Anda di halaman 1dari 21

1

ENSEFALITIS
MAKALAH
Tugas Pada Mata Askep Neurobehaviour
Program Studi Ilmu Keperawatan Semester 5 Reg. A.6

Disusun oleh:
Lucky Laras Santy NPM 12142013547
Lusi Apriani NPM 12142013534
Hoirunnisak NPM 12142013519
Siti Komariah NPM 12142013522
Widya Wijaya NPM 12142013545

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
2014
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nyalah makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur dari mata kuliah Askep
Neurobehaviour pada Program Studi Ilmu Keperawatan Bina Husada Palembang.
Dalam makalah ini, penulis membahas mengenai Ensefalitis. Makalah ini dibuat
dalam rangka untuk mengetahui tentang Konsep Penyakit serta Askep Ensefalitis dengan
harapan bahwa mahasiswa bisa lebih memahami dan mengenal materi tersebut. Menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Akhir kata
penulis ucapkan terima kasih dan semoga makalah ini bermanfaat.

Palembang, Agustus 2014


3

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................ii
Daftar Isi.............................................................................................................................iii
A. Konsep Penyakit
1. Definisi ensefalitis.......................................................................................4
2. Anatomi dan fisiologi ensefalitis.................................................................4
3. Patofisiologi ensefalitis...............................................................................7
4. Etiologi ensefalitis.......................................................................................7
5. Manifestasi ensefalitis.................................................................................8
6. Komplikasi..................................................................................................8
7. Patoflow.......................................................................................................9
8. Pemeriksaan diagnostic...............................................................................10
9. Penatalaksanaan medis................................................................................10
B. Asuhan keperawatan secara toritis
1. Pengkajian...................................................................................................11
2. Diagnose......................................................................................................16
3. Intervensi.....................................................................................................20
4. Implementasi...............................................................................................20

Daftar Pustaka

iii
4

ASUHAN KEPERAWATAN ENSEFALITIS

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan
oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen.
Encephalitis adalah suatu inflamasi otak yang disebabkan oleh infeksi virus dan
bakteri. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh
infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis
dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
2. Anatomi dan fisiologi

Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri
terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan
stimulus eksternal dipantau dan diatur. Kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau
sensitivitas terhadap stimulus, dan konduktivitas, atau kemampuan untuk mentransmisi
suatu respons terhadap stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama : Input
sensorik. Sistem saraf menerima sensasi atau stimulus melalui reseptor, yang terletak di
5

tubuh baik eksternal (reseptor somatic) maupun internal (reseptor viseral). Antivitas
integratif. Reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik yang menjalar di sepanjang
saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, yang kemudian akan menginterpretasi dan
mengintegrasi stimulus, sehingga respon terhadap informasi biasa terjadi.Output motorik.
Input dari otak dan medulla spinalis memperoleh respon yang sesuai dari otot dan kelenjar
tubuh , yang disebut sebagai efektor.
Organisasi Struktural Sistem Saraf
a. Sistem saraf pusat (SSP). Terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi
tulang kranium dan kanal vertebral.
b. Sistem saraf perifer meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem ini
terdiri dari saraf cranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla
spinalis dengan reseptor dan efektor.
Secara fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan sistem eferen.
a) Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke SSP
b) Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan kelenjar.
Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua sub divisi :
a. Divisi somatic (volunter) berkaitan dengan perubahanlingkungan eksternal dan
pembentukan respons motorik volunteer pada otot rangka.
b. Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respon involunter pada otot polos,
otot jantung dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf melalui dua jalur
o Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis
o Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sacral pada medulla spinalis.
o Sebagian besar organ internal di bawah kendali otonom memiliki inervasi simpatis
dan parasimpatis.
Sel-Sel Pada Sistem Saraf
a. Neuron
Pengertian Neuron
adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel dan perpanjangan
sitoplasma.
b. Badan sel atau perikarion, suatu neuron mengendalikan metabolisme keseluruhan
neuron. Bagian ini tersusun dari komponen berikut :
- Satu nucleus tunggal, nucleolus yang menanjol dan organel lain seperti konpleks golgi
dan mitochondria, tetapi nucleus ini tidak memiliki sentriol dan tidak dapat
bereplikasi.
6

- Badan nissi, terdiri dari reticulum endoplasma kasar dan ribosom-ribosom bebas serta
berperan dalam sintesis protein.
- Neurofibril yaitu neurofilamen dan neurotubulus yang dapat dilihat melalui
mikroskop cahaya jika diberi pewarnaan dengan perak.
c. Dendrit adalah perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek serta
berfungsi untuk menghantar impuls ke sel tubuh.
d. Akson adalah suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari dendrite.
Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan sel ke neuron lain, ke sel lain (sel otot
atau kelenjar) atau ke badan sel neuron yang menjadi asal akson.
Klasifikasi Neuron
- Fungsi.
Neuron diklasifikasi secara fungsional berdasarkan arah transmisi impulsnya. Neuron
sensorik (aferen) menghantarkan impuls listrik dari reseptor pada kulit, organ indera atau
suatu organ internal ke SSP. Neuron motorik menyampaikan impuls dari SSP ke efektor.
Interneuron (neuron yang berhubungan) ditemukan seluruhnya dalam SSP. Neuron ini
menghubungkan neuron sensorik dan motorik atau menyampaikan informasi ke
interneuron lain.
- Struktur.
Neuron diklasifikasi secara structural berdasarkan jumlah prosesusnya terdapat 3
Neuron unipola, memiliki satu akson dan dua denderit atau lebih. Sebagian besar neuron
motorik, yang ditemukan dalam otak dan medulla spinalis, masuk dalam golongan ini.
Neuron bipolar memiliki satuakson dan satu dendrite. Neuron ini ditemukan pada organ
indera, seperti amta, telinga dan hidung.
Neuron unipolar kelihatannya memiliki sebuah prosesus tunggal, tetapi neuron ini
sebenarnya bipolar.
- Sel Neuroglial.
Biasanya disebut glia, sel neuroglial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang
berfungsi sebagai jaringan ikat.
a) Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus panjang,
sebagian besar melekat pada dinding kapilar darah melalui pedikel atau “kaki vascular”.
b) Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan jumlah prosesusnya
lebih sedikit dan lebih pendek.
c) Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya memiliki peran
fagositik.
7

d) Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi rongga serebral dan
ronggal medulla spinalis.
- Kelompok Neuron
a. Nukleus adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di dalam SSP.
b. Ganglion adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di bagian luar SSP
dalam saraf perifer.
c. Saraf adalah kumpulan prosesus sel saraf (serabut) yang terletak di luar SSP.
d. Saraf gabungan. Sebagian besar saraf perifer adalah saraf gabungan ; saraf ini
mengandung serabut arefen dan eferen yang termielinisasi dan yang tidak termielinisasi.
e. Traktus adalah kumpulan serabut saraf dalam otak atau medulla spinalis yang
memiliki origo dan tujuan yang sama.
f. Komisura adalah pita serabut saraf yang menghubungkan sisi-sisi yang
berlawanan pada otak atau medulla spinalis.
3. Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas, dan saluran cerna. Setelah masuk
ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
a. Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ
tertentu.
b. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke
organ dan berkembang biak di organ tersebut.
c. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan selaput lendir dan
menyebar melalui system persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodromal
berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah nyeri
tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit
kepala, muntah-muntah, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai
gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain berupa gelisah, rewel,
perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda
neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.
4. Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria,
protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Penyebab tersering dari ensefalitis
adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh
8

enterovirus, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bisa juga terjadi pascainfeksi campak,
influenza, varicella, dan vaksinasi pertusis.
Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis supuratif akut
dengan bakteri penyebabnya adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.
Tuberculosa dan T. Pallidum. Sedangkan ensefalitis virus dengan virus penyebab adalah
virus RNA (virus parotitis, virus morbili, virus rabies, virus rubella, herpes zoster, dan
varicella.
5. Manifestasi Klinis
Secara umum,gejala berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan
kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai
meningen, dapat terjadi gangguan pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
1. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-
kejang di muka)
5. Sakit kepala dan biasanya pada bayi disertai jeritan.
6. Malaise
7. Gelisah
6. Komplikasi
Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi, berkisar antara 35-50 %, dari pada
penderita yangb hidup 20-40 % mempunyai komplikasi atau gejala sisa berupa paralitis.
Gangguan penglihatan atau gejala neurologik yang lain. Penderita yang sembuh tanpa
kelainan neurologik yang nyata,dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin
menderita retardasi mental, gangguan tingkah laku dan epilepsy
9

7. Patoflow

Faktor-faktor prespitasi:
Factor predisposisi: Virus/Bakteri masuk jaringan otak
secara local, hematogen dan melalui sraf-saraf pernah mengalami campak, cacar air, herpes
meningitis
Masuk melalui kedalam tubuh

Menginfeksi cairan
Menginfeksi cairan serebrospinal
serebrospinal

Imflamasi di otak
Memicu reaksi pertahanantubuh antigen
meningkat, antibodi menurun

Merangsang imunoglobulin

leukositas

Terjadi di Eschefalon

Merangsang Pelepasan zat


mediator kimia Peningkatan Pembetukan
pirogen endogen
TIK transudat
Merangsang sel dan eksudat
saraf
Instabil
termoregulasi Mual,
muntah Edema serebral
Neurotransmitter
BPHS Peningkatan suhu
tubuh 38,5 0 c Intake makanan Gangguan perfusi
inadekuat jairngan serebral
Saraf afferen

MK: MK: Resiko


Medulla MK: Gg. Nutrisi Infeksi Suplai nutisi
spinalis
Hipertermi
kurang dari menurun
keburuhan
Thalamus tubuh Penurunan
kesadaran
Korteks serebri
Penumpukan sekret
Saraf efferen

MK: Nyeri
10

MK: Gangguan
pola napas
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan cairan serebrospinal.
Warna dan jenis terdapat pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan dominasi
sel limfosit. Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam batas normal.
b. Pemeriksaan EEG/Electroencephalography
EEG sering menunjukan aktivitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran
yang menurun, adanya kejang,koma,tumor,infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses,
jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal
irama dan kecepatan. (Smeltzer,2002).Pemeriksaan virus
c. CT Scan
pemeriksaan CT Scan otak sering kali di dapat hasil normal, tetapi bisa juga
didapat hasil edema diffuse.
9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis antara lain :
a. Isolasi : isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
- Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
- Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
- Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir
diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan
selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan (Victor, 2001).
- Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
c. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak
- Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan anak.
- Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving
set untuk menghilangkan edema otak.
- Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
11

d. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang.


Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
- Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
- Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama.
- Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip
dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
e. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-
3l/menit).
f. Penatalaksanaan shock septic
g. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
h. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang
mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak,
selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.  Sebagai hibernasi dapat
diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena
atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum
seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat
per oral (Hassan, 1997).

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan
diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang
lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau
memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama.
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. keluhan utama
pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran,
demam dan kejang.
c. Riwayat penyakit saat ini
Keluhan gejala awal yang sering adalah sakit kepala dan demam. Sakit kepala
disebabkan ensefalitis yang berat dan sebagai iritasi selaput otak.
12

Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih


mendalam, bagaimana sifat timbul kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan
kejang, dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan
kejang.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan ensefalitis
bakteri. Disorientasi dan gangguan memori bisanya merupakan awal adanya
penyakit.
d. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.
Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh
ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahi
rdalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi system kekebalan
terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya
penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan
untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir.
Contoh : BBLR, apgar score, yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya.
e. Riwayat penyakit dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk, pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita
penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.
f. Riwayat kesehatan keluarga.
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit
yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui,
apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang ada
hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno marram, 1983).
g. Riwayat social.
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan dan
perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga mengganggu status
mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien
ataukeluarga agar dapat memprioritaskan maslaah keperawatnnya.(Ignatavicius dan
Bayne, 1991).
h. Kebutuhan dasar (aktfitas sehari-hari).
Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari antara
lain : gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi karena mual muntah,
13

hipermetabolik akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Pola


istirahat pada penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita. Pola
kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah atau
tidak sadar dan cenderung tergantung pada orang lain perilaku bermain perlu
diketahui jika ada perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada anak.
i. Pengkajian-psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien ensefalitis meliputi beberapa penilaian yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi,kognitif,dan perilaku klien.pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga maupun
masyarakat.Apakah ada dampak yang timbul pada klien ,yaitu timbul ketakutan
akan kecacatan,rasa cemas,rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal,dan pandangan terhadap dirinya yang salah(gangguan citra tubuh)
pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar bisa digunakan klien
selama masa stres meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah
kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat stres.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini memberi
dampak pada status ekonomi klien,karena biaya perawatan dan pengobatan
memerlukan dana yang tidak sedikit.perawat juga memasukkan pengkajian
terhadap fungsi neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup
klien.perspektifkeperawatan dalam mengkaji terdiri dari dua masalah,yaitu
keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan
peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada
gangguan neurologis didalam sistem dukungan individu.
j. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien,pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisil pada pemeriksaan B3(Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV).pada klien
ensefalitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 39-
14

41C.Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak
yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh.Penurunan denyut nadi terjadi
berhungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.Apabila disertai peningkatan
frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan sebelum mengalami
ensefalitis.TD biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK.
B1(BREATHING)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan(syok)hipovelemik
yang sering terjadi pada klien ensefalitis
B3 (BRAIN)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan pokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
B 4 (BLADDER)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya di dapatkan berkurangnya volume
haluaran urine ,hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan
curah jantung ke ginjal.
B 5 (BOWEL)
Mual sampai muntah di hubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung.pemenuhan nutrisi pada klien maningitis menurun karena anoreksia dan
adanya kejang.
B 6 (BONE)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas
klien secara umum .dalam pemenuhan kebutuhan sehari hari klien lebih banyak
di bantu oleh orang lain.
Tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya berkisar pada
tingkat letargi,stupor,dan semikomatosa.Apabila klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.
Fungsi serebri
Status mental: observasi penampilan klien dengan tingkah lakunya,nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah,dan aktivitas motorik.Pada klien
ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
15

k. Pemeriksaan saraf kranial


Saraf 1. Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien ensefalitis.
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema
mungkin didapatkan terutama pada ensefalitis supuratif disertai abses serebri dan
efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien ensefalitis
yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut
ensefalitis yang telh mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan
reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien ensefalitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
Saraf V. Pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga mengganggu
proses mengunyah.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya
paralisis unilateral.
Saraf VIII. Tidak ditemukannya adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu
pemenuhan nutrisi via oral.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha
dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.
Indra pengecapan normal.
Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada ensefalitis
tahap lanjut mengalami perubahan.
Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum
derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien
ensefalitis dengan tingkan kesadaran koma.
Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, Tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien
biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan ensefalitis disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga
berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal
yang peka.
16

Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada ensefalitis biasanya didapatkan perasaan raba normal,
perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal
dipermukaan tubuh, perasaan proprioseptif normal, dan perasaan diskriminatif
normal.peradangan pada selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah
di kenali pada ensefalitis.tanda tersebut adalah kaku kuduk ,yaitu ketika adanya
upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot otot
leher.
2. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan pola napas berhubungan dengan penumpukan sekret
2. Nyeri yang berhubungan dengan iritasi lapisan otak.
3. Hipertermi berhubungan denganpeningkatan suhu tuuh
4. Gangguan Nutrisi kurang kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perfusi jaringan serebral
3. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pola napas berhubungan dengan penumpukan
sekret
Tujuan:
NOC
- Respiratory status:ventilation
- Respirtori status: airway patency
- Vitalsign status
Kriteria Hasil:
- Mendemonstrasikan batuk efektif dansuara yang efektif
- Menunjukkan jalan napas yang paten
- Tanda-tanda vital yang normal
Intervensi Rasionalisasi
NIC
- Monitor TD, nadi, suhu, RR - Untuk mengetahu tnda-tanda vital
- Pertahankan posisi klien dalam keadaan normal
- Untuk memaksimalkan ventilasi
- Keluarkan secret dengan batuk klien
17

efektif atau suction - Untuk membuka jalan napas

- Atur intake cairan klien


- Untuk mengoptimalkan cairan
yang masuk
- Monitoring respirasi dan secret
trakea
- Untuk memberikan rasa nyaman
- Bersihkan mulut, hidung, secret pada klienketika bernapas
trakea

2. Nyeri yang berhubungan dengan iritasi lapisan otak.


Tujuan:
- Skala nyeri berkurang
- Nyeri teratasi
- Klien merasa nyaman
Intervensi Rasionalisasi
- Lakukan pengkajian nyeri - Untuk mengetahui lokasi,
secarakonfrehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan fator prespitasi
kualitas, dan fator prespitasi)
- Observasi reaksi nonverbal - Untuk melihat ketidaknyamanan
- Berikan teknik relaksasi napas
- Untuk mengurangi rasa nyeri
dalam
- kontrol lingkunan yang dapat
- Untuk memberikan rasa nyaman
mempengaruhi nyeri seperti suhu
terhadap klien
ruangan, pencahayaan dan
kebisinngan
- berikan analgesic pada saat nyeri - Analgesic untuk mengurangiraa
terjadi nyeri

3. Hipertermi berhubungan denganpeningkatan suhu tuuh


Tujuan:
NOC
Thermoregulation
Kriteria hasil:
18

- Suhu tubuh dalam rentang normal


- Nadi dan RR dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan kulitdan pusing
Intervensi Rasionalisasi
NIC
- Monitor suhu tubuh minimal 2 - Untuk memantau suhu tubuh
jam kembali normal
- Monitor warna dan suhu kulit - Untuk mngetahui adanya
perubahan kulit atau tidak
- Monitor RR dan Tekanan darah - Tekanan darah dalam keadaan
normal
- Monitor intake dan output - Untuk memantau intake dan
output klien
- Kompres klien paha lipatan paha - Mengurangi suhu tubuh yang
dan axila tinggi
- Selimuti klien
- Berikan antipiretik jika perlu

4. Gangguan Nutrisi kurang kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
Tujuan:
Nutrition intake status: food and fluid intake
Weight control
Kriteia hasil:
- Adanya peningkatan berat adan sesuai dengan kebutuhan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
- Tidakada tanda-tanda malnutisi
- Tidak ada penurunan berat badan
Intervensi Rasionalisasi
NOC
- Monitor jumlah dan kandungan - Untuk mengetahui kebutuhan
kalori kalori klien
- Kaji pasien untuk mendapatkan - Untuk memenuhi kebutuhan klin
nutrisi yang dibutuhkan yang dibutuhkan
- Berikan informasi tentang - Agar klien dapat mengetahui
19

kebutuhan nutrisi kebutuhan nutrisi yang


dibutuhkan
- Berikan makanan tinggi serat - Untuk menghindari konstipasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi - untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan

5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perfusi jaringan serebral


Tujuan:
NOC
Circulation status
Tissue prefusion: cerebral
Kriteria Hasil:
- Mendemostrasikan status sirkulasi yang ditandai systole dan diastole dalam
keadaan normal
- Tidakadatanda-tandaTIK (tidak lebih 15 mmHg)
- Menunjukkn fungsi sensori motori cranial yang utuh: tingkat kesadaran membaik,
tudak ada gerakan involunter
Intervensi Rasionalisasi
NIC
Manajemen sensasi perifer
- Monitor adanya daerah tertentu yang - Untuk menghindari kontak lansung
hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul - Untuk dapat segera diatasi oleh
- Instruksikan keluarga untuk pihak medis
mengobservasi kulit jika ada lesi atau
- Untuk menghindari adanya
laserasi
kontaminasi
- Gunakan sarung tangan untuk proteksi
- Menghindari terjadi gerakan yang
- Batasi gerakan leher , kepala dan
dapat menciderai
Punggung
- Untuk menghilangkan rasa nyeri
- Kolaborasi pemberian analgesik

4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan perencanaan
yang telah ditentukan secara umum. Intervensi yang dapat dilakukan pada klien
meningitis adalah: kaji status neurology, monitor tanda-tanda vital, mengkaji
20

adanya komplikasi, hindari fleksi leher, kaji kepatenan dan fungsi jalan nafas,
peningkatan kesehatan, pencegahan infeksi pernafasan melalui vaksinasi
pneumococcal pneumonia dan influenza dengan dibantu oleh perawat, monitor
intake dan out put, kolaborasi dengan medis, membantu memenuhi kebutuhan
klien, memberi support kepada klien dan keluarga.
5. Evaluasi
1. Hasil yang diharapkan :
1) Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
atau keterlibatan orang lain.
2) Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi
motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3) Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4) Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu
tidur/istirahat dengan tepat.
5) Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6) Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
7) Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan
pengetahuan tentang situasi.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arief. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien DenganGangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penykait dalam. Jogja: Nuha Medika.
21

Amin, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis &
NANDA NIC-NOC jilid 1. Jogjakarta: Media Action Publising.

Anda mungkin juga menyukai