Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

INKONTINENSIA URINE POST PARTUM

Di buat

Oleh:

FADIL ASHARI EKA SAPUTRA (2118028)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

GEMA INSAN AKADEMIK

MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul “INKONTINENSIA
URINE POST PARTUM” pada waktu yang telah ditentukan.

Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya
kami, mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari teman-
teman pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Harapan, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi perkembangan dunia
keperawatan.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................

DAFTARISI......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................

A. Lata Belakang.......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan ................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................

A. Definisi ...............................................................................................
B. Penyebab dan Faktor Resiko.................................................................
C. Terapi dan Penatalaksanaan.................................................................

BAB III PENUTUP ..........................................................................................

A. Kesimpulan ........................................................................................
B. Saran ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Melemahnya kekuatan otot dasar panggul (ODP) dapat menyebabkan
berbagai gejala yangmengganggu kualitas hidup dan merupakan masalah
umum pada wanita dalam fungsi reproduksi, bukan hanya karena
perubahan anatomi ODP dalam kehamilan dan proses persalinan, namun
juga karena trauma yang terjadi pada proses tersebut. Trauma dasar
panggul selama persalinan sekarang diketahui sebagai faktor etiologi
utama terhadap gangguan ODP seperti inkontinensia urin, prolaps organ
pelvis dan inkontinensiafekal. Hampir 50% wanita yang pernah
melahirkan akan menderita prolaps organ genitourinaria, 40% akan
disertai dengan inkontinensia urin dan sekitar 4,2% akan mengalami
inkontinensia fekal. Evaluasi kekuatan ODP merupakan parameter yang
penting dalam pokok persoalan klinik dan ilmiah sehubungan dengan
kelemahan dasar panggul.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan rerata selisih kekuatan otot dasar panggul
sebelum dan sesudahpersalinan spontan antara kelompok inkontinensia
urindengan kelompok normal?
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui perbedaan rerata selisih kekuatan otot dasar panggul
sebelum dan sesudahpersalinan spontan antara kelompok inkontinensia
urin dengan kelompok normal.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Kehamilan dan persalinan akan menyebabkan dasar panggul melemah
atau rusak sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Pada proses
persalinan, otot-otot dasar panggul mengalami tekanan langsung dengan
bagian terbawah janin, bersamaan dengan tekanan ke bawah yang
berasal dari tenaga meneran ibu. Banyak wanita mengalami kebocoran
urine yang tidak dapat dikendalikan akibat cedera saat melahirkan.
Kondisi-kondisi pada ibu postpartum yang mengganggu pengontrolan
urine meliputi inkontinensia urine stres, inkontinensia urine desakan,
trigonitis, sistisis, kondisi patologis pada kordaspinalis, dan abnormalitas
traktus urinarius kongenital. Komplikasi lain yang bisa timbul akibat
proses persalinan adalah retensi urine.
Retensi urine memberikan gejala gangguan berkemih, termasuk
diantaranya kesulitan buang air kecil; pancaran kencing lemah, lambat,
dan terputus-putus; ada rasa tidak puas, dan keinginan untuk mengedan
atau memberikan tekanan pada suprapubik saat berkemih. Perubahan
fisiologis pada kandung kemih yang terjadi saat kehamilan berlangsung
merupakan predisposisi terjadinya retensi urine satu jam pertama sampai
beberapa hari postpartum.
Retensi urin merupakan fenomana yang biasa terjadi pada ibu
postpartum. Hal ini disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah
penekanan kepala janin ke uretra dan kandung kemih yang menyebabkan
edema. Distensi yang disebabkan akan berlangsung selama sekitar 24
jam setelah melahirkan. Namun kemudian karena penumpukan cairan
yang terjadi, secara perlahan akan terjadi pengeluaran cairan secara
besar-besaran yang biasa disebut inkontinensia.
Inkontinensia urin menurut International ContinenceSociety didefinisikan
sebagai keluarnya urin secara involunter yang menimbulkan masalah
sosial dan higiene serta secara objektif tampak nyata. International
ConsultationonIncontinence membagi klasifikasi inkontinensia urine
menjadi 6, yaitu : Inkontinensia urine desakan, inkontinensia urine
stress , inkontinensia urine campuran, Inkontinensia urine berlebih,
Nokturnal Enuresis, PostMicturitionDribbling dan Incontinenciacontinua.
Masalah berkemih yang paling umum dalam kehamilan dan pascapartum
adalah inkontinensia urine stress. The International ContinenceSociety
(ICS) mendefinisikan inkontinensia urine stres sebagai keluhan pelepasan
involunter saat melakukan aktivitas,  saat bersin dan pada waktu batuk.
Inkontinensia urine stres terjadi akibat peningkatan tekanan intra
abdomen yang tiba-tiba (misalnya, tekanan mendadak yang timbul akibat
bersin atau batuk). Sedangkan inkontinensia urine desakan disebabkan
oleh gangguan pada kandung kemih dan uretra. Kedua jenis
inkontinensia ini merupakan tipe yang paling sering terjadi pada ibu
postpartum. Terkadang muncul gejala campuran dari kedua tipe
inkontinensia ini, yang disebut juga dengan inkontinensia urine
campuran.

B. PENYEBAB DAN FAKTOR RISIKO


Setiap kelahiran dapat menyebabkan kerusakan pada otot dasar panggul.
Pada saat kepala bayi keluar dari vagina, tekanan yang terjadi pada
kandung kemih, uretra dan terlebih pada otot dasar panggul serta
penyokongnya dapat merusak struktur ini. Sobekan atau tekanan yang
berlebihan pada otot, ligamentum, jaringan penyambung dan jaringan
syaraf akan menyebabkan kelemahan yang progresif akibat kelahiran
bayi.Wanita yang melahirkan dengan forcep, ekstraksi vakum atau
melhirkan bayi dengan berat badan > 4000 gr akan mengalami resiko
peningkatan inkontinensia urin. Persalinan seperti ini memiliki tendensi
terjadinya peningkatan kerusakan saraf dasar panggul.
Kelainan struktur atau fungsi otot dasar panggul akan menyebabkan
timbulnya prolapsus organ panggul, disfungsi seksual, sindrom nyeri
panggul kronis dan inkontinensia urin serta fekal. Kebanyakan disfungsi
dasar panggul (terutama prolapsus organ panggul inkontinensia urin dan
fekal) dihubungkan dengan kerusakan dasar panggul selama persalinan
pervaginam.
Pada 24 jam pertama setelah melahirkan akan terjadi retensi urin yang
disebabkan oleh edema trigonium, diphorosis dan depresi dari sphincter
uretra. Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4
jam pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera
dipasang dower kateter selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat
berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu
> 200 ml maka kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka
kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam kemudian , bila volume urine <
200 ml, kateter dibuka dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti
biasa.
Setelah retensi teratasi dan plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen
akan menurun sehingga menyebabkan hilangnya peningkatan tekanan
vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah
akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi
kelebihan cairan. Keadaan ini disebut dengan diuresis pasca partum.
Diuresis pada ibu dengan disfungsi dasar panggul akan memudahkan
terjadinya inkontinensia urin pada ibu postpartum. Hal ini diperburuk oleh
penambahan berat badan yang harus disokongnya. Etiologi dari
Inkontinensia Urinstress tidak begitu dimengerti, namun trauma pada
saat kelahiran bayi merupakan penyebab potensial terhadap kejadian.
Ada pandangan umum bahwa sepertiga dari seluruh ibu yang telah
memiliki anak, menderita gangguan ini, mulai dari seluruh ibu yang telah
memiliki anak, menderita gangguan ini, mulai dari kondisi ringan sampai
berat pada masa pascanatal.sebanyak 59% dari wanita Irlandia
pascapartum mengalami gejala inkontinensia. Dalam sebuah penelitian
tahun 1990, ditemukan fakta 80% ibu primipara yang telah menjalani
persalinan per vaginam dari hasil pemeriksaan elektromiografik
memperlihatkan terjadinya reinervasi otot dasar panggul pada minggu ke-
8 pascapartum.
Inkontinensia yang sering terjadi pada ibu postpartum adalah
inkontinensia urine stres. Inkontinensia urine stres (SUI) adalah keluarnya
urine dari uretra pada saat terjadi peningkatan tekanan intaabdominal.
Terjadinya inkontinensia ini karena faktor sfingter (uretra) yang tidak
mampu mempertahankan tekanan intrauretra  pada saat tekanan
intravesika meningkat atau saat kandung kemih terisi. Peningkatan
tekanan intraabdominal dapat dipacu oleh batuk, bersin, tertawa,
berjalan, berdiri, atau mengangkat benda berat.Kebanyakan kasus
inkontinensia stress berespons terhadap program latihan dasar panggul
(KegelExercise) pada masing-masing individu. KegelExercise sudah
terbukti mampu mengatasi masalah inkontinensia urin. Seluruh ibu yang
mengalami gejala inkontinensia urin yang menetap setelah minggu ke-12
harus dianjurkan untuk mendapatkan rujukan ahli fisioterapi kesehatan
wanita, baik melalui pelayanan harian umum, atau sebagai seorang
konsultan, karena ibu harus dikaji dan diberi saran yang tepat dalam
melakukan latihan dasar panggul.

C. TERAPI DAN PENATALAKSANAAN


Hal yang penting dalam menilai wanita dengan inkontinensia urine adalah
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap.19 Pemeriksaan
awal tidak selalu diagnostik, tetapi informasi yang didapat akan
menuntun klinisi dalm memilih test diagnostik yang diperlukan. Pada
umumnya keluhan penderita yaitu:

 Kencing keluar pada waktu batuk, tertawa, bersin dan latihan.


 Keluarnya kencing tidak dapat ditahan.
 Kencing keluar menetes pada keadaan kandung kencing penuh.
Pemeriksaan fisik yang lengkap meliputi pemeriksaan abdomen, vaginal,
pelvis, rektal dan penilaian neurologis. Pada pemeriksaan abdomen bisa
didapatkan distensi kandung kemih, yang menunjukkan suatu
inkontinensia luapan, dan dikonfirmasi dengan kateterisasi. Inspekulo bisa
tampak prolaps genital, sistokel dan rektokel. Adanya urine dalam vagina
terutama pasca histerektomi mungkin mengetahui adanya massa pelvis.

Test sederhana dapat dikerjakan setelah pemeriksaan fisik untuk


membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya. Test Q-tip
(thecottonswabtest)16, merupakan test sederhana untuk menunjukan
adanya inkontinensia stres sejati. Penderita disuruh mengosongkan
kandung kemihnya, urine ditampung. Kemudian spesimen urine diambil
dengan kateterisasi. Jumlah urine dari kencing dan kateter merupakan
volume kandung kemih. Volume residual menguatkan diagnosis
inkontinensia luapan. Spesimen urine dikirim ke laboratorium.

Test diagnostik lanjut yaitu sistourethroskopi dan diagnostik imaging.


Sistourethroskopi dikerjakan dengan anestesi umum maupun tanpa
anestesi, dapat dilihat keadaan patologi seperti fistula, ureter ektopik
maupun divertikulum. Testurodinamik meliputi uroflowmetri dan
sistometri. Sistometri merupakan test yang paling penting, karena dapat
menunjukan keadaan kandung kemih yang hiperaktif, normal maupun
hipoaktif. Diagnostik imaging meliputi USG, CT scan dan IVP yang
digunakan untuk mengidentifikasi kelainan patologi (seperti fistel/tumor)
dan kelainan anatomi (ureter ektopik).

Test tambahan yang diperlukan untuk evaluasi diagnostik yaitu


PessaryPadTest. Penderita minum 500 ml air selama 15 menit untuk
mengisi kandung kemih. Setelah ½ jam, penderita melakukan latihan
selama 45 menit dengan cara : berdiri dari duduk (10 kali), batuk (10
kali), joging di tempat (11 kali), mengambil benda dari lantai (5 kali), dan
mencuci tangan dari air mengalir selama 1 menit. Test positif bila berat
Pad sama atau lebih besar dari 1g. Test ini dapat menunjukan adanya
inkontinesia stres hanya bila tidak didapatkan kandung kemih yang tidak
stabil.23

Pada umumnya terapi inkontinensia urine adalah dengan cara operasi.


Akan tetapi pada kasus ringan ataupun sedang, bisa dicoba dengan terapi
konservatif. Latihan otot dasar panggul adalah terapi non operatif yang
paling populer, selain itu juga dipakai obat-obatan, stimulasi dan
pemakaian alat mekanis.11,15,16,17

1. Latihan Otot Dasar Pinggul (PelvicFloorExercises)


Kontinensia dipengaruhi oleh aktifitas otot lurik urethra dan dasar
pelvis. Fisioterapi meningkatkan efektifitas otot ini. Otot dasar
panggul membantu penutupan urethra pada keadaan yang
membutuhkan ketahanan urethra misalnya pada waktu batuk.
Juga dapat mengangkat sambungan urethrovesikalkedalam
daerah yang ditransmisi tekanan abdomen dan berkontraksi
secara reflek dengan peningkatan tekanan intraabdominal,
perubahan posisi dan pengisian kandug kemih.
Pada inkompeten sfingter uretra, terdapat hilangnya transmisi
tekanan abdominal pada uretra proksimal. Fisio terapi membantu
meningkatkan tonus dan kekuatan otot lurik uretra dan periuretra.
Pada kandung kemih neurogrik, latihan kandung kemih
(bladdertraining) telah menunjukan hasil yang efektif.11 Latihan
kandung kemih adalah upaya melatih kandung kemih dengan cara
konservatif, sehingga secara fungsional kandung kemih tersebut
kembali normal dari keadaannya yang abnormal.
2. Obat-obatan
a. Alfa Adrenergik Agonis
b. Efedrin
c. Phenylpropanololamine
d. Estrogen
3. Stimulasi Elektrik
Metode ini paling sedikit diterima dalam terapi walaupun sudah
rutin digunakan selama 2 dekade. Prinsip stimulasi elektrik adalah
menghasilkan kontraksi otot lurik uretra dan parauretra dengan
memakai implant/non-implant (anal atau vaginal) elektrode untuk
meningkatkan tekanan uretra. Aplikasi stimulasi dengan kekuatan
rendah selama beberapa jam per hari selama beberapa bulan.
Terdapat 64 % perbaikan penderita dengan cara implant, tapi
metode ini tidak populer karena sering terjadi efek mekanis dan
morbiditas karena infeksi. Sedang stimulasi non-implant terdiri
dari generator mini yang digerakkan dengan baterai dan dapat
dibawa dalam pakaian penderita dan dihubungkan dengan
elektrode anal/vaginal. Bentuk elektrode vaginal : ring,
Hodgepessary, silindris.
4. Alat Mekanis (MechanicalDevices)
Tampon : Tampon dapat membantu pada inkontinensia stres
terutama bila kebocoran hanyaterjadi intermitten misal pada
waktu latihan. Penggunaan terus menerus dapat menyebabkan
vagina kering/luka.
Edward Spring : Dipasang intravagina. Terdapat 70 % perbaikan
pada penderita dg inkontinensia stres dengan pengobatan 5
bulan. Kerugian terjadi ulserasi vagina.
BonnassDevice: Terbuat dari bahan lateks yang dapat ditiup. Bila
ditiup dapat mengangkat sambungan urethrovesikal dan urethra
proksimal.
Penatalaksanaan stres inkontinensia urine secara operatif dapat
dilakukan dengan beberapa cara meliputi :
1. Kolporafi anterior
2. Uretropeksiretropubik
3. Prosedur jarum
4. Prosedur sling pu
5. Periuretralbulkingagent
6. Tension vaginal tape (TVT)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang
tidakterkendaliatau terjadi diluar keinginan. Jika Inkontinensia urin terjadi
oleh kelainaninflamasi(sistitis), mungkin sifatnya hanya sementara.
Namun jika kejadian ini timbulkarenakelainan neurologi yang serius
(paraplegia), menunggu besar sifatnya akanpermanen(Brunner &
Suddarth, 2002. hal: 1471). Variasi dari inkontinensia urinmeliputikeluar
hanya beberapa tetes urin saja sampai benar-benar banyak,
bahkanterkadangjuga istirahat inkontinensia alvi (pulih menunggu
feses).Urineinkontinensialebih sering terjadi pada wanita yang sudah
tidak pernah melahirkan dari yangbelumtidak pernah melahirkan
(nulipara). Hal ini terjadi karena keberadaan perubahan ototdanfasia di
dasar panggul.Daripengkajian yan gdilakukan pada klien maka prioritas
diagnosa kep erawatanpadakasus diatas adalah:
1.Inkontinensia air seni menekankan berhubungan dengan tekanan
intraabdomen tinggiditandaidengan -melaporkan rembesan sukarela
sedikit air seni pada saattertawa,bersin, dan batuk
2.Ketidakseimbangan nutrisi > kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupanberlebihandalam dipertimbangkannya dengan kebutuhan
metabolisme ditandai dengan beratbadan20% di atas tinggi dan sejauh
tubuh ideal (TB : 144 cm, BB : 70 kg, BMI :33,75kg)
3.Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
ditandaidenganperasaan tidak nyaman dan pikiran

B. Saran

Diharapkan pelajar agar-agar bisa meningkatkan pengetahuannya


tentangmacam-macampenyakit Terutama pada sistem urinarius dan
jugameningkatkankemampuan dalam pembuatan asuhan keperawatan
pada pasienkhususdengan inkontinensia.
DAFTAR PUSTAKA

Purnomo, Dasar-dasar Urologi. FK>Brawijaya, Malang 2003; 106-119.

Bhatia NN, Bergman A. pessaryTest in womenWithurinaryIncontinence.


ObstetGynecol 1985 ; 65 : 220-225.

Horbach NS, Blanco JS, Ostergard DR, Bent AE, Cornella JL. A Suburethral Sling
ProcedureWithPolytetrafluoroethylenefortheTreatmentofGenuineStressIncontinen
ce in PatientsWith Low UrethralClosurePressure. ObstetGynecol 1988 ; 71 : 648-
652.

Morgan JE, Farrow GA, Stewart FE. The Marlex Sling


OperationfortheTreatmentofRecurrentStressUrinaryIncontinence : A 16-years
review. Am J ObstetGynecol 1985 ; 151 : 224-226.

Junizaf. Buku Ajar Uroginekologi. FK.UI. Jakarta, 2002 ; 90-96.

Josoprawiro. Inkontinensia Urin dan Gejala Uroginetal Terkait Pada Wanita Usia
Lanjut. PIT X, Padang. 30Juni-3Juli 1997

Anda mungkin juga menyukai