Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan
Dosen : Huliman Abdul Gofur, S.Sos.I, M.Pd
Disusun Oleh :
1. Dudi Sunardi (068.14.1525.17)
2. Nu’man Muntaha (068.14.1580.17)
3. Tesa Meisa Putri (068.14.1616.17)
4. Takiyyah Nurlaela
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
D. Metode Penelitian 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Kepribadian 3
B. Pengertian Guru 4
C. Pribadi Guru 5
D. Perkembangan Pribadi Guru 7
E. Ciri-ciri Stereotip Guru 8
F. Memilih Jabatan Guru 9
G. Ketegangan dalam Profesi Keguruan 11
H. Gangguan Fisik dan Mental Guru 14
I. Urgensi Kepribadian Guru 14
BAB III PENUTUP 18
A. Kesimpulan 18
B. Saran 18
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu penyebab rendahnya moral/ahlak generasi saat ini adalah
rendahnya moral para guru dan orang tua. Kecenderungan tugas guru hanya
mentransfer ilmu pengetahuan tanpa memperhatikan nilai-nilai moral yang
terkandung dalam ilmu pengetahuan tersebut, apalagi kondisi pembelajaran saat ini
sangat berorientasi pada perolehan angka-angka sebagai standarisasi kualitas
pendidikan.
Setiap orang yang pernah sekolah, pastilah berhubungan dengan guru dan
mempunyai gambaran tentang kepribadian guru. Walaupun gambaran tentang guru
tidak lengkap dan mungkin tidak benar seluruhnya, namun orang akan berinteraksi
dengan guru. Guru adalah pribadi yang menentukan maju atau tidaknya sebuah
bangsa dan peradaban manusia. Ditangannya, seorang anak yang awalnya tidak
tahu apa-apa menjadi pribadi jenius. Melalui sepuhannyalah, lahir generasi-
generasi unggul.
Salah satu aspek penting yang langsung tidak langsung mempengaruhi
terhadap kesuksesan seorang guru dalam menjalankan tugasnya adalah faktor
kepribadian. Kepribadian yang akan menentukan apakah seorang guru akan
menjadi pendidik dan pembina baik bagi para siswanya, ataukah akan menjadi
perusak atau penghancur bagi hari depan siswanya.
Kepribadian guru mempengaruhi suasana kelas, kebebasan yang dinikmati
anak dalam mengeluarkan buah pikirannya dan mengembangkan kreativitasnya
atau pengekangan dan keterbatasan yang dialaminya dalam pengembangan
pribadinya. Guru juga terbatas dalam kebebasannya menurut pribadi kepala sekolah
dalam sikapnya terhadap atasannya.
Kita sebagai calon guru sudah seyogyanya mengetahui tentang seluk beluk
guru, salah satunya adalah kepribadian guru. Untuk itulah pada kesempatan ini
kami akan membahas tentang kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru
sebagai seorang pendidik dan tauladan bagi peserta didiknya.
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kepribadian?
