Anda di halaman 1dari 34

PROSES VALIDASI METAL DETECTOR DALAM RANGKA

PENGENDALIAN CRITICAL CONTROL POINT PADA PT XYZ

GOKLAS PARLINDUNGAN SIREGAR

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Proses Validasi Metal Detector
dalam Rangka Pengendalian Critical Control Point pada PT XYZ adalah benar
karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, $SULO 2017

Goklas Parlindungan Siregar


ABSTRAK
GOKLAS PARLINDUNGAN SIREGAR. PROSES VALIDASI METAL
DETECTOR DALAM RANGKA PENGENDALIAN CRITICAL CONTROL
POINT PADA PT XYZ. Dibimbing oleh BUDI NURTAMA.

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah sebuah sistem


keamanan pangan yang diaplikasikan dengan cara analisis dan pengontrolan bahaya
biologi, kimia, dan fisik. Validasi dapat dikatakan sebagai cara untuk memastikan
bahwa suatu tindakan pengendalian yang diterapkan akan mampu mengendalikan
bahaya sampai batasan yang dapat diterima. Studi yang dilakukan bertujuan untuk
memvalidasi dan memastikan bahwa penggunaan metal detector dalam proses
produksi biskuit pada PT XYZ mampu mengurangi bahaya sampai pada batasan
yang dapat diterima. CCP 35 merupakan salah satu Critical control point (CCP)
yang ditetapkan oleh PT XYZ. Validasi dilakukan berdasarkan jenis bahaya yang
terdapat pada CCP 35 yaitu bahaya fisik. Validasi dilakukan dengan melewatkan
produk berisi bola kontaminan ke metal detector kemudian dianalisis dengan
metode FRR (false rejection rate) dan POD (probability of detection). Batas kritis
untuk CCP 35 adalah pada ukuran 1.5 mm untuk ferrous, 2 mm untuk non-ferrous
dan 2.5 mm untuk stainless steel. Nilai FRR dan POD dari keempat metal detector
yang diuji sama pada ukuran 1.5 mm, 2.0 mm dan 2.5 mm yaitu 0% dan 100 %.
Metal detector MD1, MD2, MD3 dan MD4 sudah memenuhi batas kritis tersebut.

Kata kunci: HACCP, validasi, metal detector, CCP


ABSTRACT

GOKLAS PARLINDUNGAN SIREGAR. VALIDATION PROCESS OF METAL


DETECTOR IN ORDER TO CONTROL CRITICAL CONTROL POINT IN PT
XYZ. Supervised by BUDI NURTAMA.

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) is a food safety system that
is applied by means of hazard analysis and control of biological, chemical, and
physical. Validation can be regarded as a way to ensure that the applications of
control measures will be able to control hazards up to their acceptable limits.
Studies conducted aiming to validate and ensure that the use of metal detectors in
the process of biscuit production at PT XYZ is able to reduce the danger to the
limits acceptable. CCP 35 is one of critical control point (CCP) that assigned by PT
XYZ. Validation is based on the types of hazards are CCP 35 i.e physical danger.
Validation is done by passing the product containing the bola to the metal detector
and then analyzed by the method of FRR (false rejection rate) and POD (probability
of detection). Critical limits for CCP is the size of 1.5 mm for ferrous, 2 mm for
non-ferrous and 2.5 mm for stainless steel. FRR and POD value of four metal
detector is tested at the size of 1.5 mm, 2.0 mm and 2.5 mm were 0% and 100%.
Metal detector MD1, MD2, MD3 and MD4 already meet the critical limit.

Keywords: HACCP, validation, metal detector, CCP


PROSES VALIDASI METAL DETECTOR DALAM RANGKA
PENGENDALIAN CRITICAL CONTROL POINT PADA PT XYZ

GOKLAS PARLINDUNGAN SIREGAR

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam tugas akhir yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Juni 2016 di PT
XYZ ialah “PROSES VALIDASI METAL DETECTOR DALAM RANGKA
PENGENDALIAN CRITICAL CONTROL POINT PADA PT XYZ”
Tersusunnya skripsi ini tidak luput dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu
terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr selaku
pembimbing akademik, Ir. Sutrisno Koswara dan Dr. Faleh Setia Budi, S.T, M.T
selaku Dosen Penguji, ibu Shanty Bernadet Halim selaku Manager Quality Control
yang telah banyak memberi saran, Bapak Rianto BD Banjarnahor, Ibu Dewi Aprita,
Bapak Soni A, Ibu Purwari beserta staf departemen Quality yang telah banyak
membantu saya selama menjalani magang di PT XYZ, Papa, Mama, Kaka, Adik,
serta seluruh keluarga tercinta atas segala doa dan kasih sayangnya, Amelia partner
magang saya, Gempur dan Febrian yang telah banyak membantu selama pembuatan
skripsi ini serta teman teman ITP 49 yang mendukung saya selama pengerjaan
skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, $SULO 2017

Goklas Parlindungan Siregar


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
HACCP 2
Metal detector 3
Biskuit 5
METODOLOGI 6
Waktu dan Tempat Penelitian 6
Metode Penelitian 6
Persiapan alat dan Sampel Produk 7
Pelaksanaan Proses validasi 7
Analisis data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
False rejection rate 9
Probability of Detection 10
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12
LAMPIRAN 14
RIWAYAT HIDUP 18
DAFTAR TABEL

1 Syarat dan mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992 5


2 Ringkasan kapabilitas deteksi untuk metal detector dan X-Ray 9
3 Data FAR metal detector pada PT XYZ 10
4 Data POD metal detector pada PT XYZ. 10

