Anda di halaman 1dari 31

Tugas Mata kuliah Keperawatan Anak II

Dosen: Indra Dewi, S.Kep.Ns.,M.Kes

LAPORAN LITERATUR REVIEW


"Konsep Perawatan Anak dengan Penyakit Hydrocephalus"

OLEH :
KELOMPOK 1
A1 2018

ACHILLES JEKRIDA DANIEL UNITLY NH0116005


SURDAN SAMLAWI NH0116176
MASHARYONO NH0117075
AIDA RAHAYU NH0118005
ANDI ASMAUL HUSNA NH0118007
ANDI FITRAH NURINDAH NH0118008
ANIS ILAHI SARASWATI NH0118009
FADHILLAH NURUL ISLAMY NH0118017
FIZRIANI PANDIALI NH0118022
MIFTAHUL JANNAH NH0118047

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita senantiasa panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan limpahan rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat waktu. Makalah dengan judul Laporan Literatur Review
"Konsep Perawatan Anak dengan Penyakit Hydrocefalus". Makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas kami yaitu matakuliah Keperawatan Anak II.
Dalam pembuatan makalah ini, tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari
pihak-pihak terkait serta kecanggihan teknologi untuk memperoleh informasinya.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan terutama kepada dosen
pembimbing kami.
Kami menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan,
tentu hasil makalah ini tidakluput dari kekurangan. Kami senantiasa
mengharapkan masukan pemikiran dari pembaca sehingga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.

Makassar, 30 September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2

BAB II TINJAUAN UMUM..........................................................................................3


A. Pengertian Anak......................................................................................................3
B. Pengertian Hydrocefalus......................................................................................3
C. Penyebab Hydrocefalus........................................................................................4
D. Penatalaksanaan......................................................................................................7
E. Pendekatan Family Centered Care dan Atraumatic Care...........................11

BAB III HASIL REVIEW JURNAL.........................................................................13

BAB IV PEMBAHASAN JURNAL............................................................................18

BAB V PENUTUP..............................................................................................................22
A. Kesimpulan...............................................................................................................22
B. Saran...........................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seluruh anggota keluarga tentunya mengharapkan hal yang terbaik
bagi keluarganya, terutama seluruh anggota keluarga dapat merasa bahagia
dan sejahtera, baik secara ekonomi, kesehatan, relasi yang terbangun
antaranggota keluarga, dan dapat menjalankan peran keluarga dalam
lingkungan sosial. Namun, apabila salah satu anggota keluarga dalam
kondisi sakit, maka dapat berdampak bagi kehidupan anggota keluarga yang
lain maupun anak yang menderita suatu penyakit. Hal ini didukung oleh
Knafl dan Deatrick yang menuliskan pendapatnya dalam Brannon dan Feist
bahwa penyakit kronis yang diderita oleh anak-anak dapat membawa
perubahan kehidupan bagi anak maupun seluruh anggota keluarga. Seorang
anak yang menderita salah satu penyakit yang serius, seperti hidrosefalus
dapat mempengaruhi kehidupan ayah, ibu, maupun saudara yang lain.
(Yunita & Erlyn, 2018)
Hidrosefalus merupakan kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan
antara produksi cairan serebrospinal (CSS) dengan penyerapannya. Jumlah
kasus hidrosefalus di dunia cukup bervariasi. Di Negara Amerika Serikat
kejadian hidrosefalus dijumpai sekitar 0,5-4 per 1000 kelahiran hidup.
Insidensi hidrosefalus antara 0,2 - 4 setiap 1000 kelahiran. Di Jepang
kejadian hidrosefalus 0,2 per 1000 kelahiran. Sedangkan di Indonesia
sendiri kasus hidrosefalus mencapai kurang lebih 2 kasus dalam 1000
kelahiran.(Subagio, Pramusinto, & Basuki, 2019)
Hydrocephalus Association (2017) menyatakan bahwa untuk setiap
1.000 kelahiran di Amerika Serikat, 1 hingga 2 bayi menderita hidrosefalus.
Selain itu, Hydrocephalus Association (2017) juga menyatakan bahwa
hidrosefalus adalah alasan paling umum untuk operasi pada anak-anak.
Sementara itu, Hani Yahya Assegaf sebagai penggagas Azizah Foundation
yang merupakan lembaga informal yang secara khusus memberi perhatian