2. Apa pengertian dari guru?
3. Bagaimana pribadi guru?
4. Bagaimana perkembangan pribadi guru?
5. Apa saja ciri-ciri stereotip guru?
6. Bagaimana memilih jabatan guru?
7. Bagaimana Ketegangan dalam Profesi Keguruan?
8. Apa saja gangguan fisik dan mental guru?
9. Apa urgensi kepribadian guru?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kepribadian.
2. Untuk mengetahui pengertian dari guru.
3. Untuk mengetahui pribadi guru.
4. Untuk mengetahui perkembangan pribadi guru.
5. Untuk mengetahui ciri-ciri stereotip guru.
6. Untuk mengetahui memilih jabatan guru.
7. Untuk mengetahui Ketegangan dalam Profesi Keguruan.
8. Untuk mengetahui gangguan fisik dan mental guru.
9. Untuk mengetahui urgensi kepribadian guru.
D. Metode Penelitian
Dalam penyusunan makalah ini, kami menggunakan metode kualitatif yaitu
dengan mengkaji buku maupun artikel-artikel tentang Kepribadian Guru sebagai
acuan yang sesuai dengan pembahasan dan browsing data di internet atau searching
di google.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepribadian
Menurut asal katanya, kepribadian atau personality berasal dari bahasa
Latin personare, yang berarti mengeluarkan suara (to sound through). Istilah ini
digunakan untuk menunjukkan suara dari percakapan seorang pemain sandiwara
melalui topeng (masker) yang dipakainya. Pada mulanya istilah per-sona berarti
topeng yang dipakai oleh pemain sandiwara, di mana suara pemain sandiwara itu
diproyeksikan. Kemudian kata persona itu berarti pemain sandiwara itu sendiri.
(Purwanto, 2004).
Kepribadian merupakan kesatuan yang kompleks, yang terdiri dari aspek
psikis, seperti: inteligensi, sifat, sikap, minat, cita-cita, dst. serta aspek fisik, seperti:
bentuk tubuh,kesehatan jasmani, dst. Pengertian Kepribadian menurut para Ahli
berbeda-beda, sesuai dengan sudut pandang ahli yang bersangkutan. Berikut ini
dikemukakan beberapa ahli yang definisinya dapat dipakai acuan dalam
mempelajari kepribadian.
1. Adolf Heuken S.J. dkk. dalam bukunya yang berjudul Tantangan Membina
Kepribadian(1989), menyatakan sebagai berikut. “Kepribadian adalah pola
menyeluruh semua kemampuan, perbuatan serta kebiasaan seseorang, baik yang
jasmani, mental, rohani, emosional maupun yang sosial. Semuanya ini telah
ditata dalam caranya yang khas di bawah beraneka pengaruh dari luar. Pola ini
terwujud dalam tingkah lakunya, dalam usahanya menjadi manusia sebagaimana
dikehendakinya”.
2. Menurut Yinger, kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu
dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian
instrument. (Djamarah S. B., 2000)
3. Menurut Horton (1982), kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan,
ekspresi dan tempramen seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen itu
akan terwujud dalam tindakan seseorang jika di hadapan pada situasi tertentu.
3
4
atau insinyur dan tidak menjadi guru, walaupun dalam kenyataan terbukti bahwa
guru yang beralih jabatannya dapat melakukan tugasnya dengan baik sebagai
jenderal, gubernur, menteri, duta besar, bupati, atau camat, juga sebagai usahawan,
seniman, pengarang, dan sebagainya. Walaupun demikian orang tetap berpegang
pada stereotip guru.
Guru memang ada lainnya dengan pekerja lain. Guru wanita, bila
dibandingkan dengan gadis atau wanita lain yang bekerja di kantor, bersifat lebih
serius, berpakaian lebih konservatif karena enggan mengikuti mode terbaru, bahkan
tak malu menggunakan pakaian yang sama berulang-ulang. Guru lebih kritis
terhadap kelakuan orang lain, mungkin karena telah terbiasa mengecam kelakuan
murid. Guru wanita tidak mudah bergaul dengan sembarang orang. Dalam hiburan
seperti menonton bioskop ia membatasi diri dan tak suka berjumpa dengan murid
di tempat serupa itu.
Dalam melaksanakan tugas dan peranannya, guru yang prefesional
mempunyai kualifikasi personal tertentu. Ada beberapa ungkapan untuk
melukiskan kualifikasi personal, di antaranya adalah :
1. Guru yang baik (a good teacher)
Baik dalam arti di sini yaitu punya konotasi sifat/atribut-atribut moral
yang baik. Sifat-sifat diutamakan dari asumsi dasar bahwa manusia itu sejak
lahir sudah membawa sifat-sifat yang baik, seperti jujur, setia, sabar, dan
bertanggung jawab.
