Anda di halaman 1dari 6

9 unsur pengembangan kurikulum bervisi sets

1. Instructional problem
2. Learner characteristic
3. Task analysis
4. Instructional objectives
5. Content sequencing
6. Instructional strategies
7. Instructional delivery
8. Instructional resources
A.Pelaksanaan
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran dengan
menerapkan visi SETS menjanjikan kualitas pembelajaran yang lebih baik, tetapi
pembelajaran bervisi SETS juga mengandung beberapa risiko. Model ini disusun untuk
mengoptimalkan hasil pembelajaran bervisi SETS dan meminimalkan risiko yang mungkin
terjadi. Salah satu alternatif pembelajaran bervisi SETS secara garis besar mengikuti tahap-
tahap pelaksanaan sebagai berikut:
1. Inisiasi: pendahuluan pembelajaran SETS dengan mengangkat dan mendiskusikan isu atau
masalah
Pada tahap ini, guru mengangkat isu atau masalah yang ada dalam kehidupan peserta
didik sehari-hari, atau yang hangat di media (koran, TV, dll.). Isu atau masalah yang
diangkat bisa pula berasal dari peserta didik. Setelah pemilihan isu, dilakukan
penggalian cara pandang dan pemahaman peserta didik terhadap isu atau masalah
tersebut.
Untuk melangkah ke tahap berikut, guru bersama-sama peserta didik merumuskan
masalah, atau menegaskan batas-batas topik isu tersebut untuk mengarahkan perhatian
yang memusat pada isu yang jelas. Pembatasan ini akan memperjelas kompetensi sain
apa yang diperlukan untuk memahami atau memecahkan masalah tersebut.

2. Penetapan kompetensi sain: mengumpulkan kompetensi sain yang diperlukan untuk


lebih memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Guru mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terkait dengan isu yang
diangkat. Seperti dijelaskan pada ragam pendekatan SETS, kompetensi dasar yang
relevan bisa berasal dari satu bab, atau lintas bab, atau bahkan lintas mata pelajaran.
Dari kajian ini, dikumpulkan kompetensi dasar (sain dan non-sain) yang diperlukan
untuk lebih memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi. Jika guru sebenarnya
telah mempersiapkan topik yang akan diangkat sebelum tahap inisiasi, maka guru bisa
mengetahui daftar target kompetensi sain sebelum pertemuan inisiasi di atas.

