting di wilayah kerja puskesmas puuwatu kota
kendari tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 2(6),
1–9. https://doi.org/250-731X

Yuniar Rosmalina, Erna Luciasari, Aditianti, F. E. (2018). Upaya Pencegahan


Dan Penanggulangan Batita Stunting: Systematic Review. Journal of the
Indonesian Nutrition Association, 41(1), 1–14. https://doi.org/p-ISSN: 0436-
0265 e-ISSN: 2528-5874

Anda mungkin juga menyukai