Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN JIWA


HALUSINASI

Disusun Oleh :
Dwi Ananti S.Tr. Kep
P27220019 200

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKKES KEMENKES SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2019/2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN JIWA
HALUSINASI

A. KASUS (MASALAH UTAMA)


Perubahan sensori persepsi: halusinasi

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiologik (orientasi
realitas) yang maladaptif. Halusinasi adalah persepsi klien terhadap
lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterpretasikan
sesuatu yang nyata tanpa stimulus/ rangsangan dari luar/ eksternal
(Maramis, 2015). Halusinasi merupakan penyerapan tanpa adanya
rangsang apapun pada panca indra seseorang yang terjadi dalam keadaan
sadar atau bangun (Maramis, 2015). Halusinasi merupakan keadaan
dimana individu/ kelompok beresiko mengalami suatu perubahan dalam
jumlah dan pola stimulasi yang dating (Carpenito, 2010). Jadi, halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi.

2. Penyebab
Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti
skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang
berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya.
Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik
dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek
samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti
kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan
halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti
pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan
individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan
sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya
permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara
spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya, dan stressor pencetusnya

2
adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber
koping dan mekanisme koping.

3. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan terlambat
 Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makan minum rasa aman
 Usia balita tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
 Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
 Komunikasi peran ganda
 Tidak ada komunikasi
 Tidak ada kehangatan
 Komunikasi dengan emosi berlebihan
 Komunikasi tertutup
 Orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang
otoritas dan konflik dalam keluarga
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan
yang terlalu tinggi
d. Faktor psikologis
Adanya kejadian terhadap fisik berupa atrofi otot, pembesaran
vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik
e. Faktor genetik

4. Faktor presipitasi
a. Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak
b. Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu
(mekanisme penerimaan abnormal)
c. Adanya hubungan bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya

5. Tanda dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering
didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang
orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu.
Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya
(apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Tanda dan gejala pada beberapa aspek yang ditemui seperti:
a. Aspek fisik
- Makan dan minum kurang

3
- Tidur kurang atau terganggu
- Penampilan diri kurang
- Keberanian kurang
b. Aspek emosi
- Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
- Merasa malu, bersalah
- Mudah panik dan tiba-tiba marah
c. Aspek sosial
- Duduk menyendiri
- Selalu tunduk
- Tampak melamun
- Tidak peduli lingkungan
- Menghindar dari orang lain
- Tergantung dari orang lain
d. Aspek intelektual
- Putus asa
- Merasa sendiri, tidak ada sokongan
- Kurang percaya diri

6. Akibat
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan
sukar untuk berhubungan dengan orang lain. Apabila perilaku
halusinasinya berupa hal yang tidak menyenangkan maka akan
mengakibatkan individu tersebut melakukan atau mencederai orang lain
dan lingkungan.
Tanda dan gejala yang ditemui seperti:
- Muka merah
- Pandangan tajam
- Otot tegang
- Nada suara tinggi
- Berdebat
- Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.

C. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri

4
D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU
DIKAJI
Perubahan sensori perseptual: halusinasi
1. Data Subyektif:
a. Mendengar suara bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
b. Melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
c. Mencium bau tanpa stimulus.
d. Merasa makan sesuatu.
e. Merasa ada sesuatu pada kulitnya.
f. Takut pada suara/ bunyi/ gambaran yang didengar.
g. Ingin memukul/ melempar barang-barang.
2. Data Obyektif:
a. Berbicara dan tertawa sendiri.
b. Bersikap seperti mendengar/ melihat sesuatu.
c. Berhenti bicara di tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
d. Disorientasi.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Halusinasi.
2. Menarik diri.

F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Tujuan Umum
Klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
2. Tujuan Khusus
a. Membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1) Salam terapeutik - perkenalkan diri - jelaskan tujuan -
ciptakan lingkungan yang tenang - buat kontrak yang jelas
(waktu, tempat, topik).
2) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
3) Empati
4) Ajak membicarakan hal-hal nyata yang ada di
lingkungan.
b. Klien dapat mengenal halusinasinya.
Tindakan:
1) Kontak sering dan singkat.
2) Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi,
(verbal dan nonverbal).

5
3) Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan
apakah ada suara yang didengar - apa yang dikatakan oleh suara
itu. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,
tetapi perawat tidak mendengamya. Katakan bahwa perawat
akan membantu.
4) Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi,
waktu, frekuensi teriadinya halusinasi serta apa yang dirasakan
jika teriadi halusinasi.
5) Dorong untuk mengungkapkan perasaannya ketika
halusinasi muncul.
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Tindakan:
1) Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi:
bicara dengan orang lain bila muncul halusinasi, melakukan
kegiatan, mengatakan pada suara tersebut “saya tidak mau
dengar!”
2) Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/ dilakukan.
3) Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan
beri pujian jika berhasil.
d. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Tindakan:
1) Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga
tentang gejala, cara memutus halusinasi, cara merawat, informasi
waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Tindakan:
1) Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan
efek samping minum obat.
2) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3) Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.

6
Beri reinforcement positif bila klien minum obat yang benar.DAFTAR
PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, (2010), Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktis


Klinis, Ed 6, EGC, Jakarta.
Maramis, W. F, (2015), Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Erlangga Universitas
Press, Surabaya.
Rasmun. (2011). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga Edisi 1. Jakarta: CV Agung Seto
Stuart GW, Sundeen SJ, (2010), Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 6, EGC,
Jakarta.
Tim Direktorat Keswa, (2010), Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa,
Edisi 4, RSJP Bandung, Bandung.

7
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KLIEN DENGAN MASALAH HALUSINASI
(SP 1 PASIEN)

Masalah :
Hari/ tanggal :
Jam :

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien

2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengenal halusinasi.
c. Klien dapat menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi.
d. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara pertama:
menghardik.
3. Tindakan
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
b. Bantu mengenal halusinasi dengan cara berdiskusi dengan
klien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/ dilihat), waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan muncul dan respon klien saat halusinasi muncul.
c. Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi: bicara
dengan orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan,
mengatakan pada suara tersebut “saya tidak mau dengar!”

B.

1
C. STRATEGI KOMUNIKASI
1. ORIENTASI (PERKENALAN)
a. Salam Terapeutik
”Assalamualaikum. Selamat pagi.”
”Saya Siti, perawat di sini, Siapa nama Bapak? Senang dipanggil
siapa?”
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Apa keluhan Bapak hari
ini?”
c. Kontrak Waktu
”Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama
ini Bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Dimana kita duduk?
Berapa lama? Bagaimana jika 15 menit?”

2. KERJA
”Apakah Bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang
dikatakan suara itu?Apakah terus menerus terdengar atau sewaktu-
waktu? Kapan yang paling sering Bapak dengar suara? Berapa kali
sehari Bapak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah
waktu sendiri?”
”Apa yang Bapak rasakan saat mendengar suara itu? Apa yang Bapak
lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara
itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?”
“Bapak, ada 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara itu. Kedua, dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Keempat,
minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik. Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul,
langsung Bapak bilang, pergi saya tidak mau dengar, ... saya tidak mau

2
dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak
terdengar lagi. Coba Bapak peragakan! Nah begitu, ... bagus! Coba
lagi! Ya bagus Bapak sudah bisa.”

3. TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan Bapak setelah peragaan latihan tadi? Kalau
suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut.”
b. Evaluasi Obyektif
”Ya Bapak sudah bisa memperagakan latihan tadi.”
c. Rencana Tindak Lanjut
”Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Mau jam berapa
saja latihannya?”
d. Kontrak
- Topik
”Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara kedua?”
- Waktu
”Besok pagi jam 9 saya akan datang kesini. Bagaimana, Bapak
bersedia?”
- Tempat
”Besok saya akan ke ruangan ini lagi. Sampai jumpa ya.”

Anda mungkin juga menyukai