Anda di halaman 1dari 6

KEPRIBADIAN GURU

A. Pendahuluan
Pepatah jawa mengatakan guru itu singkatan dari di gugu lan ditiru. Yang digugu adalah
ucapannya dan yang ditiru adalah sikap dan perbuatannya. Hingga saat ini pepatah kata itu masih
banyak kita dengar dimana-mana. sehingga penghormatan dari masyarakat kepada profesi guru
pun hingga saat ini masih dirasakan. Namun harus disadari, bahwa guru juga manusia. Selain
kelebihan yang dimiliki, guru juga punya banyak keterbatasan dan kekurangan. Di media cetak
dan elekronik banyak kita lihat/ kita baca beberapa contoh kasus guru yang terjerumus dalam
tindak kriminal dan asusila. sehingga sikap dan perilaku guru yang demikian itu bukan sikap dan
perilaku yang patas untuk digugu dan ditiru.
Kita sebagai calon guru sudah seyogyanya mengetahui tentang seluk beluk guru, salah
satunya adalah kepribadian guru, pada makalah ini akan membahas tentang seperti apa seharusnya
kepribadian seorang guru. Semoga bermanfaat.

A. Pembahasan
a. Pribadi Guru
Kepribadian diartikan sebagai sifat-sifat yang membedakan seseorang dari yang lain. Tiap
orang yang pernah sekolah dan berhubungan dengan guru mempunyai gambaran tertentu tentang
kepribadian guru. Ternyata banyak kesamaan mengenai gambaran orang pada umumnya tentang
guru sehingga terbentuklah stereotip guru. Gambaran tentang guru tampak dalam cerita-cerita,
film, sandiwara, karikatur dalam permainan peranan oleh anak-anak yang belum bersekolah.
Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai dengan ciri-ciri yang miliki.
Kepribadian sebenarnya adalah suatu yang abstrak, hanya dapat dilihat lewat penampilan,
tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan cara menghadapi setiap persoalan.[1] Kepribadian adalah
keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Oleh karena itu masalah
kepribadian adalah sesuatu hal yang sangat menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seorang
guru dalam pandangan anak didik atau masyarakat.
Walaupun gambaran tentang guru itu tidak lengkap dan mungkin juga tidak benar
seluruhnya, namun orang akan berinteraksi dengan guru berdasarkan stereotip guru itu. Guru
merupakan sumber pengetahuan utama bagi murid-muridnya, namun pada umumnya orang tidak
memandang guru sebagai orang yang pandai yang mempunyai intelegensi yang tinggi. Orang yang
berintelegensi tinggi akan menjadi dokter atau insinyur dantidak menjadi guru, walaupun dalam
kenyataaan terbukti bahwa guru yang beralih jabatannya dapat melakukan tugasnya dengan baik
sebagai profesi lainnya, hal inipun pernah digambarkan dalam film merah putih 1, dimana pak
amir yang waktu itu seorang guru SD ditunjuk sebagai perwira dan jasanya begitu besar terhadap
bangsa ini.
Guru memang ada lainnya dengan pekerja lain. Guru wanita, bila dibandingkan dengan gadis
atau wanita lain yang bekerja dikantor, bersifat lebih serius, berpakaian lebih konservatif karena
enggan mengikuti mode terbaru, bahkan tak malu menggunakan pakaian yang sama berulang-
ulang. Guru lebih kritis terhadap kelakuan orang lain, mungkin karena telah terbiasa mengamati
murid-muridnya. Guru wanita tidak mudah bergaul dengan sembarangan orang.
Dalam hiburan seperti menonton bioskop ia membatasi diri dan tak suka berjumpa denan murid
ditempat serupa itu, bahasa gaulnya adalah Ja’im (jaga image). Dalam suatu percobaan
diperlihatkan 10 foto, diantaranya tiga foto guru yang khas. Ternyata bahwa murid-murid yang
digunakan sebagai sampel kebanyakan tepat menerka foto guru, sedangkan untuk jabatan lain
tebakan mereka meleset. Dari percobaan itu tampak bahwa orang memiliki gambaran tentang
stereotip guru, orang yang serius, sadar akan harga diri, bersikap menjaga jarak sosial dan orang
lain.