3. Dekontekstualisasi: pemisahan konsep dan prinsip sain (yang perlu dicapai


kompetensinya) dari konteks isu atau masalah yang diangkat.
Pada tahap ini, peserta didik perlu dipersiapkan untuk menghadapi tahap sesudahnya
yaitu pembelajaran konsep dan prinsip sain1, yang dalam kasus-kasus tertentu akan
merupakan tahap yang memiliki learning curve yang tajam. Tahap penyiapan peserta
didik ini disebut dekontekstualisasi, karena peserta didik perlu dipersiapkan agar fokus
pada pembelajaran konsep dan prinsip-prinsip yang perlu dikuasai, tanpa terganggu
oleh konteks, isu, atau masalah yang diangkat. Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi
SETS 21. Tahap ini bisa berupa peralihan yang tak kentara dan mulus dari tahap inisiasi
pemilihan konteks ke tahap setelah dekontekstualisasi yaitu pembelajaran sain. Guru
bisa menciptakan suasana kelas yang memungkinkan peralihan mulus ini. Tahap ini
bisa pula berupa permintaan tegas kepada peserta didik, agar meninggalkan diskusi
tentang isu/masalah, tapi mulai memusatkan perhatian pada pencapaian kompetensi
sain (atau bidang lain) yang dibutuhkan untuk memahami atau menyelesaikan
masalah.
Proses dekontekstualisasi yang gagal akan menyebabkan “keberhasilan-semu” pada
pembelajaran berbasis SETS. Peserta didik terlihat antusias terhadap kegiatan
pembelajaran, tertarik pada isu atau masalah yang diangkat, aktif dalam pencarian
solusi masalah (atau bergairah dalam diskusi untuk memahami masalah), tetapi tidak
terjadi pembelajaran konsep dan prinsip sain, yang justru merupakan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai. Landasan keilmuan yang
digunakan untuk berusaha memahami isu atau memecahkan masalah hanya konsep
dan prinsip yang telah dimiliki peserta didik sebelumnya, dan tidak terjadi proses
pembelajaran konsep dan prinsip baru yang diharapkan. Tanpa penguasaan prinsip dan
konsep itu, pemecahan masalah yang dihasilkan tidak memiliki landasan yang kuat,
atau bahkan keliru.
4. Pembelajaran konsep dan prinsip sain: pemantapan penguasaan konsep dan prinsip
sain, melalui metode pembelajaran yang sesuai. Pada tahap ini terjadi pembelajaran konsep
dan prinsip sain (atau pembelajaran bidang-bidang lain yang relevan, jika pembelajaran bervisi
SETS digunakan untuk lintas mata-pelajaran). Pada tahap ini, diperlukan sarana untuk
memastikan bahwa peserta didik memahami dan diharapkan mampu menerapkan konsep dan
prinsip yang mewakili kompetensi dasar dalam standar isi. Pengujian penguasaan peserta didik
dapat pula dilakukan lewat pengamatan guru terhadap tahap sesudah ini (yaitu tahap
menerapkan prinsip dan konsep untuk memecahkan atau memahami masalah, dengan
landasan keilmuan yang lebih kuat). Pada pembelajaran ini, guru dapat memilih metode
pembelajaran yang sesuai dengan bahan yang disampaikan. Karena pembelajaran yang
dilakukan telah diawali dengan konteks yang memayungi, yang dekat dengan kehidupan
peserta didik, maka diharapkan kualitas pembelajaran bisa meningkat, dengan peserta didik
yang lebih aktif, dan lain-lain. Seperti dijelaskan sebelumnya, keberhasilan tahap ini selain
ditentukan oleh metode pembelajaran yang dipilih dan proses pembelajaran yang terjadi, juga
sangat bergantung pada keberhasilan tahap dekontekstualisasi sebelumnya, yang
mempersiapkan suasana yang baik untuk tahap ini. Untuk sebagian peserta didik, proses
dekontekstualisasi yang baik dan pembelajaran konsep/prinsip yang berhasil dapat secara tajam
mengubah persepsi peserta didik terhadap permasalahan yang dihadapi.
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS 22
5. Penerapan: menerapkan konsep dan prinsip sain pada isu atau masalah
Pada tahap ini, guru dan peserta didik secara bersama menerapkan konsep dan prinsip
sain pada isu atau masalah yang diangkat. Guru perlu menahan diri untuk tidak terlalu
cepat membantu peserta didik menerapkan apa yang baru dipelajarinya pada isu
tersebut. Guru sejauh mungkin hanya memfasilitasi usaha peserta didik untuk memahami atau
memecahkan masalah yang dihadapi bersama. Pada tahap ini, seharusnya terjadi pemantapan
konsep dan prinsip pada diri peserta didik. Proses menerapkan pengetahuan, konsep, dan
prinsip pada hal yang nyata akan memberi makna lebih terhadap pengetahuan tersebut. Pada
bentuknya yang paling sederhana, tahap ini tidak menuntut terjadinya proses pemecahan
masalah, melainkan hanya peningkatan pemahaman peserta didik pada isu yang diangkat. Guru
dapat mengajukan permintaan sederhana kepada peserta didik untuk mencoba menjelaskan isu
tersebut berdasarkan pengetahuan baru yang telah diperoleh pada pembelajaran yang
dilakukan.
6. Integrasi: membangun keterkaitan antar konsep dan prinsip sain, serta antar
konsep/prinsip tersebut dengan spektrum terapannya dalam kehidupan. Tahap penerapan
dilanjutkan dengan usaha membangun keterkaitan antar konsep dan
prinsip sain yang diajarkan. Wawasan terapan yang diperoleh pada tahap sebelumnya
akan memperkaya cara pandang terhadap keterkaitan antar konsep dan prinsip
tersebut. Wawasan tersebut juga akan memberi gambaran keterkaitan yang jelas antara
konsep/prinsip sain dengan spektrum terapannya dalam kehidupan. Untuk memperkaya tahap
ini, guru dapat mengajak peserta didik untuk berdiskusi tentang kemungkinan penerapan
konsep/prinsip baru yang dipelajari pada konteks selain isu atau masalah yang diangkat pada
pembelajaran berbasis SETS ini. Pengayaan ini akan memberi kemampuan kepada peserta
didik untuk menerapkan suatu prinsip pada situasi yang berbeda.

