Anda di halaman 1dari 37

*INSTRUMENTLANDING SYSTEM (ILS)

Instrument Landing System (ILS) merupakan sistem pemandu pendaratan


pesawat udara menggunakan instrument elektronika. Sistem ini membantu
pesawat udara untuk mendarat tepat pada centre line (garis tengah) runway
dan dengan sudut pendaratan yang tepat.
nPemanduan dilakukan agar pilot mengetahui jarak pesawat terhadap area
pendaratan (touchdown zone) pada runway
nPemanduan dilakukan untuk mengatur posisi kanan kiri (center line) pesawat,
sehingga dapat landing dengan tepat di garis tengah landasan. Pemanduan
dilakukan juga untuk mengatur posisi atas bawah pesawat, sehingga dapat
landing dengan tepat pada sudut ± 3° terhadap landasan.

ILS terdiri dari 3 komponen peralatan berdasarkan fungsi pemanduannya yaitu :

1. Marker Beacon

2. Localizer

3. Glide Slope

1. MARKER BEACON

a. Outer Marker(OM)

Outer marker adalah peralatan navigasi yang memancarkan gel.elektromagnetik


untuk memberikan informasi ke pilot bahwa posisi pesawat berada pada jarak 7
– 12 Km dari threshold (ujung runway). Oleh karena itulah perlatan pemancar
outer marker diletakkan pada jarak 7 – 12 Km dari ujung runway,sehingga pada
saat pesawat berada tepat di atas outer marker maka pesawat akan menerima
informasi bahwa pesawat berada pada jarak 7-12 km dari threshold.
Informasi yang diterima pesawat berupa identifikasi nada panjang terputus-putus
(dash tone) / ___ ___ secara terus menerus sampai pesawat tidak lagi berada
pada pancaran sinyal outer marker / tidak berada di atas peralatan outer marker.

Selain terdengar dash tone, pilot juga akan memonitor indicator lampu berwarna
biru yang akan menyala saat pesawat menerima sinyal outer marker. Seperti
terlihat pada gambar di bawah ini.

b. Middle Marker(MM)

Sama halnya seperti outer marker, middle marker juga memancarkan


gel.elektromagnetik untuk memberikan informasi ke pilot dengan jarak yang
berbeda dari OM yaitu 1,050 Km dari threshold (ujung runway). Oleh karena
itulah perlatan pemancar outer marker diletakkan pada jarak 1,050 Km dari ujung
runway, sehingga pada saat pesawat berada tepat di atas outer marker maka
pesawat akan menerima informasi bahwa pesawat berada pada jarak 1,050 km
dari threshold. Pada area ini, pilot harus sudah mengambil keputusan apakah dia
sudah siap dan pada posisi yang tepat untuk landing atau tidak. Jika pilot merasa
belum siap landing, dia harus segera memutuskan untuk go arround (kembali lagi
pada posisi pendekatan).

Informasi yang diterima pesawat berupa identifikasi nada panjang dan


singkat bergantian (dash dot tone) / ___ o ___ secara terus menerus sampai
pesawat tidak lagi berada pada pancaran sinyal middle marker / tidak berada di
atas peralatan middle marker.

Selain terdengar dash dot tone, pilot juga akan memonitor indicator lampu
berwarna amber yang akan menyala saat pesawat menerima sinyal middle
marker. Seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

c. Inner Marker(IN)

Inner marker, tidak seperti marker beacon lainnya, inner marker jarang dipakai
pada bandar udara di Indonesia kerena jarak pandang (visibility) pilot masih
relatif baik. Inner marker biasanya digunakan di bandar udara yang berada pada
daerah bersalju,dan berkabut dimana visibility dekat. Peralatan ini juga
memancarkan gel.elektromagnetik untuk memberikan informasi ke pilot dengan
jarak 450 m dari threshold (ujung runway).

Informasi yang diterima pesawat berupa identifikasi nada singkat terputus-putus


(dot tone) / ___ o ___ secara terus menerus sampai pesawat tidak lagi berada
pada pancaran sinyal inner marker / tidak berada di atas peralatan inner marker.

Selain terdengar dot tone, pilot juga akan memonitor indicator lampu berwarna
putih yang akan menyala saat pesawat menerima sinyal middle marker. Seperti
terlihat pada gambar di bawah ini.

2. LOCALIZER
Peralatan navigasi yang memberikan informasi mengenai kelurusan pesawat
dengan garis tengah landasan. Seperti terlihat pada gambar tampak atas sebuah
runway dibawah. Localizer ditempatkan di ujung runway.

Peralatan ini akan memancarkan 2 buah slope dengan frekuensi loop yang
berbeda tetapi tetap satu frekuensi carrier. Kedua frekuensi inilah yang akan
dibandingkan setelah diterima oleh pesawat udara untuk melihat apakah
pesawat berada tepat di centre line atau belum. Indicator yang terlihat di cockpit
pesawat berupa jarum sebagai tanda centre line

Jika pesawat mendapatkan frekuensi loop dominan 150 Hz, jarum akan bergerak
ke kiri, artinya pesawat berada terlalu kekanan dari centre line, maka pilot harus
menggerakkan pesawat ke kiri sampai jarum tepat di tengah. Begitu juga
sebaliknya jika pesawat mendapatkan frekuensi loop dominan 90 Hz, jarum akan
bergerak ke kanan, artinya pesawat berada terlalu ke kiri dari centre line, maka
pilot harus menggerakan pesawat ke kanan sampai jarum tepat di tengah.

Saat komposisi frekuensi loop 150 Hz dan 90 Hz seimbang, artinya pesawat


berada tepat di centre line dan pesawat sudah dalam posisi yang benar untuk
landing.
Localizer bekerja pada range frekuensi 108.00 – 112.00 Mhz, dengan jarak
persepuluhan ganjil. Persepuluhan genap digunakan untuk VOR (VHF
Omnidirectional Radio Range). Sebagai contoh ILS WIII (kode bandara
Sukarno-Hatta) runway 07 right memiliki frekuensi localizer 110.50 Mhz,
sedangkan frekuensi VOR-nya adalah 113.60 Mhz.

Frekuensi ini dipancarkan oleh antena carrier yang diletakkan di tengah antara
antena 150 Hz dan 90 Hz. Antena loop memancarkan sinyal yang kemudian
dimodulasikan dengan frekuensi carrier di udara. Modulasi seperti ini disebut
Space Modulation.. Antena Localizer terdiri dari 16-24 buah antenna loop dan 1
buah antena carrier

3. GLIDE SLOPE

Peralatan navigasi glide slope tidak jauh berbeda dengan localizer pada bentuk
modulasi dan frekuensi loopnya. Glide slope juga memancarkan frekuensi carrier
dan loop. Glide slope memberikan informasi sudut pendaratan 3º dengan
mengkombinasikan frekuensi loop 150 Hz dan 90 Hz menggunakan 2 buah
antena vertikal dalam 1 buah tiang. Sudut 3º dihasilkan jika loop 150 Hz
sebanding dengan 150 Hz.

Kedua frekuensi ini akan dibandingkan setelah diterima oleh pesawat udara
untuk melihat apakah pesawat sudah memmbentuk sudut 3o atau belum.
Indicator yang terlihat di cockpit pesawat berupa jarum sebagai tanda sudut 3o.
Jika pesawat mendapatkan frekuensi loop dominan 150 Hz, jarum akan bergerak
ke atas, artinya sudut pendaratan pesawat terlalu rendah atau peswat talu rendah
untuk landing, maka pilot harus menaikkan pesawat sampai jarum tepat di
tengah. Begitu juga sebaliknya jika pesawat mendapatkan frekuensi loop
dominan 90 Hz, jarum akan bergerak ke bawah, artinya sudut pendaratan
pesawat berada terlalu besar atau pesawat terlalu tinggi untuk landing, maka pilot
harus menurunkan ketinggian pesawat sampai jarum tepat di tengah.

Saat komposisi frekuensi loop 150 Hz dan 90 Hz seimbang, artinya pesawat


berada pada sudut pendaratan yang aman (tepat) dan pesawat sudah dalam
posisi yang benar untuk landing.

*DA/DH dengan MDA/MDH


MDA, MDH, DH dan DA adalah istilah yang berhubungan dengan instrument
approach. Penyebutan MDH sangat jarang karena menggunakan QFE untuk
pembacaan altimeter di ketinggian airfield (airfield elevation) atau threshold
elevation bukan menggunakan QNH yang referensinya adalah Sea Level.
Kebanyakan negara anggota ICAO menggunakan QNH sebagai altimeter
settingnya.
Jawabannya secara sekilas sudah ada di artikel dengan judul Instrument Flight
Rules. Tulisan ini akan membahas sedikit lebih dalam tentang istilah-istilah
tersebut dalam Instrument Approach.
Kepanjangan dari masing-masing singkatan tersebut adalah:
 MDA: Minimum Descent Altitude
 MDH: Minimum Descent Height
 DA: Decision Altitude
 DH: Decision Height

Anda tentu sudah membaca di artikel sebelumnya ada 2 jenis approach,


yaitu non-precision dan precision approach. Pada non-precision
approach (NPA), panduan yang diberikan oleh alat navigasi hanyalah panduan
horizontal sedangkan pada precision approach, alat navigasi bisa memandu
penerbang secara horizontal dan vertikal.

MDA/MDH pada Non Precision Approach


Mari kita mulai sebuah skenario tipikal dengan Non-Precision Approach.
Pesawat datang dari VOR A menuju VOR B, kemudian berbelok outbound, lalu
berbalik arah inbound dan terus menuju landasan. Kapan pesawat berbalik
arah inbound di titik A? Titik A bisa berupa jarak dari VOR B (dengan DME) atau
dengan timing, misalnya 2 menit.

Kita lihat di skenario ini, alat VOR hanya bisa memberikan panduan secara
horizontal. Jadi naik turunnya pesawat secara vertikal tidak bisa dibantu oleh
VOR. Untuk memudahkan mari kita lihat gambar secara 3 dimensi, gambar
berikut diambil dari e-book FAA Instrument Procedures.
Lalu pertanyaan berikut, jika pesawat sudah melewati VOR B dan mulai turun
maka sampai mana turunnya? Inilah yang disebut dengan MDA, Minimum
Descent Altitude. Pesawat hanya boleh turun sampai MDA.
Lalu bagaimana jika landasan tidak terlihat setelah pesawat sampai di MDA?
Pesawat akan terus terbang di MDA sampai Missed Approach Point
(MAP). Pesawat tidak boleh turun lebih rendah dari MDA
selama runway tidak terlihat! Lihat gambar di bawah, sebuah NPA dirancang
untuk pesawat agar bisa turun ke ketinggian yang aman dari obstacle. Ketinggian
MDA adalah ketinggian aman dari obstacle.

MAP bisa berupa jarak DME dari VOR B atau bisa juga timing dari FAF (Final
Approach Fix) tergantung approach yang digunakan. Saat mencapai MAP, jika
landasan tidak terlihat maka pesawat harus Go Around.

Jadi misalkan MAP adalah 2 mil DME dari VOR B, maka pesawat akan turun ke
MDA sampai indikator DME menunjukkan 2 DME, jika runway tidak terlihat maka
harus Go Around.
Sekarang bagaimana dengan MDH? Berdasarkan pengalaman penulis, sedikit
sekali negara-negara ICAO yang menggunakan MDH. Ketinggian MDH diukur
dari ketinggian airfield (airfield elevation) atau threshold elevation. Di Indonesia
ketinggian yang dipakai untuk melakukan approach adalah dari MSL (Mean Sea
Level) dengan memberikan nilai QNH di altimeter. Sedangkan tempat yang
menggunakan MDH, nilai di altimeter settingnya adalah QFE.
Jadi kita tidak menggunakan MDH di Indonesia.

DA/DH pada Precision Approach


Pada Precision Approach misalnya menggunakan ILS, penerbang menurunkan
pesawatnya mengikuti panduan horisontal dan vertikal . Pada ILS panduan
horisontal disebut localizer dan panduan secara vertikal yang disebut glide slope.

Gambar di bawah ini (diambil dari ebook Pilot Handbook of Aeronautical


Knowledge) menunjukkan 2 buah pesawat, yang pertama berada
di localizer dengan benar tapi di atas sinyal glide slope dan yang kedua juga
berada di localizer tapi di bawah sinyal glide slope. Keduanya adalah posisi yang
salah.Seharusnya indikator glide slope (yang ditunjukkan oleh panah merah)
berada di tengah. Pada instrument konvensional indikator glide slope adalah
garis mendatar yang akan turun jika pesawat ketinggian dan akan naik jika
pesawat terlalu rendah. Sedangkan pada instrumen digital pada gambar di
bawah ditunjukkan dengan titik berwarna hijau.
Sama dengan pertanyaan di NPA di atas, sampai ketinggian mana pesawat turun
mengikuti sinyal glide slope yang benar? Jika tidak ada batasnya tentunya
pesawat akan menabrak landasan/daratan jika sinyal glide slope diikuti dan
landasan tidak terlihat.

Pada approach dengan menggunakan ILS Cat 1, ditetapkan sebuah nilai yang
disebut dengan DA (Decision Altitude) yang biasanya nilainya sekitar 200 kaki di
atas landasan. Jadi misalnya ketinggian landasan adalah 45 kaki maka DAnya
biasanya 245 feet. Seringkali nilai ini tertulis DA(H)= 245' (200') artinya pada
ketinggian 245' pressure altitude dan 200' ketinggian absolut dari runway
elevation.
Jadi misalkan sebuah pesawat mengikuti sinyal ILS turun dan pada waktu
mencapai 245 feet di altimeter, penerbangnya tidak melihat landasan maka dia
harus melakukan Go Around.