b. Perkembangan Pribadi Guru


Kepribadian guru terbentuk atas pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh
masyarakat dan sifat pekerjaannya. Guru harus menjalankan peranannya menurut kedudukannya
dalam berbagai situasi sosial. Kelakuan yang tidak sesuai dengan peranannya itu akan mandapat
kecaman. Dalam situasi kelas guru menghadapi sejumlah murid yang harus dipandangnya sebagai
“anaknya”, sebaliknya guru akan dianggap sebagai bapak/ibu guru, dalam hal ini guru
didewasakan, dituakan sekalipun menurut usia yang sebenarnya belum pantas menjadi “orang
tua”.
Wali murid akan memandang guru sebagai “partner” yang setaraf kedudukannya dan
mempercayakan anak mereka untuk diasuh oleh guru. Dalam menjalankan peranannya sebagai
guru ia lambat laun membentuk kepribadiannya. Ia diperlakukan oleh lingkungan sosialnya sebagi
guru dan ia akan bereaksi sebagai guru pula. Ia menjadi guru karena diperlakukan dan berlaku
sebagai guru. Peranannya semakin lama akan menjadi ciri kepribadiannya yang mungkin akan
melekat pada dirinya sepanjang hidupnya walaupun ia telah meninggalkan jabatannya. Guru
diharapkan senantiasa berkelakuan sebagai guru selama 24 jam sehari. Apa saja dilakukannya,
kapan saja, apakah ia makan di restoran, menonton di bioskop, menerima tamu dirumah ia harus
mempertimbangkan film apa yang ditontonnya, di restoran mana ia makan, bagaimana ia harus
berpakaian sewaktu menerima tamu.

c. Ciri-ciri Stereotip Guru


Peranan guru mempengaruhi kelakuannya. Menurut suatu penelitian pada umumnya
terdapat ciri-ciri yang berikut pada guru:
Guru tidak memperlihatkan perhatian yang fleksibel. Ia cenderung mempunyai pendirian yang
tegas dan mempertahankannya. Ia kurang terbuka bagi pendirian lain yang berbeda. Guru
cenderung tidak suka menerima jawaban yang berbeda dengan jawaban guru.
Guru pandai menahan diri. Ia hati-hati dan tidak segera menceburkan diri dalam pergaulan
dengan orang lain. Karena itu ia tidak dapat memberikan pertisipasi penuh dalam kegiatan sosial.
Bahkan seorang guru sedikit diharamkan untuk masuk partai.
Guru berusaha menjaga harga diri dan merasa keterikatan kelakuannya pada norma-norma yang
berkenaan dengan kedudukannya. Baginya guru itu orang yang terhormat dan karena itu ia harus
berkelakuan sesuai dengan kedudukannya itu.
Guru cenderung bersikap otoriter dan ingin “menggurui” dalam diskusi. Sebagai orang yang
serba tau diluar kelas, dia akan berkelakuan sama seperti diluar kelas.
Guru cenderung bersikap konservatif baik didalam pendiriannya maupun dalam hal-hal lahiriah,
seperti pakaian.
Guru pada umumnya tidak terdorong oleh motivasi yang kuat untuk menjadi guru. Seorang
memasuki lembaga pendidikan guru, sering karena pilihan lain tertutup.
Guru pada umumnya tidak mempunyai ambisi yang kuat untuk mencapai kemajuan.
Guru dipandang kurang agresif dalam menghadapi berbagai masalah.
Guru cenderung untuk memandang guru-guru sebagai kelompok yang berbeda dari golongan
lain. Kecenderungan ini turut menimbulkan stereotip guru.
Guru menunjukkan kesediaan untuk berbakti dan berjasa.
Gambaran diatas tentang ciri-ciri guru tidak semuanya dapat dibuktikan, namun orang
mempunyai suatu bayangan tertentu tentang pribadi guru pada umumnya. Walaupun gambaran itu
tidak benar sepenuhnya, orang akan berinteraksi dengan guru berdasarkan gambaran yang ada
padanya.