7. Perangkuman: merangkum kompetensi yang seharusnya telah dimiliki peserta didik,


termasuk kemampuan menerapkannya pada kasus tertentu Akhirnya, guru atau peserta didik
dapat merangkumkan hasil pembelajaran bervisi SETS yang telah dilakukan. Lewat tahap
perangkuman ini, ditegaskan berbagai kompetensi dasar yang telah dimiliki peserta didik, dan
wawasan terapan yang telah dimiliki. Tahap ini harus dilaksanakan dengan tujuan
meningkatkan kepercayaan diri peserta didik dalam mempelajari sesuatu yang baru, dan dalam
memecahkan atau memahami masalah yang relevan dengan kehidupannya.
Alternatif lainnya dalam pelaksanaan pembelajaran SETS adalah dengan menggunakan
metode siklus. Siklus pembelajaran bervisi SETS dapat dilakukan melalui kegiatan yang
terdiri atas lima tahap kegiatan untuk setiap pokok bahasan atau kompetensi dasar, sebagai
berikut:
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS 23
1. Tantangan (Challenge)
Tahapan tantangan merupakan proses untuk melihat permasalahan lingkungan
yang terkait dengan materi yang dibahas dan tujuan pencapaian kompetensi dasar sesuai
dengan indikator yang ditetapkan. Pada bagian ini peserta didik diminta untuk
membaca sinopsis yang membawa mereka pada tujuan dari siklus kegiatan tersebut.
Diakhir sinopsis ini ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab peserta pada lembar
kegiatan pemikiran awal (Initial Thoughts)
2. Jawaban awal (Initial thoughts)
Tahap ini merupakan jawaban atas permasalahan yang diberikan dalam tahap
tantangan
(Challenge). Jawaban merupakan hasil pemikiran individual peserta didik dari
pengetahuannya sendiri, yang tergantung pada keluasan dan kedalaman pengetahuan
dan pengalaman peserta dalam kegiatannya sehari-hari dan pandangan peserta didik ke
depan.
3. Sumber (Resources)
Pada tahap ini peserta didik diuji berpikir kritisnya dan ketrampilan
membacanya, dengan membaca sumber-sumber yang diberikan yang terkait langsung
dengan masalah yang diberikan pada tahap tantangan (Challenge) atau hanya sebagai
pendukung yang dapat membawa peserta didik pada pemikiran-pemikiran baru.

Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS menjawab masalah-masalah pada