Bagaimana dengan DH (Decision Height)? Sama dengan DA, tapi ketinggian


diukur dengan menggunakan radar altimeter yang akan mengukur ketinggian
pesawat di atas runway. DH digunakan pada ILS Cat 2 atau Cat 3 yang
mempunyai DH kurang dari 200'. Karena di Indonesia saat ini tidak ada ILS Cat
2 atau Cat 3, maka anda yang terbang di Indonesia sampai tulisan ini dibuat akan
selalu menggunakan nilai DA.
Kenapa ILS Cat 1 tidak menggunakan DH? Karena dengan ketinggian 200' di
atas ketinggian runway, pesawat belum berada di atas runway. Radar/radio
altimeter kemungkinan besar akan menunjukkan ketinggian yang tidak akurat
karena permukaan sebelum runway bisa lebih tinggi atau lebih rendah
dari runway. Perhatikan kontur daratan yang diwarnai coklat di gambar di bawah
ini:

Misalkan dengan nilai perumpamaan DA =245' maka sesaat sebelum DA,


katakanlah pada ketinggian 300', di radio altimeter mungkin akan terbaca 100'
karena permukaan daratan yang tidak rata.

Pada ILS Cat 2/3,DH yang dibaca dengan menggunakan radio


altimeter biasanya nilainya di bawah 100'. Pada waktu mengikuti sinyal glide
slope pesawat akan melewati 100' di atas runway threshold sehingga
pembacaan di radio altimeter akan menunjukkan ketinggian pesawat di
atas runway. Lihat gambar di atas bahwa DH biasanya berada di atas runway
bukan di atas daratan/air sebelum runway.

Bedanya DA/DH dengan MDA/MDH

Bedanya MDA dan MDH:


Ketinggian MDA merujuk pada ketinggian dari sea level . Altimeter setting yang
digunakan adalah QNH sedangkan MDH merujuk pada airfield atau runway
threshold elevation. Altimeter setting yang digunakan adalah QFE. Keduanya
menggunakan pressure altimeter.

Bedanya DA dengan DH:


Ketinggian DA merujuk pada ketinggian dari sea level . Altimeter setting yang
digunakan adalah QNH sedangkan DH merujuk pada runway threshold
elevation. Alat yang digunakan adalah radio altimeter/radar
altimeter bukan pressure altimeter.

Bedanya MDA/MDH dengan DA/DH:


Sesuai dengan singkatannya yang satu minimum descent altitude yang
satu decision altitude:
a. Pada waktu melakukan NPA, pada waktu melewati FAF pesawat bisa turun ke
MDA/MDH dengan mengikuti profile di chart. MDA/MDH bisa tercapai
sebelum Missed Approach Point dan pesawat bisa level off (terbang level)
sampai mencapai MAP. Jika runway tidak terlihat= Go Around.
Pada waktu melakukan Precision Approach, descent profile dari glide slope
harus selalu diikuti, sehingga MAP=DA/DH. Pesawat tidak boleh level off. Jika
mencapai DA/DH dan runway tidak terlihat=Go around.
b. Pada NPA pesawat sama sekali tidak boleh turun dari MDA. Sedangkan
pada precision approach, pada waktu runway tidak terlihat dan pilot
melakukango around, pesawat mungkin turun sedikit dari DA/DH. Syaratnya
pilot tidak boleh memulai go around di bawah DA/DH jika runway tidak
terlihat.

*TODA, ASDA TORA & LDA

1. TODA (Take-off Distance Available)


Jika kita melihat ke gambar di atas, sudah jelas sekali TODA itu dmn, Ingat TODA
itu untuk lepas landas, jika suatu bandara tidak ada Clearwaynya, berarti panjang
TODA hanya sampai Stopway
jadi TODA= RUNWAY+STOPWAY+CLEARWAY

2. ASDA (Accelerate Stop Distance Available)


ASDA adalah panjang Runway+Stopway, untuk apa? ASDA untuk perhitungan
V1(Jumlah Speed yang di perlukan untuk Take-off). jadi jika terjadi sesuatu saat
kita take off dan mengahruskan Kita untuk Abbort Take-off, sisa Runway yang
masih bisa di gunakan sampai Stopway.
Maksudnya apa? contohnya seperti ini, saat kita di setengah runway sudah
airborn dan terjadi engine fail, kita harus melihat kedepan, jika cukup ,Kembalilah
landing! nah bagaimana kita tahu cukup atau tidak?, kita melihatnya sampai
Stopway, bukan hanya sampai ujung runway, jadi masih panjang untuk kita
kembali landing karena ASDA itu dari Runway sampai Stopway, sangat jelas
bukan? intinya ASDA untuk kita kembali lagi Landing
ASDA= Stopway awal+Runway+Stopway akhir

3. TORA (Take-off Run Available)


TORA sangat mudah di mengerti, TORA adalah tempat ternyaman untuk biasa
kita latihan, dimana kah itu?yap di runway. Untuk Take-off boleh dari Stopway
jika pesawat kita besar dan Runwaynya pendek, tapi biasanya jarang sekali
Stopway dipake untuk Take-off
TORA= Stopway awal+Runway

4. LDA (Landing Distance Available)


Jika tiga diatas tadi membahas tentang Take-off hanya LDA satu-satunya di
materi ini yang membahas tentang landing, yup LDA adalah tempat ternyaman
untuk landing, jika semua berjalan baik-baik saja, kita hanya boleh landing di
runway, berbeda dengan take-off, Saat take-off kita boleh take-off dari stopway
tapi untuk landing kita hanya boleh landing di Runway.
LDA=hanya di Runway

*RVSM - Reduced Vertical Seperation Minima

RVSM, Reduced Vertical Separation Minimum, adalah pengaturan


separasi/pemisahan jarak VERTIKAL antara pesawat di jalur yang sama. Jadi
RVSM tidak mengatur pemisahan lateral atau horisontal. Karena pemisahan
vertikal yang menjadi masalah utama, maka sistem yang penting adalah sistem
altimetri (altitude measuring system, sistem pengukuran ketinggian), altitude
alerting dan altitude keeping yang mengirim data altitude ke ATC.

Sedangkan airspeed diperlukan untuk mengatur pemisahan jarak horisontal


antara 2 pesawat di jalur yang sama dengan ketinggian yang sama. Mach
Number Technique adalah salah satu tehnik yang digunakan oleh ATC untuk
mengatur separasi horisontal ini, bukan RVSM.

Sejarah RVSM

Sebelum kita semua makin bingung dengan apa itu RVSM mari kita lihat sejarah
penerbangan. Pada awalnya untuk menghindari tabrakan, pesawat-pesawat
yang terbang berlawanan arah akan diberikan pemisahan sebesar 1000 kaki.
Silahkan lihat CASR 91.179. Secara sederhana untuk terbang di atas 20 ribu kaki
dilakukan pemisahan sebagai berikut:

 Terbang ke arah timur ketinggian ganjil dalam ribuan kaki.