2. Guru yang berhasil (a Succesfull teacher)
Seorang guru yang dikatakan berhasil bila dalam mengajar ia dapat
menunjukan kemampuannya sehingga tujuan-tujuan yang telah ditentukan dapat
dicapai oleh para siswa. Hal itulah, sebab setiap guru yang mengajar harus dapat
melihat dengan jelas tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
ii. Guru yang efektif (an effective teacher)
Seorang guru yang disebut sebagai guru efektif bila ia dapat
mendayagunakan waktu dan tenaga yang sedikit, tetapi dapat mencapai hasil
yang banyak. Guru yang pandai menggunakan strategi mengajar dan mampu
7
Dalam penelitian tentang latar belakang sosial mereka yang memilih profesi
guru ternyata bahwa kebanyakan berasal dari golongan rendah atau menengah-
rendah seperti anak petani, pegawai rendah, saudagar kecil, walaupun ini tidak
berarti bahwa semua anak-anak golongan ini akan memilih jabatan sebagai guru.
Profesi keguruan, khususnya pada tingkat SD, makin lama makin banyak
dipegang oleh kaum wanita, bahkan di USA atau Jepang dengan guru pada tingkat
SD selalu dimaksud ibu guru. Lambat laun guru-guru wanita juga mengajar pada
tingkat SM bahkan perguruan tinggi. Bila guru kebanyakan terdiri atas wanita
seperti di SD maka jabatan guru akan diidentifikasikan dengan pekerjaan wanita
sehingga kaum pria akan menjauhinya bila terbuka pekerjaan lain.
Dalam kenyataan dilihat bahwa guru-guru menunjukkan kepribadian
tertentu sesuai dengan jabatannya. Apakah mereka memiliki kepribadian itu
sebelum memasuki lembaga pendidikan guru, jadi memilih jabatan sesuai dengan
bakatnya ataukah kepribadian guru itu terbentuk selama menjalani pendidikan atau
setelah mereka bekerja sebagai guru dan menyesuaikan diri dengan norma kelakuan
seperti yang diharapkan oleh masyarakat, jadi dalam interaksi sosial?
Apakah keterkaitan guru pada norma-norma tertentu membuatnya kurang
mampu untuk bergaul dengan kalangan di luar guru dan juga kurang mampu untuk
melakukan pekerjaan non-guru? Di Amerika Serikat tenyata banyak guru,
khususnya pria, yang menggunakan pekerjaan guru sebagai batu loncatan, juga di
negara kita pada waktu revolusi banyak kesempatan untuk pindah pekerjaan yang
banyak digunakan oleh guru-guru. Mereka yang terdidik sebagai guru, khususnya
lulusan IKIP banyak mencari pekerjaan di luar keguruan yang rasanya memberi
kepuasan kerja yang lebih besar.
Dalam kelas guru memegang posisi yang sangat berkuasa. Ia dapat menegur
dan menghukum tiap pelanggaran. Guru berpribadi buruk dapat menyalahgunakan
kekuasaannya dalam bentuk sadism yang sangat merugikan anak dan dirinya
sendiri. Maka dari itu larangan memberikan hukuman fisik harus dipertahankan.
Orang yang mempunyai gangguan mental hendaknya jangan menjadi guru.
Tak dapat disangkal kebanyakan guru bekerja dengan penuh dedikasi
dengan menunjukkan kesediaan yang tinggi untuk berbakti kepada Pendidikan anak
11
dan masyarakat. Sekalipun guru tidak menonjolkan upah finansial ia juga manusia
biasa yang harus menghidupi keluarganya. Maka sudah selayaknya nasib guru
senantiasa mendapat perhatian Pemerintah dan masyarakat.
G. Ketegangan dalam Profesi Keguruan
Berikut ini adalah beberapa ketegangan dalam profesi keguruan :
1. Tiap pekerjaan mengandung aspek-aspek yang dapat menimbulkan ketegangan,
apakah pekerjaan sebagai diplomat, penerbang, supir, dokter, guru. Ketegangan
itu tidak hanya ditentukan oleh sifat pekerjaan itu akan tetapi juga bergantung
pada orang yang melakukannya. Tiap orang ingin mencari kepuasan dalam
pekerjaannya, akan tetapi tak selalu kepuasan itu diperolehnya karena ada yang
menghalanginya. Ketegangan timbul akibat hambatan untuk mencapai kepuasan
yang dicari individu dari kedudukannya. Sifat ketegangan itu bergantung pada
apa yang ingin dicapai seseorang dalam pekerjaannya atau keterlibatannnya
dalam pekerjaannya itu. Kepuasan yang dicari oleh berbagai induvidu berbeda-
beda. Pekerjaan yang dapat memberi kepuasan kepada seseorang belum tentu
akan memberi kepuasan kepada orang lain. Apa yang menimbulkan ketegangan
bagi seseorang mungkin tidak mempunyai pengaruh terhadap orang lain.
