Anda di halaman 1dari 25

PENGENDALIAN HAMA BABI HUTAN PADA TANAMAN

KARET

Disusun Oleh :
Kelompok 6
ARIQ RAMADHANA (1701005)
DIMAS NURCHOLISH (1701014)
I.D RIVALDO HUTAGALUNG (1701022)
MUHAMMAD RAVI (1701030)
RYAN FERNANDO TARIGAN (1701038)

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN


AGROBISNIS PERKEBUNAN
MEDAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas berkat, rahmat, kesempatan serta
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Pengendalian Hama
Habi Hutan Pada Tanaman Karet”.
Dalam penyusunan laporan ini, saya memperoleh bantuan dari berbagai
pihak. Saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Hama Pada
Tanaman Karet yang telah memberikan bimbingan sehingga saya mampu
menyelesaikan makalah ini, serta kedua orang tua, dan rekan-rekan.
Segala upaya telah saya lakukan untuk menyempurnakan makalah ini,
namun tidak mustahil apabila terdapat kekurangan dan kesalahan, baik dari segi
penyajian materi, sistematika penulisan maupun kelengkapannya. Oleh karena
itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat dijadikan
masukan dalam penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata, saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta menjadi
bahan acuan agar dapat lebih kreatif lagi dalam penyusunanmakalah ke depannya.

Medan, 07 Januari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... i


Daftar Isi................................................................................................................ ii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan........................................................................................................ 2
Bab II Isi
2.1 Definisi Babi ............................................................................................. 3
2.2 Klasifikasi Babi ......................................................................................... 3
2.3 Morfologi Babi Hutan ............................................................................... 4
2.4 Jenis-jenis Babi ......................................................................................... 6
2.5 Tingkah Laku Babi .................................................................................... 9
2.6 Masa Reproduksi Babi .............................................................................. 12
2.7 Gejala Serangan Babi Pada Tanaman ....................................................... 13
2.8 Cara Pengendalian Babi Hutan.................................................................. 15
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 20
3.2 Saran .......................................................................................................... 20
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 21

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Populasi babi hutan di alam sekarang sangat banyak hal ini menyebabkan
timbulnya masalah. Babi hutan termasuk salah satu hama yang dapat
menimbulkan kerusakanserius pada lahan pertanian, sehingga babi hutan diburu
oleh masyarakat (Choquenot etal., 1996; Rizaldi et al., 2007; Albert,Wido Rizki,
2013). Selain itu, (Ickes 2001; Albert,Wido Rizki, 2013) melaporkan
bahwamelimpahnya spesies ini telah menyebabkan kerusakan pada tumbuhan
vegetasidasar disekitarnya, karena kebiasaan mereka merusak tanah saat mencari
makan(rooting) dan membuat sarang.
Babi hutan menyebar dengan luas dikarenakan spesies ini dapat
berkembang biak dengan cepat dan jumlah anak yang dilahirkanlebih banyak
dibandingkan ungulata lainnya (Nowak and Paradiso, 1983; Albert,Wido Rizki,
2013). Selain itu,babi hutan juga bersifat omnivorous dimana hewan omnivorous
dapat dengan mudah mendapatkan makanan.Hal tersebut diatas adalah alasan
utama mengapa spesies ini dapat berhasil menyebardengan luas (Mayer and
Brisbin, 2009; Albert,Wido Rizki, 2013)
Hama yang sering dapat menimbulkan kerusakan serius pada lahan
pertanian yaitu babi hutan. Dimana salah satu faktor penyebabnya yaitu jumlah
populasi babi hutan yang melimpah semakin terdesak akibat adanya konversi
lahan menjadi lahan pertanian. Sehingga babi hutan ini mencari sumber pakan
baru yang dekat dengan daerah jelajahnya. Didaerah rendah banyak terdapat Babi
hutan karena terdapat banyak areal pertaniannya sehingga sumber pakannya lebih
banyak (Harahap, Patana dan Afifuddin, 2012; Hana, 2013).
Masyarakat menilai babi hutan sebagai hama utama perkebunan karena
prilakunya merusak dan memakan tanaman. Penyerangan yang mengakibatkan
kerusakan hasil tanaman berdampak terhadap kerugian materi berupa penurunan
hasil tanam terutama terhadap masyarakat mayoritas petani.Sehingga
menimbulkan masalah berupa konflik babi hutan dengan masyarakat (Ickes,2001;
Hana, 2013).

