ESOFAGITIS KOROSIF - Fix PDF
ESOFAGITIS KOROSIF - Fix PDF
ESOFAGITIS KOROSIF
Pembimbing:
Disusun oleh :
Assalamu’alaikum.
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir
zaman. Karena atas rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini
dengan judul “Esofagitis Korosif” sebagai salah satu persyaratan melengkapi
tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit THT.
Atas bantuan yang telah diberikan, baik moril maupun materil, maka
selanjutnya penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
yang tulus kepada para dokter yang membimbing di Departemen ilmu kesehatan
THT Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto, para perawat yang
bertugas di Departemen Ilmu kesehatan THT Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I
Raden Said Sukanto, dan teman-teman yang telah bekerja sama dengan baik selama
menjalani kepaniteraan ini.
Dalam penulisan referat ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari
segi isi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun untuk memperbaiki presentasi kasus ini. Penulis
berharap referat ini dapat membawa manfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT
senantiasa membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Aamiin
ya rabbal’alamin.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
esofagitis akut mudah dikenali karena berlansung cepat dan biasanya penyebabnya
lebih mudah dikenali. Sedangkan pada fase laten dan fase kronis yang
membutuhkan waktu yang lebih lama juga lebih sulit dikenali dan biasanya sudah
menimbulkan komplikasi. Akibatnya penanganan esofagitis korosif pada fase laten
dan kronis juga lebih sulit.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Dalam proses menghantarkan bolus makanan ke lambung, terdapat tiga
penyempitan pada esofagus yaitu:7
1. Penyempitan servikal (Pharyngo-oesophageal constriction)
Penyempitan di pintu masuk esofagus pada m. cricopharyngeus setinggi vertebra
servikal 6. Penyempitan ini merupakan bagian esofagus dengan lumen terkecil.
2. Penyempitan torakal (Aortobronchial constriction)
Penyempitan esofagus pars torakal pada arcus aorta yang berjalan naik dari
belakang esofagus ke depan trakea setinggi vertebra torakal 4.
3. Penyempitan diafragma (Diaphragmatic constriction)
Penyempitan pada hiatus esofagus setinggi vertebra torakal 10.
7
3. Lapisan otot yang terdiri dari lapisan otot sirkuler dan pada lapisan otot
longitudinal. Lapisan otot pada bagian sepertiga atas dari esofagus merupakan
lapisan otot lurik, sedangkan dua pertiga bawah adalah lapisan otot polos.
4. Lapisan fibrosa sebagai pembungkus esofagus.7
8
Persarafan
Persarafan esofagus berasal dari nevus vagus (parasimpatis) dan ganglion simpatis,
esofagus bagian servikal disarafi oleh nervus laringeus rekuren, di bagian torakal
nervus vagus membentuk pleksus esofagial kemudian bercabang 2 membentuk
bagian kiri depan dan kanan belakang.7
9
1. Fase Oral
Makanan yang dikunyah dan bercampur liur pada mulut akan membentuk
bolus dan terjadi perpindahan bolus makanan dari mulut ke faring secara sadar
akibat kontraksi otot intrinsik lidah. Kontraksi m. levator velli palatini
mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah meluas, palatum molle
terangkat dan bagian atas di dinding posterior faring juga akan terangkat
(passavant’s Ridge) dan lidah terangkat ke atas untuk mendorong bolus ke
posterior. Secara bersamaan, terjadi penutupan nasofaring akibat kontraksi m.
levator velli palatini dan kontraksi m. palatoglossus menyebabkan isthmus
faucium tertutup diikuti kontraksi m. palatopharyngeus sehingga bolus makanan
tidak berbalik ke rongga mulut.1
2. Fase Faringal
Pada fase ini terjadi perpindahan bolus makanan dan atau cairan dari faring
ke esofagus yang secara refleks dan berlangsung singkat selama 1-2 detik. Pada
akhir fase oral, faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi m. stilofaring,
m. salfingofaring, m. tirohioid dan m. palatofaring diikuti tertutupnya aditus
laring oleh epiglotis. Hal ini menyebabkan terhentinya aliran udara ke laring
karena refleks yang menghambat pernafasan, sehingga bolus makanan tidak
akan masuk ke dalam saluran pernafasan dan meluncur ke arah esofagus karena
valekula dan sinus piriformis dalam posisi lurus.1
3. Fase Esofagal
Merupakan perpindahan bolus makanan di esofagus hingga masuk ke
gaster, dengan gerakan peristaltik esofagus yang berlangsung sekitar 5-10 detik.
Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup, namun dengan adanya
rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringal maka terjadi relaksasi m.
krikofaring yang menyebabkan introitus esofagus terbuka dan lumen esofagus
melebar sehingga bolus makanan dapat masuk ke dalam esofagus.
Saat bolus makanan sudah berada di lumen esofagus, sfingter esofagus
akan berkontraksi lebih kuat melebihi tonus introitus esofagus pada waktu
istirahat sehingga makanan tidak akan kembali ke faring. Gerak bolus di
10
esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi m. konstriktor faring
inferior pada akhir fase faringal dan didorong ke distal oleh gerakan peristaltik
esofagus.
Sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup saat relaksasi dengan
tekanan 8 mmHg, lebih dari tekanan di dalam lambung untuk mencegah
regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofagal, sfingter ini akan terbuka secara
refleks ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus
makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, maka sfingter ini
akan menutup kembali.1
Sebab terjadinya ingesti dari zat-zat korosif ini berbeda berdasarkan kriteria
umur. Pada pasien anak di bawah 5 tahun, biasanya kontak terjadi secara tidak
sengaja; Namun, pada remaja dan dewasa, sebagian besar disengaja dengan tujuan
melakukan bunuh diri. Meskipun banyak jenis zat menyebabkan cedera kaustik,
agen yang paling umum adalah zat basa yang kuat seperti natrium hidroksida
11
(NaOH) atau kalium hidroksida (KOH), yang biasanya mencakup disinfektan yang
digunakan di rumah seperti sudah disebutkan diatas. Zat yang sangat asam, seperti
asam hidroklorat, asam sulfat, dan asam fosfat, yang sering digunakan untuk
menghilangkan karat di kamar mandi atau kolam renang dan dapat dimasukkan ke
dalam aki mobil, bisa menjadi penyebab esofagitis korosif. Bahan-bahan asam ini
lebih jarang digunakan daripada zat alkali sebagai alat untuk bunuh diri karena
dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat.10
Di Korea, konsumsi zat alkali lebih umum di masa lalu; Namun untuk saat
ini, konsumsi bahan justru lebih sering. Hal ini diperkirakan meningkat oleh
turunnya jumlah penggunaan alkali karena pengembangan deterjen sintetis, dan
pada saat yang sama, peningkatan relatif dalam penggunaan asam asetat, yang dapat
dibeli dengan mudah. 10
Zat dengan tingkat pH (kurang dari 2 atau lebih besar dari 12) sangat korosif
dan dapat menyebabkan cedera parah serta membakar pada saluran pencernaan
bagian atas. Lokasi yang paling parah terkena adalah di kerongkongan dan perut
karena bahan korosif sering menempel pada mukosa di daerah ini untuk jangka
waktu yang lebih lama. Namun, cedera juga dapat terjadi di setiap area yang
bersentuhan dengan agen kaustik seperti mukosa mulut, area faring, saluran udara
bagian atas, dan duodenum.9
12
Asam dan agen alkali memiliki karakteristik yang berbeda dalam
bagaimana zat tersebut menyebabkan kerusakan pada jaringan. Zat basa biasanya
tidak berwarna, relatif tidak berasa, kental, dan memiliki bau yang kurang pekat.
Oleh karena itu, jumlah yang tertelan cenderung lebih banyak. Setelah dicerna, zat
alkali bereaksi dengan protein dan lemak dan diubah menjadi proteinase dan sabun,
menghasilkan nekrosis cair. Hal ini menyebabkan penetrasi yang lebih dalam ke
jaringan dengan kemungkinan cedera trans ural yang lebih besar. 9
Sedangkan zat asam, memiliki bau menyengat dan rasa tidak enak. Zat ini
cenderung dikonsumsi dalam jumlah yang lebih kecil dan ditelan dengan cepat
setelah konsumsi. Setelah bereaksi dengan protein jaringan, zat ini dikonversi
menjadi protein asam. Bentuk cedera jaringan adalah koagulasi nekrosis. Koagulasi
yang terjadi mencegah agen korosif menyebar secara transmural, sehingga
mengurangi insiden cedera penuh.9
Cidera mukosa dimulai dalam beberapa menit setelah masuknya zat korosif.
Hal ini ditandai dengan nekrosis dan kongesti hemoragik sekunder akibat
pembentukan trombosis di pembuluh kecil. Kejadian-kejadian ini berlanjut dalam
beberapa hari berikutnya sampai kira-kira 4 sampai 7 hari kemudian ketika
peluruhan mukosa, invasi bakteri, jaringan granulasi dan deposisi kolagen terjadi.
Proses penyembuhan biasanya dimulai tiga minggu setelah konsumsi. Jika ulserasi
melampaui lapisan muskularis, akan terjadi peningkatan risiko perforasi. 9 Oleh
karena itu, endoskopi antara hari ke 5 dan 15 setelah konsumsi zat perlu dihindari.
Pada minggu ke-3, pelepasan jaringan nekrosis terjadi dan dapat berlanjut selama
beberapa bulan sampai pembentukan striktur terjadi. Tekanan sfingter esofagus
yang lebih rendah juga terlibat dalam proses yang menyebabkan peningkatan
frekuensi dan keparahan refluks asam yang semakin memperburuk cedera mukosa
yang ada dan mempercepat pembentukan striktur. 9
13
2.5 Manifestasi Klinis Esofagitis Korosif
Keluhan dan gejalaa yang timbul akibat tertelan zat korosif tergantung pada
jenis zat korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif, lamanya kontak dengan
dinding esofagus, sengaja diminum atau tidak dan dimuntahkan atau tidak. 1
Berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakitnya esofagitis korosif
dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase akut, fase laten dan fase kronik.
1. Fase akut
Keadaan ini berlangsung selama 1-3 hari, pada anamnesa ditemukan
dispnea, disfagia, rasa nyeri dan terbakar pada rongga mulut, odinofagia,
nyeri dada dan perut, mual dan muntah, dan hematemesis. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
a. Luka bakar pada daerah mulut, bibir, dan faring yang kadang-kadang
disertai perdarahan.
b. Tanda-tanda akan terjadinya obstruksi jalan nafas seperti : stidor,
suara serak, disfoni atau afonia, takipnu, hiperpnu, batuk.
c. Tanda-tanda lain seperti demam, drooling, adanya membran putih
pada palatum, udem laring, spasme laring, tanda-tanda peritonitis.
2. Fase laten
Berlangsung selama 2-6 minggu, pada fase ini keluhan pasien berkurang,
suhu badan menurun, pasien merasa telah sembuh, sudah dapat menelan
dengan baik, akan tetapi sebenarnya proses masih berjalan dengan
membentuk jaringan parut (sikatriks).
3. Fase kronis
Setelah 1-3 tahun akan terjadi disfagia lagi oleh karena telah terbentuk
jaringan parut, sehingga terjadi striktur esofagus. Gejala lain yang bisa
timbul adalah fistula, hipomotilitas saluran cerna, dan peningkatan resiko
kanker saluran cerna.
Hal-hal lain yang menjadi masalah penting dan perlu diperhatikan pada kasus
esofagitis korosif antara lain :
14
a. Akibat dari udem, perdarahan, dan pembentukan jaringan nekrosis dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas atas, oleh karena itu perlu
dijaga agar jalan nafas tetap baik.
b. Perforasi tidak hanya mengenai esofagus, tetapi dapat juga mengenai
lambung, usus, saluran pernafasan, dan pembuluh darah.
c. Kehilangan cairan dari muntah, adanya rongga ketiga (third space), dan
perdarahan saluran cerna dapat menyebabkan terjadinya syok dan
hipovolemia.
d. Pada kasus tertelan asam kuat yang cukup banyak dapat menyebabkan
terjandinya asidosis metabolik, hemolisis, gagal ginjal akut dan kegagalan
fungsi multiorgan.
e. Walaupun pasien dapat selamat dari fase akut, namun pada fase kronis
dapat terjadi fistula, hipomotilitas saluran cerna, dan kanker saluran cerna.
15
Terdapat perforasi esofagus yang dapat menimbulkan mediastinitis dan
peritonitis. Kadang-kadang ditemui tanda-tanda obstruksi saluran
pernafasan atas dan gangguan keseimbangan asam basa.
1. Anamnesis
Anamnesis ditegakkan berdasarkan dengan adanya riwayat tertelan zat korosif atau
zat organik. Keluhan utama pada pasien yaitu rasa terbakar pada daerah
kerongkongan, rasa nyeri yang hebat, serta dapat juga mengeluh sulit untuk
menelan.