d. Memilih Jabatan Guru


Sukar memperoleh data yang obyektif tentang pribadi calon guru dan alasan untuk memilih
pekerjaan sebagai guru. Bila calon-calon ditanyakan tentang alasan mereka memilih pekerjaan
guru, biasanya mereka menjawab bahwa pilihan itu sesuai dengan cita-cita untuk berbakti kepada
nusa dan bangsa dengan mendidik generasi muda. Kita tidak tau berapa di antara mereka yang
sebenarnya tidak berhasil memasuki perguruan tinggi lain yang lebih mereka prioritaskan. Bila
kita tanyakan murid-murid SMA jarang ada yang ingin menjadi guru. Profesi keguruan, khususnya
pada tingkat SD, makin lama makin banyak dipegang oleh kaum wanita, bahkan di USA atau
jepang dengan guru pada tingkat SD selalu dimaksud ibu guru. Lambat laun guru-guru wanita juga
mengajar pada tingkat SLTP, SMA bahkan perguruan tinggi. Bila guru kebanyakan terdiri atas
wanita seperti di SD maka jabatan guru akan diidentifikasikan dengan pekerjaan wanita sehingga
kaum pria akan menjauhinya bila terbuka pekerjaan lain.
Dalam kenyataan dilihat bahwa guru-guru menunjukkan kepribadian tertentu sesuai dengan
jabatannya. Apakah mereka memiliki kepribadian itu sebelum memasuki lembaga pendidikan
guru, jadi memilih jabatan sesuai dengan jabatannya ataukah kepribadian guru itu terbentuk selama
menjalani pendidikan atau setelah mereka bekerja sebagai guru dan menyesuaikan diri dengan
norma kelakuan seperti yang diharapkan oleh masyarakat.
Dalam kelas guru memegang posisi yang sangat berkuasa. Ia dapat menegur dan menghukum
tiap pelanggaran. Guru berkepribadian buruk dapat menyalahgunakan kekuasaannya dalam bentuk
sadisme yang sangat merugikan anak dan dirinya sendiri. Maka karena larangan memberikan
larangan fisik harus tetap dipertahankan. Orang yang mempunyai gangguan mental hendaknya
jangan menjadi guru.
Tak dapat disangkal kebanyakan guru dengan penuh dedikasi dengan menunjukkan kesediaan
yang tinggi untuk berbakti kepada pendidikan anak dan masyarakat. Sekalipun guru tidak
menonjolkan upah finansial ia juga manusia biasa yang harus menghidupi keluarganya. maka
sudah selayaknya nasib guru senantiasa menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat.
e. Ketegangan Dalam Profesi Keguruan
Dalam pembicaraan-pembicaraan populer, mengajar seringkali disebut sebagai profesi, guru
adalah profesi.[3] Berikut ini adalah beberapa ketegangan dalam profesi keguruan:

a) Tiap pekerjaan mengandung aspek-aspek yang dapat menimbulkan ketegangan, apakah


