Syok Makalah
Syok Makalah
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syok merupakan suatu keadaan gawat darurat yang sering terjadi pada anak akibat
adanya kegagalan sirkulasi dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan.
Apabila syok tidak ditangani segera akan menimbulkan kerusakan permanen dan bahkan
kematian. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik mengenai syok dan
penanganannya guna menghindari kerusakan organ lebih lanjut. Manifestasi klinis syok
diawali dengan penurunan isi sekuncup (stroke volume) yang disebabkan oleh
berkurangnya preload, meningkatnya afterload, atau gangguan kontraksi dan laju
jantung. Pada populasi anak, biasanya isi sekuncup dinyatakan sebagai nilai indeks
terhadap luas permukaan tubuh yaitu indeks isi sekuncup (stroke volume index).
Takikardia dan vasokonstriksi perifer merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan sirkulasi, perfusi jaringan dan tekanan darah. Apabila syok
berkepanjangan tanpa penanganan yang baik maka mekanisme kompensasi akan gagal
mempertahankan curah jantung dan isi sekuncup yang adekuat sehingga menimbulkan
gangguan sirkulasi/perfusi jaringan, hipotensi, dan kegagalan organ. Pada keadaan ini
kondisi pasien sangat buruk dan tingkat mortalitas sangat tinggi. Penanganan syok secara
dini dimulai dengan resusitasi cairan secepatnya untuk memperbaiki perfusi dan
oksigenasi jaringan. Makin lambat syok teratasi, akan memperburuk prognosis pasien.
Keberhasilan resusitasi cairan dapat dilihat pada keadaan penderita yang lebih stabil, laju
jantung normal, dan terdapat peningkatan curah jantung serta isi sekuncup.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui definisi syok
2. Mengetahui patofisiologi syok
3. Mengetahui klasifikasi syok
4. Mengetahui tatalaksana syok
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa definisi syok ?
2. Bagaimana patofisiologi dari syok ?
3. Apasaja klasifikasi serta etiologi syok ?
4. Bagaimana tatalaksana syok ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Syok adalah proses yang progresif, dimana apabila tubuh tidak mampu
mentoleransi maka dapat mengakibatkan kerusakan irreversible pada organ vital dan
dapat menyebabkan kematian. Syok memiliki pola patofisiologi, manisfestasi klinis,
dan pengobatan berbeda tergantung pada etiologinya. Hypovolemic dan septic syok
adalah syok yang paling sering dijumpai pada anak- anak, cardiogenik syok dijumpai
pada neonatus yang memiliki kelainan jantung congenital juga pasca bedah kelainan
jantung congenital syok bisa terjadi pada anak yang lebih dewasa.
Anak-anak bukan orang dewasa yang kecil. Kalimat ini harus dipahami
dengan benar ketika membicarakan distribusi total cairan tubuh dan respon
kompensasi kardiovaskular pada anak-anak selama keadaan insufisiensi
sirkulasi yang progresif. Gejala dan tanda syok yang dapat dengan mudah
dilihat pada orang dewasa mungkin tidak akan terlihat pada anak,
mengakibatkan terlambatnya pengenalan dan mengabaikan keadaan syok yang
parah. Walaupun anak lebih besar persentase total cairan tubuhnya tapi untuk
melindungi mereka dari kolaps kardiovaskular, peningkatan sisa metabolik
rata-rata, peningkatan insensible water loss, dan penurunan renal
concentrating ability biasanya membuat anak lebih mudah terjadi hipoperfusi
pada organ. Gejala dan tanda awal dari berkurangnya volume dapat tidak
diketahui pada anak-anak, tapi sejalan dengan perkembangan penyakit,
penemuan gejala dan tanda menjadi dapat ditemukan sama seperti orang
dewasa.
PRELOAD CONTRACTILITY AFTERLOAD
SYSTEMIC VASCULAR
CARDIAC OUTPUT
RESPONSE
BLOOD PRESSURE
Syok Syok septik Syok
hipovolemik kardiogenik
Mediator
Kontraktilitas
Preload
CO Tekanan darah
Terkompensasi Pengeluaran
simpatetik
Vasokonstriksi denyut
CO dan tekanan darah
membaik jantung
CO
Iskemia jaringan
Pelepasan
mediator
Fungsi sel
Hilangnya autoregulasi
Kematian sel
Kematian
Respon kompensasi kardiovaskular pada anak dengan keadaan
penurunan ventrikular preload, melemahkan kontraksi miokard, dan
perubahan dalam pembuluh darah berbeda dari yang terjadi pada dewasa. pada
pasien anak, CO lebih tergantung pada heart rate daripada stroke volume oleh
karena kekurangan massa otot ventrikel. Takikardi adalah yang terpenting
pada anak untuk mempertahankan CO yang adekuat pada kondisi penurunan
ventricular preload, kelemahan kontraksi miokard, atau kelainan jantung
congenital yang digolongkan oleh anatomi left-to-right shunt. Stroke volume
tergantung oleh pengisian ventrikel (preload), ejeksi ventrikel (afterload), dan
fungsi pompa intrinsik (myocardial contractility).
Tambahan pada CO, pengatur utama dari tekanan darah adalah SVR.
Anak memaksimalkan SVR untuk mempertahankan tekanan darah yang
normal, pada keadaan penurunan CO yang signifikan. Peningkatan SVR oleh
karena vasokontriksi perifer yang dipengaruhi system saraf simpatis dan
angiotensin. Hasilnya, aliran darah diredistributsi dari pembuluh nonessential
seperti kulit, otot skelet, ginjal dan organ splanknik ke otak, jantung, paru-paru
dan kelenjar adrenal. Sesuai pengaturan dari pembuluh darah, endogen atau
eksogen melalui zat-zat vasoaktif, dapat menormalkan tekanan darah tanpa
tergantung dari CO. Karena itu, pada pasien anak, tekanan darah merupakan
indicator yang jelek dari hemostatis kardiovaskular. Evaluasi heart rate dan
perfusi end-organ, termasuk capillary refill, kualitas dari denyut perifer,
kesadaran, urine output, dan status asam-basa, lebih bernilai daripada tekanan
darah dalam menentukan status sirkulasi anak.
mengganggu ke jaringan
distribusi menurun;
cairan gangguan
keseimbangan
elektrolit
insult insipidus
Defisiensi
Adrenal
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Gangguan sirkulasi perifer mengakibatkan pucat, ekstremitas dingin.
Kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan
penurunan tekanan darah. Nadi cepat dan halus.
b. Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena
adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume
sirkulasi darah.
c. Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
d. CVP rendah.
2. Sistem Respirasi
a. Pernapasan cepat dan dangkal.
3. Sistem saraf pusat
a. Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah
rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai
tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin
bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
4. Sistem Saluran Cerna
a. Bisa trjadi mual dan muntah.
5. Sistem Saluran kemih
a. Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa
adalah 60 ml/jam (0,5-1 ml/kg/jam). Pada anak 1-2ml/kg/jam.
2.3.4 Syok Hipovolemik
Ini adalah syok yang paling umum ditemui, terjadi karena kekurungan
volume sirkulasi yang disebabkan karena kehilangan darah dan juga cairan
tubuh. Kehilangan darah dibagi menjadi dua yaitu perdarahan yang tampak
dan tidak tampak. Perdarahan yang tampak misal perdarahan dari luka dan
hematemesis, sedangkan perdarahan yang tak tampak misal perdarahan pada
saluran cerna seperti perdarahan tukak duodenum, cedera limpa, patah tulang.
Kehilangan cairan terjadi pada luka bakar yang luas dimana terjadi kehilangan
cairan pada permukaan kulit yang hangus atau terkumpul didalam kulit yang
melepuh. Muntah hebat dan diare juga mengakibatkan kehilangan banyak
cairan intrvaskuler. Obstruksi ileus juga bisa menyebabkan banyak kehingan
cairan, juga pada sepsis berat dan peritonitis bisa menyebabkan kehingan
cairan.
1. Darah
2. Plasma
3. Cairan ekstrasel
2.3.4.4 Penyebab
1. perdarahahn
2. luka bakar
3. cedera yang luas
4. dehidrasi
5. kehilangan cairan pada muntah, diare, ileus
2.3.4.5 Patofisiologi
Gejala sama dengan syok hipovolemik, namun untuk tahap syok septik
diawali dengan:
3. Syok neurogenik : ini adalah shock yang jarang terjadi. Disebabkan oleh
trauma pada medulla spinalis, terjadi kehilangan mendadak pada reflek
otonom dan motorik dibawah lesi. Tanpa adanya stimulasi simpatis, dinding
pembuluh darah vasodilatasi yang tak terkontrol, hasilnya penurunan
resistensi pembuluh darah perifer sehingga menyebabkan vasodilatasi dan
hypotensi. Tanda dan gejala syok neurogenik sama dengan syok
hipovolemik.
