Anda di halaman 1dari 15

ETIKA BISNIS ISLAM

SIFAT-SIFAT TERPUJI DAN TERCELA DALAM BISNIS


MENURUT PERSPEKTIF ISLAM

Disusun Oleh:

Disusun oleh:

Evi Wulandari 1113081000009


Rifka Indi 1113081000014
Winda Sari
Maya Asmara 1113081000017

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
MANAJEMEN
2015
A. Sifat-Sifat Terpuji Mukminin
1. Khauf artinya takutkan Allah SWT, takutkan kemurkaanNya dengan memelihara din
dan melakukan perkara-perkara yang ditegah.
2. Zuhud artinya bersih atau suci hati dari berkehendakkan lebih dari keperluannya serta
tidak bergantung kepada makhluk lain. Hatinya sentiasa mengingati bahawa harta
yang dimilikinya adalah sebagai amanah dari Allah.
3. Sabar artinya tabah atau cekal menghadapi sesuatu ujian yang mendukacitakan.
4. Syukur artinya menyedari bahawa semua nikmat yang diperolehinya baik yang lahir
mahupun batin semuanya adalah dari Allah dan merasa gembira dengan nikmat itu
serta bertanggungjawab kepada Allah.
5. Ikhlas artinya mengerjakan amal ibadat dengan penuh ketaatan serta semua perbuatan
yang dilakukan semata-mata mengharapkan keredhaan Allah, bukan kerana tujuan
lain.
6. Tawakal artinya berserah diri kepada Allah dalam melakukan sesuatu rancangan.
7. Mahabbah artinya kasihkan Allah dan hatinya sentiasa cenderung untuk berkhidmat
dan beribadat kepadaNya serta bersungguh-sungguh menjaga diri dan jauhkan dari
melakukan maksiat.

B. Sifat-Sifat Tercela Mukminin


1. Syarhul Thaa’am artinya gemar kepada makan atau makan terlalu banyak.
2. Syarhul Kafam artinya gemar kepada bercakap yang sia-sia, percakapan yang tidak
berfaedah kepada dunia dan akhiratnya.
3. Gha’dhab artinya bersifat pemarah dan cepat melenting walaupun kesilapan berlaku
pada perkara yang kecil.
4. Hasad artinya dengki akan nikmat yang ada pada orang lain serta suka jika orang itu
susah.

C. Sifat-Sifat Terpuji Berbisnis Menurut Perspektif Islam


1. Kejujuran
Di antara nilai transaksi yang terpenting adalah kejujuran. Ia merupakan puncak
moralitas iman dan karakteristik yang paling menonjol dari orang-orang beriman.
Bahkan, kejujuran merupakan karakteristik para nabi. Tanpa kejujuran kehidupan
agama tidak akan berdiri tegak dan kehidupan dunia tidak akan berjalan baik.
Sebaliknya, kebohongan adalah pangkal cabang kemunafikan dan ciri orang-orang
munafiq.