pekerjaan sebagai diplomat, penerbang, supir,dokter atau guru. Jabatan guru tidak dapat dikatakan
menjadi idaman atau panggilan bagi kebanyakan pemuda. Apa yang diharapkan guru dari
jabatannya? Antara lain:
· Keuntungan ekonomis, imbalan finansial.
· Status, kedudukan yang terhormat dalam masyarakat.
· Otoritas, kewibawaan, kekuasaan atas orang lain, dalam hal ini murid-murid.
· Status profesional, merasa diri memiliki kesanggupan yang khas yang diperoleh berkat
pendidikan yang tidak dimiliki orang lain.
b) Problem guru secara struktural adalah menyangkut gaji. Secara finansial, jabatan guru tidak
akan membuatnya menjadi orang kaya. Bukan hanya dinegara kita, dinegara lain guru banyak
mengeluhkan gajinya. Di USA misalnya gaji buruh kasar sering melebihi gaji guru. Mengingat
keberadaan guru sebagai profesi yang profesional sudah selayaknya tidak ‘tabu’ lagi mengulas
‘berapa gaji yang diperolehnya’. Selama ini muncul kesan bahwa berbicara ‘gaji’ dianggap tabu,
karena guru dininabobokan dengan ungkapan ‘pahlawan tanpa tanda jasa’, namun pada tataran
realitas-kemasyarakatan, guru tidak dapat berbuat banyak karena ‘miskin’ daya beli.[4]
c) Status guru yang tidak begitu tinggi dalam mata masyarakat dan status yang tidak jelaas bagi
guru sendiri mungkin akan mengecewakannya dan dapat mengganggu kestabilan kepribadiannya.
Status guru yang seperti ini dapat menjadi sumber ketegangan bagi orang yang mencari kenaikan
statusnya melalui jabatannya.
d) Sumber ketegangan lain bagi guru ialah otoritas guru untuk menghukum atau memberi
penghargaan kepada murid. Tidak selalu sama pendapat masyarakat apa yang harus dihargai atau
dihukum, sehingga dapat menimbulkan ketegangan.
e) Ketegangan lain juga dapat ditimbulkan oleh persoalan apakah pekerjaan guru dapat diakui
sebagai profesi. Tanpa melalui pendidikan keguruan seorang dapat mengajar, hal yang tidak
mungkin terjadi dalam profesi kedokteran atau hukum. Diadakannya akta IV dapat dipandang
sebagai pengakuan atas perlunya pendidikan khusus keguruan agar dapat mengajar dengan
tanggung jawab.
f) Sumber ketegangan juga terletak dalam pekerjaan guru di dalam kelas. Disitu diuji
kemampuannya dalam profesinya, kesanggupannya untuk mengatur proses belajar mengajar agar
berhasil baik sehingga memuaskan bagi setiap murid. Macam-macam hal lain yang dapat menjadi
sumber ketegangan bagi guru. Diraskan ada tidaknya ketegangan bergantung pada kepuasan yang
dicari seorang guru dalam profesinya. Keberhasilan guru dalam memberi pelajaran kepada anak
didiknya akan menjadi kepuasan tersendiri. Sedangkan kegagalan dalam hal ini akan menimbulkan
frustasi yang dapat mempengaruhi kepribadiannya

B. Penutup
Kepribadian guru mempunyai kelebihan sendiri bila diterapkan dalam kelas karena ia akan
memberikan kecenderungan dan kesenangan yang berbeda kepada murid. Suksesnya seorang
guru tergantung dari kepribadian, luasnya ilmu tentang materi pelajaran serta banyaknya
pengalaman. Tugas seorang guru itu sangat berat, tidak mampu dilaksanakan kecuali apabila kuat
kepribadiannya, cinta dengan tugas, ikhlas dalam mengerjakan, memelihara waktu murid, cinta
kebenaran, adil dalam pergaulan. Ada yang mengatakan bahwa masa depan anak-anak di tangan
guru dan di tangan gurulah terbentuknya umat.
Selain itu bila seseorang telah memilih menjadi guru maka ia akan terjun total dalam bidang
yang telah dipilihya sehingga perilaku, ucapan dan tindakan selalu disesuaikan dengan profesi
yang telah dipilihnya. Sedangkan saat ini statemen ibarat guru kencing berdiri, maka murid
kencing berlari merupakan dampak kurang diaplikasikannya ruh guru oleh guru tersebut.
Misalnya, betapa banyak guru melarang muridnya merokok namun ia sendiri merokok dan masih
banyak lagi yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai