Anda di halaman 1dari 183

MBS KONTEMPORER

(i)
TEORI DAN PRAKTIK

(ii)
MBS KONTEMPORER

MBS
KONTEMPORER
TEORI DAN PRAKTIK

Dr. H. Lukman Hakim, M.Pd.I

Timur Laut Aksara


2019

(iii)
TEORI DAN PRAKTIK

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia


Katalog Dalam Terbitan (KDT)

MBS KONTEMPORER
Teori dan Praktik
Dr. H. Lukman Hakim, M.Pd.I
170 + x Hlm (16x23cm)
Hvs 70 gram, 12 Pt, Times News Roman

© Timur Laut Aksara 2019


ISBN : 979-602-53849-1-2

Editor : Dr. Yusdi Anra, M.Pd


Tata Letak : Joe Hary
Pracetak : Wahyu Munandar

Penerbit : CV. Timur Laut Aksara


Jl. Kebun Daging Perum Garuda 3 Rt. 12 No. 22
Kel. Bagan Pete - Kota Jambi

Dicetak oleh: Timlak Printing


(isi diluar Tanggungjawab Percetakan)

(iv)
MBS KONTEMPORER

Prakata Penerbit

Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, sekolah seolah


mendapat energi baru berupa semakin luas dan beragamnya penelitian
yang dilakukan para peneliti menyangkut usaha peningkatan kualitas
sekolah. Terbanyak dari penelitian dimaksud berada di wilayah
penelitian bidang manajemen sekolah berikut variabel-variabel yang
berhubungan dengan point penelitian, termasuk subjek pelaksana, baik
kepala sekolah, guru termasuk – hingga- pengguna sekolah yakni
masyarakat.
Bahwa bidang manajemen pendidikan menarik untuk diteliti
bukan saja karena sekolah dianggap sebagai tempat dalam
memproduksi sumberdaya manusia berkualitas, namun yang paling
harus dianggap penting bahwa perkembangan peradaban berupa
kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, perubahan perubahan
global memungkinkan manajemen sekolah harus terus dinamis,
berkembang dan berubah untuk menjawab kebutuhan zaman.
Tidak ada suatu hal yang benar-benar lahir sebagai originalitas,
bahwa pengetahuan yang kita dapatkan hari ini bisa jadi adalah
akumulasi temuan yang saling melengkapi. Demikian pula dengan apa
yang ditulis dalam buku yang bertema Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) Kontemporer ini sekalipun banyak penelitian serupa namun ia
menampilkan sesuatu yang baru, dan sesuatu yang baru itu pun
merupakan hasil dukungan dari temuan temuan terdahulu, dengan
demikian, kita dapat simpulkan bahwa temuan mutakhir (kontemporer)
bisa dianggap sebagai prestasi gemilang dari sejarah yang terus
menerus diperbaharui.

(v)
TEORI DAN PRAKTIK

Apa yang diperbaharui oleh Dr. Lukman Hakim dalam buku ini.
Sejujurnya harus dikatakan, memang tidak begitu banyak. Sekalipun
tidak banyak, ia sangat penting. Manakala banyak penelitian lebih
diarahkan pada penemuan teori dan langkah strategik secara umum, di
buku ini Dr. Lukman Hakim berbicara lebih practical. Konsep MBS
kerap ditulis sebatas penjelasan umum hasil dari penafsiran teori, di sini
Dr. Lukman Hakim mencaba lebih luas lugas memperkenalkan alat alat
manajemen yang terbaik dalam praktik MBS yang meliputi
penyelenggara sekolah, sarana-prasaran, hingga masyarakat pengguna.
Dalam buku ini, penelitian sederhana yang ia capai tidak
bersifat matematis, ia mengadakan survery dan analisis yang mendalam
terhadap beberapa masalah penting dari beberapa sampel kemudian
mengelaborinya dengan berbagai teori untuk kemudian menghasilkan
praktik MBS yang bisa diaplikasikan di lingkungan manapun.
Wajar jika kemudian kami menganggap Dr. Lukman Hakim
telah mendedikasikan keilmuannya untuk memberikan sumbangsih
bagi kemajuan lembaga pendidikan berupa Manajemen Berbasis
Sekolah Kontemporer khusunya dalam buku ini. Dengan merujuk pada
kesiapan sekolah menghadapi berbagai perubahan dan kecanggihan
tekhnologi yang sering dating tiba-tiba dan mengejutkan. Dr. Lukman
Hakim membangun konsep konsep fundamental MBS Kontemporer
dari mulai membangun paradigm baru yang lebih bisa membius. Ia
memulai dari kekhawatiran, lantas ia membangun visi yang lebih
komprehensip, semuanya ia tulis secara sistematik dan berimbang.
Beberapa lompatan kecil dalam pemikirannya pada buku ini bisa kita
anggap sebagai seni manajemen kontemporer yang ia gagas.

Kota Jambi, Agustus 2019

PENERBIT

(vi)
MBS KONTEMPORER

Pengantar Penulis
Rasa Syukur yang dalam kehadirat Allah SWT Penulis haturkan
semoga dengan sampainya buku ini ke tangan pembaca, maka akan
sampai pula, apa yang ingin penulis sampaikan dan apa yang penulis
temukan. Buku ini, tentunya hadir sebagai tanggung jawab moral untuk
terus memberikan sumbang pemikiran bagi kemajuan lembaga
pendidikan khusunya bagi kemajuan sistem manajemen di sekolah.
Dalam dua tahun terakhir, kesibukan memberikan mata kuliah
manajemen pendidikan ditambah membaca kecenderungan
perkembangan lembaga pendidikan yang selalu penulis ikuti membuat
penulis ingin berbagai pemikiran tentang bagaimana penerapan
manajemen sekolah menghadapi peruabahan kulktur dan kemajuan
tekhnologi saat ini. Ini mencakup bagaimana Manajemen dimaksud
bisa bertahan dan memiliki kekuatan untuk menjawab dinamika yang
terjadi. Bahwa MBS dimodifikasi secar terus menerus merupakan suatu
keharusan, namun perubahan yang terus menerus tentunya akan
bermuara pada kesiapan sumberdaya.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sudah tentu tidak asing
lagi, namun MBS Kontemporer yang mesti dinamis dalam menangkap
perubahan perilaku budaya dan kemajuan ilmu pengetahuan tekhnologi
mesti dipersiapkan. Tidak ada hal yang baru, hanya perlu pematangan
di beberapa sisi dan penguatan di sisi lain.
` Akhirnya saya berharap semoga buku ini berguna sebagai bahan
pengayaan. Segala kritik yang konstruktif sangat saya harapkan untuk
kebaikan ilmu pengetahuan di masa datang.

Kota Jambi, Juli 2019

PENULIS

(vii)
TEORI DAN PRAKTIK

(viii)
MBS KONTEMPORER

DAFTAR ISI

Prakata Penerbit……………………………………………………………. v
Sambutan Penulis …………………………………………………………. vi
Daftar Isi ………………………………………………………………………... ix

BAGIAN PERTAMA
Sejarah dan Perkembangan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 1
A. Sejarah Lahirnya MBS ……………………………………………….. 1
B. Latar Belakang Pentingnya MBS di Indonesia ……………. 4
C. Perkembangan dan Hambatan MBS …………………………… 15
D. Era Millenium, Era Perubahan …………………………………… 19

BAGIAN KEDUA
Mengenal Lebih Dalam Konsep MBS ……………………………… 23
A. Landasan Filosofi dan Yuridis MBS …………………………… 23
B. Kajian Teoritis MBS ………………………………………………….. 28
C. MBS sebagai Model …………………………………………………… 37

BAGIAN KETIGA
MBS KONTEMPORER DALAM MANJEMEN PENDIKAN,
SUATU PENDEKATAN ……………………………………………………. 49
A. Membangun Paradigma Baru MBS …………………………… 59
B. Teori dan Konsep MBS Kontemporer……………………….. 69
C. Manajemen Pendidikan dalam Desentralisasi………….... 74
D. MBS Kontemporer Sebagai Gagasan Persiapan………….. 81

(ix)
TEORI DAN PRAKTIK

BAGIAN KEEMPAT
PENYELENGGARA SEKOLAH SEBAGAI PELAKSANA ….99
A. Kepala Sekolah; Fungsi dan Peran dalam MBS ….. 99
B. Mengoptimalkan Fungsi Guru dan Kayawan …….. 111
C. Partisipasi Siswa dan Orang Tua Siswa…………….. 115
D. Pelibatan Masyarakat Sekolah ………………………… 116

BAGIAN KELIMA
APLIKASI MBS DI SEKOLAH .……………………………………123
A. Perkembangan MBS di Sekolah ………………………… 123
B. Contoh Praktis Penerapan MBS di Sekolah ………. 128
C. Praktik Ideal MBS Kontemporer………………........... 134
D. Delapan Pilar Pendidikan Nasional ………………..... 145
E. Ikhtiar lain Menyangkut Pendidikan ……………….. 148

BAGIAN KEENAM
PENUTUP ; MBS KONTEMPORER, SUATU MODEL
MANAJEMEN PENDIDIKAN TANGGUH……………………. 153

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………... 165


TENTANG PENULIS ………………………………………………. 170

(x)
MBS KONTEMPORER

.BAGIAN PERTAMA
Sejarah dan Perkembangan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

A. Sejarah Singkat Lahirnya MBS di Berbagai Belahan Dunia.


Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bukanlah program
baru. Ia sudah lama didengungkan, bahkan diteriakkan. Sejarah
lahirnya MBS dimungkinkan oleh ikhtiar untuk memperbaharui
sistem pendidikan agar lebih berhasil dalam mencapai tujuan
pendidikan. Karena itu sejarah MBS merupakan suatu bagian
penting dari sejarah perkembangan kemajuan pendidikan itu
sendiri. Jika hari ini kita melihat geliat sekolah semakin dinamis
(maju dan berkembang), bisa jadi itu juga diakibatkan dari
dilaksanakannya program MBS yang secara langsung maupun
tidak, ikut mempengaruhi majunya perkembangan pendidikan.
Sejarah mencatat, dan sebagian memelihara catatan itu dengan
pemeliharaan yang baik. Pendidikan terus dipelihara dan ditumbuh-
kembangkan sesuai permintaan zaman. Amerika, pada suatu masa
telah melampaui itu semua. Di sana, Kemunculan MBS didahului
(1)
TEORI DAN PRAKTIK

oleh pertanyaan menahun di benak masyarakat akan relevansi dan


korelasi hasil pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Sekolah dianggap tidak memberikan hasil maksimal dan
tidak menunjukkan kekuatan untuk berkompetisi secara global.
Blog Educations Journal (2008)1 melansir bahwa Element
MBS di Amerika dapat ditemukan sejak awal tahun 1900-an.
Beberapa peneliti mencatat bahwa MBS timbul ke permukaan setelah
adanya tekanan pada masa-masa kritis, misalnya pada masa
demonstrasi guru dan masa perang dunia. Tekanan tersebut
sepertinya telah menimbulkan kesadaran akan pentingnya melakukan
perubahan sistem yang ada menjadi sistem yang lebih baik agar lebih
mampu memenuhi kebutuhan yang ada. Bukti-bukti yang ada juga
menunjukkan bahwa ketika terjadi perubahan sistem tersebut, maka
tombak kekuasaan bergeser dan terciptalah suatu keseimbangan
kepemimpinan. Penggunaan MBS di Amerika untuk merespon krisis,
pertama kali muncul saat terjadi pergerakan kelompok guru (1909-
1929), di mana perwakilan guru telah terpilih untuk melayani di
dalam kelompok guru dan diberi kekuatan untuk membuat kebijakan-
kebijakan di dalam sekolah. Pergerakan ini terinspirasi oleh adanya
pergerakan buruh saat itu dan hasil dari pergerakan ini terealisasi
dalam salah satu bentuk MBS, yaitu adanya suatu badan di sekolah
yang didominasi oleh guru. Selanjutnya dijelaskan masa depresi yang
terjadi di AS dan perang dunia kedua, telah memunculkan Gerakan
Demokrasi Administrasi (1930-1950), di mana pada saat itu ada
desakan untuk meningkatkan peran orangtua, guru, siswa, dan
masyarakat di dalam sekolah secara lebih demokratis lagi. Karena itu
dibentuklah komite sekolah untuk menampung beragam aspirasi yang
timbul terhadap sekolah.

1 1
http://tyaeducationjournals.blogspot.com/2008/04/manajemen-berbasis-sekolah-di-
amerika.html Diakeses tanggga 22 Juli 2019 Pukul 01.03 wib
(2)
MBS KONTEMPORER

Latar belakang munculnya Manajemen Berbasis Sekolah


(MBS) pada prinsipnya tak lepas dari kinerja pendidikan suatu negara
melalui sistem pengelolaan pendidikan yang sudah ada. Sebagaimana
halnya di Amerika yang dipicu oleh ketidakpuasan terhadap kinerja
lembaga pendidikan, di Hongkong kemunculan MBS juga
dilatarbelakangi oleh kurang baiknya sistem pendidikan saat itu.
Antara tahun 1960-an hingga 1970-an berbagai inovasi dilakukan
melalui pengenalan kurikulum baru dan pendekatan metode
pengajaran baru dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan,
namun hasilnya tidak memuaskan. Demikian juga di banyak negara
lain seperti Kanada, Amerika Serikat, Australia, Inggris, Prancis,
Selandia Baru dan Indonesia.2
Pada akhir tahun 1980-an berbagai bentuk implementasi MBS
segera menjadi pembicaraan serius dan menjadi strategi baru dalam
reformasi pendidikan di berbagai penjuru dunia. MBS mulai diterima
karena banyak pelaku pendidikan yang melihat peluang masa depan
pendidikan yang lebih baik ada dalam MBS. Ciri MBS
memperlihatkan adanya kerjasama partisipasif dalam mengambil
keputusan sekolah secara bersama-sama antar sekolah dan
masyarakat. Kerjasama partisipatif inilah yang sesungguhnya
menjadi jiwa pelaksanaan MBS. Sejak itulah, MBS mulai diminati.
Berbeda dengan Hongkong, kemunculan MBS di Kanada yang
menggunakan istilah school-site Decision Making disadari oleh
adanya pemahaman bahwa telah terjadi kelemahan manajemen dari
pendekatan fungsional. Manajemen mengontrol dan membatasi
bawahan yang mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
kekuasaan. Di Australia, MBS dikembangkan dengan memadukan
kebijakan pendidikan negara bagian dengan aspirasi dan partisipasi
masyarakat setempat. Upaya memadukan kedua unsur ini dihimpun
2
Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta, 2008, hal.11.
(3)
TEORI DAN PRAKTIK

secara terbuka melalui wadah bersama yang disebut “School


Council” dan “Parent and Community Association”. Yang pertama
identik dengan yang kita kenal sebagai komite sekolah. Dari kajian
dan pengalaman Umaedi (2006)3 di negara-negara lain ditemukan
beberapa istilah yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan,
misalnya school based budget, resource allocation, dan school
funding formula.
Model MBS di berbagai penjuru dunia sudah mulai terjadi pada
tahun 1970-an dan disusul banyak negara pada tahun 1980-an,
sementara perkembangan atau kemunculan MBS di Indonesia baru
muncul dan dikenal setelah 30 tahun kemudian. Mengapa Indonesia
sedikit lamban dalam menerima perubahan manajemen pengelolaan
model MBS ini?.

B. Latar Belakang Pentingnya MBS di Indonesia


1. Pendidikan Kita dari waktu ke Waktu
Lambatnya kesadaran para decision maker (pembuat
kebijakan) pendidikan di Indonesia tidak lepas dari akibat sistem
pemerintahan yang otoriter pada masa orde baru adalah alasan utama
yang menyebabkan MBS terlambat hadir di Indonesia. Awalnya,
Semua diatur dari pusat. Semua tersentralisasi. Bukan hanya
pendidikan, di masa itu seluruh tata-kelola pemerintahan selalu
bertumpu pada kewenangan pusat. Di ranah pendidikan, dari mulai
penentuan kurikulum sekolah, metode pembelajaran, buku pelajaran,
anggaran pendidikan, hingga pengangkatan guru semua berdasarkan
keputusan pusat. Situasi ini pada akhirnya membuat sistem

3
Umaedi, Hadiyanto, Siswantari, Materi pokok manajemen berbasis sekolah; Cet.21;
Edisi.1, Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2016 Hal 5.10

(4)
MBS KONTEMPORER

pendidikan di Indonesia berjalan kaku, bergerak namun pasif.


Tumbuh tetapi tidak dinamis.
Mungkin tidak sepenuhnya benar. Sebagaimana kita ketahui,
era 70-an hingga 90-an adalah masa pembangunan Indonesia. Masa
itu kita tengah menumbuhkan bangsa dari segala sisi, pertumbuhan
ekonomi, pemerintahan, pembangunan sarana prasarana
pemerintahan hingga pendidikan. Selama bertahun-tahun upaya
perbaikan berikut pertumbuhan pendidikan dilaksanakan dengan cara
tambal sulam. Inovasi pendidikan yang diterapkan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan difokuskan hanya pada lingkup
kelas, seperti perbaikan kurikulum, profesionalisme guru, metode
pengajaran, dan sistem evaluasi yang kesemuanya itu kurang
memberikan hasil maksimal.
Bersamaan dengan itu, cikal bakal terjadinya perubahan
fundamental sesunggunya telah dimulai sekalipun berangsur. Tahun
1980-an terjadi perkembangan yang menggembirakan di bidang
manajemen modern yang lebih aspiratif dan berkeadilan. Penemuan
mutakhir sistem manajemen modern banyak yang berhasil diterapkan
dalam bidang industri, organisasi komersial, maupun perusahaan
komersil. Keberhasilan aplikasi manajemen modern kemudian coba
diadopsi untuk dunia pendidikan. Perlahan namun pasti, pendidikan
mulai berubah. Tatakelola manajemen pendidikan mulai
memperlihatkan geliatnya. Masyarakat mulai sadar bahwa untuk
meningkatkan kualitas pendidikan memang perlu keluar dari lingkup
pengajaran didalam kelas secara sempit ke lingkup organisasi
sekolah. Tidak ada kata terlambat untuk perubahan.
Sejak tahun 2000-an Setelah kesadaran masyarakat itu semakin
tumbuh dan diskursus tentang pendidikan semakin meluas,
muncullah berbagai gerakan perubahan di sekolah. Pada sisi kulutural
muncul gerakan sekolah efektif (effective school) yang mencari dan
(5)
TEORI DAN PRAKTIK

mempromosikan karakteristik sekolah-sekolah efektif. Di bidang


anggaran ada gerakan anggaran sekolah mandiri (self-budgeting
school) yang menekankan otonomi penggunaan sumber dana
sekolah. Selain itu ada pula yang memfokuskan pada desentralisasi
otoritas dari kantor pendidikan pusat kepada aktivitas-aktivitas yang
dipusatkan disekolah seperti pengembangan kurikulum berbasis
sekolah (school-based curriculum development), pengembangan staf
berbasis sekolah (school-based staff development) dan bimbingan
siswa berbasis sekolah (school-based student counsling). Gerakan
reformasi yang menggunakan pendekatan berbeda-beda tersebut pada
beberapa waktu kemudian melahirkan bibit bibit pemikiran baru
berupa sekolah partisipatif yaitu model Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS).

2. Sentralistik Menuju Desentralistik


Dinamika sistem pendidikan di Indonesia telah melalui
perjalanan sejarah yang cukup panjang yang sejalan dengan proses
kemerdekaan dan sejarah pembangunana bangsa Indonesia. Jauh
sebelum kemerdekaan diproklamirkan, sistem pendidikan yang
berkembang di Indonesia adalah sistem pendidikan tradisional yang
sejak awal memang lahir dari tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
Harus diakui pula bahwa sistem pendidikan yang cukup tua dan
telah menunjukkan eksistensinya sejak awal di Indonesia adalah
sistem pendidikan Islam. Lembaga Pendidikan Agama Islam pertama
didirikan di Indonesia berbentuk pesantren dengan karakternya yang
khas bercorak tradisi klasik, telah mampu meletakkan dasar-dasar
pendidikan keagamaan yang kuat. Pada masa kolonial sistem
pendidikan pondok pesantren sudah berkembang dan diterima oleh
masyarakat Indonesia, namun untuk di pusat pemerintah dan kota
besar khususnya Jakarta saat itu, pendidikan yang berkembang
adalah sistem pendidikan umum bercorak eropa yang dibawa oleh
(6)
MBS KONTEMPORER

pemerintah kolonial belanda. Beberapa saat kemudian, pada awal


kemerdekaan RI, para perdiri republik yang sebagian besar adalah
para tokoh pendidikan, memusatkan usahanya untuk membangun
sistem pendidikan nasional sebagai pengganti dari sistem pendidikan
kolonial yang telah berlangsung lebih dari tiga abad. Sistem
pendidikan nasional mulai menampakan usahanya sejak terbitnya
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar-Dasar
pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.
Selama 50 tahun kemerdakaan, Indonesia telah mengalami
beberapa kali perubahan Undang-Undang tentang pendidikan antara
lain, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, berisi Peraturan tentang
dasar pendidikan dan pengadjaran di sekolah kemudian Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1954, Pernyataan berlakunya Undang-
undang NR 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia dahulu tentang
dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah untuk seluruh
Indonesia, kemudian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang
sistem pendidikan Nasional. Selama kurun waktu tersebut, telah
terjadi berbagai perubahan dan perkembangan, baik dari aspek
substansi maupun kewenangan penyelenggaraan.
Dari aspek substansi, perkembangan yang terjadi antara lain
tentang tujuan pendidikan, kurikulum, metode mengajar, dan
penilaian pendidikan. Perubahan yang terlihat dari segi kurikulum
setidaknya telah terjadi 11 perubahan antara lain perubahan rencana
pelajaran 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984,
kurikulum 1994, Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum 2004 KBK
(Kurikulum Berbasis Kompetensi), hingga kurikulum 2006 KTSP.
Sementara perubahan pada aspek kewenangan penyelenggaraan
pendidikan, antara lain tampak pada perubahan sistem pendidikan
nasional yang semula bersifat sentralistik menjadi sistem pendidikan
nasional yang mengalami desentralisasi.

(7)
TEORI DAN PRAKTIK

Para pakar bidang pendidikan di kemudian waktu cenderung


berpendapat bahwa desentralisasi kekuasaan dari tingkat pusat ke
tingkat sekolah tidak bisa menjadi jaminan bahwa sekolah dengan
kepala sekolah sebagai komando pengelola akan mampu
menggunakan kekuasaannya secara efektif dalam mengelola lembaga
pendidikan. Peran dua pihak yakni orang yang bertanggung jawab
terhadap sekolah dan orang yang menerima layanan sekolah harus
memiliki andil secara bersama-sama dalam pengambilan keputusan.
Oleh karena itu, muncullah pemikiran akan pentingnya peran seluruh
stakeholder sekolah dalam pengambilan keputusan sekolah.
Menyedihkan memang, saat pengelola lembaga pendidikan
tidak diikutkan dalam setiap pengambilan keputusan sekolah.
Apalagi masyarakat sebagai pengguna jasa layanan pendidikan,
sangat jauh dari keterlibatan pengambilan keputusan sekolah. Setiap
keputusan sekolah selalu ditentukan oleh manajemen birokrasi atau
pemerintah pusat atau pemerintah daerah, dari sinilah awal mula
terjadinya kemandegan pengelolaan layanan pendidikan karena
semuanya ditentukan dari atas sementara apa yang menjadi kehendak
arus bawah tidak tersalur, apa yang menjadi masalah sekolah
sesungguhnya tidak memiliki kekuatan jawaban karena tidak
memiliki solusi penyelesaian.
Sistem administrasi sentralistik menimbulkan banyak masalah
sosial seperti tingkat partisipasi, tingkat keterwakilan, bentuk
evaluasi yang cocok hingga pertanggungjawaban. Sistem sentralistik
tidak dapat dipertahankan karena munculnya masalah-masalah sosial
yang menyertainya seperti kesulitan ekonomi, ketidak-imbangan
penyaluran dana, hingga meningkatnya kekecewaan masyarakat.
Harapan awal akan pendidikan yang cerah dimulai ketika
Undang-undang No. 22/1999 dan No. 25/1999 resmi diberlakukan
yang disusul kemudian dengan kebijakan Departemen Pendidikan
(8)
MBS KONTEMPORER

Nasional tentang sistem manajemen berbasis sekolah dengan


pemberian kewenangan terhadap daerah (bahkan sekolah) dalam
mengelola pendidikan secara otonomi. Undang-undang tersebut
menjelaskan model pendidikan yang bersifat sentralistik berubah
menjadi desentralistik - pluralistik sehingga kepentingan, kebutuhan
serta potensi daerah menjadi lebih bisa dikelola.
Dengan demikian, desentralisasi pendidikan yang
direpresentasikan melalui model pengelolaan Manajemen Berbasis
Sekolah - Manajemen Partisipatif, segenap komponen sekolah
menjadi semakin berperan. Sejauh mana peranan yang bisa diambil,
tergantung bagaimana sekolah mengemas MBS sebagai sistem yang
membuka peluang partisipatif secara lebih luas.

3. Pengelolaan Manajemen Sekolah yang Partisipatif


Pendeglasian tanggungjawab diletakkan menjadi sesuatu yang
sangat fundamental di dalam MBS. Namun demikian pendelegasian
ini tidak sepenuhnya menjamin akan terjadi peningkatan kualitas
keputusan. Pengambilan keputusan organisasi akan berhasil secara
efektif bila didukung oleh perubahan pada berbagai aspek dalam
organisasi. Salah satu hal terpenting yang mendukung kualitas
keputusan adalah kualitas kepemimpinan, kualitas pengelola, dan
tingkat partisipasi.
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah menjamin tersedianya
manajemen partisipatif dengan kekuatan kepala sekolah sebagai
manajer pelaksana manajerial. Dengan demikian MBS merupakan
suatu metode dimana tingkat partisipasi seluruh komponen pengelola
pendidikan semakin diperkuat dan semakin didayagunakan. MBS
sebagai suatu konsep yang menggunakan pola manajemen partisipatif
mempunyai alasan-alasan penting untuk diberlakukan. Urgensi-nya
lebih dipengaruhi oleh percepatan pendidikan yang harus disegerakan

(9)
TEORI DAN PRAKTIK

mengingat tatakelola pemerintahan telah lebih dahulu menggunakan


konsep otonomi daerah. Maka, pendidikan diharap untuk bisa
melakukan pencapaian-pencapan yang lebih dahulu diraih bidang tata
kelola pemerintahan-kekuasaan. Departemen Pendidikan Nasional
(2007) telah merincikan alasan prinsipil MBS sebagai program
penting dengan alasan sebagai berikut :
1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada daerah
maka sekolah akan lebih inisiatif dan kreatif dalam
meningkatkan mutu sekolah.
2. Dengan pemberian fleksibilitas keluwesan yang lebih besar
kepada sekolah untuk mengelola sumber daya, maka sekolah
akan lebih luwes dan lincah dalam mengadakan dan
memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk
menigkatkan mutu sekolah.
3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan
sekolahnya.
4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input
pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan
dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan
5. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih
cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah
6. Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif
7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam
pengambilan keputusan
8. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan
masing-masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik
dan masyarakat pada umumnya

(10)
MBS KONTEMPORER

9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan


sekolah-sekolah yang lain dalam peningkatan mutu
pendidikan melalui upaya yang inovatif.
10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan
lingkungannya yang berubah dengan cepat. 4

Kita akan coba mengurai kembali ke belakang. Merumuskan


kembali bahwa MBS muncul karena beberapa alasan. Pertama,
terjadinya ketimpangan kekuasaan dan kewenangan yang terlalu
terpusat (political). Kedua, kinerja pendidikan yang tidak kunjung
membaik bahkan cenderung menurun di banyak negara (qualitas).
Ketiga, adanya kesadaran pada birokrat dan desakan para pencinta
pendidikan untuk merestrukturisasi pengolahan pendidikan
(menajerial).
Kesadaran itu kemudian melahirkan banyak sekali program
pendidikan yang baru baik dari sisi manajemen pengelolaan, maupun
substansi materi pendidikan yang bertujuan tidak lain untuk
perbaikan hasil pendidikan. Program MBS hadir untuk
menyempurnakan kesadaran itu lewat konsep dan tujuan
pelaksanaannya. MBS memiliki content yang jelas dari sisi perbaikan
manajemen pengelolaan sekaligus perubahan politik pendidikan
(sentralisitik-desentralistik) yang melibatkan dan menyerahkan
sepenuhnya kepada pengelola pendidikan di tingkat sekolah dengan
pelibatan masyarakat. Keyakinan lainnya, MBS terlihat lebih terbuka
dan mampu memperluas visi sekolah. Sampai di sini kita harus
memiliki keyakinan bersama bahwa program ini ideal dan prospektif
dari sisi manapun. Alasan-alasan prinsipilnya sebagai berikut :
1. Seluruh ide dan saran pengembangan diberikan kekuasaan
penuh kepada sekolah untuk menerima masukan dari seluruh
4
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2007
(11)
TEORI DAN PRAKTIK

partisipan sekolah, dengan demikian segala masalah dan


potensi dapat terinventarisir dengan baik.
2. Pengembangan materi ajar sebagian diserahkan kepada
sekolah khususnya yang bersesuaian dengan lingkungan
sekolah yang bersangkutan (muatan lokal), dengan demikian,
praktis sekolah akan menghasilkan siswa yang memiliki
kemampuan mengenal potensi lokal secara lebih baik dan
optimal.
3. Dari segi layanan administrasi dan tata kelola, kepala sekolah
sebagai manajer diberikan kekuasaan penuh dengan
menyaring masukan dari seluruh stakeholder sekolah, yakni
guru, karyawan, siswa, dan masyarakat. Dengan demikian
sekolah yang transparan, dan akuntable dengan layanan prima
semakin dapat diwujudkan. Ini akan semakin membuat
sekolah memiliki citra positif di mata masyarakat khususnya
masyarakat pengguna.
4. Termasuk dalam hal pengawasan, sekolah melalui komite
sekolah dapat membuat control atau pengawasan yang efektif
dan sistematis demi tercapainya tujuan dan visi misi sekolah.
5. Pada akhirnya, seluruh proses penyelenggaraan sekolah yang
keputusan-keputusannya melibatkan seluruh pemangku
kepentingan, stakeholder sekolah, atau dapat diringkas
sebagai sekolah dengan menajemen partisipatif, akan
menghasilkan suatu sekolah ideal yang sesuai dengan harapan
dan tujuan pendidikan nasional.
Nurkolis (2006) memberikan alasan pentingnya sekolah dengan
manjemen pengelolaan partisipatif (MBS) dengan argument bahwa:
Pertama, sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan. peluang
dan ancaman bagi dirinya, sehingga sekolah dapat mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan

(12)
MBS KONTEMPORER

sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, dan


yang Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam
pengambilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan
demokrasi yang sehat.
Secara teoritis, MBS merupakan sistem pengelolaan sekolah
yang memberikan kewenangan dan kekuasaan penuh kepada
pengelola sekolah untuk mengatur kehidupan rumah-tangganya
dengan segala potensi, tuntutan, dan kebutuhan sekolah yang
bersangkutan. Seiring itu, pelibatan masyarakat diperlukan sebagai
bagian dari manajemen partisipatif yang ikut ambil peran.
Pemunculan peran baru ini menyangkut pentingnya restrukturisasi
sekolah dalam wilayah yang lebih akomodir. Reynold dalam
Mulyana (2004)5 menyarankan perlunya restrukturasi sekolah
mencakup empat area utama, yaitu : bagaimana kita memandang
siswa dan pembelajaran itu sendiri, bagaimana kita mendinifikasikan
program pengajaran dan pelayanan yang diberikan, bagaimana kita
mengorganisasi hingga menyampaikan program dan pelayanan, serta
bagaimana cara mengelola sekolah.
Pelibatan masyarakat adalah pola baru yang menjadi nyawa
dalam MBS. Ia akan membantu pengelola dalam memetakan empat
area restrukturisasi sebagaimana yang disarankan reynold, karena
masyarakat –hanya masyarakatlah- yang selama ini merasakan hasil
pendidikan, keberhasilan maupun ketidakberhasilannya. Masyarakat
yang dilibatkan bisa terdiri dari banyak elemen, antar lain perwakilan
orang tua, pejabat daerah setempat, perwakilan dari pejabat
pendidikan yang berwenang, tokoh masyarakat, pihak-pihak lain
yang diperlukan yang kesemuanya di Indonesia lazim disatukan
dalam suatu badan yang dikenal sebagai komite sekolah.

5
Mulyana E, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah Strategi dan Implementasi, Bandung
: Rosda Karya, 2004, hal.65.
(13)
TEORI DAN PRAKTIK

Komite sekolah dikondisikan untuk duduk secara bersama


pengelola sekolah, kemudian bertukar pikiran, memikirkan, memberi
gagasan, merencanakan, mengkritisi, hingga mencanangkan tujuan
dan visi misi sekolah lewat program-program yang akan dijalankan.
Maka akan terlihat kemudian, bahwa orang tua atau masyarakat
pengguna sekolah tidak lagi hanya bertindak sebagai donasi
keuangan untuk melancarkan aktifitas sekolah dari sisi finansial, tapi
ia lebih dari itu. Masyarakat memberikan donasi pikiran dan
keputusan-keputusan penting yang sebelumnya – di era sentraslistik –
tidak ditemukan.
Sebagai kesimpulan, manajemen partisipatif yang diterapkan di
dalam Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang
cenderung merespon komunitasnya ke arah konsep berpikir lebih
baik dan dinamis, serta melahirkan lingkungan kerja lebih ideal yang
antar lain dapat dilihat dari:
1. Munculnya sikap perasaan bersama (egaliter) antar anggota
dalam organisasi. Sikap perasaan bersama dalam satu hak
dan nasib ini akan mendorong tumbuhnya semangat
berjuang secara bersama-sama.
2. Munculnya kepemimpinan bercorak demokratis dan
transformasional dari kepemimpinan kepala sekolah
3. Terciptanya sistem kerjasama yang saling sinergis antar
bidang karena sistem melalui keputusan bersama.
4. Mendorong partisipan berfikir dalam lingkup cakrawala
organisasi secara menyeluruh
5. Menekan tingkat konflik dan persaingan sesama.
6. Menumbuhkan sikap saling pengertian antar individu
7. Mengembangkan iklim kerja yang kondusif, kreatif dan
yang memiliki timbal balik positif bagi organisasi sekolah
dan masyarakat pengguna.

(14)
MBS KONTEMPORER

C. Perkembangan dan Hambatan MBS

MBS seyogyanya berkembang pesat dan tumbuh dalam tiap


pengelolaan manajemen sekolah. Tidak ada alasan bahwa MBS
memiliki hambatan karena seluruh partisipan berkesempatan,
berkemampuan memberikan konstribusi. Hanya pihak-pihak yang
menginginkan kemunduran yang ingin menghambat laju MBS.
Selain itu, tidak ada alasan MBS untuk ditentang atau dihentikan.
Akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan percepatan
program Manajemen Berbasis Sekolah tidak berjalan sesuai harapan.
Ini lebih banyak disebabkan oleh faktor sumberdaya. Banyak pihak
yang bertanya, bagaimana mekanisme penerapan MBS, bagaimana
proses pelaksanaannya, bagaimana melaksanakan control dan
pertanggung-jawaban jika pengelola dan pengguna (sekolah dan
masyarakat) sama-sama mengontrol sekaligus bertanggungjawab.
Dan banyak pertanyaan lain yang muncul di kalangan pengelola, juga
masyarakat yang mulai serius menatap MBS.
Bahwa MBS bukanlah sebentuk program aplikasi yang bisa
langsung diterapkan seperti halnya aplikasi media sosial pada
perangkat android. MBS memiliki banyak opsi dan memiliki
kelenturan. MBS bisa saja bersifat modifikasi, bisa berbentuk
inovasi, atau terkadang bisa dimulai dari menjiwai dari semangat
MBS itu sendiri sebagai paradigma pengelolaan yang baru atau lebih
baru. MBS bisa saja tidak sama di setiap lokasi, ini dimungkinkan
oleh alasan kultural dan lingkungan, tetapi MBS memiliki suatu pola
yang sama yakni sama-sama ingin membuat mekanisme yang baru,
aspiratif, transparan, dan akuntable dalam pengelolaan pendidikan
untuk mempercepat terciptanya lembaga pendidikan yang maju,
berkualitas dan adptif dalam perkembangannya. Rancangan MBS di
satu sisi terlihat rumit dan benar-benar menyibukkan, namun di sisi
lain ia memiliki misi percepatan yang sangat cemerlang.
(15)
TEORI DAN PRAKTIK

Mulyasa (2009) 6 menjelaskan alasan dipentingkannya MBS


berdasar kekecewaaan masa lalu dan harapan lain yang ia lihat dari
sisi kemandirian. Pertama, pemerintah menurutnya mempunyai
konsistensi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan.
Kedua, kegagalan program-program peningkatan kualitas pendidikan
sebelumnya seperti JPS atau program Aku Anak Sekolah karena
manajemen yang terlalu kaku dan sentralistik, dan Ketiga, muncul
pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan
kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai
kebijakan secara luas.
Usaha-usaha implementasi MBS di Indonesia harus terus
dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Dengan
MBS sekolah akan lebih mandiri dalam mengolah dan memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki. Sekolah yang telah menerapkan program
MBS akan menghasilkan iklim sekolah yang kondusif dan tatakelola
yang efektif.
Nurcholis (2003) 7 menjelaskan bahwa sekolah yang
menerapkan MBS mempunyai sejumlah ciri yakni, memiliki tingkat
kemandirian yang tinggi, bersifat adiptif, antisipatif, dan proaktif,
memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi, bertanggung jawab
terhadap kinerja sekolah, memiliki kontrol yang kuat terhadap input
manajemen dan sumber daya dan kondisi kerja, mempunyai
komitmen yang tinggi pada dirinya, menjadikan prestasi sebagai
acuan dalam penilaian, memiliki kemampuan memberdayakan
masyarakat untuk berpartisipasi aktif, serta meningkatkan kualitas
proses pembelajaran.

6
Mulyasa, E. 2009. Managemen Berbasis sekolah Konsep, Strategi, dan Implementasi.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
7
Nurkholis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah : Teori, Model dan Implementasi.
Jakarta : PT. Grasindo. Hal.108
(16)
MBS KONTEMPORER

Beberapa sekolah terlihat tidak kesulitan menjalankan konsep


MBS, di beberapa sekolah lain terlihat masih kaku dalam
menerjemahkan maksud dan manfaat MBS yang begitu luas.
Beberapa penyebab umum yang dapat penulis jelaskan menyangkut
lambannya penerapan MBS di sekolah antara lain:
1. Kelemahan Budaya Sekolah
Budaya sekolah harus diakui lahir dari budaya linier bangsa
yang secara jujur terus mengalami tekanan budaya otoriter selama 32
tahun selama masa orde baru. Budaya ini tertanam kuat dan menular
ke seluruh sendi kehidupan berbangsa. Pemerintahan yang
menghambat aspirasi masyarakat kala itu menjadi kultur yang masih
berbekas hingga ke ranah pendidikan. Akan kita sama-sama fahami
bahwa banyak kepala sekolah akan terlihat ditakuti dan diikuti
seluruh keputusannya. Instansi pendidikan tidak berani menolak
kebijakan dari instansi vertikal yang otoritasnya setingkat atau lebih
berada di atasnya. Guru takut kepada kepala sekolah dan
menjalankan perintah sang manajer tanpa pertanyaan. Tidak tercipta
demokrasi, tidak ada kesempatan untuk menyuarakan gagasan-gasan
pengembangan, semua terpusat pada kekuatan yang lebih berkuasa di
atasnya. Dan budaya ini harus diakui masih ada dan tetap terasa di
lingkungan sekolah. MBS berkeinginan menghapusnya. Kesetaraan-
kebersamaan akan menjadi ciri lain yang menonjol dalam
pelaksanaan program MBS.

2. Kelemahan Gaya Kepemimpinan


Banyak penelitian menyimpulkan terdapat pengaruh yang besar
gaya kepemimpinan terhadap kinerja. Gaya kepemimpinan
mempengaruhi evektifitas dan efesiensi, dan yang terdekat dapat
dijelaskan bahwa gaya kepemimpinan cukup memiliki pengaruh yang
besar terhadap keputusan-keputusan yang dihasilkan.

(17)
TEORI DAN PRAKTIK

Bakat alami manusia cenderung pasrah manakala ia berhadapan


dengan kekuasaan yang tidak dapat ia lawan. Seringkali seorang
Kepala sekolah selaku manejer memiliki gaya kepemimpinan yang
cenderung keras dan otoriter.
Dalam pengelolaan manajemen yang berbasis sekolah hanya
berhasil jika didukung oleh komponen-komponen positif. Kepala
sekolah yang bersahabat dan terbuka sangat diperlukan untuk
mencairkan persoalan, sebaliknya kepala sekolah yang keras dan
tidak komunikatif akan menutup semua solusi-solusi yang
bermanfaat. Karena itu, dalam MBS diperlukan kesadaran internal
seluruh penyelenggara sebagai langkah awal. Ini dapat dilakukan
dengan program-program peningkatan kapasitas yang sering
dilakukan oleh instansi terkait.
3. Kelemahan Sumberdaya
Sangat disayangkan jika usaha untuk meningkatkan
kesejahteraan para guru justru menjadi boomerang yang membunuh
kreatifitas guru. Program-program kesejahteraan seperti sertifikasi,
usaha-usaha dalam menunjang kenaikan pangkat pada dasarnya
memang diperlukan dan diperkenankan namun jika kemudian
memunculkan akibat berupa kurangnya efektifitas guru dalam
kewajiban utama sebagai tenaga pengajar justru menjadi persoalan
lain yang harus dipikirkan. Beberapa hambatan logis yang akan
dihadapi oleh para pengelola dalam penerapan MBS antara lain dapat
dijelaskan sebagai berikut : (1) Tidak Efisien Model kerjasama yang
diterapkan MBS sebagian besar bersifat partisipatif. Model ini dalam
lingkup pengambilan keputusan biasanya berjalan lambat daripada
manajemen satu arah. Para pengelola harus sabar dalam mengelola
MBS. (2) Kurangnya Motivasi untuk ambil peran. Banyak orang
yang yang hanya berfokus pada pekerjaan yang diwajibkan.
Pekerjaan tambahan yang dibutuhkan dalam pengelolaan MBS
(18)
MBS KONTEMPORER

praktis membuat sebagian orang berat untuk menerimanya kecuali


yang benar-benar terpanggil untuk melakukan perubahan. Anggota
komite sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya. Baik
kepala sekolah maupun guru bisa over waktu. Kendala ini bagi
sebagian pihak pengelola terasa membebani. (3) Memerlukan
Pelatihan Tambahan. Butuh pelatihan khusus untuk setiap
stakeholder memahami hakikat MBS, mekanisme manajemennya,
system otorites dan pendelegasian, hingga manajemen pengambilan
keputusan. Bagi yang tidak terbiasa dengan model pengelolaan ini,
akan sangat membingungkan dan dibutuhkan pelatihan khusus bagi
seluruh stakeholder sekolah demi kelancaran program MBS (4).
Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru. Kultur
kerja yang selama ini dijalankan sulit untuk dirubah. Kehadiran MBS
pada satu sisi merupakan pengetahuan baru yang penting untuk
pencapaian tujuan pendidikan namun di sisi lain membingungkan
karena pengelola harus beradaptasi cukup lama dalam hal peran dan
tanggung jawab dalam pengelolaan.

D. Era Millenium, Era Perubahan


Era millennium ditandai dengan semakin pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Ilmu pengetahuan
bisa dengan cepat didapat karena banyak media menyediakannya.
Jika beberapa waktu lalu orang cenderung membaca di pustaka. Kini
seiring kemajuan tekhnologi pustaka telah berada di genggaman
tangan melalui perangkat android yang menyediakan berbagai
aplikasi untuk mengakses ilmu pengetahuan.
Bisnis dan industri berkembang pesat menjawab segala
kebutuhan apapun. Persaingan yang terjadi di dunia bisnis dan
industri, pelan-pelan telah mulai merambah ke dalam dunia
pendidikan, atmosfir itu sudah sangat tampak dan kentara serta
sangat dirasakan seiring dengan kemajuan dan perkembangan
(19)
TEORI DAN PRAKTIK

lembaga pendidikan itu sendiri. Masyarakat sudah sangat cerdas


dalam memilih dan menentukan pilihan untuk memasukkan anak ke
sekolah-sekolah yang mereka pilih. Masyarakat sebagai stake holder
sekolah sudah pasti mempunyai kebebasan untuk menentukan
pilihannya. Masyarakat juga tidak mau sembarangan dalam
menentukan pilihan. Maka untuk itu sudah pasti setiap lembaga
pendidikan terutama pendidikan formal harus siap untuk bersaing
secara sehat dengan mengutamakan dan mengedepankan aspek
pengelolaan manajemen pendidikan.
Pengelolaan manajemen yang baik akan mempunyai peran
yang sangat strategis untuk meningkatkan dan menyiapkan lembaga
pendidikan yang berkualitas. Untuk meningkatkan kualitasnya, maka
semua elemen yang terlibat di lembaga pendidikan harus saling
mendukung, mulai dari guru, siswa, karyawan hingga tenaga
kependidikan. Tanpa adanya kerja sama yang baik maka sangat tidak
mungkin mutu yang baik akan tercapai.
Onisimus Omtu (2011), mengatakan bahwa peserta didik,
orang tua dan masyarakat adalah pelanggan yang bebas menentukan
pilihan yang tepat terhadap institusi mana yang layak memberikan
jaminan terhadap masa depan anak-anaknya8. Sebagai orang tua
yang mempunyai beban tanggung jawab terhadap pendidikan anak-
anaknya, tentu akan lebih hati-hati dalam menentukan pilihan.
Mereka akan melihat mutu atau kualitas sekolah, sekolah mana
menurut mereka yang lebih baik.
Zaman kian maju, sekolah berkualitas akan ditandai dengan
kecepatan beradaptasi dengan tekhnologi. Banyak hal mendasar yang
berubah dan banyak hal prinsipil belum terpecahkan menyangkut
bagaimana pengelolaan manajemen pendidikan di era millennium.

8
Onisimus Amtu, Manajemen Pendidikan di Era Otonomi Daerah, Konsep, Strategi, dan
Implementasi, Alfabeta Bandung, 2011 Hal 118.
(20)
MBS KONTEMPORER

Era millennium ditandai dengan perubahan global yang seringkali


berubah secara cepat dan terkadang membingungkan manajemen
pengelolaan yang harus juga berubah mengikuti perkembangan
pengetahuan khususnya tekhnologi.
Mulyasa (2003) mengutip Calwell and Spinks menyebutkan
bahwa sekolah merupakan institusi yang memiliki ―full authority and
responsibility‖ untuk secara mandiri menetapkan program-program
pendidikan (kurikulum) dan berbagai kebijakan lokal sekolah sesuai
dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh
sekolah9.
Dari sini dapat dilihat, ada ruang kebebasan dan kekuasaan bagi
MBS untuk beradaptasi dengan setiap perubahan yang terjadi.
Menyangkut hal ini pengelola sekolah berikut partisipan harus pula
mengetahui menajamen perubahan sebagai bahan persiapan jika
kemajuan tekhnologi berubah secara lebih revolusioner. Bahwa MBS
sebagai model berhak menyatukan seluruh potensi partisipan untuk
memikirkan manajemen pengelolaan terhadap perubahan global yang
bisa saja terjadi setiap saat.
Jika hari ini sistem manajemen di lembaga pendidikan kita
masih terfokus pada sistem komputerisasi manual, beberapa waktu
depan mungkin sudah masuk ke ranah digitalisasi seluruh sistem.
Kemampuan adaptif dari seluruh gejala yang akan terjadi harus sejak
semula dipikirkan oleh sekolah. Peran manajer sekolah dalam hal ini
kepala sekolah sangat vital, ia harus mempersiapkan segala
kemungkinan yang terjadi. Era millennium adalah era perubahan,
dibutuhkan kecepatan berpikir dan tanggap dalam segala situasi yang
akan terjadi.
***

9
Mulyasa, E. (2013). Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Remaja
Rosdakarya.
(21)
TEORI DAN PRAKTIK

(22)
MBS KONTEMPORER

BAGIAN KEDUA
Mengenal Lebih Dalam Model
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

A. Landasan Filosofi dan Yuridis MBS


1. Tinjauan Filosofi MBS
Sudah semestinya pendidikan memiliki fungsi linier dengan
permintaan zaman. Pendidikan yang mampu menjawab gejala-gejala
dan menyingkap persoalan peradaban adalah pendidikan yang akan
tetap dan terus bertahan. Pendidikan secara tekstual adalah usaha
untuk menjawab pertanyaan manusia terhadap segala keingintahuan
manusia akan alam semesta, fungsi dan permasalahannya. Secara
konstektual, pendidikan adalah usaha kreatif dari manusia untuk
menjawab dan mengatasi segala keperluan dalam memanfaatkan
sumberdaya.
Umaedi (2010) 10 Menjelaskan fungsi pendidikan dalam
hubungannya dengan visi manusia dengan pernyataan sederhana
bahwa pendidikan berfungsi untuk mempersiapkan manusia

10
Dr. Umaedi, M.Ed. dkk Manajemen Berbasis Sekolah, Modul 1, UT , Jakarta 2010
(23)
TEORI DAN PRAKTIK

menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai


individu maupun secara kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa
maupun antarbangsa. Bagi pemeluk agama, masa depan mencakup
kehidupan di dunia dan pandangan tentang kehidupan hari kemudian
yang bahagia. Dengan demikian, berbagai macam model pendidikan
sangat tergantung dari rumusan wujud atau jabaran manusia yang
sejahtera dengan berbagai dimensinya. Fungsi pendidikan lainnya
menurut Umaedi adalah peradaban, hasil karya manusia yang semula
dimaksudkan untuk mendukung kesejahteraan manusia. Mengingat
peradaban bersifat evolusioner dan dinamis, berkembang dan
berubah maka fungsi pendidikan pun terus berubah dalam upaya
terus mencapai kemajuan sesuai dengan peradaban baru yang ingin
diraih oleh suatu bangsa. Dalam hal ini, pendidikan juga dipandang
sebagai proses perubahan sosial terencana atau reformasi damai.
Selanjutnya Umaedi menjelaskan pula dalam upaya
mengakomodasikan berbagai ragam kepentingan, tingkat, dan
wilayah/lingkup relevansi maka sistem pendidikan harus memberikan
berbagai model alternatif yang kontekstual atau sesuai dengan
aspirasi masyarakat yang dilayani serta hubungannya dengan
relevansi yang ingin dicapai. Dengan demikian, model yang tepat
adalah customized design, yaitu desain atau sistem yang sesuai
dengan kondisi, konteks, dan aspirasi masyarakat. Model yang tepat
dalam pengelolaan pendidikan yang sesuai dengan alur pikir ini
adalah School Based Management (SBM) atau Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) dan Community Based Education (pendidikan
berbasis masyarakat). Customized design juga berkaitan dengan
kurikulum atau substansi pendidikan. Customized design merupakan
wadah yang memberikan berbagai alternatif yang luas, juga
mencakup ranah kompetensi yang luas sesuai aspirasi/kebutuhan
masyarakat atau disebut Broad Based Education. Customized design

(24)
MBS KONTEMPORER

mewadahi model manajemennya maupun kurikulumnya, serta


alternatif jalur pendidikan (sekolah dan luar sekolah) dan berbagai
ragam satuannya.
Umaedi telah menjelaskan secara padat dan luas, landasan
filosofi mengapa MBS itu perlu. Landasan filosofis MBS selanjutnya
dapat dijelaskan bahwa pendidikan haruslah dimulai dari tradisi yang
hidup di masyarakat. Perubahan pelaksanaan pendidikan itu
berangkat dari masyarakat dan mendapat dukungan dari masyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan dalam konteks bernegara merupakan
tanggung jawab pemerintah, sedangkan dalam tataran praktis
merupakan tanggung jawab bersama pengelola-penyelenggara
sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan peran partisipatif yang
berimbang dan dalam pelaksanaanya mesti dengan memenuhi
aspirasi masyarakat, berupa program-program tambahan yang
diperlukan masyarakat, program life skills yang diminati, dan
pendidikan budi pekerti yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial
budaya setempat.
Nurkolis (2006)11 menyatakan Landasan filosofis MBS adalah
cara hidup masyarakat (bermasyarakat). Maksudnya jika ingin
reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus
berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya
reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka
reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan
masyarakat. Landasan tersebut yang menjadi acuan dalam proses
pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (MBS). Dengan adanya
landasan-landasan tersebut maka sekolah lebih terfokuskan.

11
Nurkolis, Manajemen Berbais Sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2006 Hal

(25)
TEORI DAN PRAKTIK

1. Landasaan Yuridis Pelaksanaan MBS


Setelah melewati kajian singkat dari sisi filosofi, saatnya
penulis sampaikan alasan yuridis pelaksanaan MBS. Hal ini banyak
kita temukan dalam berbagai undang-undang dan peraturan
pemerintah yaitu :
1. UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
pasal 51 ayat (1) pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/madrasah;
2. UU No 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional
tahun 2000-2004 pada bab VII tentang bagian program,
pembangunan bidang pendidikan khususnya sasaran
terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada
sekolah dan masyarakat;
3. Keputusan Mendiknas nomor 044 tahun 2002 tentang
pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah;
4. Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar
akreditasi sekolah, khususnya tentang manajemen berbasis
sekolah; dan
5. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar
nasional pendidikan, khususnya standar pengelolaan sekolah
yaitu manajemen berbasis sekolah
Peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran
pembangunan di bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian
integral dari upaya peningkatan taraf hidup manusia Indonesia secara
menyeluruh. Oleh karena itu pemerintah telah melakukan
penyempurnaan sistem pendidikan baik melalui penataan perangkat
lunak maupun pengembangan sarana dan prasarana sekolah.

(26)
MBS KONTEMPORER

Jika sebelumnya manajemen pendidikan memakai paradigma


top-down atau sentralistik, maka dengan pembaharuan, manajemen
pendidikan bergeser pada pemerintah daerah kota dan kabupaten
dengan paradigma buttom-up atau desetralistik, dengan mekanisme
partisipatif manajemen berupa pemberdayaan seluruh masyarakat
sekolah.
Banyak pihak menganggap begitu perlunya manajemen
berbasis sekolah (school based management), yang dapat mengelola
pendidikan sesuai dengan kebutuhan pengguna setempat untuk
diterapkan di tiap sekolah. MBS dapat dipandang sebagai bentuk
oprasional desentralisasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah.
Pengambilan keputusan akan bersifat local akuntabilitas. Layanan
bergeser yang lebih berorientasi kepada kepentingan masyarakat luas
dan terbuka. Hal ini mengandung arti bahwa pengambilan keputusan
tentang pelaksanaan pendidikan di daerah menuntut partisipasi
masyarakat dan orang tua yang lebih luas dan terbuka, terutama
dalam menumbuhkan manajemen yang transparan dan demokratis.
Pada praktis pelaksanaannya, dalam manajemen sekolah model MBS
ini tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik-
karakteristik dan kebutuhan-kebutuhan sekolah itu sendiri.12
Sebagai prinsip pengelolaan pendidikan, MBS cenderung
akan mempengaruhi banyak hal yang ada hubungannya dengan
pengelolaan pendidikan. Tatakelola baru yang muncul paling
dominan dari penerapan MBS adalah tatakelora kultural berupa
tingginya nilai-nilai demokrasi, transparansi, keadilan, dan peranserta
masyarakat. MBS merupakan rangkaian dari seperangkat kebijakan
yang saling terkait dan berhubungan.

12
Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep Strategi, dan lmplementasi.
Bandung: Remaja Rosda Karya. Hal. 22.
(27)
TEORI DAN PRAKTIK

Sebelum MBS, banyak program pendidikan sudah dijalankan


oleh pemerintah Indonesia namun tidak berjalan lama. Awalnya
Program tersebut diharapkan mampu menjunjung kualitas maupun
kuantitas pendidikan di Indonesia, akan tetapi karena pengelolaannya
masih terpusat dan kaku, program tersebut tidak dapat memberikan
dampak positif. Dugaan yang paling tepat menyangkut ini adalah
masalah manajemen yang belum sesuai dan tidak mampu menjawab
kecepatan perubahan zaman. Hingga muncullah suatu pemikiran atau
gagasan baru dalam pengelolaan pendidikan yang memberi kebijakan
kepada masing-masing sekolah untuk mengatur dan melaksanakan
berbagai kebijakan dari pemerintah. Kebijakan itu adalah MBS
dengan manajemen partisipatif yang diharapkan mampu mengemban
misi pendidikan yang lebih berkeadilan.

B. Kajian Teoritis MBS


1. MBS Menurut Para Ahli
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai terjemahan dari
School Based Management, adalah suatu pendekatan politis yang
bertujuan untuk me-redisain pengelolaan sekolah dengan
memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang
mencakup guru, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa, dan
masyarakat.
Manajemen Berbasis Sekolah merubah sistem pengambilan
keputusan dengan memindahkan otoritas dalam pengambilan
keputusan dan manajemen ke setiap yang berkepentingan di tingkat
lokal (Chapman, J, 1990).13

13
School-based decision-making and management / edited by Judith D. Chapman.
London ; New York : Falmer Press, 1990.
(28)
MBS KONTEMPORER

Bank Dunia (1999) dalam Mulyasa (2002) memberi pengertian


bahwa MBS merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program
desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas
di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat, dan dalam kerangka
kebijakan nasional. Sedangkan Depdikbud, dalam mengemukakan
MBS merupakan suatu penawaran bagi sekolah untuk menyediakan
pendidikan yang lebih baik dan lebih memadai bagi para peserta
didik. Selanjutnya Mulyasa mengemukakan Manajemen Berbasis
Sekolah adalah paradigma baru pendidikan, yang memberikan
otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam
rangka kebijakan pendidikan nasional.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan secara
sederhana bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah
kebijakan pemerintah yang diberikan kepada sekolah untuk
mengelola dan mengoptimalkan pendidikan di daerahnya sesuai
dengan karakteristik daerah masing-masing dengan keikutsertaan
masyarakat dalam mewujudkan tujuan pendidikan.
MBS memiliki banyak pengertian, bergantung dari sudut
pandang orang yang mengartikannya. Nurkholis (2003:1)14,
misalnya, menjelaskan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah terdiri
dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis dan sekolah.
Pertama, istilah Manajemen memiliki banyak arti. Secara
umum manajemen dapat diartikan sebagai proses mengelola sumber
daya secara efektif untuk mencapai tujuan. Ditinjau dari aspek
pendidikan, manajemen pendidikan diartikan sebagai segala sesuatu
yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek,
menengah maupun tujuan jangka panjang. Kedua, kata Berbasis

14
Nurkholis Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi , Jakarta: PT.
Gramedia, Widiasarana Indonesia, 2003
(29)
TEORI DAN PRAKTIK

mempunyai kata dasar basis atau dasar. Ketiga, kata sekolah merujuk
pada lembaga tempat berlangsungnya proses belajar mengajar.
Bertolak dari arti ketiga istilah itu, maka istilah Manajemen Berbasis
Sekolah dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan
dengan pengelolaan sumber daya yang berdasar pada sekolah itu
sendiri dalam proses pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan yang
telah ditetapkan.
Slamet PH dalam Nurkholis 15 mendefinisikan manajemen
berbasis sekolah bertolak dari kata manajemen, berbasis dan sekolah.
Menurut Slamet manajemen berarti koordinasi dan penyerasian
sumber daya melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai
tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, berbasis artinya
―berdasarkan pada‖ atau ―berfokuskan pada‖, sedangkan sekolah
merupakan organisasi terbawah dalam jajaran Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang bertugas memberikan ―bekal
kemampuan dasar‖ kepada peserta didik atas dasar ketentuan-
ketentuan yang bersifat legalistik (makro, meso, mikro) dan
profesional-listik (kualifikasi, untuk daya manusia).
Atas dasar itu pula, Slamet menyimpulkan bahwa MBS adalah
pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan
secara otonom (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input
manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka
pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok
kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam
proses pengambilan keputusan (partisipatif). Kelompok kepentingan
tersebut meliputi kepala sekolah dan wakil-wakilnya, guru, siswa,
konselor, tenaga administratif, orang tua siswa, tokoh masyarakat,
para profesional, wakil pemerintahan, wakil organisasi pendidikan.

15
Ibid
(30)
MBS KONTEMPORER

Wohlsteeter, Priscilla & Mohrman (1996)16 menyatakan bahwa


MBS berarti pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi
sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada
partisipan sekolah di tingkat lokal guna memajukan sekolahnya.
Sedangkan Myers dan Stonehil (1993)17 mengemukakan bahwa MBS
merupakan strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan
mentransfer otoritas pengambilan keputusan secara signifikan dari
pemerintah pusat dan daerah ke sekolah-sekolah secara individual.
Sementara itu, Ogawa & Kranz (1992:290)18 memandang MBS
secara konseptual sebagai perubahan formal dari struktur tata
pelayanan pendidikan (govermance) yaitu pada distribusi
kewenangan pengambilan keputusan sebagai bentuk desentralisasi
yang mengidentifikasi sekolah sebagai unit utama dari peningkatan
dan kepercayaan dan juga sebagai alat utama untuk meningkatkan
partisipasi dan dukungan. Senada dengan pengertian Ogawa &
Kranz, Kubick M Kathelen (1988) menyatakan bahwa MBS
merupakan suatu sistem administrasi dimana sekolah merupakan
satuan yang utama dalam pengambilan keputusan bidang pendidikan.
Perihal MBS ini, UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 51 ayat (1) menyatakan, ―Pengelolaan
satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan
menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal
dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah‖. Selanjutnya,

16
Wohlstetter, Priscilla and Susan Albers Mohram, 1996. Assesment of scholl based
management: studies of education reform. U.S Department of Education Office of
Education Research and Improvement.
17
Dorothy Myers dan Robert Stonehill, School based Management, Office of Research
Education: Cunsumer Guide, 1993
18
Ogawa, R. T.; and Kranz, J. "What Do We Know About School-Based Management?
A Case Study of the Literature--A Call for Research." edited by W. H. Clune and J. F.
Witte. New York: The Falmer Press, 1990

(31)
TEORI DAN PRAKTIK

penjelasan pasal 51 ayat (1) menerangkan bahwa, ―Yang dimaksud


dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk
otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam
hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite
sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan‖.
Selanjutnya, peran komite sekolah yang dalam hal ini
merupakan refleksi dari pemangku kepentingan pendidikan (orang
tua, masyarakat, pengguna lulusan, guru, kepala sekolah dan
penyelenggara pendidikan) yang terlibat baik secara langsung
maupun tidak langsung di dalam pengelolan pendidikan di sekolah.
Artinya, dengan MBS tujuan pendidikan yang diharapkan oleh para
pemangku kepentinga dapat terpenuhi.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia
menyebut pula MBS dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS). Secara umum MPMBS diartikan sebagai model
manajemen yang memberi otonomi lebih besar pada sekolah dan
mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan
secara langsung semua warga sekolah untuk meningkatkan mutu
sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. 19
Beberapa definisi lain yang juga perlu disimak adalah School
Based Management Is A Strategy to improve education by transfering
significant decision making autority from state and district offices to
individual school. Bahwa MBS adalah suatu strategi untuk
memperbaiki pendidikan dengan memindahkan kewenangan
pengambilan keputusan yang penting dari pemerintah pusat dan
pemerintah daerah kepada pihak pengelola sekolah.
MBS disebut juga dengan istilah Shared Decision Making refes
to an inclusif or representative decision making proses in which all

19
Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta, 2008, hal.9.
(32)
MBS KONTEMPORER

members of the group participate as aquels, bahwa MBS merujuk


pada suatu representasi proses pengambilan keputusan dimana
seluruh anggota kelompok berpartisipasi secara seimbang. Dengan
demikian, penulis merumuskan bahwa MBS adalah model
pengelolaan sekolah dengan memberikan kewenangan yang lebih
besar pada tingkat sekolah untuk mengelola sekolahnya sendiri
secara langsung.
Manajemen Berbasis Sekolah dapat pula kita tinjau seperti
yang didefinisikan oleh beberapa ahli berikut ini:
1. Mallen, Ogawa, dan Kranz (dalam Siswantari 4.3: 2009)
berpendapat bahwa : Manajemen Berbasis Sekolah sebagai
suatu bentuk desentralisasi yang memandang sekolah
sebagai suatu unit dasar pengembangan dan bergantung pada
redistribusi otoritas pengambilan keputusan.
2. Candoli (dalam Siswantari 4.3: 2009) berpendapat bahwa:
MBS sebagai alat untuk menekan sekolah mengambil
tanggungjawab apa yang terjadi pada anak didiknya.
3. Myers dan Stonehill (dalam Siswantari 4.3: 2009)
berpendapat bahwa: Manajemen Berbasis Sekolah
merupakan suatu strategi untuk memperbaiki mutu
pendidikan melalui pengalihan otoritas pengambilan
keputusan dari pemerintah pusat ke daerah dan ke masing-
masing sekolah sehingga kepala sekolah, guru, peserta didik,
dan orang tua peserta didik mempunyai kontrol yang lebih
besar terhadap proses pendidikan, dan juga mempunyai
tanggungjawab untuk mengambil keputusan yang
menyangkut pembiayaan, personal dan kurikulum.20

20
Umaedi, Hadiyanto dan Siswantari, 2008. Manajemen Berbasis Sekolah.
Jakarta: Universitas Terbuka
(33)
TEORI DAN PRAKTIK

Berdasarkan beberapa tinjauan pengertian di atas maka dapat


disimpulkan bahwa pengertian Manajemen Berbasis Sekolah secara
sederhana adalah alat untuk memajukan suatu sekolah dengan
memanajeman seluruh kebutuhan sekolah yang saling bekerjasama
dalam lingkungan sekolah seperti guru, peserta didik, orang tua untuk
meningkatkan kegiatan sekolah yang lebih baik.
Secara lebih luas dapat dijabarkan bahwa MBS adalah otonomi
manajemen sekolah dan pengambilan keputusan partisipatif. Otonomi
sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus
kepentingan warga sekolah menurut prakarsanya sendiri berdasarkan
aspirasi warga sekolah dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan pendidikan yang berlaku.
Sementara itu, pengambilan keputusan partisipatif adalah cara
pengambilan keputusan dengan menciptakan lingkungan yang
terbuka dan demokratik dimana warga sekolah didorong untuk
terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang
akan dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah.

2. Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional pada Pasal 48 Ayat (1) menyatakan bahwa,
―Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan,
efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik‖. Sejalan dengan
amanat tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
Tentang Perubahan atas PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 49 Ayat (1) menyatakan:
―Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang
ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan,
dan akuntabilitas‖. Maka Berdasarkan kedua isi kebijakan tersebut,

(34)
MBS KONTEMPORER

prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) meliputi: Kemandirian,


Keadilan, Keterbukaan, Kemitraan, Partisipatif, Efisiensi, dan
Akuntabilitas.
Manajemen Berbasis Sekolah pada prinsipnya merupakan
manifestasi konsep otonomi atau kemandirian, yakni kemandirian
dalam mengatur dan mengurus rumah tangga sekolah sendiri secara
mandiri dengan pola manajemen yang partisipatif. Untuk memahami
konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ada beberapa hal yang
perlu difahami yaitu :
1. Kewenangan di tingkat sekolah dalam sistem pengambilan
keputusan harus dikaitkan dengan program dan kemampuan
dalam peningkatan kinerja sekolah.
2. Pendelegasian otoritas hendaknya dalam kaitannya dengan
pemberdayaan sekolah, perlu diperhitungkan tingkat efektifitas
programnya.
3. Strategi pelaksanaan MMBS lebih menekankan kepada elemen
manajemen partisipatif.

3. Alasan Penting Perlunya MBS


Ada beragam alasan diterapkannya Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS). Depdiknas (2007), menjelaskan alasan pentingnya
MBS sebagai berikut:
1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah,
maka sekolah akan lebih insiatif/ kreatif dalam meningkatkan
mutu sekolah.
2. Dengan pemberian fleksibilitas/ keluwesan-keluwesan yang
lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber dayanya,
maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam mengadakan
dan memanfaatkan sumber daya sekolah secara optimal untuk
meningkatkan mutu sekolah.
(35)
TEORI DAN PRAKTIK

3. Sekolah lebih mengetahui kelemahan, kekuatan, peluang, dan


ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan
sekolahnya.
4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input
pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan
dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan
dan kebutuhan peserta didik.
5. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih
cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak
sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
6. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif
bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.
7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam
pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan
akuntabilitas sekolah.
8. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan
masing-masing kepada pemerintah, orang tua, peserta didik,
dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan mencapai
sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan
sekolah-sekolah lain dalam peningkatan mutu pendidikan
melalui upaya-upaya inovatif yang didukung oleh orang tua
siswa, masyarakat sekitar, dan pemerintah daerah setempat.
10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan
lingkungan yang berubah dengan cepat.

Mulyasa (2009) memberikan penjelasan pentingnya penerapan


MBS antara lain: (1) Adanya berbagai program pendidikan yang
pengelolaannya terlalu kaku dan sentralistik sehingga tidak
memberikan dampak positif. (2) Sekolah lebih mengetahui kekuatan,

(36)
MBS KONTEMPORER

kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya. (3) Sekolah lebih


mengetahui kebutuhannya. (4) Keterlibatan warga sekolah dan
masyarakat dalam pengambilan keputusan, dan (5) Angka partisipasi
pendidikan nasional maupun kualitas pendidikan tetap menurun.
Alasan lain diterapkannya MBS menurut Nurkolis (2003) yang
menjelaskan bahwa MBS di Indonesia yang menggunakan model
MPMBS muncul karena alasan: (1) Sekolah lebih mengetahui
kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman bagi dirinya sehingga
sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang
tersedia untuk memajukan sekolahnya. (2) Sekolah lebih mengetahui
kebutuhannya.Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam
pengambilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan
demokrasi yang sehat.
Bank Dunia dalam penelitiannya, menjelaskan alasan penting
diterapkannya MBS antara lain disebabkan alasan ekonomis, Politis,
Profesionalisme, Efisiensi administrasi, Finansial, Prestasi siswa,
Akuntabilitas dan Evektivitas sekolah.

C. MBS sebagai Model


1. MBS Sebagai Model Baru Manajemen Pengelolaan
Definisi komprehensif mengenai MBS yang dikemukakan oleh
Malen sebagaimana dikutip Ibtisam Abu Duhou adalah perubahan
formal struktur penyelenggaraan, sebagai suatu bentuk desentralisasi
yang mengidentifikasikan sekolah itu sendiri sebagai unit utama
peningkatan serta bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan
keputusan sebagai sarana penting yang dengannya pendidikan dapat
didorong dan ditopang.21

21
Ibtisam Abu Duhou, School-Based Management, Penerjemah Noryamin Aini, dkk,
(Jakarta : Logos, 2002), Hal. 16
(37)
TEORI DAN PRAKTIK

Malen telah memberikan perincian yang lebih luas mengenai


MBS, bahwa MBS adalah sebuah perubahan struktur formal dalam
artian perombakan sistem penyelenggara pendidikan akibat
diberlakukannya desentralisasi dan ini akan pula berakibat pada
berubahnya system keputusan-keputusan yang akan dibuat.

Perubahan dimensi pola manajemen pendidikan


dari yang lama ke pola yang baru menuju MBS

Pola lama Menuju Pola baru


– Subordinasi → – Otonomi
– Pengambilan – Pengambilan keputusan

keputusan terpusat partisipasi
– Ruang gerak kaku → – Ruang gerak luwes
– Pendekatan birokratik → – Pendekatan Profesional
– Sentralistik → – Desentralistik
– Diatur → – Motivasi diri
– Overregulasi → – Deregulasi
– Mengontrol → – Mempengaruhi
– Mengarahkan → – Memfasilitasi
– Menghindar Resiko → – Mengelola resiko
– Gunakan uang – Gunakan seefisien

semuanya mungkin
– Individu yang cerdas → – Informasi terbagi
– Informasi terpribadi → – Pemberdayaan
– Pendelegasian → – Organisasi datar

Bagan. Menurut Slamet PH (2002)

Sementara, Candoli lebih menginginkan sekolah bersikap


reaksioner dengan mendefinisikan MBS, sebagai suatu cara untuk
memaksa sekolah itu sendiri mengambil tanggung jawab atas apa saja
(38)
MBS KONTEMPORER

yang terjadi pada anak menurut juridiksinya dan mengikuti


sekolahnya.22
MBS ditawarkan sebagai salah satu alternatif jawaban
pemberian otonomi daerah di bidang pendidikan, mengingat prinsip
dan kecenderungannya yang mengembalikan pengelolaan manajemen
sekolah pada pihak-pihak yang dianggap paling mengetahui
kebutuhan riel sekolah. Oleh karena itu, jika kita semua sedang
gencar berbicara tentang reformasi pendidikan, maka dalam konteks
MBS, tema sentral yang diangkat adalah isu desentralisasi.
Desentralisasi dalam pengertian sebagai pengalihan tanggung jawab
pemerintahan pusat dalam hal perencanaan, manajemen, penggalian
dana, dan alokasi sumber daya ke pemerintah daerah. Terkait dengan
desentralisasi, MBS dikembangkan untuk membangun sekolah yang
efektif. Hanya saja konsep desentralisasi model MBS mengacu pada
sekolah swa-manajemen (self managing school) bukan pada
penyelenggara sekolah mandiri (self governing school).23
Respon yang muncul kemudian atas MBS menjadi bermacam-
macam. Sebagian pihak apatis, sebagian pihak menyambut dengan
eforia yang mendalam. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) oleh
para ahli dianggap sebagai program prestisius. Sebagai Model
pengelolaan yang partisipatif, pengenalan MBS sekalipun terlambat,
perlahan namun pasti mulai diterapkan di banyak sekolah yang sudah
terlanjur lelah dengan pengekangan wewenang.
Depdiknas merumuskan pengertian MBS sebagai model
manajemen yang memberikan otonomi yang lebih besar kepada
sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang

22
Candoli, Site-Based Management in Education : How to Make It Work in Your
School, (Lancaster : Technomic Publishing Co, 1995), hal. xi
23
Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (ed) Reformasi Pendidikan Dalam Otonomi Daerah,
(Yogyakarta : Adicita Karya Nusa, 2001), hal. 122
(39)
TEORI DAN PRAKTIK

melibatkan secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala


sekolah, karyawan, orang tua, dan masyarakat) untuk meningkatkan
mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Maksud
yang sama dikemukakan oleh Miarso (2001) yang menyatakan
bahwa arti pengelolaan berbasis sekolah ini adalah pelimpahan
wewenang pada lapis sekolah untuk mengambil keputusan mengenai
alokasi dan pemanfaatan sumber-sumber berdasarkan aturan
akuntabilitas yang berkaitan dengan sumber tersebut. Asumsi
kebijakan manajemen berbasis sekolah adalah bahwa dengan
pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab yang meningkat ke
sekolah, serta proporsi dana lebih besar dalam mendukung
pencapaian tujuan kebijakan sesuai dengan serangkaian garis
pedoman kebijakan yang lebih eksplisit dan meletakkan strategi
manajemen prestasi yang terartikulasi di atas perencanaan tersebut,
maka hal tersebut akan memudahkan dan mendorong peningkatan
efektivitas dan efisiensi pendidikan publik.
Hal ini berarti bahwa tugas manajemen sekolah ditentukan
sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh
karena itu, anggota pengelola sekolah (dewan direktur, pengawas,
kepala sekolah, guru, orang tua, siswa dan seterusnya) memiliki
otonomi dan tanggung jawab lebih besar dalam pengelolaan kegiatan
pendidikan di sekolah.
Mulyasa (2003) mengemukakan desentralisasi sebagai
pelimpahan kekuasaan oleh pusat kepada aparat pengelola
pendidikan yang ada di daerah baik di tingkat provinsi maupun lokal,
sebagai perpanjangan aparat pusat untuk meningkatkan efesiensi
kerja dalam pengelolaan pendidikan di daerah. Jadi pemerintah pusat
memberi kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola
pendidikan sesuai dengan potensi yang ada di daerahnya agar tujuan
yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Akan

(40)
MBS KONTEMPORER

tetapi pemerintah pusat tidak lepas tangan begitu saja namum masih
ikut serta dalam penyusunan kurikulum pendidikan nasional dan
menetapkan anggaran agar terjadi pemerataan standar pendidikan di
seluruh tanah air.
MBS akan efektif diterapkan jika para pengelola pendidikan
mampu melibatkan stakeholders terutama peningkatan peran serta
masyarakat dalam menentukan kewenangan pengadministrasian, dan
inovasi kurikulum yang dilakukan oleh masing-masing sekolah.
Inovasi kurikulum lebih menekankan kepada peningkatan kualitas
dan keadilan, pemerataan, bagi semua peserta didik yang didasarkan
atas kebutuhan peserta didik dan masyarakat lingkungannya.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional Pola Baru
Manajemen Pendidikan Masa Depan yaitu sekolah memiliki
wewennag lebih besar dalam pengelolaan lembaganya, pengambilan
keputusan dilakukan secara partisipasif dan partisipasi masyarakat
semakin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya,
pendekatan profesionalisme lebih diutamakan daripada pendekatan
birokrasi pengelolaan sekolah lebih desentralistik, perubahan
didorong dari motivasi diri sekolah, Iebih mengutamakan teamwork,
lebih mengutamakan pemberdayaan dan struktur organisasi lebih
datar.
Jadi, konsep pengembangan manajemen masa depan
menginginkan perubahan yang diharapkan mampu memberikan
kontribusi positif guna perbaikan manajemen sebelumnya yang dirasa
belum membuahkan hasil yang memuaskan. Salah satu upayanya
adalah pembentukan MBS yang memberikan keleluasaan dari masing
masing sekolah untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Pada akhirnya, hal yang harus difahami bahwa sebagai model
pengelolaan baru, MBS memiliki potensi besar bagi keberlangsungan
dunia pendidikan yang menawarkan model manajemen baru yang
(41)
TEORI DAN PRAKTIK

lebih demokratis dan secara teoritis lebih mampu adaptif terhadap


perubahan mengingat tatakelola yang dijalankan MBS bersifat
manajemen partisipatif dengan pelibatan seluruh masyarakat sekolah
sebagai unsur pelaksana. Sebagai Model, berikut disajikan beberapa
point penting sehubungan dengan pelaksanaan Manajemen Berbasis
Sekolah, yaitu :
1. MBS sebagai model pengelolaan yang bersifat manajemen
partisipatif
2. MBS lebih dianggap mampu menjawab dinamika zaman
berupa perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
karena MBS dijalankan oleh seluruh stakeholder sekolah
3. MBS lebih bersifat mandiri, demokratis, lentur dan
berkeadilan
4. MBS dapat diterapkan dalam lingkungan dan situasi apapun
karena MBS bisa diaplikasikan secara bertahap.
5. MBS tidak meninggalkan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat sehingga MBS menjadi program yang mendapat
dukungan penuh dari masyarakat.

2. Model MBS di Negara-Negara Lain

Penerapan MBS sangat variatif. Tergantung kebutuhan lokal


dan sesuai dengan kondisi social-politic di suatu masyarakat atau
Negara. MBS direspon untuk mengikuti dinamika ilmu pengetahuan,
dan pada tataran tertentu MBS lebih bisa menjawab persoalan
pendidikan secara lebih cepat.
Nurkholis (2006) menjelaskan pola pelaksanaan MBS di
berberapa negara yang orientiasi praktiknya sangat beragam. Secara
lengkap disajikan dalam table berikut.

(42)
MBS KONTEMPORER

Nama Negara Penekanannya


No
1 Hongkong Inisiatif sekolah
2 Kanada Pengambilan keputusan pada tingkat sekolah
3 Amerika Serikat Pengelolaan sekolah di tingkat sekolah
4 Inggris Pengelolaan dana pada tingkat sekolah
5 Australia Kewenangan sekolah dalam kurikulum
6 Perancis Partisipasi yang besar pada badan pengelolaan
sekolah
7 Nikaragua Sekolha otonom
8 Selandia Baru Anggaran yang berbasis di sekolah
9 El Salvador Melibatkan orang tua siswa dan masyarakat
10 Madagaskar Dengan melibatkan masyarakat
11 Indonesia Mutu yang dikenal dengan MPMBS

Model Tabel Nurkholis (2006)

Selanjutnya dijelaskan bahwa di Hongkong MBS disebut The


Scholl Management Initiative (SMI) atau manajemen sekolah
inisiatif. Problem pendidikan di Hongkong yang mendorong
munculnya MBS adalah struktur dan proses manajemen yang tidak
memadai, peran dan tanggungjawab masing-masing pihak kurang
dijabarkan secara jelas dan inisiatif datang dari atas. Model MBS
Hongkong menekankan pentingnya inisiatif dari sumber daya di
sekolah sebagai pengganti inisiatif dari atas yang selama itu
diterapkan.
Model pengelolaan pendidikan di Canada sama seperti
Indonesia sebelumnya, yaitu sentralistis, semua kebijakan dari pusat.
Perubahan terjadi setelah Model MBS di perkenalkan. MBS di
Kanada disebut School Sire Decision Making (SSDM) atau
pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat sekolah. MBS di
Kanada sudah dimulai sejak tahun 1970. Desentralisasi yang
diberikan kepada sekolah berbentuk pengalokasian sumber daya bagi
(43)
TEORI DAN PRAKTIK

staf pengajar dan administrasi, termasuk peralatan dan tatakelola atau


pelayanan sekolah.
Secara konstitusional pemerintah pusat (state) bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan pendidikan, begitulah pengelolaan
pendidikan di Amerika Serikat.. MBS di AS dikenal dengan Side
Based Management (SBM) yang menekankan partisipasi dari
berbagai pihak. Menurut Wirt (1991) yang dikutip oleh Ibtisam Abu
Duhou (2002) 24, model MBS di Amerika Serikat walaupun ada
perbedaan di Negara-negara federal, ada dua cara utama reformasi
pendidikan di Amerika Serikat sebagai implenientasi dari MBS,
yakni : (1) Desentralisasi administratif : dan (2) Manajemen berbasis
setempat (lokal).
Para ahli lain menjelaskan bahwa Model MBS pertama di
Inggris disebut sebagai Grant Mainted School (GMS) atau
manajemen dana swakelola. Beberapa perubahan dalam pelaksanaan
MBS di Inggris, antara lain: (1) kurikulum nasional untuk mata
pelajaran inti yang ditentukan oleh pemerintah (3) MBS dibentuk
untuk mengembangkan otoritas pendidikan lokal agar dapat
memperoleh bantuan dana dari pemerintah; (3) adanya pembentukan
sekolah lanjutan teknik kejuruan; (4) kewenangan inner London
Education dilimpahkan kepada tiga belas otoritas pemerintah: (5)
skema manajemen sekolah local dibentuk dengan melibatkan
beberapa pihak terkait.
Kemudian untuk Indonesia, MBS dibentuk setelah melalui
berbagai program yang coba dipraktikkan yang kemudian hanya
menyisakan MBS sebagai satu-satunya pilihan. MBS di Indonesia
dirancang dengan lebih meningkatkan peran partisipasi warga
sekolah dan lingkungan masyarakat sekitar. Dalam MBS dibentuk

24
Ibtisam Abu Duhou, School-Based Management, Penerjemah Noryamin Aini, dkk,
(Jakarta : Logos, 2002), Hal. 23
(44)
MBS KONTEMPORER

dewan sekolah atau komite sekolah sebagaimana yang diterapkan di


negara lain. Dalam pelaksanaannya, komite berkontribusi memberi
masukan, kritikan dan saran pengembangan yang diusulkan dan
dirancang secara bersama dengan pengelola sekolah saat merancang
visi misi dan tujuan sekolah.

3. Kemampuan Adaptif MBS Terhadap Perubahan Global


Seperti yang sudah penulis jelaskan pada buku sebelumnya
berjudul Manajemen Sekolah Unggulan (2018), saat ini dunia tengah
memasuki era golobalisasi. Era ini ditandai dengan perubahan-
perubahan global dan membawa implikasi pada berbagai tatanan
kehidupan ummat manusia. Pola perdagangan dengan pasar modern
telah masuk ke pintu-pintu negara. Perkembangan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi terus berkembang bahkan perkembangan IPTEK
dalam beberapa tahun ke depan cenderung tak terbendung.
Perubahan global akan memicu perubahan peradaban, dan pada
dasarnya ini diperlukan sesuai dengan dinamika kehidupan manusia,
namun akan menjadi bencana jika tidak diikuti kesiapan sumberdaya.
Era digitalisasi yang tidak diikuti dengan tenaga sumberdaya
yang menguasai tekhnologi informatika hanya akan melahirkan
manajemen yang kacau dan gagal. Sistem pasar modern yang tidak
memerlukan tempat dan ruang akan terhenti jika ditangani pelaku
yang hanya mengerti metode pasar konvensional. Persaingan Bisnis
juga demikian. pelaku bisnis tradisional akan terlindas oleh pelaku
bisnis modern yang lebih inovatif dan kompetitif. Manajemen bisnis
mutakhir cenderung mengelola sumberdaya manusia tidak hanya
dengan ilmu pengetahuan dan tekhnolgi, namun termasuk pula
pengetahuan kontemporer yang berorientasi pada kekuatan inovasi
dan gagasan yang beberapa di antaranya akan berhubungan dengan
kecerdasan emosional, motivasi kerja, dan model kepemimpinan.
Termasuk dalam bidang pendidikan, perubahan global harus
(45)
TEORI DAN PRAKTIK

diikuti dengan mempersiapkan diri dengan manajemen perubahan


berupa kesiapan sumberdaya manusia yang siap menghadapi
perubahan. Sumberdaya yang tidak siap akan kalah.
Mamaknai perubahan adalah membangun paradigma baru
dalam menghadapi perubahan-perubahan global berikut menyiapkan
strategi dalam menguasai perubahan. Untuk itu, sebagai bagian dari
masyarakat perubahan, sekolah tentu tak bisa menghindarkan diri
dari hubungan perubahan global. Berbagai perubahan lingkungan
strategis global terus terjadi karena kemajuan di bidang Ilmu
pengetahuan dan tekhnologi. Pengetahuan tentang manajemen
perubahan menjadi sangat penting sebagai langkah antisipatif untuk
persiapan-persiapan perubahan yang mengarah pada diperlukannya
alat-alat manajemen yang terbaharukan.
Paling kurang, pengetahuan tentang manajemen perubahan
menghendaki adanya kesiapan sumberdaya manusia yang
bersinggungan dengan kegiatan manajemen agar siap, adaptif dan
mampu survive dengan perubahan yang terjadi. Selanjutnya, kesiapan
sumberdaya akan berimplikasi pada kesiapan manajemen baru yang
tangguh dan kompetitif.
Melihat cakupan luasnya tugas sekolah di era globalisasi, maka
kepala sekolah dihadapkan pada berbagai keadaan dan tantangan
dalam memimpin organisasi yang dipimpinnya, antara lain
bagaimana mewujudkan kemampuan sekolah yang secara nyata dan
bertanggung jawab tumbuh dengan paradigma manajemen baru,
yang didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang prima untuk
mengelola sumber daya sekolah berikut sarana serta prasaranaya
sehingga mampu meningkatkan dan mengembangkan kemampuan
sekolah dengan strategi pelayanan dan pemberdayaan. Kepala
Sekolah dituntut untuk bersikap proaktif dengan mengandalkan
kepemimpinan yang berkualitas untuk membangkitkan semangat
(46)
MBS KONTEMPORER

kerja dari para bawahannya, mampu menggerakkan para staf untuk


berperan aktif dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan sekolah
serta mampu menjadi kreator, inovator dan fasilitator dalam rangka
efektifitas penyelenggaraan, pelayanan sekolah, pelaksanaan proses
pendidikan hingga pelayanan kepada masyarakat pengguna.
Konsep yang sedemikian ini menuntut kualitas Kepala Sekolah
sebagai pemimpin organisasi sekolah semakin tinggi pula.
Seorang kepala sekolah tidak cukup hanya mengandalkan
intuisi belaka, tetapi harus didukung oleh kemampuan
intelektual dan keahlian yang memadai, ketajaman visi,
kemampuan menyelesaikan misi, serta kecakapan yang dipenuh etika
dan moral yang baik.
Kepala Sekolah akan ikut menentukan keberhasilan organisasi
sekolah. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari beberapa
kriteria antara lain, semakin meningkatnya peminat yang
menggunakan pelayanan sekolah, membaiknya kualitas lulusan,
tingkat kesejahteraan pegawai hingga kepuasaan masyarakat pengguna
sekolah. Melihat kompleksitas peradaban dunia akhir-akhir ini yang
cenderung berubah secara cepat dan tiba-tiba, mampukah MBS
memiliki kekuatan adaptif untuk merespon perubahan yang terjadi?
Manajemen Berbasis Sekolah adalah model pengelolaan yang
menitik beratkan sisi manajemen pengelolaan pada penguatan
sumberdaya. Sumberdaya disini meliputi seluruh pengelola sekolah,
guru, karyawan, kepala sekolah, dan para staf, siswa dan orang tua,
tokoh masyarakat sekitar, para pemangku kepentingan, dan instansi
yang berhubungan di sekitar wilayah sekolah berada.
Semua proses perencanaan sekolah, penetapan tujuan, pembuatan
dan penguatan visi misi sekolah, hingga tatakelola sekolah dirancang
dan diputuskan secara bersama oleh dewan sekolah atau komite
sekolah. Dalam proses itu tentu akan terjadi masukan dan saran yang
(47)
TEORI DAN PRAKTIK

memperhatikan kondisi lingkungan. Sumberdaya (masyarakat sekolah)


yang menginisiasi program-program sekolah sebagaimana disebutkan
di atas sudah tentu berisi profil-profil di berbagai lintas keilmuan.
Semua menyatu sebagai kelompok penyelenggara Manajemen Berbasis
Sekolah.
Luasnya disiplin keilmuan para sumberdaya yang selanjutnya
dapat pula kita sebut partisipan utama MBS ini tentu memiliki
pandangan-pandangan lingkungan yang saling menguatkan satu sama
lain. Dalam menghasilkan keputusan didasarkan oleh banyak
pertimbangan karena suara-suara dari berbagai disiplin keilmuan
memberikan kontribusi yang menyeluruh. Anggota komite sekolah dari
masyarakat yang bekerja sebagai pekerja fisik bangunan dan terlatih di
bidangnya tentu memiliki masukan yang konstruktif saat sekolah
merencanakan membangun ruang baru, bagaimana ruang tersebut bisa
lebih tahan, jauh dari target bencana, dan minim dari anggaran.
Anggota lain yang memiliki keahlian di bidang kesehatan tentu
menyarankan bagaimana lingkungan sekolah harus terjaga dari
pencemaran lingkungan yang tidak sehat. Ada pula ahli IT yang
memberi masukan bagaimana system komputerisasi diperkuat, hingga
masyarakat yang berasal dari kalangan alim ulama dapat berkontribusi
bagaimana siswa sekolah bisa diperkuat dalam sisi religiusitas.
MBS sebagai program tatakelola baru sekalipun program ini
sudah lama diundangkan, pada prinsipnya sangat tepat disandingkan
dalam iklim perubahan. Ia membuka keran komunikasi dan partisipasi
yang lebih luas. MBS lebih menjamin tingkat keterwakilan keputusan
yang dibuat, lebih mengakomodir dan lebih luas dalam merancang
perencanaan. Bahkan menariknya, MBS juga melibatkan kreativitas
siswa secara total yang akan diurai pada Bagian 5, sub-bab belajar dari
pengalaman sekolah MBS.

(48)
MBS KONTEMPORER

BAGIAN KETIGA
MBS KONTEMPORER DALAM MANAJEMEN
PENDIDIKAN ; SUATU PENDEKATAN

A. Membangun Paradigma Baru MBS


MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan
otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud agar sekolah
leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan.25
Pada sistem MBS, sekolah dituntut secara mandiri dan
bertanggungjawab untuk menggali, mengalokasikan, menentukan
prioritas, mengendalikan dan mempertanggung-jawabkan
pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun
pemerintah.
MBS juga merupakan salah satu wujud dari reformasi
pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan
pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi siswa. Hal ini juga

25
Mulyana E, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah Strategi dan Implementasi,
Bandung : Rosda Karya, 2004, hal.86
(49)
TEORI DAN PRAKTIK

berpotensi untuk meningkatkan kinerja staf, menawarkan partisipasi


langsung kepada kelompok-kelompok terkait dan meningkatkan
pemahaman kepada masyarakat terhadap pendidikan. Pengertian
MBS sebagai suatu konsep yang menempatkan kekuasaan
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan
pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar.
Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan kepada unit yang
paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri
yaitu sekolah. Di samping itu untuk memberdayakan sekolah agar
dapat melayani masyarakat secara maksimal sesuai dengan keinginan
masyarakat tersebut MBS diperkuat dengan manajemen pelibatan
masyarakat.
Paradigma MBS Kontemporer diarahkan pada manajemen
pengolaan yang lebih adaptif, berkeadilan, lebih manusiawi dan lebih
aspiratif, lebih komunikatif dan lebih berorientasi IPTEK. Paradigma
ini digagas dengan memandang persoalan peradaban umat manusia
yang kian hari kian kompleks. MBS Kontemporer pada prinspinya
adalah MBS sebagaimana yang kita kenal. Terminologi MBS
kontemporer mengacu pada situasi terkini, pada situasi bagaimana
MBS bisa bertarung dengan perubahan-kemajuan iptek yang teramat
cepat dan pesat.

1. MBS yang Adaptif


Sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa perubahan
global sebagai keniscayaan yang tak terbantahkan. Termasuk dalam
bidang pendidikan, perubahan global harus diikuti dengan
mempersiapkan diri dengan manajemen perubahan berupa kesiapan
sumberdaya manusia yang siap menghadapi perubahan. Sumberdaya
yang tidak siap akan kalah.
Mamaknai perubahan adalah membangun paradigma baru
dalam menghadapi perubahan-perubahan global berikut menyiapkan

(50)
MBS KONTEMPORER

strategi dalam menguasai perubahan. Untuk itu, sebagai bagian dari


masyarakat perubahan, sekolah tentu tak bisa menghindarkan diri
dari hubungan perubahan global. Berbagai perubahan lingkungan
strategis global terus terjadi karena kemajuan di bidang Ilmu
pengetahuan dan tekhnologi.
MBS yang adaptif dalam menghadapi perubahan global adalah
MBS yang bisa selamat dari lembah ketidakpastian peradaban. Bisa
saja hari ini setiap sekolah menguasai tekhnologi, mungkin beberapa
waktu kedepan kita kembali menghitung dengan jari dan sekolah
berjalan kaki. MBS yang lentur, fleksibel, dan mampu berinteraksi
dalam ruang serumit apapun adalah jawaban kebutuhan saat ini. MBS
ini perlu direkayasa, direnovasi sedemikian hingga untuk
menghasilkan tata manajemen yang adptif.
Langkah mempersiapkan MBS yang dapatif dapat dimulai dari
mengenali lingkungan terdekat, lingkungan terjauh, mengenal
competitor, mempelajari kemampuan dalam memprediksi,
melakukan predisiksi. memperkuat kapasitas pengelola, dan
membangun integritas tangguh dari seluruh pengelola. Dengan
demikian, seluruh kekhawatiran akan kegagalan manajemen bisa
ditekan serendah mungkin. MBS yang adaptif dapat ditunjukan oleh
gejala-gejala berikut :
1. Pimpinan (kepala sekolah) yang bervisi luas, memiliki pola
kepemimpinan transformasional, berkarakter disiplin namun
memelihara ruang toleransi, memahami kemampuan bawahan,
mengenal seluruh perangkat pengelola yang meliputi
sumberdaya manusia dan sarana prasana, terbuka dengan
perkembangan IPTEK dan tidak lari dari ketertarikan potensi
local. Pemimpin ini harus dipersiapkan.
2. Guru, karyawan, dan seluruh staf pengelola sekolah
menunjukkan sikap saling kerjasama dan membutuhkan satu

(51)
TEORI DAN PRAKTIK

sama lain. Tidak tercipta kesimpangsiuran kerja dalam lingkup


luas. Mereka berinteraksi dan saling komunikasi dalam
menyelesaikan masalah, berani menyuarakan pendapat, dan
menerima masukan tanpa perasaan kecil hati. Iklim
lingkungan kerja terlihat kondusif yang tampak dari intensitas
lalulintas komunikasi dan diskusi.
3. Siswa belajar dan menjalankan kedisiplinan tanpa kecemasan.
Kreativitas terbuka tanpa batas. Batas-batas kreasi hanya
sering di akhiri waktu. Siswa mengejar nilai akademik tanpa
melupakan nilai lain. Semua ilmu terasa dibutuhkan siswa.
Interaksi dengan guru berjalan tanpa basa-basi. Pada sisi ini,
siswa dan guru saling membutuhkan. Guru memberikan
pengetahuan nilai dan teori, dan siswa kerap membantu
dengan kemampuannya yang akrab dengan tekhnologi terkini
4. Perasaan memiliki sekolah dari masyarkat cukup tinggi, yang
dapat ditunjukkan dari pertemuan-pertemuan, aktif mengisi
kuisioner, aktif berinteraksi dengan pengelola sekolah dan
kritis dalam beberapa hal yang penting dan prinsip. Secara
sukarela masyarakat menjalankan kewajiban terhadap sekolah
dengan tepat waktu, yang tidak tepat selalu memiliki alasan
rasional. Masyarakat ikut menjaga sekolah dengan penceritaan
berkesan baik.
Empat situasi di atas menunjukkan sekolah yang berhasil
menerapkan MBS yang adaptif. Sekalipun belum terlihat indikasi
keberhasilan di bidang anggara, prasara, prestasi akademik, namun
ciri diatas bisa menunjukkan situasi sekolah sudah berjalan dalam
orientasi partisipatif. Sekolah yang menunjukkan ciri ini
memungkinkan MBS yang diimplementasikan ke setiap komponen
pengelola akan mampu beradaptasi terhadap berbagai perubahan
yang akan terjadi.

(52)
MBS KONTEMPORER

Bagi sekolah yang akan melaksanakan MBS, ada beberapa hal


penting yang diperlukan agar konsep MBS bisa dijalankan sepenuh
hati oleh pengelola sekolah. Beberapa hal penting dimaksud antara
lain, membangun paradigma baru pengelolaan, melakukan pelatihan-
pelatihan dalam peningkatan kapasitas, dan memperkuat kemampuan
dalam menguasai iptek.
Membangun paradigma baru pengelolaan dapat dianggap
sebagai usaha untuk memperkuat semangat dalam praktik MBS
karena dalam proses penguatan paradigma tersebut ikut tercipta
proses internalisasi nilai sehingga seluruh pengelola sekolah memiliki
semangat yang kuat dalam menyukseskan MBS. Beberapa langkah
yang dapat ditempuh dalam mengusung semangat paradigm baru
pengelolaan dapat dijalankan dengan langkah berikut :
Branding Semangat Kebersamaan
Ini dapat diimplementasikan pada banyak hal, dan yang utama
biasanya penyiapan redaksi khusus yang mencirikan semangat.
Contoh yang paling dekat adalah memperkenalkan Brand/ Merk.
Pada beberapa usaha industri, brand diperlukan untuk mendekatkan
produk kepada masyarakat. Brand biasanya berisi kata-kata singkat,
padat dan mengena. Pada praktik MBS kita bisa mengenalkan
beberapa terminologi khusus yang bisa merespon semangat audiens.
Beberapa contoh yang dapat disampaikan antara lain : Sekolah Milik
Bersama, Sekolah Kita Milik Kita, Sekolahku adalah Istanaku, dan
contoh lain yang bisa dikembangkan sesuai karakter lokal.
Contoh yang dapat kita ulas adalah sekolah milik bersama,
milik bersama berarti tidak milik siapapun. Tak seorangpun berhak
mengklaim sekolah dalam otoritas tunggalnya. Akan berarti bahwa
tiada kepemilikan sepihak akan keberadaan sekolah yang berarti pula
bahwa sekolah milik siapa saja dari entitas warga yang berada di
sekitar sekolah. Milik siapapun akan membawa konsekuensi setiap

(53)
TEORI DAN PRAKTIK

orang untuk menjaga, mengelola, memelihara dan menjaga sekolah


dari kehancuran.
Paradigma sekolah sebagai milik bersama bisa diterapkan
dan akan membantu terciptanya spirit pengelolaan bersama. Secara
tekstual ia akan menggiring masyarakat secara bersama mengelola
keberadaan sekolah, dan mempertahankannya dari gangguan apapun.
Secara kontekstual paradigma sekolah milik bersama juga akan
menggiring masyarakat memiliki beban bersama terhadap kelestarian
sekolah yang selanjutnya bermuara pada terciptanya berbagai inovasi
dari masyarakat pengguna sekolah.
Selanjutnya setelah spirit sekolah sebagai milik bersama
terbentuk. Pengelola sekolah secara akitif memperkenalkan paradigm
dalam brand ini ke pengguna sekolah, utamanya para siswa,
kemudian menanamkan spirit ini ke pengelola lain seperti guru, dan
karyawan dan berlanjut kepada masyarakat. Proses sosialisasi bisa
melalui brosur-brosur penerimaan siswa baru, atau papan merk
sekolah, bahkan bisa hingga ke iklan layanan untuk skala yang lebih
luas.
Peningkatan Kapasitas Pelaksana MBS
Manajemen pengelolaan yang baru sudah tentu membutuhkan
instrument pengelolaan baru. Manajemen Berbasis Sekolah yang
orientasinya lebih diarahkan pada penguatan sumberdaya pengelola
membutuhkan waktu agar pihak pengelola memahami akan peran dan
fungsinya.
Contoh sederhana dapat dijelaskan, metode hukuman terhadap
siswa yang datang terlambat dibuat lebih manusiawi dan edukatif. Di
Banyak tempat, siswa terlambat dihukum dengan membiarkan siswa
tidak bisa masuk gerbang sekolah hingga jam pelajaran berikutnya.
Metode ini tidak manusiawi, tidak adil dan tidak edukatif. Siswa dapat
diberikan hukuman positif, misalnya menulis karya ilmiah secara

(54)
MBS KONTEMPORER

cepat sambil menunggu jam pelajaran berikutnya. Ini akan melatih


siswa bisa menulis cepat sekalipun dalam keadaan tertekan.
Contoh lain misalnya pemeliharaan kebersihan kelas yang
biasanya dilakukan oleh cleaning servis bisa diganti dengan jadwal
piket pagi. Ini bisa menumbuhkan semangat kebersamaan dan rasa
memiliki yang tinggi terhadap sekolah. Taman sekolah yang biasanya
diberikan pembuatannya kepada pihak pemborong taman, bisa
diserahkan kepada siswa berdasarkan kreativitas siswa dan dalam
pengawasan staf sekolah.
Perubahan-perubahan manajemen pengelolaan di atas sekalipun
sederhana namun membutuhkan kesabaran dan keahlian khusus. Para
pengelolaa sekolah harus lebih peka terhadap siswa, bisa mengetahui
potensi dan kelemahan siswa, mampu memikirkan tindakan hukuman-
hukuman positif. Pengetahuan seperti ini harus dicari dan
dikembangkan. Pihak sekolah harus cerman dan aktif melakukan
pelatihan dalam upaya meningkatkan kapasitas pengelola sekolah.
Ivancevich dan Sikula dalam Edy Sutrisno, menjelaskan bahwa
pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang
diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan
berorientasi ke masa sekarang dan membantu karyawan untuk
menguasai keterampilan dalam pekerjaannya. Pelatihan merupakan
proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur
sistematis dan terorganisasi, yang mana tenaga kerja nonmanajerial
mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan-tujuan
tertentu.26
Dari pernyataan ivancevich terlihat bahwa pelatihan sangat
diperlukan khusunya dalam menguasai pekerjaan yang akan
dilakukan, terlebih jika pekerjaan itu tergolong baru di MBS sering
kali memiliki program baru yang akan membingungkan pengelola

26
Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia (Prenadamedia Group, 2015), hal.
66-67.
(55)
TEORI DAN PRAKTIK

yang tidak memiliki keahlian tersebut. Artinya pengembangan


sumberdaya manusia sebagai orientasi terdekat MBS mutlak perlu
dilakukan.
Werner dan De Simone, dalam Savina Salim, mengatakan
bahwa pengembangan SDM (human resources development) diartikan
sebagai serangkaian aktifitas yang sistematis dan terencana yang
dirancang oleh organisasi untuk memberikan kesempatan kepada
anggotanya untuk mempelajari keahlian yang diperlukan untuk
memenuhi persyaratan kerja saat ini dan yang akan datang.27

2. MBS yang Lebih Manusiawi dan Berkeadilan


Dengan dukungan kesadaran moral yang baik dari seluruh
masyarakat sekolah, MBS yang lebih manusiawi dan berkeadilan
dapat diwujudkan. Paradigma MBS kontemperor harus menunjukkan
sekolah telah menerapkan manajemen yang berkeadilan dan
manusiawi. Ini dapat ditunjukkan dengan ciri-ciri :
1. Pemberian sanksi/ hukuman kepada siswa , atau kepada staf, atau
siapapun yang terindikasi kesalahan tidak mencirikan hukuman
yang tidak manusiawi dengan alasan kedisiplinan. Hukum-hukum
purba seperti hormat bendera di tengah terik matahari tidak
menjamin meningkatnya sikap nasionalisme. Hukum berlari
keliling lapangan tidak lantas memutuskan harapan bahwa siswa
tidak akan mengulangi perbuatannya. Hukuman harus bersifat
edukatif dan adil. Membiarkan siswa tidak masuk gerbang
sekolah karena terlambat adalah tindakan menyia-nyiakan waktu
yang tidak mendidik. MBS kontemporer membicarakan dan
menghasilkan banyak keputusan terhadap masalah apapun di
sekolah termasuk anggaran.

27
Savina Salim, Pengembangan Sumber Daya Manusia.
(http://www.academia.edu/4420199/Pengembangan_Sumber_Daya_Manusia.
(56)
MBS KONTEMPORER

2. Seluruh guru-guru honor, staf-staf sewa, atau pekerja lepas


menerima imbalan dengan suka cita, tidak ada pengecualian.
Semua orang bekerja dan menerima upah dari pekerjaannya pad
awaktu yang tidak dianggap terlambat. Tidak ada pengusiran
pedagang makanan dengan alasan indah dan tertib, yang ada
adalah penataan, memberikan ruang bagi siapapun yang ingin
mengambil manfaat sebab sekolah bertujuan mulia, memberi
pendidikan moral dan akhlak yang baik untuk peningkatan
peradaban umat manusia.
3. MBS harus merespon sejak awal seluruh gejala kekecewaan yang
akan terjadi di masyarakat. Kekecewaan dapat berbentuk dari
hasil akademik, biaya sekolah, dari perasaan-perasaan tidak
aman, hingga perasaan terjamin bahwa anak-anak mereka dididik
di tempat yang tepat. MBS merespon sejak dini lewat penggalian
dan komunikasi yang intens antar sekolah dan masyarakat tentang
anak didik, kurangnya fasilitas yang mampu mendorong
perkembangan mutu sekolah, hingga segala hal penting untuk
terus dibicarakan secara terbuka dan meyakinkan.

3. MBS yang Lebih Terbuka, Bersih dan Peka


MBS kontemporer tidak digagas untuk kepentingan sesaat.
Bukan untuk orientasi jangka pendek berupa output lulusan
mengagumkan. Tidak pula untuk pencapaian materi berupa bangunan
fisik. MBS kontemporer memiliki jangkauan yang lebih konfrehensip
yakni mewujudkan sekolah ideal yang bersih, bermutu dan lestari.
Untuk menuju itu, langkah awal yang perlu dilakukan oleh pengelola
adalah terbuka untuk semua hal. Ciri –ciri sekolah yang menjalan
MBS yang baik adalah : (1) Sekolah lebih terbuka dalam
menyosialisasikan anggaran, dan merencanakan penganggaran secara
bersama. (2) Sekolah bersih dari isu-isu suap, korup dan praktik
kotor keuangan. Jika muncul isu, klarifikasi akan segera keluar tanpa

(57)
TEORI DAN PRAKTIK

sedikitpun usaha untuk menutupi dari pihak manapun sebagai bentuk


pertanggungjawaban yang ideal.

4. MBS yang Lebih Ramah Tekhnologi


Penguasaan dan pemanfaatan tekhnologi saat ini telah menjadi
semcam alat ukur dalam memandang suatu lembaga pendidikan. Jika
suatu sekolah semakin tinggi dalam akses pemanfaatan sarana
tekhnologi, maka akan semakin dianggap maju dan berkualitas.
Indikator ini tidak salah namun tidak sepenuhnya benar.
Tekhnologi adalah suatu seperangkat alat atau yang
digambarkan memilki akses untuk memudahkan manusia menguasai
atau mendayagunakan sesuatu. Tekhnologi adalah jembatan yang
memudahkan manusia. Sebagai alat, ia bukanlah tujuan esensial.
Namun sebagai sebuah invention (temuan) ia tidak layak ditinggalkan
karena sifatnya yang memberi kemudahan.
MBS juga pada prinsipnya berlaku sebagai alat, ia bukan
tujuan. Tujuan sesungguhnya adalah hasil pendidikan yang baik,
namun MBS diperlukan untuk memudahkan manusia mendapatkan
hasil pendidikan yang baik.
MBS yang lebih ramah tekhnologi berperan untuk
mendayagunakan tekhnologi sebagai jembatan yang memudahkan
lembaga pendidikan Mendapatkan hasil pendidikan yang di cita-cita
kan. Maka dari itu ia menjadi sebuah keperluan.
5. MBS yang Progresif dalam Pembelajaran
Pustaka dalam genggaman, mungkin ungkapan yang paling
tepat bagaimana hasil peradaban manusia yang semakin maju saat ini
mampu memindahkan sebagian buku-buku kedalam perangkat
selular android yang sering ada dalam genggaman kita. Perangkat ini,
di satu sisi memiliki dampak negative ketergantungan dengan

(58)
MBS KONTEMPORER

aktifitas di media social, namun di sisi lain memiliki keuntungan


edukatif.
Keuntungan edukatif yang dapat dijelaskan secara sederhana
adalah kemudahan dalam proses data dan kebutuhan pendidikan
lainnya. MBS harus respon dengan kemajuan tekhnologi jika itu
membawa kebaikan. Segala kemudahan yang diberikan oleh
kemajuan tekhnologi ini harus menjadi bahan pemikiran bersama
para pelaku MBS untuk menghasilkan gagasan penting
pemanfaatannya. Pihak sekolah harus mengambil kesempatan ini dan
membuka solusi bagi terselenggaranya proses pembelajaran yang
lebih progrresif. Ada banyak keuntungan menggunakan fasilitas
tekhnologi seperti ini antara lain :
1. Membantu siswa dalam pencarian literature-literatur penting,
sebelum itu dibutuhkan kemampuan para guru untuk
memberikan materi tentang pencarian litertar yang benar dan
bertanggung jawab, serta sekaligus mengkampanyekan bahaya
situs-situs negatif yang mudah didapat dalam perangkat ini.
2. Membantu pihak sekolah dalam menambah program pendidikan,
seperti belajar jarak jauh, atau yang lebih dikenal dengan istilah
elearning. Sebagaimana diketahui bahwa elearning dianggap
sebagai tekhnologi pendidikan masa depan yang ringkas dan
efektif. Elearning di beberapa Negara maju lazim digunakan
baik sebagai pendidikan tambahan maupun formal. MBS bisa
menerapkan elearning sebagai proses belajar tambahan untuk
pencapaian prestasi akademik

B. Teori dan Konsep MBS Kontemporer


Teori dan Konsep MBS kontemporer pada prinsipnya sama
dengan MBS yang kita kenal pada umumnya. MBS Kontemporer
dimaksudkan sebagai MBS dalam masa yang lebih baru, lebih terkini
berdasarkan perubahan yang terjadi. MBS kontemporer merujuk pada
bagaimana menerapkan model MBS dalam ruang terkini
(59)
TEORI DAN PRAKTIK

(kontemporer) yang ditandai oleh perkembangan IPTEK yang sangat


kuat dan cepat berubah. Namun untuk memperkuat ada baiknya kita
memperdalam konsep MBS agar lebih bisa bersinergi dengan
pengertian yang ingin kita rujuk.
1. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
Adapun tujuan dan maksud implementasi MBS menurut
Mulyana (2004)28 adalah untuk :
a. Mensosialisasi konsep dasar manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah khususnya kepada masyarakat.
b. Memperoleh masukan agar konsep ini dapat
diimplementasikan dengan mudah dan sesuai dengan kondisi
lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman cultural, sosio
ekonomi masyarakat dan kompleksitas geografinya.
c. Menambah wawasan pengetahuan masyarakat khususnya
masyarakat madrasah dan individu yang peduli terhadap
pendidikan, khususnya peningkatan mutu pendidikan.
d. Memotivasi masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir
mengenai peningkatan mutu pendidikan, pada madrasah
masing-masing.
e. Menggalang kesadaran masyarakat madrasah untuk ikut serta
secara aktif dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan
mutu pendidikan.
f. Memotivasi timbulnya pemikiran-pemikiran baru dalam
mensukseskan pembangunan pendidikan dari individu dan
masayrakat yang peduli terhadap pendidikan khususnya
masyarakat madrasah yang berada di garis paling depan dalam
proses pembangunan tersebut.
g. Menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan
merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat,

28
Mulyana E, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah Strategi dan Implementasi,
Bandung : Rosda Karya, 2004, hal.97
(60)
MBS KONTEMPORER

dengan fokus peningkatan mutu yang berkelanjutan pada


tataran madrasah.
h. mempertajam wawasan bahwa mutu pendidikan pada tiap
sekolah harus dirumuskan dengan jelas dan dengan target
mutu yang harus dicapai setiap tahun, 5 tahun dan seterusnya
sehingga tercapai misi madrasah ke depan.
Selanjutnya tujuan MBS, menurut Bahtiar dalam Mulyana
(2004)29 menjelaskan:
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan
inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber
daya yang tersedia;
b. Meningkatkan kepedulian warga madrasah dan masyarakat
dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan
keputusan bersama;
c. Meningkatkan tanggung jawab madrasah kepada orang tua,
masyarakat dan pemerintah tentang mutu madrasahnya; dan
d. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar madrasah tentang
mutu pendidikan yang akan dicapai.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sudah jelas secara
politis manajemen berbasis madrasah/sekolah merupakan muara dari
semua kebijakan di bidang pendidikan akan tergambar di sekolah,
sebab sekolah merupakan jaringan terakhir dari rangkaian birokrasi
pendidikan. MBS juga sebagai bentuk operasionalisasi dari kebijakan
desentralisasi atau otonomi pendidikan dalam hubungannya dengan
ekonomi daerah. Secara teoritis MBS juga merupakan suatu konsep
yang menawarkan suatu otonomi kepada sekolah dalam rangka
meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat
mengakomodir kepentingan masyarakat setempat serta menjalin kerja
sama yang erat antara madrasah, masyarakat dan pemerintah. Secara

29
Ibid.
(61)
TEORI DAN PRAKTIK

operasional MBS merupakan gagasan yang menempatkan


kewenangan pengelolaan sekolah dalam suatu kebutuhan sistem.
Berdasarkan beberapa paparan tentang manajemen berbasis
sekolah seperti diatas, dapat dimengerti bahwa mutiara dari semua
kebijakan di bidang pendidikan akan tergambar disekolah, sebab
madrasah merupakan jaringan akhir dari rangkaian birokrasi
pendidikan. Maka, hidup atau matinya suatu program akan
ditentukan oleh sejauh mana sekolah mampu mengelola dan
melaksanakan semua program kependidikan. Oleh sebab itu,
manajemen berbasis sekolah menjadi sangat strategis dilaksanakan
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pendidikan.
Dengan manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah, guru dan
peserta didik mendapatkan peluang untuk melakukan inovasi dan
improvisasi di sekolah berkaitan dengan masalah kurikulum,
pembelajaran, manajerial dan lain-lain. Jadi, otonomi pendidikan
merupakan hal yang esensial bagi terciptanya kebebasan akademik.
Dengan demikian, manajemen berbasis sekolah dikatakan sebagai
bentuk operasionalisasi desentralisasi atau otonomi pendidikan dalam
hubungannya dengan otonomi daerah.

2. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah


MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum
pengoperasioan sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di
kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan
pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan
keputusan penting dari pusat dan daerah ke tingkat sekolah30. Dengan
demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di
mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting
tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS

30
Mulyana E, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah Strategi dan Implementasi,
Bandung : Rosda Karya, 2004, hal.121
(62)
MBS KONTEMPORER

memberikan kesempatan pengendalian lebih besar dari kepala


sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah
mereka.
Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan
tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum
ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi
pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat
lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang
dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid.
Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan
sekolah dengan memberdayakannya.
Melalui MBS diyakini bahwa prestasi belajar murid lebih
mungkin meningkat jika manajemen pendidikan dipusatkan di
sekolah ketimbang pada tingkat daerah. Para kepala sekolah
cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan murid dan
sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat atau daerah.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus
sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus
menerapkannya tidak berperan serta merencanakan-nya. Pendekatan
melalui MBM juga memiliki lebih semua banyak masalahnya
ketimbang pengambilan keputusan yang terpusat. Masalah itu antara
lain menciptakan sumber kepemimpinan baru, lebih demokratis dan
terbuka, serta menciptakan keseimbangan yang pas antara anggaran
yang tersedia dan prioritas progam pembelajaran. Pengambilan
keputusan yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan
meningkatkan motivasi dan komunikasi (dua variabel penting bagi
kinerja guru) dan para gilirannya meningkatkan prestasi belajar
murid. MBM bahkan dipandang sebagai salah satu cara untuk
menarik dan mempertahankan guru dan staf yang berkualitas tinggi.
Penerapan MBM yang efektif secara spesifik mengindentifikasi
beberapa manfaat yaitu :

(63)
TEORI DAN PRAKTIK

a. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk


mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
b. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat
dalam pengambilan keputusan penting.
c. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun
program pembelajaran.
d. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk
mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
e. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika
orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan
sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program
sekolah.
f. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan
kepemimpinan baru di level.

3. Karakter Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


Karakteristik bisa diketahui dari bagaimana sekolah dapat
mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar,
pengelolaan sumber daya manusia dan pengelolaan administrasi.
(Mulyasa, 2001).
Nurkolis (2006) memberikan definisi bahwa MBS memiliki
karakteristik yang bertolak belakang dengan karakteristik MKE, yaitu
dalam hal misi sekolah hakikat aktifitas sekolah, strategi-strategi
manajemen, penggunaan sumber-sumber daya, peran warga sekolah,
hubungan interpersonal, kualitas para administrator dan indikator-
indikator evektifitas. Sementara Departemen Pendidikan Nasional
(2007) memberikan penjelasan karakteristik MBS memuat secara
inklusif elemen-elemen sekolah secara efektif yang dikatagorikan
menjadi input, proses dan output.

(64)
MBS KONTEMPORER

Menurut Umaedi dalam Suryosubroto (2010)31 menjelaskan


karakter MBS antara lain : Lingkungan sekolah yang aman dan tertib,
sekolah mermiliki visi dan target yang ingin dicapai, Sekolah
memiliki kepemimpinan yang kuat, adanya harapan yang tinggi dari
personel sekolah, adanya pengembangan staf sesuai kemajuan iptek,
adanya evaluasi yang terus menerus guna perbaikan mutu pendidikan,
dan adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid
dan masyarakat. Jadi, MBS adalah kumpulan dari elemen-elemen
manajemen pendidikan yang saling mempengaruhi dan melengkapi.
Keberhasilan sekolah juga dari adanya keterlibatan elemen-elemen
lain yang melilitnya. Pengoptimalan kinerja organisasi sekolah
diharapkan mampu mewujudkan visi dan misi sekolah yang sesuai
dengan tujuan pendidikan.

4. Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

a. Prinsip Ekuifinalitas
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang
berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk
mencapai suatu tujuan. MBS menekankan area fleksibilitas sehingga
sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka
masing-masing. Karena begitu banyaknya beban pekerjaan sekolah
dan adanya persaingan/ kompetisi antar, baik karena perbedaan
sarana prasarana, komunitasnya, maupun capaian akademik, sekolah
tak lagi bisa dijalankan dengan mekanisme konvensional.
Sekolah harus mampu berbagai solusi dari semua
permasalahan sekolah secara efektif dan efesien berasarkan
kebutuhan lingkungan.

31
Suryosubroto …….Halaman 197-198
(65)
TEORI DAN PRAKTIK

b. Prinsip Desentralisasi32
Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa
pengelolaan sekolah dan aktivitas pengajaran tak dapat dielakkan dari
kesulitan dan permasalahan. Pendidikan adalah masalah yang rumit
dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam
pelaksanaannya.
c. Prinsip Kemandirian
Setiap sekolah berusaha mencapai tujuan pelaksanaan
pendidikannya berdasarkan kebijakan yang telah dibuat dan
disepakati, namun masing-maing sekolah memiliki cara yang berbeda
untuk mencapainya. MBS memberikan kesempatan bagi sekolah
untuk melakukan pengelolaan secara mandiri dan dengan kebijakan
sendiri. Sekolah memiliki otoritas sendiri untuk mengembangkan
tujuan pengajaran, strategi pengelolaan, pendayagunaan sumber daya
manusia, strategi problem solving, yang dilakukan melalui diskusi
terbuka bersama stakeholder tanpa intervensi pihak lain.
d. Prinsip Inisiatif Manusia33
Perspektif sumber daya manusia menekankan bahwa orang
adalah sumber daya berharga di dalam organisasi sehingga poin utama
manajemen adalah mengembangkan sumber daya manusia di dalam
sekolah untuk berinisitatif. Berdasarkan perspektif ini maka MBS
bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai untuk warga
sekolah agar dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan
potensinya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan dapat
diukur dari perkembangan aspek sumber daya manusianya. Prinsip ini
juga mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis,

32
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung : Remaja Rosda Karya, 2004,
hal.19.
33
Nanang Fattah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah,
Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004, hal.26-27
(66)
MBS KONTEMPORER

melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia


harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Sekolah
dan lembaga pendidikan yang lebih luas tidak dapat lagi
menggunakan istilah staffing yang konotasinya hanya mengelola
manusia sebagai barang yang statis. Lembaga pendidikan harus
menggunakan pendekatan human resources development yang
memiliki konotasi dinamis dan asset yang amat penting dan memiliki
potensi untuk terus dikembangkan.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif
sekolah sebagia hasil dari desentralisasi pendidikan. Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) pada prinsipnya bertumpu pada sekolah dan
masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik. Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) berpotensi untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu
pada tingkat sekolah. MBS dimaksudkan otonomi sekolah,
menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan, dan mengelola sumber
daya yang ada untuk berinovasi. MBS juga memiliki potensi yang
besar untuk menciptakan kepala sekolah, guru, administrator yang
profesional. Dengan demikian, sekolah akan bersifat responsif
terhadap kebutuhan masing-masing siswa dan masyarakat sekolah.
Prestasi belajar siswa dapat dioptimalkan melalui partisipasi langsung
orang tua dan masyarakat.

5. Strategi dan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah


Strategi pencapaian implementasi MBS perlu
mempertimbangkan kompleksitas permasalahan persekolahan di
Indonesia. Untuk itu perlu satu pertahanan dalam penerapannya
dengan mempertimbangkan prioritas waktu jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang. Dalam Departemen Pendidikan

(67)
TEORI DAN PRAKTIK

Nasional (2007)34 telah dijabarkan skema MBS yang ideal yakni :


Kualitas dan Informasi, Konteks, Input, Proses, Output, Outcome,
Produktifitas, Efisiensi Internal, Efisiensi Inetrnal, Efektifitas.
Strategi jangka pendek MBS adalah mempersiapkan SDM
dengan pelatihan tenaga dan pengalokasian dana secara langsung ke
sekolah. SDM sekolah hendaknya memiliki keterampilan dalam
mengelola dan menguasai prinsip- prinsip MBS sedangkan
pengalokasian dana secara langsung ke sekolah (unit cost per sekolah)
untuk mencapai efektifitas dan efesiensi biaya yang selain ini melalui
rantai birokratis yang komleks dan mengikat menjadi tidak efisien.
Secara rinci, strategi pelaksanaan konsep MBS di tingkat pendidikan
dasar dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang harus
memperhatikan berbagai aspek antara lain: Partisipasi masyarakat,
Ketenagaan, kepala sekolah dan guru, Keuangan, Kurikulum, materi
dan penilaian, Buku alat, sarana yang diperlukan. Keempat unsur
tersebut perlu disiapkan, dirancang, dikelola dan dikendalikan secara
efektif dan efisien. Dengan demikian strategi implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat terkait dengan kondisi
objektif yang ada di sekolah.35
Oleh karena itu peluang kepala sekolah dan guru sebagai
tumpuan sekolah ditantang untuk bertindak sekreatif mungkin.
Sejalan dengan hal itu guru dan kepala sekolah dituntut untuk terus
meningkatkan profesionalitasnya sehingga dapat memberdayakan
semua sumber daya secara optimal.
Implikasi dari penerapan strategi Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) adalah menciptakan kondisi di antara perubahan pengelola
dengan mendelegasikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan guru.

34
Depdiknas (2007)
35
Depdiknas, 2001. Panduan Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.
(68)
MBS KONTEMPORER

Untuk itu system akuntabilitas terutama bagi para stakeholders perlu


mendapat perhatian sehubungan dengan itu agar sekolah selalu
berhati-hati dalam pengelolaan pendidikan dan anggaran. Proses
penerapan MBS menurut Dewi Widyastuti36 dapat ditempuh antara
lain dengan langkah-langkah sbb :
1. Memberdayakan komite sekolah/majelis madrasah dalam
peningkatan mutu pemelajaran di sekolah.
2. Unsur pemerintah Kab/Kota dalam hal ini instansi yang terkait
antara lain Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Kab/Kota,
Departemen Agama (yang menangani pendidikan MI, MTs dan
MA), Dewan Pendidikan Kab/Kota terutama membantu dalam
mengkoordinasikan dan membuat jaringan kerja (akses) ke dalam
siklus kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya
dalam bidang pendidikan.
3. Memberdayakan tenaga kependidikan, baik tenaga pengajar
(guru), kepala sekolah, petugas bimbingan dan penyuluhan (BP)
maupun staf kantor, pejabat-pejabat di tingkat kecamatan, unsur
komite sekolah tentang Manajemen Berbasis Sekolah,
pembelajaran yang bermutu dan peran serta masyarakat.
4. Mengadakan pelatihan dan pendampingan sistematis bagi para
kepala sekolah, guru, unsur komite sekolah pada pelaksanaan
peningkatan mutu pembelajaran.
5. Melakukan supervisi dan monitoring yang sistematis dan
konsisten terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah
agar diketahui berbagai kendala dan masalah yang dihadapi, serta
segera dapat diberikan solusi/pemecahan masalah yang
diperlukan.

36
Dewi Widiyastuti, Makalah, 2019 https:// afidburhanuddin. wordpress.com/2014/01/18
/konsep-dan-penerapan-manajemen-berbasis-sekolah/ di akses tanggal 12 Juli 2019

(69)
TEORI DAN PRAKTIK

6. Mengelola kegiatan yang bersifat bantuan langsung bagi setiap


sekolah untuk peningkatan mutu pembelajaran,
Rehabilitasi/Pembangunan sarana dan prasarana Pendidikan,
dengan membentuk Tim yang sifatnya khusus untuk menangani
dan sekaligus melakukan dukungan dan pengawasan terhadap Tim
bentukan sebagai pelaksana kegiatan tersebut.

C. Fungsi Manajemen Pendidikan Dalam MBS


Manajemen dapat diartikan sebagai administrasi, dan
pengelolaan. Di berbagai literatur dalam fungsi pokoknya acap kali
keduanya (manajemen dan administrasi) mempunyai fungsi yang
sama. Gaffar dalam Mulyasa (2002) menyatakan bahwa manajemen
pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang
sistematik, sistemik, dan komperhensif dalam rangka mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Mulyasa memberi penjelasan mengenai
istilah manajemen yang menurutnya mempunyai arti yang sama
dengan pengelolaan. Jika tidak ada manajemen maka tidak mungkin
tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal. Efektif dan
efisien.
Dengan gagasan yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan
tidak akan terwujud secara optimal, maka tumbuh kesadaran akan
pentingnya manajemen berbasis sekolah yang memberikan
kewenangan penuh kepada sekolah untuk mengatur segala hal yang
berguna dalam pembelajaran dan sesuai dengan tujuan sekolah
maupun tujuan pendidikan. Manajemen atau pengelolaan
mempunyai fungsi pokok antara lain: (1) Perencanaan. Poses yang
sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan
dilakukan pada waktu yang akan datang. (2) Pelaksanaan. Kegiatan
untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka
mencapai tujuan secara efektif dan efisien. (3) Pengawasan. Upaya
untuk mengamati secara sistematis dan berkesinambungan. (4).

(70)
MBS KONTEMPORER

Pembiayaan. Rangkaian upaya pengendalian secara profesional


semua unsur organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya.
Pembagian manajemen telah banyak didefinisikan para ahli,
dan diurai sehingga menjadi keumuman yang lazim ditemukan di
banyak penelitian tentang ilmu manajemen. Secara umum,
manajemen dapat dibagi menjadi 10 bagian, yaitu:
Forecasting. Forecasting atau prevoyance (Prancis) adalah
kegiatan meramalkan, memproyeksikan atau mengadakan taksiran
terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi sebelum suatu
rencana yang lebih pasti dapat dilakukan. Misalnya, suatu akademi
meramalkan jumlah mahasiswa yang akan melamar belajar di
akademi tersebut. Ramalan tersebut menggunakan indikator-
indikator, seperti jumlah lulusan SLTA dan lain sebagainya.
Planning termasuk Budgeting. Planning sendiri berarti
merencanakan atau perencanaan, terdiri dari 5, yaifu : Menetapkan
tentang apa yang harus dikerjakan, kapan dan bagaimana
melakukannya, membatasi sasaran dan menetapkan pelaksanaan-
pelaksanaan kerja untuk mencapai efektivitas maksimum melalui
proses penentuan target, mengumpulkan dan menganalisa informasi,
mengembangkan alternatif-alternatif, mempersiapkan dan
mengkomunikasikan rmcana-rencana dan keputusan-keputusan.
Organizing. Dengan ini dimaksudkan pengelompokan
kegiatan yang diperlukan yakni penetapan susunan organisasi serta
tugas dan fungsi-fungsi dari setiap unit yang ada dalam organisasi.
Dapat pula dirumuskan sebagai keseluruhan aktivitas manajemen
dalam mengelompokkan orang-orang serta penetapan tugas, fungsi,
wewenang, serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan
terciptanya aktivitas-aktivitas yang berdaya guna dan berhasil guna
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(71)
TEORI DAN PRAKTIK

Pengorganisasian terdiri dari : Menyediakan fasilitas-fasilitas


perlengkapan, dan tenaga kerja yang diperlukan untuk penyusunan
rangka kerja yang efisien, mengelompokkan komponen kerja ke
dalam struktur organisasi secara teratur, Membentuk struktur
wewenang dan mekanisme koordinasi, Merumuskan dan menentukan
metode serta prosedur, Memilih, mengadakan latihan dan pendidikan
tenaga kerja dan mencari sumber-sumber lain yang diperlukan.
Staffing atau Assembling Resources. Istilah staffing
diberikan Luther Gulick, Harold Koontz dan Cyril O'Donnell.
Sedangkan assembling resources dikemukakan William Herbert
Newman. Kedua istilah itu cenderung mengandung arti yang sama;
pen-staf-an dan staffing merupakan salah satu fungsi manajemen
berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi dan
pengembangannya sampai dengan usaha agar petugas memberi daya
guna maksimal kepada organisasi.
Directing atau Commanding. Merupakan fungsi manajemen
yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran,
perintah-perintah atau instruksi-instruksi kepada bawahan dalam
pelaksanaan tugas masing-masing bawahan tersebut agar tugas dapat
dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju kepada tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Directing atau commanding
merupakan fungsi manajemen yang dapat berfungsi bukan hanya
agar pegawai melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu kegiatan,
tetapi dapat pula berfungsi mengkoordinasi kegiatan berbagai unsur
organisasi agar dapat efektif tertuju kepada realisasi tujuan yang telah
ditetapkan.
Leading. Istilah leading yang merupakan salah satu fungsi
manajemen, dikemukakan oleh Louis A. Allen yang dirumuskan
sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer yang
menyebabkan orang-orang lain bertindak. Pekerjaan leading,
(72)
MBS KONTEMPORER

meliputi 5 macam kegiatan, yaitu: Mengambil keputusan,


mengadakan komunikasi agar ada bahasa yang sama antara manajer
dan bawahan, Memberi semangat inspirasi dan dorongan kepada
bawahan supaya mereka bertindak, memilih orang-orang yang
menjadi anggota kelompoknya, dan memperbaiki pengetahuan dan
sikap-sikap bawahan agar mereka trampil dalam usaha mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Coordinating. Salah satu fungsi manajemen untuk melakukan
berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan,
kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubung-hubungkan,
menyatupadukan dan menyelaraskan pekerjaan-pekerjaan bawahan
sehingga terdapat kerjasama yang terarah dalam usaha mencapai
tujuan bersama atau tujuan organisasi. Usaha yang dapat dilakukan
untuk mencapai maksud, antara lain : memberi instruksi, memberi
perintah, mengadakan pertemuan-pertemuan dalam mana diberi
penjelasan-penjelasan, memberi bimbingan atau nasihat,
Mengadakan coaching, bila perlu memberi teguran.
Motivating. Motivating atau pendorongan kegiatan merupakan
salah satu fungsi manajemen berupa pemberian inspirasi, semangat
dan dorongan kepada bawahan, agar bawahan melakukan kegiatan
secara suka rela sesuai apa yang dikehendaki oleh atasan tersebut.
Controlling. Controlling atau pengawasan, sering disebut
pengendalian, adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa
mengadakan penilaian dan sekaligus bila perlu mengadakan koreksi
sehingga apa yang sedang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke
jalan yang benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudah
digariskan.
Reporting. Reporting atau pelaporan adalah salah satu fungsi
manajemen berupa penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan
atau pemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian
(73)
TEORI DAN PRAKTIK

dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih tinggi baik
secara lisan maupun secara tulisan.
(dari berbagai sumber, pembagian manajemen secara umum)

Fungsi pokok manajemen pendidikan dibagi 4 macam :


1. Perencanaan. Perencanaan program pendidikan sedikitnya
memiliki dua fungsi utama, yaitu : (a) Perencanaan merupakan
upaya sistematis yang menggambarkan penyusunan rangkaian
tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi
atau lembaga dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang
tersedia atau sumber-sumber yang dapat disediakan. (b)
Perencanaan merupakan kegiatan untuk mengerahkan atau
menggunakan sumber- sumber yang terbatas secara efisien, dan
efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Pelaksanaan. Pelaksana merupakan kegiatan untuk
merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka
mencapai tujuan secara efektif dan efisien, dan akan memiliki nilai
jika dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
3. Pengawasan. Pengawasan dapat diartikan sebagai upaya untuk
mengamati secara sistematis dan berkesinambungan; merekam;
memberi penjelasan, petunjuk, pembinaan dan meluruskan
berbagai hal yang kurang tepat; serta memperbaiki kesalahan, dan
merupakan kunci keberhasilan dalam keseluruhan proses
manajemen.
4. Pembinaan. Pembinaan merupakan rangkaian upaya
pengendalian secara profesional semua unsur organisasi agar
berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk
mencapai tujuan dapat terlaksana secara efektif dan efisien.

D. Manajemen Pendidikan dalam Desentralisasi Pendidikan


Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas,
Pendidikan yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

(74)
MBS KONTEMPORER

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan


spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat
bangsa, dan Negara.Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa pengertian desentralisasi pendidikan adalah suatu proses di
mana suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima
pelimpahan kewenangan untuk melaksanakan segala tugas
pelaksanaan pendidikan termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang
ada serta penyusunan kebijakan dan pembiayaan.
Pengertian desentralisasi pendidikan menurut Hurst (1985),
bahwa ―the decentralization process implies the transfer of certain
function from small group of policy-makers to a small group of
authorities at the local level‖ dengan kata lain desentralisasi
merupakan proses penyerahan fungsi-fungsi tertentu dari sekelompok
kecil pembuat kebijakan kepada satu kelompok kecil pemegang
kekuasaan pada tataran local. Definisi Hurst tersebut telah
menggambarkan proses penyerahan fungsi-fungsi pemerintahan yang
kemudian diberikan kepada pemerintah daerah. Sementara Chau
(1985: 96-97) memberi pengertian desentralisasi lebih pada konsep
pendelegasian kekuasaan kepada pemerintah daerah, dengan tujuan
efisiensi dalun penggunaan sumber daya. Ia menyatakan
―decentraliiation is a certain delegation of power to regional
admistration, but with tlre sole objective of increased efficiency in the
use of resources‖.37
Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada
Bab Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan
Pemerintah. Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal
8 disebutkan bahwa ―Masyarakat berhak berperan serta dalam
37
Authoritarian to democratic Goverments : The Cases of Argentina, Colombia,
Venezuela, and Spain, dalam lnternasional Jurnal of Educational Development, Vol 32.
No.1. Hal. 96-97.
(75)
TEORI DAN PRAKTIK

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program


pendidikan; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan
sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan‖.
Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayal (2) ―Pemerintah
dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia
tujuh sampai lima belas tahun‖. Khusus ketentuan bagi Perguruan
Tinggi, pasat 24 ayat (2) ―Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk
mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan
pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada
masyarakat‖. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas,
mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen
pendidikan itu sendiri. Kemandirian daerah harus diawali dengan
evaluasi diri melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah
guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga
dapat disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya
mengangkat hartat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya
dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu
dan produktif.

Fungsi-Fungsi Manajemen Desentralisasi pada MBS

1. Fungsi Perencanaan dan Evaluasi


Sekolah diberi kewenangan untuk membuat perencanaan
sesuai dengan kebutuhannya dalam hal peningkatan mutu sekolah.
Setelah sebelumnya melakukan. Sekolah diberi wewenang untuk
melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara
internal. Evaluasi internal dilakukan oleh warga sekolah untuk
memantau proses pelaksanaan dan hasil program-program yang telah

(76)
MBS KONTEMPORER

dilaksanakan. Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri.


Evaluasi diri harus jujur dan transparan agar benar-benar dapat
mengungkap informasi yang sebenarnya.
2. Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum diserahkan kepada masing-masing
satuan pendidikan, dengan mengacu pada standar kompetensi lulusan,
standar isi, kerangka dan struktur kurikulum, serta panduan
penyusunan kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Kebijakan tersebut memungkinkan setiap satuan pendidikan untuk
mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Sekolah berkewenangan mengembangkan
(memperdalam, memperkaya, memodifikasi) kurikulum, namun tidak
boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional.
Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas menyatakan hal-hal terkait dengan kurikulum yaitu dalam
pasal 35, pasal 36, dan 38 serta peraturan Mendiknas No. 22 Tahun
2006, dapat ditegaskan sebagai berikut: (a) Kerangka dasar dan
struktur kurikulum penelitan dasar dan menengah disusun dan
ditetapkan oleh pemerintah untuk menjaga standar nasional dalam hal
isi, proses dan kompetensi lulusan. Dalam hubungan ini, kurikulum
baru yang sedang diperkenalkan memuat standar kompetensi, standar
isi, dan standar proses. OIeh karena menekan pada berbagai
kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik, kurikulum baru ini
dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
(b) Dalam kerangka MBS, kewenangan yang diberikan kepada satuan
pendidikan bersama komite untuk mengembangkan kurikulum dalam
bentuk pengembangan dan penjabaran dari apa yang sudah ditetapkan
secara nasional, dibawah koordinasi dan supervise dinas pendidikan
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah. Pengembangan
kurikulum tersebut dapat dilakukan baik secara sendiri- sendiri oleh
satuan pendidikan atau dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa

(77)
TEORI DAN PRAKTIK

sekolah bersama komitenya (bisa dalam satu gugus atau tingkat


kecamatan bahkan bisa dalam tingkat kabupaten), dengan koordinasi
dan supervise dinas pendidkan kabupaten/kota. (c). Guru mempunyai
kewenangan untuk mengembangkan proses pembelajaran, sesuai
metode yang dia kuasai dan dia pilih, serta alat bantu dan sumber
belajar yang dia anggap efektif untuk mendukung proses
pembelajaran. Jadi, kewenangan sekolah dalam hal pengembangan
kurikulum adalah pengembangan kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang mendasarkan pada standar isi, standar kompetensi
dan standar kelulusan, serta memilih, menjabarkan dan
mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan standar
kompetensi yang diinginkan, termasuk di dalamnya adalah pemilihan
metode, program pengayaan, program perbaikan (remedial), dan
pelaksanaan proses pembelajarannya, dengan dukungan input lainnya,
serta evaluasi oleh sekolah.
3. Pengelolaan Proses Pembelajaran
Proses belajar mengajm merupakan kegiatan utama di sekolah.
Sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode dan teknik-teknik
pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru,
dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah. Secara umum
strategi, metode, dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang
berpusat pada siswa (student centered) lebih mampu memberdayakan
pembelajaran siswa. Pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah
pembelajaran yang menekankan pada keaktifan belajar siswa, bukan
pada keaktifan mengajar guru.
Desentralisasi pengelolaan melalui MBS memberikan
kewenangan Kepada Sekolah untuk melaksanakan proses
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah.
Disamping itu dengan KTSP, sekolah atau guru dapat
mengembangkan secara mandiri materi ajar dan kegiatan belajar yang
diperlukan untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar
(78)
MBS KONTEMPORER

yang telah ditetapkan, serta meningkatkan mutu sekolah sesuai


dengan karakteristik sekolah masing-masing.
4. Pengelolaan Tenaga Pendidik / Kependidikan
Dalam rangka MBS peran kewenangan atau peran sekolah
masih akan sangat terbatas pada mengelola ketenagaan yang sudah
ada di sekolah, dan sebatas mengelola pemanfaatan tenaga yang sudah
diangkat oleh pemerintah/pemerintah daerah, kecuali untuk tenaga
honorer yang insentifnya sebagian besar dapat dibayarkan malalui
dana BOS dan/atau melalui sumbangan orang tua (komite sekolah).
Pasal 41 ayat (1), (2), dan (3) UU Sisdiknas 2003 menyiratkan
keterbatasan kewenangan sekolah: (a) Pendidikan dan tenaga
kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah. (b) Pengangkatan,
penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur
oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan
pendidikan fonnal, dan (c) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu.
Pasal 44 ayat (1), (2), dan (3) di bawah ini makin memperjelas
bahwa pengelolaan ketenagaan untuk satuan pendidikan, sebagian
besar tidak pada sekolah/madrasah.
a. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membina dan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
b. Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajibm
membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakannya.
c. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membantu pembinaan
dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan
formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.

(79)
TEORI DAN PRAKTIK

Terbatasnya kewenangan sekolah, khususnya sekolah negeri


dalam pengelolaan bidang ketenagaan tidak lantas membuat MBS
kehilangan makna kemandiriannya. Dalam mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya manusia sebagai bagian dari system yang
menyeluruh, satu pendidikan (sekolah) berhak dan dapat memotivasi,
melakukan kerja sama, dan mengembangkan kapasitas staf serta
mengembangkan kompetensi pegawai yang tidak dilakukan oleh
lembagapemerintah. Termasuk menjalin kerjasama dengan berbagai
pihak dalam pengembangan kapasitas dan kompetensi pegawai
sebagaimana dimaksud diatas.. hal yang sering ditemukan seperti
pengangkatan guru honor, guru computer, bahasa Inggris, guru music
dan darama untuk kegiatan ekstra kurikuler.
5. Pengelolaan Sarana dan Prasarana
Pengelolaan fasilitas sekolah sudah seharusnya dilakukan
oleh sekolah, mulai dari pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan,
hingga sampai pengembangan. HaI ini didasari oleh kenyataan bahwa
sekolah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik kecukupan,
kesesuaian, maupun kemutakhirannya, terutama fasilitas yang sangat
erat kaitannya secara langsung dengan proses belajar mengajar.
Kebijakan pemerintah tentang pengelolaan sarana dan prasarana
sekolah tertuang didalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sidiknas
pasal 45 ayat 1 yaitu, ―Setiap satuan pendidikan formal dan
nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi
keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan
peserta didik‖.
6. Pengelolaan Anggaran
Bidang keuangan bagi pendanaan pendidikan di sekolah
merupakan salah satu elemen MBS yang sangat penting. Kebijakan
pemerintah di bidang pendidikan yang sangat penting berkenaan
dengan dana pendidikan sudah direalisasikan dalam bentuk Bantuan

(80)
MBS KONTEMPORER

Operasional Siswa (BOS) yang besarnya tergantung dari jumlah


siswa. Kebijakan BOS prinsipnya sangat menguntungkan bagi siswa
dan sangat berguna dalam mengelola sekolah, namun bagi sekolah
yang jumlah siswanya sedikit, kebijakan ini terasa kurang adil, dan
tidak mencukupi kebutuhan biaya operasional sekolah. Dengan MBS,
penyelenggaraan pendidikan dapat melakukan inovasi pengalokasian
sumber dana pendidikan, yang tidak hanya tergantung pada hibah
dari pemerintah tetapi dapat juga menghimpun pendanaan lain
bersama masyarakat.
7. Pelayanan Siswa
Pelayanan siswa meliputi siswa baru, pengembangan,
pembinaan, pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah
atau untuk memasuki dunia kerja, hingga sampai pada pengurusan
alumni. Hal ini sudah didesentralisasikan terlebih dahulu sehingga
yang diperlukan saat ini adalah peningkatan intensitas dan
ekstensitasnya. Hal lainnya bergantung kebutuhan dan inovasi
sekolah yang bersangkutan dengan tidak bertentangan pada undang-
undang yang berlaku.
8. Iklim Sekolah yang kondusif.
Pelaksanaan MBS perlu didukung oleh iklim sekolah (fisik
dan nonflsik) yang kondusif: yang merupakan prasyarat bagi
terselenggaranya proses belajar mengajar yang menyenangkan. Iklim
yang demikian akan mendorong terwujudnya proses pembelajaran
yang efektif, yang lebih menekankan pada belajar mengetahui
(learning to know), belajar berkarya (learning to do), belajar menjadi
diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup bersama secara
harmonis (learning to live together) (Mulyasa, 2005). Lingkungan
sekolah yang aman dan tertib, kesehatan sekolah, lingkungan yang
aman dari kejahatan, juga aman dari aktifitas tawuran siswa dalah
contoh-contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat
belajar siswa yang lebih tinggi.

(81)
TEORI DAN PRAKTIK

E. MBS Kontemporer Sebagai Gagasan Persiapan

a. Masalah Umum Pendidikan Kita


Secara umum manajemen sekolah di Indonesia dapat dikatakan
relatif lebih baik dalam kurun dasawarsa terakhir. Kondisi membaik
ini lebih dimungkinkan karena investasi pendidikan di Indonesia
dengan anggaran belanja pendidikan semakin meningkat. Maka dapat
dikatakan bahwa semakin meningkatnya kualitas lembaga pendidikan
di Indonesia bisa juga disebabkan oleh bantuan peningkatan sarana
dan prasarana pendidikan yang semakin diperhatikan oleh
pemerintah. Akan tetapi, membicarakan kualitas pendidikan tidak
berhenti hanya pada peningkatan sarana dan prasarana. manajemen
lembaga pendidikan tidak pula dibatasi oleh sistem manajemen yang
terintegrasi dengan pemanfaatan tekhnologi mutakhir, namun
peningkatan kualitas lembaga pendidikan yang terutama
diindikasikan dari tatakelola manajemen yang prima, unggul,
humanis, efektif dan efesien yang kesemuanya itu tidak hanya bisa
dimungkinkan oleh sisi finansial akan tetapi yang paling utama
adalah sumberdaya, karena itu kemampuan manajerial pemimpin dan
model manajemen yang berkualitas adalah prasyarat utama untuk
menghasilkan manajemen sekolah unggulan.
Beberapa masalah krusial yang dihadapi oleh sekolah dalam
menjawab kebutuhan masyarakat adalah :
1. Kemudahan dalam hal pelayanan baik dari sisi kemudahan
pembiayaan, akses informasi, maupun akses terhadap
penggunaan fasilitas.
2. Kepastian kualitas lulusan yang berhubungan dengan kulitas
lulusan terhadap besaran biaya
3. Kemananan dan kenyamanan anak didik
4. Akses terhadap kemudahan birokrasi sekolah

(82)
MBS KONTEMPORER

Tingginya biaya pendidikan bagi para siswa baik berupa biaya


rutin seperti SPP terlebih sekolah swasta, maupun biaya penunjang
seperti pembelian buku-buku, biaya kegiatan ekstra, dan biaya
penunjang lain adalah keluhan paling besar yang ditemui di tengah
masyarakat.
Tingginya anggaran biaya pendidikan yang dikeluarkan negara
sering tidak diikuti oleh berkurangnya biaya yang dikeluarkan oleh
orang tua berkenaan dengan biaya rutin di sekolah. Banyak yang
menginginkan perlunya sekolah gratis. Ketika para kepala daerah
menggelotorkan program sekolah gratis yang terjadi adalah bahwa
sekolah pada kenyataannya tidak benar-benar gratis. Ada banyak
ongkos lain yang diperlukan yang terkadang tidak berimbang dengan
harapan yang ingin diraih oleh para orang tua. Selain itu banyak hal
yang memang tidak mampu dipenuhi pemerintah secara total
sehingga biaya pendididikan yang tinggi adalah suatu keniscayaan.
Belum lagi layanan sekolah yang cenderung lemah dalam hal
berbagi informasi baik kepada anak didik maupun kepada orang tua,
informasi-informasi berkenaan perkembangan anak didik, dan
kegiatan anak dididk yang tidak termonitor oleh orang tua karena
rata-rata siswa sekarang menghabiskan sebagian besar waktunya di
sekolah sehingga orang tua tidak begitu mengetahui kegiatan-
kegiatan total anak, begitupun pihak sekolah juga tidak mengetahui
secara pasti apakah yang dilakukan anak didik saat sekolah benar-
benar mengikuti proses pendidikan.
Termasuk keluhan lain megenai penggunaan fasilitas sekolah,
sekalipun ada tetapi banyak yang menyulitkan dalam hal akses
birokrasi penggunaan, izin yang berbelit, serta waktu yang tidak
koorperatif dengan kebutuhan siswa.
Masalah yang tidak kalah pentingnya adalah rasa aman dan
rasa nyaman orang tua. Akhir-akhir ini banyak kekerasan yang terjadi
(83)
TEORI DAN PRAKTIK

di lembaga pendidikan. Banyak orang tua mengeluh tidak ada


jaminan dan tidak adanya komunikasi yang meyakinkan dari pihak
sekolah mengenai keamanan anak didiik. Sekalipun kemanaan adalah
perlakuan yang relatif, namun banyak orang tua menghendaki adanya
komunikasi intensif terhadap orang tua, bahwa anak dididk akan
baik-baik saja dengan adanya suatu sistem keamanan yang
disampaikan pihak sekolah kepada orang tua.
Bahwa yang terpenting adalah jalur komunikasi dan informasi
dari pihak sekolah cenderung pada banyak sekolah diabaikan.
Sekolah lebih banyak menunjukkan citra kualitas dari sisi prestasi
akaedemik dan kualitas-kuantitas sarana prasarana ketimbang hal-hal
insidentil yang tidak memiliki manfaat besar untuk dianggarkan.
Inilah kelemahan fatal yang sering diabaikan oleh sekolah. Yang
paling jarang ditemukan adalah jaminan kualitas. Sekalipun ini
perkara yang absurd, namun ada orang tua yag menginginkan
pentingnya sekolah memberikan semacam harapan akan jaminan
kualitas lulusan sehingga tamat dari sekolah bersangkutan, anak
dapat mengembangkan ilmu yang didapatnya. Menurut mereka,
jarang sekolah yang bisa memberikan jaminan ini setidaknya
memberikan harapan sekalipun harapan itu hanya retorika.
Banyak orang tua tiba-tiba terkejut manakala mengetahui
anaknya memiliki prestasi tinggi namun gagal dalam UAN, atau
berhasil UAN dengan nilai maksimal namun gagal dalam ujian
masuk perguruan tinggi yang diimpikan. ini menjadi mimpi buruk
bagi para orang tua yang menimbulkan persepsi bahwa sekolah
bukan satu-satunya jaminan bahwa anak akan memiliki pengetahuan
yang lebih baik, atau dengan kata lain orang tua tidak lagi total
menggantungkan harapannya pada sekolah karena kasus-kasus
seperti ini banyak terjadi. Ini tentu akan menjadi preseden buruk di
kemudian hari, belum lagi masalah lain ditemukan, anak didik yang

(84)
MBS KONTEMPORER

sangat pendiam dirumah dan tidak menampakkan tabiat buruk tiba-


tiba terdengar ikut tawuran bahkan lebih miris lagi terjebak ke dalam
pergaulan narkoba. Orang tua yang terlanjur mempercayakan
pendidikan kepada sekolah akhirnya berpandangan bahwa sekolah
tidak lagi mereprensentasikan lembaga pendidikan ideal.
b. Mengurai Masalah dan Memberi Solusi
Tidak ada sekolah yang menginginkan anak didiknya gagal,
dan tidak satupun orang tua menginginkan anaknya menjadi generasi
yang lemah. Pihak sekolah dan orang tua memiliki tujuan sama,
harapan sama, dan impian yang sama.
Buruknya pelayanan sekolah mengakibatkan tidak tercapainya
tujuan sekolah sebagai lembaga pendidikan. Manajemen yang tidak
kondusif pada awalnya lebih disebabkan pencapaian kinerja yang
tidak optimal. Kinerja adalah muara dari efektifitas kerja. Semakin
efektif pelaksanaan kerja maka semakin baik pencapaian kinerja. Jika
kineja membaik, tujuan lembaga pendidikan terealisasi maka sekolah
akan menjadi teladan. Menuju sekolah yang ideal tentu diperlukan
manajemen sekolah terpadu. Unggul dalam banyak hal dan minim
dari resiko kegagalan.
Masalah yang terjadi di banyak lembaga pendidikan sudah
dipastikan karena manajemen sekolah tidak sehat. perlu inovasi dan
perbaikan, perlu perubahan disana-sini, penambahan, renovasi dan
penggalian gagasan yang terus menerus, dan inovatif. Beberapa
permasalah yang dapat diurai dari melemahnya manajemen sekolah
antara lain adalah:
1. Tidak ada niat perbaikan dari penyelenggara sekolah untuk
memperbaiki tata kelola dan pelayanan di sekolah sehingga
terus terjadi pengulangan kegagalan

(85)
TEORI DAN PRAKTIK

2. Tidak ada usaha evaluasi dari berbagai permasalah yang terjadi


maupun evaluasi program sekolah sehingga sekolah terkesan
tidak berubah dan miskin gagasan
3. Ketidak inovatifan pemimpin sekolah yang sering beraibat pada
tidak harmonisnya manajemen sekolah.
4. Tidak ada usaha untuk menerapkan perbaikan manajemen yang
lebih disebabkan kelemahan sumberdaya, minimnya
pengetahuan untuk itu serta pembiayaan penelitian yang rendah.
Akibat yang paling tampak dari lemahnya manajemen
organisasi sekolah yang terutama adalah :
1. Lemahnya pelayanan sekolah yang diindikasikan dari
banyaknya keluhan masyarakat pengguna sekolah
2. Lemahnya manajemen tidak saja terhadap masyarakat tapi juga
kepada pelaksana sekolah yakni guru-guru, karyawan hingga
anak didik.
3. Sekolah menjadi tidak berkualitas yang ditandai dengan
lemahnya prestasi akademik siswa, prestasi – prestasi kegiatan
siswa, prestasi guru, dan prestasi sekolah secara keseluruhan.
4. Tingginya tingkat ketidaklulusan
5. Meningkatnya angka kenakalan siswa baik di lingkungan
sekolah maupun lingkungan tinggal siswa
6. Lemahnya kualitas lulusan yang ditandai dengan menurunnya
tingkat kemampuan siswa dalam memasuki perguruan tinggi
serta ketidaksiapan siswa mengaplikasikan ilmu yang dimiliki
di tengah masyarakat, dan
7. Tidak adanya respon posistif dari masyarakat terhadap
keberadaan sekolah yang diindikasikan dengan : rendahnya
tingkat dan animo masyarakat untuk menyekolahkan anak di
sekolah bersangkutan, menjadikan sekolah sebagai target akhir
(86)
MBS KONTEMPORER

untuk pendidikan, menjadi pembicaraan publik, hingga gelar-


gelar minor di masyarakat. misalnya sekolah A adalah sekolah
kumpulan anak-anak yang lemah daya pikirnya, atau sekolah B
hanya sekolah untuk kalangan atas, atau sekolah C hanya berisi
kumpulan anak-anak nakal.
Pembiaran kondisi sekolah sebagaimana adanya adalah
tindakan kejahatan pendidikan yang tidak dapat dimaafkan.
Penyelenggara sekolah harus melakukan usaha perbaikan melalui
tindakan konstruktif agar martabat sekolah bisa dikembalikan.
Penyelenggara sekolah – yang dalam hal ini adalah ketua yayasan
bagi sekolah swasta, dan pejabat berkompeten di sekolah negeri-
harus melakukan restrukturisasi manajemen dan jika diperlukan
mengganti para pelaksana di lapangan dengan sumberdaya yang
unggul dan lebih memadai.
Manajemen sekolah yang unggul melalui program pengelolaan
MBS adalah suatu model yang bisa diterapkan untuk menghasilkan
suatu perbaikan lembaga pendidikan yang nyaris mati suri dan gagal
tujuan. Perencanaan manajemen dapat dimulai dari komponen
kebijakan paling rendah hingga kebijakan tertinggi, melibatkan
pegawai dari mulai cleaning servsce hingga kepala sekolah sebagai
manajer utama. Manajemen sekolah unggul dengan mode MBS juga
mengarah pada perbaikan sikap, dari peraturan kelas hingga sikap
pengelolaa sekolah di tengah masyarakat. Beberapa langkah yang
mesti dilakukan dalam rangka membuat sekolah memiliki citra
positif di tengah masayarakat karena kualitasnya adalah :
1. Mengevaluasi kelemahan – kelemahan dalam proses
penyelenggaraan sekolah dari unsur pimpinan hingga pegawai
paling rendah.
2. Mengevaluasi metode pengajaran, metode kerja pegawai, tata
kelola layanan ke masyarakat, hingga mengevaluasi kinerja
(87)
TEORI DAN PRAKTIK

sekolah secara keseluruhan dan kinerja kepala sekolah sebagai


manajer secara khusus
3. Mengevaluasi kebijakan-kebijakan finansial, kebijakan-
kebijakan mengenai kesiswaan, peraturan-peraturan sekolah,
norma pegawai, dll.
4. Mengadakan penelitian – penelitian penting dalam
menghasilkan tatakelola yang berkualitas dan terpadu
5. Menerapkan dan membangun sistemen manajemen sekolah
unggulan yang sesuai dengan kemampuan dan budaya sekolah.
6. Mengajak komite sekolah, orang tua, para stakeholder untuk
mencari rumusan baru pengembangan sekolah agar lebih maju
dan menjadi sekolah berkualitas.
Langkah-langkah perbaikan ini, yang terutama adalah mencari
kelemahan pengelolaan untuk mencari rumusan perbaikan
pengelolaan. Maka dari itu, perbaikan pengelolaan sekolah dengan
manajemen sekolah unggulan harus melewati tahap-tahap penelitian
terhadap masalah yang terjadi di sekolah bersangkutan. Dalam
penerapan manajemen sekolah unggulan akan berbeda antara satu
sekolah dan sekolah lainnya. Manajemen sekolah unggulan lebih
menerapkan prinsip-prinsip penting dan langkah-langkah yang
diperlukan oleh pihak sekolah untuk mengembangkan model
manajemen sesuai kultur sekolah dan sesuai kemampuan sekolah.

c. Alur Berpikir Perbaikan Manajemen Melalui MBS


Konstruksi berpikir perbaikan manajemen sekolah dapat
dimulai dari mengevaluasi segenap permasalahan yang terjadi,
pendapat internal, isu yang berkembang hingga catatan administrasi
yang dapat diurai sebagai berikut :
1. Memetakan kelemahan manajemen yang dapat dilihat dari
munculnya gejala gejala gagal manajemen sekolah antara lain
seperti; tidak terciptanya koordinasi antara pimpinan dan
(88)
MBS KONTEMPORER

bawahan, staf dan staf lainnya, guru dan anak didik, dan antar
lembaga sekolah dengan lembaga vertikal.
2. Memetakan kelemahan administratif seperti tidak tersedianya
pencatatan data base sekolah yang baik dan up to date,
3. Memetakan penyebab kelemahan kualitas lulusan berupa tidak
adanya evaluasi yang terstruktur dalam upaya meningkatkan
kualitas lulusan
4. Memetakan masalah berupa isu yang berkembang di masyarakat
akan keberadaan sekolah yang dianggap tidak menjalankan
manajemen pelayanan yang baik.
5. Mengajak masyarakat secara bersama berpartisipasi dalam
sumbang saran pengembangan sekolah kedepan lewat model
manajemen partisipatif MBS
Beberapa contoh pemetaan masalah diatas dapat dilakukan
pihak sekolah manakala melihat situasi atau gejala mulai buruknya
manajemen sekolah. Selanjutnya, pimpinan atau kepala sekolah dapat
membentuk tim khusus untuk menginventarisir masalah manajemen
pelayanan yang terjadi untuk kemudian membuat langkah-langkah
taktis perbaikan manajemen antara lain :
1. Membentuk tim khusus yang bertugas mengurai persoalan
manajemen pelayanan dan meneliti model pelayanan yang akan
diterapkan.
2. Melakukan perbaikan sumberdaya sementara yang dapat
mengantisipasi tidak meluasnya persoalan manajamen sekolah
yang buruk
3. Melakukan studi perbandingan ke lembaga lembaga yang
dianggap memiliki prestasi manajemen yang baik untuk
diaplikasikan ke sekolah.
4. Membangun komunikasi kepada para pihak terutama komite
sekolah untuk secara bersama membangun model pelayanan
manajemen yang baik dan prima.
(89)
TEORI DAN PRAKTIK

5. Menerapkan manajemen sekolah unggulan yang disesuaikan


dengan karakter sekolah dan budaya organisasi.
Pengembangan manajemen sekolah menuju manajemen
sekolah unggulan lewat model MBS bukanlah pekerjaan mudah dan
sekali jadi. Ia akan melewati proses panjang dan bisa saja
menghadapi tantangan baik dari dalam lingkungan maupun luar
lingkungan. Tantangan dari dalam biasanya disebabkan ketidak
siapan staf menerima perubahan atau sulitnya staf utuk bangkit dari
budaya organisasi. Karena itu proses pengembangan manajemen
sekolah harus dilakukan melalui kepala sekolah sebagai manajer
dengan benar-benar penuh kesabaran. Beberapa tahapan yang harus
dilakukan dalam proses pengembangan manajemen sekolah yaitu :
1. Membangun komunikasi partisipatif kepada para pihak termasuk
staf, atasan, dan sesama penyelenggara sekolah, termasuk
masyarakat pengguna (orang tua siswa) komite sekolah, dan atau
dewan sekolah, tokoh masyarakat sekitar sekolah. Komunikasi
para pihak dimaksudkan menjelaskan berbagai rancangan dan
gagasan mengenai perubahan manajemen yang penting dilakukan
dengan mengajukan masterplan manajemen baru, meminta
masukan, mencari dukungan, dan secara bersama mengarahkan
terjadinya usaha untuk menggagas bersama-sama pola manajemen
baru dimaksud. Untuk tahap ini, yang perlu dipersiapkan kepala
sekolah adalah : gambaran umum permasalahan manajemen
penyelenggaraan sekolah, berisi database prestasi sekolah,
kelemahan sekolah, kekuatan dan potensi sekolah, kemampuan
sumberdaya, tantangan ke depan dan hal lain yang mendukung
perlunya penataan ulang manajemen pengelolaan sekolah.
2. Bersama pengelola dan masyarakat (manajemen partisipatif)
intens melakukan diskusi dan pertemuan rutin serta membangun
kesepemahaman sesama untuk mengembangkan manajemen baru
yang diharapkan mampu menunjang produktifitas sekolah. Pada
tahapan ini, kepala sekolah sebagai agen perubahan merespon
segala masukan dan memberi peluang kepada seluruh bawahan

(90)
MBS KONTEMPORER

untuk ikut berpartisipasi memberikan gagasan terbaik bagi


kemajuan sekolah.
3. Menganalisis kemampuan sumberdaya pegawai berdasarkan
pendidikan, kemampuan, dan wawasan serta membangitkan
motivasi kerja pegawai lewat program manajemen baru yang lebih
menjanjikan kemajuan bersama.
4. Membina tim dengan pelatihan-pelatihan penting sebagai
prasyarat kesiapan sumberdaya MBS antara lain pelatihan
kemampuan manajerial, kedisiplinan, pelatihan motivasi kerja,
pelatihan tekhnis seperti administrasi tata kelola, hingga pelatihan
yang berhubungan dengan peningkatan kapasitas tim.
5. Setelah tahapan pertama dilalui, penutup dari rangkaian proses
awal ini adalah melaksanakan Evaluasi untuk mencari umpan baik
bagi langkah selanjutnya.
Pengenalan MBS dapat dimulai dari penyelesaian masalah
yang sedang terjadi. Seperti halnya masalah melemahnya manajemen
pengelolaan yang berakibat pada kualitas lulusan, maka manejer atau
kepala sekolah berinisiatif untuk mengembangkan manajemen sekolah
baru yang misalnya bersifat manajemen sekolah unggulan. Proses
pengelolaan manajemen sekolah unggulan ini adalah bagian dari
program MBS dan mekanisme pelaksanaanya dapat ditempuh dalam
model program MBS melalui pelibatan masyarakat dan seluruh
stakeholder sekolah.

(91)
TEORI DAN PRAKTIK

Konstruksi Berpikir
Perbaikan Manajemen Sekolah

Memetakan kelemahan
Manajemen sekolah secara umum
Memetakan kelemahan
administratif pelayanan sekolah

Memetakan penyebab kelemahan


kualitas lulusan
Memetakan isu yg berkembang
akan keberadaan sekolah

Pengumpulan saran masukan dari seluruh


stakeholder sekolah lewat manajemen
partisipatif MBS

(92)
MBS KONTEMPORER

Proses Pengembangan Tatakelola


Sekolah Melalui MBS

 Membangun komunikasi kepada para


pihak termasuk staf, atasan, dan sesama
penyelenggara sekolah dan termasuk
masyarakat dan stakeholder sekolah
lainnya
 Melakukan diskusi dan pertemuan rutin
serta membangun kesepemahaman
sesama untuk mengembangkan
manajemen baru yang diharapkan
mampu menunjang produktifitas sekolah
dengan model MBS
 Menganalisis kemampuan sumberdaya
pegawai berdasarkan pendidikan,
kemampuan, dan wawasan, sumberdaya
sarana-prasarana, dan sumberdaya
masyarakat sebagai bagian integral
pengelola sekolah
 Membina tim dengan pelatihan-pelatihan
penting sebagai prasyarat kesiapan
sumberdaya
 Evaluasi dan Monitoring

(93)
TEORI DAN PRAKTIK

d. Masterplan MBS Kontemporer


Masterplan MBS kontemporer adalah sebuah usaha
pengembangan model MBS sesuai dengan kondisi terkini. Usaha
pengembangan model ini meliputi : (1) Potensi dan kemampuan
sekolah, (2) Lingkungan budaya masyarakat setempat., (3). Kekuatan
sumberdaya pengelola sekolah.
Pengembangan model MBS kontemporer diarahkan pada
percepatan sumberdaya pengelola untuk lebih mampu : (1)
beradaptasi dengan perubahan khususnya perkembangan iptek
terkini, (2) beradaptasi dengan kondisi masyarakat, (3) peningkatan
kompetensi pengelola dalam menggunakan model MBS (4)
penguatan dan pemahaman nilai-nilai filosofis yang terkandung
dalam paradigma baru MBS yang digagas.
Ruanglingkup pengembangan model meliputi (1) peningkatan
proses belajar seperti muatan local, bahan dan materi belajar,
instrument baru di bidang tekhnologi seperti penggunaaan metode
elearning (2) manajemen partisipatif dalam pengelolaan yang
meliputi pelaksanaan program, anggaran dan pengawasan (3)
peningkatan kemampuan dalam penguasaan tekhnologi bagi
pengelola (4) peningkatan pemahaman pengelola terhadap nilai-nilai
yang berkembang di masyarakat (local content, tentang apa-apa
pengetahuan yang berkembang dan dibutuhkan).
Sasaran Program meliputi (1) Kepala sekolah sebagai manager
(2) Guru sebagai organ utama proses belajar mangajer (3) staf dan
karyawan sebagai organ tatakelola (4) siswa sebagai subjek dan objek
(5) masyarakat sekitar sekolah sebagai partisipan pengembang
sekolah, dan (6) para pemangku kepentingan.
MBS kontemporer lebih mencirikan sebuah manajemen
pengelolaan yang memadukan keramahan budaya local dan
kecepatan tekhnologi. Budaya local meliputi nilai nilai lingkungan
(94)
MBS KONTEMPORER

masyarkaat setempat, kultur sekolah, dan potensi sumberdaya


pengelola yang secara langsung berhadapan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi.
Sebagai langkah awal berikut disamaikan kerangka berpikir
manajemen kontemporer dalam usaha terciptanya pencapaian hasil
pendidikan berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Bagan Alur
KERANGKA BERPIKIR MBS KONTEMPORER

(95)
TEORI DAN PRAKTIK

(96)
MBS KONTEMPORER

ALUR MANAJEMEN PARTISIPATIF

1. MENEMU-KENALI MASALAH,
MENDISKUSIKAN DAN MENCARI SOLUSI
PENYELESAIAN

2. MEBANGUN INISIASI PROGRAM SECARA


BERSAMA, MENERIMA SARAN, MENGELOLA
ASPIRASI, DAN MENDELEGASIKAN
WEWENANG TUGAS SERTA
TANGGUNGJAWAB

3. MENGADAKAN PENGAWASAN, MENGELOLA


TEMUAN DAN MEMBICARAKAN TEMUAN
KEPADA ANGGOTA LAINNYA

4. MENGAJUKAN USUL-SARAN INOVATIF,


MEMBERIKAN PENEKANAN PADA
TANTANGAN DAN HAMBATAN DAN
MERESPON KESEPAHAMAN AGAR
GAGASAN DITERIMA SECARA BERSAMA

(97)
TEORI DAN PRAKTIK

(98)
MBS KONTEMPORER

BAGIAN KEEMPAT
PENGELOLA SEKOLAH SEBAGAI
PELAKU UTAMA PROGRAM MBS

A. Kepala Sekolah; Fungsi dan Peran dalam MBS


1. Kepemimpinan di Lembaga Pendidikan

Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan


memimpin artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
perilaku orang lain atau kelompok, tanpa mengindahkan bentuk
alasannya.38 Sedangkan pengertian kepemimpinan adalah keseluruhan
aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang- orang agar mau bekerja
sama untuk mencapai suatu tujuan yang memang diinginkan
bersama.39
Ada banyak model kepemimpinan telah diungkapkan para ahli,
dari kepemimpinan kharismatik hingga model kepemimpinan
transformasional. Organisasi yang dinamis seringkali mengehendaki
kepemimpinan demokratis sedangkan pada kepemimpinan sosial

38
Miftah Thoha, 1983, Perilaku Organisasi, Jakarta : Rajawali, Hlm. 255.
39
Ralph M. Stogdill, 1974, Handbook Of Leadership, (New York : The Free Press),
Hlm. 15.
(99)
TEORI DAN PRAKTIK

masyarakat lebih pada kepemimpinan kharismatik. Pendekatan


kepemimpinan pada pembahasan kali ini akan diarahkan pentingnya
membangun kepemimpinan yang ideal.
Mukhtar (2017) mengungkapan bahwa kepemimpinan
memiliki peranan sangat penting dalam meningkatkan kinerja bagi
pegawai agar dapat memberikan hasil kerja yang maksimal.
Kepemimpinan memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai. 40.
Jika kepemimpinan memiliki pengaruh besar terhadap kinerja
pegawai, dengan demikian ketercapaian tujuan pendidikan sangat
bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai
pimpinan. Kepala sekolah merupakan pejabat profesional yang ada
dalam organisasi sekolah dan bekerjasama dengan guru-guru, staf dan
pegawai lainnya dalam mendidik peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan. Kepala sekolah yang profesional akan mengetahui
kebutuhan dunia pendidikan serta kebutuhan sekolah secara spesifik,
dengan demikian ia akan melakukan penyesuaian agar pendidikan dan
sekolah mampu untuk berkembang dan maju, sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan zaman.41
Mengingat pentingnya peran kepala sekolah yang akan
berhubungan dengan pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan
di sekolah, maka pengetahuan ilmu kepemimpinan menjadi mutlak
harus dikuasai seorang kepala sekolah yang menjadi nahkoda dalam
menjalankan organisasi lembaga pendidikan yang dijalankannya.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah banyak diteliti oleh
para ahli. Kepemimpinan dalam sebuah organisasi diharapkan bisa
membuat individu dalam organisasi bisa berperilaku sesuai dengan
prilaku yang diinginkan pemimpin organisasi. Maka, seorang

40
Mukhtar, dkk Memaksimalkan Kinerja Sekolah, KSP- Jambi, 2017 Halman 7
41
Donni Juni Priansa dan Rismi Somad, Manajemen Supervisi & Kepemimpinan Kepala
Sekolah (Bandung: Alfabeta. 2014), hal. 49.
(100)
MBS KONTEMPORER

pemimpin haruslah bisa memahami perilaku individu-individu di


dalam organisasi yang dipimpinnya untuk bisa bekerja sama, maka
peran pemimpin menjadi sangat penting dalam keberhasilan
organisasi yang dipimpinnya dalam hal arahan, supportif, partisipatif
dan orientasi prestasi untuk kepuasan kerja, komitmen organisasi dan
kinerja bawahan.
Dalam suatu organisasi, bawahan bekerja tergantung pada
pimpinan. Bila pimpinan tidak memiliki kemampuan memimpin,
maka tugas-tugas yang sangat kompleks tidak dapat dikerjakan
dengan baik. Di lingkungan pendidikan khususnya sekolah, sangat
dibutuhkan kepemimpinan yang mampu menyerap aspirasi bawahan.
Model ini dikenal sebagai kepemimpinan demokratis.
Gaya kepemimpinan yang demokratis akan terlihat dari
partisipasi pemimpin dalam mendorong bawahannya dalam
melaksanakan suatu pekerjaan. Kurangnya komunikasi pimpinan
dengan bawahan dalam memecahkan masalah menunjukkan tidak
ditemukannya ciri kepemimpinan demokratis. Ditemukan pula kepala
sekolah yang kurang memberikan kesempatan kepada bawahan dalam
hal mengemukakan pendapat untuk kemajuan sekolah, kurang bisa
menghargai ide yang diberikan oleh bawahan pada saat rapat adalah
ciri lain tidak dijalankannya kepemimpinan demokratis.
Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif adalah
kepemimpinan yang mampu memberdayakan seluruh potensi yang
ada di sekolah dengan optimal, sehingga pegawai dapat ikut merasa
ikut terlibat dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan oleh sekolah.42
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin memiliki peranan
penting dalam melaksanakan visi pendidikan. Dalam hal ini, kepala

42
Mukhtar, dkk Memaksimalkan kinerja Sekolah
(101)
TEORI DAN PRAKTIK

sekolah memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas praktik


pengajaran dan pencapaian belajar peserta didik di sekolah. Kepala
sekolah melaksanakan fungsi kepemimpinan yang melibatkan
pendidik dan tenaga kependidikan lainnya, dalam rangka memetakan
arah pendidikan sekolah di masa yang akan datang, mengembangkan
pencapaian kualitas sekolah yang diharapkan, memelihara fokus
perhatian terhadap proses pengajaran dan pembelajaran yang efektif,
serta membangun lingkungan belajar yang kondusif untuk
menghasilkan peserta didik yang unggul.43.
Selanjutnya dijelaskan bahwa salah satu tantangan yang
dihadapi bagi seorang kepala sekolah adalah bagaimana ia dapat
mengarahkan dan menggerakkan para bawahannya agar mau bekerja
sesuai dengan kemampuannya untuk kepentingan sekolah atau
organisasi. Salah satu yang perlu dilakukan adalah memotivasi
bawahan untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
sebagai seorang pegawai yang baik. Memotivasi bawahan merupakan
kerja penting seorang kepala sekolah yang dapat dimulai dengan
banyak metode yang intinya bertujuan untuk menggali informasi
sebanyak-banyaknya tentang karakter bawahan.

Gaya Kepemimpinan
Lias Hasibuan mengungkapkan, salah satu hal yang harus
dimiliki oleh seorang pimpinan adalah melakukan inovasi terhadap
lembaganya, yakni sebuah upaya melakukan terobosan-terobosan
baru yang positif yang menjadikan lembaganya lebih baik dan lebih
maju. Inovasi dapat diartikan sebagai suatu proses di mana suatu
objek atau praktik baru dimunculkan ke permukaan dan diadopsi oleh
individu atau kelompok. Proses ini berawal dari adanya temuan

43
Donni Juni Priansa dan Rismi Somad, Op. Cit., hal. 184.
(102)
MBS KONTEMPORER

(invention)diikuti oleh proses pengembangan (development), dan


proses adopsi (adoption)dan pelembagaan (institutionalization).44
Kepemimpinan tidak sekedar memberi perintah. Merespon
gejala agar bawahan mengambil tindakan adalah efek yang
dihasilkan dari model kepemimpinan transformasional. Rahmi
menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional adalah sebuah
proses di mana pemimpin mengambil tindakan-tindakan untuk
meningkatkan kesadaran rekan kerja mereka tentang apa yang benar
dan apa yang penting, dan untuk meningkatkan kematangan motivasi
rekan kerja mereka serta mendorong mereka untuk melampaui minat
pribadi mereka demi mencapai kemaslahatan kelompok, organisasi,
atau masyarakat.45
Kepemimpinan di lembaga pendidikan pada rinsipnya adalah
bagaimana menciptakan tatanan pelayanan yang efektif, sinergis dan
tangguh. Rahmi (2004) dalam Menjadi Pemimpin Inovatif
selanjutnya mengatakan bahwa dalam organisasi pendidikan terdapat
tujuh prinsip utama yang dimiliki oleh pemimpin transformasional
sebagai pola dasar untuk menciptakan tatanan sinergis dalam
organisasi, antara lain:
Simplikasi. Keberhasilan dari kepemimpinan pendidikan diawali
dengan sebuah visi yang akan menjadi cermin dan tujuan pendidikan.
Kemampuan serta keterampilan dalam mengungkapkan visi secara
jelas, praktis dan tentu saja transformasional yang dapat menjawab
―kemana kita akan melangkah?‖ menjadi hal yang penting untuk
diimplementasikan.

44
Lias Hasibuan, Kurikulum & Pemikiran Pendidikan (Jakarta: Gaung Persada Press,
2010), hal. 64.
45
Sri Rahmi, Kepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi: Ilustrasi di
Bidang Pendidikan (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), hal. 60.
(103)
TEORI DAN PRAKTIK

Motivasi. Kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap


anggota organisasi pendidikan yang terlibat tehadap visi yang sudah
dijelaskan adalah hal kedua yang perlu dilakukan. Pada saat
pemimpin transformasional dapat menciptakan suatu sinergis di
dalam organisasi pendidikan, berarti seharusnya pemimpin
transformasional dapat pula mengoptimalkan, memotivasi dan
memberi energi kepada setiap pengikutnya.
Fasilitas. Dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif
mefasilitasi ―pembelajaran‖ yang terjadi di dalam organisasi
pendidikan secara kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal
ini akan berdampak pada semakin bertambahnya modal intelektual
dari setiap anggota organisasi yang terlibat di dalamnya.
Inovasi. Yaitu kemampuan untuk secara berani dan bertanggung
jawab melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi
suatu tuntutan dengan perubahan yang terjadi.
Mobilitas. Yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk
melengkapi dan memperkuat setiap anggota organisasi yang terlibat
di dalamnya dalam mencapai visi dan tujuan ,dan
Siap siaga serta Tekad. Yaitu tekad bulat untuk terus sampai pada
akhir, tekad bulat untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan
tuntas.46
Seorang kepala sekolah merupakan pimpinan dari lembaga
yang dipimpinnya. Ia tidak hanya menjadi tempat bersandar pada
bawahan dan menjadi arus utama ide gagasan organisasi, namun
seorang pemimpin adalah sumber pertama dalam menjalankan visi
misi lembaga, sebagai sumber dari berbagai instruksi dan alamat
terakhie pemecahan masalah seluruh bawahan.
Banyak model kepemimpinan yang bisa diterapkan. Namun
model kepemimpinan yang paling ideal dalam konstek kekinian

46
Muspawi, dkk, Menjadi Pemimpin Inovatif., KSP-Jambi 2017 hal. 61.
(104)
MBS KONTEMPORER

terlebih di dunia pendidikan adalah model kepemimpinan


transformasional karena model kepemimpinan ini lebih bersifat
demokratis dan aspiratif. (2017) Musypawi menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan kepemimpinan transformasional ialah kesanggupan
seorang pemimpin dalam mengenali setiap perubahan lingkungan
kemudian menggerakkan bawahan agar dapat beradaptasi dengan
berbagai perubahan serta pembaharuan untuk mencapai tujuan
organisasi.47

Mengenal Kemampuan Kepemimpinam


Proses menemukenali diri berikut gaya kepemimpinan dari
seorang Kepala Sekolah perlu dilakukan sebagai bahan awal untuk
membangun konstruksi manajemen yang baru. Bagaimana mungkin
seorang kepala sekolah mampu membaca karakter bawahan dan
lingkungan organisasi tanpa terlebih dulu ia mengenal karakternya
dalam hal gaya kepemimpinan.
Setelah mampu menemukenali karakter kepemimpinan,
seorang kepala sekolah melakukan evaluasi dan membuat
perencanaan setelah mengetahui potensi kepemimpinannya (plus
minus) dan potensi bawahannya. Selanjutnya diadakan pemetaan
untuk membangun manajemen birokrasi yang baik. Tahap
membangun sistem birokrasi sekolah merupakan tahapan terpenting
dalam proses awal dalam membangun manajemen berbasis sekolah.
Tahapan ini antar lain meliputi :Membangun sistem administrasi
yang ringkas, efektif dan efesien.
1. Menciptakan jalur koordinasi antar staf, sesama staf, dan atasan
2. Membuat distribusi kerja yang berimbang, sesuai dan berdasarkan
kapasitas bawahan
3. Membangun kritik dan saran secara terbuka

47
Ibid
(105)
TEORI DAN PRAKTIK

4. Implementasi ke bidang manajemen lainnya.

Selanjutnya kepala sekolah dapat mematangkan konstruksi


manajemen dengan langkah sebagai berikut :
1. Mengadakan rapat dan pertemuan kepada seluruh staf dan majlis
guru tentang perbaikan manajemen sekolah.
2. Memotivasi staf dan para guru untuk memberikan ide
pengembangan terhadap sekolah. Teori manajemen menurut
Sondang P Siagian menekankan pentingnya partisipasi para
karyawan dalam berbagai proses pengambilan keputusan terutama
yang menyangkut nasib, karier dan pekerjaan mereka. Selanjutnya
Sondang menambahkan apabila para karyawan diikut sertakan
untuk membahas, menganalisis dan menyampaikan ide mereka
tentang perubahan yang akan terjadi, dampak positifnya antara
lain : (a) Timbulnya perasaan bahwa manajemen tidak
mendiktekan keinginannya saja (b) Mereka dapat mempersiapkan
diri menghadapi situasi dan tugas baru (c) mereka bersedia
membuat komitmen baru (d) Mengurangi ketakutan terhadap
ketidakpastian (e) Pada akhirnya berakibat pada peningkatan
produktivitas kerja individu, kelompok dan organisasi secara
keseluruhan 48
3. Membangun persepsi dan paradigma baru bahwa sekolah
merupakan milik bersama yang menjadi tanggung jawab bersama.
Paradigma milik bersama diyakini akan mampu menumbuhkan
semangat juang staf.
4. Membangun komunikasi kepada komite sekolah dan para pihak
mengenai saran dan masukan pengembangan sekolah.
5. Membentuk tim khusus bersama kepala sekoloah untuk
merancang pola sistem manajemen terpadu antar kebutuhan

48
Sondang P Siagian Manajemen Sumber daya Manusia, Bumi Aksara 2002 -314
(106)
MBS KONTEMPORER

sekolah, kebutuhan pengelola, masyarakat pengguna, guru, anak


didik dan merancangnya dalam suatu format manajemen baru
berupa manajemen sekolah unggulan.
Urgensi lain kepala sekolah agar terus mengasah kemampuan
kepemimpinannya karena kepala sekolah dituntut mampu membuat
peraturan penting dalam tata kerja manajemen yang dibangunnya
yang paling sederhana adalah prosedur kerja. Sondang P Siagian
(2002) dalam Manajemen Sumberdaya merumuskan bahwa prosedur
kerja akan mengatur berbagai hal yaitu : Pola pengambilan
keputusan, Pola koordinasi, Pola pendelegasian wewenang, Jalur dan
saluran pertanggungjawaban, Pola hubungan kerja, Baik vertikal
maupun horizontal, Pola, format, frekuensi dan alamat laporan,
Mekanisme pemecahan masalah, Langkah yang harus ditempuh
dalam penyelesaian tugas, Interkasi dengan pihak eksternal, Dan hal
lain yang dianggap perlu49

2. Peran Kepala Sekolah dalam Implementasi Manajamen


Berbasis Sekolah
Peran kepala sekolah menurut Mulyasa dalam buku Menjadi
Kepala Sekolah Profesional (2007) menyatakan setidaknya ada tujuh
peran kepala sekolah, yaitu kepala sekolah sebagai edukator
(pendidik), sebagai manajer, sebagai administrator, sebagai
supervisor, sebagai leader, sebagai innovator, dan kepala sekolah
sebagai motivator.
Peran kepala sekolah sebagai manajer merupakan skema
pengelolaan awal yang harus diperlihatkan kepala sekolah. Ini bisa
terlihat dari kemampuan kepala sekolah dalam memberdayakan
potensi SDM yang dimiliki sekolah. Untuk memperkuat kemampuan
sebagai manajer MBS, beberapa hal-hal yang bisa dikembangkan

49
Ibid Hal. 11
(107)
TEORI DAN PRAKTIK

kepala sekolah antara lain: (1) Memberdayaan seluruh siswa dan


orangtua siwa, guru, karyawan dan seluruh komponen masyarakat
disekitar lingkungan sekolah. (2) Melakukan komunikasi secara
intensif dengan komite sekolah (3) Kepala sekolah memberikan
pelatihan peningkatan kapasitas guru dalam penguasaan IT (4)
Mengikutsertakan guru, karyawan dan pengelola sekolah lainnya
dalam kegiatan seminar dan workshop untuk memperkuat kapasitas,
dan (6) Menjalanakan prinsip keterbukaan pengelolaan anggaran
sekolah.
Sebagai leader kepala sekolah harus memiliki jiwa pemimpin
sejati. Dalam pengelolaan manejemen partisipatif, peran leaer
menjadi kunci keberhasilan. Dalam tahap ini, kepala sekolah
berusaha bagaimana menimbulkan atau membangkitkan kesadaran
pengelola MBS (Sekolah dan Komite Sekolah) secara bersama dalam
penyusunan visi, misi, dan tujuan sekolah. Kepala sekolah
membentuk struktur sekolah berdasarkan potensi SDM yang dimiliki
oleh sekolah secara keseluruhan. Pada bagian ini kemampuan
kepemimpinan sekolah dibuktikan dalam kemampuannya
menganalisa potensi SDM. Pada intinya, bagaimana kepala sekolah
bisa membangkitkan kesadaran pengelola lain untuk menghasilkan
keputusan-keputusan penting membutuhkan kecapan khusus dan
peran kepala sekolah sebagai leader.
Peran kepala sekolah sebagai edukator sangat penting dalam
meningkatkan kualitas akademik bagi guru dan peserta didik. Seperti
yang dijelaskan oleh Mulyasa (2011)50 selanjutnya bahwa sebagai
edukator, kepala sekolah harus menjalankan peran sebagai berikut.
Pertama; mengikutsertakan guru-guru dalam penataran-penataran
untuk menambah wawasan para guru. Kepala sekolah juga harus

50
Mulyasa. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, strategi dan. Implementasi.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
(108)
MBS KONTEMPORER

memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk meningkatkan


pengetahuan dan ketrampilannya dengan belajar ke jenjang yang
lebih tinggi. Kedua; kepala sekolah harus berusaha menggerakkan
tim evaluasi hasil belajar peserta didik untuk lebih giat bekerja,
kemudian hasilnya diumumkan secara terbuka dan diperlihatkan di
papan pengumuman. Ketiga; menggunakan waktu belajar secara
efektif di sekolah, dengan cara mendorong para guru untuk memulai
dan mengakhiri pembelajaran sesuai waktu yang telah ditentukan,
serta memanfaatkannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan
pembelajaran.
Peran kepala sekolah sebagai administrator menurut Soetopo
(2009:89)51, lebih detail dijelaskan sebagai berikut. Sebagai
manajer/administrator, kepala sekolah bertugas melaksanakan
fungsi-fungsi administrasi pendidikan di sekolah yang meliputi
pengelolaan yang bersifat administratif dan operatif. Sedangkan
sebagai pemimpin pendidikan, peran kepala sekolah bertugas untuk
mendinamisasikan proses pengelolaan pendidikan baik secara
administratif (pengarahan seluruh warga sekolah untuk mencapai
tujuan sekolah) maupun edukatif (pengaraham atau pembinaan tugas
pengajaran serta semangat guru untuk mencapai kinerja yang lebih
baik).
Peran kepala sekolah sebagai innovator juga berperan penting
dalam mengadakan pembaharuan demi kemjuan sekolah yang ia
pimpin. Mulyasa (2011:119)52 menjelaskan kepala sekolah sebagai
innovator yaitu ―harus mampu mencari, menemukan, dan
melaksanakan berbagai pembaharuan‖. Dalam rangka mewujudkan
peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus
51
Soetopo, H. 2009. Manajemen Berbasis Seklah & Kurikulum Berbasis Kompetensi:
Bunga Rampai Pokok Pikiran Pembaharuan Pendidikan di Indonesia. Malang: FIP UM.
52
Mulyasa. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan. Implementasi.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
(109)
TEORI DAN PRAKTIK

memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis


dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap
kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di
sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran.
Menurut Pidarta (1998) dalam Mulyasa, (2002)53
mengemukakan tiga macam keterampilan yang harus dimiliki oleh
kepala sekolah untuk menyukseskan kepemimpinannya. Ketiga
keterampilan tersebut adalah keterampilan konseptual, yaitu
keterampilan untuk memahami dan mengoperasikan organisasi;
keterampilan manusiawi yaitu keterampilan untuk bekerjasama,
memotivasi dan memimpin; serta keterampilan teknik ialah
keterampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik, serta
pelengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu.
Lebih lanjut dikemukakannya bahwa untuk memiliki
kemampuan, terutama keterampilan konsep, para kepala sekolah
diharapkan melalui kegiatan-kegiatan berikut: (1) Senantiasa belajar
dari pekerjaan sehari-hari terutama dari cara kerja para guru dan
pegawai sekolah lainnya; (2) Melakukan observasi kegiatan
manajemen secara terencana; (3) Membaca berbagai hal yang
berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan; (4)
Memanfaatkan hasil penelitian orang lain; (5) Berpikir untuk masa
yang akan datangi dan (6) Merumuskan ide-ide yang dapat diuji
cobakan. Selain itu, kepala sekolah harus dapat menerapkan gaya
kepemimpinan yang efektif sesuai dengan situasi dan kebutuhan serta
motivasi para guru dan pekerja lain.54

53
Mulyasa, E, 2002, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal 126
54
Kepemimpinan dalam manajemen berbasis sekolah, Ridho FKIP diakes 16 April 2016 jam
19.00 wib.
(110)
MBS KONTEMPORER

B. Optimalisasi Fungsi Guru dan Kayawan


Dalam mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien,
guru juga harus berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas.
Guru adalah teladan dan panutan langsung para peserta didik di kelas.
Oleh karena itu, guru perlu siap dengan segala kewajiban, baik
manajemen maupun persiapan isi materi pengajaran.
Pedagogi reflektif menunjuk tanggungjawab pokok
pembentukan moral maupun intelektual dalam sekolah terletak pada
para guru. Karena dengan dan melalui peran para guru hubungan
personal autentik untuk penanaman nilai-nilai bagi para siswa
berlangsung (Paul Suparno, dkk, 2002:61-62).55 Untuk itu guru yang
profesional dalam kerangka pengembangan MBS perlu memiliki
kompetensi antara lain kompetensi kepribadian (integritas, moral,
etika dan etos kerja), kompetensi akademik (sertifikasi kependidikan,
menguasai bidang tugasnya) dan kompetensi kinerja (terampil dalam
pengelolaan pembelajaran).
Peran guru dalam MBS menurut Cheng (1996) Dalam Nur
Kholis (2003)56 adalah sebagai rekan kerja, pengambil keputusan dan
pengimplementasi program pengajaran. Mereka bekerja bersama-
sama dengan komitmren bersama dan berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan untuk mempromosikan pengajaran efektif
dan mengembangkan sekolah mereka dengan antusiame.
Dalam MBS, Guru dan Karyawan harus direspon untuk
menuangkan ide atau gagasan pengembangan. Justru, guru
sebenarnya yang paling memahami kebutuhan, kelemahan, potensi-
potensi siswa maupun kebutuhan sarana prasarana yang dirasa

55
Paul Suparno, Dkk. Reformasi Pendidikan, Cet-9 Kanisius Yogyakarta , 2002
56
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi, Grasindo Jakarta,
2003

(111)
TEORI DAN PRAKTIK

kurang. Respon guru dalam menjalankan MBS akan memunculkan


banyak sekali inisiasi program yang diperlukan.

C. Peran Komite Sekolah


Komite sekolah dibentuk berdasarkan musyawarah yang dari
berbagai pihak yang berkepentingan dengan pendidikan pada tingkat
sekolah (Pemangku Kepentingan). Mereka bertanggung jawab dan
ikut serta membantu peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.
Komite sekolah terdiri atas unsur : orang tua siswa, wakil tokoh
masyarakat, tokoh agama setempat, budayawan, pemuka adat, pakar
pendidikan, wakil organisasi masyarakat, pers, perwakilan guru –
guru, dan kepala sekolah. Komite Sekolah merupakan suatu lembaga
mandiri yang berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan
memberikan pertimbangan, arah, dan dukungan tenaga, sarana, dan
prasarana serta pengawasan pada sekolah. Badan ini bersifat mandiri,
tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan lembaga pemerintahan.
Komite Sekolah Dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional (Kemendiknas) No. 014/ U/ 2002 Tanggal 2
April 2002. Komite Sekolah memiliki kedudukan yang kuat karena
diundangkan dalam dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UU SPN No. 20/2003). Pasal 56 ayat 3 UU
SPN No. 20/2003 menyatakan: Komite Sekolah adalah lembaga
mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga,
sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan.

Tujuan Komite Sekolah


Dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No 44/U/2002
tentang Komite Sekolah, disebutkan tujuan Komite ini yaitu :

(112)
MBS KONTEMPORER

1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat


dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan
di satuan pendidikan;
2. Meningkatkan tanggung jawab dan peranserta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan
demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan
yang bermutu di satuan pendidikan
Peran Komite Sekolah
1. Pemberi pertimbangan (advisory a gency) dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan;
2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud financial,
pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan;
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan;
4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di
satuan pendidikan.

Fungsi Komite Sekolah


1. Mendorong perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
2. Melakukan kerja sama dengan masyarakat
(perorangan/organisasi/dunia usaha) dan pemerintah berkenaan
dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
4. Memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada
satuan pendidikan mengenai: a). kebijakan dan program

(113)
TEORI DAN PRAKTIK

pendidikan; b). rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah


c). Kriteria kinerja satuan pendidikan; d). kriteria tenaga
kependidikan; e). hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan
5. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam
pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan
pendidikan.
6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan,
program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan.

Pemberdayaan Komite Sekolah dapat diwujudkan antar lain


dengna pelibatan komite dalam penyusunan rencana dan program
sekolah, RAPBS, pelaksanaan program pendidikan dan
penyelenggaraan akuntabilitas pendidikan. Komite sekolah dapat
melaksanakan fungsinya sebagai partner mitra sekolah dalam
mengadakan sumber-sumber daya pendidikan dalam rangka
melaksanakan pengelolaan pendidikan yang dapat mewujudkan
fasilitas bagi guru dan siswa untuk belajar sehingga pembelajaran
menjadi semakin efektif.
Hubungan baik antara komite sekolah dengan pihak sekolah
akan melahirkan tanggung jawab bersama antara sekolah dan
masyarakat sebagai dalam mewujudkan sekolah mencapai cita-cita
yang diharapkan..Dalam komite, masyarakat dapat menyalurkan
berbagai ide dan partisipasinya guna memajukan pendidikan di
daerahnya. Sementara Pihak sekolah harus mampu meyakinkan
orang tua, pemerintah setempat, dunia usaha, dan masyarakat pada
umumnya bahwa sekolah itu dapat dipercaya. Dengan demikian,
sekolah pada tataran teknis perlu mengembangkan kemampuan

(114)
MBS KONTEMPORER

menganalisis biaya sekolah yang berkorelasi signifikan terhadap


mutu pendidikan yang diperoleh.

C. Partisipasi Siswa dan Orang tua siswa

1. Peranserta Siswa
Partisipasi dan peran siswa pada prinsipnya sangat dibutuhkan
dalam kesuksesan program MBS. Menarik untuk dicermati bahwa
siswa bisa bertindak sebagai subjek sekaligus objek pendidikan dalam
pelaksanaan pendidikan khususnya dalam implementasi MBS.
Siswa merupakan sumber data utama dalam mencari dan
memetakan masalah yang terjadi pada sekolah. Dari siswa, pihak
pengelola dapat menemukan masalah, banyak peneliti mewawancarai
siswa untuk memperoleh gambaran tingkat kepuasan siswa terhadap
sekolah. Demikian juga pihak pengelola, baik guru maupun kepala
sekolah dapat mengembangkan program MBS dengan menerima
aspirasi langsung dari siswa peserta didik. Ketika kepala sekolah
menerima aspirasi dari guru olah raga agar segera memperbaiki
lapangan olahraga yang mulai tidak baik lagi, kepala sekolah bisa
mencari tahu kebenaran kebutuhan kepada siswa yang menggunakan
sarana olah raga dimaksud untuk mengetahui kebenaran kebutuhan
itu. Hanya siswa yang benar-benar tahu, butuh tidaknya perbaikan.
Sebagai subjek pelaku MBS, peran siswa lebih mmenarik lagi.
Pda bagia ntertentu, siswa lah yang dijadikan peluru untuk
meningkatkan citra sekolah, baik dalam prestasi akademik maupun
dalam prestasi kegiatan olahraga, kegiatan seni, kegiatan keagamaan
dan kegiatan positif lainnya. Siswa melalui OSIS melakukan banyak
program ekstra yang bermanfaat, mereka berkreasi, berinovasi,
sementara guru dan tenaga sekolah lainnya mendampingi dan
membuat program pengembangan. Dalam hal ini, kepala sekolah
harus bisa menggali potensi siswa nya lebih dalam lagi.
(115)
TEORI DAN PRAKTIK

2. Peran Orang Tua Didik


Mungkin pihak yang paling merasa beban –beban pendidikan
adalah orang tua siswa. Beban-beban pendidikan tidak saja berbentuk
materi atau finansia, termasuk di sini, waktu, kekhawatiran, tekanan-
tekanan persoalan akibat kenakalan anak atau lemahnya nilai
akademik. Orang tua siswa secara praktis adalah liputan seluruh
persoalan yang terjadi, ia merekam permasalahan dan selama ini tidak
bersuara. MBS berusaha meringankan beban orang tua siswa berupa
kabar gembira mengenai munculnya hak orang tua siswa untuk
berpartisipasi dalam perencanaan, pengembangan dan pengelolaan
sekolah. Hak-hak ini disalurkan dalam pelibatan orang tua dalam
manajemen partisipatif.
Mailia Dina HR57 menyebutkan bahwa orang tua didik
merupakan bagian keterampilan eksternal dari pihak sekolah. Tujuan
hubungan sekolah dengan orang tua adalah saling membantu dan
saling mengisi antara orang tua dan sekolah. Orang tua menurutnya
merupakan salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan MBS.
Peran mereka tidak hanya berupa dana, tetapi juga dalam peningkatan
mutu pendidikan di sekolah dapat disesuaikan dengan latar belakang
sosial ekonomi dan kemampuan orang tua.

D. Pelibatan Masyarakat Sekolah

1. Kajian Teoritis Pelibatan Masyarakat


Istilah partisipasi menjadi sangat familiar dalam setiap program
pengembangan masyarakat, seolah-olah ia menjadi ―model baru‖
dan selalu baru, menarik serta melekat pada setiap rumusan
kebijakan. Partisipasi sepadan dengan arti peran serta, ikut serta,
keterlibatan atau proses bersama saling memahami, merencanakan,

57
Mailia Dina HR https://slideplayer.info/slide/2802006/ diakses 11 Juni 2019
(116)
MBS KONTEMPORER

menganalisis, dan melakukan tindakan oleh sejumlah anggota


masyarakat. Partisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu dari kata
―participation― yang dapat diartikan suatu untuk ikutserta dalam
kegiatan suatu organisasi. Sehubungan dengan partisipasi masyarakat
dalam dunia pendidikan , partisipasi merupakan suatu upaya
keterlibatan masyarakat untuk ikut mkemberikan kontribusi dalam
lembaga pendidikan yang diikutinya.
Upaya paling praktis dan konkrit dalam mendongkrak mutu
pendidikan adalah dengan melibatkan berbagai pihak yang
berkepentingan. Penguatan partisipasi masyarakat diwujudkan
dengan mengakomodasi berbagai saran, pandangan, aspirasi,
termasuk kritik, serta peenggalian berbagai potensi masyarakat.
Partisipasi masyarakat kini dinilai menjadi sangat penting, karena
merupakan salah satu realisasi dari esensi demokrasi berkeadilan.
Praktis, selain berhak mendapatkan layanan pendidikan bermutu, kini
masyarakat juga wajid berkontribusi dalam mengembangkan
pendidikan yang bermutu di lingkungannya.
Departemen Pendidikan Nasional mengartikan partisipasi
pendidikan sebagai proses warga sekolah dan masyarakat terlibat
aktif baik secara individual maupun kolektif, secara langsung
maupun tidak langsung dalam pengambilan keputusan, pembuatan
kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan atau
pengevaluasian pendidikan di sekolah.
Yuwono, 2001:124)58 memberikan beberapa rincian tentang
partisipasi sebagai berikut : (a). Partisipasi berarti apa yang kita
jalankan adalah bagian dari usaha bersama yang dijalankan bahu-
membahu dengan saudara kita sebangsa dan setanah air untuk
membangun masa depan bersama. (b). Partisipasi berarti pula sebagai

58
Sumber : *Yuwono, Teguh. 2001. Manajemen Otonomi Daerah : Membangun
Daerah Berdasar Paradigma Baru. Semarang: Clyapps Diponegoro University, 2001
(117)
TEORI DAN PRAKTIK

kerja untuk mencapai tujuan bersama diantara semua warga negara


yang mempunyai latar belakang kepercayaan yang beraneka ragam
dalam negara pancasila kita, atau dasar hak dan kewajiban yang sama
untuk memberikan sumbangan demi terbinanya masa depan yang
baru dari bangsa kita. (c). Partisipasi tidak hanya berarti mengambil
bagian dalam pelaksanaan-pelaksanaan, perencanaan pembangunan.
Partisipasi berarti memberikan sumbangan agar dalam pengertian kita
mengenai pembangunan kita nilai-nilai kemanusiaan dan cita-cita
mengenai keadilan sosial tetap dijunjung tinggi. (d). Partisipasi dalam
pembangunan berarti mendorong ke arah pembangunan yang serasi
dengan martabat manusia. Keadilan sosial dan keadilan Nasional dan
yang memelihara alam sebagai lingkungan hidup manusia juga untuk
generasi yang akan datang.
Sementara Pendapat Suryono (2001:124)59 mengenia
partisipasi adalah ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut
dalam kegiatan pembangunan dan ikut memanfaatkan dan menikmati
hasil-hasil pembangunan. Pendapat lain disampaikan Hatifah (dalam
Handayani 2006:39)60 dimana ia berpendapat bahwa Partisipasi
sebagai keterlibatan orang secara sukarela tanpa tekanan dan jauh
dari pemerintah kepentingan eksternal‖. Sedangkan Menurut
Histiraludin (dalam Handayani 2006:39-40) ―Partisipasi lebih pada
alat sehingga dimaknai partisipasi sebagai keterlibatan masyarakat
secara aktif dalam keseluruhan proses kegiatan, sebagai media
penumbuhan kohesifitas antar masyarakat, masyarakat dengan
pemerintah juga menggalang tumbuhnya rasa memiliki dan tanggung
jawab pada program yang dilakukan‖.

59
*Suryono, Agus. 2001. Teori dan Isi Pembangunan. Malang: Universitas Negeri
Malang. UM Press
60
*Handayani, Suci. 2006. Perlibatan Masyarakat Marginal Dalam Perencanaan dan
Penganggaran Partisipasi (Cetakan Pertama). Surakarta: Kompip Solo
(118)
MBS KONTEMPORER

Slamet ( 2003:8 )61 menyatakan bahwa, partisipasi menurut


Valderama (1999) dalam Arsito (2004) mencatat ada tiga tradisi
konsep partisipasi terutama bila dikaitkan dengan pembangunan
masyarakat yang demokratis yaitu : (1). Partisipasi politik (political
participation) kemudian (2). Partisipasi social (sosial participation)
dan (3). Partisipasi warga (citizen participation/citizenship).
Partisipasi warga (citizen participation/citizenship) dijelaskan
menekankan pada partisipasi langsung warga dalam pengambilan
keputusan pada lembaga dan proses pemerintahan. Partisipasi warga
telah mengalih konsep partisipasi ―dari sekedar kepedulian terhadap
penerima derma atau kaum tersisih menuju suatu keperdulian dengan
berbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan
pengambil keputusan diberbagai gelanggang kunci yang
mempengaruhi kehidupan mereka. Maka berbeda dengan partisipasi
sosial, partisipasi warga memang berorientasi pada agenda penentuan
kebijakan publik.
H.A.R.Tilaar, (2009: 287)62 mengungkapkan partisipasi adalah
sebagai wujud dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi
melalui proses desentralisasi dimana diupayakan antara lain perlunya
perencanaan dari bawah (bottom-up) dengan mengikutsertakan
masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan
masyarakatnya.
Menurut Sugiyah (2001: 38)63, ia mengklasifikasikan
partisipasi menjadi 2 (dua) berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu :
(a).Partisipasi Langsung, Partisipasi yang terjadi apabila individu
menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi
61
Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor: IPB Press
62
HAR, Tilaar. 2009. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. RinekaCipta: Jakarta
63
Sugiyah. (2010). Partisipasi Komite Sekolah dalam penyelenggaraan Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional di Sekolah Dasar Negeri IV Wates, Kabupaten Kulon Progo.
Tesis. PPs UNY.
(119)
TEORI DAN PRAKTIK

ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan pandangan,


membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap
keinginan orang lain atau terhadap ucapannya. (b).Partisipasi tidak
langsung. Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan
hak partisipasinya.
Cohen dan Uphoff yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D
(2011:61-63) membedakan patisipasi menjadi empa t jenis, yaitu
pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Kedua, partisipasi
dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan
pemanfaatan. Dan Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Bentuk
partisipasi menurut Effendi yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D
(2011:58)64, terbagi atas: a. Partisipasi Vertikal. Partisipasi vertikal
terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau
mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan
dimana masyarakat berada sebagai status bawahan, pengikut, atau
klien.b. Partisipasi horizontal. Partisipasi horizontal, masyarakat
mempunyai prakarsa dimana setiap anggota atau kelompok
masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya.
Menurut Basrowi yang dikutip Siti Irene Astuti D (2011:58)65,
partisipasi masyarakat dilihat dari bentuknya dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu: (a). Partisipasi fisik, partisipasi fisik adalah
partisipasi masyarakat (orang tua) dalam bentuk menyelenggarakan
usaha-usaha pendidikan, seperti mendirikan dan menyelenggarakan
usaha sekolah. (b).Partisipasi non fisik, partisipasi non fisik adalah
partisipasi keikutsertaan masyarakat dalam menentukan arah dan
pendidikan nasional dan meratanya animo masyarakat untuk

64
Siti Irene A.D., (2011).Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
65
ibid
(120)
MBS KONTEMPORER

menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan, sehingga pemerintah


tidak ada kesulitan mengarahkan rakyat untuk bersekolah.
Cheng (1989) menjelaskan pemikirannya mengenai partisipasi
masyarakat dalam bidang pendidikan secara lebih practical dan
solutional, ia mengatakan ada dua bentuk pendekatan untuk
mengajak orangtua dan masyarakat berpartisipasi aktif dalam
pendidikan. Pertama, pendekatan school based dengan cara
mengajak orangtua siswa datang kesekolah melalui pertemuan-
pertemuan, konferensi, diskusi guruorangtua dan mengunjungi
anaknya yang sedang belajar di sekolah. Kedua, pendekatan home
based, yaitu orangtua membantu anaknya belajar dirumah dan guru
berkunjung ke rumah.

(121)
TEORI DAN PRAKTIK

(122)
MBS KONTEMPORER

BAGIAN KELIMA
APLIKASI MBS DI SEKOLAH

A. Perkembangan MBS di Sekolah


MBS di Indonesia sudah dikenal sangat luas. Di sekolah,
hampir tiap sekolah sudah menerapkan MBS. Indikator sederhana
cukup mudah untuk melihatnya. Jika suatu sekolah sudah membuat
komite sekolah, dan ada aktifitas Partisipatif antara sekolah dan
masyarakat, sudah dapat dikatakan bahwa sekolah sudah menerapkan
manajemen pengelolalaan MBS. Praktis, hampir semua sekolah di
Indonesia menerapkan ini, hanya dalam skala pelaksanaanya apakah
sudah berjalan sesuai koridor, atau sekedar normative saja. Dan ini
akan kita ringkas dalam satu pertanya penting, ―Sudah idealkah
praktik pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di sekolah kita?.
Dari sebuah artikel yang dimuat di mbccenter66 dituliskan
sebagai berikut; Leithwood dan Menzies (1998) menemukan empat
model MBS dari hasil penelitiannya, yaitu:

66
https://mbscenter.or.id/site/page/id/528
(123)
TEORI DAN PRAKTIK

1. Kontrol administratif, kepala sekolah dominan sebagai


representasi dari administrasi pendidikan.
2. Kontrol profesional, pendidik menerima otoritas.
3. Kontrol masyarakat, kelompok masyarakat dan orangtua peserta
didik, melalui Komite Sekolah, terlibat dalam kegiatan sekolah.
4. Kontrol secara seimbang, orangtua siswa dan kelompok
profesional (kepala sekolah dan pendidik) saling bekerja sama
secara seimbang.

Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa keempat model MBS


tersebut sebenarnya merupakan berbagai varian yang muncul
dalam proses pemberian otonomi. Pada awal pemberian otonomi,
model yang pertama (kepala sekolah dominan) telah lahir dengan
sosok sebagai raja-raja kecil yang berkuasa di berbagai satuan
organisasi, termasuk kabupaten/kota sampai dengan satuan
pendidikan sekolah. Model kedua, para guru telah dilibatkan dalam
manajemen sekolah. Model ketiga, masyarakat dan orangtua siswa
telah dilibatkan dalam kegiatan sekolah. Model keempat adalah
model ideal yang diharapkan. Model keempat ini merupakan model
hubungan sinergis antara keluarga, sekolah, dan masyarakat, yang
diharapkan dapat mendongkrak upaya peningkatan mutu pendidikan.
Penjelasan selanjutnya semakin menarik. Di situ tertulis,
Penerapan MBS di sekolah di banyak negara berkembang, walaupun
bagaimana, sering tidak memperoleh dukungan yang memadai dari
pihak penguasa lokal maupun dari masyarakat. Pemerintah daerah
yang lemah tidak dapat diharapkan untuk mendukung pelaksanaan
prinsip manajemen modern (demokratis, transparan, dan akuntabel).
Pelaksanaan MBS di sekolah, seperti dalam mengelola dana BOS dan
DAK, pihak kepala sekolah dan Komite Sekolah masih juga
memperoleh tekanan dari berbagai pihak. Campur tangan pemerintah
daerah pada umumnya bukan dalam bentuk supervisi yang positif,
(124)
MBS KONTEMPORER

tetapi justru berupa intervensi negatif. Bahkan, tidak sedikit kepala


sekolah yang dikejar-kejar ’wartawan amplop‖ yang sering
nongkrong di sekolah untuk menunggu datangnya kepala sekolah.
Itulah sebabnya penerapakan MBS di sekolah pada sisi yang lain
menjadi ladang yang subur untuk tumbuhnya KKN di level birokrasi
yang paling bawah ini. Itulah sebabnya, ada kepala sekolah yang
kemudian tidak mau pekerjaan manajemen yang berat ini, karena
alasan beban berat sebagai pemimpin instruksional (instructional
leader) atau pemimpin dalam bidang kependidikan (pedagogical
leader) menjadi amburadul, lantaran disibukkan oleh pekerjaan
teknis administratif dan manajerial yang harus dituntaskan setiap
hari. Dengan beban pekerjaan yang berat ini, ada beberapa kepala
sekolah di SD yang terpaksa harus belanja komputer, buku pelajaran,
alat tulis kantor (ATK), karena SD tidak memiliki staf administrasi
sebagaimana di SMP dan SMA. Akibatnya, pelaksanaan MBS di
sekolah menjadi dilema (Dempster, 2000). Bahkan penerapan MBS
boleh jadi menimbulkan stres berat bagi kepala sekolah (Whitaker,
2003 dan William, 2003).
Ketika diakses, posting artikel ini telah dibaca 7086 kali.
Sebagai tambahan artikel tersebut juga menceritakan ―Penerapan
MBS juga mengalami masalah, khususnya di daerah yang pedesaan
atau daerah yang terpencil (remote areas). Banyak orangtua siswa
dan masyarakat di pedesaan yang tidak mau terlibat dalam kegiatan
Komite Sekolah. Masalahnya ternyata bukan hanya karena masalah
kapasitasnya yang rendah, tetapi lebih karena budaya yang hanya
menyerahkan bulat-bulat urusan pendidikan kepada pihak sekolah.
Bahkan, dalam beberapa kasus, penerapan MBS lebih sebagai
instrumen politik untuk membangun kekuasaan. Dengan MBS,
seakan-akan pemerintah telah memberikan otonomi kepada sekolah,
padahal sesungguhnya sekolah dan masyarakat belum siap untuk
menerima semua itu. Hal yang sama pun terjadi di negara maju
(125)
TEORI DAN PRAKTIK

seperti di negara bagian Australia. Representasi dari masyarakat


kelompok minoritas dinilai kecil dalam komposisi kepengurusan
Komite Sekolah (Ferguson, 1998).‖
Dimana kejadian pada artikel di atas tidak dijelaskan, hanya
disebut masalah banyak terjadi di negara-negara berkembang. Dan
tidak tertutup kemungkinan artikel di atas bisa bahkan juga terjadi di
Indonesia. Apa yang sebenarnya terjadi pada MBS?
Siti Mistrianingsih (2015)67 menjelaskan Implementasi
program MBS di Indonesia dievaluasi pada Tahun 2000, 2002, 2005,
dan 2010. Hasil evaluasi pada Tahun 2000, 2002, 2005 menunjukkan
bahwa program pembinaan MBS memberikan dampak positif, antara
lain: (1) peningkatan manajemen sekolah yang lebih transparan,
partisipatif, demokratis dan akuntabel; (2) peningkatan mutu
pendidikan; (3) menurunnya tingkat putus sekolah; (4) peningkatan
implementasi pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan strategi
PAKEM; dan (5) peningkatan peran serta mayarakat terhadap
pendidikan di SD. (6) Peningkatan manajemen sekolah yang lebih
transparan, partisipatif, demokratis, dan akuntabel, peningkatan mutu
pendidikan, menurunnya tingkat putus sekolah, (7) peningkatan
implementasi pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan strategi
Pembelajaran Aktif Kreatif dan Menyenangkan (PAKEM), dan (8)
peningkatan peran serta masyarakat terhadap pendidikan di Sekolah
Dasar (SD).
Ada dua gambaran berbeda, satu penelitian menceritakan
betapa mencemaskannya MBS, penelitian yang lain berkesimpulan
cerah bahwa MBS berhasil baik dan memiliki trand positif untuk
perkembangan pendidikan.

67
https://mbscenter.or.id/site/page/id/385/page_action/viewdetail
(126)
MBS KONTEMPORER

Bahwa Aplikasi MBS, tentulah berbeda di masing-masing


tempat. Karaketeristik wilayah, potensi sumberdaya sekolah, dan
karakter masyarakat harus jadi bahan serius untuk menghasilkan
MBS yang berhasil. Termasuk, apa yang ditakutkan Whitaker, dan
William, (2003), harus dijawab bahwa MBS harus memiliki kepala
sekolah yang professional, berani, tegas dan siap memperjuangkan
kemajuan. MBS memiliki syarat dan prasyarat. Orientasi terbesar
terletak pada penguatan sumberdaya yang dapat ditempuh dengan
peningkatan kapasitas pengelola. Bagi sekolah yang gagal dalam
penerapannya harus mencari opsi berbeda berdasarkan kriteria
permasalahan yang terjadi. Maka analisis Swot diperlukan untuk
memantau sejauh mana kekuatan dan hambatan yang ada.
Dalam MBS, kepala sekolah dan guru memiliki kemandirian
berupa kebebasan dalam mengelola sekolah dengan tidak abai pada
kebijakan. Lingkup strategi kebijakan yang ditawarkan adalah : (a)
kurikulum (b) Proses belajar-mengajar (c) Lingkungan sekolah (d)
Sumber daya dan (e) Monitoring. Kelima strategi tersebut harus
bergerak dalam ritme manajemen pendidikan dan sering dalam
manajemen partisipatif. Untuk itu kepala sekolah harus bisa :
1. Memberdayakan potensi untuk melaksanakan proses
pembelajaran dengan lancar dan produktif.
2. Melakukan tugas dan pekerjaan dengan efektif.
3. Menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat.
4. Menerapkan prinsip kepemimpinan sesuai dengan karakter
lingkungan.
5. Mampu bekerja sama dan memahami fungsi manajemen
pendidikan.
Untuk memperjelas ini, baik kita lihat perspektif lain.
Karakteristik manajemen berbasis sekolah (yang bisa mendorong
suksesnya MBS) menurut Syaiful Sagala (2004)68 adalah :

68
Syaiful Sagala Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, Strategi memenangkan
persaingan mutu, Rakasta Samasta, Jakarta,2004
(127)
TEORI DAN PRAKTIK

1. Kemandirian, yang menggambarkan otonomi manajemen sekolah


yang efektif dan layanan belajar yang bermutu, menggunakan
evaluasi hasil belajar yang standar, prestasi pembelajaran.
2. Kemitraan, memanfaatkan potensi pemangku kepentingan sekolah
(pemberdayaan potensi sekolah) dan masyarakat
3. Partisipasi, kepemimpinan sekolah yang lugas, visioner, antisipasi
dan berjiwa enter preneurship mengikutsertakan potensi sumber
daya sekolah.
4. Keterbukaan, senantiasa melakukan perubahan ke arah yang lebih
baik dan kompetitit.
5. Akuntabilitasi, melakukan analisis kebutuhan, perencanaan, dan
mengevaluasi kinerja sesuai visi dan misi untuk mencapai tujuan
dan target sekolah, menyediakan kesejahteraan personal sekolah
yang cukup dan pantas.
6. Sekolah tersebut menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran.
7. Adanya komunikasi yang efektif antara warga sekolah.
8. Kepemimpinan yang efektif (memiliki kepribadian, manajerial,
kewirausahaan).
9. Adanya kolaboratif team work dan memiliki tujuan bersama.
10. Adanya learning to discovery, dan adanya stakeholders.

B. Contoh Praktis Penerapan MBS di Sekolah


Praktik MBS di Indonesia sejak diundangkan, telah berjalan
kurang lebih selama lima belas (15) tahun. Selama itu pula, dinamika
MBS mengalami kemajuan yang signifikan termasuk dinamika yang
terjadi. Praktis MBS Kontemporer diharapkan bisa menjawab
persoalan-persoalan yang terjadi menyangkut, lamban nya
keberhasilan MBS yang ada. Penyebab utama dalam analisas peneliti
adalah kematangan dalam perencanaan. Ke depan, MBS memang

(128)
MBS KONTEMPORER

harus dimodifikasi, lebih inovatif, mengingat tantangan kemajuan


zaman membuat daya tahan manajemen bisa berubah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, di beberapa SMA
di Kota Jambi menunjukkan praktik program MBS dengan
pendekatan manajemen partisifatif secara terbuka, demokratis dan
aspiratif telah berjalan sesuai mekanisme yang dirancang baik oleh
kementrian maupun dari pemikiran banyak ahli. Kita patut
berterimakasih atas sumbangan pemikiran para ahli yang banyak
menulis teori dan aplikasi MBS di Indonesia.
Dalam penelitian dengan metode survey dan wawancana yang
penulis lakukan, beberapa program yang telah diterapkan dalam pola
MBS antara lain pada penyusunan anggaran dan penyusunan
program kerja. Dari beberapa guru yang diwawancarai diketahu
bahwa penyampaian aspirasi secara demokratis dan proses diskusi
dalam menerima saran masukan dalam setiap rapat koordinasi
penyusunan program dan penyusunan anggaran berlangsung
demokratis dan melibatkan komite sekolah secara terbuka. Pada
bagia ini jiwa MBS dengan manaajemen partisipatif telah dilakukan.
Diskusi yang dilakukan sekolah X dalam penerapan manajemen
MBS bersama Komite antara lain:
1. Diskusi bersama komite sekolah dalam rangka merancang
program, pemahan ivi misi dan pembuatan program jangka
panjang, jangka menengah dan jangka pendek sekolah.
Sebagian besar sekolah muelakukan ini, meskipun sebagian
kecil tidak karena mereka menganggap (kecuali program0
bahwa visi misi sekolah telah ideal dan seolah telah dibakukan,
dan hanya diperbaharui jika benar-benar dibutuhkan.
2. Penyusunan program untuk penggunaan dana BOS dengan
mengikut sertakan pengelola sekolah dan komite sekolah. Pad
bagian ini, komite sekolah yang sebagiannya diwakilkan oleh
masyarakat tampak aktif dan memberikan saran-saran penting.

(129)
TEORI DAN PRAKTIK

Sebagian masyarakat lain cenderung hanya formalitas


mengikuti namun tidak memberikan kritik yang mengandung
sikap tidak percaya di mata masyarakat. Sebagian besar komite
sekolah percaya dengan program-program anggaran yang akan
dijalankan. Penyusunan program dengan anggaran dana Biaya
Operasional Sekolah didiskusikan dengan demokratis serta
berlangsung tertib.
3. Membicarakan dan mendiskusikan dana-dana lain seperti dana
hibah, pengelolaan dana CSR, hingga pengalokasian program-
program penungjang dilakukan secara transparan dan aspiratif.
4. Membicarakan permasalah-permasalahan sarana prasarana,
rencana pengembangan rruang belajar, penambahan alat
laboratrium dan penambahan pustaka, termasuk fasilitas oleh
raga juga dibicarakan dengan komite sekolah. Seluruh proses
diikuti dengan antusias oleh warga masyarakat. Kepala sekolah,
di beberapa sekolah tertentu terlihat mampu menunjukkan
kapasitasnya dan sangat mengusai forum.

Beberapa pihak sekolah mengatakan jika kegiatan yang


dilaksanakan di sekolah selalu melibatkan komite sekolah,guru
tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan para pemangku
kepentingan lainnya dengan prinsip-prinsip yang manajemen
terorganisir dan terarah untuk mencapai visi, misi dan tujuan sekolah.
Selanjutnya, sekolah juga berusaha untuk meningkatkan
kompetensi guru, siswa, dan materi. Beberapa program penting yang
dilakukan dalam peningkatan kompetensi ini antara lain :
1. Melakukan pembinaan kepada siswa yang berprestasi, kurang
berprestasi, dan kurang disiplin dalam program khusus.
2. Membina siswa berprestasi dibidang sains, agama, seni dan
olahraga serta karya ilmiah.
3. Membuat Pelatihan penggunaan komputer dan fasilitas internet.
4. Usaha Pemenuhan isi Perpustakaan sebagai sumber belajar
(130)
MBS KONTEMPORER

5. Pembelian alat dan fasilitas multimedia dalam rangka


peningkatan kemapuan tekhnologi serta pelatihan berbagai
program penguasaan IT
Selanjutnya berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap
sistem kegiatan kontrol maupun evaluasi program dan kinerja yang
dilaksanakan secara rutin di beberapa SMA sebagai berikut :
1. Rapat koordinasi rutin pada hari tertentu yang dipimpin kepala
sekolah, dan dapat dilakukan secara terjadwal dan menghasilkan
hasil dalam membuat langkah strategi pengelolaan
2. Evaluasi di akhir pekan yang disampaikan langsung oleh para guru
dan seluruh pengelola lainnya baik mengenai proses belajar,
maupun tatakelola pelayanan.
3. Hasil pertemuan kadang menghasilkan follow-up yang menarik
beberapa guru bahkan berinisiatif melakukan kegiatan arisan
dengan komite sekolah. Beberapa sekolah sudah melaksanakan
walau masih sebagian kecil dan tidak diikuti seluruh anggota.
Minimal ini menunjukkan bahwa antar sekolah dan koomite telah
tejadi hubungan baik yang dapat meningkatkan efektifitas kerja.
Kepala sekolah telah banyak yang menjalankan fungsi
administrator, fungsai supervisor dengan baik yang dapat
teridentifikasi dari :
1. Memiliki sistem pendokumentasian yang baik dan tertata
mengenai laporan penggunaan anggaran berikut pemanfaatannya,
buku-buku program kerja, dan jadwal rutin pembinaan para staf,
termasuk jadwal pertemuan rutin.
2. Sistem administrasi yang teratur dan telah memenuhi standard
administrasi yang baik seperti telah tertatanya antara lain
administrasi keuangan, sarana dan prasarana, data kepegawaian,
administrasi kantor, dan kesiswaan.

(131)
TEORI DAN PRAKTIK

3. Inisiatif baru dalam membantu para staf dalam menyusun program


yang sistematis, inisiatif beberapa kepala sekolah ditunjukkan
dengan memantau langsung aktifitas para staf saat bekerja
maupun ketika diadakan evaluasi.
4. Membantu stafnya dalam meningkatkan kapasistas mengajar;

Keberhasilan peran kepala sekolah juga terlihat dalam


perannya sebagai supervisor. Ini ditunjukkan dari:
1. Membantu staf dalam mengevaluasi dan aktif berdiskusi
kepada staf baik tentang kemajuan program pendidikan,
maupun pelaksanaan pelayanan sekolah.
2. Berkomunikasi dengan masyarakat (orang tua siswa) dan
komite dalam menjelaskan program-program dan aktif
meminta pertimbangan dan menyampaikan perkembangan
program kepada koomite sekolah

Keberhasilan sebagai supervisor juga ditunjukan kepala


sekolah berupa meningkatnya kesadaran para guru , karyawan, dan
tenaga pendidik dalam meningkatkan kinerja. Kinerja Guru dalam
Pelaksanaan MBS juga sangat baik yang ditandai dengan :
1. Kelengkapan Program Mengajar berupa pemahaman dalam
melaksanakan kurikulum,melengkapi silabus, RPP daftar hadir
program perbaikan dan pengayaan.
2. Penyajian Materi Pelajaran, penggunaan alat peraga, kegiatan
freetest dan posttest, proses umpan balik dalam setiap
pembelajaran, penggunaan model-model pembelajaran sebagian
besar telah melakukan dengan baik. Sebagian besar guru bahkan
menggunakan model-model pembelajaran yang inovatif dan
menyenangkan siswa, tidak terpusat pada cara tradisional. Banyak
guru telah menggunakan metode baru dengan variasi—variasi
penggunaan fasilitas media yang edukatif fsekaligus menghibur.

(132)
MBS KONTEMPORER

Demikianpula halnya dengan peran serta masyarakat dalam


pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) terlihat dari
dilibatkannya masyarakat melalui komite sekolah dalam merumuskan
Program Sekolah, Visi, Misi, Sasaran dan Tujuan sekolah, dan
masyarakat cukup aktif dalam memberikan saran terhadap rencana –
rencana dan diskusi yang dijalankan.
Beberapa saran dan pertimbangan yang sering diberikan oleh
masyarakat adalah keinginan masyarakat untuk membantu (menjaga)
agar anak-anak mereka bisa terhidan dari narkoba, masyarakat
banyak mengusulkan dan setuju dengan kegiatan ekstra kurikuler
agar waktu yang luang tidak digunakan untuk hal-hal negative.
Masyarakat juga banya meminta sarana dan prasarana pendidikan
ditingkatkan, dan beberapa sekolah mayoaritas mengusulkan agar
perluasan wilayah parkir. Banyaknya permintaan masyarakat
mengindikasikan bahwa masyarakat proaktif dalam program MBS.
Partisipasi dalam hal pengawasan pelaksanaan kebijakan dan
program sekolah lebih banyak yang mempercayakan sepenuhnya
kepada pengurus komite yang dianggap dapat mewakili semua
kepentingan mereka. Bahkan orangtua siswa sudah mempercayai
peranan komite sebagai wakil dari orang tua di sekolah. masyarakat
tidak banyak untuk melakukan pengawasan disebabkan karena faktor
kesibukan.
Dalam hal kesiswaaan program MBS telah membangkitkan
siswa lebih berkreativitas. Rata-rata di tingkat SMA, siswa diberikan
peran lebih untuk mengurus acara pentas seni, acara keagamaan,
kegiatan olah raga, bahkan pada bagian khusus missal pembuatan
buku tahunan dan perpisahan, banyak sekolah menyerahkan kegiatan
tersebut kepada siswa. Ini menunjukkan penerapan MBS sudah
sangat baik. Siswa diberikan ruang tersendiri sehingga dapat
mengembangkan potensi dan bakat mereka sejak dini.

(133)
TEORI DAN PRAKTIK

Tabel 1. Ciri-ciri sekolah yang melaksanakan MBS

Proses Belajar Sumber Daya Sumber Daya dan


Organisasi Sekolah
mengajar Manusia Administrasi
Menyediakan Meningkatkan Memberdayakan staf Mengidentifikasi
manajemen/ organisasi/ kualitas belajar dan menempatan sumber daya yang
kepemimpinan siswa. personil yang dapat diperlukan dan
transformasional dalam melayani keperluan mengalokasikan
mencapai tujuan sekolah. siswa. sumber daya tersebut
sesuai dengan
kebutuhan

Menyusun rencana Mengembangkan Memilih staf yang Mengelola sekolah


sekolah dan merumuskan kurikulum yang memiliki wawasan secara efektif dan
kebijakan untuk cocok dan tanggap MBS. efisien.
sekolahnya sendiri. terhadap
kebutuhan siswa
dan masyarakat.
Mengelola kegiatan Menyelenggaraka Menyediakan kegiatan Menyediakan
operasional sekolah. n pembelajaran untuk pengembangan dukungan
yang efektif. profesi bagi semua administratif.
staf.
Menjamin adnaya Menyediakan Menjamin Mengelola dan
komunikasi yang efektif program kesejahteraan staf dan memelihara gedung
antara sekolah dan pengembangan siswa. dan sarana.
masyarakat. yang diperlukan
siswa.
Menggerakkan Berperan serta Menyelenggarakan
partisipasi masyarakat. dalam memotivasi forum untuk
siswa. membahas kemajuan
kinerja sekolah.
Menjamin terpeliharanya
sekolah yang
bertanggung jawab
kepada masyarakat dan
pemerintah

Sumber : Fokus on School : The Future Organization of Education Service for Student,
Departement of Education, Queensland, Australia.

C. Praktik Ideal MBS Kontemporer


Pada pembahasan sebelumnya telah diperlihatkan proses MBS
di beberapa sekolah. Sekalipun proses itu dijelaskan secara umum,
namun demikianlah gambaran sederhana praktik dan proses MBS di

(134)
MBS KONTEMPORER

sekolah. Untuk memnambah pengayaan, pembaca dapat membaca


penelitian-penelitian yang banyak dilakukan oleh para peneliti yang
bisa pembaca jumpai di beberapa situs ilmiah. Disini penulis sekedar
menggambarkan penelitian singkat yang penulis lakukan, dan lebih
terfokus pada bagaimana praktik MBS ideal yang dijalankan melalui
teori-teori yang ilmiah.
Bagaimana sesungguhnya praktik MBS yang ideal itu? Tentu
saja MBS yang dijalankan dengan mengikuti aturan yang ditetapkan
baik oleh undang-undang maupun yang dikembangkan oleh para
peneliti. Pada kenyataannya, ternyata praktik MBS di satu daerah
berbeda dengan daerah lain. Itulah MBS, ia berkarakter fleksibel.
Sekali lagi, tentu saja itu berlaku dan terjadi. Setiap daerah memiliki
karakteristik tertentu dan mewakili psiko-sosial yang berbeda. MBS
harus dijalankan lewat tahapan – tahapan yang benar. Ia harus dimulai
dengan metodik dan terencana. Lakukan analisis yang mendalam
tentang potensi sekolah dan potensi social masyarakat. Satu sekolah
dalam satu daerah pedesaan dan berada di tengah pabrik pertanian
besar dengan sebagian besar penduduk bekerja sebagai buruhnya,
tentu membutuhkan pemikiran cermat dan waktu yang tepat untuk
menghadirkan mereka di sekolah. Pihak sekolah harus mengalah dan
memilih opsi hari libur sebagai waktu pertemuan. Mengundang
mereka pada jam kerja hanya berbuah kekecewaan.
Contoh lain, suatu sekolah dengan lingkungan pedesaan yang
asri dan luas. Sekalipun sekolah memiliki tanah yang luas, atau
banyak lahan yang bisa dimanfaatkan, adalah hal yang tidak perlu jika
sekolah merencanakan pembuatan sarana olah raga kolam renang
untuk menunjang kegiatan siswa. Selain di desa banyak ditemukan
sungai, masyarakat desa lebih cenderung pada olah raga yang diminati
secara mayoritas. Pilihan lapangan bola kaki akan lebih bermanfaat.
Masih pada sekolah yang berada di desa, praktik sosialisasi kepada
masyarakat saat pertemuan juga harus dipikirkan matang-matang.
Kepala sekolah tidak perlu berbicara dengan bahasa yang tinggi.
(135)
TEORI DAN PRAKTIK

Kepala sekolah harus memasyarakat dan berusaha berbaur dengan


nilai-nilai yang ada, jika perlu sesekali kepala sekolah berbicara
dengan bahasa daerah di mana masyarakat itu ada.
Praktik ideal MBS kontemporer sebagai mana yang penulis
sampaikan sebelumnya, berhubungan dengan era saat ini dengan
kemampuan Iptek semakin maju, dan nilai-nilai kemanusiaan-
keadilan begitu diagungkan,.Catatan yang penting untuk diingat
bahwa MBS Kontemporer lebih diarahkan pada manajemen
pengelolaan dan pelaksanaan program yang lebih berorientasi pada :
1. Pemanfaatan tekhnologi dan jaringan, dimana tata kelola
layanan sudah diharapkan menggunakan sistem komputerisasi,
dan pemanfaatan sarana mediadaring pada beberapa bagian
pelayanan. Sementara pemanfaatan internet dipentingkan
dalam proses pembelajaran misalnya penambahan sarana
belajar elearning, pemnafaatan pengetahuan pustaka digital
dan hal-hal lain yang mengikuti perkembangan tekhnologi.
Sekolah harus memanfaatkan secara maksimal perkembangan
kemajuan tekhnologi ini dalam menerapkan system MBS
kontemporer. MBS Kontemporer harusm meiliki respon yang
kuat dan dalam terhadap pemanfaatan sarana teknologi,
informasi dan multimedia.
2. Metode pelayanan sekolah yang Humanis dan fleksibel.
Dimana area penerapan kedisiplinan menjadi target utama,
karena banyak sekali aturan –aturan pengelolaan yang hanya
mementingkan tujuan pencapaian namun abad dalam hal
kemanusiaan. Area penerapan antara lain bisa diterapkan pada
bagiaman membuat sanksi pada tindakan pendisplinan yang
lebih manusiwi, bagaimana memberikan upah pegawai yang
manusiawi, termasuk pula jam belajar yang efektif dan efesien
dengan tidak membnuh hak hak siswa untuk berada di
lingkungan keluarga dan masyarakat. MBS Kontemporer

(136)
MBS KONTEMPORER

sudah selayaknya menjunjung tinggi prinsip kemanusian dan


keadilan.
3. Manajemen MBS harus menjalankan program dengan
pendekatan yang menjamin tersedianya rasa aman. Pada era
sekarang, rasa aman menjadi bagian penting dari kehidupan
umat manusia. Tingginya tingkat kejahatan, kekerasan
terhadap perempuan, tawuran pelajar, penyalahgunaan
narkoba, dan sex pranikah jadi isu sentre setidaknya 10 atau
bahkan 20 tahun terakhir. MBS kontemporer harus
memastikan bagaimana program- program yang dijalankannya
harus sinergis dengan kebutuhan masuarakat akan rasa aman
anak-anak mereka yang bersekolah.
4. MBS kontemporer adalah MBS yang adaptif. Ia dirancang
untuk bisa bertahan dalam waktu yang lama dan mampu
menjawab persoalan pendidikan secar tuntas dan cepat. Bahwa
kekecewaan terhadap lembaga pendidikan selama ini salah
satu akibat karena lemahnya manajemen pengelolaan. MBS
Kontemporer yang lebih terbuka dan transparan diharpkan
mampu menjadi MBS adaptif yang mampu menjawab
persoalan pendidikan dan menyesuaikan diri dengan
perubahan lingkungan yang sering terjadi tiba-tiba. Perubahan
lingkungan yang paling sering terjadi dan bisa memberi
dampak kegoncangan manajemen adalah perubahan-
perubahan di bidang kebijakan pendidikan. Ini menjadi catatan
penting pengelola pendidikan untuk mempersiapkan segala
antisipasi terhadap perubahan yang bisa terjadi di berbagai
level dan berbagai dimensi.0

Nurkholis (2003:132), mengemukakan sembilan strategi


keberhasilan implementasi MBS. Pertama, sekolah harus memiliki
otonomi terhadap empat hal, yaitu dimilikinya otonomi dalam
kekuasaan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan dan
(137)
TEORI DAN PRAKTIK

ketrampilan secara berkesinambungan, akses informasi ke segala


bagian, serta pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang
berhasil. Mulyasa (2005:41), menyatakan bahwa salah satu bentuk
otonomi sekolah adalah kebijakan pengembangan kurikulum yang
mengacu kepada standar kompetensi, kompetensi dasar, dan standar
isi, serta pembelajaran beserta sistem evaluasinya, sepenuhnya
menjadi wewenang sekolah, yang disesuaikan dengan kebutuhan
siswa dan masyarakat yang dilakukan secara fleksibel. Dengan
demikian, otonomi sekolah yang dilakukan secara benar dalam
kerangka implementasi MBS diharapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah.
Kedua, adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal
pembiayaan, proses pengambila keputusan terhadap kurikulum dan
pembelajaran dan non-pembelajaran. Menurutnya, sekolah harus lebih
banyak mengajak lingkungan dalam mengelola sekolah karena
bagaimanapun sekolah adalah bagian dari masyarakat secara luas.
Wujud dari partisipasi masyarakat dan orang tua siswa bukan hanya
sebatas dalam bantuan dana, tetapi lebih dari itu dalam memikirkan
peningkatan kualitas sekolah. Misalnya, partisipasi masyarakat dalam
merencanakan dan mengembangkan program-program pendidikan.
Pembahasan lebih lanjut dari peran serta masyarakat ini disajikan
dalam Unit 4.
Ketiga, adanya kepemimpinan sekolah yang kuat sehingga
mampu menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumber daya
sekolah secara efektif. Kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi
atas pembangunan dan pengembangan sekolah secara umum. Dalam
MBS kepala sekolah berperan sebagai designer, motivator, dan
liaison. Oleh karena itu, pengangkatan kepala sekolah harus
didasarkan atas kemampuan manajerial dan kepemimpinan, dan
bukan lagi didasarkan atas jenjang kepangkatan.

(138)
MBS KONTEMPORER

Menurut Mulyasa (2005:98), Kepala sekolah merupakan


―sosok kunci‖ (the key person) keberhasilan peningkatan kualitas
pendidikan di sekolah dalam kerangka implementasi MBS. Oleh
karena itu, dalam implementasi MBS kepala sekolah harus memiliki
visi, misi dan wawasan yang luas tentang sekolah yang efektif serta
kemampuan profesional dalam mewujudkannya melalui perencanaan,
kepemimpinan, manajerial dan supervisi pendidikan. Kepala sekolah
juga dituntut untuk menjalin kerjasama yang harmonis dengan
berbagai pihak yang terkait dengan program pendidikan di sekolah.
Singkatnya, dalam implementasi MBS, kepala sekolah harus mampu
berperan sebagai educator, manajer, administrator, supervisor,
leader, innovator dan motivator.
Keempat, adanya proses pengambilan keputusan yang
demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang efektif. Dalam
pengambilan keputusan kepala sekolah harus mengembangkan iklim
demokratis dan memperhatikan aspirasi dari bawah. Konsumen yang
harus dilayani kepala sekolah adalah murid dan orang tuanya, serta
masyarakat dan para guru. Kelima, semua pihak harus memahami
peran dan tanggung jawabnya secara sungguh-sungguh. Untuk bisa
memahami peran dan tanggung jawabnya masing-masing harus ada
sosialisasi tentang konsep MBS.
Keenam, adanya panduan (guidelines) dari Departemen
Pendidikan terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di
sekolah secara efisien dan efektif. Dengan dasar hukum pelaksanaan
MBS yang tertuang dalam UU No. 25 Tahun 2000, dan UU No. 20
Tahun 2003, Departemen Pendidikan diharapkan memberikan
panduan sebagai rambu-rambu dalam pelaksanaan MBS yang sifatnya
tidak mengekang dan membelenggu sekolah.
Ketujuh, sekolah harus transparan dan akuntabel yang minimal
diwujudkan dalam laporan pertanggung jawaban tahunan.
Akuntabilitas sebagai bentuk pertanggung jawaban sekolah terhadap

(139)
TEORI DAN PRAKTIK

semua stakeholder. Untuk itu, sekolah harus dikelola secara


transparan, demokratis, dan terbuka terhadap segala bidang yang
dijalankan dan kepada setiap pihak terkait. Kedelapan, penerapan
MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah, khususnya
pada peningkatan prestasi belajar siswa. Kesembilan, implementasi
diawali dengan sosialisasi konsep MBS, identifikasi peran masing-
masing, pembangunan kelembagaan (capacity building), pengadaan
pelatihan-pelatihan terhadap peran barunya, implementasi pada proses
pembelajaran, monitoring dan evaluasi, serta melakukan perbaikan-
perbaikan.
Bagi sekolah yang sudah beroperasi, Umaedi (2004)
mengajukan paling tidak ada 6 langkah yang dapat dilakukan dalam
implementasi MBS, yaitu: Evaluasi diri (self assessment); Perumusan
visi, misi, dan tujuan; Perencanaan; Pelaksanaan; Evaluasi; Pelaporan.
1. Evaluasi Diri (Self Assessment) Evaluasi diri merupakan
langkah awal bagi sekolah yang ingin atau akan melaksanakan
Manajemen Berbasis Sekolah. Kegiatan ini dimulai dengan curah
pendapat (brainstorming) yang diikuti oleh kepala sekolah, guru,
dan seluruh staf, serta diikuti juga anggota Komite Sekolah.
Prakarsa dan pimpinan rapat adalah Kepala Sekolah. Evaluasi
atau penilaian diri (self assesment) sering disebut school review
atau penilaian keadaan sekolah secara menyeluruh sebagai
tindakan awal sebelum melakukan perencanaan pengembangan.
2. Perumusan visi, misi, dan tujuan. Bagi sekolah yang baru
didirikan, perumusan visi dan misi serta tujuan merupakan
langkah awal yang harus dilakukan, menjelaskan ke mana arah
pendidikan yang ingin dituju oleh para pendiri/penyelenggara
pendidikan. Bagi sekolah yang sudah berjalan, perumusan visi,
misi, dan tujuan merupakan langkah lanjutan atau langkah kedua
sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi diri terutama bagi
sekolah yang belum memiliki rumusan yang jelas.

(140)
MBS KONTEMPORER

3. Perencanaan. Perencanaan pada tingkat sekolah adalah kegiatan


yang ditujukan untuk menjawab apa yang harus dilakukan dan
bagaimana melakukannya untuk mewujudkan tujuan (tujuan-
tujuan) yang telah ditetapkan/disepakati pada sekolah yang
bersangkutan, termasuk anggaran yang diperlukan untuk
membiayai kegiatan yang direncanakan, dan terakhir
4. Pelaksanaan (1) Peran Kepala Sekolah Dalam bahasan tentang
ciri-ciri sekolah efektif, salah satunya adalah kepemimpinan yang
kuat (strong leadership), yaitu kepemimpinan yang mampu
mengarahkan, menggerakkan, mempengaruhi, dan memotivasi
staf yang dipimpinnya sehingga para pengikutnya dengan sadar
dan sukarela, bahkan dengan senang hati bersedia baik secara
individual maupun secara kelompok (tim) melakukan tugas-tugas
organisasi tanpa harus dipaksa atau ditakut-takuti. (2). Peran
Guru dan Staf Sekolah (3). Peran Orang Tua Siswa dan
Masyarakat (4) Peran Siswa/Murid
5. Evaluasi
6. Pelaporan. Pelaporan diartikan sebagai pemberian atau
penyampaian informasi tertulis dan resmi kepada berbagai pihak
yang berkepentingan (stakeholder), mengenai aktivitas
manajemen satuan pendidikan dan hasil yang dicapai dalam
kurun waktu tertentu berdasarkan rencana dan aturan yang telah
ditetapkan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tugas dan
fungsi yang diemban oleh satuan pendidikan tersebut.
Komite Sekolah yang kini sudah terbentuk di hampir di
seluruh kabupaten/kota dan satuan pendidikan hingga kini masih
bervariasi bentuk dan model pengelolaannya baik secara struktur,
maupun pada proses pelaksanaannya, sehingga tingkat efektivitas dan
efisiensinya memiliki perbedaan di tiap sekolah. Sekalipun
demikian, dalam perbedaan-perbedaan pada struktur dan fungsi
badan-badan tersebut pada masing-masing daerah, satu hal yang
(141)
TEORI DAN PRAKTIK

harus sama adalah dampaknya harus positif terhadap peningkatan


efisiensi dan efektivitas pembangunan pendidikan di setiap daerah,
sesuai dengan kebijakan pendidikan yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah. Oleh karena itu para stakeholder pendidikan maupun
masyarakat luas perlu memahami keberadaan Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah secara baik, agar keberadaan badan-badan tersebut
menjadi aset yang berharga bagi peningkatan mutu pendidikan
(Depdiknas, 2004b).
Baik lewat pelaksanaan kajian di negara-negara lain maupun
yang tersurat dan tersirat dalam kebijakan pemerintah dan Sisdiknas
No. 20 Tahun 2003, serta aspirasi masyarakat yang berkembang,
setidaknya ada empat aspek yang tercakup sebagai tujuan dari MBS,
kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan, efektivitas, dan efisiensi serta
akuntabilitas. Dan untuk menghasilkan kondisi MBS yang ideal,
maka keempat aspek tersebut harus dipenuhi yaitu :
Kualitas (mutu) dan Relevansi Manajemen Berbasis Sekolah
bertujuan mencapai mutu (quality) dan relevansi pendidikan yang
setinggi-tingginya, dengan tolak ukur penilaian pada hasil (output
dan outcome) bukan pada metodologi atau prosesnya. Mutu relevansi
ada yang memandangnya sebagai satu kesatuan substansi, artinya
hasil pendidikan yang bermutu sekaligus yang memisahkan keduanya
maka mutu lebih merujuk pada dicapainya tujuan spesifik oleh siswa
(kelulusan), seperti nilai ujian atau prestasi lainnya, sedangkan
relevansi lebih merujuk pada manfaat apa yang diperoleh siswa
melalui pendidikan dalam berbagai lingkup/tuntutan kehidupan
(dampak), termasuk juga ranah pendidikan yang tidak diujikan.
Keadilan. Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan menjamin
keadilan bagi setiap anak untuk memperoleh layanan pendidikan
yang bermutu di sekolah yang bersangkutan. Dengan asumsi bahwa
setiap anak berpotensi untuk belajar maka Manajemen Berbasis
(142)
MBS KONTEMPORER

Sekolah memberi keleluasaan kepada setiap sekolah untuk


menangani setiap anak dengan latar belakang sosial ekonomi dan
psikologis yang beragam untuk memperoleh kesempatan dan layanan
yang memungkinkan semua anak dan masing-masing anak
berkembang secara optimal. Antar sekolah harus saling memacu
prestasi, tetapi setiap sekolah harus melayani setiap anak (bukan
hanya yang pandai), dan secara keseluruhan sekolah harus mencapai
standar kompetensi minimal bagi setiap anak yang diluluskan.
Keadilan ini begitu penting sehingga para ahli sekolah efektif
menyingkat tujuan sekolahnya hanya dengan mutu dan keadilan atau
quality and equity.
Efektivitas dan Efisiensi. Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan
meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Elektivitas merupakan
pengelolaan dan penggunaan semua input dalam bentuk non-uang
(jumlah dan jenis buku, peralatan, pengorganisasian kelas,
metodologi, strategi pembelajaran dll.) dihubungkan dengan hasil
yang di capai (output-outcome). Efektivitas berhubungan dengan
proses, prosedur, dan ketepatgunaan semua input yang di pakai dalam
proses pendidikan sehingga menghasilkan hasil belajar siswa seperti
yang di harapkan (sesuai tujuan). Efisiensi yang berhubungan dengan
nilai uang yang dikeluarkan atau biaya (cost) untuk memenuhi semua
input (proses dan semua input yang digunakan dalam proses)
dibandingkan atau dihubungkan dengan hasilnya (hasil belajar
siswa). Jadi, apabila yang dibahas dalam proses pendidikan untuk
mencapai hasil (tujuan) bersifat non-uang maka pembahasan
berhubungan dengan efektivitas sekolah, sebaliknya kalau yang
dibahas dalam proses pendidikan di sekolah untuk mencapai hasil
sesuai tujuan dihitung dalam bentuk uang (Rp) maka kita membahas
efisiensi. Kedua proses dibandingkan hasilnya. MBS diharapkan
dapat memenuhi efektivitas dan efisiensi sekolah karena perencanaan

(143)
TEORI DAN PRAKTIK

dibuat sesuai dengan kebutuhan sekolah, sedangkan pelaksanaannya


juga diawasi oleh masyarakat.
Akuntabilitas. Akuntabilitas adalah pertanggung jawaban atas
semua yang dikerjakan sesuai wewenang dan tanggung jawab yang
diperolehnya. Dengan melaksanakan semua pedoman dan petunjuk.
sekolah telah merasa melaksanakan tugas dengan baik. Untuk
memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan besar
memerlukan tambahan pelatihan kepemimpinan.
Selanjutnya syarat penting yang harus dilakukan sebelum
melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah harus: mendapat
dukungan staf sekolah, MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan
secara bertahap, Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh
pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar
menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru,
Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan
waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur, dan pemerintah pusat
dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah,
dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para
guru dan orang tua murid.
Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak
awal, mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah
ditangani sebelum penerapan MBS. Dua unsur penting adalah
pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan
tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak
yang berkepentingan. Selain itu. semua yang terlibat harus
memahami apa saja tanggungjawab pengambilan keputusan yang
dapat dibagi, oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.69

69
Nurkolis, 2003. Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta :
Grasindo.
(144)
MBS KONTEMPORER

D. Delapan (8) Standar Pendidikan Nasional


Standar Nasional Pendidikan adalah suatu kriteria atau
standar minimal terkait pelaksanaan sistem pendidikan yang ada di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Fungsi
dari Standar Nasional Pendidikan ini adalah sebagai dasar dalam
melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan
untuk mewujudkan pendidikan nasional yang berkualitas. Sedangkan
tujuan utama dari Standar Nasional Pendidikan adalah untuk
menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, membentuk karakter dan peradaban bangsa yang
bermartabat. Menurut penjelasan dari Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP), berikut ini adalah 8 standar pendidikan nasional
di Indonesia:
1. Standar Isi. Hal-hal yang diatur dalam Standar Isi
mencakup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk
mencapai kompetensi lulusan minimal untuk jenis dan jenjang
pendidikan tertentu. Di dalam Standar Isi terdapat kerangka dasar dan
struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan
pendidikan, dan kalender pendidikan. Peraturan Menteri terkait
Standar Isi: Permen No. 22 tahun 2006, Permen No. 24 tahun 2006,
Permen No. 14 Tahun 2007
2. Standar Kompetensi Lulusan. Pedoman penilaian dalam
penentuan kelulusan peserta didik menggunakan Standar Kompetensi
Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Hal-hal yang
diatur dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mencakup standar
kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah,
standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan
standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. Peraturan
Menteri terkait Standar Kompetensi Lulusan: Permen No. 23 Tahun
2006, Permen No. 24 tahun 2006

(145)
TEORI DAN PRAKTIK

3. Standar Proses Pendidikan. Dalam pelaksanaan


pembelajaran pada satuan pendidikan dilaksanakan secara interaktif,
inspiratif, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk aktif
berpartisipasi. Proses belajar-mengajar ini juga memberikan ruang
bagi kreativitas, prakarsa, dan kemandirian sesuai dengan minat,
bakat, dan perkembangan psikologis/ fisik para peserta didik.
Peraturan Menteri terkait Standar Proses Pendidikan: Permen No. 41
Tahun 2007, Permen No. 1 Tahun 2008, Permen No. 3 Tahun 2008
4. Standar Sarana dan Prasarana. Semua satuan pendidikan
harus dilengkapi dengan sarana pendidikan seperti media pendidikan,
peralatan pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, perabot, dan
perlengkapan lainnya. Semua satuan pendidikan harus dilengkapi
dengan prasarana pendidikan seperti lahan, ruang kelas, ruang
pendidik, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang perpustakaan,
dan prasarana pendukung lainnya. Peraturan Menteri terkait Standar
Sarana dan Prasarana: Permen No. 24 Tahun 2007, Permen No. 33
Tahun 2008, Permen No. 40 Tahun 2008
5. Standar Pengelolaan. Standar Pengelolaan mencakup tiga
bagian, yaitu; Standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, Standar
pengelolaan oleh Pemerintah Daerah, Standar pengelolaan oleh
Pemerintah. Peraturan Menteri terkait Standar Pengelolaan: Permen
No. 19 Tahun 2007
6. Standar Pembiayaan Pendidikan. Beberapa hal yang
termasuk di dalam Standar Pembiayaan Pendidikan adalah biaya
investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan
pendidikan mencakup biaya pengadaan prasarana dan sarana
pendidikan, modal kerja tetap, dan pengembangan sumber daya
manusia. Biaya operasi satuan pendidikan mencakup gaji tenaga
pendidik, peralatan pendidikan, biaya pemeliharaan saran dan
prasarana, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Biaya personal
mencakup biaya pendidikan yang harus dibayar peserta didik agar
(146)
MBS KONTEMPORER

dapat mengikuti proses belajar-mengajar. Peraturan Menteri terkait


Standar Pembiayaan Pendidikan: Permen No. 69 Tahun 2009.
7. Standar Penilaian Pendidikan. Beberapa hal yang
termasuk di dalam Standar Penilaian Pendidikan diantaranya
penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Peraturan Menteri terkait Standar Penilaian Pendidikan: Permen No.
20 Tahun 2007
8. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Tenaga
pendidik atau guru harus mempunyai kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat rohani dan jasmani,
serta mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pendidik
harus memiliki ijazah dan/ atau sertifikat keahlian sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Adapun kompetensi
yang harus dimiliki oleh tenaga pendidik adalah sebagai berikut:
Kompetensi pedagogik, Kompetensi kepribadian, Kompetensi
profesional, Kompetensi sosial. Peraturan Menteri terkait Standar
Pendidik dan Tenaga Kependidikan: Permen No. 12 Tahun 2007,
Permen No. 13 tahun 2007, Permen No. 16 Tahun 2007, Permen No.
24 Tahun 2008, Permen No. 25 Tahun 2008, Permen No. 26 Tahun
2008, Permen No. 27 Tahun 2008, Permen No. 40 – 45 Tahun 2009.

Fungsi dan tujuan utama dari Standar Nasional Pendidikan ini


adalah sebagai dasar pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Dengan
demikian, pelaksanaan MBS juga harus memenuhi berlakunyasyarat
dalam Point Standar Pendidikan Nasional ini. Berikut penjelasan
selengkapnya:
1. Standar Nasional Pendidikan memiliki fungsi sebagai acuan atau
dasar dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
demi untuk mewujudkan pendidikan nasional yang berkualitas.

(147)
TEORI DAN PRAKTIK

2. Standar Pendidikan Nasional bertujuan untuk memberikan


jaminan pendidikan nasional yang bermutu dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk karakter, serta
peradaban bangsa yang bermartabat.
3. Standari Nasional Pendidikan diselenggarakan secara terencana,
terarah, dan berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan dan
perubahan kehidupan nasional dan global.

E. Ikhtiar lain Menyangkut Pendidikan


1. Mutu Pendidikan.
Dalam pandangan Umaedi (2004) mutu dapat diartikan
sebagai derajat keunggulan suatu barang dan jasa dibandingkan
dengan yang lain. Mutu dalam pendidikan dapat dilihat dari segi
relevansinya dengan kebutuhan masyarakat, cepat tidaknya lulusan
memperoleh pekerjaan yang bergaji besar serta kemampuan seseorang
di dalam mengatasi berbagai persoalan hidup.
Selanjutnya, Umadei menjelaskan alam konteks pendidikan,
pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.
Input pendidikan mengandung arti segala sesuatu yang harus tersedia
karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Input pendidikan
terdiri dari: (1) Sumber daya, yang meliputi sumber daya manusia
(kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa) dan sumber daya
selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan dsb). (2) Perangkat
lunak, yang meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan
perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program dsb, (3)
Harapan-harapan berupa visi, misi- tujuan, dan sasaran-sasaran yang
ingin dicapai oleh sekolah. Proses pendidikan merupakan berubahnya
sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam pendidikan yang berskala
mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses
pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses
pengelolaan program, proses belajar mengajar,dan proses monitoring
(148)
MBS KONTEMPORER

dan evaluasi. Proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan


tertinggi dibandingkan dengan lainnya. Proses dikatakan bermutu
tinggi apabila pengkoordinasian, penyerasian serta pemaduan input
sekolah dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan
situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning),
mampu mendorong motivasi dan minat belajar dan benar-benar
mampu memberdayakan peserta didik. Output pendidikan merupakan
kinerja sekolah.

2. Kinerja.
Menurut Bernardin dan Russel kinerja adalah catatan tentang
hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu
selama kurun waktu tertentu. Armstrong mengemukakan bahwa
kinerja harus didefinisikan sebagai hasil pekerjaan. Selain itu Edwin
Locke mengemukakan bahwa secara historis, kinerja didefinisikan
sebagai serangkaian pernyataan tugas yang berasal dari deskripsi
pekerjaan, kemudian dinilai untuk mengetahui sejauh mana mereka
melaksanakan tugas tersebut.70
Supardi menjelaskan secara lebih luas. Ia mendefinisikan
kinerja sebagai hasil kerja yang telah dicapai oleh seseorang dalam
suatu organisasi untuk mencapai tujuan berdasarkan atas standarisasi
atau ukuran dan waktu yang disesuaikan dengan jenis pekerjaannya
dan sesuai dengan norma dan etika yang telah ditetapkan.71
Peneliti lain, yakni Mangkunegara telah menjelaskan kinerja
dan pencapaiannya. Ia menjelaskan bahwa factor yang mempengaruhi
kinerja dalam organisasi tediri atas dua, yaitu faktor individu dan
faktor lingkungan organisasi. Secara psikologis, individu yang normal
adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi
70
Edwin Locke, Handbook of principles of Organizational Behavior (Chippenham, Wiltshire:
Antony Rowe Ltd, 2009), hal. 86.
71
Supardi, Kinerja Guru (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), hal. 46-47.
(149)
TEORI DAN PRAKTIK

psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas


yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik., maka individu tersebut
memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini
merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola
dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam
melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai
tujuan organisasi. Sedangkan faktor lingkungan organisasi sangat
menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor
lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang
jelas, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja harmonis,
iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja
yang relative memadai.
Amstrong dan Baron secara lengkap menjelaskan bahwa
empat faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu: 1) faktor personal,
meliputi ketrampilan individual, kompetensi, motivasi, dan komitmen,
2) faktor kepemimpinan, yaitu kualitas dari pemberian motivasi,
bimbingan dan dorongan yang diberikan oleh pimpinan, 3) faktor
sistem pekerjaan dan fasilitas yang diberikan oleh organisasi, dan 4)
faktor situasional, meliputi perubahan dan penekanan dari factor
internal dan eksternal.72
Sedangkan menurut Rivai dan Sagala adapun aspek-aspek
yang dinilai untuk mengukur kinerja seseorang berdasarkan hasil studi
Lazer dan Wikstrom dapat dikelompokkan sebagai berikut:73 Pertama
kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan,
metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan
tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya. Kedua
kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami

72
Michel Amstrong and Anggela Baron, Organizational Behavior, (New Jersey. Prentice Hall,
2000), hal. 16-17
73
Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, Manjemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan
Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: RajaGrafindo. 2009), hal. 563.
(150)
MBS KONTEMPORER

kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang gerak dari unit


masing-masing ke dalam bidang operasional organisasi secara
menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas,
fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan. Ketiga
kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan
untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan,
melakukan negosiasi, dan lain-lain.
Berdasarkan teori-teori di atas, penulis menyimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu dalam organisasi
dapat bersumber dari lingkungan maupun individu itu sendiri. Faktor
lingkungan yakni faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi,
seperti kepemimpinan, lingkungan kerja, karakteristik pekerjaan, dan
lain-lain sebagainya. Sedangkan faktor individu berhubungan dengan
watak, dan kualifikasi pribadi, motivasi dan komitmen organisasi.
Dengan demikian, dalam penelitian ini, penulis mendefiniskan
bahwa kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari
prilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya dan
kuantitasnya, serta efektivitasnya dan prodrutivitasnya. Untuk
mengetahui tingkat kinerja sekolah bisa ditunjukkan oleh berbagai
indikator. Salah satunya indicator output sekolah yang berkualitas
antara lain : prestasi belajar siswa dibidang akademik maupun non-
akademik, kualitas siswa pergaulan dan etika anak didik di tengah
masyarakat.

(151)
TEORI DAN PRAKTIK

(152)
MBS KONTEMPORER

BAGIAN KELENAM
PENUTUP
MBS KONTEMPORER, SUATU MODEL
MANAJEMEN PENDIDIKAN TANGGUH

SEJARAH pendidikan di Indonesia sudah dimulai sejak


jaman penjajahan dengan segala permasalahannya, dengan segala
penyakit dan obat yang kemudian menyembuhkannya. Ketika
lndonesia merdeka, pendidikan kita pun mulai bangkit, ia tumbuh dan
mengisi ruang-ruang pembangunan. Menyapa seluruh manusia
Indonesia yang belum tersentuh arti pendidikan. Hingga sampailah
kita pada hari ini, massa ketika pendidikan jadi dambaan, sehingga
predikat sebagai manusia berpendidikan pun menjadi cita-cita siapa
saja, tanpa memanda rasa atau suku, semua sama berbaung dalam
ruang-ruang pendidikan..
Beberapa tahun lalu, dengan disahkannya UU Sisdiknas tahun
2003,terjadi pergeseran paradigma pendidikan dari yang semula
dalam kemasan sentralistik menjadi terbuka oleh system
desentralistik. Pasal 51 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003
menyatakan bahwa ―Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah/madrasah‖.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan konsep
pengelolaan sekolah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan secara lebih baik dan lebih luas. Upaya mewujudkan
praktik model MBS yang ideal tidaklah mudah karena terbatasnya
sumber daya dan dibtuuhkan energy yang besar dan kemauan kuat
dari pengelola. Maka pencapaian tujuan MBS akhirnya dilakukan
secara bertahap yang dibagi ke dalam strategi jangka pendek,
menengah, dan panjang.
(153)
TEORI DAN PRAKTIK

Pemberdayaan sekolah sekaligus pemberdayaan masyrakat


dengan manajemen partisipatif-nya lewat hadiah otonomi sekolah
yang lebih besar, di samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah
terhadap kebutuhan masyarakat akan pendidikan, juga dapat dipakai
sebagai upaya efesiensi anggaran. Ini dapat dijelaskan bahwa krisis
besar di tahun 1997 berdampak luas terhadap perekonomian Indonesia
termasuk pendidikan.
Kini, pemerintah telah percaya bahwa kepala sekolah dan
dewan sekolah mampun menentukan cara mencapai sasaran
pendidikan di masing-masing sekolah. Kepercayaan ini harus dijawab
dengan catatan keberhasilan. Setiap sekolah perlu menyusun laporan
kinerja tahunan yang mencakup ―seberapa tinggi kinerja sekolah
bagaimana alokasi pemanfaatan dana serta inovasi apa yang telah
dikembangkan dalam mencapai tujuan keberhasilan pendidikan.‖
Untuk menyukseskan MBS perlu ditingkatkan berbagai
pelatihan dalam bidang-bidang manajemen, seperti bagaimana tekhnik
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, penanganan konflik,
tekhnik mkominkasi masa, tekhnik pemberdayaan masyarakat, dan
berbagai pelatihan yang mampu memperkuat dan memperkukuh
eksistensi dan kapasitas pengelola MBS.
Zaman semakin berkembang, Konsep MBS yang diundangkan
pada 2003 lalu, siap-siap menerima tantangan baru berupa kemajuan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Kini zaman kompetisi yang penuh
tantangan di mana semua sistem terkomputerisasi. Semua fasilitas
komuniksai telah berbentuk visual, semua serba online, semua bisa
dilakukan secara cepat dan efesien. MBS harus segera beradaptasi,
mengenakan seragam tekhnologi dan bertarung dalam kecepatan
dunia maya. MBS kontemporer adalah ikhtiar baru dunia pendidikan
Indonesia dalam menjawab tantangan zaman.

(154)
MBS KONTEMPORER

(155)
TEORI DAN PRAKTIK

(156)
MBS KONTEMPORER

(157)
TEORI DAN PRAKTIK

(158)
MBS KONTEMPORER

(159)
TEORI DAN PRAKTIK

(160)
MBS KONTEMPORER

(161)
TEORI DAN PRAKTIK

(162)
MBS KONTEMPORER

(163)
TEORI DAN PRAKTIK

(164)
MBS KONTEMPORER

DAFTAR PUSTAKA

Authoritarian to democratic Goverments : The Cases of Argentina,


Colombia, Venezuela, and Spain, dalam lnternasional Jurnal of
Educational Development, Vol 32. No.1. Hal. 96-97.
A. Malik Fadjar, Kata Pengantar dalam Ibtisam Abu Duhou, School-
Based Management, Penerjemah Noryamin Aini, dkk
Candoli, Site-Based Management in Education : How to Make It Work in
Your School, (Lancaster : Technomic Publishing Co, 1995), hal.
Xi
Donni Juni Priansa dan Rismi Somad, Manajemen Supervisi &
Kepemimpinan Kepala Sekolah, Bandung: Alfabeta. 2014
Depdiknas, Panduan Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum. 2001
Dorothy Myers dan Robert Stonehill, School based Management, Office
of Research Education: Cunsumer Guide, 1993
Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta,
2008
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Jakarta Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional, 2007
Dewi Widiyastuti, Makalah, 2019 https:// afidburhanuddin.
wordpress.com/2014/01/18 /konsep-dan-penerapan-manajemen-
berbasis-sekolah/ di akses tanggal 12 Juli 2019
Edwin Locke, Handbook of principles of Organizational Behavior
Chippenham, Wiltshire: Antony Rowe Ltd, 2009
Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia Prenadamedia Group,
2015
Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (ed) Reformasi Pendidikan Dalam Otonomi
Daerah, Yogyakarta : Adicita Karya Nusa, 2001
(165)
TEORI DAN PRAKTIK

Handayani, Suci. Perlibatan Masyarakat Marginal Dalam Perencanaan


dan Penganggaran Partisipasi (Cetakan Pertama). Kompi Solo,
Surakarta: 2006.
HAR, Tilaar. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. JJakarta : Rineka
Cipta: 2009
Ibtisam Abu Duhou, School-Based Management, Penerjemah Noryamin
Aini, dkk, Jakarta : Logos, 2002
Lias Hasibuan, Kurikulum & Pemikiran Pendidikan Jakarta: Gaung
Persada Press, 2010
Mulyana E, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah Strategi dan
Implementasi, Bandung : Rosda Karya, 2004,
Mulyasa, E. Managemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan
Implementasi. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2009
Mulyasa, E. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep Strategi, dan
lmplementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2002.
Mulyasa, E.. Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta:
Remaja Rosdakarya. 2013
Mulyasa, E. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung : PT Remaja
Rosda Karya. 2005
Miftah Thoha, Perilaku Organisasi, Jakarta : Rajawali, 1983
Mukhtar, dkk Memaksimalkan Kinerja Sekolah, Jambi – KSP Jambi,
2017
Muspawi, dkk, Menjadi Pemimpin Inovatif., Jambi - KSP 2017
Michel Amstrong and Anggela Baron, Organizational Behavior, New
Jersey. Prentice Hall, 2000
Mark Hanson, Educational Reform and The Transition From
Authoritarian to democratic Goverments : The Cases of
Argentina, Colombia, Venezuela, and Spain, dalam Internasional
Junal of Educational Development, Vol 32, No.1. 1997.

(166)
MBS KONTEMPORER

Nurkholis. Manajemen Berbasis Sekolah : Teori, Model dan


Implementasi. Jakarta : PT. Grasindo. 2003.
Nurkholis Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi,
Jakarta: PT. Gramedia, Widiasarana Indonesia, 2003
Nanang Fattah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan
Sekolah, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004
Onisimus Amtu, Manajemen Pendidikan di Era Otonomi Daerah,
Konsep, Strategi, dan Implementasi, Bandung, Alfabeta 2011
Ogawa, R. T.; and Kranz, J. "What Do We Know About School-Based
Management? A Case Study of the Literature--A Call for
Research." edited by W. H. Clune and J. F. Witte. New York:
The Falmer Press, 1990
Paul Suparno, Dkk. Reformasi Pendidikan, Cet-9 Yogyakarta Kanisius,
2002
Ralph M. Stogdill, Handbook Of Leadership, New York : The Free Press,
1974
Rohiyat, Manajemen Sekolah Teori Dasar dan Praktik, Bandung, PT.
Refika Aditama. 2010
School-based decision-making and management / edited by Judith D.
Chapman. London ; New York : Falmer Press, 1990.
Savina Salim, Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Sri Rahmi, Kepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi:
Ilustrasi di Bidang Pendidikan Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014
Slamet, M. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor:
IPB Press 2003
Sondang P Siagian Manajemen Sumber daya Manusia, Bumi Aksara
2002 -314
Sugiyah. Partisipasi Komite Sekolah dalam penyelenggaraan Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional di Sekolah Dasar Negeri IV Wates,
Kabupaten Kulon Progo. Tesis. PPs UNY., (2010).

(167)
TEORI DAN PRAKTIK

Siti Irene A.D., Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam


Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2001
Syaiful Sagala Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, Strategi
memenangkan persaingan mutu, Jakarta: Rakasta Samasta, 2004
Supardi, Kinerja Guru Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014
Soetopo, H. Manajemen Berbasis Seklah & Kurikulum Berbasis
Kompetensi: Bunga Rampai Pokok Pikiran Pembaharuan
Pendidikan di Indonesia. Malang: FIP UM. 2009
Suryono, Agus. Teori dan Isi Pembangunan. Malang: Universitas Negeri
Malang. UM Press 2001
Suryosubroto, B. Manajemen Perndidikan di Sekolah. Jakarta : Rineka
Cipta. 2010
Umaedi, Hadiyanto dan Siswantari, Manajemen Berbasis Sekolah.
Jakarta: Universitas Terbuka 2008
Umaedi, M.Ed. dkk Manajemen Berbasis Sekolah, Modul 1, Jakarta,
Unviersitas Terbuka, 2010
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Penerbit Fokusmedia.
2006
Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, Manjemen Sumber Daya
Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta:
RajaGrafindo. 2009
Wohlstetter, Priscilla and Susan Albers Mohram, 1996. Assesment of
scholl based management: studies of education reform. U.S
Department of Education Office of Education Research and
Improvement.
Yukl, Leadership in Organization, London Prentice Hall International,
1998.
Yuwono, Teguh. Manajemen Otonomi Daerah : Membangun Daerah
Berdasar Paradigma Baru. Semarang: Clyapps Diponegoro
University, 2001
(168)
MBS KONTEMPORER

https://www.academia.edu/29773859/Landasan_Filosofis_Manajemen_Berbasis_Sekola
h http://repository.ut.ac.id/4170/1/IDIK4012-M1.pdf
https://vhocket.wordpress.com/2012/03/22/konsep-dan-penerapan-fungsi-fungsi-
manajemen-pendidikan-di-lembasa-pendidikan/
http://www.anekamakalah.com/2012/05/fungsidanprinsipmanajemenpendidikan.html
http://www.pdfsearch.com/MBS
http://nayukpuspita-ap.bloespot.com/201/01/penerapan-funqsi-manajemen-dalam.html,
accessed 16 Februari 2012.
http://www.tokoblog.net/2010/08/manajemen-pendidikan.html, accessed 16 Februari
2012.
www. Internet. Manajemen berbasis sekolah: Di acses 17 April 2016 jam 20.30 Wib.
www. Internet. Kepemimpinan dalam manajemen berbasis sekolah, Ridho FKIP Di
acses 16 April 2016 jam 19.00 wib.
http://immakhasanah.blogspot.com/2013/03/makalah-desentralisasi-pendidikan.html.
http://wayanmegayana.blogspot.com/2011/12/fungsi-managemen-yang.html.
http://agusputraas.blogspot.com/2010/10/desentralisasi-pendidikan.html
https://kepompong.xyz/strategi-implementasi-mbs/
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/03-peningkatan-mutu-berbasis.html, diakses tgl 14
April 2016
www: kharisalmumtaz.blogsport.co.id/2015/manajemen-pendidikan-berbasis-madrasah
http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/12/latar-belakang-munculnya-mbs/ diakses
pada tanggal 15 Oktober 2012
http://dahare.blogspot.com/2012/06/pengembangan-manajemen-berbasis-sekolah.html
http://tyaeducationjournals.blogspot.com/2008/04/manajemen-berbasis-sekolah-di-
amerika.html Diakeses tanggga 22 Juli 2019 Pukul 01.03 wib
http://tyaeducationjournals.blogspot.com/2008/04/manajemen-berbasis-sekolah-di-
amerika.html Diakeses tanggga 22 Juli 2019 Pukul 01.03 wib
(http://www.academia.edu/4420199/Pengembangan_Sumber_Daya_Manusia.
https://slideplayer.info/slide/2802006/ diakses 11 Juni 2019

(169)
TEORI DAN PRAKTIK

BIODATA PENULIS
Dr. H. Lukman Hakim, M.Pd.I., Lahir di Sarolagun Pada 17
Maret 1970. Gelar Sarjana S1 diperolehnya dari IAIN STS Jambi
(Sekarang UIN) pada tahun 1995, S2 diperolehnya di tempat yang sama
pada tahun 2004 dan pendidikan S3 ditempuh di Universitas Negeri
Jakarta (UNJ) dan memperoleh gelar Doktor pada tahun 2012 dengan
disertasi berjudul ―Pengaruh Kecerdasan Emosional, Motivasi Kerja, dan
Pengetahuan Manajerial terhadap Efektivitas Kerja. (Studi Kausal
Terhadap Kepala Madrasah Tsanawiyah di Jambi).
Dr. Lukman Hakim telah menulis setidaknya lima buku buku
bidang manajemen pendidikan. Bebrapa karya penerlitiannya juga
diterbitkan oleh bebrapa jurnl nasional maupn internasional/ Saat ini ia
bekerja sebagai Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri (UIN) STS Jambi, dan menjabat sebagai Wakil Dekan
Fakultas Ilmua Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi. Beberapa kali
dipercaya mengadakan lawatan ke negeri tetangga antara lain Singapura,
Malaysia, Thailand dan Bruunai Darussalam dalam rangka Dinas
Pendamping dari UIN STS Jambi dan mengunjungi Arab Saudi program
TPHD yang dibiayai Pemerintah Provinsi Jambi. Suami dari Nuriza Laila
dan Ayah dari lima orang putra putri.

(170)
MBS KONTEMPORER

(171)
TEORI DAN PRAKTIK

Anda mungkin juga menyukai