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil pada makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. apa definisi babi ?
2. apa klasifikasi babi ?
3. bagaimana morfologi babi hutan?
4. apa jenis-jenis babi ?
5. bagaimana tingkah laku babi ?
6. bagaimana masa reproduksi babi ?
7. bagaimana gejala serangan babi pada tanaman?
8. bagaimana pengendalian babi hutan ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. untuk mengetahui definisi babi
2. untuk mengetahui klasifikasi babi
3. untuk mengetahui morfologi babi hutan
4. untuk mengetahui jenis-jenis babi
5. untuk mengetahui tingkah laku babi
6. untuk mengetahui masa reproduksi babi
7. untuk mengetahui gejala serangan babi pada tanaman
8. untuk mengetahui cara pengendalian babi hutan

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Babi


Babi merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia.Babi adalah
sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung lemper. Babi
adalah omnivora, yang berarti mereka mengonsumsi baik daging maupun tumbuh-
tumbuhan (Pratiwi, Astri, 2012).
Babi hutan (Sus scrofa) juga dikenal sebagai babi liar adalah babi yang
banyak hidup di Eurasia, Afrika Utara dan Kepulauan Sunda Besar.(Pratiwi, Astri,
2012). Spesies ini adalah salah satu mamalia darat yang distribusi geografinya
paling luas. Babi hutan merupakan salah satu spesies yang terbilang berhasil di
introduce hampir di beberapa kawasan di belahan bumi, penyebaran spesies ini
tidak terlepas dari peran manusia yang menjadi agen dalam proses penyebarannya
(Hana,2013).

2.2 Klasifikasi Babi


Menurut Astri (2012), babi memiliki klasifikasi ilmiah seperti berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodacytla
Familia : Suidea
Genus : Sus
Spesies : Sus barbatus, Sus bucculentus, Sus cebifrons, Sus celebenis, Sus
domesticus, Sus heureni, Sus philippenis, Sul savanius, Sus
scrofa, Sus timoriensis, danSus verrucosus (Pratiwi, Astri, 2012)

Menurut Herlinda (2004), secara sistematik Babi Hutan diklasifikasikan


sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata

3
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Suidae
Sub family : Suinae
Genus : 1/Sus dan 2/babyrousa
Spesies : Sus scrofa L. (Bergaris)
Sus Verrucasus M ( Berbulu kasar)
Sus Berbatus ( Berbulu Putih)
Babyrousa babirussa L.

Babi hutan termasuk ke dalam ordo Artiodactyla (hewan berkuku genap).


hal ini didasari oleh karena spesies ini memiliki kaki yang berkuku empat.Babi
hutan (Sus scrofa) merupakan nenek moyang babi liar yang menurunkan babi
ternak (Sus dometicus) (Hana, 2013).

2.3 Morfologi Babi Hutan


Morfologi Babi hutan pada umumnya yang sering kita jumpai. dimana
mempunyai rambut berwarna hitam, abu-abu atau coklat.Bulu babi hutan lebih
kasar atau kaku terutama yang terdapat disepanjang punggung. Kepala babi hutan
berbentuk kerucut terpotong, sedangkan badannya silindris panjang, dengan
rambut-rambut yang berwarna hitam mulai dari tengkuk sampai punggung. Dalam
keadaan ketakutan rambut-rambut ini berdiri tegak. Pada masing-masing sudut
mulutmemiliki rambut yang lebih tebal. Pada bagian dadanya memilki lima
pasang kelenjar susu. Babi hutan memiliki perkembangan tengkuk yang lebih
sempurna. Ukuran telinga yang lebih kecil dan meruncing
(Riyandi,Rohman,2012). Hal 6.
Babi hutan mempunyai empat kaki dimana masing-masing kaki memiliki
empat jari kaki. Jari kedua dan keempat lebih pendek dan tidak menampak. Jari
belakang dari kaki babi tersebut lebih kecil karena untuk membantunya berjalan
diatas tanah berlumpur (Herlinda, siti dan Chandra Irsan, 2011 ). Kepala segitiga
atau kerucut dengan panjang sampai sepertiga badan dan kepala. Batas antara
badan dan leher tidak jelas. (Herlinda, Siti, 2004)

4
Babi Hutan memiliki tubuh dengan panjang yang besar. dimana tubuh babi
hutan antara 1-1,8 m dengan berat badanya berkisar antara 50 – 300 kg.Rata - rata
ukuran tubuh jantan lebih besar dibandingkan betina. ekornya tidak berambut dan
lurus. Babi hutan memiliki panjang ekor 20-30 cm dan tinggi sekitar 70 cm
(Rohman, 1989). Dalam buku ibu siti herlinda hal 6
Gigi taring pada babi hutan tidak memiliki akar gigi. Gigi taring pada babi
hutan sudah menyatu pada rahangnya. Gigi taring tumbuh besar padaindividu
jantan. Pada gigi taring atas dan bawah dapat tumbuh melengkungkeluar dan
dapat berfungsi sebagai pertahanan terhadap predator maupun hewan lainnya.
Babi jantan memiliki taring yang lebih besar dibanding betina
(Riyandi,Rohman,2012). Hal 6. Formula gigi tiap genus berbeda, untuk masing-
masing genus :
Phaecochoerus :i c p m
1 1 3 3
3 1 2 3
Babyrousa :2 1 2 3
3 1 2 3
Sus :3 1 4 3
3 1 4 3
Ket : i = gigi seri, c = gigi taring, p = gigi graham depan, m = gigi graham
belakang (Herlinda,2004).

Gambar 1. Rahang Babi Hutan


Sumber. http://www.kompasiana.com/aremangadas/berburu-taring-babi-hutan-menemukan-
tanduk-rusa_54f35e15745513a22b6c724f

5
Gigi taring pada babi ada yang berkembang ada yang tidak.Gigi taring
yang berkembang pada genus Sus adalah bagian atas, sedangkan pada genus
babyrousa adalah bagian atas dan bawah. Selanjutnya, menurut Herlinda (2004)
“Babi jantan memiliki taring yang berkembang dengan baik sedangkan babi
betina tidak baik”.
Anak Babi hutan yang baru lahir memiliki cri- ciri seperti berikut. Dimana
memilki kulit yang berwarna coklat gelap atau kehitaman dengan garis putih yang
memanjang secara longitudinal di sepanjang tubuhnya dan akan menghilang
setelah berumur 5 bulan (Riyandi,Rohman,2012).
Jenis babi hutan yang umumnya dijumpai merusak tanaman adalah Sus
scrofa vittatus. S. s. vittatus.Sus scrofa vittatus ini mempunyai garis putih di
moncongnya, anak-anaknya berwarna coklat bergaris-garis terang, sedangkan babi
berjanggut (S. barbatus) berwarna agak muda, kepalanya lebih panjang dan
berambut panjang tegak di sekeliling kepalanya tetapi babi ini jarang dijumpai.
Kedua spesies tersebut umumnya dijumpai di Sumatera dan Kalimantan. Di Jawa
dan Sulawesi dijumpai Sus verrucosus yang berukuran lebih besar dan
mempunyai taring panjang di kepalanya dan badanya tidak berbelang. (Herlinda,
Siti dan Chandra Irsan, 2011). Hal 7
Ciri khas babi kutil atau babi jawa (Sus verrucosus), yaitu adanya surai
atau bulu panjang yang mulai dari leher, sepanjang tulang belakang, hingga
mencapai pangkal ekor. Selain itu, juga memiliki tiga pasang kutil (benjolan
daging yang mengeras) di wajahnya (Hana, 2013). Panjang tubuh sekitar 90-190
cm dengan tinggi bahu berkisar antara 70-90 dengan berat bervariasi antara 44-
108 kg. Bulu tubuhnya berwarna kuning kemerahan hinga hitam. Ekornya
panjang dan berumbai ujungnya. Kakinya lebih ramping dan memanjang. Babi
kutil dapat berusia 10-14 tahun (Riyandi,Rohman,2012).

2.4 Jenis-Jenis Babi


Seperti yang kita ketahui, ada beberapa spesies babi yang dapat ditemukan
di Indonesia. Bahkan, Asia Tenggara disebut-sebut sebagai wilayah yang
memiliki keanekaragaman babi hutan yang tertinggi di dunia (Lucchini et al.,
2005). Banyak studi yang telah dilakukan untuk menentukan sistematika babi

6
hutan Asia Tenggara ini walaupun jumlah spesiesnya masih belum diketahui
dengan jelas. Di berbagai hutan di Indonesia dapat ditemukan empat jenis babi ,
yaitu sebagai berikut :
1. Babi Bergaris(Sus scrofa vittatus),
Sesuai dengan namanya, babi ini memiliki garis dibagian tubuhnya,
terutama pada bagian moncongya yang dapat dilihat pada Gambar 2. Selain itu,
babi ini mempunyai ciri berambut halus, berwarna hitam, untuk rambut surai
pendek, kasar dan berwarna hitam, dan matanya kecil. Jenis ini terdapat di
Sumatera, Jawa, Bali, NTB dn Irian Jaya (Rohman,1989). Menurut Groves
(2001),babi bergaris(Sus scrofa vittatus) umumnya memiliki indeks gigi taring
kurang dari 100. Seluruh babi yang termasuk jenis S. scrofa ini termasuk ke dalam
Eurasian Wild Pig.

Gambar 2. Babi Bergaris (Sus scrofa vittatus)


Sumber. http://planters-hamakelapasawit.blogspot.co.id/2011/11/babi-hutan.html

2. Babi Berbulu Kasar(S. verrucosus)


Selain babi bergaris (Sus scrofa vittatus), jenis babi lain yang dapat
ditemukan, yaitu babi berbulu kasar (S. verrucosus). Babi ini mempunyai ciri-ciri
matanya lebih besar, pada moncong terdapat lipatan kulit (6 lipatan), pada
punggung terdapat penebalan, mempunyai rambut yang agak tegak lurus dan agak
tegak, rambut surai berwarna coklat kemerahan. Babi jenis ini sering ditemui di
daerah Bawean dan Madura (Rohman,1989). Menurut Groves (2001), babi jenis
ini memiliki indeks gigi taring sekitar 106-160, lurus dan permukaan bawahnya
luas. Babi dewasa dalam jenis babi ini memiliki kutil pada wajahnya.

7
Gambar 3. Babi Berbulu Kasar (Sus verrucosus)
Sumber.http://www.ultimateungulate.com/Artiodactyla/Sus_verrucosus.html
3. Babi Berjanggut(S. barbatus),
Babi berbulu kasar (Sus verrucosus) memiliki ciri terdapat tonjolan/kutil
pada bagian wajahnya. Berbeda dngan jenis babi ini yang memiliki rumbai-
rumbai pada setengah bagian moncong. Selain itu, ciri khas babi ini adalah kepala
lebih besar dan warna rambut abu-abu agak merah muda dibawah cahaya tampak
hampir putih. Babi ini dijumpai di daerah Sumatera, Bangka dan Kalimantan.

Gambar 4. Babi Berjanggut (Sus barbaratus) yang masih muda


Sumber. http://www.biolib.cz/en/image/id14223/

8
Gambar 5. Babi Berjanggut (Sus barbaratus) dewasa
Sumber http://www.theonlinezoo.com/pages/philadelphia_zoo.html

4. Babi Russa(Babyrousa babirussa),


Babi ini memiliki perbedaan khusus dari jenis babi lainnya yaitu babi ini
tubuhnya hampir tidak ditutupi oleh rambut. Merupakan hewan yang dilindungi
dan terdapat di Sulawesi. (Rohman,1989)

Gambar 6. Babi Russa (Babyrousa babirussa )


Sumber. http://yoriegauthama.blogspot.co.id/2012/05/babirusa-babyrousa-babirussa.html

2.5 Tingkah Laku Babi


Babi hutan dalam kehidupannya selalu berkelompok dan bergerombol
dengan babi lainnya terutama jenis betina yang masih muda.Untuk babi hutan
jantan, mereka hanya berkelompok pada saat tertentu saja, missal pada saat akan
kawin saja yang umumnya akan berlangsung pada awal musim hujan. (Balai
Informasi Pertanian Sulawesi Tenggara, 1987). Babi hutan (Sus scrofa vittatus)

9
biasanya membuat kelompok social yang terdiri dari antara 4-11 ekor
(Rahayu,1982). Sedangkan, menurut Rohman (1989) babi hutan biasanya hidup
bergerombol antar 4-50 ekor, yang dikelompokkan menjadi 3 yaitu kelompok
induk dengan anak-anaknya, kelompok muda atau remaja, kelompok babi dewasa.
Babi jantan yang tergabung dalam kelompok terkadang akan keluar dari kelompk
dari sendirinya dan akan bergabung kembali dengan kelompoknya setelah betina
siap kawin.

Gambar 7. Kehidupan babi rusa (Babyrousababirussa) yang bergerombolan


http://yoriegauthama.blogspot.co.id/2012/05/babirusa-babyrousa-babirussa.html

Alat untuk komunikasi pada babi menggunakan suara. Suara ini dibedakan
menjadi tiga macam yaitu untuk memanggil dan memberi isyarat kepada anggota
kelompok lainnya, pertanda konflik antar individu, dan sedang atau akan
terjadinya perkawinan. (Rahayu,2001). Suara pada babi dikelompkkan menjadi
beberapa katergi yaitu, saat babi dalam keadaaan seang, dalam keadaan bahaya,
masa perkawinan, dan berkelai anatar kelompok (Rohman,1989)
Aktivitas babi hutan kebanyakan dilakukan pada siang hari maupun
malam hari. Akan tetapi untuk aktivitas dalam mencari makan dilakukan pada
pagi-pagi sekali atau sore hari sampai malam. Dalam keadaan kekurangan
makanan babi hutan akan mampu berimigrasi dari satu tempat kedaerah lain hal
ini disebabkan karena babi hutan memiliki beberapa keahlian khusus seperti
berenang (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 1981).Babi hutan biasanya
aktif beraktifitas pada pukul 19.00 (malam hari) dan pada pagi hari pada pukul
02.00-04.00, hamper semua aktivitas yang dilakukan dalam sehari dipergunakan
oleh babi untuk makan, beristirahat dan berkubang. Frekuensi aktivitas ini dalam
sehari dilakukan dengan perbandingan 60%, 10%, dan 30%. Aktivitas untuk

10
mencari makanan yang tertinggi dilakukan pada pukul 5-7 pagi dan 4-6 sore.
Sedangkan untuk aktivitas berkubang dilakukan pada pukul 11-13 siang. Kedua
aktivitas ini dala sehari biasanya diselingi dengan aktivitas beristirahat
(Rahayu,1982).

Gambar 8. Tempat kubangan babi


Sumber. Dokumentasi Pribadi

Gambar 9. Babi bergaris ( Sus Scrofa vittatus ) melakukan aktivitas berkubang


Sumberhttps://pixabay.com/en/pig-wild-boar-sleep-wallow-mud-1071656/

Kemudian, babi hutan juga memiliki salah tingkah laku lain yaitu sifat
saling membantu terutama dalam mempersiapkan sarang untuk babi betina
melahirkan. Sarang ini dibuat untuk melindungi bayi babi dari gangguan faktor
lingkungan. Sarang ini biasanya terbuat kayu, ranting dan tumbuhan muda serta
rotan. Sarang ini dibuat secara bersama-sama oleh kelompok (Rochman,1989).
Sarang tersebut hanya dipakai untuk melahirkan anak babi sampai berumur
seminggu kemudian ditinggalkan.

11
Gambar 10. Sarang babi hutan betina saat melahirkan
Sumber. http://mohandin.blogspot.co.id/2012_02_01_archive.html

Babi hutan mempunyai penglihatan yang kurang baik, tetapi indra


penciuman dan pendengarannya sangat tajam. Hewan ini merugikan karena
disamping merusak daerah pertanian juga berbahaya bagi manusia dan binatang
lain (Collins, 1975).

2.6 Masa Reproduksi Babi


Salah satu faktor yang menyebabkan populasi babi sangat banyak adalah
perkembangbiakannya yang relatif cepat serta anak yang dilahirkan pun dalam
jumlah yang banyak. Babi hutan betina melahirkan setahun sekali dengan masa
bunting antara 101-130 hari dan sekali beranak jumlahnya 3-4 ekor, jika makanan
tersedia anaknya bisa mencapai 8-12 ekor dengan selang waktu beranak pendek.
Untuk melahirkan berikutnya dibutuhkan waktu 7,5 bulan. Lama anak menyusui
sampai berumur empat bulan dan anak tersebut disapih sampai umur lima bulan.
Pada akhir masa menyusui induk betina dapat hamil kembali. Dan anak betina
yang dilahirkan dapat melahirkan kembali saat umur 6-8 tahun. Babi hutan rata-
rata dapat bertahan hidup 10-12 tahun (Rochman,1989).

12
Gambar 11. Babi hutan (sus scrofa vittatus) dan anaknya
Sumber.http://phantomzvet.blogspot.co.id/2012/04/jenis-jenis-babi-di-indonesia.html

Masa hamil berlangsung pada musim hujan.Hal ini disebabkan oleh pada
musim tersebut merupakan masa kawinnya babi. Masa hamil babi hutan
berlangsung 105 hari-130 hari. Masa beranak terjadi pada akhir musim hujan,
jumah anak berkisar 4-11 ekor dan setelah anak berumur 1 tahun babi betin siap
kawin lagi. Masa birahi berlangsung selama 2 hari dan berulang setiap 21 hari.
Umur babi hutan dapat mencapai 16 tahun (Balai Informasi Pertanian Sulawesi
Tenggara,1987)

2.7 Gejala Serangan Babi pada Tanaman


Serangan babi ini dapat menurunkan hasil produksi dan merugikan para
petani.Babi banyak menyerang tanaman seperti padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar,
kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kelapa, karet, kakao, kelapa sawit, tebu, dll.
Berikut ini beberapa contoh gejala pada tanaman yang diserang babi (Wibawanti,
2012).
Babi hutan merupakan hama tanaman yang seringkali dijumpai di
perkebunan kelapa sawit. Umumnya, babi hutan sering menyerang pohon yang
baru ditanam atau berusia muda atau yang baru ditanamkarena mereka menyukai
umbutnya yang lunak. Selain memakan umbut, mereka juga memakan buah sawit
yang sudah membrondol di tanah, dan tandan buah di pohon yang masih
terjangkau. Akibatnya pohon mengalami kerusakan bahkan mati. Dampak dari
serangan babi hutan, terjadi kerusakan pada perakaran terutama terhadap akar-
akar makan (feeding roots) di sekitar piringan pohon, sehingga dapat menghambat

13
penyerapan air dan hara dari tanah dan mendorong timbulnya penyakit akar
(Wibawanti, 2012).

Gambar 12. Kelapa sawit yang terserang hama babi hutan


Sumber. http://bibitsawitkaret.blogspot.co.id/2016/01/cara-mudah-menghalau-babi-hutan-
yang.html

Babi hutan menyerang juga menyerang tanaman karet. Dimana daun


tanaman karet yang masih muda tidak berbentuk, bahkan bisa terjadi pohon tanpa
daun. Kulit dan batang tanaman muda tampak terkerat serta tanah disekitarnya
terbongkar.Pada tanaman karet yang masih muda kerusakan terjadi karena babi
hutan menggali tanah di sekitar pohon dan menyebabkan akar terpotong-potong,
pada tanaman kelapa muda yang dirusak adalah bagian umbut tanaman, sehingga
akan terpotong dan terlepas dari batangnya, kadang-kadang menyebabkan pohon
tumbang dan tanaman mati (Wibawanti, 2012).

Gambar 13. Babi hutan (Sus scrofa vittatus) menyerang tanaman karet
Sumber.http://bceceran.blogspot.co.id/2016/02/hama-babi-hutan-dan-landak-pada-tanaman.html

14
Gambar 14. Serangan babi hutan pada tanaman karet
Sumber. Dokumentasi Pribadi

Hama babi hutan menyerang tanaman sagu. Pada tingkat semai dan
sapihan yaitu pada saat tanaman sagu berumur 1 hingga 3 tahun. Babi hutan
menyerang tanaman sagu dengan cara memakan umbut atau pucuk dari batang
tanaman sagu yang masih muda (Wibawanti, 2012).
Babi hutan dianggap sebagai hama bagi tanaman kakao karena memakan
buah kakao dan merusak batang tanaman kakao.Buah kakao yang diserang dan
dimakan terutama yang terletak pada batang utama. Kerusakan pada batang
ditandai oleh bekas goresan kaki babi hutan pada saat mengambil buah dan
sayatan-sayatan memanjang pada kulit batang (Wibawanti, 2012).

2.8 Teknik Pengendalian Babi Hutan


Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengendalian hama
babi, yaitu:
1. Jerat Kawat Leher
Salah satu cara yang ramah lingkungan yang dapat dilakukan untuk
membasmi atau mengurangi serangan hama babi adalah jerat kawat leher. Jerat
leher merupakan alat yang terbuat dari kawat dan diletakkan pada tempat-tempat
yang akan dilewati kelompok babi hutan (Basdabella,1995). Jerat leher ini dibuat
oleh petani transmigrasi asal bali. Untuk memikat babi menggunakan jerat ini,
disiapkan umpan terlebih dahulu yang diletakkan disekitar jerat, apabila babi

15
melewati jerat maka diapun akan masuk kedalam perangkap yang telah dibuat dan
sebaiknya kawat yang dipasang pada musim hujan dipanaskan terlebih dahulu
untuk menghilangkan aroma kawat (Rochman,1989).

Gambar 15. Jerat Kawat Leher untuk mengendalikan hama babi


Sumber. http://www.idsurvival.com/2012/10/membuat-jerat-hewan-di-hutan.html

2. Jerat Tali dan Pegas


Sesuai dengan namanya, jerat ini menggunakan perangkap tali dan pegas
menggunakan kayu hidup yang lentur dan tali. Tali dibuat sebanyak dua buah,
sebuah sebagai tali kunci untuk mengunci jerat dan sebuah lainnya merupakan tali
perangkap untuk mengikat babai bila tali kunci terbuka (Kusnaedi,1999).

Gambar 16. Jerat Tali dan Pegas dalam mengendalikan hama babi
Sumber. https://survivalindonesia.wordpress.com/survival/keterampilan-survival/trapjebakan-
binatang/

16
3. Jerat Kaki
Jerat kaki ini mempunyai prinsip kerja yang mirip dengan jerat tali dan
pegas. Perbedaannya hanya pada tali, pada jerat kaki ini menggunakan kawat.
Kawat jerat dihubungkan dengan kayu pegas, sedangkan pemicunya diletakkan
ditanah, apabila babi menginjak kayu pemicu maka dia masuk perangkap dan
terjerat (Direktorat Jenderal Perkebunan,1995).

Gambar 17. Jerat Kaki dalam pengendalian hama babi


Sumber. https://survivalindonesia.wordpress.com/survival/keterampilan-survival/trapjebakan-
binatang/

4. Jaring Lapon
Prinsip kerja jarring lapon mirip dengan jaring laba-laba, sehingga saat
babi hutan terjerat akan sulit untuk lepas. Jaring lapon sendiri terbuat dari kawat
seling yang tebal, bentuk rangkaiannya seperti jaring laba-laba dan diameter jaring
lapon dapat mencapai satu meter, sedang ditengahnya terdapat lobang yang
diameternya lebih kurang sebesar kepala babi hutan (Rochman, 1989).

17
Gambar 18. Jerat lapon untuk mengendalikan babi hutan
Sumber. https://www.tokopedia.com/prabudieng/perangkap-babi-lapunbronjong

5. Lubang Perangkap
Lubang perangkap adalah lubang yang sengaja dibuat untuk menjebak
babi hutan. Lubang perangkap dibuat sedalam dua meter dan dibagian dasar
lubang diletakkan bambu runcing agar saat babi masuk kedalam peraangkap akan
mati. Pada bagian atas lobang ditutupi dengan dedaunan agar tidak terlihat oleh
babi hutan (Basdabella, 1995).

Gambar 19. Lubang Perangkap Babi


Sumber. https://survivalindonesia.wordpress.com/survival/keterampilan-survival/trapjebakan-
binatang/

18
6. Umpan Beracun
Penggunaan bahan kimia dalam pelaksanaanya adalah dalam bentuk
umpan beracun. Untuk sementara bahan kimia atau pestisida yang dapat
digunakan untuk racun babi hutan adalah pestisida golongan karbamat dengan
bahan aktif Aldikarb. Racun ini dicampur dengan umpan yang disukai babi hutan.
Berdasarkan pengalaman umpan yang disukaibabi hutan adalah ubi kayu, ubi
jalar, nangka bubur dan lain-lain (Ujang,2000).

Gambar 20. Contoh racun babi


Sumber. https://www.bukalapak.com/p/rumah-tangga/home-stuff/2m65t-jual-racun-tikus-dan-
babi-minimal-beli-10-buah

Gambar 21. Babi (Sus scrofa vittatus) yang tertangkap atau terjerat warga di Tulung Slapan,
Kabupaten OKI
Sumber. Dokumentasi Pribadi

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang, berhidung
lemper serta bersifat onivora yang berasal dari Eurasian. Keberadaan babi yang
tertinggi terletak di wilayah Asia Tenggara, dimana negara Indonesia termasuk
didalamnya. Di Indonesia, terdapat empat jenis babi, yaitu babi bergaris (Sus
scrofa vittatus), babi berbulu kasar (Sus verrucosus), babi berjanggut (Sus
barbaratus) dan babi russa (Babyrousa babirussa). Diantara ke empat jenis babi
tersebut, babi bergaris (Sus scrofa vittatus) yang merusak tanaman. Babi ini
banyak menyerang tanaman seperti padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai,
kacang tanah, kacang hijau, kelapa, karet, kakao, kelapa sawit, tebu, dll. Hal
tersebut ditandai dengan gejala serang seperti jumlah produksi tanaman
berkurang, bekat sayatan babi pada batang tanaman, sistem perakaran rusak yang
dapat berujung pada tumbangnya tanaman serangan tersebut. Keadaan seperti ini
dapat dikendalikan dengan beberapa cara seperti membuat jerat kawat leher, jerat
tali dan pegas, jerat kaki, jerat lapon, lubang perangkap dan umpan beracun.

3.2 Saran
Dalam mengendalikan hama babi ini, para petani sebaiknya diberikan
lebih banyak pengetahuan atau bahkan pelatihan dalam mengatasi permasalahan
yang dapat mengurangi produksi hasil pertanian ini. Semakin banyak pengetahuan
petani, maka tindakan pun dapat dilakukan dalam bentuk pencegahan sehingga
petani tidak mengalami kerugian dalam proses produksinya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Albert, Wido Rizki. 2013. Karakteristik Kubangan Dan Aktivitas BerkubangBabi


Hutan (Sus Scrofa L.) Di Hutan Pendidikan Dan PenelitianBiologi
(HPPB) Universitas Andalas. Universitas Andalas. Padang.
http://repository.unand.ac.id/21739/3/bab%201.pdf di akses 21 Januari
2017

Collins, W.V. 1975. Encylopedian of Animals. William Collins Sons dan Co-Ltd.
London and Glasglow.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 1995. Pengendalian PHT Hama Babi Hutan.


Departemen Pertanian. Direktorat Bina Perlindunngan Tanaman. Jakarta

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 1981. Pedoman Proyek Peningkatan


Produksi Tanaman Pangan Bidang Pengendalian Hama Vertebrata Dan
Penyakit Gudang. Sub Direktorat Pengendalian Hama Vertebrata Dan
Penyakit Gudang Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. Jakarta.

Hana. 2013. Proposal Penelitian Konflik Babi Hutan Di Paninggahan.


Universitas Andalas. Padang.
https://www.academia.edu/18357312/PROPOSAL_PENELITIAN
_KONFLIK_BABI_HUTAN_DI_PANINGGAHANdi akses 21 Januari
2017 pukul 19:00

Herlinda, Siti dan Chandra Irsan. 2011 .Penuntun Praktikum Dasar – Dasar
Perlindungan Tanaman. Universitas Sriwijaya. Indralaya.

Herlinda, Siti. 2004. Bahan Kuliah Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman.


Universitas Sriwijaya. Indralaya.

Kusnaedi. 1999. Pengendalian Hama Tanpa Pestisida. Penerbit Kanisius. Jakarta

Pratiwi, Astri. 2012. Babi dan Penyakit. Universitas Diponegoro. Semarang.


https://www.scribd.com/doc/76411094/Babi-Dan-Penyakitdi akses 21
Januari 2017

Rahayu, A. 1982. Beberapa Aspek Ekologi Dan Perilaku Babi Hutan (Sus scrofa
vittatus) di Ujung Kulon. Jurusan Biologi. Universitas Padjajaran.
Bandung.

21
Riyandi, Rohman. 2012. Keberadaan Sarang Babi Hutan (Sus scrofa) Di Taman
Nasional Way Kambas, Lampung .Universitas Lampung. Lampung.
http://digilib.unila.ac.id/14570/ di akses Akses 22 Januari 2017

Rohman, Sulawan, S., Djuhani dan J. Soejitno. Uji Terapan Komponen


Pengendalian Babi Hutan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor.
Bogor

Rohman. 1989. Binatang Vertebrata Ynag Tidak Dilindungi dan Menjadi Hama
Bagi Tanaman Padi dan Palawija Serta Penanggulangannya di Daerah
Transmigrasi. Makalah Dalam Pertemuan/Konsultasi Perumusan Sistem
Perlindungan Tanaman Pangan Didaerah Transmigrasi Jakarta. 20-21
Februari 1989.

Ujang, E. 2000. Hama Babi Hutan Dan Pengendaliannya. Diklat PHT.


Palembang

Wibawanti. R dan Maryani, Y. 2012. Pengendalian Hama Babi hutan.Ditlinbun,


Ditjenbun.http://ditjenbun.pertanian.go.id/sinta/babi-hutan/di akses 21
Januari 2017

22

Anda mungkin juga menyukai