1
kepada penderita hidrosefalus, menyatakan bahwa hidrosefalus memiliki
potensi ratio pada 1 dari 1.500 kelahiran bayi di Indonesia.(Yunita & Erlyn,
2018)
Hidrosefalus dapat menyebabkan konsekuensi yang serius pada anak
meliputi penurunan kapasitas intelektual, defisit motorik, kesulitan perilaku
sehingga memengaruhi kualitas hidup anak yang terbawa hingga dewasa.
Penyebab hidrosefalus dapat terjadi pada masa prenatal dan perinatal, tetapi
hal-hal apa saja yang memicu terjadinya kelainan tersebut sebagian besar
belum diketahui secara pasti. Pemicu hidrosefalus tersering adalah perdarahan
diikuti neoplasma dan infeksi meningitis (Rahmayani, Gunawan,
& Utomo, 2017).
B. Rumusan Masalah
1. apa yang dimaksud dengan Anak ?
2. Apa yang dimaksud dengan Hydrocephalus ?
3. Bagaimana penatalaksanaan konsep perawatan pada anak dengan penyakit
Hydrocephalus ?
4. Bagaimana konsep perawatan melalui pendekatan Family Centered Care
dan Atraumatic Care ?
C. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum :
Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep perawatan pada
Anak dengan penyakit Kronis Hydrocephalus
2. Tujuan khusus :
a. Untuk Mengetahui pengertian Anak
b. Untuk Mengetahui Pengertian Hydrocephalus
c. Untuk Mengetahui Etiologi Hydrocephalus
d. Untuk Mengetahui bagaimana penatalaksanaan konsep perawatan
pada anak dengan penyakit kronis Hydrocephalus
e. Untuk Mengetahui konsep perawatan melalui pendekatan Family
Centered Care dan Atraumatic Care.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengerian Anak
Anak adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau
belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, di
mana kata "anak" merujuk pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah
anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Menurut
psikologi, anak adalah periode pekembangan yang merentang dari masa
bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan
periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun tahun
sekolah dasar. (Devianti, Sari, & Bangsawan, 2020)
Berdasarkan UU Peradilan Anak. Anak dalam UU No.3 tahun 1997
tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: “ Anak adalah orang dalam
perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi
belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah
menikah. Walaupun begitu istilah ini juga sering merujuk pada
perkembangan mental seseorang,walaupun usianya secara biologis dan
kronologis seseorang sudah termasuk dewasa namun apabila perkembangan
mentalnya ataukah urutan umurnya maka seseorang dapat saja diasosiasikan
dengan istilah "anak". (Roza, Nurhafizah, & Yaswinda, 2019)

B. Pengertian Hydrocephalus
Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang
berarti air, dan cephalus yang berarti kepala. Secara umum hidrosefalus
dapat didefiniskan sebagai suatu gangguan pembentukan, aliran, maupun
penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga terjadi kelebihan cairan
serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan
sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal. (Apriyanto, Agung, &
Sari, 2017)
Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan

3
cairan serebrospinal pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu
masalah yang sering ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40%
hingga 50%. Penyebab hidrosefalus pada anak secara umum dapat dibagi
menjadi dua, prenatal dan postnatal. Baik saat prenatal maupun postnatal,
secara teoritis patofisiologi hidrosefalus terjadi karena tiga hal yaitu
produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi liquor yang
berlebihan, dan peningkatan tekanan sinus venosa. (Tanaem, Dary, &
Istiarti, 2019)
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh
produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah
disertai tekanan intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran
ruangan-ruangan tempat aliran cairan serebrospinalis. (Tanaem et al., 2019)
.
C. Penyebab Hidrosefalus
Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi
dalam ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam
ruang subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis untuk
memberikan perlindungan serta nutrisi. CSS yang dibentuk dalam sistem
ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah
melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh
susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam
suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa
normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-
60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. (Apriyanto et al.,
2017)
Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml. Aliran CSS
normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel
III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke
ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang
subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis

4
menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler.
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal
(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem
ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat
penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya). (Apriyanto et al.,
2017)
Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan
absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun
dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang
sering terdapat pada bayi dan anak ialah : (Apriyanto et al., 2017)
1. Kelainan Bawaan (Kongenital) a. Stenosis akuaduktus Sylvii
Merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan
anak (60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama
sekali atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala
hidrosefalus terlihat sejak lahit atau progresif dengan cepat pada bulan-
bulan pertama setelah kelahiran.
b. Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan
dengan sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis
dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan
menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian
atau total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang
menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel
terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya sehingga
merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa pascaerior.
d. Kista araknoid dan anomali
pembuluh darah Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul
akibat trauma sekunder suatu hematoma.

5
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat
terjadi obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut
meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi
mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system basalis.
Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran
kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah
sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran jaringan
piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di
daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan
pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar.
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap
tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada
penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan
tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau
pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii
biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian
depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak,
selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
Penyebab hidrosefalus pada anak secara garis besar dapat dibagi
menjadi dua, yaitu penyebab prenatal dan postnatal : a) Penyebab prenatal

Sebagian besar anak dengan hidrosefalus telah mengalami hal


ini sejak lahir atau segera setelah lahir. Beberapa penyebabnya
terutama adalah stenosis akuaduktus sylvii, malfromasi Dandy Walker,
Holopresencephaly, Myelomeningokel, dan Malformasi Arnold Chiari.

6
Selain itu, terdapat juga jenis malformasi lain yang jarang terjadi.
Penyebab lain dapat berupa infeksi in-utero, lesi destruktif dan faktor
genetik.Stenosis Akuaduktus Sylvius terjadi pada 10% kasus pada bayi
baru lahir. Insidensinya berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran.
Insidennya 0,5-1% kasus/1000 kelahiran.
Malformasi Dandy Walker terjadi pada 2-4% bayi yang baru
lahir dengan hidrosefalus. Malformasi ini mengakibatkan hubungan
antara ruang subarakhnoid dan dilatasi ventrikel 4 menjadi tidak
adekuat, sehingga terjadilah hidrosefalus. Penyebab yang sering terjadi
lainnya adalah Malformasi Arnold Chiari (tipe II), kondisi ini
menyebabkan herniasi vermis serebelum, batang otak, dan ventrikel 4
disertai dengan anomali inrtakranial lainnya. Hampir dijumpai di
semua kasus myelomeningokel meskipun tidak semuanya berkembang
menjadi hidrosefalus (80% kasus).
b) Penyebab postnatal
Lesi massa menyebabkan sekitar 20% kasus hidrosefalus, kista
arakhnoid dan kista neuroepitelial merupakan kedua terbanyak yang
mengganggu aliran likuor. Perdarahan, meningitis, dan gangguan
aliran vena juga merupakan penyabab yang cukup sering terjadi.

D. Penatalaksanaan
1) Keperawatan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live
sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang
dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan
menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus dipenuhi yakni : (Handayani & Erawan, 2018)
a) Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus
koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid
(diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.

7
b) Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal
dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid.
c) Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
 Drainase ventrikule-peritoneal.
 Drainase Lombo-Peritoneal.
 Drainase ventrikulo-Pleural.
 Drainase ventrikule-Uretrostomi.
 Drainase ke dalam anterium mastoid.
2) Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung
melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran
cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun,
kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya
infeksi sekunder dan sepsis.
3) Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan
dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang.
Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam
selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang
ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
4) Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan
jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. Ada 2 macam terapi pintas / “shunting“:
a) Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya
sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk
terapi hidrosefalus tekanan normal.
b) Internal

8
 CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain
Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna.
 Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior.
 Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
 Ventrikulo-Mediastinal,CSS dialirkan ke mediastinum.
 Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

c) “Lumbo Peritoneal Shunt”


CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga
peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy
secara perkutan. Teknik Shunting:
 Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis
atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
 Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk
dilakukan analisis.
 Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang
terletak proksimal dengan tipe bola atau diafragma maupun yang terletak di distal dengan
katup berbentuk celah. Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm,
H2O.
 Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke
dalam atrium kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ujung distal
setinggi 6/7).
 Ventriculo-Peritneal Shunt .
 Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan.
 Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum. Pada
anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak diperlukan adanya
revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.