Jabatan guru tidak dapat dikatakan menjadi idaman atau panggilan bagi
kebanyakan pemuda. Walaupun tugas itu mulia, akan tetapi tidak selalu memberi
kepuasan yang dicari orang dalam jabatannya.
Apa yang diharapkan guru dari jabatannya? Antara lain :
a. Keuntungan ekonomis, imbalan, finansial, gaji atau uang. Gaji yang tinggi
memberi kesempatan untuk menabung, mendirikan rumah, membiayai
Pendidikan anak, dan sebagainya. Pendapatan yang cukup memberi rasa
aman untuk masa depan baginya dan bagi keluarganya.
b. Status, kedudukan yang terhormat dalam masyarakat, penghargaan yang
mempertinggi harga-diri dihadapan orang lain.
c. Otoritas, kewibawaan, kekuasaan atas orang lain, mengatur orang lain,
merasa diri sebagagai bos, dapat memerintah orang lain, dalam hal ini murid-
murid.
12
lebih tinggi. Status guru yang tidak begitu tinggi dalam mata masyarakat dan
status yang tidak jelas bagi guru sendiri mungkin akan mengecewakannya dan
dapat mengganggu kestabilan kepribadiannya. Status guru yang tak jelas ini
dapat menjadi sumber ketegangan bagi orang yang mencari kenaikan statusnya
melalui jabatannya.
4. Sumber ketegangan lain bagi guru ialah otoritas guru untuk menghukum atau
memberi penghargaan pada murid. Tidak selalu sama pendapat masyarakat apa
yang harus dihargai atau dihukum, sehingga dapat menimbulkan ketegangan.
Semua orang tua menginginkan adanya disiplin, akan tetapi jika anaknya diberi
hukuman karena terlambat sedikit, atau terdapat merokok, ada orang tua yang
menganggap hukuman itu terlampau keras atau tidak pada tempatnya.
Sebaliknya ada orang tua yang mengingatkan agar anaknya diberi hukuman yang
keras bahkan kalua perlu diberi hukuman jasmani yang tidak dapat diterima oleh
guru. Demikianlah guru berada pada titik silang berbagai harapan dan tuntutan
yakni dari pihak orang tua dan masyarakat, dari pihak kepala sekolah dan atasan
dan dari tuntutan profesi keguruan yang dipengaruhi oleh berbagai aliran. Guru
diharapkan agar mematuhi berbagai tuntutan dan berusaha melayani permintaan
berbagai pihak yang mungkin saling bertentangan sehingga dapat menimbulkan
ketegangan pada guru.
5. Ketegangan juga dapat ditimbulkan oleh persoalan apakah pekerjaan guru dapat
diakui sebagai profesi. Tanpa melalui pendidikan keguruan seseorang dapat
mengajar, hal yang tidak mungkin terjadi dengan profesi kedokteran atau
hukum.
6. Sumber ketegangan juga terletak dalam pekerjaan guru di dalam kelas. Di situ
diuji kemampuannya dalam profesinya, kesanggupannya untuk mengatur proses
belajar-mengajar agar berhasil baik sehingga memuaskan bagi setiap murid.
Gangguan disiplin, kenakalan, kemalasan, ketidakmampuan anak dapat menjadi
sumber ketegangan dan frustasi bagi guru yang benar-benar melibatkan diri
dalam proses itu.