 Terbang ke arah barat ketinggian genap dalam ribuan kaki.

Misalnya sebuah pesawat terbang ke arah barat di ketinggian 22 ribu kaki (FL
220) maka pesawat yang terbang ke arah timur bisa terbang di 21 ribu kaki atau
23 ribu atau 25 ribu dan seterusnya. Pesawat terdekat yang berlawanan arah
akan ada pada FL 210 atau FL 230, dengan kata lain 1000 kaki di atas atau di
bawah pesawat tersebut.

000°-179° (Arah timur) 180°-359° (Arah barat)

FL 210 FL 220
FL 230 FL 240
FL 250 FL 260
FL 270 FL 280

Di atas Flight Level 290

Aturan di atas hanya berlaku sampai ketinggian 29 ribu kaki (FL 290), karena
berada di atas ketinggian tersebut dapat terjadi kemungkinan
terjadinya error (kemungkinan kesalahan) yang terjadi di sistem altimetri cukup
besar sehingga dibutuhkan separasi vertikal yang lebih besar. Sebelum ada
RVSM pemisahan ketinggian di atas FL 290 dilakukan dengan perbedaan 2000
kaki untuk arah yang berlawanan.

000°-179° (Arah timur) 180°-359° (Arah barat)

FL 290 FL 310
FL 330 FL 350
FL 370 FL 390
Dengan perbedaan 2000 kaki untuk pesawat yang terbang berlawanan arah ini
berakibat ruang udara yang tersedia menjadi lebih sedikit. Perhatikan bahwa FL
300, FL 320, FL 340, FL 360, dan FL 380 tidak digunakan.

RVSM sebagai jawaban

Dalam perkembangannya pesawat-pesawat komersial modern juga dirancang


untuk terbang dengan ketinggian optimum di atas FL290. Seiring dengan
perkembangan dalam teknologi pengukuran ketinggian di pesawat dan padatnya
lalu-lintas udara di atas FL290, maka mulai dipikirkan untuk mengurangi separasi
2000 kaki menjadi 1000 kaki seperti yang dilakukan di bawah FL 290.
Pengurangan ini akan menambah kapasitas lalu-lintas udara karena bisa mengisi
flight level atau ketinggian yang sebelumnya kosong (lihat tabel di atas).

Dimulai pada tahun 1978 dan selesai pada tahun 1988 sebuah penelitian oleh
ICAO akhirnya menyimpulkan bahwa pengurangan vertical separation menjadi
1000 kaki adalah layak dan aman. Penambahan 6 Flight Level ini diharapkan
dapat menambah kapasitas ruang udara. Percobaan implementasi RVSM ini
dimulai evaluasinya di atas Atlantik Utara pada tahun 1997 dan selesai pada
tahun 1998. Sejak itu semua negara anggota ICAO mulai menerapkan RVSM di
ruang udara masing-masing.

Saat tulisan ini dibuat, ruang udara di Indonesia dari FL290 sampai FL410 sudah
menjadi ruang udara RVSM.
Batasan implementasi RVSM
Tidak semua pesawat bisa melewati ruang udara RVSM begitu saja. Seperti kita
tahu masalah vertical separation ini ada hubungannya dengan pengukuran
ketinggian, maka pesawat yang boleh melewati RVSM harus memenuhi syarat-
syarat tertentu. Ada 2 approval atau perijinan yang harus dilewati, yaitu untuk
pesawat dan untuk operatornya. Approval untuk pesawat mempunyai hubungan
dengan desain, perlengkapan, dan dokumentasi (MEL, Airworthiness dll)
sedangkan approval untuk operator antara lain adalah program pemeliharaan
pesawat, dan pelatihan.

Sebuah operator pesawat perlu menyiapkan pesawatnya untuk sertifikasi RVSM


jika pesawat tersebut terbang lebih dari FL 290. Operator tersebut juga tidak perlu
melakukan modifikasi apapun jika pesawatnya sudah RVSM compliant pada
waktu keluar dari pabriknya. Operator juga wajib menjaga RVSM compliance ini
dalam program pemeliharaannya.

Pihak otoritas dapat memberikan persetujuan untuk perijinan RVSM ini


berdasarkan grup pesawat.

Aturan ini di atur di CASR part 91.APPENDIX G - OPERATIONS IN REDUCED


VERTICAL SEPARATION MINIMUM (RVSM) AIRSPACE

Syarat bisa terbang di ruang udara RVSM

Sebuah pesawat harus memiliki:

1. Dua buah sistem pengukur ketinggian yang tidak berhubungan satu


dengan lainnya (independent). Two independent altitude measurement
systems.

2. Satu buah transponder dengan kemampuan mengirimkan


ketinggian. One SSR transponder with an altitude reporting system in use
for altitude keeping.(CASR 91.706. (d) Aircraft which flying within RVSM
airspace should be equipped with TCAS II changes 7.)

3. Sebuah sistem peringatan ketinggian. An altitude alerting system.

4. Sebuah sistem pengendali ketinggian otomatis. An automatic altitude


control system

Daftar lengkap kebutuhan peralatan untuk RVSM ini ada di CASR part
91.APPENDIX G - OPERATIONS IN REDUCED VERTICAL SEPARATION
MINIMUM (RVSM) AIRSPACE.

Perkecualian RVSM

Pesawat yang tidak RVSM compliant dapat meminta ijin untuk terbang di ruang
udara RVSM dengan mengirimkan permohonan perkecualian ini 48 jam
sebelumnya ke pihak ATC yang terkait.

Meskipun tidak tertulis di CASR, dalam beberapa dokumen disebutkan bahwa


pesawat milik pemerintah seperti pesawat militer, polisi, dan lainnya diberikan
perkecualian untuk bisa terbang di ruang udara RVSM.

Jika ada perkecualian yang diberikan oleh ATC, maka ATC berkewajiban untuk
memberikan separasi 2000 kaki bagi pesawat non-RVSM ini.

Komunikasi RVSM

Kondisi Phraseologi

ATC ingin tahu status RVSM dari CONFIRM RVSM


pesawat APPROVED

Pesawatnya RVSM approved AFFIRM RVSM

Pesawatnya tidak RVSM approved NEGATIVE RVSM

Pesawat milik pemerintah tidak RVSM NEGATIVE RVSM


approved STATE AIRCRAFT
UNABLE CLEARANCE
ATC tidak memberi ijin sebuah
INTO RVSM AIRSPACE,
pesawat untuk masuk ke ruang udara
MAINTAIN [or DESCEND
RVSM
TO, or CLIMB TO] FL …

Pesawat tidak sanggup bertahan UNABLE RVSM DUE


dalam batas ketinggian RVSM TURBULENCE

Pesawat kehilangan kemampuan


UNABLE RVSM DUE
RVSM karena kerusakan alat yang
EQUIPMENT
dibutuhkan (misal altimeter).

