Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH DAN PRESENTASI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS “SINDROM NEFROTIK”


DI RUANG ANAK (MELATI)
RSUD KOTA MADIUN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

1. GHIFARI ZHAKA W (201906034)


2. HENNY MUSTIKA S (201906037)
3. INAHA RAHMA P (201906038)
4. LUTFI ANNAUFAL(201906043)
5. MEGA AYU SETYA(201906045)
6. MELIA DWI A (201906046)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

Tahun 2019/2020
KATA PENGANTAR

Pertama – tama marilah kita ucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan


Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahamat dan hidayah-Nya kepada
kita semua.
Penulis mengucapakan terima kasih kepada orang – orang yang telah
memberikan bantuan dalam proses penyusunan makalah yang berjudul
MAKALAH PRESENTASI KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN
“SINDOM NEFROTIK”. Dengan adanya penyusunan makalah ini, semoga
kita dapat mengetahui tentang penyakit dan masalah yang dapat ditimbulkan.

Penulis menyadari mungkin dalam penyusunan makalah ini belum


sepenuhnya sempurna, untuk itu dapat kiranya untuk memberikan masukan
mengenai laporan ini, agar kita semua lebih memahami tentang MAKALAH
PRESENTASI KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN “SINDROME
NEFROTIK”.

Walaupun demikian penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat


bagi kita semua.

Madiun, 27 Januari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................
i
DAFTAR ISI.................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................
1
1.2 Tujuan ....................................................................................................................
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ...................................................................................................................
3
2.2 Etiologi....................................................................................................................
4
2.3 Anatomi Fisiologi Ginjal ........................................................................................
4
2.4 Patofisiologi ...........................................................................................................
6
2.5 Manifestasi Klinis...................................................................................................
7
2.6 Pathway...................................................................................................................
8
2.7 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................
10
2.8 Penatalaksanaan......................................................................................................
13
2.9 Konsep Asuhan keperawatan..................................................................................
15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.........................................................................
28
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................

ii
4.2 Saran.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Didalam tubuh manusia, terdapat salah satu organ penting yang berkaitan
erat dengan sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur
keseimbangan tubuh dan mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna
dan beracun jika terus berada didalam tubuh. Ginjal sangat penting bagi tubuh
kita, karena ginjal bertugas mempertahankan homeostatis bio kimiawi normal
didalam tubuh manusia, dengan cara mengeluarkan zat sisa melalui proses
filtrasi, absorbsi, dan augmentasi. Pada saat proses urinasi, bladder
berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi semua fungsi organ
tersebut tidak luput dari adanya abnormalitas fungsi, yang mana jika hal itu
terjadi dapat menyebabkan suatu masalah atau gangguan, salah satunya yaitu
sindrom nefrotik (Siburian, 2013; Astuti, 2014).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada anak
masih tinggi yaitu melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%.
Angka kejadian di Indonesia pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus
pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002).
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi
berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang
mendasari dan responnya terhadap pengobatan (Betz & Sowden, 2002).
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom nefrotik dan asuhan
keperawatan yang benar pada pasien dengan sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit
sindrom nefrotik yang meliputi definisi sindrom nefrotik, etiologi,

1
anatomi fisiologi ginjal, patofisiologi, manifestasi klinis, pathways,
pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada
klien dengan sindrom nefrotik yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, dan evaluasi keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sindrom Nefrotik


Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan
kehilangan urinarius yang massif (Whaley & Wong, 2003). Sindroma nefrotik
adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena
kerusakan glomerulus yang difus (Luckman, 1996). Sindrom Nefrotik ditandai
dengan proteinuria masif ( ≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin
pada urine sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia, hipoalbuminemia (≤2,5
gr/dL), edema, dan hiperlipidemia (Behrman, 2001).

2
Nefrotik sindrom merupakan gangguan klinis ditandai oleh (1)
peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria) (2) penurunan
albumin dalam darah (3) edema, dan (4) serum kolesterol yang tinggi dan
lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di
setiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Brunner & Suddarth,
2001)
Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik :
1. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik
Sindroma) : Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan
sindroma nefrotik pada anak usia sekolah.
2. Sindroma Nefrotik Sekunder : Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler
kolagen, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid,
glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
3. Sindroma Nefirotik Kongenital : Faktor herediter sindroma nefrotik
disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma
nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan
proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan
kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak
dilakukan dialisis.