Dirasakan ada tidaknya ketegangan itu bergantung pada kepuasan yang
dicari seorang guru dalam profesinya. Keberhasilan guru dalam membantu anak
14
dalam pelajarannya akan memberi kepuasan yang dicari seorang guru yang
menjunjung tinggi profesi keguruannya dan kurang menghiraukan penghargaan
finansial yang diperolehnya dari jabatannya. Kegagalan dalam hal ini akan
menimbulkan frustasi yang dapat mempengaruhi kepribadiannya.
H. Gangguan Fisik dan Mental Guru
Berdasarkan penelitian guru sangat rentan terhadap penyakit yang
berhubungan dengan radang tenggorok sampai sariawan. Hal ini dikarenakan
intensitas mengajar yang tinggi tanpa ditopang dengan asupan vitamin yang
memadai, akhirnya yang terjadi system immune ( kekebalan ) menurun dan ia
menjadi gampang terserang berbagai macam penyakit, terutama dua penyakit di
atas.
Disamping factor kesehatan fisik yang terganggu, para guru juga mengalami
banyak gangguan mentalnya. Ada kemungkinan, menurut pendapat sejumlah
peneliti, bahwa tidak adanya hidup kekeluargaan yang normal dan frustasi dalam
hubungan seks yang normal turut menambah gangguan mental guru-guru wanita
yang tidak kawin. Guru pria dianggap mempunyai mental yang lebih stabil bila
mereka mempunyai keluarga yang normal.
Berdasarkan penelitian itu dapat dibuktikan adanya guru yang mengalami
gangguan mental, bahwa ada diantaranya yang memerlukan perawatan psikiater.
Akan tetapi penelitian itu tidak menunjukkan apakah gangguan mental itu lebih
banyak terdapat di kalangan guru dibandingkan dengan profesi lain. Juga tidak
diketahui apakah gangguan mental itu telah ada pada calon guru, nyata atau laten,
sebelum ia melakukan profesinya ataukah gangguan mental itu timbul sebagai
akibat pekerjaannya sebagai guru. Selanjutnya tidak diketahui hingga manakah
gangguan mental itu merugikan murid dan proses belajar mengajar (Nasution,
2016)
I. Urgensi Kepribadian Guru
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Syaiful Bahri
Djamarah mengemukakan bahwa guru dan anak didik merupakan “dwitunggal”.
15
Posisi guru dan anak boleh berbeda, tetapi keduanya tetap seiring dan setujuan,
bukan seiring tapi tidak setujuan. (Djamarah S. B., 2000) Jadi, guru dan anak didik
memilki kesamaan langkah dalam mencapai tujuan bersama. Anak didik berusaha
mencapai cita-citanya dan guru dengan ikhlas mengantar dan membimbing anak
didik kedepan pintu gerbang cita-citanya.
Kepribadian yang murni dan tulus merupakan syarat utama bagi seorang
pendidik dalam mengantar dan membimbing anak didiknya menuju cita-citanya,
mengingat peranan sebuah kepribadian sangat mempengaruhi perkembangan
peserta didik yang sedang belajar. Perlu kita ketahui bahwa pendidik itu bekerja
melalui pribadinya, dalam pribadi yang santun akan melahirkan anak didik yang
santun, begitu pula sebaliknya. Semua prilaku kita menjadi tiruan anak didik. Baik
itu prilaku yang benar maupun prilaku yang salah. (Rimang, 2011) Dengan kata
lain anak didik merupakan cerminan dari guru yang bersangkutan.
