Tujuan :
• Menjelaskan perubahan-perubahan psikososial yang menyertai proses menua
• Menyebutkan masalah yang timbul sebagai konsekuensi perubahan psikososial
• Mengidentifikasi & menyusun rencana intervensi sebagai implikasi keperawatan terhadap masalah yang timbul.
Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual , sosial dan
spiritual (Beck, William dan Rawlin,1986)
Konsep diri tidak langsung ada begitu individu di lahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat pertumbuhan
dan perkembangan individu.
Konsep diri juga akan di pelajari oleh individu melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai
stressor yang dilalui individu tersebut.
Gangguan Konsep diri : Kekacaua individu dalam melihat citra tubuh, penampilan peran atau identitas personal.
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar.
Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan
Page 2 of 37
masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen ,
1991).
Gangguan Gambaran Diri : Perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan bentuk, ukuran,
struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh.
2. Ideal Diri.
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau
penilaian personal tertentu ( Stuart and Sundeen ,1991).
Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita - cita, nilai - nilai yang
ingin di capai .
Menurut Ana Keliat ( 1998 ) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu :
1. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya.
2. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri.
3. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari
kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.
4. Kebutuhan yang realistis.
5. Keinginan untuk menghindari kegagalan.
6. Perasaan cemas dan rendah diri.
Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi
pendorong dan masih dapat dicapai (Kelliat, 1992 ).
Gangguan Ideal diri : Ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai, dan tidak realistis
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi
ideal diri (Stuart and Sundeen,1991).
Aspek utama adalah di cintai dan menerima penghargaan dari orang lain (Keliat, 1992).
Gangguan Harga diri : Perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri,
4. Peran.
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat
(Keliat, 1992 ).
Stress peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu banyak.
Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran,
tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (Keliat, 1992).
Gangguan Peran : Berubah atau berhentinya fungsi peran disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah, putus
hubungan kerja.
Faktor yang mempengaruhi : peran berlebihan, citra tubuh, perubahan fisik, faktor sosial.
5. Identitas
Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari
semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and Sundeen, 1991)
Karakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari perilaku dan perasaan seseorang, seperti :
1. Individu mengenal dirinya sebagai makhluk yang terpisah dan berbeda dengan orang lain.
2. Individu mengakui atau menyadari jenis seksualnya
3. Individu mengakui dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai dan prilaku secara harmonis
4. Individu mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan sosialnya
5. Individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang
6. Individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan direalisasikan (Meler dikutip Stuart and Sundeen, 1991)
Gangguan Identitas : kekaburan/ketidakpastian memandang diri sendiri, penuh keraguan, sukar menetapkan keinginan
dan tidak mampu mengambil keputusan.
MASALAH KEPERAWATAN
Gangguan harga diri : harga diri rendah
Isolasi sosial : menarik diri
Resiko perilaku kekerasan
Gangguan citra tubuh
Gangguan identitas personal
Perubahan penampilan peran
Ketidakmampuan
PRINSIP TINDAKAN
Meningkatkan harga diri
Memaksimalkan kemandirian : self care, ADL
Meningkatkan kontrol diri : peran serta, pengambilan keputusan
Menyediakan dukungan sosial
RENCANA TINDAKAN
Konseling individual
• Perawat berperan sebagai fasilitator untuk membantu klien
• Tripple ”S” : Sabar, Simpatik, Service
• Fokus :
- Terapi individual
- Bantu individu mengidentifikasi kekuatan
- Penurunan harapan yang tidak realistis
Pendekatan kelompok
• Tujuan :
- Menguatkan integritas ego pada lansia
- Penguatan kontak sosial bagi anggota kelompok
- Meningkatnya perasaan ”sama” terhadap perubahan menjadi tua
- Meningkatkan ingatan masa lalu & kemampuan berempati terhadap annggota lain
Intervensi Jaringan
• Tujuan :
- Meningkatkan peran-peran yang tersedia bagi lansia termasuk identitas personal, harga diri & penampilan peran
Page 4 of 37
Modifikasi lingkungan
• Hindari penilaian negatif, beri pujian realistis
• Perluas kesadaran klien terhadap aspek positif yang dimiliki
• Beri kesempatan klien untuk berhasil
• Diskusikan harapan-harapan klien
• Tingkatkan interaksi sosial
EVALUASI
• Dapat diukur melalui :
- Perilaku merawat diri
- Kontak mata
- Postur
- Pernyataan tentang diri
ALAM PERASAAN
Adalah keadaan emosional yang berkepanjangan yang mempengaruhi seluruh kepribadian dan fungsi kehidupan
seseorang.
Gangguan alam perasaan : gangguan emosional yang disertai gejala mania atau depresi.
Mania : Suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan adanya alam perasaan yang meningkat, meluas atau keadaan
emocional yang mudah tersinggung dan terangsang.
Depresi : Statu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedíh dan berduka yang berlebihan dan
berkepanjangan
Depresi pada lansia bukan merupakan patologi tunggal, biasanya multifactorial oleh karena stress lingkungan &
penurunan kemampuan beradaptasi.
Diagnosis Depresi menurut kriteria DSM-III R
Jika terdapat 5/lebih gejala :
• Perasaan tertekan hampir sepanjang hari
• Secara nyata penurunan perhatian/keinginan untuk berbagai aktivitas/kesenangan
• BB turun/naik secara nyata
• Insomnia/hipersomnia.
• Agitasi
• Rasa capai/lemah & hilangnya kekuatan
• Perasaan bersalah, tidak berharga
• Hilangnya kemampuan berfikir, konsentrasi atau membuat keputusan
• Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri
PENGKAJIAN
Faktor predisposisi : Genetik (kembar monozigot), kehilangan, tipe kepribadian tertentu, penilaian negatif terhadaf diri
sendiri, menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan (keyakinan akan ketidakmampuannya ; tidak berupaya
mengembangkan respon adaptif), kurangnya pujian positif selama berinteraksi dengan lingkungan.
Faktor presipitasi : berbagai penyakit fisik (faktor biologis), kehilangan (faktor psikologis)
MASALAH KEPERAWATAN
Berduka disfungsional
Page 5 of 37
Ketidakberdayaan
Gangguan pola tidur
Resiko terhadap cedera
Perubahan nutrisi
Defisit perawatan diri
Ansietas
Tindakan :
Lingkungan aman, cegah terjadinya kecelakaan
Hubungan saling percaya perawat – klien
Dorong untuk mengekspresikan pengalaman yang menyakitkan untuk mengurangi intensitas masalah.
Ubah pikiran negatif identifikasi aspek positif (kemampuan, keberhasilan), bantu mengubah persepsi yang salah/negatif ;
positif, beri pujian
Libatkan dalam kegiatan dan interaksi sosial
Meningkatkan status kesehatan : perawatan diri, istirahat, makan, minum.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Havigurst (1972) menyatakan bahwa tugas perkembangan pada masa tua antara lain adalah:
a. Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan
c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
d. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya
e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
Selain tugas perkembangan diatas, terdapat pula tugas perkembangan yang spesifik yang dapat muncul sebagai akibat
tuntutan:
a. Kematangan fisik
b. Harapan dan kebudayaan masyarakat
c. Nilai-nilai pribadi individu dan aspirasi
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia
(Maslow 1954).
c. Vaginitis
d. Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
e. Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang
f. Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya .
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
d. Pasangan hidup telah meninggal
e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun
dsb.
3. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi
kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi
dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan
dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan
dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia
sebagai berikut:
1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang
dan mantap sampai sangat tua.
2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power
sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan
keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas
dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena
perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
4. Perubahan Yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia
dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun
sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah
orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di
atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung
pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan,
ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah).
Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif.
Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar
pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan
untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun.
Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif.
Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya
memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat
banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga
menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain
yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun
mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
5. Perubahan Dalam Peran Sosial Di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan
fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,
penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu
mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-
kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak
berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Page 8 of 37
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang
kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan
kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka
yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya
anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah
pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long
stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada
masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup
sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia
2. Depresi Sedang
Gejala :
a) Kehilangan minat dan kegembiraan
b) Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas.
c) Kosentrasi dan perhatian yang kurang
d) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
e) Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
3. Depresi Berat
Gejala :
a) Mood depresif
Page 9 of 37
3. Teori kehilangan obyek, menunjuk kepada perpisahan traumatika individu dengan benda atau yang sangat berarti.
4. Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi
sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap stressor.
5. Model kognitif, menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang di dominasi oleh evaluasi negatif
seseorang terhadap diri sesorang, dunia seseorang dan masa depan seseorang.
6. Model ketidakberdayaan yang dipelajari ( learned helplessness ), menunjukkkan bukan semata-mata trauma
menyebabkan depresi tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam
kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang respon yang tidak adaptif.
7. Model perilaku, berkembang dari teori belajar sosial, yang mengasumsi penyebab depresi terletak pada kurangnya
keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.
8. Model biologik, menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama depresi, termasuk definisi
katekolamin, disfungsi endokri, hipersekresi kortisol, dan variasi periodik dalam irama biologis.
B. Stresor Pencetus
Ada 4 sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam perasaan ( depresi ) menurut Stuart dan Sundeen (
1998 ), yaitu :
1. Kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan
atau harga diri. Karena elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi seseorang merupakan
hal sangat penting.
2. Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi dan mempunyai
dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.
3. Peran dan ketegangan peran telah dilaporka mempengaruhi perkembangan depresi, terutama pada wanita.
4. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik. Seperti infeski, neoplasma, dan
gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencentuskan gangguan alam perasaan. Diantara obat-obatan tersebut terdapat
obat anti hipertensi dan penyalahgunaan zat yang menyebabkan kecanduan. Kebanyakan penyakit kronik yang
melemahkan tubuh juga sering disertai depresi.
Menurut Townsed (1998), penyebab depresi adalah gabungan dari faktor predisposisi (teori biologis terdiri dari
genetik dan biokimia), dan faktor pencetus (teori psikososial terdiri dari psikoanalisis, kognitif, teori pembelajaran, teori
kehilangan objek).
Salah satu hipotesis untuk menjelaskan depresi pada lansia adalah individu yang kurang menerima hadiah (reward)
atau penghargaan dan hukuman (punishment) yang lebih banyak dibandingkan individu yang idak depresi (Lewinsohn,
1974 ; Libet & Lewinsohn, 1997 ; Samiun, 2006). Dampak dari kurangnya hadiah dan hukuman yang lebih banyak ini
mengakibatkan lansia merasakan kehidupan yang kurang menyenangkan, kecenderungan memiliki self-esteem yang
kurang dan mengembangkan self-concept yang rendah. Hadiah dan hukuman bersumber dari lingkungan (orang-orang
dan peristiwa sekitar) dan dari diri sendiri. Situasi akan bertambah buruk jika seseorang menilai hadiah yang diterima
terlalu rendah dan hukuman yang diterima terlalu tinggi terutama untuk tingkah laku mereka sendiri, sehingga
mengakibatkan ketidakseimbangan antara nilai reward dan punishment itu. Peran hadiah dan hukuman terhadap diri
sendiri yang tidak tepat dapat menimbulkan depresi (Rehm, 1997 ; Wicoxon, et all, 1997 ; Samiun 2006).
Faktor lain dari lingkungan yang berkenaan dari hadiah dan hukuman adalah seseorang jika pindah ke tempat lain yang
dapat mengakibatkan kehilangan sumber-sumber hadiah dan perubahan dari tingkah laku yang mendapat hadiah sehingga
aktifitas yang sebelumnya dihadiahi menjadi tidak berguna. Standar untuk hadiah dan hukuman yang meningkat
menyebabkan performansi yang diperlukan untuk mendapat hadiah lebih tinggi. Kehilangan hadiah yang sebelumnya
diterima dapat menyebabkan depresi apabila sumber alternatif untuk mendapat hadiah tidak ditemukan.
3. Pendekatan Kognitif
Menurut Beck (1967 ; 1976), Samiun (2006), seseorang yang mengalami depresikarena memiliki kemapanan kognitif
yang negatif (negative cognitive sets) untuk menginterpretasikan diri sendiri, dunia dan masa depan mereka. Misalnya,
seseorang yang berhasil mendapatkan pekerjaan akan mengabaikan keberhasilan tersebut dan menginterpretasikan
sebagai suatu yang kebetulan dan tetap memikirkan kegagalannya. Akibat dari persepsi yang negatif itu, individu akan
memiliki self-concept sebagai seorang yang gagal, menyalahkan diri, merasa masa depannya suram dan penuh dengan
kegagalan. Masalah utam pada lansia yang depresi adalah kurangnya rasa percaya diri (self-confidence) akibat persepsi
diri yang negatif (Townsend, 1998).
Negative cognitive sets digunakan individu secara otomatis dan tidak menyadari adanya distorsi pemikiran dan
adanya interpretasi alternative yang lebih positif, sehingga menyebabkan tingkat aktifitas berkurang karena merasa tidak
ada alasan berusaha. Individu menjadi tidak dapat mengontrol aspek-aspek negative dari kehidupannya dan merasa tidak
berdaya (helplessness). Perasaan ketidakberdayaan ini yang menyebabkan depresi (Abramson, 1978; Peterson, 1984;
Samiun, 2006).
Menurut Kaplan et all (1997), Interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering adalah melibatkan
distorsi negative pengalaman hidup, penilaian diri yang negative, pesimistis dan keputusasaan. Pandangan negative dan
ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness) tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan depresi. Pengalaman
awal memberikan dasar pemikiran diri yang negative dan ketidakberdayaan ini, sepertio pola asuh orang tua, kritik yang
terus menerus tanpa diimbangi dengan pujian, dan kegagalan-kegagalan yang sering dialami individu (Beck, et al., 1979;
Samiun, 2006).
5. Pendekatan Fisiologis
Teori fisiologis menerangkan bahwa depresi terjadi karena aktivitas neurologis yang rendah (neurotransmiter
norepinefrin dan serotonin) pada sinaps-sinaps otak yang berfungsi mengatur kesenangan. Neurotransmitter ini
memainkan peranan penting dalam fungsi hypothalamus, seperti mengontrol tidur, selera makan, seks dan tingkah laku
motor (Sachar, 1982; Samiun, 2006), sehingga seringkali seseorang yang mengalami depresi disertai dengan keluhan-
keluhan tersebut.
Pendekatan genetic terhadap kejadian depresi dengan penelitian saudara kembar. Monozogotik Twins (MZ) berisiko
mengalami depresi 4,5 kali lebih besar (65%) daripada kembar bersaudara (Dizigotik Twins/DZ) yang 14% (Nurberger &
Gershon, 1982; Samiun, 2006). Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa secara genetic depresi itu diturunkan.
Menurut Mangoenprasodjo (2004), depresi pada lansia merupakan perpaduan interaksi yang unik dari berkurangnya
interaksi social, kesepian, masalah social ekonomi, perasaan rendah diri karena penurunan kemampuan rendah diri,
kemandirian, dan penurunan fungsi tubuh, serta kesedihan ditinggal orang yang dicintai, factor kepribadian, genetic, dan
factor biologis penurunan neuron-neuron dan neurotransmitter di otak. Perpaduan ini sebagai factor terjadinya depresi
pada lansia. Kompleksitasnya perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, sehingga depresi pada lansia dianggap
sebagai hal yang wajar terjadi.
Page 12 of 37
2.5.1.7. Faktor-faktor yang menyebabkan depresi pada lanjut usia yang tinggal di Institusi
Terjadinya depresi pada lanjut usia yang tinggal dalam institusional seperti tinggal di panti wreda (Endah dkk, 2003) :
a. Faktor Psikologis
Motivasi masuk panti wreda sangat penting bagi lanjut usia untuk menentukan tujuan hidup dan apa yang ingin
dicapainya dalam kehidupan di panti. Tempat dan situasi yang baru, orang0orang yang belum dikenal, aturan dan nilai-
nilai yang berbeda, dan keterasingan merupakan stressor bagi lansia yang membutuhkan penyesuaian diri. Adanya
keinginan dan motivasi lansia untuk tinggal dipanti akan membuatnya bersemangat meningkatkan toleransi dan
kemampuan adaptasi terhadap situasi baru.
Menurut Maramis (1995), pada lanjut usia permasalah yang menarik adalah kekurangan kemampuan dalam
beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan kemampuan beradaptasi terhadap
perubahan dan stress lingkungan sering menyebabkan depresi. Hubungan stress dan kejadian depresi seringkali
melibatkan dukungan social (social support) yang tersedia dan digunakan lansia dalam menghadapi stressor. Ada bukti
bahwa individu yang memiliki teman akrab dan dukungan emosional yang cukup, kurang mengalami depresi bila
berhadapan dengan stress (Billings, et all, 1983; Samiun, 2006).
Rasa kurang percaya diri atau tidak berdaya dan selalu menganggap bahwa hidupnya telah gagal karena harus
menghabiskan sisa hidupnya jauh dari orang-orang yang dicintai mengakibatkan lansia memandang masa depan suram
Page 13 of 37
dan selalu menyesali diri, sehingga mempengaruhi kemampuan lansia dalam beradaptasi terhadap situasi baru tinggal di
institusi.
b. Faktor Psikososial
Kunjungan keluarga yang kurang, berkurangnya interaksi social dan dukungan social mengakibatkan penyesuaian
diri yang negative pada lansia. Menurunnya kepasitas hubungan keakraban dengan keluarga dan berkurangnnya interaksi
dengan keluarga yang dicintai dapat menimbulkan perasaan tidak berguana, merasa disingkirkan, tidak dibutuhkan lagi
dan kondisi ini dapat berperan dalam terjadinya depresi. Tinggal di institusi membuat konflik bagi lansia antara integritas,
pemuasan hidup dan keputusasaan karena kehilangan dukungan social yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
memelihara dan mempertahankan kepuasan hidup dan self-esteemnya sehingga mudah terjadi depresi pada lansia
(Stoudemire, 1994).
Kemampuan adaptasi dan lamanya tinggal dipanti mempengaruhi terjadinya depresi. Sulit bagi lansia
meninggalkan tempat tinggal lamanya. Pada lansia yang harus meninggalkan rumah tempat tinggal lamanya (relokasi)
oleh karena masalah kesehatan atau social ekonomi merupakan pengalaman yang traumatic karena berpisah dengan
kenangan lama dan pertalian persahabatan yang telah memberikan perasaan aman dan stabilitas sehingga sering
mengakibatkan lansia merasa kesepian dan kesendirian bahkan kemeorosotan kesehatan dan depresi (Friedman, 1995).
Pekerjaan di waktu muda dulu yang berkaitan dengan peran social dan pekerjaannya yang hilang setelah
memasuki masa lanjut usia dan tinggal di institusi mengakibatkan hilangnya gairah hidup, kepuasaan dan penghargaan
diri. Lansia yang dulunya aktif bekerja dan memiliki peran penting dalam pekerjaannya kemudian berhenti bekerja
mengalami penyesuaian diri dengan peran barunya sehingga seringkali menjadi tidak percaya dan rendah diri (Rini,
2001).
c. Faktor Budaya
Perubahan social ekonomi dan nilai social masyarakat, mengakibatkan kecenderungan lansia tersisihkan dan
terbengkalai tidak mendapatkan perawatan dan banyak yang memilih untuk menaruhnya di panti lansia (Darmojo &
Martono, 2004). Pergeseran system keluarga (family system) dari extendend family ke nuclear family akibat industrialisasi
dan urbanisasi mengakibatkan lansia terpinggirkan. Budaya industrialisasi dengan sifat mandiri dan individualis
menggangap lansia sebagai “trouble maker” dan menjadi beban sehingga langkah penyelesainnya dengan menitipkan di
panti. Akibatnya bagi lansia memperburuk psikologisnya dan mempengaruhi kesehatannya.
Tinggal di panti wreda harusnya merupakan alternative yang terakhir bagi lansia, karena tinggal dalam keluarga
adalah yang terbaik bagi lansia sesuai dengan tugas perkembangan keluarga yang memiliki lansia untuk mempertahankan
pengaturan hidup yang memuaskan dan mempertahankan ikatan keluarga antargenerasi (Duvall, 1985 yang dikutip oleh
Friedman, 1998).
Skoring nilai 1 diberikan pada pernyataan Favorable untuk jawaban “ya” dan nilai 0 untuk jawaban “tidak”
sedangkan pernyataan Unfavorable, jawaban “tidak” diberi nilai 1 dan jawaban “ya” diberi nilai 0.
Assasment Tool geriatric depressions scale (GDS) untuk mengkaji depresi pada lansia sebagai berikut:
No. Pernyataan Ya Tidak
1. Apakah bapak/ibu sekarang ini merasa puas dengan kehidupannya?
2. Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau kesenangan akhir-akhir ini?
3. Apakah bapak/ibu sering merasa hampa/kosong di dalam hidup ini?
4. Apakah bapak/ibu sering merasa bosan?
5. Apakah bapak/ibu merasa mempunyai harapan yang baik di masa depan?
6. Apakah bapak/ibu merasa mempunyai pikiran jelek yang menganggu terus menerus?
7. Apakah bapak/ibu memiliki semangat yang baik setiap saat?
8. Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda?
9. Apakah bapak/ibu merasa bahagia sebagian besar waktu?
10 Apakah bapak/ibu sering merasa tidak mampu berbuat apa-apa?
11. Apakah bapak/ibu sering merasa resah dan gelisah?
12. Apakah bapak/ibu lebih senang tinggal dirumah daripada keluar dan mengerjakan sesuatu?
13. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa depan?
14. Apakah bapak/ibu akhir0akhir ini sering pelupa?
15. Apakah bapak/ibu piker bahwa hidup bapak/ibu sekarang ini menyenangkan?
16. Apakah bapak/ibu sering merasa sedih dan putus asa?
17. Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini?
18. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa lalu?
19. Apakah bapak/ibu merasa hidup ini menggembirakan?
20 Apakah sulit bagi bapak/ibu untuk memulai kegiatan yang baru?
21. Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat?
22. Apakah bapak/ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada harapan?
23. Apakah bapak/ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya daripada bapak/ibu?
24. Apakah bapak/ibu sering marah karena hal-hal yang sepele?
25. Apakah bapak/ibu sering merasa ingin menangis?
26. Apakah bapak/ibu sulit berkonsentrasi?
27. Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun tidur dipagi hari?
28. Apakah bapak/ibu tidak suka berkumpul di pertemuan social?
29. Apakah mudah bagi bapak/ibu membuat sesuatu keputusan?
30. Apakah pikiran bapak/ibu masih tetap mudah dalam memikirkan sesuatu seperti dulu?
Tuhan agar dalam kehidupan ini manusia diberi ketenangan, kesejahteraan dan keselamatan baik di dunia dan di akhirat
(Hawari, 1996).
2) Pendekatan Perilaku Belajar
Penghargaan atas diri yang kurang akibat dari kurangnya hadiah dan berlebihannya hukuman atas diri dapat di
atasi dengan pendekatan perilaku belajar. Caranya dengan identifikasi aspek-aspek leingkungan yang merupakan sumber
hadiah dan hukuman. Kemudian diajarkan keterampilan dan strategi baru untuk mengatasi, menghindari, atau mengurangi
pengalaman yang menghukum, seperti assertive training, latihan keterampilan social, latihan relaksasi, dan latihan
manajemen waktu. Usaha berkutnya adalah peningkatan hadiah dalam hidup dengan self-reinforcement, yang diberikan
segera setelah tugas dapat diselesaikan.
Menurut Samiun (2006), ada tiga hal yang p[erlu diperhatikan dalam pemberian hadiah dan hukuman, yaitu tugas
dan teknik yang diberikan terperinci dan spesifik untuk aspek hadiah dan hukuman dari kehidupan tertentu dari individu.
Teknik ini dapat untuk mengubah tingkah laku supaya meningkatkan hadiah dan mengurangi hukuman, serta individu
harus diajarkan keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan hadiah dan mengurangi hukuman.
3) Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah pandangan dan pola pikit tentang keberhasilan masa lalu dan sekarang
dengan cara mengidentifikasi pemikiran negative yang mempengaruhi suasana hati dan tingkah laku, menguji individu
untuk menentukan apakah pemikirannya benar dan menggantikan pikiran yang tidak tepat dengan yang lebih baik (Beck,
et al, 1979; Samiun, 2006). Dasar dari pendekatan ini adalah kepercayaaan (belief) individu yang terbentuk dari rangkaian
verbalisasi diri (self-talk) terhadap peristiwa/pengalaman yang dialami yang menentukan emosi dan tingkah laku diri.
Menurut Kaplan et all (1997), upaya pendekatan ini adalah menghilangkan episode depresi dan mencegah
rekuren dengan membantu mengidentifikasi dan uji kognisi negative, mengembangkan cara berpikir alternative, fleksibel
dan positif, serta melatih respon kognitif dan perilaku yang baru dan penguatan perilaku dan pemikiran yang positif.
4) Pendekatan Humanistik Eksistensial
Tugas utama pendekatan ini adalah membantu individu menyadari kebaradaannya didunia ini dengan
memperluas kesadaran diri, menemukan dirinya kembali dan bertanggung jawab terhadap arah hidupnya. Dalam
pendekatan ini, individu yang harus berusaha membuka pintu menuju dirinya sendiri, melonggarkan belengu
deterministic yang menyebabkan terpenjara secara psikologis (Corey, 1993; Samiun, 2006). Dengan mengeksplorasi
alternative ini membuat pandangan menjadi real, individu menjadi sadar siapa dia sebelumnya, sekarang dan lebih
mempu menetapkan masa depan.
5) Pendekatan Farmakologis
Dari berbagai jenis upaya untuk gangguan depresi ini, maka terapi psikofarmaka (farmakoterapi) dengan obat anti
depresan merupakan pilihan alternative. Hasil terapi dengan obat anti depresan adalah baik dengan dikombinasikan
dengan upaya psikoterapi.
2.5.3. Kesepian
Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seseorang lanjut usia pada saat meninggalnya pasangan hidup atau
teman dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu juga mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya
menderita berbagai penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik, terutama gangguan pendengaran
(Brocklehurts-Allen, 1987).
Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak di antara lansia hidup sendiri tidak mengalami
kesepian, karena aktivitas social yang masih tinggi, tetapi dilain pihak terdapat lansia yang walaupun hidup di lingkungan
yang beranggotakan cukup banyak, tohh mengalami kesepian.
Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi social sangat berarti, karena bias bertindak menghibur,
memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran social penderita, di samping memberikan bantuan pengerjaan
pekerjaan di rumah bila memang terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.
Page 16 of 37
2.5.4. Dementia
2.5.4.1. Pengertian
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari.
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang
disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkahlaku.
Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, dan
penurunan kemampuan tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari. Kumpulan gejala yang
ditandai dengan penurunan kognitif, perubahan mood dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan
sehari-hari penderita.
2.5.4.2. Etiologi
Penyebab demensia yang reversible sangat penting diketahui karena pengobatan yang baik pada penderita dapat
kembali menjalankan kehidupan sehari-hari yang normal. Untuk mengingat berbagai keadaan tersebut telah dibuat suatu
“jembatan keledai” sebagai berikut:
D Drugs (obat)
Obat sedative
Obat penenang minor atau mayor
Obat anti konvulsan
Obat anti hipertensi
Obat anti aritmia
E emotional (gangguan emosi, ex: depresi)
M metabolic dan endokrin
Seperti: DM
Hipoglikemia
Gangguan ginjal
Gangguan hepar
Gangguan tiroid
Gangguan elektrolit
E Eye & Ear (disfungsi mata dan telinga)
N Nutritional
Kekurangan vit B6 (pellagra)
Kekurangan vit B1 (sindrom wernicke)
Kekurangan vut B12 (anemia pernisiosa)
Kekurangan asam folat
T Tumor dan Trauma
I Infeksi
Ensefalitis oleh virus, contoh: herpes simplek
Bakteri, contoh: pnemokok
TBC
Parasit
Fungus
Abses otak
Neurosifilis
A Arterosklerosis (komplikasi peyakit aterosklerosis, missal: infark miokard, gagal jantung, dan alkohol).
Keadaan yang secara potensial reversible atau yang bias dihentikan seperti:
Intoksikasi (obat, termasuk alkohol)
Infeksi susunan saraf pusat
Gangguan metabolic
Gangguan vaskuler (demensia multi-infark)
Lesi desak ruang:
Hematoma subdural akut/kronis
Metastase neoplasma
Hidrosefalus yang bertekanan normal
Depresi (pseudo-demensia depresif)
Penyakit pick
Penyakit Huntingon
Kelumpuhan supranuklear progresif
Penyakit Parkinson
2. Penyakit Vaskuler
Penyakit serebrovaskuler oklusif (demensia multi-infark)
Penyakit Binswanger
Embolisme serebral
Arteritis
Anoksia sekunder akibat henti jantung, gagal jantung akibat intiksikasi karbon monoksida
3. Demensia Traumatic
Perlukaan kranio-serebral
Demensia pugilistika
4. Infeksi
Sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS)
Infeksi opportunistic
Penyakit creutzfeld-jacob progresif
Kokeonsefalopati multi fokal progresif
Demensia pasca ensefalitis
Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit
Alzhemeir, penyakit vaskuler (pembuluh darah), demensia leury body, demensia frontotemporer dan 10% diantaranya
disebabkan oleh penyakit lain. Penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada 7S, sebagian dapat
disembuhkan dan sebagian besar tidak dapat disembuhkan. 50%-60% penyebab demensia adalah penyakit Alzhemeir.
Alzhemeir adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat ditransmisikan
sebagaimana mestinya.
kadang timbul aktivitas seksual yang berlebihan atau yang tidak pantas, sesuatu tanda control berkurang atau usaha untuk
kompensasi psikologis.
Penderita menjadi acuh tak acuh terhadap pakaian dan rupanya. Ia menyimpan barang-barang yang tidak berguna,
mungkin timbul waham bahwa ia akan dirampok, akan dirasuni atau ai miskin sekali atau tidak disuka orang.
Orientasi terganggu dan ia mungkin pergi dari rumah dan tidak mengetahui jalan pulang.
Penilaiannya berkurang sehingga ia dapat menyukarkan dan menbahayakan lalu lintas dijalan.
Ia mungkin jadi korban penjahat karena ia mudah diajak, umpamanya dalam hal penipuan dan sex.
Banyak menjadi gelisah waktu malam, mereka berjalan-jalan tak bertujuan dan menjadi dekstruktif. Mungkin
timbul delirium waktu malam, ini karena penglihatan yang terbatas diwaktu gelap bila penderita dengan demensia senilis
ditaruh dalam kamar yang gelap, maka akan timbul disorientasi.
Ingatan jangka pendek makin lama makin keras terganggu, maka makin lama makin banyak ia lupa, sehingga
penderita hidup dalam alam pikiran sewaktu ia masih muda atau masih kecil.
Gejala jasmani: kulit menjadi tipis, keriput, dan atrofis, BB mengurang, atrofi pada otot-otot, jalannya menjadi
tidak stabil, suara kasar, dan bicaranya jadi pelan, dan tremor pada tangan dan kepala.
Gejala psikologis: sering hanya terdapat tanda kemunduran mental umum (demensia simplek). Tetapi tidak jarang
juga terjadi kebingungan dan delirium, atau depresi atau serta agitasi. Ada yang menjadi paranoid. Pada presbiofrenia
terutama dapat gangguan ingatan serta konvabulasi dan dapat dianggap sebagai salah satu jenis demensia senilis dan
beberapa gejala yang menonjol dan sedikit lebih cepat.
2) Prognosa
Tidak baik, jalannya progresif, demensia makin lama makin berat sehingga akhirnya penderita hidup secara vegetative
saja, walaupun demikian penderita dapat hidup selama 10 tahun atau lebih setelah gejala-gejala menjadi nyata.
3) Diagnosa
Perlu dibedakan dari arteroskelorosa otak, tapi kedua hal ini tidak jarang terjadi bersama-sama. Pada melankolia involusi
tidak didapat tanda-tanda demensia. Kadang-kadang sindroma otak organis sebab uremia, anemia, payah jantung atau
penyakit paru-paru dapat serupa dengan psikosa senilis.
4) Pengobatan
Pertahankan perasaan aman dan harga diri, perhatikanlah dan cobalah memuaskan kebutuhan rasa kasih saying,
rasa masuk hitungan, tercapainya sesuatu dan rasa penuh dibenarkan serta dihargai.
Kamarnya jangan gelap gulita dan taruhlah barang-barang yang sudah ia kenal sejak dulu untuk mempermudah
orientasinya.
B. Dementia Presenilis
Seperti namanya, maka gangguan ini gejala utamanya ialah seperti sebelum masa senile akan dibicarakan 2 macam
demensia presenilis yaitu:
1. Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimeir ini biasanya timbul antara usia 50-60 tahun. Yang disebabkan oleh karena adanya degenerasi
kortek yang difus pada otak dilapisan luar, terutama di daerah frontal dan temporal. Atrofi otak ini dapat dilihat pada
pneumoensefalogam, system ventrikel membesar serta banyak hawa diruang subarachnoid. Penyakit ini dimulai pelan
sekali, tidak ada ciri yang khas pada gangguan intelegensi atau pada kelainan perilaku. Terdapat disorientasi, gangguan
ingatan, emosi yang lebih, kekeliruan dalam berhitung, dam pembicaraan sehari-hari dapat terjadi afasi, perseverasi
(mengulang-ngulang perkataan; perbuatan tanpa guna), pembicaraan logoklonia (pengulangan tiap suku kata akhir secara
tidak teratur), dan bila sudah berat maka penderita tidak dapat dimengerti lagi. Ada yang jadi gelisah dan hiperaktif.
Kadang-kadang sepintas lalu timbul aproksia (kehilangan kecakapan yang diperoleh sebelumnya untuk
melakukan pekerjaan atau gerakan yang memerlukan keterampilan), hemiplegia tau pra plegi, parese pada muka dan
spasme pada ekstremitas juga sering terjadi sehingga pada stadium akhir timbul kontraktur. Pada fase ini sudah sangant
dement dan tidak diadakan kotak dengannya lagi. Biasanya penyakit ini berlangsung selama 5-10 tahun.
2. Penyakit Pick
Secara patologis penyakit ini ialah atrofi dan gliosis di daerah-daerah asosiatif. Daerah motoric, sensorik, dan
daerah proyeksi secara relative dan banyak berubah. Yang terganggu ialah daerah kortek yang secara filogenptik lebih
mudah dan yang penting buat fungsi asosiasi yang lebih tinggi. Sebab itu yang terutama terganggu ialah pembicaraan dan
proses berpikir.
Penyakit ini mungkin herediter, diperkirakan terdapat factor menjadi pencetus dari sel-sel ganglion yang tertentu
yaitu: yang genetic paling muda. Lobus frontalis menjadi demikian atrofis sehingga kadang kelihatan seperti ditekan oleh
suatu lingkaran. Biasanya terjadi pada umut 45-60 tahun, yang termuda yang pernah diberitakan ialah 31 tahun.
Penyakit Pick terdapat 2x lebih banyak pada kaum wanita dari pad kaum pria. Gejala permulaan: ingatan
berkurang, kesukaran dalam pemikiran dan konsentrasi, kurang spontanitas, emosi menjadi tumpul. Penderita menjadi
acuh tak acuh, kadang-kadang tidak dapat menyesuaikan diri serta menyelesaikan masalah dalam situasi yang baru.
Dalam waktu 1 tahun sudah terjadi demensia yang jelas. Ada yang efor, ada yang jadi susah dan curiga. Sering
terdapat gejala fokal seperti afasia, aproksia, aleksia, tetapi gejala ini sering diselubungi oleh demensia umum. Ciri afasia
Page 19 of 37
yang penting pada penyakit ini ialah terjadinya secara pelan-pelan (tidak mendadak seperti pada gangguan pembuluh
darah otak), terdapatnya logorrhea yang spontan (yang tidak terdapat pada afasia sebab gangguan pembuluh darah). Tidak
jarang ada echolalia dan reaksi stereotip.
Pada fase lanjut demensia menjadi hebat, terdapat inkontinensia, kemampuan buat berbicara hilang dan kekeksia
yang berat. Biasanya penderita meninggal dalam waktu 4-6 tahun karena suatu penyakit infeksi tambahan.
Smapai sekarang tidak ada pengobatan terhadap kasus demensia presenilis. Dapat direncanakan bantuan yang
simptomatik dalam lingkungan yang memadai. Biar gelisah dapat dipertimbangkan pemberian obat psikotropik.
II. KONSEP
A. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANJUT USIA TERKAIT SISTEM PSIKOSOSIAL
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain
sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik
(konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi,
yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang
berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan lima
tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
1. Tipe kepribadian konstruktif (construction personality), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak,
tenang dan mantap sampai sangat tua.
2. Tipe kepribadian mandiri (independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power
sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang, dapat inernberikan otonomi pada
dirinya.
3. Tipe kepribadian tergantung (dependent personality), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan
keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika
pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak
segera bangkit dari kedukaannya.
4. Tipe kepribadian bermusuhan (hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak
puns dengan kchiclupannya, banyak keingimin ywig kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama
sehingga menyebabkan kondisi ekonominya meniadi morat-marit.
Page 20 of 37
5. Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsarv, karena
perilakunya sendiri sulit dibantu ormig lain atau cenderung membuat susah dirinya.
Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila:
1. Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).
2. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah
menjalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
B. MASALAH YANG SERING MUNCUL
1. Depresi
a. Pengertian
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis seperti rasa
sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau berbentuk penarikan diri,
kegelisahan atau agitasi (Afda Wahywlingsih dan Sukamto).
b. Penyebab depresi pada lansia:
1) Penyakit fisik
2) Penuaan
3) Kurangnya perhatian dari pihak keluarga
4) Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular)
5) Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena cukup banyak lansia yang mengalami
peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau cukup berat.
6) Serotonin dan norepinephrine
7) Zat-zat kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak seimbang. Neurotransmitter sendiri adalah zat
kimia yang membantu komunikasi antar sel-sel otak.
c. Factor pencetus depresi pada lansia:
1) Faktor biologic, misalnya faktor genetik, perubahan struktural otak, faktor risiko vaskular,
kelemahan fisik.
2) Faktor psikologik yaitu tipe kepribadian, relasi interpersonal, peristiwa kehidupan seperti berduka,
kehilangan orang dicintai, kesulitan ekonomi dan perubahan situasi, stres kronis dan penggunaan
obat-obatan tertentu.
d. Gejala depresi pada lansia:
1) Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau
rekreasi tidak rnemberikan kesenangan.
2) Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:
a) Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung
untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika. kondisinya telah parah seseorang
cenderung akan kehilangan gairah makan.
b) Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala)
c) Merasa putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak
berguna, tidak efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, "saya
menyia-nyiakan hidup saya" atau “saya tidak bisa rncncapai banyak kemajuan", seringkali
terjadi.
d) Berat badan berubah drastis
e) Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian
orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi
justru terlalu banyak tidur.
f) Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk
mernecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk
memfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu. Keluhan
umum yang sering terjadi adalah, "saya tidak bisa berkonsentrasi".
g) Keluarnya keringat yang berlebihan
h) Sesak napas
i) Kejang usus atau kolik
j) Muntah
k) Diare
l) Berdebar-debar
m) Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin
akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk
mengkomunikasikan idenya. Dilain pihak, seseorang lainnya yang mengalami depresi
mungkin akan gampang letih dan lemah.
n) Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa,
"saya selalu merasah lelah" atau "saya capai".
Page 21 of 37
3) Secara biologik dipacu dengan perubahan neurotransmitter, penyakit sistemik dan penyakit
degeneratif.
4) Secara psikologik geplanya:
a) Kelilhuigan harga diri/ martabat
b) Kehilangan secara fisik prang dan benda yang disayangi
c) Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan alkohol/ narkoba, nikotin,
dan obat-obat lainnya, makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah
kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga
diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung.
d) Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri
5) Gejala social ditandai oleh kesulitan ekonomi seperti tak punya tempat tinggal.
2. Demensia
Demensia adalah gangguan progresif kronik yang dicirikan dengan kerusakan berat pada proses kognitif
dan disfungsi kepribadian serta perilaku (Isaac, 2004).
a. Pengertian
Demensia ialah kemunduran fungi mental umum, terutama intelegensi, disebabkan oleh kerusakan
jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (irreversible) (Maramis, 1995).
b. Jenis demensia:
Perubahan
Tahap Perilaku Afek
Kognitif
Ringan Sulit menyelesaikan tugas Cemas Kehilangan ingatan
Penurunan aktivitas yang Depresi tentang
mengarah pada tujuan Frustasi peristiwa yang baru saja
Kurang memperhatikan Curiga terjadi (lupa akan janji
penampilan pribadi dan Ketakutan temu dan percakapan)
aktivitas sehari-hari Disorientasi waktu
Menarik diri dari aktivitas Berkurangnya
social yang biasa kemampuan konsentrasi
Sering mencari benda- Sulit mengambil
benda keputusan
karena lupa meletakannya; Kemampuan penilaian
dapat menuduh orang lain buruk
telah mencurinya
Sedang Perilakunya tidak pantas Mood labil Datar Kehilangan ingatan
secara sosial Apatis tentang hal-hal yang baru
Kurang perawatan diri Agitasi atau lama (amnesia)
(misal mandi, toileting, Katas tropi Paranoia Konfabulasi
berpakaian, berdandan) Disprientasi waktu, tempat
Berkeluyuran atau dan orang
mondar-mandir Sedikit agnosia, apraksia
Senang menimbun barang- dan afasia
barang
Hiperoralitas
Mengalami
gangguan siklus tidur-
bangun
Berat Penurunan kemampuan Datar, apatis Reaksi Semua perubahan kognitif
ambulasi dan aktivitas Katastropik occasional berlanjut sejalan dengan
motorik lainnya dapat berlanjut meningkatnya amnesia,
Penurunan kemampuan agnosia, aprasia dan afasia
menelan
Sama sekali tidak bisa
mengurus diri (misalnya
membutuhkan perawatan
yang konstan)
Tidak mengenali
lagi keberadaan pemberi
asuhan
Page 22 of 37
1) Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan. Bila kondisi akut yang menyebabkan
delirium tidak atau tidak dapat diobati, terdapat kemungkinan bahwa kondisi ini akan menjadi
kronik dan karenanya dapat dianggap sebagai demensia.
2) Penyakit vaskuler, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan aterosklerosis dapat menyebabkan stroke.
3) Penyakit parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.
4) Gangguan genetika: koreahuntington atau penyakit pick.
5) Penyakit prior (protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt-jakob).
6) lnfeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV) dapat menyerang Sistem saraf pusat (SSP),
menyebabkan ensefalopati HIV atau kompleks demensia AIDS.
7) Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal, hidrocephalus dan cidera akibat trauma
kepala.
C. PENANGANAN SECARA UMUM
1. Diagnosis:
Diagnosis medis gangguan kognitif ditetapkan dengan melakukan skrining yang cermat untuk
mengesampingkan penyebab lain gejala-gejala tersebut. Skrining-skrining tersebut meliputi:
a. Pemeriksaan status kesehatan jiwa dan pemeriksaan neuropsikologik.
b. pemeriksaan darah komprehensif, meliputi HDL, (Hitung Darah Lengkap), kimia darah, vitamin B12,
dan kadar folat, tiroid dan tes fungsi hati serta ginjal.
c. Studi pencitraan otak, meliputi Computed Tomography (CT), Positron Emission Tomography (PET) dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI).
d. Gangguan depresi pada klien lansia dapat dimanifestasikan dengan gejala-gejala yang serupa dengan
gejala gangguan kognitif'. Oleh karena itu, gangguan depresi harus dikesampingkan.
2. Depresi
Depresi yang merupakan masalah mental paling banyak ditemui pada lansia membutuhkan
penatalaksanaan holistik dan seimbang pada aspek fisik, mental dan sosial. Di samping itu, depresi pada
lansia harus diwaspadai dan dideteksi sedini mungkin karena dapat mempengaruhi perjalanan penyakit
fisik dan kualitas hidup pasien.
Deteksi dini perlu dilakukan untuk mewaspadai depresi, terutama pada lansia dengan penyakit degeneratif,
lansia yang menjalani perawatan lama di rumah sakit, lansia dengan keluhan somatik kronis, lansia dengan
imobilisasi berkepanjangan serta lansia dengan isolasi sosial.
Penanganan depresi lebih dini akan lebih baik serta menghasilkan gejala perbaikan yang lebih cepat.
Depresi yang lambat ditangani akan menjadi lebih parch, menetap serta meminbulkan resiko kekambuhan.
Depresi yang dapat ditangani dengan baik juga dapat menghilangkan kcitigiiian pasien untuk melukai
dirinya sendiri termasuk upaya bunuh diri.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam terapi depresi pada lansia
a. Perubahan faal oleh proses menua
b. Status medik atau komorbiditas penyakit fisik
c. Status tLiiigsioiial
d. Interaksi antar obat
e. Efektivitas dan efek camping obat
f. Dukungan social
Penatalaksanaan depresi pada lansia:
a. Terapi biologik:
1) Pemberian obat antidepresan
Terdapat beberapa pilihan obat anti depresi yaitu jenis Selective Serotonin Reuptake Inhibitors
(SSRIs): Prozac (fluoxetine); Zoloft (setraine), Cipram (citalopram) dan Paxil (paroxetine). Jenis
NASSA: Remeron (mirtazapine). Jenis Tricylic antidepresan: Tofranil (imipramine) dan
Norpramin (desipramine). Reversible Inhibitor Mono Amine Oxidase (RIMA) Inhibitors:
Aurorix. Stablon. (Tianeptine).
2) Terapi kejang listrik (ECT), shock theraphy
Penggunaan Electroconvulsive Therapy (ECT) dengan cara shock therapy untuk pasien yang
tidak memberi respon positif terhadap, obat antidepresan dan psikoterapi. ECT bekerja untuk
menyeimbangkan unsur kimia pada otak, dirasa. cukup aman dan efektif serta dapat diulang 3
kali seminggu sampai pasien menunjukan perbaikan. Efek samping ECT adalah kehilangan
kesadaran sementara.pada pasien namun cukup efektif untuk mengurangi resiko bunuh diri pada
pasien tertentu.
3) Terapi sulih hormon
4) Transcranial Magnetic Stimulation (TMS)
b. Terapi psikososial (psikoterapi) bertujuan mengatasi masalah psikoedukatif, yaitu mengatasi kepribadian
maladaptif, distorsi pola berpikir, mekanisme koping yang tidak efektif, hambatan relasi interpersonal.
Page 24 of 37
Terapi ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah sosiokultural, seperti keterbatasan dukungan dari
keluarga, kendala terkait faktor kultural, perubahan peran sosial.
Psikoterapi yang dapat ditempuh dengan sesi pembicaraan dengan psikiater dan psikolog dapat
membantu pasien melihat bahwa perasaan yang dialaminya juga dapat terjadi pada orang lain namun
karena menderita depresi ia mengalami kondisi yang berlebihan atas perasaannya sendiri.
Seluruh instrunien yang terdapat pada diri perawat merupakan alat praktek yang memiliki efek terapi
apabila digunakan secara tepat.
1) Mata dengan pandangan yang penuh perhatian, mimik muka dan ekspresi wajah simpati, sikap yang
tepat merupakan alat perawat untuk membantu klien untuk mengembalikan rasa percaya diri serta
perasaan diperhatikan dan dihargai sebagai manusia yang bermartabat. Penerimaan yang tulus
dari perawat tanpa ada sentimen apapun berdasarkan latar belakang merupakan kepuasan
tersendiri yang akan diterima oleh klien jika mendapatkan pelayanan dari perawat.
2) Dengan telinga perawat bisa mendengarkan segala keluh kesah pada klien yang mengalami depresi.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa depresi timbul akibat adanya dorongan negatif dari
super-ego yang diresepsi dan lambat laun akan tertimbun dialam bawah sadar. Sehingga depresi
adalah sebentuk penderitaan emosional. Kekecewaan ataupun ketidakpuasan secara emosional
yang direpresi tidak secara otomatis akan hilang, melainkan sewaktu-waktu akan muncul (return
of the repressed).
Oleh karena itu sebagai toksin (racun) penyebab depresi yang ada pada diri lansia perlu digali dan
dikeluarkan, salah satu medianya dengan percakapan. Psikoterapi malah sering didefenisikan
dengan penyembuhan melalui percakapan. Menurut para ahli psikoterapi percakapan efektif
untuk menyembuhkan kepribadian yang terluka, jika dirancang dan didesain secara tepat,
kontinyu, dilaksanakan dengan perhatian yang tulus, dimulai dengan hubungan baik, serta mampu
menumbuhkan harapan klien. Dalam percakapan tentu perlu ada yang mendengarkan. percakapan
antara perawat dengan klien bukanlah sekedar pemberian nasehat (advice giving) dimana perawat
memiliki otoritas yang dominan untuk menceramahi klien, dan klien harus menurut.
Dalam tehnik percakapan ini perawat lebih banyak menjadi pendengar yang efektif. Saat klien
telah mampu mengungkapkan perasaannya maka berilah kesempatan yang seluas-seluasnya,
dengan aman, dan nyaman untuk bercerita. Dengan bercerita dan perawat mendengar dengan
penuh minat, maka klien telah mulai bekerja mengeluarkan segala kecemasan, serta perasaan-
perasaan yang menekan jiwanya. jika dilakukan secara terencana dan. kontinyu, maka
kernungkinan besar toksin (racun) depresi pada klien akan terangkat seluruhnya sampai bersih.
Tugas perawat adalah mernbantu klien memahami realitas apa yang sesungguhnya dialami,
sehingga klien bisa keluar dari kondisi yang membuatnya depresi. perawat dalam proses
pertolongan agar sangat berhati-hati jangan sampai timbul proses pemberian nasehat yang justru
menimbulkan kesan menghakimi, sebab penghakiman adalah cairan cuka yang disiranikan pada
luka emosional klien. Sikap yang terkesan menasehati ataupun dengan sengaja menasehati
merupakan bakteri/ racun baru yang akan memperbesar tumor depresi klien. Nasehat yang terlalu
dini/ dominan serta tidak pada tempatnya tidak akan berdampak pada penyembuhan, sebab
sebelum klien butuh nasehat sebagai salah satu ramuan obat, maka klien perlu mengeluarkan
segala bentuk tekanan emosionalnya. Bercerita, berkeluh kesah, mendesah, mengadu, curhat,
ataupun menangis bahkan berontak adalah merupakan cara alamiah untuk mengernbalikan
keseimbangan dan kestabilan emosional klien serta akan melepaskan energi-energi negatif yang
menggantung dan menyesakkan jiwanya. Karenanya perawat yang memainkan peran sebagai
konselor/ terapis jangan buru-buru mengeluarkan kata-kata seperti: "oma mesti sabar menghadapi
kenyataan ini" atau "oma, jangan menangis tidak baik" atau "tidak baik berkeluh kesah" dan
sebagainya. Kata-kata seperti itu hanya akan menyumbat upaya klien mengobati dirinya. Jika
klien berkeluh kesah, menangis, mengadu, curhat, maka berilah kesempatan, karena klien pada
saat sedang melepaskan toksin/ racun dalam jiwanya, yang diharapkan adalah dukungan dan
perhatian dari konselor. Jika klien meminta saran dan tanggapan, maka berikanlah saran dan
tanggapan dengan selogis dan serealistis mungkin, jawaban tidak harus kepastian, tapi usahakan
klien diajak berpikir untuk, menemukan solusi yang paling tepat. Klien perlu dirangsang untuk
berpikir secara positif dan realisitis dalam menghadapi situasi sulit. Menasehati ataupun mendikte
bukanlah cara yang bijak sekalipun nasehat itu cocok untuk dilakukan oleh klien, sebab akan
membuat klien malas berpikir dan tidak pernah belajar untuk memecahkan masalahnya sendiri.
Klien perlu juga diberdayakan, sebab klien memiliki potensi yang cukup untuk menolong dirinya,
perawat perlu mengingatkan dan memunculkan kembali potensi-potensi tersebut, kuatkan klien
dan kembalikan kepercayaan dirinya untuk melawan depresi.
c. Perubahan gaya hidup
Page 25 of 37
Aktivitas fisik terutama olah-raga. Pasien dibiasakan berjalan kaki setup pagi atau sore sehingga
energi dapat ditingkatkan serta mengurangi stress karena kadar norepinefrin meningkat. Selain itu,
pasien juga dapat diperkenalkan pada kebiasaan meditasi serta yoga untuk menenangkan pikirannya:
Setidaknya ada dua alasan penting mengapa olah raga perlu untuk penderita depresi.
1) Pertama, olah raga meningkatkan kesadaran sistem syaraf sentral. Denyut nadi meningkat dan
membangkitkan semua sistem. Hal ini berlawanan dengan penurunan kesadaran syaraf sentral
akibat adanya depresi.
2) Kedua, olah raga bisa memacu sistem syaraf sentral. Endorphin adalah molekul organik yang
seperti halnya norepinephrine dan serotonin, berfungsi sebagai kurir kimiawi. Kadang endorphin
dianggap, sebagai candu (opium) alami yang berfungsi untuk meningkatkan proses biologic untuk
mengatasi depresi. Karenanya perawat diharapkan bisa mengidentifikasi olah-raga yang disenangi
oleh klien yang terindikasi depresi dan mendesainnya menjadi sebuah program yang kontinyu dan
rutin. Perawat dapat bekerjasama dan berkonsultasi dengan tenaga medis mengenai berbagai
bentuk gerak yang efektif yang bisa menstimulus detak jantung.
d. Diet sehat untuk mengurangi asupan gizi yang menambah kadar stress juga perlu dilakukan.
Memperhatikan jenis makanan yang akan disajikan kepada lanjut usia yang mengalami depresi.
Depresi berhubungan dengan tingkat kesadaran yang rendah. Kesadaran mengacu pada proses
psikologis yang meliputi hal-hal seperti misalnya kemampuan untuk memusatkan perhatian seseorang
dan kemampuan untuk bekerja secara efektif. Makanan berat secara otomatis akan memicu tindakan
bagian syaraf parasimpatik yakni cabang dari sistem syaraf otonom yang menurunkan kesadaran.
Darah dialirkan ke proses pencernaan untuk membantu seseorang mencerna makanan yang dimakan.
Sewaktu darah meninggalkan otak dan tangan serta kaki, tubuh akan merasa lemas dan mengantuk,
karena itu makanan berat cenderung memicu depresi. Karena itu dianjurkan untuk makan makanan
ringan, ketika lapar diantara jam-jam makan, akan tetapi sebaiknya menghindari makanan yang
mengandung kadar gala yang tinggi. Sementara kudapan yang rendah kalori dan berprotein tinggi akan
membuat seseorang tetap segar, memuaskan rasa lapar, dan tidak mengganggu kesadaran optimal
seseorang.
3. Demensia
Pengobatan diarahkan pada tujuan jangka panjang yaitu mempertahankan kualitas hidup penderita
gangguan degeneratif dan progresif ini.
a. Pendekatan tim multidisipliner meliputi upaya kolaboratif dari profesional keperawatan, kedokteran,
nutrisi, psikiatri, psikologi, pekerjaam sosial, farmasi, dan rehabilitasi (misalnya ahli terapi okupasi,
fisik, dan aktivitas).
b. Fokus keluarga. Statistik menunjukan bahwa 7 dari 10 orang dengan dernensia jenis alzheimer tinggal di
rumah dan 75% diantara mereka diurus oleh keluarga dan teman-teman. Jadi, fokus keluarga pada
pengobatan dan penatalaksanaan merupakan hal yang sangat penting.
c. Penatalaksanaan berfokus komunitas
1) Kunjungan rumah dilakukan oleh perawat komunitas.
2) Adult day care service memberikan layanan aktivitas terapetik, layanan rehabilitas, rekreasi, dan
respite service bagi pemberi asuhan keluarga.
3) Fasilitas perawatan residensial (perawatan pribadi) memberikan bantuan bagi klien.
4) Skilled nursing facilities. 50% dari klien rumah perawatan adalah penderita demensia jenis
alzheimer.
5) Alzheimer asosiation menyediakan kelompok pendukung, penyuluhan masyarakat dan keluarga,
pengumpulan dana dan aktivitas melobi untuk penelitian dan tindakan legislatif.
d. Intervensi farmakologik
1) Tujuan intervensi farmakologik adalah memperlambat laju penurunan kondisi klien dengan obat
yang meningkatkan kadar asetilkolin dan membantu mempertahankan fungsi neuronal serta
menatalaksanakan perilaku dan gejala yang menimbulkan stress.
2) Terapi eksperimen.
3) Gangguan amnestik.
Pengobatannya sama dengan delirium bila gangguan amnestik tersebut merupakan masalah yang
akut dan sama dengan demensia bila gangguannya bersifat kronis.
III. ASUHAN KEPERAWATAN
A. FOKUS PENGKAJIAN
1. Riwayat
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fislk untuk adanya tanda dan gejala karakteristik yang berkaitan
dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
2. Kaji adanya demensia. Dengan alat-alat yang sudah distandardisasi, meliputi
a. Mini Mental Status Exam (MMSE)
Page 26 of 37
a. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron ireversible
1) Kaji derajat gangguan derajat kognitif, orientasi orang, tempat dan waktu
2) Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang
b. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif
1) Pertahankan tindakan kewaspadaan
2) Hadir dekat pasien selama prosedur atau pengobatan dilakukan
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
( defisit neurologis )
1) Kaji derajat sensori/ gangguan persepsi
2) Mempertahankan hubungan orientasi realita dan lingkungan
d. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan ketergantungan
fisiologis dan atau psikologis
1) Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri
2) Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan
e. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh penyimpngan jangka
panjang dari proses penyakit
1) Berikan dukungan emosional
2) Rujuk keluarga ke kelompok pendukung
D. EVALUASI
1. DEPRESI
Klien mampu:
a. Berpartisipasi dalam menentukan perawatan diri
b. Melakukan kegiatan positif dalam menyelesaikan masalah
c. Klien mampu mengungkapkan penyebab gangguan tidur
d. Klien mampu menetapkan cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidur
e. Mampu mengungkapkan ide bunuh diri
f. Mengenali cara - cara untuk mencegah bunuh diri
g. Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif
2. DEMENSIA
Berikan informasi yang berkaitan dengan demensia jenis Alzheimer (demensia secara umum)
a. Apa itu demensia jenis Alzheimer?
b. Masalah-masalah ingatan yang berkaitan dengan penyakit?
c. Koping
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN
GANGGUAN PSIKOSOSIAL“
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada
lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut
usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek
biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus,
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak
orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai
beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk
lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber
daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan
tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda
(Suara Pembaharuan 14 Maret 1997).
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat
merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua
dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan
ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami
dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks
eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang
dan bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap- sikap yang berkisar antara
kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka
sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologis. Menurut Supardjo
(1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek
pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk
diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan
lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah
untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah ( 1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65
tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan
daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam
hidupnya.
Teori ini menggambarkan penarikan diri ole lansia dari peran masyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia akan
dikatakan bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggungjawab telah diambil oleh generasi yang lebih muda.
Manfaat dari pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah agar dapat menyediakan eaktu untuk mengrefleksi kembali
pencapaian yang telah dialami dan untuk menghadapi harapan yang belum dicapai.
d) Teori Aktivitas
Teori ini berpendapat apabila seorang lansia menuju penuaan yang sukses maka ia harus tetap
beraktivitas.kesempatan untuk turut berperan dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi
dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia. Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi
peran lansia secara negatif mempengaruhi kepuasan hidup, dan aktivitas mental serta fisik yang berkesinambungan akan
memelihara kesehatan sepanjang kehidupan.
e) Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas mencoba menjelaskan mengenai kemungkinan kelanjutan dari perilaku yang sering dilakukan klien
pada usia dewasa. Perilaku hidup yang membahayakan kesehatan dapat berlangsung hingga usia lanjut dan akan semakin
menurunkan kualitas hidup.
f) Teori Subkultur
Lansia, sebagai suatu kelompok, memiliki norma mereka sendiri, harapan, keyakinan, dan kebiasaan; karena itu,
mereka telah memiliki subkultur mereka sendiri. Teori ini juga menyatakan bahwa orang tua kurang terintegrasi secara
baik dalam masyarakat yang lebih luas dan berinteraksi lebih baik di antara lansia lainnya bila dibandingkan dengan
orang dari kelompok usia berbeda. Salah satu hasil dari subkultur usia akan menjadi pengembangan "kesadaran kelompok
umur" yang akan berfungsi untuk meningkatkan citra diri orang tua dan mengubah definisi budaya negatif dari penuaan.
Teori Psikologi
Teori psikologis merupakan teori yang luas dalam berbagai lingkup karena penuaan psikologis dipengaruhi oleh
faktor biologis dan sosial, dan juga melibatkan penggunaan kapasitas adaptif untuk melaksanakan kontrol perilaku atau
regulasi diri.
a. Teori Kebutuhan
Manusia Banyak teori psikologis yang memberi konsep motivasi dan kebutuhan manusia. Teori Maslow merupakan
salah satu contoh yang diberikan pada lansia. Setiap manusia yang berada pada level pertama akan mengambil prioritas
untuk mencapai level yang lebih tinggi; aktualisasi diri akan terjadi apabila seseorang dengan yang lebih rendah tingkat
kebutuhannya terpenuhi untuk beberapa derajat, maka ia akan terus bergerak di antara tingkat, dan mereka selalu
berusaha menuju tingkat yang lebih tinggi.
b. Teori Keberlangsungan Hidup dan Perkembangan Kepribadian
Teori keberlangsungan hidup menjelaskan beberapa perkembangan melalui berbagai tahapan dan menyarankan
bahwa progresi sukses terkait dengan cara meraih kesuksesan di tahap sebelumnya. ada empat pola dasar kepribadian
lansia: terpadu, keras-membela, pasif-dependen, dan tidak terintegrasi (Neugarten et al.).
Teori yang dikemukakan Erik Erikson tentang delapan tahap hidup telah digunakan secara luas dalam kaitannya dengan
lansia. Ia mendefinisikan tahap-tahap kehidupan sebagai kepercayaan vs ketidakpercayaan, otonomi vs rasa malu dan
keraguan, inisiatif vs rasa bersalah, industri vs rendah diri, identitas vs difusi mengidentifikasi, keintiman vs penyerapan
diri, generativitas vs stagnasi, dan integritas ego vs putus asa. Masing-masing pada tahap ini menyajikan orang dengan
kecenderungan yang saling bertentangan dan harus seimbang sebelum dapat berhasil dari tahap itu. Seperti dalam teori
keberlangsungan hidup lain, satu tahapan menentukan langkah menuju tahapan selanjutnya.
c. Recent and Evolving Theories
Teori kepribadian genetik berupaya menjelaskan mengapa beberapa lansia lebih baik dibandingkan lainnya. Hal ini
tidak berfokus pada perbedaan dari kedua kelompok tersebut. Meskipun didasarkan pada bukti empiris yang terbatas,
teori ini merupakan upaya yang menjanjikan untuk mengintegrasikan dan mengembangkan lebih lanjut beberapa teori
psikologi tradisional dan baru bagi lansia. Tema dasar dari teori ini adalah perilaku bifurkasi atau percabangan dari
seseorang di berbagai aspek seperti biologis, sosial, atau tingkat fungsi psikososial. Menurut teori ini, penuaan
didefinisikan sebagai rangkaian transformasi terhadap meningkatnya gangguan dan ketertiban dalam bentuk, pola, atau
struktur.
maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya.
Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara
seimbang.
pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan
dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna,
menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
1) Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak
rnemberikan kesenangan.
2) Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:
a) Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara
berlebihan, namun berbeda jika. kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan.
b) Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala)
c) Merasa putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak
efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, "saya menyia-nyiakan hidup saya" atau “saya
tidak bisa rncncapai banyak kemajuan", seringkali terjadi.
d) Berat badan berubah drastis
e) Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian orang mengalami
depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur.
f) Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk mernecahkan masalah secara
efektif. Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk
jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang sering terjadi adalah, "saya tidak bisa berkonsentrasi".
g) Keluarnya keringat yang berlebihan
h) Sesak napas
i) Kejang usus atau kolik
j) Muntah
k) Diare
l) Berdebar-debar
m) Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan mencoba
melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya. Dilain pihak, seseorang
lainnya yang mengalami depresi mungkin akan gampang letih dan lemah.
n) Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa, "saya selalu merasah
lelah" atau "saya capai".
Secara biologik dipacu dengan perubahan neurotransmitter, penyakit sistemik dan penyakit degeneratif. Secara
psikologik gejalanya:
a) Kelilhuigan harga diri/ martabat
b) Kehilangan secara fisik prang dan benda yang disayangi
c) Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan alkohol/ narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya,
makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes,
hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak
langsung.
d) Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri
Gejala social ditandai oleh kesulitan ekonomi seperti tak punya tempat tinggal.
B. Demensia
Demensia adalah gangguan progresif kronik yang dicirikan dengan kerusakan berat pada proses kognitif dan
disfungsi kepribadian serta perilaku (Isaac, 2004). Demensia ialah kemunduran fungi mental umum, terutama intelegensi,
disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (irreversible) (Maramis, 1995).
Jenis demensia:
1) Demensia jenis alzheimer
Patofisiologi:
a) Otopsi menunjukkan adanya plak amiloid (plak senil atau neuritik) di jaringan otak atau adanya kekusutan
neurofibriler (akumulasi simpul filamen saran pada neuron.
b) Adanya plak dan kekusutan tersebut berkaitan dengan sel saraf, hilangnya sambungan antar neuron dan akhimya
atrofi serebral.
Genetika: Adanya gen abnormal saja tidak cukup untuk memprediksi demensia jenis alzheimer. Penyakit alzheimer
familial memiliki awitan sangat dini (usia 30-40 th) dan bertanggung jawab atas 20% dari semua kasus demensia jenis ini.
Penyakit ini berkaitan denga gengen abnormal dikromosom 1, 14 dan 21. Adanya apolipoprotein E 4 (apo, E 4)
dikromosom 19 terjadi 2 kali lebih banyak pada penderita demensia jenis alzheimer dibanding populasi umum.
Modal toksin: Sebagian peneliti meyakini bahwa akumulasi alumunium pada otak akibat pajanan alat-alat dan
produk alumunium dapat menyebabkan demensia jenis alzheimer. Bukti untuk teori ini masih sedikit.
Abnormalitas neurotransmiter atau reseptor : Kehilangan asetil kolin (neurotransmiter kolinergik mayor) berkaitan
dengan gejala-gejala gangguan kognitif (demensia). (peningkatan kadar asetin kolin merupakan dasar untuk terapi obat
yang disetujui FDA untuk demensia).
Page 33 of 37
Perubahan
Tahap Perilaku Afek
Kognitif
Ringan Sulit menyelesaikan Cemas Kehilangan ingatan tentang
tugas Depresi peristiwa yang baru saja terjadi (lupa
Penurunan aktivitas Frustasi akan janji
yang mengarah pada Curiga temu dan percakapan)
tujuan Ketakutan Disorientasi waktu
Kurang Berkurangnya kemampuan
memperhatikan konsentrasi
penampilan pribadi Sulit mengambil keputusan
dan Kemampuan penilaian buruk
aktivitas sehari-hari
Menarik diri dari
aktivitas social yang
biasa
Sering mencari benda-
benda
karena lupa
meletakannya;
dapat menuduh orang
lain telah mencurinya
Sedang Perilakunya tidak Mood labil Datar Kehilangan ingatan tentang hal-hal
pantas secara sosial Apatis yang baru atau lama (amnesia)
Kurang perawatan diri Agitasi Konfabulasi
(misal mandi, Katas tropi Disprientasi waktu, tempat dan orang
toileting, berpakaian, Paranoia Sedikit agnosia, apraksia dan afasia
berdandan)
Berkeluyuran atau
mondar-mandir
Senang menimbun
barang-barang
Hiperoralitas
Mengalami
gangguan siklus tidur-
bangun
Demensia vaskular (multi-infark) ditandai dengan gejala-gejala demensia pada tahun pertama terjadinya gejala
neurologik fokal. Klien diketahui mengalami faktor resiko penyakit vaskuler (misalnya hipertensi, fibrilasi atrium,
diabetes). Jenis demensia yang lain berkaitan dengan kondisi medis umum, seperti penyakit parkinson, penyakit pick,
koreahuntingtown dan penyakit Creutzfeldt-jakob. Demensia yang disebabkan kondisi-kondisi tersebut dicatat sesuai
penyakitnya yang spesifik. Gejala demensia:
Page 34 of 37
1) Afasia: kehilangan kemampuan berbahasa; kemampuan berbicara memburuk dan klien sulit "menemukan" kata-
kata.