DAFTAR GAMBAR
1 Skema mesin metal detector 4
2 Diagram Alir Kegiatan Penelitian 6

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pengamatan metal detector MD1 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel 14
2 Hasil pengamatan metal detector MD2 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel 15
3 Hasil pengamatan metal detector MD3 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel 16
4 Hasil pengamatan metal detector MD4 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel 17
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perlindungan bahan pangan dari bahaya fisik dalam sistem Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) dilakukan dengan mengidentifikasi potensi
sumber kontaminasi dan penilaian dari jenis benda asing yang berhubungan dengan
tingkat keseriusannya (The Institute of Food Science & Technology Trust Fund
2013). Produk yang dihasilkan oleh PT XYZ keamanannya dijamin dengan
penerapan sistem HACCP dilakukan dalam proses produksinya. Di dalam
penerapan sistem HACCP terdapat tahap penentuan Critical Control point (CCP),
dimana CCP merupakan suatu tahapan proses pada pengolahan pangan dimana
pengendalian dapat dilakukan sehingga bahaya pada produk pangan dapat dicegah,
dihilangkan atau dikurangi sampai pada batas yang dapat diterima (Bryan 1992).
Salah satu CCP yang ditetapkan oleh PT XYZ adalah CCP metal detector
(CCP 35). CCP ini merupakan CCP yang diakibatkan terdapatnya materi asing
(logam berat) pada produk biskuit. Pada PT XYZ batas kritis untuk CCP 35 adalah
batas pendeteksian minimal bahan ada pada batas 1.5 mm untuk ferrous, 2 mm
untuk benda yang non-ferrous dan 2.5 mm untuk stainless steel. Kontaminan logam
berat biasanya berasal dari bahan baku, barang-barang pribadi (pulpen, perhiasan,
jepit rambut), pada saat maintenance dan proses pengolahan selama produksi
berlangsung (Mettler-Toledo 2016).
Kontaminasi logam berat pada produk PT XYZ dicegah dengan
menggunakan instrumen metal detector pada line produksinya. Alat pendeteksi
logam (metal detector) merupakan suatu pertahanan terakhir dalam rangka
mencegah kontaminasi bahaya fisik dalam pangan sebelum produk mencapai
konsumen. Alat metal detector pada lini produksi PT XYZ sudar tua dan
kemampuan deteksinya berkurang. PT XYZ ingin memperbaharui instrumen metal
detector tersebut agar hasil deteksi yang diperoleh lebih akurat dan presisi.
Perubahan instrumen metal detector pada PT XYZ akan menyebabkan terjadinya
perbedaan kinerja pada instrumen dan berdampak pada laju produksi pada PT XYZ.
Oleh karena itu perlu dilakukan validasi pada instrumen baru tersebut agar tidak
mengganggu laju produksi pada PT XYZ.
Validasi merupakan cara untuk memastikan bahwa suatu tindakan
pengendalian, jika nantinya diterapkan, akan mampu mengendalikan bahaya
sampai pada batasan yang dapat diterima. Adapun tujuan dilakukannya validasi
adalah untuk mengidentifikasi parameter proses yang kritis, menetapkan batas
toleransi yang dapat diterima dari masing-masing parameter proses yang kritis,
memberi cara atau metode pengawasan terhadap proses yang kritis, dan menjamin
prosedur produksi yang aman.

Perumusan Masalah

Penggunaan instrumen metal detector yang baru pada alur produksi biskuit di
PT XYZ dapat memicu berbagai masalah seperti limit deteksi alat yang tidak
memenuhi CCP yang telah diajukan, nilai false rejection rate yang tinggi sehingga
dapat menyebabkan jumlah reject yang tinggi yang berarti merupakan
2

permasalahan keamanan pangan akibat malfungsi alat. Oleh karena itu, perlu
dilakukan validasi dari instrumen metal detector tersebut untuk memastikan
kemampuan instrumen tersebut dan menjamin keamanan dari produk yang lolos
inspeksi instrumen metal detector yang baru tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk memvalidasi penggunaan metal detector yang


baru sehingga diperoleh batas pendeteksian minimal pada batas 1.5 mm untuk
ferrous, 2 mm untuk benda yang non-ferrous dan 2.5 mm untuk stainless steel pada
alur produksi biskuit di PT XYZ

Manfaat Penelitian

Kegiatan yang dilakukan diharapkan dapat menjadi panduan bagi PT XYZ


dalam penggunaan instrumen metal detector baru sehingga dapat digunakan untuk
kegiatan produksi seperti sedia kala.

TINJAUAN PUSTAKA

HACCP

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah sebuah sistem


keamanan pangan yang diaplikasikan dengan cara analisis dan pengontrolan bahaya
biologi, kimia, dan fisik. Sistem ini juga meninjau dari bahan baku, pengadaan,
penanganan, proses, distribusi hingga konsumsi publik (FDA 2014).
HACCP dirancang untuk digunakan pada seluruh segmen industri makanan
dari penanaman, panen, pengolahan, produksi, distribusi dan penjualan makanan
untuk konsumsi. Pre-Requisite Program merupakan prosedur umum yang
berkaitan dengan suatu prasyarat dasar suatu operasi bisnis pangan untuk mencegah
kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan (Winarno 2004). Pre-
Requisite Program seperti current Good Manufacturing Practices (cGMPs)
merupakan landasan penting bagi pengembangan dan pelaksanaan rencana HACCP
yang sukses. Sistem keamanan pangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
HACCP telah berhasil diterapkan di pabrik pengolahan makanan, toko ritel
makanan, dan operasi pelayanan makanan.
Codex Alimentarius Commission mengadopsi sistem HACCP pada tahun
1993 dan kemudian pada tahun 1996 sistem HACCP telah disempurnakan.
Pedoman implementasi HACCP terbagi menjadi langkah-langkah penerapan yang
disusun secara sistematis menjadi 12 langkah, 12 langkah tersebut terdiri dari 5
langkah persiapan dan 7 prinsip HACCP (Darwis 2012). Winarno (2004) juga
memperkuat pernyataan tersebut, menurutnya aplikasi HACCP terdiri dari
penyusunan tim HACCP, deskripsi produk, identifikasi tujuan penggunaan,
menyusun diagram alir, verifikasi diagram alir, analisa bahaya dan tindakan
pencegahannya, menetapkan titik kendali kritis (CCP), menyusun batas kritis untuk
3

masing-masing CCP, menentukan prosedur pemantauan, menentukan prosedur


tindakan koreksi, prosedur verifikasi, dan membuat sistem pencatatan yang efektif.
Validasi adalah proses yang menunjukkan bahwa sistem HACCP yang
dirancang dapat mengontrol potensi bahaya untuk menghasilkan produk yang
aman. Validasi meliputi kegiatan yang dirancang untuk menentukan apakah seluruh
sistem HACCP berfungsi sebagaimana dimaksud. validasi dari sistem HACCP
melibatkan dua elemen yang terpisah yaitu desain dan eksekusi. Berdasarkan 9 CFR
417.4(a)(1), perusahaan diharuskan untuk mengumpulkan dua dokumpen
pendukung yang menunjukkan unsur-unsur ini terpenuhi. Dukungan ilmiah atau
teknis untuk desain sistem HACCP (desain) - yang adalah prinsip-prinsip teoritis,
saran ahli dari pengolahan otoritas, data ilmiah atau teknis, peer-review artikel
jurnal, program modeling patogen, atau informasi lain yang menunjukkan bahwa
tindakan pengendalian proses tertentu memadai dapat mencegah, mengurangi, atau
menghilangkan bahaya tertentu; dan validasi data in-plant (eksekusi) adalah
pengamatan in-plant, pengukuran, hasil tes mikrobiologi, atau informasi lain yang
menunjukkan tindakan pengendalian dalam sistem HACCP dapat melakukan
seperti yang diharapkan dalam pembentukan tertentu untuk mencapai tujuan
keamanan pangan yang dimaksudkan (FSIS 2015).

Metal Detector

Metal detector adalah salah satu alat yang paling banyak digunakan untuk
mengontrol benda asing di fasilitas pengolahan makanan. Metal detector seperti
aspek penting untuk keamanan pangan yang ditetapkan sebagai CCP dalam rencana
HACCP. Memahami bagaimana metal detector bekerja dan apa yang bisa metal
detector tersebut lakukan adalah kunci untuk memastikan bahwa metal detector
digunakan secara efektif dan memberikan hasil yang konsisten dan dapat
diandalkan (Bonnie Biegel 2008).
Seperti pada gambar 1, tiga kumparan koaksial diatur pada jarak seragam.
Setiap koil adalah loop satu putaran. Sebuah arus sinusoidal dipasok ke loop
transmisi dari osilator. Loop penerima terhubung ke penguat diferensial. Bila tidak
ada benda logam ada di dekatnya, tegangan output pada kedua loop penerima
adalah sama dan output pada penguat diferensial menjadi nol. Ketika gangguan
eksternal berimpitan dengan tegangan output pada loop penerima, output
diferensial juga menjadi nol, karena output diinduksi dari dua loop membatalkan
satu sama lain di amplifier. Ketika sepotong logam ada di sekitar tiga loop ini, arus
eddy diinduksi dalam lembaran logam karena medan magnet yang dihasilkan oleh
loop transmisi. medan magnet yang dihasilkan oleh arus eddy ini menginduksi
tegangan yang berbeda antara dua loop penerima, terutama karena jarak yang
berbeda antara benda logam dan setiap loop, menghasilkan tegangan output
diferensial. Deteksi benda logam dengan metode ini memanfaatkan perbedaan fase
antara output dari setiap loop transmisi dan penguat diferensial, selain amplitudo
pada amplifier. Tegangan output dari osilator dimasukkan ke komparator fase
melalui buffer amplifier impedansi tinggi. Demikian pula, tegangan output dari
penguat diferensial ini juga dimasukkan ke dalam komparator fase. Efek dari sifat
elektromagnetik dan ukuran potongan logam yang terdeteksi sebagai perubahan
amplitudo dan fase di diferensial yang tegangan output selain efek dari lokasi
masing-masing tiga loop. Sensitivitas dari detektor logam dapat lebih ditingkatkan
4

dengan deteksi tambahan dari sifat seperti dari benda logam (Sadao dan Hiroshi
2002).

Gambar 1 Skema mesin metal detector (Sadao dan Hiroshi 2002)

Kepadatan materi dalam metal detector bukan merupakan faktor yang relevan.
Produk itu sendiri yang mungkin mengganggu medan magnet ketika melewati
metal detector; kondisi yang disebut “product effect”. Amplitudo sinyal ini
tergantung pada konduktivitas produk; terutama terjadi untuk produk yang
mengandung tingkat kelembaban tinggi (misalnya roti, selai atau keju) atau produk
dengan elemen ferrous (misalnya kakao). makanan beku biasanya konduktif,
namun pada suhu tertentu (beku) konduktivitas listrik ini menghilang. product
effect adalah kelemahan untuk kemampuan deteksi metal detector. Deteksi yang
efisien akan menghindari false reject dengan mengurangi Product effect, tanpa
mengurangi kemampuan deteksinya: solusi dasar terdiri dari mengubah ambang
sensitivitas lebih tinggi dari product signal, dan mengurangi sensitivitas deteksi
dalam rasio yang sama (Motarjemi dan Lelieveld 2014).
Proses pengujian metal detector dilakukan dengan menggunakan bola
kontaminan yang telah diberikan oleh perusahaan manufaktur mesin metal detector.
Hal ini dilakukan karena bola kontaminan telah dirancang sedemikian rupa untuk
pengujian metal detector (Clute 2009). Metal detector dapat digunakan pada tahap
5

seperti bulk ‘in-process’ inspection dan finished product inspection. Keuntungan


penggunaan pada tahap bulk ‘in-process’ inspection yaitu menghilangkan logam
sebelum dapat dipecah menjadi potongan kecil, melindungi mesin pengolahan dari
kerusakan, dan mencegah produk dan kemasan terbuang karena di-reject oleh metal
detector. Sedangkan keuntungan ketika menempatkan metal detector pada tahap
finished product inspection adalah tidak ada bahaya kontaminasi berikutnya dan
memastikan dengan standar kualitas merek pada pengecer dan konsumen.
Kombinasi dari kedua tahap tersebut dapat menghasilkan perlindungan yang
optimum (Mettler-Toledo 2016).

Biskuit

Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak
dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat. Menurut BSN (1992) biskuit adalah
produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan
penambahan bahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan
tambahan pangan yang diizinkan. Produk ini merupakan produk kering yang
memiliki kadar air maksimum 5% (SNI 01-2973-1992). Konsumsi rata-rata kue
kering di kota dan pedesaan di Indonesia sebesar 0,40kg/perkapita/tahun (Subajo
2007). Menurut Saksono (2012), berdasarkan data asosiasi industri, tahun 2012
konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5-8% didorong oleh kenaikan domestik.
Biskuit umumnya memiliki umur simpan yang lama, hal ini dikarenakan kadar
airnya yang rendah. Namun, biskuit dapat menjadi mudah rusak jika terjadi migrasi
uap air dari lingkungan, mengingat biskuit merupakan matriks yang bersifat
higroskopis sehingga kadar airnya dapat meningkat jika terekspos udara selama
penyimpanan (Romani et al 2014).
Berdasarkan Badan Standar Nasional (SNI 01-2973-1992), biskuit yang
dihasilkan harus memenuhi standar syarat mutu yang telah ditetapkan seperti tabel
dibawah ini.

Tabel 1 Syarat dan mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992


No Kriteria Uji Klasifikasi
1. Air Maksimum 5%
2. Protein Minimum 9%
3. Lemak Minimum9.5%
4. Karbohidrat Minimum 70%
5. Abu Maksimum 1.6%
6. Logam berbahaya Negatif
7. Serat kasar Maksimum 0.5%
8. Kalori (Kal 100/gr) Minimum 400
9. Bau dan rasa Normal
10. Warna Normal
Sumber: Badan Standar Nasional (1992)
6

METODOLOGI

Waktu Dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan di PT XYZ di bawah pengawasan


departemen Quality System (QS). Kegiatan penelitian berlangsung selama 5 bulan,
mulai dari bulan Februari hingga Juni 2016. Waktu aktif kegiatan magang
dilaksanakan pada jam kerja normal (Senin – Jumat mulai pukul 08.00 – 17.00
WIB).

Metode Penelitian

Validasi alat metal detector yang digunakan pada PT XYZ meliputi tahap
persiapan alat dan sampel produk,pelaksanaan proses validasi, analisis data dan
validasi FRR serta penentuan POD. Berikut merupakan diagram alir penelitian
dapat dilihat lebih jelas pada gambar 1.

Persiapan alat dan


sampel

Pengujian Metal
Detector

Pencatatan dan
Analisis data

Nilai FRR setiap Nilai POD setiap


MD MD

Gambar 2 Diagram alir kegiatan Penelitian


7

Persiapan Alat dan Sampel Produk

Tahap persiapan sampel dilakukan dengan mengumpulkan produk biskuit


sebanyak 1 kemasan (67 g) untuk dilewatkan ke metal detector. Kemudian
mempersiapkan 4 jenis bola kontaminan berbahan ferrous dengan diameter
berukuran 0.8, 1.0, 1.2 dan 1.5 mm, 3 jenis bola berbahan non-ferrous dengan
diameter berukuran 1.5, 1.8 dan 2,0 mm, serta 4 jenis bola berbahan stainless steel
dengan diameter berukuran 1.5, 1.9, 2.2 dan 2.5 mm. Bola-bola kontaminan ini
berfungsi sebagai cemaran yang akan dimasukkan ke produk selama pengujian
berlangsung.

Pelaksanaan Proses Validasi

Analisis metal detector dilakukan pada 4 buah metal detector yaitu MD1,
MD2, MD3 dan MD4. Masing-masing metal detector dilalui cup (berisi 67 gram
produk) yang telah diberi oleh kontaminan logam berat berupa bola ferrous, non-
ferrous, dan stainless steel. Hasil keluaran dari detektor kemudian akan terbagi
menjadi dua aliran produk, yaitu correct reject (produk berisi bola -bola logam
yang melewati metal detector dan terdeteksi oleh metal detector) serta false reject
(produk berisi bola -bola logam yang melewati metal detector namun tidak
terdekteksi oleh metal detector) kemudian dicatat. Untuk correct reject diberi tanda
centang dan untuk false reject diberi tanda silang (lampiran 1 sampai 3).

Analisis data

False rejection rate (FRR) adalah rasio antara produk yang salah reject
dengan jumlah total keseluruhan produk. Nilai FRR ditetapkan pada kisaran nilai
yang dapat diterima yang secara ideal mendekati 0 %. Nilai FRR yang baik dan
dapat diterima oleh industri pada umumnya adalah sebesar 5:10,000 (0.05 %),
namun nilai ini tergantung dari masing-masing industri mengenai kisaran jumlah
reject yang dapat diatasi oleh industri tersebut. Nilai FRR menunjukkan
kemampuan suatu instrumen pendeteksi untuk mencapai standar proses yang telah
ditentukan (Motarjemi dan Lelieveld 2014). FRR dihitung dengan menggunakan
rumus :

(𝑅 − 𝑋)
𝐹𝑅𝑅 = 100 ×
𝑁

Nilai R adalah jumlah produk yang di reject oleh metal detector, X adalah jumlah
correct reject (produk berisi bola-bola logam yang melewati metal detector dan
terdeteksi oleh metal detector) dan N adalah jumlah produk. Pada penelitian ini,
setiap produk dimasukkan bola kontaminan sehingga nilai R sama dengan nilai N.
Nilai N sama untuk semua perlakuan yaitu 10.
Kinerja suatu instrumen pendeteksi juga dapat dinyatakan dalam nilai
probability of detection (POD). Probability of detection (POD) adalah
kemungkinan deteksi kontaminan dari ukuran tertentu, jenis dan posisi dengan
tingkat kepercayaan yang didefinisikan. Secara teori, nilai POD atau kemampuan
deteksi suatu instrumen tidak akan mencapai 100 % selama pengujian. Pada
8

praktiknya, apabila dalam 30 sampel yang terkontaminasi instrumen mampu


mendeteksi sebanyak 30 (POD = 30/30) secara statistik memiliki nilai POD sebesar
90.5 % pada skala kepercayaan sebesar 95 % sesuai hukum distribusi binomial
(Motarjemi dan Lelieveld 2014). Sedangkan POD ditetapkan menggunakan rumus :
𝑋
𝑃𝑂𝐷 = 100 × 𝑁
(Takahashi et al. 2009)

Nilai X adalah jumlah correct reject (produk berisi bola -bola logam yang melewati
metal detector dan terdeteksi oleh metal detector) dan N adalah jumlah produk yang
terkontaminasi. Dalam hal ini nilai N sama untuk semua perlakuan yaitu 10.
9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis yang umum dari kontaminan logam yaitu ferrous (besi), non-ferrous
(kuningan, tembaga, alumunium, timbal), dan berbagai jenis stainless steel
(magnetic dan non-magnetik) (Mettler-Toledo 2016). Dari ketiga jenis logam
tersebut, logam ferrous paling mudah untuk dideteksi. logam non-ferrous yang non-
magnetik, sehingga lebih sulit dideteksi karena gangguan hanya berasal dari medan
magnet induksi (arus eddy). Stainless steel adalah logam yang paling sulit untuk
dideteksi karena biasanya non-magnetik dan konduktor lemah (biasanya metal
detector akan mendeteksi stainless steel pada ukuran 1,5 sampai 2 kali lebih besar
dari logam ferrous) (Motarjemi dan Lelieveld 2014). Sedangkan menurut
Motarjemi dan Lelieveld (2014) pada tabel 2, kemampuan metal detector untuk
mendeteksi logam ferrous dan non-ferrous lebih baik dibanding logam stainless
steel. Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel 2, pada ukuran logam 1.5 mm
untuk logam ferrous,non-ferrous dan stainless steel terlihat bahwa metal detector
MD1, MD2, MD3 dan MD4 lebih baik dalam mendeteksi logam ferrous dan non-
ferrous dibandingkan dengan logam stainless steel.

Tabel 2 Ringkasan kapabilitas deteksi untuk metal detector dan X-Ray

Material Metal detector X-Ray


Logam Ferrous Excellent Good
Non-ferrous Excellent Good
Stainless steel Good Good
Alumunium Excellent Fair
Non logam High density (gelas, batu) Not possible Fair
Low density (serangga,kayu) Not possible Not possible
(Motarjemi dan Lelieveld 2014)

1. False rejection rate (FRR)


FRR adalah rasio antara produk yang salah reject dengan jumlah total
keseluruhan produk (Motarjemi dan Lelieveld 2014). Dari hasil analisis metal
detector yang dilakukan, nilai FRR dari masing masing zona dan jenis logam
bervariasi antara 0 % sampai 100 %. Hasil analisis FRR metal detector dapat dilihat
pada tabel 3. Nilai FRR untuk logam ferrous cukup tinggi pada ukuran bola 0.8
mm dan 1 mm, sedangkan pada bola ukuran 1.2 dan 1.5 mm nilai FRR-nya kecil,
hanya pada bola ukuran 1.2 mm, pada MD3 dan MD4 nilai FRR-nya 10 %. Nilai
FRR ditetapkan pada kisaran nilai yang dapat diterima yang secara ideal mendekati
0 % (Motarjemi dan Lelieveld 2014). Nilai FRR pada bola ukuran 1.2 mm dan 1.5
mm sudah sesuai dengan Motarjemi dan Lelieveld (2014). Nilai FRR untuk logam
non-ferrous pada ukuran bola 1.5 mm, 1.8 mm dan 2.0 mm memiliki nilai FRR
yang relatif kecil yaitu 0 %, hanya pada bola ukuran 1.5 mm pada MD1 nilai FRR-
nya 20%, dapat dilakukan pengulangan pada ukuran bola ini, karena pada MD
lainnya nilai FRR nya sama yaitu 0 %. Sedangkan pada nilai FRR untuk logam
stainless steel, untuk bola ukuran 1.5 mm dan 1.9 mm nilai FRR nya cukup besar,
namun untuk bola ukuran 2.2 mm dan 2.5 mm nilai FRR nya sangat kecil yaitu
0 %. Jika dilihat dari metal detector-nya, maka MD2 memiliki nilai FRR yang
10

paling bagus, dimana nilai FRR-nya 0 % paling banyak diantara metal detector
lainnya. Menurut Mettler-Toledo (2016) dan Motarjemi dan Lelieveld (2014)
logam ferrous lebih mudah untuk dideteksi dibandingkan logam non-ferrous dan
stainless steel. Berdasarkan tabel 3, dilihat dari bola ukuran 1.5 mm pada ketiga
logam, maka terlihat bahwa logam ferrous yang paling bagus nilai FRR-nya.
Semakin besar ukuran logam maka nilai FRR yang diperoleh juga semakin kecil.

Tabel 3 Data FRR metal detector pada PT XYZ


Kontaminan Ukuran (mm) MD1 MD2 MD3 MD4
(%) (%) (%) (%)
Ferrous 0.8 100 100 90 100
1 70 30 60 100
1.2 0* 0* 10 10
1.5 0* 0* 0* 0*
Non-ferrous 1.5 20 0* 0* 0*
1.8 0* 0* 0* 0*
2 0* 0* 0* 0*
Stainless 1.5 100 0* 80 100
steel 1.9 100 0* 0* 0*
2.2 0* 0* 0* 0*
2.5 0* 0* 0* 0*
Ket : * = yang diterima/Acceptable

2. Probability of Detection (POD)


Berdasarkan hukum distribusi binomial nilai POD masing masing metal
detector dan jenis kontaminan logam tersebut pada skala kepercayaan 95 % dapat
dilihat pada tabel 4.

Tabel 4 Data POD metal detector pada PT XYZ.


Kontaminan Ukuran(mm) MD1 MD2 MD3 MD4
(%) (%) (%) (%)
Ferrous 0.8 0 0 10 0
1 30 80 40 0
1.2 100* 100* 90 90
1.5 100* 100* 100* 100*
Non-ferrous 1.5 80 100* 100* 100*
1.8 100* 100* 100* 100*
2 100* 100* 100* 100*
Stainless 1.5 0 100* 20 0
steel 1.9 0 100* 100* 100*
2.2 100* 100* 100* 100*
2.5 100* 100* 100* 100*
Ket : * = yang diterima/acceptable

Berdasarkan data tabel 4, pada logam ferrous, pada bola ukuran 0.8 mm dan
1 mm memiliki nilai POD rendah. Sedangkan pada bola ukuran 1.2 mm dan 1.5
11

mm nilai POD-nya tinggi, hanya pada bola ukuran 1.2 mm pada MD3 dan MD 4
nilai POD-nya 90 %. Untuk logam non-ferrous, seluruh bola memiliki nilai POD
yang tinggi. Hanya pada bola ukuran 1.5 mm pada MD1, nilai POD-nya 80 %, dapat
dilakukan pengulangan pada ukuran bola ini, karena pada MD lainnya nilai FRR-
nya sama yaitu 100 %. Sedangkan untuk logam stainless steel, nilai POD nya rata-
rata tinggi, hanya pada bola ukuran 1.5 mm nilai POD-nya rendah dan pada bola
ukuran 1.9 mm pada MD1 nilainya 0 %, dapat dilakukan pengulangan pada ukuran
bola ini, karena pada MD lainnya nilai FRR-nya sama yaitu 100 %.Menurut
Mettler-Toledo (2016) dan Motarjemi dan Lelieveld (2014) logam ferrous lebih
mudah untuk dideteksi dibandingkan logam non-ferrous dan stainless steel.
Berdasarkan tabel 4, dilihat dari bola ukuran 1.5 mm pada ketiga logam, maka
terlihat bahwa logam ferrous yang paling bagus nilai POD-nya.
Batas kritis untuk CCP 35 adalah pada ukuran 1.5 mm untuk ferrous, 2.0 mm
untuk non-ferrous dan 2.5 mm untuk stainless steel. FDA (2005) menemukan
bahwa benda asing dengan dimensi maksimum yang kurang dari 7 mm, jarang
menyebabkan cedera serius atau trauma kecuali dalam kelompok risiko khusus
seperti bayi, pasien operasi, dan orang tua. Berdasarkan data yang diperoleh dari
tabel 1 dan tabel 2 maka metal detector MD1, MD2, MD3 dan MD4 sudah
memenuhi batas kritis tersebut. Pada ukuran 1.5 mm untuk logam ferrous keempat
metal detector, yaitu 0 % untuk nilai FRR dan 100 % untuk nilai POD-nya. Begitu
juga dengan ukuran 2.0 mm pada logam non-ferrous dan ukuran 2.5 mm pada
logam stainless steel, sama-sama 0% untuk nilai FRR dan 100 % untuk nilai POD-
nya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Validasi metal detector di PT XYZ yang telah dilakukan telah memenuhi


batas kritis yang ditetapkan PT XYZ, dimana nilai FRR masing- masing MD adalah
0 % dan nilai POD masing-masing MD sebesar 100 % pada batas kritis yang
ditentukan yaitu 1.5 mm untuk ferrous, 2 mm untuk non-ferrous dan 2.5 mm untuk
stainless steel. Sehingga metal detector tersebut dapat digunakan untuk keperluan
produksi PT.XYZ seperti metal detector sebelumnya. Metal detector yang paling
baik dalam mendeteksi logam adalah MD2. Semakin besar ukuran bola kontaminan
yang digunakan, maka nilai FRR dan POD yang diperoleh semakin bagus. Data
yang diperoleh lebih ketat dibandingkan batas kritis yang ditentukan yaitu yaitu
pada logam non-ferrous 1.8 mm dan stainless steel 2.2 mm.

Saran

Saran yang perlu dipertimbangkan oleh PT XYZ yaitu menambah jumlah


ukuran bola kontaminan yang digunakan, memperbaharui batas kritis yang
ditentukan dan pengulangan pengambilan data pada bola kontaminan logam non-
ferrous pada ukuran 1.5 mm dan logam stainless steel pada ukuran 1.9 mm pada
MD1.
12

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2973-1992 tentang biskuit.


Jakarta (ID): BSN.
[FDA] Food and Drug Administration. 2014. Hazard Analysis and Critical Control
Points (HACCP). Maryland(US): FDA
[FDA] Food and Drug Administration. 2005. CPG Sec. 555.425 Foods,
Adulteration Involving hard or Sharp Foreign Objects
[http]://www.fda.gov/ICECI/ComplianceManuals/CompliancePolicyGuida
nceManual/ucm074554 (diunduh tanggal 31 Maret 2017)
[FSIS] Food Safety and Inspection Service. 2015. FSIS Compliance Guidline
HACCP System Validation [http] ://www.fsis.usda.gov/wps/wcm/connect/
a70bb780-e1ff-4a35-9a9a-3fb40c8fe584/HACCP_Systems_Validation.pdf
?MOD=AJPERES (diunduh tanggal 18 April 2017)
[ICMSF]. International Commision on Microbiological Specification for Food.
2011. Microorganism in foods 8 :Use of Data for Accesing Process Control
and Product Acceptance. New York (USA) : Springer.
Bonnie Biegel. 2008. Metal Machines : Understanding how Metal Detectors Work
is Key to Ensuring your Plant Uses Them Consistently and Reliably [http]://
www.aibonline.org/aibonline_/www.aibonline.org/newsletter/magazine/ma
y_june2008/7metaldetectors.pdf (diunduh tanggal 7 Februari 2017)
Bryan, F.L. 1992. Hazard Analysis Critical Control Point Evaluations. Geneva :
World Health Organization.
Clute, Mark. 2009. Food Industry Quality Control Systems. Florida (USA) : CRC
Press.
Darwis C F. 2012. Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) dan Statical Process Control (SPC) dalam Proses Produksi Bumbu
Penyedap Rasa di PT Unilever Indonesia Tbk. [Skripsi]. Bogor(ID): Institut
Pertanian Bogor.
Mettler-Toledo. 2016. The Metal Detection Guide, Building an Effective
Programme [http] ://www.mt.com/dam/product_organizations/
pi/whitepapers/X-ray-or-Metal/XR-MD-EN.pdf (diunduh tanggal 21
Februari 2017).
Motarjemi Y, Lelieveld H. 2014. A Practical Guide for the Food Industry. London
(UK): Elsevier.
Saksono H. 2012. Pasar Biskuit Diproyeksi Tumbuh 8% Didorong Konsumsi
[http]://www.indonesiafinancetoday.com (diunduh tanggal 21 Februari
2017).
Romani S, Balestra F, Angioloni A, Rocculli P, Dalla R. 2014. Physicochemical
and Electric Nose Measurement on The Study of Biscuit Baking Kinetics.
IJSF, 24: 32-40.
Sadao Y, Hiroshi N. 2002. Basic Analysis of a Metal Detector. IEEE Trans. Instrum.
meas, 51 : 4.
Subajo A. 2007. Manajemen Pengolahan Roti dan Kue. Yogyakarta (ID): Graha
Ilmu.
13

Takahashi K, Gaal M, Gulle D. 2009. Data analysis and performance evaluation of


Japanese dual-sensor systems tested in Croatia. The Journal of ERW and
Mine Action, 13 (3) : 66-71.
The Institute of Food Science & Technology Trust Fund. 2013. Food & Drink –
Good Manufacturing Practice: A Guide to its Responsible Management,
Sixth Edition. West Sussex (UK) : John Wiley & Sons, Ltd.
Winarno, F.G dan Surono. 2004. HACCP dan Penerapannya Dalam Industri
Pangan. Bogor: M-Brio Press.
14

Lampiran 1. Hasil pengamatan metal detector MD1 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel
Bola Ferrous Bola Non-Ferrous Bola Stainless steel
10 √ √ √ √ √ √ √ √
9 √ √ √ √ √ √ √ √
8 √ √ √ √ √ √
ACCEPTED

7 √ √ √ √ √ √ √
NUMBER OF TEST SAMPLES

6 √ √ √ √ √ √ √ √
5 √ √ √ √ √ √ √
4 √ √ √ √ √ √ √
3 √ √ √ √ √ √
2 √ √ √ √ √ √ √
1 √ √ √ √ √ √ √
1 x x x x
2 x x x x
3 x x x x x
REJECTED

4 x x x x
5 x x x x
6 x x x
7 x x x x
8 x x x x x
9 x x x
10 x x x
mm 0.8 1.0 1.2 1.5 1.5 1.8 2.0 1.5 1.9 2.2 2.5

Keterangan :
1. Pada kolom accepted diberikan tanda centang (√) bila metal piece ukuran
tersebut dapat di deteksi dan terbuang dengan tepat oleh metal detector.
2. Pada kolom rejected di berikan tanda silang (x) bila metal piece ukuran
tersebut tidak dapat di deteksi dan tidak terbuang oleh metal detector.

Contoh perhitungan :

(𝑅 − 𝑋) (10 − 3)
𝐹𝑅𝑅 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 70 %
𝑁 10
𝑋 3
𝑃𝑂𝐷 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 30 %
𝑁 10
15

Lampiran 2 Hasil pengamatan metal detector MD2 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel
Bola Ferrous Bola Non-Ferrous Bola Stainless steel
10 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
9 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
ACCEPTED 8 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
7 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
NUMBER OF TEST SAMPLES

6 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3 √ √ √ √ √ √ √ √ √
2 √ √ √ √ √ √ √ √ √
1 √ √ √ √ √ √ √ √ √
1 x x
2 x x
3 x x
REJECTED

4 x
5 x
6 x
7 x
8 x
9 x
10 x
mm 0.8 1.0 1.2 1.5 1.5 1.8 2.0 1.5 1.9 2.2 2.5

Keterangan :
1. Pada kolom accepted diberikan tanda centang (√) bila metal piece ukuran
tersebut dapat di deteksi dan terbuang dengan tepat oleh metal detector.
2. Pada kolom rejected di berikan tanda silang (x) bila metal piece ukuran
tersebut tidak dapat di deteksi dan tidak terbuang oleh metal detector.

Contoh perhitungan :

(𝑅 − 𝑋) (10 − 7)
𝐹𝑅𝑅 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 30 %
𝑁 10
𝑋 3
𝑃𝑂𝐷 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 30 %
𝑁 10
16

Lampiran 3 Hasil pengamatan metal detector MD3 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel
Bola Ferrous Bola Non-Ferrous Bola Stainless steel
10 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
9 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
8 √ √ √ √ √ √ √
ACCEPTED

7 √ √ √ √ √ √ √ √
NUMBER OF TEST SAMPLES

6 √ √ √ √ √ √ √ √ √
5 √ √ √ √ √ √ √ √
4 √ √ √ √ √ √ √ √ √
3 √ √ √ √ √ √ √ √
2 √ √ √ √ √ √ √ √
1 √ √ √ √ √ √ √ √ √
1 x x
2 x x x
3 x x x
REJECTED

4 x x
5 x x x
6 x x
7 x x x
8 x x x x
9 x
10 x
mm 0.8 1.0 1.2 1.5 1.5 1.8 2.0 1.5 1.9 2.2 2.5

Keterangan :
1. Pada kolom accepted diberikan tanda centang (√) bila metal piece ukuran
tersebut dapat di deteksi dan terbuang dengan tepat oleh metal detector.
2. Pada kolom rejected di berikan tanda silang (x) bila metal piece ukuran
tersebut tidak dapat di deteksi dan tidak terbuang oleh metal detector.

Contoh perhitungan :

(𝑅 − 𝑋) (10 − 4)
𝐹𝑅𝑅 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 60 %
𝑁 10
𝑋 4
𝑃𝑂𝐷 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 40 %
𝑁 10
17

Lampiran 4 Hasil pengamatan metal detector MD4 untuk bola Ferrous, Non-
Ferrous dan Stainless steel
Bola Ferrous Bola Non-Ferrous Bola Stainless steel
10 √ √ √ √ √ √ √ √
9 √ √ √ √ √ √ √ √
ACCEPTED 8 √ √ √ √ √ √ √ √
7 √ √ √ √ √ √ √ √
NUMBER OF TEST SAMPLES

6 √ √ √ √ √ √ √ √
5 √ √ √ √ √ √ √ √
4 √ √ √ √ √ √ √ √
3 √ √ √ √ √ √ √
2 √ √ √ √ √ √ √ √
1 √ √ √ √ √ √ √ √
1 x x x
2 x x x
3 x x x x
REJECTED

4 x x x
5 x x x
6 x x x
7 x x x
8 x x x
9 x x x
10 x x x
mm 0.8 1.0 1.2 1.5 1.5 1.8 2.0 1.5 1.9 2.2 2.5

Keterangan :
1. Pada kolom accepted diberikan tanda centang (√) bila metal piece ukuran
tersebut dapat di deteksi dan terbuang dengan tepat oleh metal detector.
2. Pada kolom rejected di berikan tanda silang (x) bila metal piece ukuran
tersebut tidak dapat di deteksi dan tidak terbuang oleh metal detector.

Contoh perhitungan :

(𝑅 − 𝑋) (10 − 0)
𝐹𝑅𝑅 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 100 %
𝑁 10

𝑋 0
𝑃𝑂𝐷 1.0 𝑚𝑚 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑓𝑒𝑟𝑟𝑜𝑢𝑠 = 100 × = 100 × = 0%
𝑁 10
18

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Goklas Parlindungan Siregar lahir di Tarutung pada


tanggal 18 februari 1994. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara
pasangan Bapak Lamganda Harapan Siregar dan Ibu Marianto Silaban. Penulis
memulai pendidikan SD pada tahun 2000 – 2006 di SD Inpres nomor 173365
Muara. Pada tahun 2006 – 2009 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1
Muara. Selepas SMP pada tahun 2009 – 2012 penulis bersekolah di SMA Negeri 1
Muara. Pada tahun 2012 penulis diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian
Bogor di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian
melalui Jalur Undangan.
Selama kuliah, penulis aktif dalam organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA)
Parsadaan Anak Rantau Tarutung (PARTARU) bogor sebagai anggota pada tahun
2013 – 2015. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti foodival 2014,
LCTIP 2014 dan 2015, BAUR 2013.
Sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, pada tahun
2016 penulis melaksanakan magang untuk tugas akhirnya selama empat bulan di
PT. Hasil kegiatan tersebut disusun dalam bentuk skripsi dengan judul “Proses
Validasi Metal Detector Dalam Rangka Pengendalian CCP Pada PT XYZ” di
bawah bimbingan Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr.

Anda mungkin juga menyukai