Filosofi mendasar pada seorang guru maupun dosen adalah digugu dan
ditiru. Digugu setiap tutur katanya dan ditiru setiap prilakunya. Artinya dalam
kesehariannya guru menjadi teladan bagi sekelilingnya. Allah SWT
mengisyaratkan bahwa tugas pokok Rasulullah SAW adalah mengajarkan alKitab
dan al-Hikmah kepada mereka serta Mensucikan umatnya, yakni mengembangkan
dan membersihkan jiwa mereka. Allah SWT berfirman:
يز ْال َح ِكي ُم
ُ َاب َو ْال ِح ْك َمةَ َويُزَ ِكي ِه ْم ۚ إِنَّكَ أَ ْنتَ ْالعَ ِز
َ وًل ِم ْن ُه ْم َيتْلُو َعلَ ْي ِه ْم آيَاتِكَ َويُعَ ِل ُم ُه ُم ْال ِكت
س ا ْ َربَّنَا َوا ْب َع
ُ ث فِي ِه ْم َر
Artinya: Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan
mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan
mengajarkan kepada mereka al kitab (al Quran) dan alHikmah (as-Sunnah) serta
mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana. (QS. Al-Baqarah:129)
Salah satu kunci keberhasilan Rasulullah SAW dalam tugas mendidik
umatnya adalah karena pada diri Rasul mampu menjadi teladan yang baik (uswatun
hasanah) seperti apa yang diajarkan. Allah SWT berfirman:
َّ َّللاَ َو ْاليَ ْو َم ْاْل ِخ َر َوذَك ََر
َّللاَ َكثِ ا
يرا َ َّللاِ أُس َْوة ٌ َح
َّ سنَةٌ ِل َم ْن َكانَ يَ ْر ُجو ُ لَقَدْ َكانَ لَ ُك ْم فِي َر
َّ سو ِل
16
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. AlAhzab: 21)
Bahkan dalam ayat lain Allah memuji akhlak dan kepribadian Rasulullah
sebagai kepribadian dan akhlak yang paling agung. Allah SWT berfirman:
ٍ َُو ِإ َّنكَ لَ َعلَ ٰى ُخل
ق َع ِظ ٍيم
Artinya: dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS.
Al-Qalam: 4)
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa pada diri Rasul telah terdapat suri
teladan yang baik, oleh karena itu seorang guru dituntut untuk memiliki karakter
profetik serta mampu menjadi suri teladan yang baik sebagaimana ajaran
Rasulullah. Rasul adalah pribadi paripurna. Seluruh aspek kehidupannya adalah
“uswatun hasanah”. Pribadi guru hakekatnya adalah uswatun hasanah, walaupun
tidak sesempurna Rasul. Ingat hanya “hampir” mendekati, bukan seluruh pribadi
guru sama dengan pribadi Rasul, kekasih Allah dan penghulu seluruh Nabi dan
Rasul itu.
Sistem pendidikan yang tidak ditopang oleh guru yang memiliki kompetensi
kepribadian yang baik hanya akan menghasilkan orang pintar saja tetapi bukan
orang yang baik. (Rimang, 2011) Di Indonesia ini tak terbilang banyaknya orang
yang pintar bahkan sangat pintar, mereka dapat melakukan apa saja dengan
kepintarannya, tak peduli merugikan orang lain atau tidak, yang penting memberi
keuntungan baginya. Orang–orang itu adalah output dari pendidikan. Jadi terkesan
bahwa pendidikan juga terlibat dalam pemberdayaan orang-orang pintar tetapi
merusak Negara. Hal ini tentu bertentangan dengan fungsi pendidikan yakni
melahirkan generasi yang berguna bagi lingkungan sekitarnya. Pendidikan
selayaknya menghasilkan orang pintar dan juga orang baik.
Kepribadian seorang guru merupakan modal dasar bagi guru dalam
menjalankan tugas keguruannya secara professional sebab kegiatan pendidikan
pada dasarnya merupakan komunikasi personal antara guru dan siswa. Esensi
kepribadian guru semuanya bermuara ke dalam intern pribadi guru. Beberapa
kompetensi yang lainnya, yakni kompetensi paedagogik, social dan professional
17
18
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, M. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Griya Santri.
Chaerul Rochman, H. G. (Bandung). Pengembangan Kompetensi Kepribadian
Guru: Menjadi Guru yang Dicintai dan Diteladani oleh Siswa. 2012:
Nuansa Cendikia.
Djamarah, S. B. (2000). Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Nasution. (2016). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nurudin, M. (2004). Kiat Menjadi Guru Profesional. Yogyakarta: Prismasophie.
Purwanto, N. (2004). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya,.
Rimang, S. S. (2011). Meraih Predikat Guru dan Dosen Paripurna. Bandung:
Alfabeta.
Tafsir, A. (2004). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.