ATC minta laporan jika sudah bisa REPORT ABLE TO


RVSM kembali RESUME RVSM

ATC ingin memastikan pesawat CONFIRM ABLE TO


mampu kembali terbang RVSM RESUME RVSM

Pilot melaporkan pesawat siap untuk READY TO RESUME


terbang kembali di ruang udara RVSM RVSM
.

*Lapisan- lapisan Udara

Seperti halnya tanah. Udara yang ada di Bumi ini terdiri atas beberapa lapis.
Telah dikatakan sebelumnya bahwa lapisan udara ini terdiri atas lima lapis.
Lapisan udara yang menyelimuti Bumi ini juga kita kenal sebagai lapisan
atmosfer.
Lapisan udara tersebut mempunyai karakteristik dan fungsinya masing- masing.
Beberapa lapisan yang dimiliki oleh atmosfer antara lain troposfer, stratosfer,
mesosfer, termosfer, dan eksosfer. Untuk mengenal lebih jauh, kelima macam
lapisan tersebut akan dijelaskan di bawah ini:

1. Troposfer

Troposfer merupakan lapisan udara atau lapisan atmosfer yang pertama atau
yang paling dekat dengan makhluk hidup. Hal ini karena lapisan
troposfer terletak di permukaan Bumi hingga 12 km ke atas. Troposfer ini
merupakan lapisan atmosfer yang menjadi tempat terakumulasinya berbagai gas
seperti oksigen, nitrogen, karbondioksida, hidrogen, dan lain sebagainya. Di
lapisan troposfer ini kita akan merasakan suhu udara yang tidak begitu
panas namun juga tidak terlalu dingin.

Hal ini karena beberapa gas berperan menjaga keseimbangan suhu udara yang
ada di Bumi. Uap air dan juga karbondioksida lah yang berperan menjaga
keseimbangan suhu yang ada di Bumi. Selain itu, berbagai macam peristiwa
alam yang berkaitan dengan cuaca akan terjadi di lapisan atmosfer ini. Beberapa
gejala alam yang akan terjadi di lapisan atmosfer ini antara lain awan, topan,
petir, angin kencang, dan lain sebagainya. Di atas troposfer ini terdapat suatu
lapisan yang dinamakan lapisan tropopause, yakni lapisan yang berada di antara
lapisan troposfer dan juga lapisan stratosfer.

Pesawat berada dalam lapisan Troposfer ( karena sesuai dengan fungsinya


lapisan ini sebagai tempat terjadinya peristiwa cuaca ), dan Jika pesawat masuk
dalam lapisan barikutnya ( stratosfer ) maka pesawat tersebut bisa terjdi terbakar
karena lapisan ini untuk melindungi bumi dari sinar ultraviolet.

2. Stratosfer
Lapisan atmosfer atau lapisan udara yang kedua adalah lapisan stratosfer.
Lapisan stratosfer ini merupakan lapisan udara yang berada di atas lapisan
tropisfer. Lapisan stratosfer ini berada di ketinggian 12 km hingga 60 km, dan
mempunyai ketebalan yakni sekitar 48 km. Lapisan stratosfer mempunyai dua
lapisan molekul gas yang tipis. Molekul gas yang terdapat dalam lapisan
stratosfer ini tidak terdapat di lapisan troposfer. Lapisan stratosfer ini
mengandung bahan sulfat yang akan mempengaruhi terjadinya hujan.

Lapisan stratosfer ini juga merupakan lapisan yang istimewa karena di lapisan ini
terdapat lapisan ozon, yakni lapisan yang sangat berfungsi menghalau sinar
ultraviolet yang berbahaya. lapisan ozon ini terdapat di sebelah atas lapisan
stratosfer ini. Lapisan ozon yang ada di lapisan stratosfer ini merupakan lapisan
ozon terbesar. Berbeda dengan lapisan yang lainnya, lapisan stratosfer ini justru
merupakan lapisan inversi. Di lapisan stratosfer ini, semakin ke atas justru
suhunya semakin panas. Hal ini karena lapisan ozon yang berada di sebelah atas
lapisan stratosfer ini menyerap banyak cahaya matahari, sehingga akan terasa
panas. Di lapisan stratosfer ini terdapat sebuah lapisan yang dinamakan lapisan
stratopause, yakni lapisan yang berada di antara lapisan stratosfer dan juga
lapisan mesosfer.

3. Mesosfer

Lapisan udara ketiga yang ada di atmosfer adalah lapisan mesosfer. Mesosfer
ini merupakan lapisan udara yang berada di tegah- tengah. Lapisan mesosfer
terdapat di ketinggian sekitar 60 km hingga 80 km. Berbeda dengan lapisan
stratosfer yang mempunyai suhu panas, lapisan mesosfer ini justru mempunyai
suhu yang sangat dingin. Suhu yang ada mesosfer ini mencapai -100ᵒ Celcius.

Karena suhu yang sangat dingin inilah maka meteor yang jatuh dari luar angkasa
dan mempunyai suhu sangat panas akan pecah menjadi bagian- bagian kecil
dan tidak membahayakan. Lapisan mesosfer merupakan lapisna yang banyak
mengandung ion atau udara yang bermuatan listrik. Lapisan yang terdapat di
lapisan mesosfer yang banyak mengandung ion tersebut dinamakan lapisan D.
lapisan D ini dapat terbentuk karena adanya sinar ultraviolet pada molekul-
molekul udara dan bertemu dengan elektron yang merupakan listrik bermuatan
negatif. Hal itulah yang menyebabkan terbentuknya lapisan ion atau udara yang
bermuatan listrik. Di lapisan mesosfer ini pula kita dapat menemukan adanya
awan sinar malam yang berasal dari uap air atau debu meteorit.

4. Termosfer

Lapisan selanjutnya adalah lapisan termosfer. Lapisan ini merupakan lapisan


terluar nomor dua yang berada di atmosfer Bumi. Lapisan ini merupakan lapisan
yang unik. Keunikan lapisan ini karena mempunyai dua nama. Lapisan ini juga
dikenal sebagai lapisan ionosfer.

Hal ini karena di lapisan termosfer ini terdapat gas- gas yang mengalami ionisasi
yang disebabkan oleh radiasi sinar matahari.maka dari itulah lapisan ini
dinamakan lapisan ionosfer. Jika kita pernah mengetahui bahwa lapisan
atmosfer dapat membantu memancarkan suatu gelombang dan berguna dalam
bidang komunikasi, maka di lapisan inilah fungsi itu berada. Berkat adanya gas-
gas yang mengalami ionisasi tersebut maka sinyal-sinyal radio komunikasi dapat
dipantulkan kembali ke permukaan Bumi, dan proses komunikasi dapat terjadi.
Di lapisan ini pula kita dapat menemukan sinar aurora yang bisa kita lihat dari
kutub Bumi yang biasanya muncul ketika fajar atau menjelang malam.

5. Eksosfer

Lapisan yang selanjutnya adalah lapisan eksosfer. Lapisan eksosfer ini


merupakan lapisan yang paling luar. Lapisan eksosfer adalah lapisan yang
tertinggi diantara semua lapisan yang ada. Karena berada di luar angkasa,
lapisan eksosfer ini mempunyai kandungan utama yang berupa gas hidrogen. Di
lapisan eksosfer ini pula kita dapat merasakan kepatan udara uyang sangat tipis,
bahkan hampir habis di ambang luar angkasa.

Di lapisan ini pula kita dapat menemukan cahaya yang redup yang disebut
sebagai cahaya zodiakal dan juga gegenschein. Cahaya ini merupakan sebuah
cahaya yang berasal dari pantulan sinar matahari yang disebabkan oleh partikel
debu meteorit yang jumlahnya banyak dan melayang di angkasa. Di lapisan
eksosfer ini pula biasanya ditemukan satelit- satelit buatan.

Itulah beberapa lapisan udara atau lapisan atmosfer yang ada di Bumi. Lapisan-
lapisan tersebut mempunyai ketebalan berbeda- beda, kandungan yang
berbeda- beda, serta fungsi yang berbeda- beda pula. Namun meskipun
demikian semua lapisan ini akan membentuk kekuatan yang sangat luar biasa
yang dapat melindungi Bumi.

Kandungan Udara

Udara terdiri dari 3 unsur utama, yaitu udara kering, uap air, dan aerosol.
Kandungan udara kering adalah 78,09% nitrogen, 20,95% oksigen, 0,93% argon,
0,04% karbon dioksida, dan gas-gas lain yang terdiri dari neon, helium, metana,
kripton, hidrogen, xenon, ozon, radon. Uap air yang ada pada udara berasal dari
evaporasi (penguapan) pada laut, sungai, danau, dan tempat berair lainnya.
Aerosol adalah benda berukuran kecil, seperti garam, karbon, sulfat, nitrat,
kalium, kalsium, serta partikel dari gunung berapi.

*Wake turbulence
Wake turbulence adalah udara berputar yang dihasilkan oleh sayap pada waktu
sayap pesawat menghasilkan gaya angkat (lift). Pada waktu menghasilkan gaya
angkat, tekanan udara di bagian atas sayap lebih rendah dibandingkan tekanan
yang ada di bawah permukaan sayap. Karena udara mengalir dari tekanan yang
tinggi ke tekanan yang rendah, maka di ujung sayap akan ada perpindahan udara
dari bagian bawah sayap ke bagian atas. Perpindahan ini mengakibatkan
pusaran udara yang disebut vortex. Vortex ini juga sebenarnya terjadi di ujung
sayap pada pertemuan dengan badan pesawat. Tapi vortex di bagian ini ditahan
oleh badan pesawat sehingga efeknya cukup kecil.

Di ujung luar sayap, vortex ini membentuk pusaran yang berputar cukup
cepat. Vortex-vortex (vortices) ini juga mengakibatkan drag yang
disebut induced drag. Makin besar lift yang dihasilkan makin besar induced
drag yang terjadi begitu pula dengan vortices di ujung sayap ini (wingtip vortices).

Kekuatan wingtip vortices ini berbanding lurus dengan berat pesawat dan
berbanding terbalik dengan wing span dan kecepatan pesawat. Makin kecil
kecepatan pesawat makin besar angle of attacknya (AOA) dan makin
besar wingtip vorticesnya. Hasilnya wingtip vortices ini makin besar pada saat
pesawat terbang dengan kecepatan rendah dan memerlukan lift yang besar yaitu
lepas landas, mendaki (climb) dan mendarat.

Sifat-sifat Vortex

 Vortices dihasilkan mulai dari lepas landas sampai mendarat


karena vortices adalah hasil dari lift

 Putaran vortices adalah ke atas, ke luar dan sekitar ujung sayap jika dilihat
dari depan atau dari belakang pesawat.

 Jarak antara kedua putaran vortices sedikit lebih pendek dari


jarak wingspan, bergeser mengikuti angin pada ketinggian yang lebih dari
jarak wingspandari permukaan tanah.
 Vortices bergerak turun (sink) dengan kecepatan beberapa ratus kaki per
menit, menghilang sejalan dengan waktu dan jarak di belakang pesawat
penghasil vortices tersebut.

 Vortices dari pesawat turun ke landasan (100-200 kaki) lalu cenderung


untuk bergerak secara lateral di atas landasan dengan kecepatan 2-3 knots.

 Crosswind mengurangi gerakan lateral dari upwind vortex tapi menambah


gerakan dari downwind vortex.

 Tailwind dapat memindahkan vortex dari pesawat sebelumnya ke


arah touchdown zone.

Wake turbulence helikopter

Helikopter yang ketika sedang melakukan hover dapat juga juga


menghasilkan downwash dari main rotor yang sama dengan vortices dari sayap
pesawat. Penerbang pesawat kecil harus menghindari helikopter yang
sedang hover dalam jarak minimal tiga kali jarak diameter rotor untuk
menghindari efek downwash ini. Begitu pula pada waktu sebuah helikopter
terbang maju, energi downwash ini diubah menjadi sepasang vortices yang kuat
dengan kecepatan tinggi yang sama dengan wingtip vortices yang dihasilkan
pesawat yang lebih besar. Vortices dari helikopter ini harus dihindari karena
dengan kecepatan yang rendah, helikopter dapat menghasilkan wake
turbulence yang sangat kuat.
Menghindari wake turbulence

Seperti telah disebutkan di atas, pesawat akan menghasilkan wingtip


vortices pada kekuatan maksimum pada saat pesawat menghasilkan lift yang
besar pada kecepatan rendah, "Heavy, clean and slow". Untuk
menghindari wake turbulence dari pesawat yang terbang di depan pesawat kita
adalah dengan cara:

1. Hindari terbang melalui lintasan terbang pesawat lain.

2. Pada waktu lepas landas di belakang pesawat lain, usahakan rotate (atau
sering di sebut unstick) sebelum rotation point pesawat sebelumnya (panah
1).

3. Pada waktu mendarat dibelakang pesawat yang lebih besar, approach di


atas ketinggian lintasan pesawat sebelumnya dan touch down setelah touch
down point pesawat tersebut (panah 2).

4. Hindari terbang mengikuti pesawat yang lain melalui lintasan yang sama
dalam ketinggian 1000 kaki.

ATC Separation

Untuk menghindari wake turbulence ini, Pengatur Lalu Lintas Udara biasanya
memberi separasi yang cukup pada waktu lepas landas dan mendarat
berdasarkan kategori pesawatnya. ICAO membuat kategori berdasarkan berat
pesawat seperti dalam daftar di bawah ini:

 Heavy (H) >136,000 kg

 Medium (M) >7,000 kg and <136,000 kg

 Light (L) <7,000 kg

Dengan adanya pesawat Airbus A380-800 yang sangat berat dan


membuat wake turbulence yang besar, maka dibuat kembali sebuah kategori
khusus untuk pesawat A380-800 ini yaitu Super. Perkecualian lain adalah untuk
pesawat Boeing B-757. Pesawat ini beratnya termasuk kategori Medium, tapi
karena wake turbulencepesawat ini sama dengan wake turbulence yang
dihasilkan oleh pesawat dengan kategori heavy maka pesawat ini masuk dalam
kategori heavy.
Untuk lepas landas, pesawat dengan kategori lebih kecil dari kategori pesawat
yang lepas landas di depannya harus menunggu minimal dua menit sampai wake
turbulence di atas landasan berkurang intensitasnya. Sedangkan untuk
mendarat petugas Pengatur Lalu Lintas Udara akan memakai tabel di bawah
untuk pengaturan separasi untuk approach dan landing.

Pesawat
Pesawat sebelumnya Minimum radar separation
dibelakangnya

Super 4 NM

Heavy 6 NM
Super
Medium 7 NM

Light 8 NM

Heavy Heavy 4 NM
Medium 5 NM

Light 6 NM

Medium Light 5 NM

*APPROACH CATEGORY

ICAO

Range of

speeds for
Maximu Maximum Maximum
initial Range of Typical
m speeds for speeds for
Aircraft approach final Aircraft in
VAT speeds intermediate final
category (and approach this
for missed missed
reversal and speeds Category
circling approach approach
racetrack

procedures)

small
90 - 70 -
A <91 100 100 110 single
150 110
engine

small
91 - 120 - 85 -
B 135 130 150 multi
120 180 130
engine

121 - 160 - 115 - airline


C 180 160 240
140 240 160 jet

large
141 - 185 - 130 -
D 205 185 265 jet/milit
165 250 185
ary jet
166 - 185 - 155 - special
E 240 230 275
210 250 230 military

*APPROACH CATEGORY FAA

 Category A: Speed 90 knots or less.


 Category B: Between 91 and 120 knots.
 Category C: Between 121 and 140 knots.
 Category D: Between 141 knots and 165 knots.
 Category E: Speed 166 knots or more.
Category E is only assigned to certain Military Aircraft.

*APPROACH SEGMENT
1. INITIAL
2.INTERMEDIATE
3. FINAL
4. MISSED APPROACH

* TAKEOFF SEGMENT
1. GROUND ROLL
2. FIRST SEGMENT: LIFT OFF 35 FT
3. SECOND SEGMENT:GEARS UP
4. THIRD SEGMENT: FLAPS UP / SAVE AIRBONE
5. FOUR SEGMENT: CONTINUE CLIMB

*Stabilized Approach

Rekomendasi untuk melakukan stabilized approach adalah sebagai berikut:

1. Correct flight path (gak melenceng sana-sini)

2. Hanya sedikit perubahan heading/pitch untuk menjaga flight path.


3. Speed tidak boleh lebih dari Vref+20 knot indicated atau kurang dari Vref.

4. Pesawat sudah dalam konfigurasi landing.

5. Sink rate maksimum 1000feet/min (V/S -1000fpm). Kalau approach


memerlukan sink rate lebih dari 1000fpm, briefing khusus harus dilakukan.

6. Power setting harus sesuai dengan konfigurasi pesawat dan tidak boleh
kurang dari power minimum yang disebutkan di manual. (Dalam hal ini idle power
di bawah 1000feet tidak boleh terjadi)

7. Semua briefing dan check list sudah selesai dilakukan.

8. ILS CAT 1: maksimum deviasi 1 dot (ini minimum, biasanya 1/2 dot untuk
pesawat jet) circling approach: wing level pada 300feet AAL (Above Airport
Level)

9. Pada semua approach yang tidak biasa/unik harus melakukan briefing khusus.

Semua penerbangan harus stabilized pada ketinggian 1000 feet di atas permukaan
airport (1000' AAL above airport level) dalam keadaan IMC dan pada 500 feet diatas
permukaan airport (AAL) dalam keadaan VMC.

Dan dianggap stabilized jika kriteria di bawah dipenuhi:

Apa yang harus dilakukan jika kriteria di atas tidak terpenuhi? GO AROUND.

Melakukan Go Around bukanlah aib, atau tidak kompeten. Melakukan Go Around adalah
hal yang paling aman yang dapat dilakukan pilot. Kerugian perusahaan karena fuel yang
dipakai masih tidak seberapa dibandingkan kerugian harta dan nyawa jika kita
memaksakan mendarat dalam keadaan tidak aman.

Makin besar pesawat yang anda terbangkan, makin berbahaya jika landing dalam
keadaan tidak stabilized. Bahkan di perusahaan tempat saya bekerja, kami harus
stabilized pada 1000 feet AAL meskipun dalam keadaan VMC.Sedangkan standard call
out jika ada parameter yang tidak dipenuhi adalah:
Kondisi Call Out

jika V/S lebih dari -1000fpm "SINK RATE"

speed target +10knot , Vapp-5knot "SPEED"

ILS 1 dot deviation "LOC" / "G/S"

Pitch (untuk A330 0° Nose down, 10°


"PITCH"
pitch up)

Bank lebih dari 7° "BANK"

*STALL
Stall adalah suatu kondisi aerodynamic di mana coefficient lift mulai berkurang
yang disebabkan karena angle of attack meningkat dan melampaui
batasan critical point. Critical point angle of attack ini pada umumnya 15-16
degress, dan juga bergantung dari fluid, foil, dan reynold number.
Apa saja yang bisa menyebabkan stall.?

Angle of attack sudah pasti sesuai dengan gambar yang di atas, jika angle of
attack ini konstan ada beberapa hal lagi yang harus di perhatikan yang bisa
menyebabkan stall.

1. Weight, pendistribusian Weight yang tidak merata yang akan membuat


pesawat tail heavy atau nose heay. Increase Weight =
increase stalling speed.

2. Dynamic pressure, Di mana = Dynamic pressure. Dynamic


pressure berbicara velocity airflow yang nanti akan ditampilkan
pada airspeed di pesawat. Airspeed decrease = lift decrease = stall.

3. Bank angle, jika pesawat sedang berbelok maka akan cenderung turun ke
arah pesawat itu belok additional lift di perlukan untuk menjaga lateral
acceleration, dan saat pitch up bersamaan dengan itu stall speed akan
meningkat.

4. Pitch attitude, merubah pitch attitude pesawat berarti juga


mengubah angle of attack (lateral stability).

Apa saja macamnya stall.?


Pada umumnya dibedakan menjadi Power on-stalls, saat take
off dan climb configuration, dan Power off-stalls, saat approach configuration.
Dalam buku Jeppesen “Guided flight Discovery. Instrument Commercial” chapter
12 Aerodynamics and Performance limitation dijelaskan ada beberapa tambahan
macam stall :

1. Accelerated stall, disebabkan karena pergerakan flight control yang


berlebihan,atau tiba-tiba.

2. Secondary stall, biasanya terjadi saat recover pesawat yang tergesa-gesa

3. Crossed control stall, pergerakan flight control yang berlawanan sehingga


menghasilkan back pressure yang berlebihan.

4. Elevator trim stall, kebanyakan terjadi ketika go-around pada


saat landing approach. Saat landing configuration trim nose up,
kemudian open power saat go-around dengan speed yang masih rendah.

Jadi, kesimpulannnya stall disebabkan karena angle of attack yang melebihi CL


max, aliran udara yang melewati bagian atas airfoil tidak lagi smooth dan
menimbulkan separated flow. Lift yang dihasilkan maka akan berkurang, dan
pesawat akan kehilangan daya angkat karena Weight > lift.

Stall adalah suatu kondisi aerodinamika di mana Lift Coefficient (CL) mulai
berkurang yang disebabkan oleh Angle of Attack (AoA) yang meningkat dan
melampaui batasan Critical Point.

Dari perspektif aerodinamika, Stall terjadi karena adanya pemisahan aliran (Flow
Separation) pada bagian aliran yang dekat/menempel ke permukaan sayap
(Boundary Layer), istilah kerennya yaitu Boundary Layer Separation. Flow
Separation ini terjadi ketika Boundary Layer yang sedang mengalir di atas
permukaan atas sayap terlepas (Detached) dari permukaan sayap dan
menjadi Turbulent Flow berupa Vortex maupun Eddy. Kondisi ini terjadi
karena Boundary Layer (bagian Inner Layer) perlahan mengalami perlambatan
(Deceleration), dan ketika kecepatan aliran Inner Layer relatif terhadap
permukaan sayap menjadi Nol atau No-Slip Condition, terjadilah Flow
Separation.

Konsep BoundaryLayer

Kronologi

Kronologi terjadinya Flow Separation pada Boundary Layer

Flow Separation mulai terjadi ketika Angle of Attack mulai bertambah. Pada saat
itu Flow Separation hanya terjadi di dekat Trailing Edge dan masih dalam skala
kecil. Seiring dengan bertambahnya Angle of Attack, area Separated Flow di
bagian atas permukaan sayap pun semakin bertambah. Bertambahnya
area Separated Flow akan menambah Drag (Pressure Drag) pula. Saat Angle of
Attack belum mencapai batas Critical Point, bertambahnya area Separated
Flow diimbangi dengan bertambahnya Lift Coefficient (CL). Tetapi, setelah Angle
of Attack melewati batas Critical Point, Lift Coefficient (CL) akan berkurang dan
sayap pesawat sudah tidak bisa memproduksi Lift lagi, sedangkan pada
area Separated Flow dan Drag dapat semakin membesar. Hasilnya Lift pada
pesawat tidak bisa mengimbangi Weight pesawat itu sendiri. Terjadilah Stall.

Airspace ctegory

(ICAO Annex 11: Air Traffic Services, Chapter 2, Section 2.6)

CASR170.003 Pembagian Pelayanan Lalu Lintas Udara


Pelayanan lalu lintas udara harus meliputi 3 (tiga) pelayanan antara lain:
a. Pelayanan pengendalian lalu lintas udara, melaksanakan butir 1, 2 dan 3 pada
paragraf 170.002, pelayanan ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
1) area control services: Pelayanan lalu lintas udara yang melayani penerbangan
jelajah, kecuali penerbangan yang disebutkan dalam a 2) dan 3), untuk mencapai
tujuan 1 dan 3 dalam paragraf 170.002;
2) approach control services: Pelayanan lalu lintas udara
yang melayani penerbangan keberangkatan dan kedatangan untuk mencapai tujuan 1
dan 3 dalam paragraf 170.002;
3) aerodrome control services : Pelayanan lalu lintas udara yang melayani
penerbangan yang berada dilingkungan sekitar lalu lintas bandara kecuali untuk
penerbangan yang dijelaskan pada a, 2), untuk mencapai tujuan 1, 2 dan 3 dalam
paragraf 170.002;
b. flight information services : Pelayanan lalu lintas udara yang diberikan untuk
mencapai tujuan 4 dalam paragraf 170.002.
c. alerting services : pelayanan lalu lintas udara yang diberikan untuk mencapai tujuan
5 dalam paragraf 170.002.
CASR 170.005 Penentuan Pembagian Ruang Udara dan Pengendalian Bandara dimana
Pelayanan Lalu Lintas Udara akan diberikan
1. Bila pelayanan lalu lintas udara yang diberikan pada ruang udara tertentu atau
bandara tertentu telah ditentukan, maka bagian ruang udara atau bandara tersebut
yang ditentukan berhubungan dengan pelayanan lalu lintas udara yang akan diberikan.
2. Penentuan bagian ruang udara tertentu atau bandara tertentu sebagai berikut:
a. Flight Information Region. Bagian dari ruang udara dimana pelayanan informasi
penerbangan dan pelayanan siaga diberikan.
b. Control Area dan Control Zone.Bagian dari ruang udara dimana pelayanan lalu lintas
udara diberikan untuk penerbangan IFR.
1) Klasifikasi ruang udara kelas B, C dan D memberikan pelayanan lalu lintas udara
untuk penerbangan VFR.
2) Bila ditentukan, Control Area dan Control Zone adalah bagian dari FIR.
c. Controlled Aerodrome. suatu bandara dimana ditetapkan pelayanan lalu lintas udara
diberikan bagi penerbangan di sekitar bandara.

CASR 170.006 Klasifikasi Ruang Udara


1. Ruang Udara pelayanan lalu lintas udara diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kelas A: Hanya untuk penerbangan IFR, semua penerbangan akan diberikan
pelayanan lalu lintas udara dan terpisah antar pesawat lainnya.
b. Kelas B: Untuk penerbangan IFR dan VFR, semua penerbangan akan diberikan
pelayanan lalu lintas udara dan terpisah antar pesawat lainnya.
c. Kelas C: Untuk penerbangan IFR dan VFR, semua penerbangan akan diberikan
pelayanan lalu lintas udara dan penerbangan IFR terpisah antar penerbangan IFR
lainnya dan dari penerbangan VFR. Penerbangan VFR terpisah dari penerbangan IFR
dan menerima informasi LLU yang berhubungan dengan penerbangan VFR lainnya.
d. Kelas F: Untuk penerbangan IFR dan VFR, semua yang melaksanakan penerbangan
IFR menerima pelayanan lalu lintas udara yang diberikan dan semua penerbangan yang
menerima pelayanan informasi penerbangan jika diperlukan.
e. Kelas G: Untuk penerbangan IFR dan VFR, yang diijinkan dan menerima pelayanan
informasi penerbangan jika diperlukan.
2. Persyaratan untuk penerbangan dalam tiap – tiap kelas ruang udara diperlihatkan
dalam CASR part 91.

Anda mungkin juga menyukai