2.2 Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012 adalah:
1. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti
glomerulonefritis, dan nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit
sistemik lain, seperti diabetes mellitus, sistema lupus eritematosus, dan
amyloidosis

2.3 Anatomi Fisiologi Ginjal

3
(Sumber: Astuti, 2013)

Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip


kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran
(terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam
bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya
disebut nefrologi (Astuti, 2013).
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang
peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada
dinding abdomen. Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang
perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di
bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar
adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal kanan biasanya terletak
sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari
bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam goncangan (Astuti, 2013).

Unit fungsional ginjal

4
(Sumber: Astuti, 2013)

Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih
dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron
berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam
tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan
molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan
dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin (Astuti, 2013).
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut
korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran
(tubulus).Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut
glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat
aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-
pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding
epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena
adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang
dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring
akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen (Astuti, 2013).

5
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting
melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat
ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari
seluruh cardiac output (Astuti, 2013).

2.4 Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler
glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya
muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik
keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya
terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Latas, 2002 : 383).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi. Menurunya aliran darah ke
renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin
angiotensin dan peningkatan sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi
aldosteron yang kemudian menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi
natrium dan air, akan menyebabkan edema (Wati, 2012).
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin
atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari
meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena
kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria).
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan
oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi seng. (Suriadi
dan yuliani, 2001 : 217).

6
2.5 Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2001),
manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya lunak dan
cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan di sekitar mata
(periorbital), pada area ekstremitas (sekrum, tumit, dan tangan), dan pada
abdomen (asites). Gejala lain seperti malese, sakit kepala, iritabilitas dan
keletihan umumnya terjadi.

(Sumber: Irapanussa, 2015) (Sumber: nursingbegin.com, 2010)

(Sumber: ujeuji.blogspot.co.id) (Sumber: pakarobatherbal.com)

2.6 Pathways

Virus, bakteri, protozoa inflamasi Perubahan


glomerulus permeabilita
DM peningkatan viskositas darah s membrane
Sistemik lupus eritematous regulasi glomerlurus Mekanisme
kekebalan terganggu proliferasi Kerusakan penghalang
abnormal leukosit glomerlurus protein

Protein & Kegagalan Kebocoran


albumin dalam molekul
lolos dalam proses besar
filtrasi & filtrasi (immunogl

7
Gangguan Protein dalam Protein dalam Pengeluaran
citra urine darah IgG dan
tubuh meningkat
Proteinuria menurun
Hipoalbuminemia IgA
Sel T dalam
Pembengka
kan sirkulasi
pada menurun
periorb Ekstravaksi SINDROM Gangguan
Mata cairan NEFROTI imunitas
K
Penumpukan Volume Resiko infeksi
Oedema
cairan ke intravaskule
ruang ADHr Reabsorbsi
intestinum air

Penekanan Paru-paru Asites Kelebihan


pada volume
tubuh Efusi pleura Tekanan cairan
Menekan
terlalu abdomen diafragma
Nutrisi & O2 Ketidakefektifan meningkat
bersihan Mendesak
Otot pernafasan
jalan nafas rongga
tidak
lambung
optimal
Anoreksia,
Hipoksia Metabolism nausea, Nafas tidak
jaringan anaerob vomitus adekuat
Iskemia Gangguan Ketidakefektif
Produksi asam
pemenuhan an pola
laktat
Nekrosis nutrisi nafas
Menumpuk di Ketidakseimba Volume urin
otot ngan yang
Ketidakefek
nutrisi diekskresi
tifan Kelemahan, kurang Oliguri
perfusi keletihan, dari
jaringa mudah kebutuhan
n capek
Intoleransi
perifer
aktivitas

Absorbsi air oleh usus Hipovolemia Tekanan arteri

Feses mengeras Sekresi renin Granulasi sel-


sel
Mengubah glomerulus
konstipasi
angiotensin Aldosterone
menjadi
angiotensin Merangsang
I & II reabsorbsi
Efek Na+ dan air
vasokontri Volume plasma
ksi
arterioral
perifer 8
Tekanan darah

Beban kerja
jantung

Penurunan
curah
(Sumber: Nurarif dan Kusuma, 2015) jantung

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan
klinis. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa
pemeriksaan penunjang berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin,
pengukuran protein urin, albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi
dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan darah, dimana :
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam
24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang
dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Protein urin meningkat (nilai
normal negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindrom nefrotik.
Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes
semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan
protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih
yang masuk dalam nephrotic range.
2. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel
yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit,
leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.
3. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot
collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam,
mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada
individu sehat, total protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif

9
merupakan kriteria diagnosis. Single spot collection lebih mudah
dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan
pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
5. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6. USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8
tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta
terdapat manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak
diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis.
Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing
tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk
membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan
glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon
yang lebih baik terhadap steroid. Prosedur ini digunakan untuk
mengambil sampel jaringan pada ginjal yang kemudian akan diperiksa di
laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal sebagai berikut :
a. Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh
petugas radiologi untuk mengetahui letak ginjal.
b. Anestesi (lokal).
c. Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat
menggunakan jarum model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
d. Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).
e. Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu
untuk pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
f. Setelah biopsi.
1) Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi
tengurap pasien mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan
pada posisi duduk
2) Anjurkan untuk minum banyak
3) Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan
pemeriksaan lab urin lengkap.

10
g. Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien
dipulangkan. Biasanya untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi
biopsi sore pulang (one day care ).

8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium
meningkat tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan
dengan retensi dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah nerah). Penurunan pada kadar serum dapat
menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan
asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun :
kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah
dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun
(N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2
globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9
gm/100ml), γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml), rasio
albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120
mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.
(Sumber: Siburian, 2013)

2.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal.
Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin
diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Masukan
protein ditingkatkan untuk menggantikan protein yang hilang dalam urin dan
untuk membentuk cadangan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien
diberikan diet rendah natrium. Diuretik diresepkan untuk pasien dengan
edema berat, dan adrenokortikosteroid (prednison) digunakan untuk
mengurangi proteinuria (Brunner & Suddarth, 2001).
Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik mencakup
agens antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran, Leukeran,

11
atau siklosporin), jika terjadi kambuh, penanganan kortikosteroid ulang
diperlukan (Brunner & Suddarth, 2001).
Diet bagi klien sindrom nefrotik
1. Tujuan Diet
a. Mengganti kehilangan protein terutama albumin.
b. Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh.
c. Memonitor hiperkolesterolemia dan penumpukan trigliserida.
d. Mengontrol hipertensi.
e. Mengatasi anoreksia.
(Almatsier, 2007)
2. Syarat Diet
a. Energi cukup, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif
yaitu 35 kkal/kg BB per hari.
b. Protein sedang, yaitu 1 g/kg BB, atau0,8 g/kg BB ditambah jumlah
protein yang dikeluarkan melalui urin. Utamakan penggunaan protein
bernilai biologik tinggi.
c. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energy total.
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energy total
e. Natrium dibatasi, yaitu 1-4 gr sehari, tergantung berat ringannya
edema.
f. Kolesterol dibatasi < 300mg, begitu pula gula murni, bila ada
peningkatan trigliserida darah.
g. Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui
urin ditambah 500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan melalui kulit
dan pernafasan.
(Almatsier, 2007)
3. Diet yang Dianjurkan dan Dihindari
Jenis Bahan
Dianjurkan Dibatasi
Makanan
Sumber Nasi, bubur, bihun, roti, Roti, biskuit dan kue-
karbohidrat gandum, makaroni, pasta, kue yang dibuat
jagung, kentang, ubi, talas, menggunakan garam
singkong, havermout dapur dan soda.
Sumber Telur, susu skim/susu rendah Hati, ginjal, jantung,
protein lemak, daging tanpa lemak, limpa, otak, ham, sosis,
hewani ayam tanpa kulit, ikan babat, usus, paru,
sarden, kaldu daging,

12
bebek, burung, angsa,
remis, seafood dan
aneka. Protein hewani
yang diawetkan
menggunakan garam
seperti sarden, kornet,
ikan asin dan
sebagainya
Sumber Kacang-kacangan dan aneka Kacang-kacangan yang
protein nabati olahannya diasinkan atau
diawetkan
Sayuran Semua jenis sayuran segar Sayuran yang diasinkan
atau diawetkan
Buah-buahan Semua macam buah-buahan Buah-buahan yang
segar diasinkan atau
diawetkan
Minum Semua macam minuman yang Teh kental atau kopi.
tidak beralkohol Minuman yang
mengandung soda dan
alkohol: soft drink,
arak, ciu, bir
Lainnya Semua macam bumbu Makanan yang
secukupnya berlemak, penggunaan
santan kental, bumbu:
garam, baking powder,
soda kue, MSG, kecap,
terasi, ketchup, sambal
botol, petis, tauco,
bumbu instan, dan
sebagainya

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan pada Sindrom Nefrotik


1. Pengkajian
a. Identitas Klien

13
1) Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-
sekolah (3-6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem
imunitas tubuh dan kelainan genetik sejak lahir.
2) Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan
anak perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur
anak 3-6 tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak
berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan
merasakan kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya.
Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama
daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini juga sering
bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya
juga dapat memicu terjadinya infeksi.
3) Agama
4) Suku/bangsa
5) Status
6) Pendidikan
7) Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik,
perut membesar (adanya acites)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:
3) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
4) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
5) Kaji adanya anoreksia pada klien
6) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?

14
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa
lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu
timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
f. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
1) Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
2) Pola eliminasi: Diare, oliguria.
3) Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
4) Pola istirahat tidur: Susah tidur
5) Pola mekanisme koping : Cemas, maladaptif
6) Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri
g. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
2) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
3) Kesadaran: biasanya compos mentis
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
5) Pemeriksaan sistem tubuh
a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan
jalan nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan
terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan
adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan
respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder
dari peningkatan beban volume.
c) B3 (Brain)

15
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik.
Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat
parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
Didapatkan asites pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek
sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum
h. Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria,
terutama albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya
permeabilitas membran glomerulus.
(Astuti, 2014; Munandar, 2014)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
Batasan Karakteristik :
1) Edema
2) Ansietas
3) Anasarka
4) Gangguan pola nafas
5) Oliguria
6) Penambahan berat badan dalam waktu singkat
7) Perubahan berat jenis urine
(NANDA, 2015)

16
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis (hipoproteinemia) dan kurang asupan makanan
(anoreksia)
Batasan Karakteristik :
1) Cepat kenyang setelah makan
2) Gangguan sensasi rasa
3) Kurang minat pada makanan
(NANDA, 2015)

c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit (edema)


Batasan Karakteristik :
1) Berfokus pada penampilan masa lalu
2) Menghindari melihat tubuh
3) Menghindari menyentuh tubuh
4) Menyembunyikan bagian tubuh
5) Takut reaksi orang lain
(NANDA, 2015)

d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mokus


dengan jumlah berlebihan (efusi pleura)
Batasan Karakteristik :
1) Suara nafas tambahan
2) Perubahan frekuensi dan irama napas
3) Sianosis
4) Dipsneu
5) Gelisah
(NANDA, 2015)

e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan


penekanan tubuh terlalu dalam akibat edema
Batasan Karakteristik :

17
1) Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut,
kelembapan, kuku, sensasi, suhu)
2) Waktu pengisian kapiler > 3 detik
3) Warna tidak kembali ke tungkai saat tungkai diturunkan
4) Edema
5) Paresresia
(NANDA, 2015)

f. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nafas tidak adekuat


Batasan Karakteristik :
1) Perubahan kedalaman pernapasan
2) Penurunan tekanan ekspirasi
3) Bradipnea
4) Dipsnea
5) Penurunan ventilasi semeniit
(NANDA, 2015)

g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum


Batasan Karakteristik :
1) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
2) Dipsnea setelah beraktivitas
3) Menyatakan merasa letih
4) Menyatakan merasa lemah
(NANDA, 2015)

h. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi


jantung
Batasan Karakteristik :
1) Bradikardia
2) Palpitasi jantung
3) Perubahan elektrokardiogram (EKG) (mis., aritmia, abnormalitas
konduksi, iskemia)

18
4) Takikardia
(NANDA, 2015)

3. Intervensi
No. Tujuan &
Intervensi Rasional
Dx. Kriteria Hasil
1. Setelah 1. Timbang berat 1. Estimasi
dilakukan badan setiap hari penurunan edema
tindakan dan monitor status tubuh
keperawatan pasien 2. valuasi harian
2. Jaga intake/asupan
selama … x 24 keberhasilan
yang akurat dan
jam, diharapkan terapi dan dasar
catat output
kelebihan penentuan
3. Kaji lokasi dan
volume cairan tindakan
luasnya edema
tidak terjadi 4. Berikan cairan 3. menentukan
dengan kriteria dengan tepat intervensi lebih
5. Berikan diuretik
hasil : lanjut
a. Terjadi yang diresepkan
4. mencegah edema
penurunan oleh dokter
bertambah parah
(NIC, 2013)
edema dan
5. Diberikan dini
ascites
pada fase
b. Tidak terjadi
oliguria untuk me
peningkatan
ngubah ke fase
berat badan
nonoliguria, dan
meningkatkan
volume urine
adekuat
2. Setelah 1. Monitor kalori dan 1. Membantu dan
dilakukan asupan makanan mengidentifikasi

19
tindakan 2. Lakukan atau bantu defisiensi dan
keperawatan pasien terkait kebutuhan diet
2. Mulut yang
selama … x 24 perawatan mulut
bersih dapat
jam, diharapkan sebelum makan
3. Pastikan makanan meningkatkan
ketidakseimbang
disajikan secara nafsu makan
an nutrisi kurang
3. Meningkatkan
menarik dan pada
dari kebutuhan
selera dan nafsu
suhu yang paling
tubuh tidak
makan
cocok untuk
terjadi, dengan 4. Pasien dapat
konsumsi secara
kriteria hasil : kooperatif dan
a. Nafsu optimal
melakukan apa
4. Anjurkan pasien
makan klien
yang dianjurkan
terkait dengan
meningkat 5. Diet yang tepat
b. Tidak terjadi kebutuhan diet
dapat
hipoproteine untuk kondisi sakit
meningkatkan
5. Kolaborasi dengan
mia
status nutrisi
c. porsi makan ahli gizi untuk
pasien
yang mengatur diet yang
dihidangkan diperlukan
(NIC, 2013)
dihabiskan
3. Setelah 1. Monitor apakah 1. Mengidentifikasi
dilakukan anak bisa melihat respon anak
tindakan bagian tubuh mana terhadap
keperawatan yang berubah perubahan
2. Identifikasi
selama … x 24 tubuhnya
strategi-strategi 2. Respon orangtua
jam, diharapkan
penggunaan menentukan
gangguan citra
koping oleh bagaimana
tubuh dapat
orangtua dalam persepsi anak
teratasi, dengan
berespon terhadap terhadap
kriteria hasil :
a. Citra tubuh perubahan tubuhnya
3. Memudahkan
positif penampilan anak
b. Mendeskripi 3. Bangun hubungan komunikasi

20
sikan secara saling percaya personal dengan
faktual dengan anak anak
4. Gunakan gambaran 4. Mekanisme
perubahan
mengenai evaluasi dari
fungsi tubuh
c. Mempertaha gambaran diri persepsi citra diri
5. Ajarkan untuk
nkan anak
melihat pentingnya 5. Membantu
interaksi
respon mereka meningkatkan
sosial
terhadap citra tubuh anak
perubahan tubuh
anak dan
penyesuaian di
masa depan,
dengan cara yang
tepat.
(NIC, 2013)

4. Setelah 1. Monitor respirasi 1. Data dasar dalam


dilakukan dan status O2 menentukan
2. Auskultasi suara
tindakan intervensi lebih
nafas. Catat adanya
keperawatan lanjut
suara nafas 2. Suara nafas
selama … x 24
tambahan tambahan
jam, diharapkan
3. Atur intake untuk
mengidentifikasik
bersihan jalan
cairan
an ada sumbatan
nafas dapat 4. Posisikan pasien
dalam jalan nafas
efektif, dengan semifowler
3. Mencegah edema
5. Lakukan fisioterapi
kriteria hasil :
bertambah parah
a. Klien dada jika perlu
4. Memaksimalkan
(NIC, 2013)
mampu
ventilasi
bernafas 5. Membantu
dengan mengeluarkan
mudah sekret
b. Mampu

21
mengidentifi
kasi dan
mencegah
faktor yang
dapat
menghambat
jalan nafas
5. Setelah 1. Monitor denyut 1. Mengetahui
dilakukan dan irama jantung kelainan jantung
2. Ukur intake dan 2. Mengetahui
tindakan
outtake cairan kelebihan atau
keperawatan
3. Berikan oksigen
kekurangan
selama … x 24
sesuai kebutuhan 3. Meningkatkan
jam, diharapkan 4. Lakukan
perfusi
perfusi jaringan perawatan kulit, 4. Menghindari
perifer efektif, seperti pemberian gangguan
dengan kriteria lotion integritas kulit
5. Hindari terjadinya 5. Mempertahankan
hasil :
a. Waktu palsava manuver pasukan oksigen
pengisian seperti mengedan,
kapiler < 3 menahan napas,
detik dan batuk
b. Tekanan (NIC, 2013)
sistol dan
diastol
dalam
rentang yang
diharapkan
c. Tingkat
kesadaran
membaik
6. Setelah 1. Monitor jumlah 1. Mengetahui
dilakukan pernapasan, status pernapasan
2. Mempertahankan

22
tindakan penggunaan otot oksigen arteri
3. Meningkatkan
keperawatan bantu pernapasan,
pengembangan
selama … x 24 batuk, bunyi paru,
paru
jam, diharapkan tanda vital, warna
4. Kemungkinan
pola nafas dapat kulit, AGD
terjadi kesulitan
2. Berikan oksigen
efektif, dengan
bernapas akut
sesuai program
kriteria hasil :
3. Atur posisi pasien
a. Pasien dapat
fowler
mendemonst
4. Alat-alat emergensi
rasikan pola
disiapkan dalam
pernapasan
keadaan baik
yang efektif (NIC, 2013)
b. Pasien
merasa lebih
nyaman
dalam
bernafas
7. Setelah 1. Monitor 1. Merencanakan
dilakukan keterbatasan intervensi dengan
tindakan aktivitas, tepat
2. Megkaji sejauh
keperawatan kelemahan saat
mana perbedaan
selama … x 24 aktivitas
2. Catat tanda vital peningkatan
jam, diharapkan
sebelum dan selama aktivitas
intoleran
3. Membantu
sesudah aktivitas
aktivitas dapat
3. Lakukan istirahat mengembalikan
teratasi, dengan
yang adekuat energi
kriteria hasil : 4. Metabolisme
setelah latihan dan
a. Kelemahan
membutuhkan
aktivitas
yang
4. Berikan diet yang energi
berkurang
adekuat dengan
b. Mempertaha
kolaborasi ahli diet
nkan
(NIC, 2013)
kemampuan

23
aktivitas
semaksimal
mungkin
8. Setelah 1. Kaji suara nafas 1. Data dasar dalam
dilakukan dan suara jantung menentukan
2. Ukur CVP pasien
tindakan intervensi lebih
3. Monitor aktivitas
keperawatan lanjut
pasien
2. Mengetahui
selama … x 24 4. Monitor saturasi
kelebihan atau
jam, diharapkan oksigen
5. Kolaborasi kekurangan
curah jantung
pemberian laksatif cairan tubuh
mengalami
3. Mengurangi
peningkatan, (NIC, 2013)
kebutuhan
dengan kriteria
oksigen
hasil : 4. Mengetahui
a. Menunjukka
manifestasi
n curah
penurunan curah
jantung yang
jantung
memuaskan 5. Mengejan dapat
dibuktikan memperparah
oleh penurunan curah
efektifitas jantung
pompa
jantung,
status
sirkulasi,
perfusi
jaringan, dan
status TTV
b. Tidak ada
edema paru,
perifer, dan
asites

24
4. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom
nefrotik diharapkan sebagai berikut :

a. Kelebihan volume cairan teratasi


b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Meningkatnya citra tubuh
d. Bersihan jalan nafas efektif
e. Perfusi jaringan perifer efektif
f. Pola nafas efektif
g. Aktivitas dapat ditoleransi
h. Curah jantung mengalami peningkatan

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan
peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam
darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia).
Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam
urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr.
Nursalam, dkk. 2009). Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut
Muttaqin, 2012 adalah primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit

25
ginjal, dan sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan
penyakit sistemik lain.
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial. Pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran
protein urin, albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan
immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan darah.

4.2 Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena
masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari
makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan
literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC
NOC Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: MediAction

Bulechek, Gloria, dkk. 2013. Nursing Intervensions Classification (NIC) Edisi


Bahasa Indonesia, Edisi Keenam. Mosby: Elsevier Inc.

2010. Askep Sindrom Nefrotik. http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)

Munandar, Riza. Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindrom Nefrotik. 2014.


http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)

26
NANDA Internasional Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.

Siburian, Apriliani. 2013. ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK


KESEHATAN MASYARAKAT PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK DI
LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI.
http://www.google.com/lib.ui.ac.id (Diunduh pada tanggal 15 September
2017)

Wati, Nur Ekma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN


GANGGUAN SISTEM NEFROLOGI : SINDROMA NEFROTIK
DI RUANG MINA RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA. http://
(Diunduh pada tanggal 15 September 2017)

27

Anda mungkin juga menyukai