KARET
Disusun Oleh :
Kelompok 6
ARIQ RAMADHANA (1701005)
DIMAS NURCHOLISH (1701014)
I.D RIVALDO HUTAGALUNG (1701022)
MUHAMMAD RAVI (1701030)
RYAN FERNANDO TARIGAN (1701038)
Segala puji bagi Allah SWT atas berkat, rahmat, kesempatan serta
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Pengendalian Hama
Habi Hutan Pada Tanaman Karet”.
Dalam penyusunan laporan ini, saya memperoleh bantuan dari berbagai
pihak. Saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Hama Pada
Tanaman Karet yang telah memberikan bimbingan sehingga saya mampu
menyelesaikan makalah ini, serta kedua orang tua, dan rekan-rekan.
Segala upaya telah saya lakukan untuk menyempurnakan makalah ini,
namun tidak mustahil apabila terdapat kekurangan dan kesalahan, baik dari segi
penyajian materi, sistematika penulisan maupun kelengkapannya. Oleh karena
itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat dijadikan
masukan dalam penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata, saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta menjadi
bahan acuan agar dapat lebih kreatif lagi dalam penyusunanmakalah ke depannya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil pada makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. apa definisi babi ?
2. apa klasifikasi babi ?
3. bagaimana morfologi babi hutan?
4. apa jenis-jenis babi ?
5. bagaimana tingkah laku babi ?
6. bagaimana masa reproduksi babi ?
7. bagaimana gejala serangan babi pada tanaman?
8. bagaimana pengendalian babi hutan ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. untuk mengetahui definisi babi
2. untuk mengetahui klasifikasi babi
3. untuk mengetahui morfologi babi hutan
4. untuk mengetahui jenis-jenis babi
5. untuk mengetahui tingkah laku babi
6. untuk mengetahui masa reproduksi babi
7. untuk mengetahui gejala serangan babi pada tanaman
8. untuk mengetahui cara pengendalian babi hutan
2
BAB 2
PEMBAHASAN
3
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Suidae
Sub family : Suinae
Genus : 1/Sus dan 2/babyrousa
Spesies : Sus scrofa L. (Bergaris)
Sus Verrucasus M ( Berbulu kasar)
Sus Berbatus ( Berbulu Putih)
Babyrousa babirussa L.
4
Babi Hutan memiliki tubuh dengan panjang yang besar. dimana tubuh babi
hutan antara 1-1,8 m dengan berat badanya berkisar antara 50 – 300 kg.Rata - rata
ukuran tubuh jantan lebih besar dibandingkan betina. ekornya tidak berambut dan
lurus. Babi hutan memiliki panjang ekor 20-30 cm dan tinggi sekitar 70 cm
(Rohman, 1989). Dalam buku ibu siti herlinda hal 6
Gigi taring pada babi hutan tidak memiliki akar gigi. Gigi taring pada babi
hutan sudah menyatu pada rahangnya. Gigi taring tumbuh besar padaindividu
jantan. Pada gigi taring atas dan bawah dapat tumbuh melengkungkeluar dan
dapat berfungsi sebagai pertahanan terhadap predator maupun hewan lainnya.
Babi jantan memiliki taring yang lebih besar dibanding betina
(Riyandi,Rohman,2012). Hal 6. Formula gigi tiap genus berbeda, untuk masing-
masing genus :
Phaecochoerus :i c p m
1 1 3 3
3 1 2 3
Babyrousa :2 1 2 3
3 1 2 3
Sus :3 1 4 3
3 1 4 3
Ket : i = gigi seri, c = gigi taring, p = gigi graham depan, m = gigi graham
belakang (Herlinda,2004).
5
Gigi taring pada babi ada yang berkembang ada yang tidak.Gigi taring
yang berkembang pada genus Sus adalah bagian atas, sedangkan pada genus
babyrousa adalah bagian atas dan bawah. Selanjutnya, menurut Herlinda (2004)
“Babi jantan memiliki taring yang berkembang dengan baik sedangkan babi
betina tidak baik”.
Anak Babi hutan yang baru lahir memiliki cri- ciri seperti berikut. Dimana
memilki kulit yang berwarna coklat gelap atau kehitaman dengan garis putih yang
memanjang secara longitudinal di sepanjang tubuhnya dan akan menghilang
setelah berumur 5 bulan (Riyandi,Rohman,2012).
Jenis babi hutan yang umumnya dijumpai merusak tanaman adalah Sus
scrofa vittatus. S. s. vittatus.Sus scrofa vittatus ini mempunyai garis putih di
moncongnya, anak-anaknya berwarna coklat bergaris-garis terang, sedangkan babi
berjanggut (S. barbatus) berwarna agak muda, kepalanya lebih panjang dan
berambut panjang tegak di sekeliling kepalanya tetapi babi ini jarang dijumpai.
Kedua spesies tersebut umumnya dijumpai di Sumatera dan Kalimantan. Di Jawa
dan Sulawesi dijumpai Sus verrucosus yang berukuran lebih besar dan
mempunyai taring panjang di kepalanya dan badanya tidak berbelang. (Herlinda,
Siti dan Chandra Irsan, 2011). Hal 7
Ciri khas babi kutil atau babi jawa (Sus verrucosus), yaitu adanya surai
atau bulu panjang yang mulai dari leher, sepanjang tulang belakang, hingga
mencapai pangkal ekor. Selain itu, juga memiliki tiga pasang kutil (benjolan
daging yang mengeras) di wajahnya (Hana, 2013). Panjang tubuh sekitar 90-190
cm dengan tinggi bahu berkisar antara 70-90 dengan berat bervariasi antara 44-
108 kg. Bulu tubuhnya berwarna kuning kemerahan hinga hitam. Ekornya
panjang dan berumbai ujungnya. Kakinya lebih ramping dan memanjang. Babi
kutil dapat berusia 10-14 tahun (Riyandi,Rohman,2012).
6
hutan Asia Tenggara ini walaupun jumlah spesiesnya masih belum diketahui
dengan jelas. Di berbagai hutan di Indonesia dapat ditemukan empat jenis babi ,
yaitu sebagai berikut :
1. Babi Bergaris(Sus scrofa vittatus),
Sesuai dengan namanya, babi ini memiliki garis dibagian tubuhnya,
terutama pada bagian moncongya yang dapat dilihat pada Gambar 2. Selain itu,
babi ini mempunyai ciri berambut halus, berwarna hitam, untuk rambut surai
pendek, kasar dan berwarna hitam, dan matanya kecil. Jenis ini terdapat di
Sumatera, Jawa, Bali, NTB dn Irian Jaya (Rohman,1989). Menurut Groves
(2001),babi bergaris(Sus scrofa vittatus) umumnya memiliki indeks gigi taring
kurang dari 100. Seluruh babi yang termasuk jenis S. scrofa ini termasuk ke dalam
Eurasian Wild Pig.
7
Gambar 3. Babi Berbulu Kasar (Sus verrucosus)
Sumber.http://www.ultimateungulate.com/Artiodactyla/Sus_verrucosus.html
3. Babi Berjanggut(S. barbatus),
Babi berbulu kasar (Sus verrucosus) memiliki ciri terdapat tonjolan/kutil
pada bagian wajahnya. Berbeda dngan jenis babi ini yang memiliki rumbai-
rumbai pada setengah bagian moncong. Selain itu, ciri khas babi ini adalah kepala
lebih besar dan warna rambut abu-abu agak merah muda dibawah cahaya tampak
hampir putih. Babi ini dijumpai di daerah Sumatera, Bangka dan Kalimantan.
8
Gambar 5. Babi Berjanggut (Sus barbaratus) dewasa
Sumber http://www.theonlinezoo.com/pages/philadelphia_zoo.html
9
biasanya membuat kelompok social yang terdiri dari antara 4-11 ekor
(Rahayu,1982). Sedangkan, menurut Rohman (1989) babi hutan biasanya hidup
bergerombol antar 4-50 ekor, yang dikelompokkan menjadi 3 yaitu kelompok
induk dengan anak-anaknya, kelompok muda atau remaja, kelompok babi dewasa.
Babi jantan yang tergabung dalam kelompok terkadang akan keluar dari kelompk
dari sendirinya dan akan bergabung kembali dengan kelompoknya setelah betina
siap kawin.
Alat untuk komunikasi pada babi menggunakan suara. Suara ini dibedakan
menjadi tiga macam yaitu untuk memanggil dan memberi isyarat kepada anggota
kelompok lainnya, pertanda konflik antar individu, dan sedang atau akan
terjadinya perkawinan. (Rahayu,2001). Suara pada babi dikelompkkan menjadi
beberapa katergi yaitu, saat babi dalam keadaaan seang, dalam keadaan bahaya,
masa perkawinan, dan berkelai anatar kelompok (Rohman,1989)
Aktivitas babi hutan kebanyakan dilakukan pada siang hari maupun
malam hari. Akan tetapi untuk aktivitas dalam mencari makan dilakukan pada
pagi-pagi sekali atau sore hari sampai malam. Dalam keadaan kekurangan
makanan babi hutan akan mampu berimigrasi dari satu tempat kedaerah lain hal
ini disebabkan karena babi hutan memiliki beberapa keahlian khusus seperti
berenang (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 1981).Babi hutan biasanya
aktif beraktifitas pada pukul 19.00 (malam hari) dan pada pagi hari pada pukul
02.00-04.00, hamper semua aktivitas yang dilakukan dalam sehari dipergunakan
oleh babi untuk makan, beristirahat dan berkubang. Frekuensi aktivitas ini dalam
sehari dilakukan dengan perbandingan 60%, 10%, dan 30%. Aktivitas untuk
10
mencari makanan yang tertinggi dilakukan pada pukul 5-7 pagi dan 4-6 sore.
Sedangkan untuk aktivitas berkubang dilakukan pada pukul 11-13 siang. Kedua
aktivitas ini dala sehari biasanya diselingi dengan aktivitas beristirahat
(Rahayu,1982).
Kemudian, babi hutan juga memiliki salah tingkah laku lain yaitu sifat
saling membantu terutama dalam mempersiapkan sarang untuk babi betina
melahirkan. Sarang ini dibuat untuk melindungi bayi babi dari gangguan faktor
lingkungan. Sarang ini biasanya terbuat kayu, ranting dan tumbuhan muda serta
rotan. Sarang ini dibuat secara bersama-sama oleh kelompok (Rochman,1989).
Sarang tersebut hanya dipakai untuk melahirkan anak babi sampai berumur
seminggu kemudian ditinggalkan.
11
Gambar 10. Sarang babi hutan betina saat melahirkan
Sumber. http://mohandin.blogspot.co.id/2012_02_01_archive.html
12
Gambar 11. Babi hutan (sus scrofa vittatus) dan anaknya
Sumber.http://phantomzvet.blogspot.co.id/2012/04/jenis-jenis-babi-di-indonesia.html
Masa hamil berlangsung pada musim hujan.Hal ini disebabkan oleh pada
musim tersebut merupakan masa kawinnya babi. Masa hamil babi hutan
berlangsung 105 hari-130 hari. Masa beranak terjadi pada akhir musim hujan,
jumah anak berkisar 4-11 ekor dan setelah anak berumur 1 tahun babi betin siap
kawin lagi. Masa birahi berlangsung selama 2 hari dan berulang setiap 21 hari.
Umur babi hutan dapat mencapai 16 tahun (Balai Informasi Pertanian Sulawesi
Tenggara,1987)
13
penyerapan air dan hara dari tanah dan mendorong timbulnya penyakit akar
(Wibawanti, 2012).
Gambar 13. Babi hutan (Sus scrofa vittatus) menyerang tanaman karet
Sumber.http://bceceran.blogspot.co.id/2016/02/hama-babi-hutan-dan-landak-pada-tanaman.html
14
Gambar 14. Serangan babi hutan pada tanaman karet
Sumber. Dokumentasi Pribadi
Hama babi hutan menyerang tanaman sagu. Pada tingkat semai dan
sapihan yaitu pada saat tanaman sagu berumur 1 hingga 3 tahun. Babi hutan
menyerang tanaman sagu dengan cara memakan umbut atau pucuk dari batang
tanaman sagu yang masih muda (Wibawanti, 2012).
Babi hutan dianggap sebagai hama bagi tanaman kakao karena memakan
buah kakao dan merusak batang tanaman kakao.Buah kakao yang diserang dan
dimakan terutama yang terletak pada batang utama. Kerusakan pada batang
ditandai oleh bekas goresan kaki babi hutan pada saat mengambil buah dan
sayatan-sayatan memanjang pada kulit batang (Wibawanti, 2012).
15
melewati jerat maka diapun akan masuk kedalam perangkap yang telah dibuat dan
sebaiknya kawat yang dipasang pada musim hujan dipanaskan terlebih dahulu
untuk menghilangkan aroma kawat (Rochman,1989).
Gambar 16. Jerat Tali dan Pegas dalam mengendalikan hama babi
Sumber. https://survivalindonesia.wordpress.com/survival/keterampilan-survival/trapjebakan-
binatang/
16
3. Jerat Kaki
Jerat kaki ini mempunyai prinsip kerja yang mirip dengan jerat tali dan
pegas. Perbedaannya hanya pada tali, pada jerat kaki ini menggunakan kawat.
Kawat jerat dihubungkan dengan kayu pegas, sedangkan pemicunya diletakkan
ditanah, apabila babi menginjak kayu pemicu maka dia masuk perangkap dan
terjerat (Direktorat Jenderal Perkebunan,1995).
4. Jaring Lapon
Prinsip kerja jarring lapon mirip dengan jaring laba-laba, sehingga saat
babi hutan terjerat akan sulit untuk lepas. Jaring lapon sendiri terbuat dari kawat
seling yang tebal, bentuk rangkaiannya seperti jaring laba-laba dan diameter jaring
lapon dapat mencapai satu meter, sedang ditengahnya terdapat lobang yang
diameternya lebih kurang sebesar kepala babi hutan (Rochman, 1989).
17
Gambar 18. Jerat lapon untuk mengendalikan babi hutan
Sumber. https://www.tokopedia.com/prabudieng/perangkap-babi-lapunbronjong
5. Lubang Perangkap
Lubang perangkap adalah lubang yang sengaja dibuat untuk menjebak
babi hutan. Lubang perangkap dibuat sedalam dua meter dan dibagian dasar
lubang diletakkan bambu runcing agar saat babi masuk kedalam peraangkap akan
mati. Pada bagian atas lobang ditutupi dengan dedaunan agar tidak terlihat oleh
babi hutan (Basdabella, 1995).
18
6. Umpan Beracun
Penggunaan bahan kimia dalam pelaksanaanya adalah dalam bentuk
umpan beracun. Untuk sementara bahan kimia atau pestisida yang dapat
digunakan untuk racun babi hutan adalah pestisida golongan karbamat dengan
bahan aktif Aldikarb. Racun ini dicampur dengan umpan yang disukai babi hutan.
Berdasarkan pengalaman umpan yang disukaibabi hutan adalah ubi kayu, ubi
jalar, nangka bubur dan lain-lain (Ujang,2000).
Gambar 21. Babi (Sus scrofa vittatus) yang tertangkap atau terjerat warga di Tulung Slapan,
Kabupaten OKI
Sumber. Dokumentasi Pribadi
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang, berhidung
lemper serta bersifat onivora yang berasal dari Eurasian. Keberadaan babi yang
tertinggi terletak di wilayah Asia Tenggara, dimana negara Indonesia termasuk
didalamnya. Di Indonesia, terdapat empat jenis babi, yaitu babi bergaris (Sus
scrofa vittatus), babi berbulu kasar (Sus verrucosus), babi berjanggut (Sus
barbaratus) dan babi russa (Babyrousa babirussa). Diantara ke empat jenis babi
tersebut, babi bergaris (Sus scrofa vittatus) yang merusak tanaman. Babi ini
banyak menyerang tanaman seperti padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai,
kacang tanah, kacang hijau, kelapa, karet, kakao, kelapa sawit, tebu, dll. Hal
tersebut ditandai dengan gejala serang seperti jumlah produksi tanaman
berkurang, bekat sayatan babi pada batang tanaman, sistem perakaran rusak yang
dapat berujung pada tumbangnya tanaman serangan tersebut. Keadaan seperti ini
dapat dikendalikan dengan beberapa cara seperti membuat jerat kawat leher, jerat
tali dan pegas, jerat kaki, jerat lapon, lubang perangkap dan umpan beracun.
3.2 Saran
Dalam mengendalikan hama babi ini, para petani sebaiknya diberikan
lebih banyak pengetahuan atau bahkan pelatihan dalam mengatasi permasalahan
yang dapat mengurangi produksi hasil pertanian ini. Semakin banyak pengetahuan
petani, maka tindakan pun dapat dilakukan dalam bentuk pencegahan sehingga
petani tidak mengalami kerugian dalam proses produksinya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Collins, W.V. 1975. Encylopedian of Animals. William Collins Sons dan Co-Ltd.
London and Glasglow.
Herlinda, Siti dan Chandra Irsan. 2011 .Penuntun Praktikum Dasar – Dasar
Perlindungan Tanaman. Universitas Sriwijaya. Indralaya.
Rahayu, A. 1982. Beberapa Aspek Ekologi Dan Perilaku Babi Hutan (Sus scrofa
vittatus) di Ujung Kulon. Jurusan Biologi. Universitas Padjajaran.
Bandung.
21
Riyandi, Rohman. 2012. Keberadaan Sarang Babi Hutan (Sus scrofa) Di Taman
Nasional Way Kambas, Lampung .Universitas Lampung. Lampung.
http://digilib.unila.ac.id/14570/ di akses Akses 22 Januari 2017
Rohman. 1989. Binatang Vertebrata Ynag Tidak Dilindungi dan Menjadi Hama
Bagi Tanaman Padi dan Palawija Serta Penanggulangannya di Daerah
Transmigrasi. Makalah Dalam Pertemuan/Konsultasi Perumusan Sistem
Perlindungan Tanaman Pangan Didaerah Transmigrasi Jakarta. 20-21
Februari 1989.
22