9
Penatalaksanaan Lainnya :
(Trilest, 2018)
a. Terapi sementara
Terapi konservatif medika mentosa berguna untuk mengurangi
cairan dari pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari;
furosemid 0,1 mg/kg BB/hari) dan hanya bisa diberikan sementara saja
atau tidak dalam jangka waktu yang lama karena berisiko menyebabkan
gangguan metabolik. Terapi ini direkomendasikan bagi pasien
hidrosefalus ringan bayi dan anak dan tidak dianjurkan untuk dilatasi
ventrikular posthemoragik pada anak.
Pada pasien yang berpotensi mengalami hidrosefalus transisi
dapat dilakukan pemasangan kateter ventrikular atau yang lebih dikenal
dengan drainase likuor eksternal. Namun operasi shunt yang dilakukan
pasca drainase ventrikel eksternal memiliki risiko tertinggi untuk
terjadinya infeksi. Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah
dengan pungsi ventrikel yang dapat dilakukan berulang kali.
b. Operasi shunting
Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat
saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas
drainase (seperti peritoneum, atrium kanan, dan pleura). Komplikasi
operasi ini dibagi menjadi tiga yaitu infeksi, kegagalan mekanis, dan
kegagalan fungsional. Tindakan ini menyebabkan infeksi sebanyak
>11% pada anak setelahnya dalam waktu 24 bulan yang dapat merusak
intelektual bahkan menyebabkan kematian.
c. Endoscopic Third Ventriculostomy
Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering
digunakan di masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi
hidrosefalus obstruktif serta diindikasikan untuk kasus seperti stenosis
akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior, infark serebral, malformasi,
syringomyelia dengan atau tanpa malformasi, hematoma intraventrikel,
myelomeningokel, ensefalokel, tumor fossa posterior dan

10
kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan pada kasus block shunt atau
slit ventricle syndrome. Kesuksesan ETV menurun pada kondisi
hidrosefalus pasca perdarahan dan pasca infeksi. Perencanaan operasi
yang baik, pemeriksaan radiologis yang tepat, serta keterampilan dokter
bedah dan perawatan pasca operasi yang baik dapat meningkatkan
kesuksesan tindakan ini.
d. Prognosis
Pada pasien hidrosefalus, kematian dapat terjadi akibat herniasi
tonsilar yang dapat menyebabkan penekanan pada batang otak dan
terjadinya henti nafas. Sedangkan ketergantungan pada shunt sebesar
75% dari kasus hidrosefalus yang diterapi dan 50% pada anak dengan
hidrosefalus komunikans. Pada anak dengan hidrosefalus obstruktif
yang memiliki korteks serebral intak, perkembangan yang adekuat dapat
dicapai hanya dengan ETV, meskipun pencapaian tersebut lebih lambat.
Pada anak dengan perkembangan otak tidak adekuat atau serebrum telah
rusak oleh hidrosefalus maka perkembangan yang optimal tidak dapat
dicapai hanya dengan terapi ETV meskipun tekanan intrakranial
terkontrol.

E. Pendekatan Family Centered Care dan Atraumatic Care


Pada pasien post operasi dilakukan perawatan dengan prinsip
Atraumatic care. Atraumatic care adalah suatu bentuk asuhan keperawatan
pada anak yang meminimalkan atau meniadakan kejadian trauma/ stress
baik secara fisik maupun psikis. Perawatan atraumatic care merupakan
perawatan yang tidak menimbulkan trauma pada anak dan keluarga. Peran
serta keluarga dalam asuhan keperawatan penting sehingga Family
Centered Care diaplikasikan selama pemberian asuhan keperawatan).
Family Centered Care juga diterapkan dengan keluarga memfasilitasi alat
distraksi nyeri berupa permainan elektronik. (Nurmashitah & Purnama,
2018)
Permainan elektronik selalu diidentikkan pada permainan anak-

11
anak. Permainan elektronik dapat digunakan sebagai alat distraksi untuk
mengurangi ketidaknyamanan dalam prosedur medis dan pengobatan.
Terapi bermain yang variatif dapat mengurangi skala nyeri sehingga
meminimalisir ketidaknyamanan pada anak. Terapi bermain permainan
elektronik sesuai untuk anak usia sekolah karena kemampuan kognisi anak
sudah berkembang. Banyak penelitian tentang hubungan permainan
elektronik dengan kesehatan. (Wirdhana, 2017)
Pendekatan atraumatic care dalam melaksanakan asuhan
keperawatan anak dapat dilakukan dengan menggunakan konsep terapi
bermain.Terapi bermain efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan
anak karena merupakan unsur yang penting untuk perkembangan anak
baik fisik, emosi, mental dan sosial serta intelektual maupun kreatifitas.
Medical play merupakan salah satu terapi bermain yang dapat diberikan
pada anak. Tehnik Medical play termasuk metode bermain aktif dengan
konsep (Exploratory Play), Melalui medical play anak diberi kesempatan
untuk bermain dan mengekplorasi peralatan medis seperti stetoskop,
penlight, termometer, dan lain-lainnya dengan boneka terhadap tindakan
yang mereka alami selama dirumah sakit. (Nurmashitah & Purnama, 2018)

12
BAB III
HASIL REVIEW JURNAL

PENELITIAN TERKAIT PENATALAKSANAAN ANAK DENGAN PENYAKIT KRONIS


(FAMILY CENTER CARE)

Metode (desain, sampel,


Volume,
Author Tahun Judul variabel, instrumen, Hasil penelitian Data Base
angka
analisis)

Mawar 2016 Vol.01. Pengalaman Metode kualitatif dengan Hasil observasi peneliti Scholar
Issue 02 Orang Tua
Oktavian, Lina pendekatan fenomenologi menunjukkan
Yang
DewiAnggraini, Memiliki deskriptif. Populasi Orang tua mengalami
Anak dengan
Chatarina penelitian adalah pada kecemasan terhadap
Hodrosefalus
Indriati orang tua yang memiliki Pertumbuhan dan
Kusumaningsih anak dengan hidrosefalus perkembangan anak.
Di semarang. Walaupun mengalami
perasaancemas,
Orang tua selalu
tersenyum dan gembira
Mengajak anak bermain.
Beberapa orang tua
13
Bahkan memutuskan
tidak bekerja untuk
Fokus merawat anak.
Dapat disimpulkan bahwa: Pada perawatan anak hidrosefalus, tugas orang tua ialah memberikan perawatan kepada anak.
Merawat anak yang sakit kronis seperti hidrosefalus tentu saja menimbulkan kecemasan dan stress terhadap orang tua.
Mekanisme koping sangat diperlukan untuk dapat mengatasi dampak perubahan tersebut. Mekanisme koping orang tua
merupakan respons terhadap upaya menerima kondisi anak yang sakit. Penggunaan mekanisme koping pada orang tua yang
memiliki anak dengan hidrosefalus sangat penting dan berguna untuk beradaptasi dengan kondisi anak yang mengalami
gangguan perkembangan. Disarankan kepada peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam lagi
tentang pengalaman orang tua yang memiliki anak dengan hidrosefalus, dengan berfokus pada perawatan anak yang belum
melakukan operasi dan yang sudah operasi. Penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya menggunakan metode wawancara,
tetapi bisa digabungkan dengan teknik lain.

14
PENELITIAN TERKAIT PENATALAKSANAAN ANAK DENGAN PENYAKIT KRONIS
(FAMILY CENTER CARE)

Metode (desain, sampel,


Volume,
Author Tahun Judul variabel, instrumen, Hasilpenelitian Data Base
angka
analisis)

Archana Murali, 2019 Vol. 14, Effectiveness D :Sebuah desain Perbedaan rata-rata skor Pubmed
Issue 3 of Structured kuantitatif pengetahuan pretest-
KanmaniJob,
Teaching S : Sampel terdiri dari 20 posttest secara statistik
Suhas Program on orang tua yang anaknya signifikan pada P < 0,01.
Knowledge (<5 tahun) menjalani Ada hubungan yang
Udayakumaran
Regarding operasi shunt di bagian signifikan antara rerata
Home Care
rawat jalan bedah saraf skor pengetahuan sampel
Management anak di rumah sakit dengan usia ibu, usia ibu
of Children
perawatan tersier di saat hamil, dan
with Kerala, India. pengetahuan sebelumnya
Hydrocephalus V : Intervensi dari berbagai sumber.
and Shunt
pendidikandan
among pengetahuan posttest
their Parents orang tua
I : Menggunakan
Kuesioner terstruktur
A : Statistik deskriptif
dan inferensial
Dapatdisimpulkanbahwa:Pendidikan yang berpusat pada orang tua efektif dalam meningkatkan pengetahuan orang tua
tentang perawatan anak dengan hidrosefalus dan shunt. Ini membantu mereka memperluas perawatan anak-anak ini dari
15
rumah sakit ke rumah dan dengan demikian meningkatkan kualitas hidup mereka.Pengetahuan yang memadai tentang
kerusakan shunt memiliki peran kunci dalam pengenalan awal komplikasi sehingga orang tua mampu menanganinya dan
tidak terjadi shock atau kecemasan.

PENELETIAN TERKAIT PENATALAKSANAAN ANAK DENGAN PENYAKIT KRONIS


(ATRAUMATIC CARE)

Metode (desai, smpel,


Volume,
Author Tahun Judul variabel, intrumen, Hasil penelitian Data Base
angka
analisis)

Nur Asnah 2016 Vol. IX Pengaruh D : Menggunakan quasi- Hasil penelitian sebelum Scholar
Sitohang Issue 1 Terapi Musik eksperiment dengan diberikan terapi musik
Terhadap Stres pendekatan pre-post test Rata-rata dari skor
Hospitalisasi design Stress11.61 anak dan
pada Anak S : Anak yang berusia 6- standar deviasi 2,155.
diRSUD. 12 tahun berjumlah Setelah diberikan terapi
dr.Pirnga di 31orang musik rata-rata skorstres
Medan V : Terapi musik 1.16 dan stand ardeviasi
I : Menggunakan total dari 3,606. Hasil uji
16
sampling statistik diperoleh nilai P
A : Menggunakan uji sebesar 0,000. Wilcoxon
Dapat disimpulkan bahwa: Ada pengaruh terapi musik pada stress rawat inap pada anak usia sekolah. Penelitian ini
membuktikan bahwa terapi musik dapat mengurangi stres pada anak. Untuk itu disarankan untuk menerapkan terapi ini
sebagai salah satu intervensi dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak.

17
BAB IV
PEMBAHASAN JURNAL

A. Penelitian Terkait Penatalaksanaan Anak Dengan Penyakit Kronis (Family


Center Care) :
Jurnal Berjudul “Pengalaman Orang Tua Yang Memiliki Anak dengan
Hodrosefalus”
Orang tua sangatlah berperan penting untuk keberlangsungan
perawatan anak mereka. Upaya kesehatan yang dipilih orang tua terhadap anak
hidrosefalus sangat berpengaruh untuk meningkatkan kesehatan anak. Kondisi
anak hidrosefalus sangat membutuhkan perawatan yang optimal. Anak dengan
hidrosefalus biasanya mengalami penurunan pada pencapaian tumbuh
kembang jika dibandingkan dengan perkembangan anak normal seusianya,
maka dari itu orang tua akan merasa cemas, stress mengenai kondisi anaknya
dan terkadang orang tua merasa tidak berharga. Ketika orang tua mengetahui
bahwa anaknya terdiagnosa penyakit hidrosefalus maka ia akan mengalami
proses berduka yang mendalam, menetap, dan berkepanjangan melalui tahapan
penyangkalan, kemarahan, depresi, tawar-menawar, hingga pada akhirnya
keluarga bisa menerima. Belumlagi orang tua harus meninggalkan
pekerjaannya agar bisa fokus untuk merawat buah hatinya. Tetapi jika orang
tua memiliki mekanisme koping yang baik maka itu akan menjadikan orang
tua akan mudah menerima kondisi anaknya, akan lebih mendekatkan diri
kepada tuhan, rajin beribadah, dan berdoa. Ketika orang tua mengetahui
bahwa anaknya terdiagnosa penyakit hidrosefalus maka ia akan mengalami
proses berduka yang mendalam, menetap, dan berkepanjangan melalui tahapan
penyangkalan, kemarahan, depresi, tawar-menawar, hingga pada akhirnya
keluarga bisa menerima.
Dalam penerapan perawatan anak dengan hidrosefalus,perawat harus
melibatkan orang tua dalam pemberian asuhan keperawatan. Maka harus
terbangun sebuahkomunikasi dan kerja sama antara tenaga kesehatan dan
keluarga untuk kelancaran penerapan family centered care, perawat harus

18
mampu melibatkan orang tua dengan menjelaskan pentingnya keterlibatan
keluarga dalam perawatan anak untuk mengurangi efek hospitalisasi pada
anak.