tahap pertama. Pada kegiatan ini peserta diberikan dua macam sumber. Pertama berupa
bahan bacaan yang diperoleh dari berbagai sumber, baik melalui CD SPM, maupun dari
internet. Kedua berupa dialog langsung dengan guru sebagai fasilitator.
4. Revisi jawaban (Revised thinking)
Tahap ini masih merupakan kerja individual peserta didik yang merupakan
respon atas sumber-sumber yang diperoleh dari tahap ketiga, baik dari sumber tertulis
maupun dialog interaktif dengan guru atau fasilitator. Pada tahap ini peserta didik diberi
kesempatan untuk memperbaiki hasil pemikiran awalnya pada tahap kedua. Pada tahap
ini peserta didik diuji tingkat keterbukaan berpikirnya dengan mempertimbangkan
masukan informasi tertulis, guru atau fasilitator pada tahap ketiga.
5. Kerja kelompok (Group work)
Setelah melakukan kegiatan individual, peserta didik diminta dalam
kelompoknya untuk membandingkan hasil-hasil pemikirannya, dengan pemikiran
kelompok. Dan diharapkan terdapat kesepakatan yang diwujudkan dalam hasil
pemikiran kelompok untuk menjawab permasalah dalam tahap tantangan (Challenge).
Hasil pemikiran kelompok ini selain dituliskan pada lembar kegiatan sendiri, juga
diminta untuk dituliskan dalam kertas post it untuk ditempel pada bidang tempel yang
telah disediakan. Kemudian setiap kelompok melakukan perbandingan antar pemikiran
kelompok (Gallery Walk) dengan membaca hasil pemikiran kelompok lain. Fasilitator
akan memberi kesempatan pada peserta didik untuk menuliskan dan menyampaikan
hasil pemikiran seluruh kelompok jika dapat dilakukan, atau membuat membuat daftar
keragaman berpikir kelompok sebagai hasil dari siklus kegiatan hari itu.
B. Peralihan Menuju Pembelajaran Bervisi SETS
Karena pembelajaran bervisi SETS akan terus berkembang, maka akan terus hadir
berbagai pendekatan yang berbeda untuk meningkatkan efisiensi dan ketercapaian
pembelajaran bervisi SETS. Pendekatan yang digunakan bisa amat beragam, dari mulai
penyederhanaan terhadap tahap-tahap di atas untuk awal peralihan menuju pembelajaran
berbasis SETS hingga penambahan tahap pengayaan dengan mengundang pakar yang
berkompeten dalam bidang yang relevan dengan isu/masalah yang diangkat. Untuk yang
terakhir ini, pakar diundang untuk turut berdiskusi dengan peserta didik setelah peserta
didik mendapat pembekalan pemahaman konsep dan prinsip dasar yang diperlukan. Yang
diharapkan adalah terciptanya suasana diskusi yang saling mengisi: peserta didik
mendapat tambahan kompetensi dari pakar yang diundang, sebaliknya pakar tersebut bisa
saja memperoleh gagasan-gagasan segar dari peserta didik.
Untuk mulai beralih menuju pembelajaran bervisi SETS, guru perlu merasa bebas untuk
bereksperimen. Tahap-tahap di atas bisa disederhanakan, disesuaikan dengan keadaan
yang dihadapi (peserta didik, prasarana, sumber belajar, dan lain-lain). Pada tingkatan
yang paling sederhana, guru harus mengenal ciri minimal berikut yang membedakannya
dari pembelajaran tradisional. Pembelajaran tradisional mulai dengan pembelajaran
konsep dan prinsip, diikuti dengan contoh-contoh terapan, sedangkan pembelajaran yang
baru ini memulai dengan isu atau masalah yang dekat dengan kehidupan peserta didik,
Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS diikuti dengan pembelajaran konsep dan
prinsip, untuk akhirnya kembali ke isu/masalahuntuk difahami atau dipecahkan dengan
menerapkan konsep atau prinsip yang dipelajari. Pada keadaan dimana guru belum siap dengan
pembelajaran bervisi SETS, guru bisa tetap mulai mengumpulkan gagasan isu atau masalah
melalui peserta didik, yang dapat digunakan untuk pembelajaran SETS di kemudian hari.
Tahap brainstorming ini bisa dengan pertanyaan sederhana kepada peserta didik tentang
peristiwa atau isu apa saja yang menarik perhatiannya akhir-akhir ini, di lingkungan
terdekatnya atau dalam berita, dan lain-lain. Untuk sedikit memperkaya isu/topik/masalah, bisa
dilakukan diskusi kecil tentang beberapa isu tersebut. Guru bisa mencatat isu-isu yang kira-
kira dapat digunakan untuk merancang pembelajaran berbasis SETS suatu saat nanti.
Akhirnya, tidak ada peralihan yang sempurna dari pembelajaran tradisional. Kita tidak
mungkin menghadapi kondisi ideal dimana seluruh kompetensi dasar yang dituntut oleh
kurikulum atau standar isi dapat ditumbuhkan melalui pembelajaran bervisi SETS. Guru
perlu mencatat kompetensi apa saja yang telah ditumbuhkan lewat pembelajaran bervisi
SETS, dan melakukan pembelajaran non-SETS untuk mencapai kompetensi-kompetensi
dasar yang belum disentuh.
Implementasi model pembelajaran dengan menggunakan visi dan pendekatan SETS,
menuntun peserta didik untuk mengaitkan konsep sain dengan unsur lain dalam SETS.
Cara ini memungkinkan peserta didik memperoleh gambaran lebih jelas tentang
keterkaitan konsep tersebut dengan unsur lain dalam SETS, baik dalam bentuk kelebihan
ataupun kekurangannya. Setiap peserta didik memiliki kemampuan dasar berbeda-beda,
melalui penerapan konstruktivisme peserta didik dapat melakukan pembelajaran dari berbagai
titik awal yang mereka kenal dekat dengan konsep sain yang akan dipelajari. Model
pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS dengan sain sebagai titik awal yang disesuaikan
dengan minat dan bakat peserta didik diharapkan mendorong keingintahuan dan memperkuat
inisiatif peserta didik untuk mengaitkan dengan unsur-unsur SETS lainnya. Tanggung jawab
pendidik yang terutama adalah tidak hanya sadar akan prinsip umum mengenai
pengalaman belajar sain sesuai dengan kondisi lingkungan keseharian peserta didik, tetapi
juga mengaitkan dengan teknologi, lingkungan, masyarakat yang terus berkembang untuk
memperoleh pengalaman yang membawa ke arah pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan.
Implikasi terkait dengan penerapan model pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS
adalah:
a. Diperlukan penurunan silabus mata pelajaran berdasarkan standar isi dan kompetensi
yang bervisi dan berpendekatan SETS.
b. Diperlukan pengembangan perencanaan pembelajaran yang subjeknya bervisi dan
berpendekatan SETS
c. Diperlukan pengembangan atau penyediaan bahan pembelajaran yang bervisi dan
berpendekatan SETS. Model Kurikulum yang Mmenerapkan Visi SETS
d. Diperlukan pengembangan instrumen penilaian bervisi dan berpendekatan SETS untuk
pembelajaran topik pada subyek yang diperkenalkan.

Anda mungkin juga menyukai