Anda di halaman 1dari 16

Daftar Isi

DAFTAR ISI................................................................................................ 1
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah...................................................................... 2
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................. 2
BAB II Pembahasan Materi
I. Keamanan Lingkungan
A. Pengertian Keamanan Lingkungan................................................. 3
B. Faktor yang Mempengaruhi Keamanan Lingkungan..................... 3
C. Macam-macam Bahaya atau Kecelakaan....................................... 5
1. Dirumah..................................................................................... 5
2. Dirumah Sakit............................................................................ 6
BAB III Penutup
A. Kesimpulan.............................................................................................. 15
B. Saran........................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 16

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keamanan lingkungan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang
sangat penting , karena apabila tidak ada rasa aman pada lingkunganya
maka tidak ada ketenangan pula pada dirinya. keamanan lingkungan
tergantung pada keadaan lingkungan sekitar.
Secara umum keamanan (safety) adalah status seseorang dalam keadaan
aman, kondisi yang terlindungi secara fisik, sosial, finansial, politik,
emosi, pekerjaan, psikologis atau berbagai akibat dari sebuah kegagalan,
kerusakan, kecelakaan, atau berbagai keadaan yang tidak diinginkan.
Keamanan fisik (biologic safety) merupakan keadaan fisik yang aman
terbebas dari ancaman kecelakaan dan cedera (injury) baik secara
mekanis, thermis, elektris maupun bakteriologis. Kebutuhan keamanan
fisik merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya yang
mengancam kesehatan fisik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keamanan lingkungan ?
2. Apa saja macam-macam resiko bahaya atau kecelakaan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan keamanan
lingkungan
2. Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitaan dengan macam-macam
resiko bahaya atau kecelakaan

2
BAB II
PEMBAHASAN
I. Keamanan Lingkungan
A. Pengertian Keamanan Lingkungan
Rasa aman adalah kondisi dimana kita bisa mengidentifikasi resiko yang ada dan
mnegurangi resiko seminimal mungkin ke level yang bisa diterima.
Keamanan lingkungan adalah kebutuhan dasar manusia. Craven dan Hirnle
(2000) menyatakan bahwa tidak hanya mencegah rasa sakit dan cedera, tetapi
juga membuat individu merasa aman dalam aktivitasnya. Keamanan dapat
mengurangi stress dan meningkatkan kesehatan umum.
Ada 3 karakteristik yang harus terpenuhi agar tercipta rasa aman, yaitu:
a. Pervasiveness (Inidensi), keamanan bersifat luas yang memengaruhi semua
hal.
b. Perception (Persepsi), persepsi individu tentang keamanan dan bahaya
memengaruhi aplikasi keamanan dalam aktivitas sehari-hari.
c. Management (Pengaturan), ketika individu mengenali pada lingkungannya,
mereka akan melakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi. Pencegahan
terdapat bahaya adalah karakteristik mayor dari keamanan.
B. Faktor yang Mempengaruhi keamanan lingkungan:
9 faktor yang memengaruhi rasa aman, yaitu:
1. Usia
Individu akan belajar bagaimana cara melindungi dirinya dari berbagai
bahaya melalui dirinya dari berbagai bahaya melalui pengetahuan dan
pengkajian akurat tentang lingkungan. Perawat perlu mempelajari bahaya-
bahaya yang mungkin mengancam individu sesuai usia dan tahap tmbuh
kembangnya sekaligus tindakan pencegahannya. Pada anak-anak tidak
terkontrol dan tidak mengetahui akibat dari apa yang dilakukan. Pada
orang tua atau lansia akan mudah sekali terjatuh atau kerapuhan tulang.
2. Gaya hidup
Faktor gaya hidup yang menempatkan klien dalam dalam resiko bahaya
diantaranya lingkungan kerja yang tidak aman, tinggal didaerah yang

3
memiliki tingkat kejahatan tinggi, ketidakcukupan dana untuk membeli
perlengkapan keamanan, adanya akses dengan obat-obatan atau zat aditif
berbahaya.
3. Status mobilisasi
Pasien yang mengalami kerusakan mobilitas akibat paralisis (lumpuh),
kelemahan otot, gangguan keseimbangan memiliki resiko mengalami
cidera.
4. Gangguan sensori persepsi
Sensori dan persepsi yang akurat terhadap stimulus lingkungan sangat
penting bagi keamanan klien. Klien dengan gangguan persepsi rasa,
dengar, raba, cium, dan lihat memiliki resiko tinggi untuk cedera.
5. Tingkat kesadaran
Kesadaran merupakan kemampuan untuk menerima stimulus lingkungan,
reaksi tubuh dan berespons tepat melalui proses berfikir dan tindakan.
Klien yang mengalami gangguan kesadaran diantaranya klien yang kurang
tidur, klien tidak sadar atau setengah sadar, klien disorientasi, klien yang
menerima obat-obatan tertentu seperti narkotik, sedafit, dan hipnotik.
6. Status emosional
Status emosi yang ekstrim dapat menganggu kemampuan klien menerima
bahaya lingkungan. Contohnya situasi penuh stress dapat menurunkan
konsentrasi dan menurunkan kepekaan pada stimulus eksternal.
7. Kemampuan komunikasi
Penurunan kemampuan untuk menerima dan mengemukakan informasi
juga beresiko mengalami cedera. Misalnya, klien yang mengalami afasia,
keterbatasan bahasa, dan buta huruf atau tidak bisa mengartikan simnol-
simbol tanda bahaya.
8. Pengetahuan Pencegahan Kecelakaan
Informasi adalah hal yang sangat penting dalam penjagaan keamanan.
Klien yang berada dalam lingkungan asing sangat membutuhkan informasi
keamanan yang khusus. Setiap individu perlu mengetahui cara-cara yang
dapat mencegah terjadinya cedera.

4
9. Lingkungan
Perlindungan yang minimal dapat beresiko menjadi penyebab cedera baik
dirumah, tempat kerja, maupun jalanan.
C. Macam-macam Resiko Bahaya atau Kecelakaan
1. Dirumah
Kecelakaan dirumah banyak dijumpai tergantung pada jenis pekerjaan
yag dilakukan dan umumnya disebabkan oleh karena kecerobohan,
kelalian sehinga dapat menimbulkan cacat ataupun krugian seperti
terjadinya kebakaran rumah.
1. Pembersihan Rumah, terdiri dari :
1) Menyapu
Pada waktu menyapu akan timbul keluhan pada
punggung,tangan, bagi rumah-rumah yang mewah kegiatan
ini dilakukan dengan memakai alat listrik seperti vacum
cleaner. Kegiatan ini dapat menimbulkan kecelakan tersengat
listrik bila tangan basah dan kawat listrik yang terkelupas.
2) Mengepel Lantai
Kegiatan ini menimbulkan keluhan pada tangan ,
pinggang,punggung. Resiko kecelakaan dapat terjadi seperti
jatuh dilantai karena licin.
3) Membersihkan Dinding Rumah
Kegiatan ini dilakukan dengan memakai sapu dan tangga
untuk memanjat, keluhan yang dijumpai seperti pegal pada
lehermelihat ke atas dan pada tangan, kecelakaan dapat juga
terjadi karena terjatuh dari tangga pada waktu membersihkan
dinding.
2. Mencuci Pakaian
Mencuci pakaian merupakan pekerjaan yang berat dalam rumah
tangga, apalagi air untuk pencuci diambil dengan menimba. Kondisi
yang meringankan adalah dengan memakai pompa air atau pompa
tamgan. Pada keadaan ini resiko terjadi kecelakaan adalah
tergelincir oleh karena lantai yang licin, tersengat aliran listrik
bahkan juga terjatuh kedalam sumur akibat tidak memakai penutup
sumur. Pada rumah-rumah yang bertingkat, menjemur pakain
dilakukan diatas loteng atau pada lantai rumah yang paling atas,
resiko kecelakaan dapat terjatuh atau tergelincir pada waktu
menjemur pakain dari lantai atas.

5
3. Menyediakan Mankanan
Menyediakan makanan dilakukan sejak bangun pagi sampai malam
hari mulai belanja sampai menyediakan diatas meja makan. Proses
menyediakan makanan ini antara lain:
Berbelanja. Berbelanja dilakukan dikedai ataupun pergi kepasar
dengan berjalan kaki atau naik kendaraan dengan membawa beban
sayur atau bahan makanan yang lain. Pada waktu berbelanja resiko
kelelahan terjadi akibat membawa beban berat dan juga kecelakaan
akibat terjatuh dari kendaraan, dan kena tabrak kendaraan lalu lintas.
Mengolah maknan. Mengolah makanan dilakukan dari bahan
mentah sampai makanan siap saji. Proses pengolahan dilakukan
dengan memakai pisau untuk memotong atai dengan memakai
blender untuk menggiling bahan makanan. Resiko kecelakaan yang
dapat terjadi adalah terpotong pisau, tercucuk benda taja,, kena
listrik sewaktu memakai blender.
Memasak makanan. Pada waktu memasak dengan memakai
kompor masak dari kompor tradisional atau memakai bahan bakar
dari minyak lampu sampai pada kompor gas, ataupun alat listrik.
Resiko kecelakaan yang terjadi antara lain terbakar kena api kompor,
dari ledakan kompor gas, atau tersengat listrik.
4. Menyetrika Pakaian
Kegiatan menyetrika pakaian dilakukan dengan posisi duduk
ataupun berdiri dengan bahan baku arang ataupun dengan memakai
strika listrik. Kelelahan dapat timbul dari posisi kerja yang statis dan
resiko terjadi kecelakaan antara lain terbakar api atau tersengat
aliran listrik dari kabel listrik yang terkelupas.
2. Dirumah Sakit
a. Resiko Bahaya Fisik
Resiko bahaya fisik dikelompokkan lagi dalam 7 resiko bahaya fisik
antara lain:
1. Resiko bahaya mekanik
Resiko bahaya ini dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu:
a) Benda-benda lancip, tajam dan panas dengan resiko bahaya
tertusuk, terpotong, tergores, dan lain-lain. Resiko bahaya ini
termasuk salah satu yang paling sering menimbulkan kecelakaan
kerja yaitu tertusuk jarum suntik / jarum jahit bekas pasien.

6
Resiko bahaya ini sebenarnya bukan hanya resiko bahaya fisik
karena dimungkinkan jarum bekas yang menusuk tersebut
terkontaminasi dengan kuman dari pasien. Mengingat bahaya
akibat tertular penyakit tersebut cukup besar, maka harus ada
prosedur tindak lanjut paska tertusuk jarum yang akan dibahas
dibagian lain dalam pelatihan ini.
b) Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita
ketahui di rumah sakit banyak digunakan kereta dorong untuk
mengangkut pasien dan barang-barang logistik. Resiko yang
dapat muncul adalah pasien jatuh dari brankart/ tempat tidur,
terjepit / tertabrak kereta dorong, dan lain-lain.
c) Resiko terjepit, tertimbun dan tenggelam. Resiko ini dapat terjadi
dimana saja meskiput kejadiannya tidak terlalu sering. Hal-hal
yang perlu diperhatikan terutama di ruang perawatan anak dan
ruang perawatan jiwa. Pastikan tidak ada pintu, jendela atau
fasilitas lain yang memiliki resiko untuk terjepit/tenggelam
tersebut.
d) Resiko jatuh dari ketinggian yang sama; terpeleset, tersandung,
dan lain-lain. Resiko ini terutama pada lantai-lantai yang miring
baik di koridor, ramp atau batas lantai dengan halaman. Pastikan
area yang beresiko licin sudah ditandai dan jika perlu pasanglah
handriil atau pemasangan alat lantai anti licin serta rambu
peringatan “awas licin”.
e) Jatuh dari ketinggian berbeda. Resiko ini pada ruang perawatan
anak dan jiwa. Selain itu perlu diperhatikan pada pekerjaan
konstruksi bangunan atau pembersihan kaca pada posisi yang
cukup tinggi. Jika pekerjaan dilakukan pada ketinggian lebih dari
2 meter sebaiknya pekerja tersebut menggunakan abuk
keselamatan. Pada ruang perawatan anak dan jiwa yang terletak
di lantai atas pastikan jendela yang ada sudah terpasang teralis
pengaman dan anak-anak selalu dalam pengawasan orang
dewasa saat bermain.
2. Resiko bahaya radiasi
Resiko bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi:
a) Bahaya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau
partikel yang mampu menghasilkan ion langsung atau tidak
langsung. Contoh di rumah sakit: di unit radiodiagnostik,
radiotherapi dan kedokteran nuklir.

7
b) Bahaya radiasi non pengion adalah Radiasi elektromagnetik
dengan energi yang tidak cukup untuk ionisasi, misal radiasi infra
merah atau radiasi gelombang mikro.
Pengendalian resiko bahaya radiasi dilakukan untuk pekerja
radiasi, peserta didik, pengunjung dan pasien hamil. Pekerja
radiasi harus sudah mendapatkan informasi tentang resiko
bahaya radiasi dan cara pengendaliannya. Selain APD yang baik,
monitoring tingkat paparan radiasi dan kepatuhan petugas dalam
pengendalian bahaya radiasi merupakan hal yang penting.
Sebagai indikator tingkat paparan, semua pekerja radiasi harus
memakai personal dosimetri untuk mengukur tingkat paparan
radiasi yang sudah diterima sehingga dapat dipantau dan tingkat
paparan tidak boleh melebihi ambang batas yang diijinkan.
Untuk pengunjung dan pasien hamil hendaknya setiap ruang
pemerikasaan atau therapy radiasi terpasang rambu peringatan
“Awas bahaya radiasi, bila hamil harus melapor kepada petugas”.
3. Resiko bahaya akibat kebisingan
Kebisingan dapat diakibatkan oleh alat kerja atau lingkungan kerja
yang melebihi ambang batas tertentu. Resiko ini mungkin berada di
ruang boiler, generator listrik, dan peralatan yang menggunakan
alat-alat cukup besar dimana tingkat kebisingannya tidak dipantau
dan dikendalikan. Berdasarkan peraturan menteri kesehatan RI no
1204 tahun 2004 tentang pengendalian lingkungan fisik di rumah
sxakit, seluruh area pelayanan pasien harus dipantau dan
dikendalikan tingkat kebisingannya minimal 3 bulan sekali.
Di rumah sakit pemantauan ini sudah dilakukan oleh ISLRS dan
hasil temuan yang tidak memenuhi persyaratan di analisa dan
dikendalikan bersama IPSRS dan Unit K3 serta dilaporkan kepada
Manajemen rumah sakit.
4. Resiko bahaya akibat pencahayaan
pencahayaan pada lingkungan kerja yang kurang atau berlebih.
Tingkat pencahayaan diseluruh area rumah sakit juga telah dipantau
dan dilaporkan seperti resiko bahaya kebisingan tersebut. Hal yang
harus diperhatikan adalah jika terjadi kerusakan lampu, pastikan
lampu pengganti setara tingkat pencahayaannya dengan lampu
sebelumnya, sehingga tidak terjadi perubahan dalam tingkat
pencahayaan pada area tersebut.

8
5. Resiko bahaya listrik
Resiko dari bahaya listrik adalah bahaya dari konsleting listrik dan
kesetrum arus listrik. Pengendalian yang telah dilakukan adalah
melakukan preventif maintenance seluruh peralatan elektrik yang
dilakukan oleh IPSRS. Kalibrasi peralatan medis dan penggantian
peralatan yang telah out off date. Untuk mencegah bahaya kebakaran
akibat peralatan listrik yang dibawa peserta didik dan keluarga
pasien dilakukan sosialisasi kepada seluruh peserta didik pada saat
orientasi dan untuk keluarga pasien informasi diberikan pada saat
pasien masuk rumah sakit khususnya pasien rawat inap.
6. Resiko bahaya akibat iklim kerja
Resiko bahaya akibat iklim kerja adalah berupa suhu ruangan dan
tingkat kelembaban. Jika suhu dan kelembaban di rumah sakit tidak
dikendalikan dapat mempengaruhi lingkungan kerja dan kualitas
hasil kerja. Pemantauan secara berkala telah dilakukan oleh ISLRS
dan jika ditemukan kondisi tidak memenuhi peresyaratan akan
dilakukan pengendalian oleh IPSRS, PPI, Unit K3RS dan ISLRS
yang dipimpin oleh Direktur Umum dan Operasional.
7. Resiko bahaya akibat getaran
Tingkat resiko akibat getaran adalah resiko yang tidak banyak
ditemukan di rumah sakit tetapi mungkin masih ada terutama pada
kedokteran gigi yang menggunakan bor dengan motor listrik dan
pada bagian housekeeping / rumah tangga yang menggunakan mesin
pemotong rumput (bagian taman).

b. Resiko Bahaya Biologi


1. Resiko dari kuman-kuman patogen dari pasien (nosokomial). Resiko
ini di rumah sakit sudah dikendalikan oleh bagian Petugas Pemantau
Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) berkoordinasi dengan Unit K3,
Instalasi Sanitasi Lingkungan RS (ISLRS) dan Satuan kerja pemberi
pelayanan langsung kepada pasien.
2. Resiko dari binatang (tikus, kecoa, lalat, kucing, dan lain-lain).
Resiko ini dikendalikan oleh ISLRS dan harus didukung dengan
housekeeping yang baik dari seluruh karyawan dan penghuni rumah
sakit.
c. Resiko Bahaya Kimia
Resiko dari bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi
yang meliputi:

9
1. Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk
dekontaminasi lingkungan dan peralatan di rumah sakit seperti;
mengepel lantai, desinfeksi peralatan dan permukaan peralatan
dan ruangan, dan lain-lain.
2. Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci
tangan dan mencuci permukaan kulit pasien seperti alkohol,
iodine povidone, dan lain-lain.
3. Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci
linen dan peralatan lainnya.
4. Reagen yaitu zat atau bahan yang dipergunakan untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium klinik dan patologi
anatomi.
5. Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan
untuk pengobatan pasien.
6. Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan
bahan penunjang pengobatan pasien seperti oksigen, karbon
dioxide, nitrogen, nitrit oxide, nitrous oxide, dan lain-lain.
Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS
berkoordinasi dengan seluruh satuan kerja. Hal-hal yang
perludiperhatikan adalah pengadaan B3, penyimpanan,
pelabelan, pengemasan ulang /repacking, pemanfaatan dan
pembuangan limbahnya.
Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan
peraturan yang berlaku di Indonesia. Penyedia B3 wajib
menyertakan Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety
Data Sheet / MSDS), petugas yang mengelola harus sudah
mendapatkan pelatihan pengelolaan B3, serta mempunyai
prosedur penanganan tumpahan B3. Penyimpanan B3 harus
terpisah dengan bahan bukan B3, diletakkan diatas palet atau
didalam lemari B3, memiliki daftar B3 yang disimpan, tersedia
MSDS, safety shower, APD sesuai resiko bahaya dan Spill Kit
untuk menangani tumpahan B3 serta tersedia prosedur
penanganan Kecelakaan Kerja akibat B3.
Pelabelan dan pengemasan ulang harus dilakukan oleh
satruan kerja yang kompeten untuk memjamin kualitas B3 dan
keakuratan serta standar pelabelan. Dilarang melakukan
pelabelan tanpa kewenangan yang diberikan oleh pimpinan
rumah sakit. Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja harus dipantau
kadar paparan ke lingkungan serta kondisi kesehatan pekerja.
Pekerja pengelola B3 harus memiliki pelatihan teknis

10
pengelolaan B3, jika belum harus segera diusulkan sesuai
prosedur yang berlaku.
Pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran
air kotor yang akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). Limbah B3 padat harus dibuang ke Tempat
Pengumpulan Sementara Limbah B3 (TPS B3), untuk
selanjutnya diserahkan ke pihak pengolah limbah B3.
d. Resiko Bahaya Fisiologi / Ergonomi
Resiko ini terdapat pada hampir seluruh kegiatan di rumah sakit
berupa kegiatan: angkat dan angkut, posisi duduk, ketidak sesuaian
antara peralatan kerja dan ukuran fisik pekerja. Pengendalian
dilakukan melalui sosialisasi secara berkala oleh Unit K3.
e. Resiko Bahaya Psikologi
Resiko ini juga dapat terjadi di seluruh rumah sakit berupa ketidak
harmonisan hubungan antar manusia didalam rumah sakit, baik
sesama pekerja, pekerja dengan pelanggan, maupun pekerja dengan
pimpinan.
PENGENDALIAN RESIKO BAHAYA.
Beberapa contoh sistem pengendalian resiko bahaya yang telah
dilakukan di rumah sakit adalah sebagai berikut:
1. Resiko bahaya fisik
a. Resiko bahaya mekanik : resiko yang paling sering terjadi adalah
tertusuk jarum dan terpeleset atau menabrak dinding / pintu kaca.
Pengendalian yang sudah dilakukan antara lain: penggunaan safety
box limbah tajam, kebijakan dilarang menutup kembali jarum bekas,
pemasangan keramik anti licin pada koridor dan lantai yang miring,
pemasangan rambu “awas licin”, pemasangan kaca film dan stiker
pada dinding / pintu kaca agar lebih kelihatan, kebijakan penggunaan
sabuk keselamatan pada pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian
lebih dari 2 meter, dan lain-lain.
b. Resiko bahaya radiasi: resiko ini terdapat di ruang radiologi, radio
therapi, kedokteran nuklir, ruang cath lab dan beberapa kamar
operasi yang memiliki fluoroskopi / x-ray. Pengendalian yang sudah
dilakukan antara lain: pemasangan rambu peringatan bahaya radiasi,
pelatihan proteksi bahaya radiasi, penyediaan APD radiasi,
pengecekan tingkat paparan radiasi secara berkala dan pemantauan

11
paparan radiasi pada petugas radiasi dengan personal dosimetri pada
patugas radiasi.
c. Resiko bahaya kebisingan: terdapat pada ruang boiler, generator
listrik dan ruang chiller. Pengendalian yang telah dilakukan antara
lain: substitusi peralatan dengan alat-alat baru dengan ambang
kebisingan yang lebih rendah, penggunaan pelindung telinga dan
pemantauan tingkat kebisingan secara berkala oleh Instalasi Sanitasi
Lingkungan Rumah Sakit (ISLRS).
d. Resiko bahaya pencahayaan: resiko bahaya ini terutama di satuan
kerja dengan pekerjaan teliti seperti di kamar operasi dan
laboratorium. Pengendalian yang sudah dilakukan adalah
pemantauan tingkat pencahayaan secara berkala oleh ISLRS dan
hasil pemantauan dilaporkan ke Direktur, Teknik dan Unit K3 untuk
tindak lanjut ruangan yang tingkat pencahayaannya tidak memenuhi
persyaratan.
e. Resiko bahaya listrik: resiko bahaya listrik terdiri dari konsleting
dan kesetrum. Pengendalian yang telah dilakukan adalah adanya
kebijakan penggunaan peralatan listrik harus memenuhi Standar
Nasional Indonesia (SNI) dan harus dipasang oleh bagian IPSRS atau
orang yang kompeten. Peralatan elektronik di RSUP dr Sardjito
secara berkala dilakukan maintenance oleh bagian IPSRS dan seluruh
peralatan yang layak pakai akan diberikan label layak pakai berupa
stiker warna hijau, sedangkan yang tidak layak pakai akan diberikan
stiker merah dan peralatan tersebut ditarik oleh bagian IPSRS. Selain
itu unit K3 dan IPSRS secara berkala melakukan sosialisasi ke
seluruh satuan kerja tentang perilaku aman dalam menggunakan
listrik di rumah sakit.
f. Resiko bahaya akibat iklim kerja: resiko ini meliputi kondisi
temperatur dan kelembaban ruang kerja. Pemantauan temperatur dan
kelembaban dilakukan oleh ISLRS. Acuan dari standar temperatur
dan kelembaban mengacu pada keputusan menteri kesehatan RI no
1402 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah
sakit.
Masalah yang sering muncul adalah temperatur melebihi standar
seperti di Instalasi Binatu dan ruang produksi gizi, karena belum
memungkinkan untuk distandarkan pengendalian yang dilakukan
dengan pemberian minum yang cukup. Masalah kelembaban yang
tinggi beresiko terjadinya kolonisasi kuman patogen sehingga
meningkatkan angka infeksi baik bagi pasien maupun bagi pekerja.
Pengendalian secara teknis telah dilakukan akan tetapi pada musim

12
tertentu kadang tidak memenuhi persyaratan. Upaya yang dilakukan
untuk menghambat kolonisasi kuman terutama pada ruang perawatan
pasien, ICU dan kamar operasi harus dilakukan desinfeksi ruangan
lebih sering dan pemantauan angka kuman secara berkala.
g. Resiko bahaya akibat getaran: resiko bahaya getaran tidak terlalu
signifikan. Dari telaah yang telah dilakukan unit. K3, resiko bahaya
getaran ditemukan di bagian taman akibat dari mesin pemotong
rumput dan di klinik gigi akibat dari mesin bor gigi, tetapi tingkat
getaran pada ke 2 lokasi tersebut masih dalam batas yang diijinkan.
h. Resiko bahaya biologi : resiko bahaya biologi yang paling banyak
adalah akibat kuman patogen dari pasien yang ditularkan melalui
darah dan cairan tubuh, dropet dan udara. Pengendalian resiko ini
telah dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
akan tetapi termasuk dalam area pemantauan Unit K3. Resiko air
borne dissease dikendalikan dengan rekayasa ruangan tekanan
negatif beserta peraturan administratif dan APD. Resiko penularan
melalui droplet dikendalikan dengan menyediakan masker bagi
petugas, pengantar pasien dan pasien yang batuk, serta sosialisasi
etika batuk oleh PPI. Resiko blood borne dissease dikendalikasn
dengan penggunaan alat-alat single use beserta persturan
administratif dan APD. Selain itu untuk mencegah pe nularan
penyakit blood borne dissease khususnya Hepatitis B dilakukan
Imunisasi Hepatitis B dengan perioritas pada karyawan dengan kadar
titer anti HBs < 0,2 u/L terutama yang bekerja pada tindakan invasif
terhadap pasien. Selain itu juga telah dilakukan penanganan paska
pajanan infeksi khususnya pada HIV dan Hepatitis B. Bila pekerja
atau peserta didik mengalami kecelakaan kerja berupa tertusuk jarum
bekas pasien atau terkena percikan darah dan cairan tubuh pada
mukosa (mata, mulut) atau terkena pada luka, maka wajib
melaporkan kepada penanggung jawab ruangan pada saat itu dan
setelah melakukan pertolongan pertama harus segera periksa ke IGD
agar dilakukan telaah dan tindak lanjut paska pajanan sesuai prosedur
untuk mengurangi resiko tertular.
i. Resiko bahaya kimia: resiko ini terutama terhadap bahan kimia
golongan berbahaya dan beracun (B3). Pengendalian yang telah
dilakukan adalah dengan identifikasi bahan-bahan B3, pelabelan
standar, penyimpanan standar, penyiapan MSDS, penyiapan P3K,
APD dan safety shower serta pelatihan teknis bagi petugas pengelola
B3. Rekayasa juga dilakukan dengan penggunaan Laminary Airflow
pada pengelolaan obat dan B3 lainnya.

13
j. Resiko bahaya ergonomi: resiko ini banyak terjadi pada pekerjaan
angkat dan angkut baik pasien maupun barang. Sosialisasi cara itu
dalam pemilihan sarana dan prasarana rumah sakit juga harus
mempertimbangkan faktor ergonomi tersebut terutama peralatan
yang dibeli dari negara lain yang secara fisik terdapat perbedaan
ukuran badan.
k. Resiko bahaya psikologi: resiko psikologi teidak terlalu kelihatan
akan tetapi selalu ada meskipun kadarnya tidak terlalu mencolok.
Upaya yang dilakukan antara lain dengan mengadakan pertemuan
antar satuan kerja, antar staff dan pimpinan dan pada acara-acara
bersama seperti saat ulang tahun RS dan lain-lain yang bertujuan agar
terjalun komunikasi yang baik sehingga secara psikologi menjadi
lebih akrab denganharapan resiko bahaya psikologi dapat ditekan
seminimal mungkin.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap orang pasti membutuhkan rasa aman dan tentram dari ancaman
bahaya maupun kecelakaan. Karena kecelakaan sendiri merupakan kejadian
yang tidak dapat diduga dan tidak diharapkan. Keamanan Lingkunagan
sendiri dapat dipegaruhi oleh beberapa faktor Jadi yang dimaksud dengan
kebutuhan dasar manusia yang mencakup keamanan lingkunan adalah
kebutuhan hidup manusia yang sangat penting dan sangat berpengaruh bagi
manusia maupun sekitarnya.
B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan haruslah memahami betul kebutuhan dasar
manusia karena sangat bermanfaat saat kita melakukan pemberian
pelayanan. Konsep keamanan lingkungan sangat penting adanya karena
sebagai bagian dari manjamen dalam pelayanan kesehatan maupun pengguna
pelayan kesehatan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Stolte M. Karen.2003. Diagnosa Keperawatan Sejahtera. Jakarta : EGC


Tarwoto dan Wartonah.2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Hikmawati Isna, M.Kes.2012. Ilmu Dasar Keperawatan. Yogyakarta : Nuha
Medika

16

Anda mungkin juga menyukai