B. Penelitian Terkait Penatalaksanaan Anak Dengan Penyakit Kronis


(Family Center Care) :
Jurnal Berjudul “Effectiveness of Structured Teaching Program on
Knowledge Regarding Home Care Management of Children with
Hydrocephalus and Shunt among their Parents”
Dalam penelitian ini orang tua melakukan interview dengan peneliti
mengenai pengetahuannya tentang anak dan hydrocephalus. Namun masih ada
orang tua yang belum memahami bagaimana tanda dan gejala dari
hydrocephalus itu sendiri dikarenakan pendidikan dari orang tua tersebut
rendah bahkan ada yang buta huruf sehingga orang tua ini tidak tahu
bagaimana penanganan dan perawatan pada anak jika terjadi tanda dan gejala
hydrocephalus pada anaknya. Oleh karena itu, peran keluarga terkhususnya
orang tua yang merupakan keluarga terdekat bagi anak sangatlah penting oleh
karena itu perlunya pendidikan bagi orang tua untuk membantu mereka
memperluas perawatan anak-anak ini dari rumah sakit ke rumah dan dengan
demikian dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Hal ini dimaksudkan
karena dengan adanya program pengajaran terstruktur pada pengetahuan
tentang manajemen perawatan di rumah bagi orang tua dengan anak
hidrosefalus dan pintasan adalah usaha yang sukses. Ini menggambarkan
kebutuhan dan pentingnya menerapkan berbagai intervensi untuk orang tua
dan anak-anak dengan penyakit kronis. Ini tentunya akan meningkatkan
pengetahuan tentang penyakit, mengembangkan keterampilan mereka untuk
menghadapi kondisi pasien, dan akan berkontribusi untuk membangun
generasi yang sehat. Dalam jangka panjang, penyebarluasan pengetahuan
kepada orang tua/pengasuh anak dengan shunt hydrocephalus dapat
meningkatkan kualitas hidup anak-anak tersebut.

19
C. Peneletian Terkait Penatalaksanaan Anak Dengan Penyakit Kronis
(Atraumatic Care) :
Jurnal Berjudul “Pengaruh Terapi Musik Terhadap Stres Hospitalisasi
pada Anak di RSUD.dr. Pirngadi Medan”
Anak usia sekolah yang dirawat inap biasanya akan timbul rasa takut
pada dokter dan perawat, karena dalam bayangan mereka bahwa perawat akan
menyakiti dengan cara menyuntik. Lingkungan rumah tentu sangat berbeda
suasana dan bentuknya dengan ruangan perawatan. Selain itu, anak juga
mengalami keterbatasan kegiatan seperti kegiatan sehari-harinya dengan
teman sebayanya dan keluarga. Stress pada anak usia sekolah adalah stress
karena perpisahan dengan kelompok sebayanya, mengalami luka pada tubuh
dan nyeri, dan kehilangan kontrol dapat juga menimbulkan stress. Anak belum
mengenal lingkungan rumah sakit dan prosedur pengobatan yang akan
dijalani. Anak yang baru pertama kalinya mengalami rawat inap ada awalnya
sangat sulit berinteraksi dengan oranglain bahkan dengan orang asing.
Respon yang muncul, anak cenderung menangis atau marah ketika
didekati, bahkan tidak segan-segan ia merajuk pada orangtuanya. Atas bantuan
dari orangtua yang selalu ada disamping anak, semua hambatan dapat teratasi
dengan baik. Sebagian anak yang telah 4-5 hari dirawat cenderung bisa
berinteraksi dengan baik.Reaksi emosional pada anak usia sekolah sering
menangis, marah dan berduka sebagai bentuk yang sehat dalam mengatasi
stress karena penyakit hydrocephalus yang diderita oleh anak mengakibatkan
mereka harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Mendengarkan musik pada
anak dapat berusaha untuk nenemukan harmoni internal, meningkatkan
kepercayaan diri, mengembangkan keterampilan untukmenangani masalah dan
rasa sakit danberelaksasi. Hal ini akan lebih mudahmengatasi stress,
ketegangan, rasa sakit dan berbagai gangguan atau gejolak emosi negatif yang
dialami oleh anak dengan hydrocephalus. Selain itu musik melalui suara juga
dapat mengubah frekuensi yang tidak harmonis tersebut kembali ke vibrasi
yang normal, sehat dan dapat memulihkan kembali keadaan yang normal

20
sehingga rasa sakit/nyeri akibat penyakit maupun terapi yang diberikan dapat
berkurang.

21
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orang tua sangatlah berperan penting untuk keberlangsungan
perawatan anak mereka. Upaya kesehatan yang dipilih orang tua terhadap
anak hidrosefalus sangat berpengaruh untuk meningkatkan kesehatan anak.
Kondisi anak hidrosefalus sangat membutuhkan perawatan yang optimal.
peran keluarga terkhususnya orang tua yang merupakan keluarga terdekat
bagi anak sangatlah penting oleh karena itu perlunya pendidikan bagi orang
tua untuk membantu mereka memperluas perawatan anak-anak ini dari
rumah sakit ke rumah dan dengan demikian dapat meningkatkan kualitas
hidup mereka.
Mendengarkan musik pada anak dapat berusaha untuk nenemukan
harmoni internal, meningkatkan kepercayaan diri, mengembangkan
keterampilan untuk menangani masalah dan rasa sakit dan berelaksasi. Hal
ini akan lebih mudah mengatasi stress, ketegangan, rasa sakit dan berbagai
gangguan atau gejolak emosi negatif yang dialami oleh anak dengan
hydrocephalus. Selain itu musik melalui suara juga dapat mengubah
frekuensi yang tidak harmonis tersebut kembali ke vibrasi yang normal,
sehat dan dapat memulihkan kembali keadaan yang normal sehingga rasa
sakit/nyeri akibat penyakit maupun terapi yang diberikan dapat berkurang.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan
memperluas wawasan mengenai klien dengan Hidrosefalus karena dengan
adanya pengetahuan dan wawasan yang luas mahasiswa akan mampu
mengembangkan diri dalam masyarakat dan memberikan pendidikan
kesehatan bagi masyarakat mengenai Hidrosefalus, dan fakor –faktor
pencetusnya serta bagaimana pencegahan untuk kasus tersebut.
2. Bagi Rumah Sakit
Bagi institusi pelayanan kesehatan, memberikan pelayanan dan

22
mempertahankan hubungan kerja yang baik antara tim kesehatan dan klien
yang ditujukan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang optimal.
Dan adapun untuk klien yang telah mengalami kasus Hidrosefalus maka
harus segera dilakukan perawatan, agar tidak terjadi komplikasi dari penyakit
Hidrosefalus.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu mahasiswa melalui studi
kasus agar dapat menerapkan asuhan keperawatan pada kliendengan
Hidrosefalus secara komprehensif.

23
DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, Agung, R. P., & Sari, F. (2017). Hidrosefalus Pada Anak. Jmj, 1, 61–
67.

Devianti, R., Sari, S. L., & Bangsawan, I. (2020). Pendidikan Karakter untuk
Anak Usia Dini. MITRA ASH-SHIBYAN: Jurnal Pendidikan Dan Konseling,
3(02), 67–78. https://doi.org/10.46963/mash.v3i02.150

Handayani, Y., & Erawan, erlyn. (2018). DINAMIKA COPING STRESS


KELUARGA DALAM MENGHADAPI ANAK YANGMENGALAMI
HIDROSEFALUS. 1–12.

Nurmashitah, & Purnama, A. (2018). Medical play dalam menurunkan respon


kecemasan anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di ruang rawat
inap anak. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia, 8(4), 516–521.

Rahmayani, D. D., Gunawan, P. I., & Utomo, B. (2017). Profil Klinis dan Faktor
Risiko Hidrosefalus Komunikans dan Non Komunikans pada Anak di RSUD
dr. Soetomo. Sari Pediatri, 19(1), 25–31.
https://doi.org/10.14238/sp19.1.2017.25-31

Roza, D., Nurhafizah, N., & Yaswinda, Y. (2019). Urgensi Profesionalisme Guru
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Penyelenggaraan Perlindungan Anak.
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 4(1), 277.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v4i1.325

Subagio, Y., Pramusinto, H., & Basuki, E. (2019). Jurnal Saintika Medika Faktor-
Faktor Risiko Kejadian Malfungsi Pirau Ventrikuloperitoneal pada Pasien
Hidrosefalus Bayi dan Anak Di Rumah Saikit Umum Pendidikan dr . Sardjito
Yogyakarta. Jurnal Saintika Medika, 15(1), 69–77.
https://doi.org/https://doi.org/10.22219/sm.Vol15.SMUMM1.8624

Tanaem, G. H., Dary, M., & Istiarti, E. (2019). Family Centered Care Pada
Perawatan Anak Di Rsud Soe Timor Tengah Selatan. Jurnal Riset
Kesehatan, 8(1), 21. https://doi.org/10.31983/jrk.v8i1.3918

Trilest, A. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. M DENGAN


HIDROSEFALUS POST PASANG SHUNTING DI RUANG RAWAT INAP
ANAK RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI TAHUN 2018. 1–
104.

Wirdhana, S. A. (2017). PROSES PENERIMAAN DAN PENGASUHAN ORANG


TUA UNTUK MEMPERTAHANKAN AFEKSI SAYANG PADA ANAK
HYDROCEPHALUS.

Yunita, H., & Erlyn, E. (2018). Dinamika Coping Stress Keluarga Dalam

24
Menghadapi Anak Yang Mengalami Hidrosefalus. Experentia, 6(2), 1–12.

25

Anda mungkin juga menyukai