Syok tipe ini adalah syok yang terjadi karena kagagalan efektivitas
fungsi pompa jantung. Hal ini disebabkan karena kerusakan otot jantung,
paling sering yaitu infark pada myocard. Syok kardiogenik juga bisa
disebabkan aritmia. Syok ini jarang terjadi pada anak-anak.
Tanda dan gejala syok kardiogenik sama dengan syok hipovolemik ditambah
dengan:
Neonatus 60 mmHg
1. Denyut jantung
Cardiac output dapat dipengaruhi oleh stroke volume dan
heart rate, sehingga apabila terjadi penurunan stroke volume maka
tubuh akan berusaha mempertahankan cardiac output dengan cara
meningkatkan heart rate. Namun, ada keadaan-keadaan tertentu
dimana heart rate tidak daat meningkat, yaitu pada blokade
farmakologik dan kerusakan neurologik.
2. Perfusi kulit
Kulit dapat dianggap sebagi bagian yang non vital. Pasien
yang memiliki kemampuan untuk mengkompensasi penurunan DO2
dengan menarik darah dari organ yang non vital (selain otak dan
jantung), menunjukkan tanda-tanda penurunan perfusi kulit. Hal ini
dikenali dengan adanya tanda-tanda denyut nadi distal yang
menghilang, kulit akan teraba dingin dan pengisian ulang kapiler
memanjang (>5 detik), yang pada keadaan normal biasanya dapat
terisi dalam 2-3 detik. Cara pengukuran pengisian ulang kapiler ini
yaitu dengan menekan ujung jari(kuku) hingga pucat (kurang lebih
selama 5 detik), kemudian dilepas dan dihitung waktunya pada saat
ujung jari(kuku) menjadi merah kembali. Pada pasien dengan fase
awal syok distributif (anafilaksis, sepsis) akan terjadi vasodilatasi,
sehingga kulit akan teraba hangat, denyut nadi akan teraba kuat dan
terdapat pengisian ulang kapiler yang cepat (1-2 detik). Pada keadaan
ini, perfusi kulit tidak dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosis,
sehingga harus dicari gangguan metabolik lain seperti lactoacidosis,
hal ini dapat mendukung bahwa telah terjadi gangguan DO2.
2.4.2 Monitoring
1. Non Invasif : yakni memonitor tanda – tanda vital, tekanan darah, nadi ,
PaO2, jumlah urin, ECG, intake serta output.
2. Invasif : monitoring meliputi kateterisasi arteri,CVP, dan kateter
pulmonalis.
3. Metabolik : asam laktat
2.4.3 Tatalaksana Syok
Hipotensi refrakter
1. Sebagian besar anak dengan syok tidak memerlukan transfusi darah, tetapi kapasitas
angkut oksigen diruang intravaskular harus cukup untuk memenuhi kebutuhan
oksigen jaringan.
2. Transfusi darah dipertimbangkan apabila tidak ada perbaikan setelah pemberian
cairan isotonik sebanyak 60mL/kg
3. Transfusi darah harus diberikan berdasarkan penilaian klinis an tidak berdasarkan
kadar hemoglobin
4. Pada anak dengan anemia kronis (anemia defisiensi) darah harus diberikan dengan
hati-hati. Pemberian tidak boleh melebihi 5-10mL/kg dalam 4 jam untuk mencegah
gagal jantung kongestif, kecuali bila proses kehilangan darah masih berlangsung.
1. Lean body mass (tubuh tanpa lemak), yaitu air (73%), tulang, jaringan
bukan lemak.
2. Jaringan lemak
Jumlah air dalam tubuh berkaitan erat dengan jumlah elektrolit tubuh.
konsentrasi natrium darah merupakan indikator yang baik dari jumlah cairan
dalam tubuh. Tubuh berusaha untuk mempertahankan jumlah total cairan
tubuh sehingga kadar natrium darah tetap stabil. Jika kadar natrium terlalu
tinggi, tubuh akan menahan air untuk melarutkan kelebihan natrium, sehingga
akan timbul rasa haus dan lebih sedikit mengeluarkan air kemih. Sedangkan
jika kadar natrium terlalu rendah, ginjal mengeluarkan lebih banyak air untuk
mengembalikan kadar natrium kembali ke normal.
1. Albumin
2. Dekstran
3. Hemasel
1. Albumin
Albumin terdapat sebagai donor plasma. Albumin sama dengan
osmotic koloid plasma dengan masa tengah 10 – 15 hari. Dapat terjadi
reaksi anafilaktoid walaupun jarang dan tidak rutin di gunakan.
Keadaan hipoalbuminemi dapat bersamaan dengan hipovolemi, edema,
dan ascites di berikan albumin 20%.
2. Dekstran
Dekstran merupakan polimer polisakarida dalam dekstrosea 5% atau
NaCl 0,9% dengan berat molekul 40.000. dekstran dengan cepat di
keluarkan oleh ginjaldan dapat membentuk kompleks dengan
fibrinogen sehingga menyebabkan koagulopati. Dua bentuk dekstran :
dekstran 40 dan dekstran 70. Dekstran 40 lebih sering di gunakan dan
terdapat kemungkinan alergi.
3. Hemasel
Hemasel mengandung kalsium 10kali lebih banyak 6,3 mmol/l, dan
kalium 5,1mmol/l. pemberian dalam jumlah banyak tidak di anjurkan
karena menyebabkan defek koagulasi dan tidak mempengaruhi fungsi
ginjal. Pemberian dalam jumlah besar dalam bentuk gelatin kompleks
dapat menyebabkan kebocoran pada kapiler dan menyebabkan edema
paru.
Kristaloid Koloid
Keunggulan 1. lebih mudah tersedia dan murah 1. ekspansi volume plasma tanpa
1. Dopamin
Dopamin sering digunakan pada pasien dengan syok septik,
baik hanya dopamin saja maupun dikombinasi dengan obat inotropik
lainnya. Dopamin berguna dalam fungsi vasodilatornya untuk perfusi
end-organ seperti pembuluh darah di ginjal maupun di intestinal
dengan dosis rendahnya (2-5 mcg/kg/min IV). Pada dosis intermediet
(5-10 mcg/kg/min IV) obat ini dapat meningkatkan kontraktilitas
miokard bersama dengan efek obat agonis-beta1. Pada dosis tinggi (10-
20 mcg/kg/min IV), obat ini dapat meningkatkan vasokonstriksi perifer
dan meningkatkan tekanan darah sentral.
2. Epinefrin
Epinefrin menstimulasi kedua reseptor alfa dan beta, sehingga
dapat meningkatkan kontraktilitas miokard dan meningkatkan
vasokonstriksi perifer. Dosis pemberian biasanya diawali dengan 0.1
mcg/kg/min IV. Pada kasus berat, pasien dapat menerima 2-3
mcg/kg/min IV atau lebih.
3. Dobutamin
Dobutamin merupakan agen inotropik murni, dengan efek
beta-1 agonis yang dapat meningkatkan kontraktilitas jantung.
Obat ini juga dapat memberikan efek beta-2 ringan, yaitu
vasodilatasi perifer yang akan mengurangi tahanan vaskuler
sistemik dan afteload, juga dapat meningkatkan perfusi jaringan.
Karena itu, dobutamin merupakan obat yang cukup baik bagi
pasien dengan syok kardiogenik dengan tujuan untuk
meningkatkan kontraktilitas otot jantung. Dobutamin jarang
menyebabkan disritmia ventrikular dibandingkan dengan epinefrin.
Dosis pemberian awal adalah 5 mcg/kg/menit IV dan dapat
ditingkatkan perlahan-lahan hingga 20 mcg/kg.menit IV.
4. Norepinefrin
Norepinefrin merupakan agonis alfa yang dapat
memberikan efek vasokonstriksi perifer dan meningkatkan
tahanan vaskular perifer. Efek utamanya adalah sebagai pressor
agent untuk meningkatkan tekanan darah di sekitar muka pada
keadaan syok setelah diberikan terapi cairan.
Dopamine 2.5-20 + + +
mcg/kg/min
Norepinephrine 0.05-2 + ++ ++
mcg/kg/min
Epinephrine 0.05-2 ++ ++ +
mcg/kg/min
Phenylephrine 2-10 - ++ ++
mcg/kg/min
mcg/kg/min
5. Glukosa
Bayi dan anak-anak memiliki simpanan glikogen yang
terbatas yang dapat cepat berkurang pada keadaan syok
sehingga terjadi hipoglikemia. Karena glukosa merupakan
substrat yang penting, maka harus segera dilakukan
pemeriksaan kadar glukosa pada pasien syok. Apabila
didapatkan kadar gula yang rendah maka berikan dextrosa IV.
Dosis pemberian dextrose adalah 0.5-1 gr/kg IV. Dextrosa
sangat baik diberikan secara IV.
6. Sodium Bikarbonat
bikarbonat dalam penatalaksanaan syok masih
kontroversial. Dalam keadaan syok, terjadi asidosis yang akan
mengganggu kontraktilitas miokardium dan fungsi optimal dari
katekolamin. Namun, pemberian bikarbonat akan
memperburuk keadaan asidosis intraselular karena sodum
bikarbonat hanya mengkoreksi asidosis serum. Hal ini
disebabkan karena ion bikarbonat tidak dapat melewati
membran sel semipermiabel. Sehingga, asidosis dalam serum
ditambah dengan bikarbonat akan menyebabkan produksi
karbondioksida dan air, seperti yang terdapat pada persamaan
Henderson-Hasselbach. Apabila karbondioksida yang
meningkat tidak dikeluarkan melalui ventilasi, maka
karbondioksida ini akan masuk ke dalam sel dan terjadi reaksi
Henderson-Hasselbach namun dalam arah yang sebaliknya dan
meningkatkan asidosis intraselular. Asidosis intraselular ini
akan menyebabkan penurunan kontraktilitas otot jantung
(Cingolan, 1985; Pannier,1968). Selain itu, pemberian
bikarbonat akan menyebabkan hipernatremia dan
hiperosmolalitas. Oleh karena itu, asidosis yang terjadi pada
keadaan syok dapt dikoreksi dengan meningkatkan perfusi
dengan pemberian cairan tambahan dan penggunaan obat-
obatan kardiotropik dibarengi dengan ventilasi yang optimal.
Pada pasien dengan syok persisten dengan kehilangan
bicarbonat yang terus menerus (misalnya pada diare),
pemberian bikarbonat secara hati-hati dapat diindikasikan.
7. Kalsium
Kalsium merupakan mediator coupling reaksi eksitasi-
kontraksi dalam sel, termasuk sel jantung. Syok dapat
menyebabkan perubahan dalam kadar ion kalsium serum.
Pemberian produk darah (yang mengandung sitrat) dapat
mengikat kalsium bebas, sehingga dapat menyebabkan
penurunan kadar kalsium. Karena itu, pemberian kalsium
berguna pada pasien syok dengan hipkalsemia. Pemberian
kalsium juga diindikasikan untuk pasien syok yang disebabkan
oleh aritmia akibat hiperkalemia, hipermagnesemia, atau
toksisitas calcium channel bloker. Kalsium dapat diberikan
dalam bentuk kalsium glukonat atau kalsium klorida. Kalsium
klorida merupakan obat terpilih pada kasus syok, karena
kalsium klorida memiliki efek yang dapat lebih meninggikan
dan mempertahankan kadar kalsium dalam darah. Dosis yang
direkomendasikan adalah 10-20mg/kg (0,1- 0,2 ml/kg kalsium
klorida 10%) IV, dimasukan bersama cairan ifus dengan
kecepatan tetesan tidak lebih dari 100mg/menit IV.
BAB III
KESIMPULAN
1. Frankel LR, Kache S. Shock. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HD,
Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 18. Philadelphia:
W.B. Saunders Company; 2007. h.413-20.
2. McNutt S, Denninghoff KR, Temdrup T. Shock: rapid recognition and appropriate
ED intervention. Emerg Med Pract 2000;2:1-24.
3. McKiernan CA, Lieberman SA. Circulatory shock in children: an overview. Pediatr
Rev 2005;26:451-9.
4. Bierley J, Carcillo JA, Choong K, Cornell T, DeCaen A, Deymann A, et al. Clinical
practice parameters for hemodynamic support of pediatric and neonatal septic shock:
2007 update from the American College of Critical Care Medicine. Crit Care Med
2009;37:666-85
5. Yager P, Noviski N. Shock. Pediatr Rev 2010;31:3119
6. Arikan AA, Citak A. Pediatric shock. Signa Vitae. 2008;3:13-23
7. Pedoman Diagnosa dan Terapi Berdasarkan Gejala dan Keluhan. Prosedur Tetap
Standar Pelayanan Medis IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1997.
8. Soegijanto S, et all. Demam Berdarah Dengue. Pedoman Diagnosa dan Terapi
Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1994.
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku
Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 1985. p.607-21.