2) Apraksia: rusaknya kemampuan melakukan aktivitas motorik sekalipun fungsi sensoriknya tidak mengalami
kerusakan.
3) Agnosia: kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek atau benda urnurn walaupun fungsi sensoriknya tidak
mengalami kerusakan.
4) Konfabulasi: mengisi celah-celah ingatannya dengan fantasi yang diyakini oleh individu yang terkena.
5) Sundown sindrom: memburuknya disorientasi di malam hari.
6) Reaksi katastrofik: respon takut atau panik dengan potensi kuat inenyakiti diri sendiri atau orang lain.
7) Perseveration phenomenon: perilaku berulang, meliputi mengulangi kata-kata orang lain.
8) Hiperoralitas: kebutuhan untuk mencicipi dan mengunyah benda-benda yang cukup kecil untuk dimasukkan ke
mulut.
9) Kehilangan memori: awalnya hanya kehilangan memori tentang hal-hal yang baru terjadi, dan akhirnya gangguan
ingatan masa lalu.
10) Disorientasi waktu, tempat dan orang.
11) Berkurangnya kemampuan berkonsentrasi atau mempelajari materi baru.
12) Sulit mengambil keputusan
13) Penilaian buruk: individu ini mungkin tidak mempunyai kewaspadaan lingkungan tentang keamanan dan
keselamatan.
Epidemiologi demensia:
Dimensia jenis a1zheimer menyebabkan 50%-75% kasus demensia yang didiagnosis. Demensia jenis ini merupakan
penyebab, kematian tertinggi keempat pada individu berusia lebih dari 65 tahun. Insidensinya sebagai berikut:
1) 65-75 tahun 5%-8%
2) 75-85 tahun 15%-20%
3) 85 tahun atau lebih 25%-55%
Etiologi demensia:
Faktor-faktor yang berkaitan dengan demensia adalah:
1) Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan. Bila kondisi akut yang menyebabkan delirium tidak
atau tidak dapat diobati, terdapat kemungkinan bahwa kondisi ini akan menjadi kronik dan karenanya dapat dianggap
sebagai demensia.
2) Penyakit vaskuler, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan aterosklerosis dapat menyebabkan stroke.
3) Penyakit parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.
4) Gangguan genetika: koreahuntington atau penyakit pick.
5) Penyakit prior (protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt-jakob).
6) lnfeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV) dapat menyerang Sistem saraf pusat (SSP), menyebabkan ensefalopati
HIV atau kompleks demensia AIDS.
7) Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal, hidrocephalus dan cidera akibat trauma kepala.
C. Insomnia
Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat mengganggu kenyamanan anggota keluarga
lain yang tinggal serumah. Perubahan pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur sepanjang malam dan sering terbangun pada
malam hari, sehingga lansia melakukan kegiatannya pada malam hari. Penyebab insomnia pada lansia :
1) Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga mereka masih semangat sepanjang malam
2) Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari
3) Gangguan cemas dan depresi
4) Tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman
5) Sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada malam hari
6) Infeksi saluran kemih
D. Paranoid
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka, membicarakan, serta berkomplot ingin melukai
atau mencuri barang miliknya. Gejala Paranoid :
1) Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman, atau orang-orang di sekelilingnya
2) Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian menuduh orang-orang di sekelilingnya mencuri atau
menyembunyikan barang miliknya
3) Paranoid dapat merupakan manifestasi dari masalah lain, seperti depresi dan rasa marah yang ditahan
Page 35 of 37
Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid adalah memberikan rasa aman dan mengurangi rasa
curiga dengan memberikan alas an yang jelas dalam setiap kegiatan. Konsultasikan dengan dokter bila gejala bertambah
berat
E. Kecemasan
Gangguan kecemasan pada lansia adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif kondlusif, gangguan
kecemasan umum, gangguan stress akut, gangguan stress pasca traumatic. Gejala kecemasan :
1) Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional terhadap kejadian yang akan terjadi
2) Sulit tidur sepanjang malam
3) Rasa tegang dan cepat marah
4) Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang berat, misalnya kanker dan
penyakit jantung yang sebenarnya tidak dideritanya
5) Sering membayangkan hal-hal yang menakutkan
6) Merasa panic terhadap masalah yang ringan
Tindakan untuk mengatasi kecemasan
1) Cobalah untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan rasa kasih saying
2) Bicaralah tentang rasa khawatir lansia dan cobalah untuk menentukan penyebab mendasar (dengan memandang lansia
secara holistic).
3) Cobalah untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa aman dengan penuh empati
4) Bila penyebabnya tidak jelas dan mendasar, berikan alas an-alasan yang dapat diterima olehnya
5) Konsultasikan dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat ditentukan atau bila telah dicoba dengan berbagai cara
tetapi gejala menetap.
Intervensi
a.) Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat efek negative terhadap tidur pada malam hari.
Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun) yang tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang yang singkat.
b.) Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur.
Rasional: derangement psikis terjadi bila terdapat penggunaan kortikosteroid termasuik perubahan mood, insomnia.
c.) Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien (member susu hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan klien pada malam hari terbukti mengganggu tidur.
d.) Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.
Rasional: hambatan kortikal pada formasi retikuler akan berkurang selama tidur, meningkatkan respon otomatik,
karenanya respon kardiovaskuler terhadap suara meningkat selama tidur.
e.) Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama.
Page 36 of 37
Rasional: gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan mengganggu pemulihan sehubungan dengan gangguan
psikologis dan fisiologis, sehingga irama sikardian terganggu.
f.) Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan massage punggung.
Rasional: meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
g.) Putarkan music yang lembut atau “suara yang jernih”.
Rasional: menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menggaggu
tidur.
h.) Berikan obat sesuai indikasi seperti amitriptilin.
Rasional: Efektik menangani pseudodemensia atau depresi menigkatkan kemampuan untuk ttidur, tetapi antikolinergik
dapat mencetuskan bingung, memperburuk kognitif an efek samping hipertensi ortostatik.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit
neurologis ).
Tujuan: setelah dilakukan dilakukan keperawatan sebanyak 3x kunjungan tidak terjadi penurunan lebih lanjut pada
persepsi sensori klien
Kriteria hasil :
a. Klien mengalami penurunan halusinasi.
b. Klien mampu mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress atau mengatur perilaku.
c. Klien mampu mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi.
Intervensi:
a.) Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi klien termasuk penurunan
penglihatan atau pendengaran.
Rasional : keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan kemampuan
pada salah satu sisi tubuh. Klien tidak dapat mengenali rasa lapar atau haus.
b.) Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan
Rasional : meningkatkan masukan sensori, membatasi atau menurunkan kesalahan intepretasi stimulasi.
c.) Pertahankan hubungan orientasi realita. Memberikan petunjuk pada orientasi realita dengan kalender, jam, atau
catatan.
Rasional : menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap frustasi karena salah persepsi dan
disorientasi. Klien menjadi kehilangan kemampuan mengenali keadaan sekitar.
d.) Ajarkan strategi mengatasi stress.
Rasional : menurunkan kebutuhan akan halusinasi
e.) Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti satu ke satu pengunjung, kelompok
sosialisasi pada pusat demensia, terapi okupasi.
Rasional : memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain.
3. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron irreversible.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan sebanyak 3x kunjungan klien dapat berpikir rasional.
Kriteria hasil :
a. Klien mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap
emosi dan pikiran tentang diri
b. Klien mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negative
c. Klien mampu mengenali perubahan dalam berfikir atau tingkah laku dan factor penyebab
d. Klien mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman, dan kebingungan.
Intervensi:
a.) Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat yang terapeutik
Rasional: mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan, meningkatkan pengembanagan evaluasi diri yang
positif dan mengurangi konflik psikologis.
b.) Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang perhatian, kemampuan berfikir. Bicarakan dengan
keluarga mengenai perubahan perilaku.
Rasional: memberikan dasar perbandingan yang akan datang dan memengaruhi rencana intervensi. Catatan: evaluasi
orientasi secar berulang dapat meningkatkan risiko yang negative atau tingkat frustasi.
c.) Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang.
Rasional: kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron
d.) Tatap wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien
Rasional: menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan perceptual.
e.) Gunakan distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien mengungkapkan ide yang salah, jika tidak
meningkatkan kecemasan.
Page 37 of 37
Rasional: lamunan membantu dalam meningkatkan disorientasi. Orientasi pada realita meningkatkan perasaan realita
klien, penghargaan diri dan kemuliaan (kebahagiaan personal).
f.) Hormati klien dan evaluasi kebutuhan secara spesifik.
Rasional: klien dengan penurunan kognitif pantas mendapatkan penghormatan, penghargaan, dan kebahagiaan.
g.) Bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya. Berikan label gambar atau hal yang diinginkan klien.
Jangan menentang.
Rasional: menurunkan defensive jika klien menyadari kesalahan. Membantah klien tidak akan mengubah kepercayaan
dan menimbulkan kemarahan.
h.) Berikan obat sesuai indikasi seperti, siklandelat.
Rasional ; meningkatkan kesadaran mental.
3