Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Proses Validasi Metal Detector
dalam Rangka Pengendalian Critical Control Point pada PT XYZ adalah benar
karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, $SULO 2017
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) is a food safety system that
is applied by means of hazard analysis and control of biological, chemical, and
physical. Validation can be regarded as a way to ensure that the applications of
control measures will be able to control hazards up to their acceptable limits.
Studies conducted aiming to validate and ensure that the use of metal detectors in
the process of biscuit production at PT XYZ is able to reduce the danger to the
limits acceptable. CCP 35 is one of critical control point (CCP) that assigned by PT
XYZ. Validation is based on the types of hazards are CCP 35 i.e physical danger.
Validation is done by passing the product containing the bola to the metal detector
and then analyzed by the method of FRR (false rejection rate) and POD (probability
of detection). Critical limits for CCP is the size of 1.5 mm for ferrous, 2 mm for
non-ferrous and 2.5 mm for stainless steel. FRR and POD value of four metal
detector is tested at the size of 1.5 mm, 2.0 mm and 2.5 mm were 0% and 100%.
Metal detector MD1, MD2, MD3 and MD4 already meet the critical limit.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam tugas akhir yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Juni 2016 di PT
XYZ ialah “PROSES VALIDASI METAL DETECTOR DALAM RANGKA
PENGENDALIAN CRITICAL CONTROL POINT PADA PT XYZ”
Tersusunnya skripsi ini tidak luput dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu
terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr selaku
pembimbing akademik, Ir. Sutrisno Koswara dan Dr. Faleh Setia Budi, S.T, M.T
selaku Dosen Penguji, ibu Shanty Bernadet Halim selaku Manager Quality Control
yang telah banyak memberi saran, Bapak Rianto BD Banjarnahor, Ibu Dewi Aprita,
Bapak Soni A, Ibu Purwari beserta staf departemen Quality yang telah banyak
membantu saya selama menjalani magang di PT XYZ, Papa, Mama, Kaka, Adik,
serta seluruh keluarga tercinta atas segala doa dan kasih sayangnya, Amelia partner
magang saya, Gempur dan Febrian yang telah banyak membantu selama pembuatan
skripsi ini serta teman teman ITP 49 yang mendukung saya selama pengerjaan
skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
HACCP 2
Metal detector 3
Biskuit 5
METODOLOGI 6
Waktu dan Tempat Penelitian 6
Metode Penelitian 6
Persiapan alat dan Sampel Produk 7
Pelaksanaan Proses validasi 7
Analisis data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
False rejection rate 9
Probability of Detection 10
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12
LAMPIRAN 14
RIWAYAT HIDUP 18
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Skema mesin metal detector 4
2 Diagram Alir Kegiatan Penelitian 6
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pengamatan metal detector MD1 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel 14
2 Hasil pengamatan metal detector MD2 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel 15
3 Hasil pengamatan metal detector MD3 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel 16
4 Hasil pengamatan metal detector MD4 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel 17
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perlindungan bahan pangan dari bahaya fisik dalam sistem Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) dilakukan dengan mengidentifikasi potensi
sumber kontaminasi dan penilaian dari jenis benda asing yang berhubungan dengan
tingkat keseriusannya (The Institute of Food Science & Technology Trust Fund
2013). Produk yang dihasilkan oleh PT XYZ keamanannya dijamin dengan
penerapan sistem HACCP dilakukan dalam proses produksinya. Di dalam
penerapan sistem HACCP terdapat tahap penentuan Critical Control point (CCP),
dimana CCP merupakan suatu tahapan proses pada pengolahan pangan dimana
pengendalian dapat dilakukan sehingga bahaya pada produk pangan dapat dicegah,
dihilangkan atau dikurangi sampai pada batas yang dapat diterima (Bryan 1992).
Salah satu CCP yang ditetapkan oleh PT XYZ adalah CCP metal detector
(CCP 35). CCP ini merupakan CCP yang diakibatkan terdapatnya materi asing
(logam berat) pada produk biskuit. Pada PT XYZ batas kritis untuk CCP 35 adalah
batas pendeteksian minimal bahan ada pada batas 1.5 mm untuk ferrous, 2 mm
untuk benda yang non-ferrous dan 2.5 mm untuk stainless steel. Kontaminan logam
berat biasanya berasal dari bahan baku, barang-barang pribadi (pulpen, perhiasan,
jepit rambut), pada saat maintenance dan proses pengolahan selama produksi
berlangsung (Mettler-Toledo 2016).
Kontaminasi logam berat pada produk PT XYZ dicegah dengan
menggunakan instrumen metal detector pada line produksinya. Alat pendeteksi
logam (metal detector) merupakan suatu pertahanan terakhir dalam rangka
mencegah kontaminasi bahaya fisik dalam pangan sebelum produk mencapai
konsumen. Alat metal detector pada lini produksi PT XYZ sudar tua dan
kemampuan deteksinya berkurang. PT XYZ ingin memperbaharui instrumen metal
detector tersebut agar hasil deteksi yang diperoleh lebih akurat dan presisi.
Perubahan instrumen metal detector pada PT XYZ akan menyebabkan terjadinya
perbedaan kinerja pada instrumen dan berdampak pada laju produksi pada PT XYZ.
Oleh karena itu perlu dilakukan validasi pada instrumen baru tersebut agar tidak
mengganggu laju produksi pada PT XYZ.
Validasi merupakan cara untuk memastikan bahwa suatu tindakan
pengendalian, jika nantinya diterapkan, akan mampu mengendalikan bahaya
sampai pada batasan yang dapat diterima. Adapun tujuan dilakukannya validasi
adalah untuk mengidentifikasi parameter proses yang kritis, menetapkan batas
toleransi yang dapat diterima dari masing-masing parameter proses yang kritis,
memberi cara atau metode pengawasan terhadap proses yang kritis, dan menjamin
prosedur produksi yang aman.
Perumusan Masalah
Penggunaan instrumen metal detector yang baru pada alur produksi biskuit di
PT XYZ dapat memicu berbagai masalah seperti limit deteksi alat yang tidak
memenuhi CCP yang telah diajukan, nilai false rejection rate yang tinggi sehingga
dapat menyebabkan jumlah reject yang tinggi yang berarti merupakan
2
permasalahan keamanan pangan akibat malfungsi alat. Oleh karena itu, perlu
dilakukan validasi dari instrumen metal detector tersebut untuk memastikan
kemampuan instrumen tersebut dan menjamin keamanan dari produk yang lolos
inspeksi instrumen metal detector yang baru tersebut.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
HACCP
Metal Detector
Metal detector adalah salah satu alat yang paling banyak digunakan untuk
mengontrol benda asing di fasilitas pengolahan makanan. Metal detector seperti
aspek penting untuk keamanan pangan yang ditetapkan sebagai CCP dalam rencana
HACCP. Memahami bagaimana metal detector bekerja dan apa yang bisa metal
detector tersebut lakukan adalah kunci untuk memastikan bahwa metal detector
digunakan secara efektif dan memberikan hasil yang konsisten dan dapat
diandalkan (Bonnie Biegel 2008).
Seperti pada gambar 1, tiga kumparan koaksial diatur pada jarak seragam.
Setiap koil adalah loop satu putaran. Sebuah arus sinusoidal dipasok ke loop
transmisi dari osilator. Loop penerima terhubung ke penguat diferensial. Bila tidak
ada benda logam ada di dekatnya, tegangan output pada kedua loop penerima
adalah sama dan output pada penguat diferensial menjadi nol. Ketika gangguan
eksternal berimpitan dengan tegangan output pada loop penerima, output
diferensial juga menjadi nol, karena output diinduksi dari dua loop membatalkan
satu sama lain di amplifier. Ketika sepotong logam ada di sekitar tiga loop ini, arus
eddy diinduksi dalam lembaran logam karena medan magnet yang dihasilkan oleh
loop transmisi. medan magnet yang dihasilkan oleh arus eddy ini menginduksi
tegangan yang berbeda antara dua loop penerima, terutama karena jarak yang
berbeda antara benda logam dan setiap loop, menghasilkan tegangan output
diferensial. Deteksi benda logam dengan metode ini memanfaatkan perbedaan fase
antara output dari setiap loop transmisi dan penguat diferensial, selain amplitudo
pada amplifier. Tegangan output dari osilator dimasukkan ke komparator fase
melalui buffer amplifier impedansi tinggi. Demikian pula, tegangan output dari
penguat diferensial ini juga dimasukkan ke dalam komparator fase. Efek dari sifat
elektromagnetik dan ukuran potongan logam yang terdeteksi sebagai perubahan
amplitudo dan fase di diferensial yang tegangan output selain efek dari lokasi
masing-masing tiga loop. Sensitivitas dari detektor logam dapat lebih ditingkatkan
4
dengan deteksi tambahan dari sifat seperti dari benda logam (Sadao dan Hiroshi
2002).
Kepadatan materi dalam metal detector bukan merupakan faktor yang relevan.
Produk itu sendiri yang mungkin mengganggu medan magnet ketika melewati
metal detector; kondisi yang disebut “product effect”. Amplitudo sinyal ini
tergantung pada konduktivitas produk; terutama terjadi untuk produk yang
mengandung tingkat kelembaban tinggi (misalnya roti, selai atau keju) atau produk
dengan elemen ferrous (misalnya kakao). makanan beku biasanya konduktif,
namun pada suhu tertentu (beku) konduktivitas listrik ini menghilang. product
effect adalah kelemahan untuk kemampuan deteksi metal detector. Deteksi yang
efisien akan menghindari false reject dengan mengurangi Product effect, tanpa
mengurangi kemampuan deteksinya: solusi dasar terdiri dari mengubah ambang
sensitivitas lebih tinggi dari product signal, dan mengurangi sensitivitas deteksi
dalam rasio yang sama (Motarjemi dan Lelieveld 2014).
Proses pengujian metal detector dilakukan dengan menggunakan bola
kontaminan yang telah diberikan oleh perusahaan manufaktur mesin metal detector.
Hal ini dilakukan karena bola kontaminan telah dirancang sedemikian rupa untuk
pengujian metal detector (Clute 2009). Metal detector dapat digunakan pada tahap
5
Biskuit
Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak
dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat. Menurut BSN (1992) biskuit adalah
produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan
penambahan bahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan
tambahan pangan yang diizinkan. Produk ini merupakan produk kering yang
memiliki kadar air maksimum 5% (SNI 01-2973-1992). Konsumsi rata-rata kue
kering di kota dan pedesaan di Indonesia sebesar 0,40kg/perkapita/tahun (Subajo
2007). Menurut Saksono (2012), berdasarkan data asosiasi industri, tahun 2012
konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5-8% didorong oleh kenaikan domestik.
Biskuit umumnya memiliki umur simpan yang lama, hal ini dikarenakan kadar
airnya yang rendah. Namun, biskuit dapat menjadi mudah rusak jika terjadi migrasi
uap air dari lingkungan, mengingat biskuit merupakan matriks yang bersifat
higroskopis sehingga kadar airnya dapat meningkat jika terekspos udara selama
penyimpanan (Romani et al 2014).
Berdasarkan Badan Standar Nasional (SNI 01-2973-1992), biskuit yang
dihasilkan harus memenuhi standar syarat mutu yang telah ditetapkan seperti tabel
dibawah ini.
METODOLOGI
Metode Penelitian
Validasi alat metal detector yang digunakan pada PT XYZ meliputi tahap
persiapan alat dan sampel produk,pelaksanaan proses validasi, analisis data dan
validasi FRR serta penentuan POD. Berikut merupakan diagram alir penelitian
dapat dilihat lebih jelas pada gambar 1.
Pengujian Metal
Detector
Pencatatan dan
Analisis data
Analisis metal detector dilakukan pada 4 buah metal detector yaitu MD1,
MD2, MD3 dan MD4. Masing-masing metal detector dilalui cup (berisi 67 gram
produk) yang telah diberi oleh kontaminan logam berat berupa bola ferrous, non-
ferrous, dan stainless steel. Hasil keluaran dari detektor kemudian akan terbagi
menjadi dua aliran produk, yaitu correct reject (produk berisi bola -bola logam
yang melewati metal detector dan terdeteksi oleh metal detector) serta false reject
(produk berisi bola -bola logam yang melewati metal detector namun tidak
terdekteksi oleh metal detector) kemudian dicatat. Untuk correct reject diberi tanda
centang dan untuk false reject diberi tanda silang (lampiran 1 sampai 3).
Analisis data
False rejection rate (FRR) adalah rasio antara produk yang salah reject
dengan jumlah total keseluruhan produk. Nilai FRR ditetapkan pada kisaran nilai
yang dapat diterima yang secara ideal mendekati 0 %. Nilai FRR yang baik dan
dapat diterima oleh industri pada umumnya adalah sebesar 5:10,000 (0.05 %),
namun nilai ini tergantung dari masing-masing industri mengenai kisaran jumlah
reject yang dapat diatasi oleh industri tersebut. Nilai FRR menunjukkan
kemampuan suatu instrumen pendeteksi untuk mencapai standar proses yang telah
ditentukan (Motarjemi dan Lelieveld 2014). FRR dihitung dengan menggunakan
rumus :
(𝑅 − 𝑋)
𝐹𝑅𝑅 = 100 ×
𝑁
Nilai R adalah jumlah produk yang di reject oleh metal detector, X adalah jumlah
correct reject (produk berisi bola-bola logam yang melewati metal detector dan
terdeteksi oleh metal detector) dan N adalah jumlah produk. Pada penelitian ini,
setiap produk dimasukkan bola kontaminan sehingga nilai R sama dengan nilai N.
Nilai N sama untuk semua perlakuan yaitu 10.
Kinerja suatu instrumen pendeteksi juga dapat dinyatakan dalam nilai
probability of detection (POD). Probability of detection (POD) adalah
kemungkinan deteksi kontaminan dari ukuran tertentu, jenis dan posisi dengan
tingkat kepercayaan yang didefinisikan. Secara teori, nilai POD atau kemampuan
deteksi suatu instrumen tidak akan mencapai 100 % selama pengujian. Pada
8
Nilai X adalah jumlah correct reject (produk berisi bola -bola logam yang melewati
metal detector dan terdeteksi oleh metal detector) dan N adalah jumlah produk yang
terkontaminasi. Dalam hal ini nilai N sama untuk semua perlakuan yaitu 10.
9
Jenis yang umum dari kontaminan logam yaitu ferrous (besi), non-ferrous
(kuningan, tembaga, alumunium, timbal), dan berbagai jenis stainless steel
(magnetic dan non-magnetik) (Mettler-Toledo 2016). Dari ketiga jenis logam
tersebut, logam ferrous paling mudah untuk dideteksi. logam non-ferrous yang non-
magnetik, sehingga lebih sulit dideteksi karena gangguan hanya berasal dari medan
magnet induksi (arus eddy). Stainless steel adalah logam yang paling sulit untuk
dideteksi karena biasanya non-magnetik dan konduktor lemah (biasanya metal
detector akan mendeteksi stainless steel pada ukuran 1,5 sampai 2 kali lebih besar
dari logam ferrous) (Motarjemi dan Lelieveld 2014). Sedangkan menurut
Motarjemi dan Lelieveld (2014) pada tabel 2, kemampuan metal detector untuk
mendeteksi logam ferrous dan non-ferrous lebih baik dibanding logam stainless
steel. Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel 2, pada ukuran logam 1.5 mm
untuk logam ferrous,non-ferrous dan stainless steel terlihat bahwa metal detector
MD1, MD2, MD3 dan MD4 lebih baik dalam mendeteksi logam ferrous dan non-
ferrous dibandingkan dengan logam stainless steel.
paling bagus, dimana nilai FRR-nya 0 % paling banyak diantara metal detector
lainnya. Menurut Mettler-Toledo (2016) dan Motarjemi dan Lelieveld (2014)
logam ferrous lebih mudah untuk dideteksi dibandingkan logam non-ferrous dan
stainless steel. Berdasarkan tabel 3, dilihat dari bola ukuran 1.5 mm pada ketiga
logam, maka terlihat bahwa logam ferrous yang paling bagus nilai FRR-nya.
Semakin besar ukuran logam maka nilai FRR yang diperoleh juga semakin kecil.
Berdasarkan data tabel 4, pada logam ferrous, pada bola ukuran 0.8 mm dan
1 mm memiliki nilai POD rendah. Sedangkan pada bola ukuran 1.2 mm dan 1.5
11
mm nilai POD-nya tinggi, hanya pada bola ukuran 1.2 mm pada MD3 dan MD 4
nilai POD-nya 90 %. Untuk logam non-ferrous, seluruh bola memiliki nilai POD
yang tinggi. Hanya pada bola ukuran 1.5 mm pada MD1, nilai POD-nya 80 %, dapat
dilakukan pengulangan pada ukuran bola ini, karena pada MD lainnya nilai FRR-
nya sama yaitu 100 %. Sedangkan untuk logam stainless steel, nilai POD nya rata-
rata tinggi, hanya pada bola ukuran 1.5 mm nilai POD-nya rendah dan pada bola
ukuran 1.9 mm pada MD1 nilainya 0 %, dapat dilakukan pengulangan pada ukuran
bola ini, karena pada MD lainnya nilai FRR-nya sama yaitu 100 %.Menurut
Mettler-Toledo (2016) dan Motarjemi dan Lelieveld (2014) logam ferrous lebih
mudah untuk dideteksi dibandingkan logam non-ferrous dan stainless steel.
Berdasarkan tabel 4, dilihat dari bola ukuran 1.5 mm pada ketiga logam, maka
terlihat bahwa logam ferrous yang paling bagus nilai POD-nya.
Batas kritis untuk CCP 35 adalah pada ukuran 1.5 mm untuk ferrous, 2.0 mm
untuk non-ferrous dan 2.5 mm untuk stainless steel. FDA (2005) menemukan
bahwa benda asing dengan dimensi maksimum yang kurang dari 7 mm, jarang
menyebabkan cedera serius atau trauma kecuali dalam kelompok risiko khusus
seperti bayi, pasien operasi, dan orang tua. Berdasarkan data yang diperoleh dari
tabel 1 dan tabel 2 maka metal detector MD1, MD2, MD3 dan MD4 sudah
memenuhi batas kritis tersebut. Pada ukuran 1.5 mm untuk logam ferrous keempat
metal detector, yaitu 0 % untuk nilai FRR dan 100 % untuk nilai POD-nya. Begitu
juga dengan ukuran 2.0 mm pada logam non-ferrous dan ukuran 2.5 mm pada
logam stainless steel, sama-sama 0% untuk nilai FRR dan 100 % untuk nilai POD-
nya.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran 1. Hasil pengamatan metal detector MD1 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel
Bola Ferrous Bola Non-Ferrous Bola Stainless steel
10 √ √ √ √ √ √ √ √
9 √ √ √ √ √ √ √ √
8 √ √ √ √ √ √
ACCEPTED
7 √ √ √ √ √ √ √
NUMBER OF TEST SAMPLES
6 √ √ √ √ √ √ √ √
5 √ √ √ √ √ √ √
4 √ √ √ √ √ √ √
3 √ √ √ √ √ √
2 √ √ √ √ √ √ √
1 √ √ √ √ √ √ √
1 x x x x
2 x x x x
3 x x x x x
REJECTED
4 x x x x
5 x x x x
6 x x x
7 x x x x
8 x x x x x
9 x x x
10 x x x
mm 0.8 1.0 1.2 1.5 1.5 1.8 2.0 1.5 1.9 2.2 2.5
Keterangan :
1. Pada kolom accepted diberikan tanda centang (√) bila metal piece ukuran
tersebut dapat di deteksi dan terbuang dengan tepat oleh metal detector.
2. Pada kolom rejected di berikan tanda silang (x) bila metal piece ukuran
tersebut tidak dapat di deteksi dan tidak terbuang oleh metal detector.
Contoh perhitungan :
(𝑅 − 𝑋) (10 − 3)
𝐹𝑅𝑅 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 70 %
𝑁 10
𝑋 3
𝑃𝑂𝐷 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 30 %
𝑁 10
15
Lampiran 2 Hasil pengamatan metal detector MD2 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel
Bola Ferrous Bola Non-Ferrous Bola Stainless steel
10 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
9 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
ACCEPTED 8 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
7 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
NUMBER OF TEST SAMPLES
6 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3 √ √ √ √ √ √ √ √ √
2 √ √ √ √ √ √ √ √ √
1 √ √ √ √ √ √ √ √ √
1 x x
2 x x
3 x x
REJECTED
4 x
5 x
6 x
7 x
8 x
9 x
10 x
mm 0.8 1.0 1.2 1.5 1.5 1.8 2.0 1.5 1.9 2.2 2.5
Keterangan :
1. Pada kolom accepted diberikan tanda centang (√) bila metal piece ukuran
tersebut dapat di deteksi dan terbuang dengan tepat oleh metal detector.
2. Pada kolom rejected di berikan tanda silang (x) bila metal piece ukuran
tersebut tidak dapat di deteksi dan tidak terbuang oleh metal detector.
Contoh perhitungan :
(𝑅 − 𝑋) (10 − 7)
𝐹𝑅𝑅 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 30 %
𝑁 10
𝑋 3
𝑃𝑂𝐷 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 30 %
𝑁 10
16
Lampiran 3 Hasil pengamatan metal detector MD3 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel
Bola Ferrous Bola Non-Ferrous Bola Stainless steel
10 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
9 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
8 √ √ √ √ √ √ √
ACCEPTED
7 √ √ √ √ √ √ √ √
NUMBER OF TEST SAMPLES
6 √ √ √ √ √ √ √ √ √
5 √ √ √ √ √ √ √ √
4 √ √ √ √ √ √ √ √ √
3 √ √ √ √ √ √ √ √
2 √ √ √ √ √ √ √ √
1 √ √ √ √ √ √ √ √ √
1 x x
2 x x x
3 x x x
REJECTED
4 x x
5 x x x
6 x x
7 x x x
8 x x x x
9 x
10 x
mm 0.8 1.0 1.2 1.5 1.5 1.8 2.0 1.5 1.9 2.2 2.5
Keterangan :
1. Pada kolom accepted diberikan tanda centang (√) bila metal piece ukuran
tersebut dapat di deteksi dan terbuang dengan tepat oleh metal detector.
2. Pada kolom rejected di berikan tanda silang (x) bila metal piece ukuran
tersebut tidak dapat di deteksi dan tidak terbuang oleh metal detector.
Contoh perhitungan :
(𝑅 − 𝑋) (10 − 4)
𝐹𝑅𝑅 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 60 %
𝑁 10
𝑋 4
𝑃𝑂𝐷 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 40 %
𝑁 10
17
Lampiran 4 Hasil pengamatan metal detector MD4 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel
Bola Ferrous Bola Non-Ferrous Bola Stainless steel
10 √ √ √ √ √ √ √ √
9 √ √ √ √ √ √ √ √
ACCEPTED 8 √ √ √ √ √ √ √ √
7 √ √ √ √ √ √ √ √
NUMBER OF TEST SAMPLES
6 √ √ √ √ √ √ √ √
5 √ √ √ √ √ √ √ √
4 √ √ √ √ √ √ √ √
3 √ √ √ √ √ √ √
2 √ √ √ √ √ √ √ √
1 √ √ √ √ √ √ √ √
1 x x x
2 x x x
3 x x x x
REJECTED
4 x x x
5 x x x
6 x x x
7 x x x
8 x x x
9 x x x
10 x x x
mm 0.8 1.0 1.2 1.5 1.5 1.8 2.0 1.5 1.9 2.2 2.5
Keterangan :
1. Pada kolom accepted diberikan tanda centang (√) bila metal piece ukuran
tersebut dapat di deteksi dan terbuang dengan tepat oleh metal detector.
2. Pada kolom rejected di berikan tanda silang (x) bila metal piece ukuran
tersebut tidak dapat di deteksi dan tidak terbuang oleh metal detector.
Contoh perhitungan :
(𝑅 − 𝑋) (10 − 0)
𝐹𝑅𝑅 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 100 %
𝑁 10
𝑋 0
𝑃𝑂𝐷 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 0%
𝑁 10
18
RIWAYAT HIDUP