2. Pemeriksaan Fisik
Selain penegakan diagnosis dari autoanamnesis atau alloanamnesis, diperlukan
juga bukti-bukti yang diperoleh dari tempat kejadian. Masuknya zat korosif melalui
mulut dapat diketahui dengan bau mulut ataupun muntahan. Adanya luka bakar
berwarna keputihan pada mukosa mulut atau keabuan pada bibir dan dagu
menunjukkan akibat dari bahan korosif baik yang bersifat asam kuat maupun basa
kuat. Perbedaaan dampak luka bakar tersebut yaitu nekrosis koagulatif akibat
paparan asam kuat, sedangkan basa kuat mengakibatkan nekrosis likuifaktif.
Kerusakan korosif akibat alkali (basa) kuat pada esofagus lebih berat dibandingkan
dengan yang diakibatkan oleh asam kuat. Kerusakan terbesar terjadi bila PH > 12,
akan tetapi hal tersebut juga bergantung dengan konsentrasi bahan yang
terkandung.
3. Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis, selain berdasarkan hasil anamnesis serta gambaran
keluhan dan gejala seperti yang diuraikan di atas juga diperlukan pemeriksaan
penunjang, seperti pemeriksaan laboratorium, radiologi, ataupun esofagoskopi.
a. Pemeriksaan laboratorium
Peran pemeriksaan laboratorium sangat sedikit dalam menegakan diagnosis.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan bila terdapat tanda-tanda gangguan elektrolit.
Beberapa pemeriksaaan yang dapat dilakukan yaitu, pemeriksaan darah lengkap,
elektrolit, fungsi hati, ureum dan kreatinin untuk melihat tanda-tanda keracunan
16
sistemik. Pemeriksaan jumlah urin dan urinalisis juga dapat dilakukan untuk
membantu menjaga keseimbangan cairan.
b. Pemeriksaan radiologi
1. Foto toraks dan abdomen
Pada fase akut, foto polos dengan posisi lateral dan postero-anterior dapat
memperlihatkan adanya perforasi seperti udara pada mediastinum, pneumotoraks,
cairan pada pleura, atau gambaran udara bebas di bawah diafragma. Pemeriksaan
rontgen esofagus dengan kontras barium atau esofagogram juga dapat membantu
melihat adanya striktur maupun perforasi. Adanya striktur esofagus biasanya
digambarkan dengan lumen yang menyempit, tepi yang tidak rata ataupun dapat
juga tampak rata, tampak kaku, dan pada umumnya terjadi pada bagian dekat
dengan arkus aorta.
17
2. CT-Scan
Pemeriksaan dengan CT-Scan lebih sensitif dan lebih dini dalam mendeteksi
adanya perforasi, striktur serta kemungkinan adanya kelainan pada organ lain
sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan lebih cepat.
Derajat Klinis
18
Gambar 5. Gambaran esofagoskopi
Mukosa esofagus setelah tertelan asam Mukosan esofagus setelah tertelan basa
(terjadi trombosis pembuluh darah kuat
2.7 Diagnosis Banding
Perawatan umum
Perawatan umum dilakukan dengan cara memperbaiki keadaan umum
pasien, menjaga keseimbangan elektrolit, serta menjaga jalan nafas. Jika
terdapat gangguan keseimbangan elektrolit diberikan infuse aminofusin 600 2
botol, glukosa 10% 2 botol, NaCl 0,9 % + KCl 5 meq/liter 1 botol.
19
Untuk melindungi selaput lendir esofagus bila muntah dapat diberikan
susu atau putih telur. Jika zat korosif yang tertelan diketahui jenisnya dan terjadi
sebelum 6 jam, dapat dilakukan netralisasi (bila zat korosif basa kuat diberi susu
atau air, dan bila asam kuat diberi antasida).9
Pipa nasogastrik
Intubasi nasogastrik rutin dilakukan untuk tujuan evakuasi bahan kaustik
yang tersisa sebelum penilaian endoskopi Hal ini dilakukan untuk mengurangi
kemungkinan terinduksinya muntah atau muntah yang menyebabkan paparan
esofagus lebih lanjut oleh refluks sisa bahan kaustik Selain itu, pemasangan pipa
nasogastrik dapat bertindak sebagai pencegahan untuk infeksi, yang dapat
menunda penyembuhan mukosa.
Terapi medik
Protokol pengobatan secara medis pada fase awal kasus ini masih terbatas
pada penggunaan steroid, antibiotik serta penggunaan zat penetral (antidotum)
dari agen penyebab.
Antibiotika diberikan selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam jika
diberikan dengan steroid. Antibiotik dapat dilanjutkan selama 4-8 minggu
dengan harapan telah terjadinya reepitalisasi, sesuai dengan derajat luka
esofagus jika diberikan tanpa steroid. Antibiotik tidak akan mencegah
pembentukan striktur, tetapi akan membantu mengoptimalkan proses
penyembuhan. Biasanya diberikan penisilin dosis tinggi 1-1,2 juta unit/hari.
Kortikosteroid diberikan untuk mencegah pembentukan striktur.
Pemberian steroid pada grade 2 dan grade 3 telah terbukti akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya striktur esofagus. Kortikosteroid harus diberikan
sejak hari pertama dengan dosis 200-300 mg sampai hari ketiga. Setelah itu dosis
diturunkan perlahan-lahan tiap 2 hari (tappering off). Dosis yang dipertahankan
(maintenance dose) ialah 2x50 mg perhari. Steroid, idealnya dilanjutkan sampai
seluruh reaksi inflamasi menghilang dan telah terjadi reepitalisasi sempurna
selama kurang lebih 1-3 bulan, tergantung pada derajat luka. Pasien dengan
20
terapi steroid ini harus di follow up secara berkala terutama pada 2 bulan pertama
karena hampir 80% kasus akan mengalami gejala klinis striktur esofagus.
Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Morfin dapat diberikan,
jika pasien sangat kesakitan.
Esofagoskopi
Biasanya dilakukan esofagoskopi pada hari ke tiga setelah kejadian atau
bila luka bakar di bibir, mulut, dan faring sudah tenang.
21
Jika pada waktu melakukan esofagoskopi ditemukan ulkus, esofagoskop
tidak boleh dipaksa melalui ulkus tersebut karena ditakutkan terjadinya
perforasi. Pada keadaan demikian sebaiknya dipasang pipa hidung lambung
(pipa nasogaster) dengan hati-hati dan terus menerus (dauer) selama 6 minggu.
Setelah 6 minggu esofagoskopi diulang kembali.
Pada fase kronik biasanya sudah terdapat striktur esofagus. Untuk ini
dilakukan dilatasi dengan bantuan esofagoskop. Dilatasi dilakukan sekali
seminggu, bila keadaan pasien lebih baik dilakukan sekali 2 minggu, setelah
sebulan, sekali 3 bulan, dan demikian seterusnya sampai pasien dapat menelan
makanan biasa. Jika selama 3 kali dilatasi hasilnya kurang memuaskan
sebaiknya dilakukan reseksi esofagus dan dibuat anastomosis ujung ke ujung
(end to end).
Diet
Pasien disarankan untuk mengkonsumsi makanan lembut atau cair hingga
keluhan menelan hilang. Sebaiknya dihindari makanan pedas yang bisa mengiritasi
esofagus. Pasien dinasehatkan tidak mengkonsumsi alkohol.
2.9 Komplikasi
22
esofagitis yang dinyatakan sembuh, bisa juga timbul komplikasi berupa
obstruksi karena terbentuknya striktur.
2.10 Prognosis
Prognosis tergantung dari derajat luka bakar yang dialami pasien, serta jenis zat
yang tertelan, lama paparan, Ph, volume, konsentrasi, kemampuannya menembus
jaringan, serta jumlah kerusakan jaringan yang diperlukan untuk menetralisir zat
yang masuk. Angka kematian berkisar 1-4% pada umunya disebabkan oleh
mediastinitis, peritonitis, sepsis, malnutrisi, aspirasi, dan kegagalan fungsi
multiorgan.12,13
23
BAB III
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25
12. Bronstein AC, Spyker DA, Cantilena LR, Green J, Rumack BH, Heard SE.
2006 Annual Report of the American Association of Poison Control Centers’
National Poison Data System (NPDS). Clin Toxicol (Phila) 2007; 45: 815-917
13. Kardon, EM. 2008. Toxicity, Caustic Ingestion.
http://www.emedicine.com/EMERG/topic86.htm [Diakses 20 November 2019].
26