2
Cacat pasar perdagangan di dunia kita dan yang paling banyak memperburuk
citra perdagangan adalah kebohongan, manipulasi, dan mencampuraduk kebenaran
dengan kebatilan, baik secara dusta dalam menerangkan spesifikasi barang dagangan
dan mengungulkannya atas yang lainnya, dalam memberitahukan tentang harga
belinya atau harga jualnya kepada orang lain maupun tentang banyaknya pemesanan
dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, sifat pedagang yang diridhai Allah adalah kejujuran. Selain itu,
Nabi menempatkan pedagang yang jujur sejajar dengan para Nabi, syuhada dan
orang-orang shalih. Dalam sebuah hadits dikatakan:
“Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya (penuh amanat) adalah bersama para nabi,
orang-orang yang membenarkan risalah nabi (shiddiqin) dan para syuhada (orang
yang mati syahid).” (HR. at-Tarmidzi dan di-hasan-kannya, dari Abu Sa’id al-Khudri
(1209)).
2. Amanat
Konsekuensi amanat adalah mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya baik
sedikit ataupun banyak, tidak mengambil lebih banyak yang ia miliki, dan tidak
mengurangi hak orang lain baik berupa hasil penjualan, fee, jasa, atau upah buruh.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya.” (an-Nisa’: 58).
Dalam perdagangan ada yan dikenal dengan istilah “perdagangan atas dasar
amanat” seperti praktek pembiayaan perdagangan atas dasar Murabahah. Pedagang
harus berterus terang kepada pembeli dengan praktek pengadaan barang dagangan
dari harga dan pembiayaan tanpa menambah atau memanipulasi.
Perdagangan yang paling membutuhkan sikap amanat adalah perihal syirkah
(praktek investasi atas dasar bagi hasil musyarakah/ perjanjian usaha antar dua atau
beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya pada suatu proyek),
mudharabah (perjanjian usaha antar pemilik modal dengan pengusaha, tempat pemilik
modal menyediakan dana yang diperlukan, dan pengusaha mengelola usaha), wakalah
(jasa keuangan dalam bentuk mewakili nasabah seperti dalam pembukaan L/C), dan
sebagainya dari berbagai perjanjian usaha yang salah satu pihak menyerahkan urusan
kepada pihak lain.

3
3. Keadilan
Keadilan dalam berbisnis sangat perlu diutamakan, mengingat dengan
mengutamakan keadilan aktivitas berbisnis menjadi lancar, mengingat tidak ada satu
orang pun yang merasa tercurangi, dan Islam sangat menjunjung tinggi nilai keadilan.
Lawan kata dari keadilan adalah kedzaliman. Islam telah mengharamkan setiap
hubungan dagang dan kontrak-kontrak bisnis.
Allah Swt. berfirman: “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah
mengharamkan kedzaliman atas diri-Ku dan Aku telah menjadikannya di antara kamu
sekalian sebagai hal yang diharamkan, maka janganlah kamu saling mendzalimi.”
Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil dan membenci orang-orang yang
berbuat dzalim, bahkan melaknat mereka. Firman-Nya: “Ingatlah, kutukan Allah atas
orang-orang dzalim.”
Oleh karena itu, Islam melarang ba’i al-gharar (jual beli yang tidak jelas sifat-
sifat barang yang ditransaksikan) karena mengandung unsur ketidakjelasan yang
membahayakan salah satu pihak yang melakukanb transaksi. Halk itu akan menjadi
suatu kedzaliman terhadapnya.
4. Memenuhi Takaran dan Timbangan dengan Adil
Di antara keadilan yang diwajibkan oleh Allah adalah memenui takaran dan
timbangan secara adil. Perintah ini berulah-ulang dalam Al-Qur’an.
“Dan sempurnakanlah tgakaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya.” (Al-
An’am: 152).
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Al-
Isra’: 35).
5. Toleransi
Dalam berbisnis juga sangat diperlukansisikap tolera untuk memudahkan
dalam aktivitas berbisnis, dan ini juga merupakan sifat yang dikedepankan dalam
berbisnis yang islami.

D. Berbisnis Sebagai Sarana Toleransi, Ukhuwah, dan Shadaqah


1. Toleransi
Diantara nilai-nilai moral yang dituntut di sini adalah sikap tenggang rasa (toleransi),
memanfaatkan, dan menghindari tindakan sewenang-wenang, menyulitkan,ekspoitasi,

4
nilai-nilai yang mendominasi dunia perdagangan yang berkembang pada umumnya, dan
yang sangat menguasai pasar terutama di bawah penindasan kapitalisme yang rakus dan
kejam yang tidak mengenal tujuan kecuali keuntungan dan tidak mengenal cara kecuali
menjatuhkan (pesaing)

Dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi saw. Bersabda, “Semoga Allah merahmati seorng
hamba yang toleran ketika menjual, toleran ketika membeli, dan toleran ketika menuntuk
hak.” (HR Bukhari dan Ibnu Majah ( al-Muntaq: 976)

2. Menjaga Hak-Hak Persaudaraan


Diantara nilai-nilai yang di tuntut pula di sini adalah menjaga hak-hak ukhuwah. Jika
pasar kapitalkan harga tawaran dan tidak mengnal perasaan, tidak memasukkan
pertimbangan-pertimbangan moral ke dalam bidang ekonomi, hanya nagka-angka dan
keuntungan semata-mata yang menjadi factor penentu, maka islam memperhatikan hal
tersebut dan sekaligus tidak mengabaikannya. Oleh karena itu, jika sebagian orang telah
sepakat pada suatu transaksi, penjualan telah setujui untuk menjual dan pembeli pun telah
setuju untuk membeli, meskipun belum terjadi ijab Kabul (teken kontrak perjanjian) ,
maka disini islam melarang orang lain untukj dating berusaha merebut transaksi tersebut
dengan menambah harga tawaran dan membujukan penjualan untuk meninggalkan
kesepakatan yang pertama.

Dalam hal ini Rasulullah saw. Bersabda, “Janganlah seseorang membeki atas
pembelian (barang yang sudah disepakati untuk dibeli) saudaranya dan janganlah
meminang pinangan saudaranya.” (hr.Muttafaq ‘Alaih dari Abu dari Abu Hurairah, Shahih
al-Jami’ ash-Saghir (7591)

“Janganlah seseorang membeli atas pembelian saudaranya dan janganlah menawar


atas penawaran saudaranya.” (Hr.Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, shaih al-
jami’ash-shaghir (7601).

3. Shadaqoh yang Tidak Ditentukan

Dari Qois bin Abu Gharah, ia berkata, kami dulu di zaman Rasulullah saw dijuliki
“para calon” lalu Rasulullah saw melewati kami kemudian beliau menjuluki kami dengan
julukan yang lebih baik dari tiu, seraya mengatakan, “wahai para pedagang, sesungguhnya
jual beli itu tercampuri perkataan yang sia-sia dan sumpah maka campurilah perdagangan

5
tersebut dengan shadaqoh.” (HR Abu Daud (3326), at-Tirmidzi (1208), Nasa’I (3831), dan
Ibnu Majah (2145).

Shadaqoh ini tidak di tentukan jumlahnya melainkan diserahkan kepada hati nurani
seseorang mulim dalam menentukan jumlah dan waktunya. Imam Ibnu Hazm menjadikan
hadist ini sebagai alasan bagi tidak wajibnya zakat perniagaan. Seandainya wajib dizakati
sebagaimana di wajibkan dalam semua harta benda yang riil (tampak), kata Ibnu Hazm ,
niscaya Nabi saw memerintahkan kepada mereka dan tidak cukup dengan sabdanya, “
campurilah perniagaan tersebut dengan sedekah.”

E. Sikap Pedagang dalam Berbisnis Sebagai Bekal Menuju Akhirat


Di antara nilai-nilai yang tidak boleh dilalaikan adalah bahwa seorang Muslim dari
mengingat Tuhannya dan wajib melaksanakan kewajibannya, khususnya shalat yang
merupakan kontak abadi antara manusia dengan Allah.

Kepedulian seorang pedagang terhadap agamanya hanya bisa terwujudkan dengan


memelihara tujuh hal:

1. Meluruskan Niat
Yakni kebaikan niat dan aqidah di awal perniagaan. Hendaklah seorang manusia
meniatkan untuk menjaga diri agar tidak meminta-minta, menjaga diri dari kerakusan
terhadap apa yang menjadi milik orang lain karena mencukupkan diri dengan yang
halal, menjadikannya sebagai dukungan terhadap agama , dan demi melaksanakan
kewajiban mencukupi kebutuhan keluarga agar termasuk kelompok orang-orang yang
berjihad dengannya. Hendaklah seorang manusia berniat amar ma’ruf nahi munkar
dalam setiap apa yang dilihat di pasar. Jika telah mempersiapkan aqidah-aqidah ini
maka ia adalah seorang pekerja di jalan akhirat.
2. Melaksanakan Hal yang Penting Dalam Agama
Sesungguhnya berbagai usaha dan perniagaan jika dibiarkan bebas maka penghidupan
akan kacau dan kebanyakan makhluk akan binasa, sebab keteraturan urusan semua
pihak adalah dengan kerjasama semua pihak dan setiap kelompok melakukan suatu
pekerjaan. Seandainya semua orang melakukan satu pekerjaan maka aspek-aspek lain
akan terbengkalai dan mereka akan binasa. Di antara pekerjaan ada yang sangat
penting ada pula yang tidak terlalu diperlukan karena fungsinya sebagai kepuasan den
perhiasan di dunia. Karena itu, hendaknya seorang Muslim menyibukkan diri dengan

6
urusan yang penting agar dengan pekerjaan tersebut dapat mencukupi kaum Muslimin
dengan sesuatu yang penting dalam agama.
3. Memperhatikan Pasar Akhirat
Jangan sampai pasar dunia menghalangi dari pasar akhirat. Pasar akhirat adalah
masjid. Ketika mendengar adzan di tengah hari untuk shalat zhuhur dan ashar, maka
hendaklah seorang Muslim meninggalkan kesibukannya.
4. Senantiasa Melakukan Dzikrullah
Senantiasa melakukan dzikrullah di pasar dan tidak pernah berhenti membaca tahlil
dan tasbih. Karena dzikrullah di pasar di tengah orang-orang yang lalai adalah lebih
utama. Al-Hasan berkata, “Lakukanlah dzikrullah di pasar niscaya pada hari kiamat
akan dating kepadamu berupa cahaya seperti cahaya bulan purnama dan penerang
seterang sinar matahari. Barangsiapa meminta ampunan di pasar makan Allah
mengampuninya dengan pengampunan sebanyak jumlah penghuni pasar yang ada.
5. Rela Menerima dan Tidak Rakus
Abdullah bin Amer berkata, “Janganlah kamu menjadi orang yang pertama masuk
pasar dan jangan pula jadi orang yang terakhir keluar pasar, karena di dalam pasar
setan beranak pinak”. Demikianlah orang-orang shalih dari generasi salaf. Apabila
seorang dinatara mereka telah mendapatkan keuntungan satu daniq maka ia beranjak
dengan penuh rasa puas. Hammad bin Salmah pernah menjual buah-buahan, apabila
sudah mendapatkan keuntungan dua buah maka ia meninggalkan pasar.
6. Menghindari Syubhat
Tidak hanya menjauhi yang haram, seorang Muslim hendaknya menjauhu hal-hal
yang syubhat dan keraguan. Seorang pedagang seharusnya memperhatikan siapa yang
dihadapinya. Seorang Muslim tidak seharusnya membantu orang-orang yang zalim,
pengkhianat, pencuri atau memakan riba.
7. Muraqabah dan Muhasabatun Nafsi
Hendaknya seorang Musllim mencermati semua cara dan bentuk muamalah kepada
setiap orang, karena setiap Muslim diawasi dan dihisab. Hendaklah ia menyiapkan
jawaban untuk hari perhitungan dan hukuman atas setiap perbuatan dan perkataan.
Sesungguhnya dikatakan bahwa seorang pedagang akan dipertemukan pada hari
kiamat dengan orang yang pernah bermuamalah dengannya kemudian masing-masing
dihisab sesuai dengan perbuatannya.

7
F. Sifat-Sifat Tercela Berbisnis Menurut Perspektif Islam
1. Pemalsuan dan penipuan
Iklan palsu dan sikap penipuan para penjual merupakan contoh yang tidak baik. Islam
sangat melarang memalsu dan menipu karena dapat menyebabkan kerugian, kezaliman,
serta dapat menimbulkan permusuhan dan percekcokan. Kejujuran dan kebenaran
merupakan nilai yang terpenting sehubung dengan hal tersebut, penipuan, sikap
mengekploitasi orang lain yang tidak bersalah dan orang yang jahil atau membuat
pernyataan palsu merupakan perbuatan yang dilarang.
Rasulallah juga pernah bersabda, “Penipuan ini juga jalan ke neraka, dan siapa yang
melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan cara hidup islam akan mendapatkan
kutukan.” (Bukhari : kitab jual beli)

“Umat islam merupakan saudara satu sama lainnya. Seorang islam tidak dibenarkan
menjual suatu barang kepada orang lain jika barang itu tidak sempurna dan ia tidak
mengatakan ketidak sempurnaan barang tersebut.” (Ibnu majah : Bab ‘perniagaan’)

Rasulallah bersabda, “pembeli dan penjual memiliki kebebasan untuk membataskan


urusan jual beli kecuali jika mereka memiliki persetujuan satu sama lain. Jika mereka
bersikap jujur dan benar, jual beli itu akan mendatangkan kebaikan bagi mereka. Jika
mereka tidak berterus terang dan saling berbohong, maka kebaikan perjanjian jual beli
tidak akan mereka capai.” (Bukhari : kitab jual beli)

2. Sistem jual beli yang mencurigakan dan meragukan


Aspek yang berkaitan erat dengan penipuan dan ketidakjujuran merupakan hal-hal
yang terdapat didalam sistem jual beli yang tidak menentu. Dalam jual beli ini, salah
seorang pembeli dan penjual akan mengalami kerugian. Kerugian ini tidak kelihatan dan
tidak dapat diramalkan.
“Rasulallah SAW melarang jual beli yang disertai dengan lemparan batu dan
melarang jual beli yang meragukan dan mengandung penipuan.” (Muslim : kitab Al-
buyu’)
“Rasulallah SAW melarang menjual anak yang dikandung oleh ibunya. Larangan ini
bukan saja berlaku bagi anak binatang yang merupakan hasil kandungan induknya, juga
anak yang masih dalam kandungan ibunya juga dilarang untuk diperjualbelikan sebab,
barang yang diperjualbelikan itu tidak kelihatan dan belum tentu ada.” (Muslim : kitab Al-
buyuq)

8
Hazat omar telah dikabarkan pernah mengatakan :
“Janganlah menjual atau membeli ikan dalam air karena sesungguhnya hal tersebut
merupakan penipuan, jual beli yang meragukan.” (Abu yusuf : kitab Al-kharaj)
Alasan dibalik larangan ini karena jual beli sering melibatkan ketidakpastian dan
kekaburan. Islam mempunyai prinsip agar jual beli dapat ditentukan terlebih dahulu agar
kedua belah piahak yang saling berhubungan dapat menentukan terlebih dahulu apakah
mereka akan mendapatkan keuntungan ataupun kerugian. Kurangnya informasi mengenai
hal-hal yang terdapat dalam proses jual beli akan mendatangkan sifat keraguan dan
ketidakpastian dan ini akan menghapuskan sifat adil dalam perdagangan tersebut.
Pakar hukum islam yang terkenal, ibnu hazam, telah menyatakan prinsip ini seperti
berikut, “Tidak seharusnya kita mengadakan transaksi jual beli terhadap sesuatu barang
tertentu yang tidak diketahui oleh penjualnya, meskipun ia diketahui oleh pembelinya;
begitu juga dengan barang yang tidak diketahui oleh pembelinya meskipun ia diketahui
oleh penjualnya. Jual beli yang demikian tidak diizinkan karena kedua belah pihak tidak
mengetahui dengan jelaspersoalan yang mereka hadapi.” (Ibnu Hazm : Al-Muhalla)
Persoalan yang lain yang berkaitan dengan prinsip ini termasuk pelanggaran untuk
menebang pohon buah-buahan yang belum masak dan belum saatnya untuk dipetik, atau
membeli gandum yang belum saatnya untuk dituai.
3. Perdagangan yang berbentuk perjudian
Perdagangan yang berbentuk perjudian yang semata-mata mendasarkan diri pada
spekulasi yang melibatkan resiko dan ketidakpastian, merupakan bentuk perdagangan
yang berbeda dengan perdagangan lainnya, dan hal ini akan diterangkan secara terpisah.
Karena perdagangan ini termasuk perdagangan yang meragukan, namun ia dikutuk oleh
islam sebagi suatu bentuk perdagangan yang asing dan tidak dibenarkan.
“Sesungguhnya minuman keras (khamar), berjudi, menyembah berhala, mngundi
nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
perbuatan itu agar kamu mendapatkan keuntungan.” (Surah Al-Maidah : ayat 90)
Ciri utama perjudian adalah bahwa kerugian atau keuntunganyang didapat tidak sesuai
dengan aspek kerja ekonomi, atau dianggap tidak memberikan sistem usaha yang
memadai. Perjudian semata-mata merupakan perdagangan tergantung pada nasib dan
penuh dengan tipu daya. Semua perdagangan yang mengandung tipu daya. Semua
perdagangan yang mengandung unsur ini dianggap sebagai perdagangan yang berbentuk
perjudian dan ia tidak disetujui oleh islam. Apapun manfaat atau keuntungan yang
diperoleh dari perjudian, ia dianggap sebagai penipuan tidak menguntungkan.

9
4. Perdagangan yang bersifat riba
Perdagangan yang adil harus bebas dari unsur riba. Jika penjual menawarkan harga
pada saat tertentu dan meminta harga yang lebih tinggi jika pembayaran dilakukan
dikemudian hari atau menerima harga yang lebih rendah jika pembayaran dilakukan
beberapa saat sebelum barang tersebut diserahkan kepada pembelinya, maka penjual itu
dianggap menjalankan perdagangan yang berbentuk riba. Perdagangan yang demikian
tidak dibenarkan dalam islam sebagaimana islam mengutuk peneriama dan pembayar
bunga.
Perdagangan jenis riba akan terjadi jika dua komoditi yang serupa tetapi tidak sama
kuantitasnya dalam hal kuantitasnya, atau dua komoditi yang sama tetapi tidak sama
kuantitasnya ditukarkan berdasarkan sistem barter. Ini disebut riba al-fazl dan tidak
dibenarkan dalam islam sebagaiman juga perdagangan yang melibatkan pembayaran
bunga. Bagaimanpun juga, persoalan riba al-fazl ini memiliki ruang lingkup yang
kompleks dan kita tidak banyak membicarakannya lebih jauh lagi.

5. Kebijaksanaan yang menggunakan sistem paksaan


“Janganlah kamu saling memakan harta sesama kamu dengan cara yang tidak benar,
kecuali jika melalui perdagangan yang kamu setujui.” (Surah An-Nisa : ayat 29)
Rasulullah telah melarang sesorang membuat perjanjian dengan seseorang yang lain
secara paksaan. (bahwa seseorang tidak boleh memaksa seorang yang lain untuk
mengadakan perjanjian).”
Kebebasan untuk membuat pilihan dan keinginan untuk melakukan hal yang benar
tanpa dicampuri oleh hal-hal yang bersifat paksaan senantiasa harus dijalankan oleh semua
pihak dalam semua aktivitas perdagangan. Paksaan secara langsung atau tidak dalam
bidang ekonomi dan politik merupakan hal yang biasa dalam perdagangan modern.
Terjalinnya persatuan maupun tidak dikalangan buruh biasanya merupakan sasaran dari
sistem paksaan ini. Monopoli dan monopsony biasanya membuat kontak yang
menggantungkan bagi perusahaan dan biasanya juga dibuat dalam bentuk paksaan, baik
secara implisit maupun eksplisit.
Pembelian yang dilakukan secara terpaksa yang dilakukan oleh sebuah Negara pada
masa-masa sulit, atau jika Negara tersebut berhak membeli dahulu sesuatu bahan
kebutuhan harus diberi perhatian juga. Beberapa tujuan masyarakat yang lebih penting,
atau kepentingan individu yang utama telah membenarkan pengecualian ini, dan ia dapat

10
dipahami jika diikuti oleh suatu kajian yang terinci mengenai hal-hal yang terkait
didalamnya.
6. Monopoli
Islam telah mengharamkan “monopoli” yang merupakan salah satu dari dua unsur
penopang kapitalisme yang rakus dan otoriter. Monopoli adalah menahan barang untuk
tidak berada di pasar supaya naik harganya. Semakin besar dosa orang yang melakukan
jika praktek monopoli tersebut dilakukan secara kolektif dimana para pedagang barang-
barang jenis tertentu bersekongkol untuk memonopolinya. Demikian juga seorang
pedagang yang memonopoli satu jenis tertentu dari barang dagangan untuk keuntungan
dirinya sendiri dan menguasai padar sekehendaknya.

Rasulullah saw:

“ Barangsiapa memonopoli maka ia akan berdosa” (HR Muslim, Abu Dawud, at-
Tirmidzi, ia men-shahih-kannya, dan Ibnu Majah, al Muntaqa:999)

Kata inilah yang dipakai oleh Al-Qur’an untuk mengencam orang-orang yang
melampaui batas dan berbuat semena-mena.

Rasulullah saw: bersabda,

“Barangsiapa memonopoli bahan makanan selama empat puluh hari, maka


sesungguhnya ia telah terlepas diri dari Allah dan Allah pun berlepas darinya.” (HR
Ahmad dalam Musnad Ibnu Umar, di-shahih-kan Ahamd syakir (no 488), dan al-‘Iraqi
dalam Takhrij Ahadist al-Ihya’ (II/72) ).

Ali ra berkata, “Barangsiapa memonopoli bahan makanan selama empat puluh hari
niscaya hatinya menjadi keras”.

Sebabnya adalah karena ia hanya memperhatikan kepentingsn diri sendiri dan tidak
menghiraukan bahaya yang menimpa masyarakat. Setiap kali terjadi penurunan harga, dia
merasa sakit dan menderita. Tetapi setiap kali mendengan berita kenaikan harga, dia
merasa senang dan gembira.karena itu, tidak ayal lagi rasa kasih sayang pasti akan lenyap
dari hatinya dan terjangkiti oleh egoisme dan kekesatan hati.

11
 Barang-Barang yang Haram di Monopoli

Para ahli fiqih berbeda pendapat sekitar dua hal yaitu jenis barang apa yang haram
di monopoli dan kapankah di haramkannya monopoli.

Diantara ahli fiqih ada dua batas pengharaman monopoli pada bahan makanan
pokok saja. Berkata Iman al-Gazali, “adapun selain bahan makanan pokok dan yang
tidak termaksut penopang bahan selain bahan makanan pokok seperti obat-
obatan,jamu-jamuan,wewangian dan sebagainya maka tidak terkena larangan meskipun
termasuk barang yang di makan. Adapun yang menopang bahan makanan pokok seperti
daging, buah-buahan dan apasaja yang kadang-kadang dapat mengantikannya fungsi
bahan makanan pokok meskipun tidak dapat di jelaskan dengannya maka hal ini perlu
dikaji.diantara para ukama ada yang menolak pengharaman monopoli pada
mentega,keju,madu,biji-bijian, dan sebagainya yang dianggap diluar lingkup bahan
makanan pokok.

Dari perkataan al-Gazali ini dapat dipahami bahwa mereka menganggap bahwa
makanan pokok terbatas pada bahan makanan yang kering,seperti roti,beras tanpa
lemak, dan lauk, bahkan mentega, minyak, biji-bijian dan sebagainya dianggap diluar
kategori bahan makanan pokok. Konsoderan pelarangan tersebut juga menguatkan hal
itu, yakni membahayakan umum akibat penumpukan dan penahana barang dagangan
karena kebutuhan manusia tidak hanya kepada makanan saja, khususnya di zaman kita.
Manusia juga membutuhkan makanan dan minum, berpakaian dan bertempat
tinggal,belajar, berobat, bergerak dan berkomunikasi dengan yang lainnya melalui
berbagai saran transportasi dan komunikasi.

Imam Abu Yusuf berpendapat bahwa: “ setiap barang yang penahanannya


membahayakan orang adalah monopoli.”

Semakin meningkat kebutuhan orang terhadap barang tersebut semakin besar pula
dosa orang yang memonopolinya, terutama adalah bahan makanan. Terutama lagi
bahan makanan yang mendesak.

12
 Waktu Diharamkannya Monopoli

Demikian pula silang pendapat tentang waktu yang diharamkan pada monopoli.
Diantara para ulama ada yang menolak pelarangan di semua waktu tanpa membedakan
kesempitan dan kelonggaran waktu, berdasarkan keumuman larangan dan praktek
orang-orang wara’ dari kaum salaf yang melaksanakan pelarangan umum untuk
memonopoli.

Al-Gazali berkata:” dan boleh jadi pelarangan monopoli tersebut dikhususkan pada
waktu persediaan bahan makanan sangat sedikit sementara orang-orang sangat
membutuhkannya, sehingga tindakan menangguhkan penjualan akan menimbulkan
bahaya. Namun jika bahan makanan berlimpah ruah dan orang tidak begitu
membutuhkan dan menginginkannya kecuali dengan harga yang rendah, kemudian
pemilik bahan makanan menunggu perubahan kondisi itu dan tidak mengunggu sampai
peceklik, maka tindakan ini tidak termasuk tindakan yang membahayakan tersebut.jika
masanya adalah masa peceklik dalam penimbunan madu, lemak,dan sebagainya
terdapat unsur yang membahayakan, maka patutnya diputuskan untuk di larang(di
haramkan). Penentuan haram tidaknya tindakan menangguhkan penjualan bahan
makanan pokok dikembalikan kepada ada tindaknya unsure membahayakan ini, karena
merupakan hal yang difahami dari pengkhususkan pelarangan monopoli dan makanan.
Jika tidak ada unsur yang membahayakan, maka memonopoli bahan makanan pokok ini
tidak lupa dari hukum makruh karena ia menantikan prinsip-prinsip bahaya (kenaikan
harga) adalah terlarang seperti menantikan datangnya bahaya itu sendiri di bawah
tingkatan tindakan membahayakan secara langsung. Tingkat bahaya ini akan
menentukan tingkat keharaman dan kemakruhan tindakan monopoli yang di jakukan”.

Diriwayatkan dari sebagian ulama salaf bahwa ia berada di kota Wasith dan
menyiapkan satu kapal bermuatan gandum menuju kota Bashrah. Ia menulis pesan
kepada perwakilannya (agennya): “ juallah bahan makanan ini pada hari memasuki kota
Bashrah dan jarang menundanya sampai esok harinya.” Lalu tibalah kapal itu di
Bashrah dengan mendapatkan harta yang sangat bagus. Berkatalah para pedagang
kepaadanya: “kalau kamu menangguhkan penjualannya dalam jangaka satu pecan (satu
jum’at) niscaya kamu mengeruk keuntungan yang berlipat darinya.” Lalu ia
menangguhkannya dan merauk keuntungan yang berlipat . kemudian ia menulis berita
kepada temannya (pemilik bahan makanan) memberitahukan hal itu. Lalu pemilik

13
bahan makanan mengirim surat kepadanya seraya mengatakan: “ apa-apaan ini,
sesungguhnya kami telah puas dengan keuntungan yang sedikit disertai dengan
keselamatan agama kami sedangkan kamu telah menyalahi hal itu.kami tidak suka
merauk keuntungan yang berlipat darinya dengan kehilangan moral agama.
Sesungguhnya kamu telah berbuat kejahatan pada kami!!. Jika telah sampai kepadamu
suratku ini maka ambillah semua harta (uang) lalu shadaqahkanlah kepada kaum faqir
miskin kota Bashrah, dan mudah-mudahan saya selamat dari dosa monopoli sebersih-
bersihnya, tidak ada tanggungan dosa atasku dan tidak ada keuntungan monopoli
bagiku.”

14
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai