Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN STUDI KASUS PRE DIETETIC INTERNSHIP KLINIK

PENATALAKSANAAN GIZI PADA PASIEN KIDNEY DISEASE STAGE 5


ON CAPD STAGE 5 DENGAN DM TIPE 2 DAN HIPERTENSI
DI RUANG RAWAT FRESIA
RS OMNI CIKARANG

Oleh:

AINIL ADHA

1023181033

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MH THAMRIN

JAKARTA

2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi ALLAH SWT yang telah memberi petunjuk dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi Kasus Pre
Dietetic Internship dengan judul “KIDNEY DISEASE STAGE 5 ON CAPD
STAGE 5 DENGAN DM TIPE 2 DAN HIPERTENSI RUANG RAWAT
INAP FRESIA RS OMNI CIKARANG”.
Dengan selesainya Laporan Studi Kasus ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:
1. Ibu dr. Maria Poppy Herlianti, Msc selaku pembimbing matakuliah
dietetic komprehensif.
2. Ibu Dwi Asiarni AMG, ST selaku pembimbing matakuliah dietetic
komprehensif.
3. Ibu Endang Budiwarti selaku pembimbing matakuliah dietetic
komprehensif.
4. Ibu Ir. Amiroh, M. P selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu Gizi
Fakultas Kesehatan Universitas MH. Thamrin Jakarta.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan laporan
ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih kurang sempurna. Oleh
karena itu, penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang membangun
guna kesempurnaannya serta untuk penulisan selanjutnya.

Cikarang, Maret 2020

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit ginjal kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat global
dengan prevalensi dan insiden gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk
dan biaya yang tinggi. Prevalensi penyakit gagal ginjal meningkat seiring
meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus
serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global mengalami penyakit gagal ginjal
pada stadium tertentu. Hasil systematic review dan metaanalysis yang dilakukan
oleh Hill et. al. (2016), mendapatkan prevalensi global penyakit gagal ginjal
sebesar 13,4%. Hasil Riskesdas 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis
gagal ginjal kronis sebesar 0,2%. Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan
prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan
tajam pada kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34
tahun, prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%).
Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar
0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4 % dan
prevalensi PGK di Jawa Timur sebesar 0,3%. Jumlah pasien yang menderita gagal
ginjal diperkirakan akan terus meningkat. Peningkatan ini sebanding dengan
penambahan jumlah populasi, peningkatan populasi usia lanjut, dan peningkatan
jumlah pasien dengan hipertensi dan diabetes (Johnson, 2014).
Penyakit Ginjal Kronik adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai dengan
abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
Penyakit gagal ginjal ditandai dengan satu atau lebih tanda kerusakan ginjal yaitu
albuminuria, abnormalitas sedimen urin, elektrolit, histologi, struktur ginjal,
ataupun adanya riwayat transplantasi ginjal, juga disertai penurunan laju filtrasi
glomerulus (KDIGO, 2012). Pada individu yang rentan, nefropati analgesik,
destruksi papila ginjal yang terkait dengan pemakaian harian obat-obat analgesik
selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gagal ginjal kronis. Apapun sebabnya,
terjadi perburukan fungsi ginjal secara progesif yang ditandai dengan penurunan
GFR yang progesif(Elizabeth C, 2009).

3
Penyakit gagal ginjal stadium 5 merupakan stadium akhir dari gagal ginjal
disebut juga dengan end-stage renal disease(ESRD), stadium ini terjadi jika 90%
masa nefron telah hancur, atau hanya tinggal 20.000 nefron yang masih utuh,
terdapat peningkatan kadar BUN dan kreatinin. Bersihan kreatinin mungkin
sebesar 5-10 ml per menit atau bahkan kurang. Pasien merasakan gejala yang
cukup berat dimana ginjal sudah tidak bisa bekerja mempertahankan homeostatis
cairan dan elektrolit. Pasien biasanya mengalami oligouria (pengeluaran uruin <
500 ml/hari. Sindrom uremik yang terjadi akan mempengaruhi setiap sistem
dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian bila tidak dilakukan RRT (Wilson,
2005).
Patofisiologi penyakit gagal ginjal pada awalnya dilihat dari penyakit yang
mendasari. Salah satunya adalah Diabetes melitus (DM) yang mana menyerang
struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk. Nefropati diabetik merupakan
istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal pada DM (Wilson, 2005)
Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan ini kemungkinan
disebabkan oleh dilatasi arteriol oleh efek yang tergantung glukosa, yang dibantu
oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Gowth Factor (IGF), nitric oxide,
prostalglandin dan glukosa. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya
glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai
terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis
tubulointerstisialis (Hendromartono, 2009). Orang yang menderita diabetes
mellitus akan memiliki risiko sebesar 32 kali untuk mengalami gagal ginjal kronik
dibandingkan orang yang tidak menderita diebetas mellitus. Demikian pula pada
penelitian yang dilakukan oleh Tandipayuk (2012), Supademi(2015), dan Sahid
(2015) menunjukkan hasil yang sama yaitu ada hubungan yang bermakna antara
diabetes mellitus dengan kejadian gagal ginjal kronik.
Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi
yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada
arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis)
dinding pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah ginjal
(Wilson, 2005). Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi,
pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini juga

4
menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja
dengan baik untuk membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh.
Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat menyebabkan
tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan ini membentuk suatu
siklus yang berbahaya (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Disease, 2014).
Selain kedua penyakit diatas yang mendasari terjadinya penyakit gagal
ginjal pola makan yang kurang baik juga dapat menjadi faktor penyebab
terjadinya penyakit gagal ginjal. Penelitian yang dilakukan Nugoho (2015)
menyimpulkan bahwa semakin sering konsumsi minuman suplemen maka
semakin tinggi stadium gagal ginjal kronik. Hal ini disebabkan karena suplemen
mengandung beberapa zat kimia yang berbahaya seperti bahan pengawet, pewarna
makanan,perasa dan pemanis buatan. Jika dikonsumsi maka glomerulus mereka
akan mengalami kematian sel, kehancuran inti sel dan kapsula bowman berongga.
Semakin sering konsumsi suplemen dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang
semakin cepat dan mempengaruhi stadium gagal ginjal semakin tinggi.
Asupan makan merupakan perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain kondisi fisiologi, diit yang diberikan, terapi medik,
selera makan dan pengetahuan gizi pasien. Pengetahuan gizi adalah segala sesuatu
yang menyangkut kemampuan dalam memahami konsep dan prinsip serta
informasi yang berhubungan dengan gizi makanandan hubungan dengan
kesehatan (Herman,1990). Pada pasien GGK kecukupan energi dan protein sangat
penting sehingga pada pasien GGK perlu monitoring dan evaluasi asupan
makanagar tidak terjadi penurunan status gizi. Salah satu upaya untuk
meningkatkan pengetahuan gizi dengan melakukan konseling gizi sebagai satu
kegiatan pelayanan gizi yang tidak terpisahkan dengan terapi nutrisi dan
pengobatan pada pasien GGK. Terapi nutrisi merupakan implementasi pelayanan
gizi dalam bentuk pemberian makan dan pemberian konseling gizi (Almatsier,
2004). Oleh karena itu, perlu dilakukan proses asuhan gizi terstandar dan
penanganan kesehatan yang tepat untuk membantu meningkatkan derajat
kesehatan pasien dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

5
1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu merencanakan dan melakukan asuhan gizi pada pasien
Chronic Kidney Disease Stage 5 On CAPD, Diabetes Mellitus Tipe 2 dan
Hipertensi On Treatment di RS Omni Cikarang
2. Tujuan khusus
a. Mampu mengkaji data dasar pasien Chronic Kidney Disease Stage 5
On CAPD, Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hipertensi On Treatment.
b. Mampu mengidentifikasi masalah gizi pada pasien Chronic Kidney
Disease Stage 5 On CAPD, Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hipertensi
On Treatment.
c. Mampu melakukan diagnosa gizi pasien Chronic Kidney Disease
Stage 5 On CAPD, Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hipertensi On
Treatment.
d. Mampu melakukan intervensi pada pasien Chronic Kidney Disease
Stage 5 On CAPD, Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hipertensi On
Treatment.
e. Mampu melakukan edukasi pada pasien pasien Chronic Kidney
Disease Stage 5 On CAPD, Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hipertensi
On Treatment.
f. Mampu melakukan monitoring dan evaluasi pelayanan gizi pada
pasien Chronic Kidney Disease Stage 5 On CAPD, Diabetes
Mellitus Tipe 2 dan Hipertensi On Treatment.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Struktur Ginjal


Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terusmenerus menghasilkan urin,dan
berbagai saluran reservoir yang dibutuhkan untuk membawa urin keluar tubuh.
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi
columna vertebralis (PricedanWilson,2006). Kedua ginjal terletak retroperitoneal
pada dinding abdomen, masing–masing di sisi kanan dan sisi kiri columna
vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal kanan terletak sedikit
lebih rendah dari pada ginjal kiri karena besarnya lobus hepatis dekstra. Masing–
masing ginjal memiliki facies anterior dan facies posterior, margomedialis dan
margo lateralis, ekstremitas superior dan ekstremitasinferior (Moore dan Agur,
2002). Pada struktur luar ginjal didapati kapsul fibrosa yang keras dan berfungsi
untuk melindungi struktur bagian dalam yang rapuh (Guyton and Hall, 2008).
Pada tepi medial masing-masing ginjal yang cekung terdapat celah vertikal yang
dikenal sebagai hilum renale yaitu tempat arteri renalis masuk dan vena renalis
serta pelvis renalis keluar (Moore dan Anne, 2012).
Ginjal memiliki tiga bagian yang tersusun secara berlapis dari luar ke
dalam, yaitu korteks, medula, dan pelvis (hilus). Pelvis merupakan area pusat
yang merupakan lokasi dari masuk dan keluarnya pembuluh darah arteri dan vena
ginjal, begitu juga dengan ureter yang akan menyalurkan urin dari ginjal ke
kantung kemih (Akers & Denbow 2008). Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian
luar yang berwarna coklat terang dan medula ginjal di bagian dalam yang
berwarna coklat gelap. Korteks ginjal mengandung jutaan alat penyaring disebut
nefron. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri
dari beberapa massa-massa triangular disebut piramida ginjal dengan basis
menghadap korteks
dan bagian apeks yang
menonjol ke medial
(Tortora, 2011).

7
Unit fungsional ginjal terkecil yang mampu menghasilkan urin disebut
nefron. Tiap ginjal bisa tersusun atas 1 juta nefron yang saling disatukan oleh
jaringan ikat. Nefron ginjal terbagi 2 jenis, nefron kortikal yang lengkung
Henlenya hanya sedikit masuk medula dan memiliki kapiler peritubular, dan
nefron jukstamedulari yang lengkung Henlenya panjang ke dalam medulla dan
memiliki Vasa Recta. Vasa Recta adalah susunan kapiler yang panjang mengikuti
bentuk tubulus dan lengkung Henle. Secara makroskopis, korteks ginjal akan
terlihat berbintik-bintik karena adanya glomerulus, sementara medula akan terlihat
bergaris-garis karena adanya lengkung Henle dan tubulus pengumpul (Sherwood,
2011).
2.2. Fungsi Ginjal
Ginjal merupakan organ tubuh yang berfungsi mengatur keseimbangan
cairan tubuh dengan cara membuang sampah-sampah sisa metabolisme dan
menahan zat-zat yang dibutuhkan tubuh. Sistem eskresi sendiri terdiri dari dua
buah ginjal dan saluran kemih. Ginjal akan mengambil zat-zat yang berbahaya
dalam darah dan membuangnya bersama urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan
dialirkan ke ureter. Dari ureter, urin akan ditampung dahulu ke kandung kemih.
Bila orang tersebut merasakan ingin micturisi dan keadaan memungkinkan maka
urin yang ditampung dikandung kemih akan dikeluarkan melalui uretra (Guyton
and Hall, 2008).
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat
terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma

8
darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam
jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di
eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price dan
Wilson, 2012).
Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan
dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.
Ginjal adalah organ utama untuk membuang produk sisa metabolisme
yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi urea (dari sisa
metabolisme asam amino), kreatin asam urat (dari asam nukleat), dan produk
akhir dari pemecahan hemoglobin (bilirubin) (Guyton and Hall, 2008). Ginjal
mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian akan
mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari darah
pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter.
Setelah ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang
tersebut merasakan keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan, maka urin
yang ditampung dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra (Sherwood,
2011).
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi
sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke
kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi secara
bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman
hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler
glomerulus tetapi tidak difiltrasi, kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi
lengkap dan kemudian akan dieksresi (Sherwood, 2011).

9
2.3. Pengertian Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu derajat dimana
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal. Salah satu sindrom klinik yang terjadi pada gagal ginjal
adalah uremia. Hal ini disebabkan karena menurunnya fungsi ginjal (Sudoyo,
2009).
Kriteria penyakit GGK menurut KDOQI (2012), adalah:
 Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari tiga bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan
manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin
 GFR < 60 ml/menit/1,73m² selama minimal 3 bulan (KDIGO, 2012).

2.4. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis
Menurut Harrison (2012), berikut ini adalah klasifikasi dari GGK
berdasarkan GFR, yaitu:
Tabel 2.1. Klasifikasi GGK (Harrison, 2012)

Stage Keterangan GFR (ml/menit/1,73m²)


0 Memiliki faktor risiko ≥ 90 dengan faktor risiko
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau ≥ 90
meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan GFR ringan 60 – 89
3 Kerusakan ginjal dengan GFR sedang 30 – 59
4 Kerusakan ginjal dengan GFR berat 15 – 29
5 Gagal ginjal ≤ 15

2.5. Etiologi dan Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronis

10
Etiologi dari GGK berbeda-beda antara satu negara dengan negara lain.
Menurut Pernefri (2011), penyebab GGK paling banyak di Indonesia adalah
hipertensi (34%), nefropati diabetika (27%), dan glomerulopati primer (14%).
Faktor risiko GGK terdiri dari diabetes mellitus, berusia lebih dari lima puluh
tahun, dan memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ginjal (Harrison, 2012).
a. Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari
90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit
dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan
kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner)
dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan
mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes RI).
Tabel 2.2. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII

TD Sistolik TD Diastolik
Klasifikasi
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi Stage 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi Stage 2 160 atau >160 100 atau >100

Tingginya tekanan darah (hipertensi) juga menyebabkan terjadi


GGK. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol
aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi.Ketika terjadi
tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh darah akan
melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh
darah menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk
membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan cairan
yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat menyebabkan tekanan darah
menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus

11
yang berbahaya (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Disease, 2014).
Obesitas dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit
kardiovaskular melalui mekanisme pengaktifan sistem renin-angiotensin-
aldosteron, peningkatkan aktivitas simpatis, peningkatan aktivitas
procoagulatory, dan disfungsi endotel. Selain hipertensi, timbunan adiposa
abdomen juga berperan dalam patogenesis penyakit jantung koroner, sleep
apnea, dan stroke. Makin besar massa tubuh, makin banyak pula suplai
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan
tubuh. Hal ini mengakibatkan volume darah yang beredar melalui
pembuluh darah akan meningkat sehingga tekanan pada dinding arteri
menjadi lebih besar (Kartikasari, 2011).
Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target
seperti jantung (penyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikel kiri, gagal
jantung), otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati), dan juga
arteri perifer (klaudikasio intermiten). Kerusakan organ-organ tersebut
bergantung pada tingginya tekanan darah pasien dan berapa lama tekanan
darah tinggi tersebut tidak terkontrol dan tidak diobati (Muhadi, 2016).
b. Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi yang
sering terjadi pada penderita diabetes. Nefropati diabetik didefinisikan
sebagai sindrom klinis pada penderita DM yang ditandai dengan
albuminuria menetap yaitu > 300 mg/24 jam pada minimal dua kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan (Hendromartono,
2009).
Nefropati diabetik (ND) ditandai dengan adanya albuminuria
(mikro/ makroalbuminuria). Diabetes yang menyerang pembuluh darah
kecil ginjal berakibat pada efisiensi ginjal sehingga penyaringan darah
terganggu. Keadaan normal ginjal tidak dapat ditembus oleh protein,
namun jika sel ginjal mengalami kerusakan maka pembuluh darah dapat
dilewati oleh protein dan masuk ke saluran urin (Kariadi, 2009).Keluhan
yang timbul pada penderita komplikasi nefropati adalah pembengkakan

12
pada kaki, sendi kaki, dan tangan, sesak nafas, hipertensi, bingung atau
sukar berkonsentrasi, nafsu makan menurun, kulit menjadi kering, dan
gatal, capek (Tandra, 2008).
Beberapa faktor klinis yang dapat mempengaruhi timbulnya ND
pada penderita DM adalah faktor genetis, kelainan hemodinamik,
hipertensi sistemik, sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik,
gangguan metabolik, pelepasan gowth factors, kelainan metabolisme
karbohidrat/lemak/protein, dislipidemia (Hendromartono, 2009).
c. Glomerulopati Primer
Glomerulopati primer yaitu kerusakan glomerulus akibat penyakit
dasaryang berasal dari ginjal, yang mempengaruhi fungsi struktur
glomerulus,dimana tanpa penyakitmultisistemik lainnya (Arthur C, 2010).
Manifestasiklinis dari glomerulopati primer meliputi glomerulonephritis
akut, rapidlyprogessive glomerulonephritis, glomerulonephritis kronis,
sindrom nefrotik,dan hematuria atau proteinuria asimptomatik. Manifestasi
klinis yang nampakberupa suatu kumpulan gejala sesuai dengan kerusakan
glomerulus yang terjadi(Arthur, 2010; Floege, 2010)
2.6. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis
Pada penderita diabetes melitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah
sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan tekanan glomerular
sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular. Semua itu akan
menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada glomerulosklerosis
(Sudoyo, 2009).
Pada glomerulonefritis, saat antigen dari luar memicu antibodi spesifik dan
membentuk kompleks imun yang terdiri dari antigen, antibodi, dan sistem
komplemen. Endapan kompleks imun akan memicu 14 proses inflamasi dalam
glomerulus. Endapan kompleks imun akan mengaktivasi jalur klasik dan
menghasilkan Membrane Attack Complex yang menyebabkan lisisnya sel epitel
glomerulus (Sudoyo, 2009).
Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh.
Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan
glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan

13
menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel
(Harrison, 2012). Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen
tubulus menuju kapiler peritubular sehingga dapatterjadi hipertensi (Tortora,
2011). Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak
pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan
gangguan filtrasi dan meningkatkan keparahan dari hipertensi (Saad, 2014).
Gangguan proses filtrasi menyebabkan banyak substansi dapat melewati
glomerulus dan keluar bersamaan dengan urin, contohnya seperti eritrosit,
leukosit, dan protein (Harrison, 2012). Penurunan kadar protein dalam tubuh
mengakibatkan edema karena terjadi penurunan tekanan osmotik plasma sehingga
cairan dapat berpindah dari intravaskular menuju interstitial (Kidney Failure,
2013). Sistem renin-angiotensin-aldosteron juga memiliki peranan dalam hal ini.
Perpindahan cairan dari intravaskular menuju interstitial menyebabkan penurunan
aliran darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke ginjal akan mengaktivasi sistem
reninangiotensin-aldosteron sehingga terjadi peningkatan aliran darah (Tortora,
2011).
Gagal ginjal kronik menyebabkan insufisiensi produksi eritropoetin
(EPO). Eritropoetin merupakan faktor pertumbuhan hemopoetik yang mengatur
diferensiasi dan proliferasi prekursor eritrosit. Gangguan pada EPO menyebabkan
terjadinya penurunan produksi eritrosit dan mengakibatkan anemia (Harrison,
2012).
2.7. Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
Saat ini CAPD dan hemodialisis (HD) adalah dua modalitas terapi
pengganti ginjal utama di banyak negara asia, CAPD menjadi pilihan terapi yang
lebih sesuai di Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan kurangnya
fasilitas mesin HD beserta tenaga dokter dan perawat yang terlatih untuk HD.
CAPD adalah dialisis yang dilakukan melalui rongga peritoneum (rongga perut)
yang berfungsi sebagai filter adalah selaput atau membran peritoneum. Indikasi
tindakan terapi CAPD antara lain : paisen hemodialisis rumahan atau hemodialisis
kronik yang bermasalah dengan cara terapi yang dijalani (gangguan akses
vaskuler, rasa haus berlebihan, hipertensi berat, sakit kepala pasca dialisis, anemia
berat yang memerlukan transfusi), pasien yang sedang menunggu transplantasi

14
ginjal dan penyakit ginjal tahap akhir akibat diabetes mellitus (Smeltzer & Bare,
2008). Sebaliknya teapi CAPD tidak dapat diberikan pada pasien dengan kondisi
antara lain mengalami nyeri kronis pada punggung, adanya riwayat pembedahan
pada abdomen (kolostomi, ileal conduit, ileostomy), diverkulitis dan hernia pada
dinding abdomen (Sudoyo, 2006).
Pada prosedur CAPD larutan yang menagndung glukosa (cairan dialisat)
dimasukkan ke dalam tubuh melalui suiatu selang lunak kecil/kateter yang
ditanam di dalam rongga perut melalui prosedur operasi. Karena adanya
perbedaan konsentrasi, cairan dialisat selanjutnya akan menarik racun maupun
kelebihan air dari dalam tubuh pasien.Cairan dialisat berada dalam rongga perut
untuk jangka waktu kurang lebih 6 jam dan selanjutnya akan dikeluarkan untuk
diganti dengan cairan dialisat yang baru. Setiap hari penggantian dialisat
dilakukan sebanyak 4 kali, sehingga proses dialisat terus terjadi secara
berkesinambungan.
Terapi CAPD ini memberikan keuntungan bagi pasien antara lain tidak
perlu ditusuk pakai jarum berkali-kali, tidak perlu datang ke rumah sakit setiap
saat, fungsi ginjal yang masih tersisa dapat dipertahankan, tidak tergantung pada
orang lain, dapat dilakukan sendiri di rumah atau tempat kerja, tekanan darah
klien lebih terkendali, kebutuhan suplemen besi dan eritropoietin lebih sedikit dan
klien lebih bebas memilih jenis makanan dan minuman (Smeltzer & Bare, 2008).
2.8. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis
Pasien GGK stadium 1 sampai 3 (dengan GFR ≥ 30 mL/menit/1,73 m²)
biasanya memiliki gejala asimtomatik. Pada stadium-stadium ini masih belum
ditemukan gangguan elektrolit dan metabolik. Sebaliknya, gejala-gejala tersebut
dapat ditemukan pada GGK stadium 4 dan 5 (dengan GFR < 30 mL/menit/1,73
m²) bersamaan dengan poliuria, hematuria, dan edema. Selain itu, ditemukan juga
uremia yang ditandai dengan peningkatan limbah nitrogen di dalam darah,
gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa dalam tubuh yang pada
keadaan lanjut akan menyebabkan gangguan fungsi pada semua sistem organ
tubuh (Arora, 2014).
Kelainan hematologi juga dapat ditemukan pada penderita ESRD (End
Stage Renal Disesae atau gagal ginjal stadium akhir). Anemia normositik dan

15
normokromik selalu terjadi, hal ini disebabkan karena defisiensi pembentukan
eritropoetin oleh ginjal sehingga pembentukan sel darah merah dan masa
hidupnya pun berkurang (Arora, 2014).
Pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan tapi
sudah terjadi peningkatan kada urea dan kreatinin serum. Pada GFR 30%, mulai
terjadi keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan
penurunan berat badan. Pada GFR<30% pasien memperlihatkangejala dan tanda
uremia yang nyata, sepertianemia,peningkatan tekanan darah, mualdan
sebagainya, sedangkan pada GFR 15%akan terjadi gejala dan komplikasi
yanglebih serius antara lain dialisis atautransplantasi ginjal. Beberapa
komplikasiyang manifestasinya sesuai dengan derajatpenurunan fungsi ginjal
yang terjadi antaralain pada penurunan GFR sedang (30-59ml/mnt) terjadi
hiperfosfatemia,hipokalcemia, anemia, hiperparatiroid,hipertensi dan
hiperhomosistinemia,penurunan GFR berat (15-29ml/mnt) terjadimalnutrisi,
asidosis metabolic, cenderunghiperkalemia, dan dislipidemia, dan padapenurunan
fungsi GFR (<15ml/mnt) dapatterjadi gagal ginjal dan uremia (Suwitra, 2010).
Uremia menyebabkan gangguan fungsi hampir semua sistem organ, seperti
gangguan cairan dan elektrolit, metabolik-endokrin, neuromuskular,
kardiovaskular dan paru, kulit, gastrointestinal, hematologi serta imunologi
(Bargman dan Skorecki, 2010).
2.9. Komplikasi Gagal Ginjal Kronis
2.9.1 Anemia
GGK pada umumnya bersifat progesif. Hal ini berarti bahwa pada saat
tertentu fungsi ginjal akan terus menurun sampai pada tahap akhir (the point of no
return) (Susalit, 2009). Progesivitas penyakit ini akan terus berlanjut meskipun
lesi yang mengawali proses terjadinya kerusakan ginjal tersebut dihilangkan.
GGK ini pun biasanya disertai dengan berbagai komplikasi, seperti penyakit
kardio vaskuler, penyakit saluran nafas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang
dan otot, serta anemia (Widiana, 2009).
Kerusakan struktur dan fungsi ginjal bisa disertai dengan penurunan GFR.
Penurunan laju fitrasi glomerulus ini berhubungan dengan gambaran klinik yang
akan ditemukan pada pasien. Salah satunya adalah penurunan kadar hemoglobin

16
atau hematokrit di dalam darah yang dapat dikatakan sebagai anemia (Suwitra,
2009).
Anemia terjadi pada 80-90% pasien GGK, terutama bila sudah mencapai
stadium III. Anemia terutama disebabkan oleh defisiensi Erythropoietic
Stimulating Factors (ESF) (Suhardjono, 2009). Dalam keadaan normal 90 %
eritropoeitin (EPO) dihasilkan di ginjal tepatnya oleh glomerulus dan hanya 10%
yang diproduksi di hati. Eritropoetin mempengaruhi produksi eritrosit dengan
merangsang proliferasi, diferensiasi dan maturasi prekursor eritroid. Keadaan
anemia terjadi karena defisiensi eritropoietin yang dihasilkan oleh sel peritubular
sebagai respon hipoksia local akibat pengurangan parenkim ginjal fungsional
(K/DOQI, 2002). Respon tubuh yang normal terhadap keadaan anemia adalah
merangsang fibroblas peritubular ginjal untuk meningkatkan produksi EPO, yang
mana EPO dapat meningkat lebih dari 100 kali dari nilai normal bila hematokrit
dibawah 20%. Pada pasien GGK, respon ini terganggu sehingga terjadilah anemia
dengan konsentrasi EPO yang rendah, dimana hal ini dikaitkan dengan defisiensi
eritropoietin pada GGK. Faktor lain yang dapat menyebabkan anemia pada GGK
adalah defisiensi besi, defisiensi vitamin, penurunan masa hidup eritrosit yang
mengalami hemolisis, dan akibat perdarahan (Sukandar, 2006).
Anemia merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang sering terjadi,
bahkan dapat terjadi lebih awal dibandingkan komplikasi GGK lainnya dan
hampir pada semua pasien penyakit ginjal tahap akhir. Anemia sendiri juga dapat
meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas secara bermakna dari GGK
(Macdougal dkk., 2008). Adanya anemia pada pasien dengan GGK dapat dipakai
sebagai prediktor risiko terjadinya kejadian kardiovaskular dan prognosis dari
penyakit ginjal sendiri (Marsden, 2009).
Berbagai komplikasi penyakit ginjal kronik tersebut dapat disebabkan baik
oleh karena akumulasi berbagai zat yang tidak dapat diekskresi secara sempurna
oleh ginjal maupun produksi yang tidak adekuat dari produk ginjal yaitu
eritropoietin dan vitamin D, seperti:
a. Anemia akibat produksi eritropoietin oleh ginjal yang tidak adekuat.

17
b. Hipertensi antara lain akibat dari retensi natrium dan air (hipervolemia),
peningkatan sistem renin-angiotensinaldosteron, peningkatan aktivitas
saraf simpatis, dan hiperparatiroid sekunder.
c. Kulit terasa gatal akibat penumpukan kalsium fosfat pada jaringan.
d. Kardiomiopati dilatasi atau hipertrofi ventrikel kiri akibat dari
hipervolemia.
e. Komplikasi neurologis dan psikiatrik dapat terjadi akibat uremia.
2.9.2 Hipoalbumin
Penurunan kadar albumin dalam darah merupakan suatu komplikasi yang
umum terjadi pada pasien GGK. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi
proteinuria, uremia, dan sintesis asam amino dalam tubuh. Asupan makanan dan
status nutrisi dapat mempengaruhi kadar albumin serum pada pasien PGK sebab
sintesis albumin berhubungan erat dengan asupan asam amino ke liver (National
Kidney Foundation, 2005). Ketika laju sintesis menurun karena malnutrisi, terjadi
penurunan kadar albumin pada sirkulasi, menyebabkan berpindahnya albumin
ekstravaskular ke aliran darah, serta menurunnya laju degadasi albumin.
Malnutrisi merupakan kondisi yang umum terjadi pada pasien GGK stadium
lanjut (stadium 4 dan 5). Malnutrisi pada pasien-pasien ini disebabkan karena
tidak cukupnya intake makanan yang disebabkan karena restriksi protein sebagai
langkah intervensi untuk menghambat progesivitas pada pasien PGK. Selain itu,
semakin turunnya GFR, fungsi ekskresi ginjal terganggu dan menyebabkan
terjadinya uremia sehingga menyebabkan menumpuknya metabolit toksik yang
mengganggu kerja liver. Liver tidak mampu mengimbangi hilangnya albumin dan
kadar albumin pada sirkulasi menurun, menyebabkan edema seringkali terjadi
(Campbell et al, 2014).
Pada kondisi GGK, glomerulus menjadi lebih permeabel, peningkatan
permeabilitas ini menyebabkan kehilangan protein plasma lewat urin. Protein ini
kebanyakan terdiri dari albumin. Menurunnya permeabilitas glomerulus
disebabkan karena rusaknya integitas membran dasar glomerulus (glomerular
basement membrane), lebih spesifiknya karena kerusakan podosit di membran
tersebut. Kondisi ini disebut albuminuria atau proteinuria, juga merupakan faktor
yang mempengaruhi terjadinya hipoalbuminemia (Ackland, 2013).

18
2.10. Tata Laksana Gizi Pada Penyakit Gagal Ginjal CAPD
Penatalaksanaan nutrisi pasien dengan penyakit gagal ginjal dengan CAPD
bertujuan untuk memperbaiki dan mempertahankan status gizi optimal, mencegah
penimbunan sisa metabolisme berlebih, mengatur keseimbangan air dan elektrolit,
mengendalikan kondisi terkait penyakit ginjal kronik seperti penyakit tulang dan
penyakit kardiovaskuler dan mempertahankan fungsi ginjal sisa.
Parameter penilaian status gizi yang digunakan meliputi : antropometri
(berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh, Lingkar Lengan Atas, Tebal
Lipatan Kulit), biokimia ( albumin serum, kreatinin, kolesterol total, prealbumin
serum, bikarbonat serum, status inflamasi seperti CRP), Klinis Fisik (Interdyalitic
Weight Gain, Bioelektrical Impedance Analysis, Subjective Global Assesment),
Riwayat makan (Food recall dan food record), Malnutrisi Inflammation Score
(MIS)
Rekomendasi asuhan gizi meliputi : energi 30-35 kkal/KgBBI/hari, Protein
1,2-1,3 g/KgBB/hari, lemak 25-30% dari total kalori, pembatasan lemak jenuh
<10%, bila didapatkan dislipidemia dianjurkan kadar kolesterol dalam makanan
<300 mg/hari, kalori dari karbohidrat adalah sisa dari perhitungan untuk protein
dan lemak, asupan cairan disesuaikan dengan produksi urin dan status hidrasi,
Natrium 5-10g/hari, kalium 8-17 mg/kg/hari, kalsium <2000 mg/hari.
Monitoring dan evaluasi yang perlu dilakukan adalah berat badan setiap
bulan, anamnesa diet 3 bulan sekali, penanda biokimia/data laboratotium terkait
penyakit gagal ginjal setiap 3 bulan sekali atau 1 bulan sekali jika pasien secara
klinis tidak stabil. Target penatalaksanaan nutrisi diantaranya asupan makan >
80% dari yang direkomendasikan, IMT 20-25 kg/m2, cadangan massa otot/lemak
adekuat, albumin ≥4,0 g/dl, Kolesterol 150-200 mg/dl, trigliserida <150 mg/dl,
HDL > 40 mg, Kreatinin serum >10mg/dl, saturasi transferin 20-50% (Suryani
dkk., 2018).

BAB III
NUTRITIONAL CARE PROCESS

19
3.1. Identitas Pasien
Nama : Tn. MG
No. Rekam Medis : 114292xx
Usia : 45 tahun 3 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Gaha indah blok W no 49, Tikung, Lamongan
Ruang/Kelas : FRESIA 301/II
Tanggal MRS : 18 Maret 2020
Tanggal Screening : 18 Maret 2020
Tanggal Pengamatan : 19-21 Maret 2020
Diagnosa : CKD stage 5 on CAPD, DM tipe 2 dan Hipertensi on
treatment

3.2. Riwayat Penyakit


Dahulu :
 Pasien memiliki riwayat penyakit DM (pasien sudah tidak menggunakan
insulin karena kadar gula sudah cenderung normal)
 Pasien memiliki riwayat Hepatitis B /HbsAg (+) sejak 10 tahun lalu,
 Hipertensi sejak 2 tahun yang lalu.
 Pasien didiagnosa penyakit CKD stage 5 sejak 3 bulan yang lalu
 Pasien sudah menjalani hemodialisa dengan jadwal 2 kali dalam seminggu
(sudah 3 bulan) dan terpasang CAPD 2 minggu yang lalu
Sekarang :
 Saat ini pasien terdiagnosa CKD stage 5 on CAPD pasien MRS untuk
latihan dwelling.
 Perut pasien membesar (asites) dan oedem pada kedua kaki
 Pasien mengalami mual dan nafsu makan menurun.

Keluarga :
 Ibu pasien memiliki riwayat penyakit DM dan hipertensi.

20
3.3. Screening Gizi
a. Antropometri
BB Aktual = 57 Kg
BB dengan koreksi oedema = 57 kg – oedema – asites
= 57 kg – 1 kg – 2,2 kg
= 53,8 kg
(sumber: Data sering Dietetik 12, Didit Damayanti dalam Adisty)
TB = 165 cm
IMT = 53,8 / (1,65)2
= 19,9
Status Gizi = normal / baik

 BBI = TB (m)² x 22,5


= (1,65)² x 22,5
= 61,3kg
b. Biokimia
Tabel 3.2. Hasil Laboratorium (3/2/2020)
Data Lab Hasil Nilai Normal Ket Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobi 8,2 g/dL 11,4-15,1 g/dL ↓ Menandakan adanya anemia.
n Akibat dari CKD (menurunnya
EPO). Jenis anemia normocytic
normochromic.
Eritrosit 2,7 106 µ/L 4,0 - 5,5 ↓ Kekurangan erythropoietin
yang merupakan penyebab
utama anemia pada pasien
dengan penyakit gagal ginjal
Leukosit 11,43 103 4,3 – 10,3 ↑
Menandakan adanya infeksi
µ/L
Hematokrit 24,70 % 40-47 ↓ Menandakan penurunan
produksi sel darah merah
3
Trombosite 298 10 µ/L 142 – 424 N
MCV 91,50 fL 80-93 N
MCH 30,40 27-31 N
MCHC 33,20 32-36 N

21
Faal Hati
Albumin 2,89 g/dL 3,5-5,5 g/Dl ↓ Menandakan adanya
hipoalbuminemia
SGOT 117 0-32 U/L ↑ Menandakan adanya gangguan
(kerusakan) pada sel hati
SGPT 73 0-33 U/L ↑ Menandakan adanya gangguan
(kerusakan) pada sel hati
FAAL GINJAL
Ureum 196 mg/dL 16,6-48,5 mg/dL ↑
Tanda CKD
Creatinin 10,24 mg/dL <1,2 mg/dL ↑
METABOLISME KARBOHIDRAT
GDS 213 mg/dL <200 mg/dL ↑ Tanda adanya DM
Elektrolit
Natrium 132 mmol/L 136-145 ↓
Kalium 3,95 mmol/L 3,5-5 N
Klorida 102 mmol/L 98-106 N

c. Fisik Klinis
Tabel 3.3. Data Fisik Klinis (4/2/2020)
Data Fisik Klinis Hasil Nilai Normal Interpretasi
Keadaan umum Lemah Baik Lemah
Kesadaran/GCS CM /456 CM/456 Compos mentis
Tekanan darah (TD) 110/80 mmHg <120/80 mmHg Normal
Heart Rate (HR)/Nadi 88x/menit 60-100x/menit Normal
Respiratory Rate (RR) 18x/menit 12-20x/menit Normal
Suhu tubuh 36,3˚C 36,1-37,2 ˚C Normal
Sesak nafas (-) (-) Normal
Oedema Oedema pada kaki dan
(+) (-)
asites

d. Dietary
Dahulu :
- Frekuensi makan utama pasien 3x/hari
- Pasien tidak memiliki alergi makanan
- Pola makan pasien terdiri dari:
- Nasi 3x/hari @ 2 entong
- Lauk hewani: ayam 1x/mgg ( 75 g), Ikan segar 2x/mgg (50 g),
Daging sapi 2x/mgg (50 g), jeroan 1x/mgg (50 g)

22
- Lauk nabati : tempe/tahu 2-3x/mgg (1-2 potong sekali makan @
50 g), cara pengolahan paling sering digoreng
- Sayur yang sering dikonsumsi : kangkung, kacang panjang,
wortel, kubis ( 4x/mgg @ 100g)
- Konsumsi mie instan 2x/mgg (@1 bungkus)
- Cemilan yang sering dikonsumsi : Roti dan kerupuk/keripik (3-4
kali/mgg)
- Pasien waktu muda suka mengkonsumsi minuman berenergi 3-4
x/minggu @ 1 sachet.
- Pasien suka minum kopi 2-3x/hari gula 1 sdm, kopi ½ sdm.
- Minum air putih ± 2 liter/hari
Tabel 3.4. Hasil Perhitungan SQ-FFQ Pasien
Hasil SQ-FFQ Kebutuhan %Pemenuhan
Energi 1.755,2 kkal 2145,5 81,8 %
KH 280,6 g 336,8 83,3%
Protein 53,8 g 65,2 82,5%
Lemak 44,9 g 59,6 75,3%

Sekarang :
Tabel 3.5. Hasil Perhitungan 24H Recall Pasien
Hasil Recall Kebutuhan % Pemenuhan
Energi 1158,34 kkal 2145,5 53,9%
KH 106,9 g 336,8 31,7%
Protein 57,3 g 65,2 87,8%
Lemak 56,5 g 59,6 94,7%

Ekologi
- Pasien pernah mendapatkan edukasi gizi tentang Diet Nefropati Diabetes saat
MRS sebelumnya.
- Pasien sekarang tidak bekerja
- Pendidikan terakhir pasien adalah tamatan SMU
- Pasien tinggal bersama istri dan dua orang anak

23
e. Farmakologi
Obat yang diberika :
- Furosemide 3x40mg
- Amlodipine 1-5mg
- Paracetamol 3 x 500 mg

f. Dweling
Cairan yang digunakan untuk CAPD adalah Dianeal 1,5% (mengandung
dextrise 1,5%, sodium 132mEq/L, Magnesium 0,5 mEq/L, kalsium 2,5
mEq/L, laktat 40 mEq/L dengan osmolaritas 344 mOsmol/L)
Tanggal Masuk Keluar
19/3/2020 1.000 1.400
20/3/2020 1.000 1.500

3.4. Daftar Masalah


a. Masalah Gizi
 Biokimia
- Hb rendah, menandakan adanya anemia, jenisnya anemia normocytic
normochromic disebabkan karena ginjal menghasilkan hormon
eritropoietin (EPO) yang rendah sehingga sumsum tulang membuat
sel-sel darah merah lebih sedikit (ismatullah, 2013)
- Albumin rendah, disebabkan oleh asupan protein rendah, sintesa
albumin di hati rendah dan kehilangan protein melalui urin (Putri dkk,
2016).
- Ureum dan kreatinin pasien meningkat, menandakan bahwa
terjadinya penurunan fungsi ginjal sehingga laju filtrasi glomerulus
rendah. Karena terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, ginjal tidak
dapat menyaring kotoran darah (ureum dan kreatinin) secara
sempurna sehingga terjadi penumpukan sisa metabolisme ginjal
(ureum dan kreatinin) dalam darah (Nurdjanah, 2009).

24
- SGPT dan SGOT tinggi, merupakan tanda adanya gangguan fungsi
hati (kerusakan hati), dimana pasien mengidap Hepatitis B (BbsAg
reaktif).
- Gula darah sewaktu tinggi, merupakan tanda bahwa pasien memiliki
riwayat diabetes mellitus.
 Fisik Klinis
- Pasien merasakan mual dan penurunan nafsu makan
- Perut asites dan kaki oedem dapat dikarenakan peningkatan
tekanan hidrostatik vena peritoneal, kelebihan intake cairan,
peningkatan permeabilitas membran peritoneal atau terganggunya
drainase limfatik peritoneal (Alatas H, 2017).
 Dietary
- Berdasarkan hasil recall 24 jam pasien diketahui bahwa asupan
pasien sebagai berikut:
Energi = 53,9% (kurang)
Karbohidrat =31,7% (kurang)
Protein = 87,8% (baik)
Lemak = 94,7% (baik)
- Pasien merasakan mual sehingga mengakibatkan penurunan nafsu
makan
- Berdasarkan hasil SQ-FFQ asupan gizi pasien termasuk baik
(WNPG, 2004) dengan persentase pemenuhan sebagai berikut:
Energi = 81,8%
Karbohidrat = 83,3 %
Protein = 82,5%
Lemak = 75,3%
- Hasil SQ-FFQ yang menunjukkan pasien masih mengkonsumsi
makanan yang tidak dianjurkan sesuai anjuran diet seperti jeroan, mie
instan dan kerupuk.
b. Masalah Behaviour
- Pasien dan keluarga pernah mendapatkan edukasi gizi terkait
pengaturan makan, makanan yang dianjurkan, makanan yang tidak

25
dianjurkan tetapi pasien belum menjalankan sepenuhnya diet yang
dianjurkan.
- Pasien belum menjalankan prinsip 5 kunci keamanan pangan dalam
memilih makanan.
c. Masalah Medis
- Pasien terdiagnosa CKD stage 5 on CAPD, DM tipe 2, dan
hipertensi on treatment

26
3.5. Analisis Masalah

DM Tipe 2 Hipertensi

Perlukaan Peningkatan tekanan


pada arteriol hidrostatik
aferen ginjal

Retensi air dan garam Mikroalbuminuria

Penurunan Proteinuria Bengkak


GFR
Ureum dan kreatinin tinggi

Defisiensi EPO Kerusakan ginjal Hiperkalemia

Ketidakseimbangan elektrolit
Anemia Gagal ginjal
Asupan
Mual
makan
Lemah Oedema menurun

Hemodialisa

CAPD

Gambar 3.1 Kerangka Analisis Masalah


Sumber : Julianti (2014) mengacu pada Purwo (2010)

27
Pada pendertita DMT-2 terjadi hiperinsulinemia dimana insulin tidak
dapat membawa glukosa ke dalam jaringan akibat resistensi insulin dimana terjadi
penurunan kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati yang
mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal ini dapat mengakibatkan
menurunnya sekresi insulin dan adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin
lain sehingga sel β pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya
glukosa (ADA, 2010).
Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang diabetes melitus dimulai
dengan adanya mikroalbuminuria. Mikroalbuminuria umumnya didefinisikan
sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg per hari dan dianggap penting untuk
timbulnya nefropati diabetik yang jika tidak terkontrol kemudian akan
berkembang menjadi proteinuria secara klinis dan berlanjut dengan penurunan
fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal
(Hendromartono, 2014).
Hipertensi merupakan salah satu penyebab gagal ginjal melalui suatu
proses yang mengakibatkan hilangnya sejumlah besar nefron fungsional yang
progesif dan irreversible. Peningkatan tekanan dan regangan yang kronik pada
arteriol dan glomeruli diyakini dapat menyebabkan. Perubahan fungsi ginjal
dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan kerusakan lebih lanjut pada nefron
yang ada. Lesi-lesi sklerotik yang terbentuk semakin banyak sehingga dapat
menimbulkan obliterasi glomerulus, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal
lebih lanjut, dan menimbulkan lingkaran setan yang berkembang secara lambat
yang berakhir sebagai penyakit gagal ginjal (Guyton and Hall, 2007).
Anemia terutama disebabkan oleh defisiensi Erythropoietic Stimulating
Factors (ESF) (Suhardjono, 2009). Dalam keadaan normal 90 % eritropoeitin
(EPO) dihasilkan di ginjal tepatnya oleh juxtaglomerulus dan hanya 10% yang
diproduksi di hati. Eritropoetin mempengaruhi produksi eritrosit dengan
merangsang proliferasi, diferensiasi dan maturasi prekursor eritroid. Keadaan
anemia terjadi karena defisiensi eritropoietin yang dihasilkan oleh sel peritubular
sebagai respon hipoksia local akibat pengurangan parenkim ginjal fungsional

28
(NKF K/DOQI, 2002). Respon tubuh yang normal terhadap keadaan anemia
adalah merangsang fibroblas peritubular ginjal untuk meningkatkan produksi
EPO, yang mana EPO dapat meningkat lebih dari 100 kali dari nilai normal bila
hematokrit dibawah 20%. Pada pasien PGK, respon ini terganggu sehingga
terjadilah anemia dengan konsentrasi EPO yang rendah, dimana hal ini dikaitkan
dengan defisiensi eritropoietin pada PGK. Faktor lain yang dapat menyebabkan
anemia pada PGK adalah defisiensi besi, defisiensi vitamin, penurunan masa
hidup eritrosit yang mengalami hemolisis dan akibat perdarahan(Sukandar,2006).

3.6. Diagnosa Gizi


NI 2.1. Kekurangan intake makanan dan minuman per oral berkaitan dengan
pasien mengalami mual dan nafsu makan menurun ditandai dengan
hasil recall 24h menunjukkan intake pasien kurang dari kebutuhan
yaitu E = 53,9% (defisit berat), P = 87,8%( defisit ringan) KH =
31,7% (dfisit berat)

NI 5.4. Penurunan kebutuhan natrium berkaitan dengan disfungsi ginjal


ditandai dengan adanya oedem pada kaki dan asites.

NC 2.2. Perubahan data lab terkait gizi (albumin, Hb, Ureum, Creatinin, dan
gula darah) berkaitan dengan pasien mengalami anemia dan nefropati
diabteik ditandai dengan hasil lab albumin rendah (2,89 g/dl), Hb
rendah (8,2 g/dl), Ureum tinggi (196), Creatinin tinggi (10,24) , dan
GDS tinggi (213 mg/dl)

NB 1.4 Kurangnya kemampuan memonitor diri sendiri berkaitan dengan


kurangnya kemauan untuk memperbaiki pola makan ditandai oleh
hasil SQ-FFQ yang menunjukkan pasien masih mengkonsumsi
makanan yang tidak dianjurkan sesuai diet seperti jeroan, mie instan
dan kerupuk.

29
3.7. Rencana Intervensi Gizi
ND 1. Makanan utama dan snack
Tujuan :
1. Memberikan makanan sesuai kebutuhan untuk mempertahankan status
gizi pasien
2. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Menjaga agar akumulasi produksi sisa metabolisme tidak berlebihan.
Prinsip :
Tinggi Protein, rendah garam
Syarat :
1. Energi diberikan cukup dengan menggunakan perhitungan 35
kkal/kgBBI/hari serta mempertimbangkan faktor aktivitas, faktor stress
,dan koreksi umur
2. Protein diberikan tinggi yaitu 1,2 g/Kg BB/hr diutamakan protein hewani
yang bernilai biologis tinggi untuk menggantikan protein yang hilang
melalui cairan peritoneal dialisis tanpa harus memperberat kerja ginjal.
3. Lemak diberikan cukup yaitu 25% dari total energi sebagai cadangan
sumber energi.
4. Karbohidrat diberikan sedang yaitu 62,8% dari total kalori, sebagai
sumber energi. Diutamakan karbohidrat kompleks
5. Kalium dibatasi yaitu 3 gram + penyesuaian menurut jumlah urin sehari
yaitu untuk tiap 1 liter urin.
6. Natrium dibatasi yaitu 600-800 mg Natrium (2 gram garam dapur) karena
mempunyai riwayat hipertensi, adanya oedem dan asites.
7. Fosfor dibatasi < 17 mg/kgBB/hari
8. Kebutuhan cairan pasien disesuaikan dengan urine sehari ditambah 500 cc
dari pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan
9. Bentuk makanan sesuai daya terima pasien yaitu makanan biasa
10. Pemberian makanan memperhatikan 3J (jumlah, jadwal, jenis)

30
Perhitungan kebutuhan :
Energi diberikan 35 kkal/kgBBI/hari
Energi = 35 x BBI = 35 x 61,3 = 2145.5 kkal
 Protein 1g/kgBB/hari = 1,2 x 53,8 = 64,5 gam  12 %
 Lemak = 25% x 2145,5 : 9 = 59,6 gam
 KH = 63% x 2145,5 : 4 = 337,9 gam
 Cairan = 450 ml (urin tampung dalam sehari) + 500 ml =
950 ml

E 1.1 Edukasi Gizi


 Tujuan : Memberikan informasi terkait diet yang harus dijalani
pasien dan
motivasi untuk merubah gaya hidup setelah KRS
 Sasaran : Pasien dan keluarga pasien
 Waktu : ± 30 menit
 Tempat : Ruang 24A Kamar 1A
 Metode : Diskusi
 Media : Leaflet GGK dengan dialisis dan DBMP (Daftar Bahan
Makanan
Penukar)
 Materi :
1. Menjelaskan tentang pengaturan makan sesuai kondisi
penyakit pasien
2. Menjelaskan tentang bahan makanan yang dianjurkan,
dibatasi, dan dihindari seperti menghindari makanan yang
berkuah, tinggi gula, makanan berlemak, tinggi natrium,
tinggi kalium.
3. Memotivasi pasien untuk meningkatkan asupan makan dan
menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit.
Memotivasi pasien untuk merubah gaya hidup (pola makan
seimbang sesuai diet setelah KRS).
 Evaluasi

31
Evaluasi edukasi dilakukan dengan cara memberikan pre-
test dan post-test secara lisan untuk mengetahui bahwa pasien dan
keluarga memahami materi edukasi yang disampaikan.

3.8. Rencana Monitoring dan Evaluasi


 Antropometri
BB merupakan pengukuran antropometri untuk menentukan status
gizi pasien. Pengukuran BB dilakukan pada pengkajian data dan monev
hari ke-3 untuk melihat perkembangan status gizi pasien.
 Biokimia
Hasil laboratorium akan dimonitor jika ada tes laboratorium
dengan cara melihat data rekam medis pasien dengan target hasil lab
mendekati normal.
 Fisik Klinis
Monitoring fisik klinis meliputi keadaan umum, keluhan,
kesadaran, tekanan darah, nadi, respiration rate, suhu tubuh, oedem dan
asites dengan cara melihat hasil catatan di buku tanda-tanda vital,
menanyakan langsung kepada pasien terkait keluhan yang dirasakan dan
observasi untuk monitoring keadaan oedem dan asites yang dilakukan
setap hari dengan target mencapai nilai normal.
 Dietary Intake
Monitoring asupan makanan pasien dilakukan setiap jam makan
dengan cara observasi langsung disertai recall (makanan luar rumah sakit)
dengan target asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat pasien
mencapai 80% dari kebutuhan serta asupan cairan, natrium dan kalium
tidak melebihi batas yang dianjurkan.
 Edukasi
Monitoring pemahaman pasien dan keluarga mengenai edukasi
yang diberikan dengan target pemahaman pasien 80% dari total materi
yang disampaikan secara lisan yaitu tanya jawab saat edukasi, serta
memantau kepatuhan pasien terhadap diet yang dianjurkan.
3.9. Implementasi Asuhan Gizi

32
 Diet yang diberikan di rumah sakit :
Tabel 3.6. Diet yang diberikan di Rumah Sakit
18 Maret 2020 19 Maret 2020 20 Maret 2020
HD II RG (1885,5 DK I (1885,5 kkal) DK I (1885,5 kkal)
kkal)
Bentuk makanan biasa
 Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai diet yang
diberikan di rumah sakit serta motivasi pasien untuk mematuhi diet yang
diberikan.

BAB IV

33
HASIL MONITORING DAN EVALUASI

4.1. Monitoring dan Evaluasi Asupan


Pengambilan data untuk studi kasus dilakukan pada tanggal 18 Maret 2020
di Ruang Fresia kamar 301 RS Omni Cikarang. Monitoring dan evaluasi asuhan
gizi pasien dilakukan pada tanggal 19-21 Maret 2020. Asupan makan yang
diamati merupakan yang dikonsumsi pasien baik dari rumah sakit maupun
makanan yang dibawa oleh keluarga pasien. Saat pengambilan data, pasien
mendapatkan diet HDIIRG dengan total energi 1885,5 kkal dalam bentuk biasa.
Frekuensi pemberian makan diberikan sebanyak 3 kali makanan utama dan 2 kali
makanan selingan. Saat pengamatan hari pertama, pasien tetap mendapatkan diet
yang sama dan tidak ada perubahan. Namun pasen tidak mau mengkonsumsi
makanan dari rumah sakit dengan alasan pasien merasa mual dan tidak nafsu
dengan maknan rumah sakit sehingga keluarga pasien(istri) memberikan makanan
dari luar. Pada hari ke 2 diet pasien diganti untuk sarapan pagi menggunakan roti
tawar isi meses, untuk makan siang dan makan malam kentang 2 buah ukuran
sedang, telur, susu, madu dan buah. Jumlah asupan makan pasien dalam sehari
didapatkan dengan cara observasi langsung dan recall 1x24 jam. Dari hasil
pengamatan dan recall 1x24 jam tersebut selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan DBMP (Daftar Bahan Makanan Penukar) dan software nutrisurvey.
Hasil analisis data tersebut kemudian dibandingkan dengan kebutuhan pasien
dalam sehari. Adapun zat gizi yang dipantau adalah energi total, karbohidrat,
protein, lemak, dan asupan cairan pasien.

Tabel 4.1

34
Data Energi dan Zat Gizi Selama Pengamatan
Saat
Energi Pengambilan Monev Hari 1 Monev Hari 2 Monev Hari 3
dan Zat Data (19/3/2020) (20/3/2020) (21/3/2020)
Gizi Kebutuhan (18/3/19) RS Luar RS Luar RS Luar
Energi 2.145,5 1.158 1.199,3 298 1240,7 207,6 1375,7
(kkal) kkal (53,9%) 0 (55,8%) (13,9%) (57,8%) (9,6%) (64,1%)
Protein 57,3 50,9 6,3 50,3 9,2 54,2
(g) 65,2 g (87,8%) 0 (78,1%) (9,7%) (77,1%) (14,1%) (83,1%)
Lemak 56,3 45,5 7,2 44,9 9,2 37,1
(g) 59,6 g (94,5%) 0 (76,3%) (12,1%) (75,3%) (15,4%) (62,2%)
106,9 145,1 55,1 159,9 22,2 198,7
KH (g) 336,8 (31,7%) 0 (43,1%) (16.4%) (47,5%) (6,6%) (58,9%)
148,4 129,2 321,6 98,3 75,8 99,3
Na (mg) 800 mg (18,5%) 0 (16,2%) ((40,2%) (12,3%) (9,4%) (12,4%)

Cairan
(ml) 950 ml 900 (94%) 900 (94%) 800 (84,2%) 850 (89,5%)

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa asupan pasien masih belum


stabil dan belum mencapai target yaitu 80% kebutuhan pasien dalam sehari.
Tingkat asupan pasien meningkat setiap harinya tetapi masih tergolong kurang
dari total kebutuhan pasien dalam sehari.

4.1.1. Asupan Energi


Pada saat pengambilan data, pasien diberikan diet HDIIRG dengan total
energi 1885,5 kkal. Makanan diberikan dalam bentuk makanan biasa.. Menu
makanan yang diberikan sesuai dengan siklus menu makanan rumah sakit dan
kebutuhan pasien. Kebutuhan energi pasien per hari yaitu 2145,5 kkal. Hasil
monitoring asupan energi pasien selama 3 hari disajikan pada Gambar 4.1.

35
Gambar 4.1 Gafik Asupan Energi

Data asupan energi selama 4 hari pada gafik diatas menunjukkan bahwa
asupan energi pasien pada saat pengambilan data masuk dalam kategori defisit
berat yaitu 53,9% dari total kebutuhan. Pada monev hari 1 asupan makan pasien
meningkat tetapi tidak signifikan dan makanan yang dikonsumsi pasien adalah
makan dari luar rumah sakit. Pada hari ke 2 dan ke 3 monev asupan energi pasien
mengalami peningkatan yang cukup banyak.

36
4.1.2. Asupan Karbohidrat
Kebutuhan karbohidrat pasien adalah 336,8 gam yang didapatkan dari
kebutuhan energi total dikurangi kebutuhan protein dan lemak. Hasil monitoring
asupan karbohidrat pasien selama 3 hari disajikan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Gafik Asupan Karbohidrat

Gafik diatas menunjukkan bahwa asupan karbohidrat pasien mengalami


peningkatan sejak monitoring hari pertama. Kontribusi asupan karbohidrat pasien
terbanyak berasal dari makanan luar rumah sakit sedangkan yang berasal dari diet
rumah sakit lebih sedikit.
4.1.3. Asupan Protein
Kebutuhan protein pasien yaitu 65,2 g, kebutuhan protein pasien diberikan
tinggi karena pasien sudah CAPD. Untuk jenis protein yang diberikan adalah
protein bernilai biologis tinggi yaitu berasal dari sumber protein hewani seperti
telur, ikan, daging, dan ayam, sedangkan protein nabati disarankan terbatas
pemberiannya. Hasil monitoring asupan protein pasien selama 3 hari disajikan
pada Gambar 4.3.

37
Gambar 4.3 Gafik Asupan Protein

Gafik diatas menunjukkan bahwa asupan protein pasien mengalami


penurunan pada hari 1 monev dan meningkat pada hari ke 2 dan 3 monev.
4.1.4. Asupan Lemak
Kebutuhan lemak pasien per hari adalah sebesar 59,6 gam. Kebutuhan
lemak ini sudah mempertimbangkan kondisi pasien, yaitu diberikan sebesar 25%
dari total kebutuhan energi. Hasil monitoring asupan lemak pasien selama 3 hari
disajikan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Gafik Asupan Lemak

38
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa asupan lemak pasien mengalami
penurunan pada hari pertama monev dan meningkat kembali pada hari ke 2 dan 3
monev.
4.1.5. Asupan Cairan
Kebutuhan cairan pasien per hari bergantung dari jumlah urine tampung
pasien dalam waktu 24 jam ditambah 500 cc dari pengeluaran cairan melalui
keringat dan pernapasan. Berdasarkan hasil pengkajian data, urine tampung pasien
450 cc sehingga kebutuhan cairan pasien sebesar 950 cc. Hasil monitoring tingkat
asupan cairan pasien selama 3 hari disajikan pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Gafik Asupan Cairan

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa asupan cairan hari pertama, kedua dan
ketiga monev tidak melebihi kebutuhan.
4.1.6. Asupan Natrium
Hasil analisis asupan natrium Tn. MG dari hasil monev masih tergolong
batas aman (tidak melebihi yang dianjuran). Hasil monitoring tingkat asupan
natrium pasien selama 3 hari disajikan pada Gambar 4.6.

39
Gambar 4.6 Gafik Asupan Natrium

4.2. Monitoring dan Evaluasi Data Antropometri


Pengukuran antropometri dilakukan pada saat pengambilan data dasar dan
pengamatan hari ketiga. Pengukuran antropometri yang dilakukan adalah
pengukuran berat badan hingga pengamatan hari ketiga. Hasil monitoring dan
evaluasi pengukuran antropometri pasien disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Monitoring dan Evaluasi Pemeriksaan Antropometri
Antropometri Sebelum Intervensi Monev Hari 3
BB 57 cm 56 cm
Status gizi Baik Baik

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa hasil pengukuran BB pasien pada


hari ke 3 monev setelah dilakukan penimbangan turun 1 kg.
4.3. Monitoring dan Evaluasi Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan setiap hari. Data pemeriksaan
laboratorium yang diperoleh hanya pada saat sebelum intervensi dan sampai hari
ke 3 monev tidak ada pemeriksaan laboratorium kembali .
4.4. Monitoring dan Evaluasi Pemeriksaan Fisik Klinis
Pemeriksaan fisik dan klinis pasien diambil dari data sekunder rekam
medis serta observasi langsung kondisi pasien saat hari pengamatan. Hasil
pemeriksaan fisik klinis pasien disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4.3

40
Monitoring dan Evaluasi Pemeriksaan Fisik Klinis
Fisik Klinis Sebelum Monev Hari Monev Hari Monev Hari
Intervensi 1 2 3
(18/03/2020) (19/03/2020) (20/03/2020) (21/03/2020)
KU Lemah Baik Baik Baik
GCS 456 456 456 456
Kesadaran CM CM CM CM
Tekanan Darah 110/80 mmHg 130/80 120/80 110/80
(TD) mmHg mmHg mmHg
Heart Rate 80x/menit 75x/menit 80x/menit 80x/menit
(HR)
Respiratory 24x/menit 20x/menit 20x/menit 20x/menit
Rate (RR)
Suhu tubuh 36,5˚C 36,9˚C 36,5˚C 36,5˚C
Sesak nafas (-) (-) (-) (-)
Oedema & (+) (+) Berkurang Berkurang
asites (BB=56,5 kg) (BB=56 kg)

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas menunjukkan keadaan fisik klinis pasien hari ke hari
relatif membaik.
4.5. Monitoring dan Evaluasi Edukasi Gizi
Edukasi yang diberikan yaitu memberikan edukasi terkait diet untuk
penderita CKD on CAPD dan rendah garam. Selain diberikan motivasi, pasien
dan keluarga pasien juga diberikan materi terkait pengaturan makan yang sesuai
dengan kondisi pasien yaitu DM dan gagal ginjal on CAPD, bahan makanan yang
dianjurkan, bahan makanan yang tidak dianjurkan.
Monitoring dan evaluasi pasien dilakukan dengan melakukan pre test dan
post test secara lisan kepada pasien dan keluarga pasien. Setelah diberikan edukasi
gizi, pasien dan keluarga pasien mampu menjawab pertanyaan yang diberikan
terkait materi edukasi yang telah disampaikan serta komitmen pasien untuk
menjalankan diet yang disarankan setelah KRS.
Tabel 4.4
Monitoring dan Evaluasi Edukasi Gizi
Tujuan Sebelum edukasi Sesudah edukasi
 Memberikan  Pasien dan keluarga  Pasien dan keluarga
informasi terkait diet kurang paham menjadi lebih paham

41
gagal ginjal dengan mengenai diet gagal paham mengenai diet
CAPD yang harus ginjal dengan CAPD gagal ginjal dengan
dijalani pasien, CAPD, meliputi
meliputi makanan makanan yang
yang perbolehkan dan perbolehkan dan
yang dibatasi.  Pasei dan keluarga yang dibatasi.
 Memberikan belum mengetahui  Pasien dan keluarga
pengetahuan tentang 5 kunci tahu dan memahami
mengenai 5 kunci keamanan pangan 5 kunci keamanan
keamanan pangan  Pasien kurang pangan
 Memberikan motifasi termotivasi untuk
untuk menjalankan menjalankan diet  Pasien termotivasi
diet yang dianjurkan. yang dianjurkan untuk menjalankan
diet yang dianjurkan

42
BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Hasil Monitoring dan Evaluasi Asupan


5.1.1. Keluhan pasien
Pada awal masuk rumah sakit pasien mengeluh mual dan tidak nafsu
makan, hal ini dikarenakan adanya gangguan gastrintestinal. Pasien hemodialisa
memiliki kecenderungan mengalami hipersekresi asam lambung (Anisa, 2012).
Hasil penelitian Bossola (2011) menyatakan bahwa penolakan terhadap makanan,
rasa kenyang dini, dan terutama perubahan sensasi pengecapan dan penciuman
secara signifikan banyak ditemukan pada pasien hemodialisa dengan nafsu makan
yang buruk dan sangat buruk. Kondisi nuremia yang dialami pasien juga
berpotensi menyebabkan perubahan pengecapan dan penciuman. Dalam studi
Giep et al. (2007) mengemukakan bahwa terjadi gangguan pada kemampuan
dalam penciuman dan diantara pasien gagal ginjal kronik yang berkaitan dengan
keruskaan ginjal serta tingkat akumulasi racun urea.

5.1.2. Asupan Energi


Kebutuhan energi pasien dalam sehari sebesar 2.145,5 kkal. Asupan energi
pasien pada saat pertama kali masuk rumah sakit sebesar 1.158 kkal dengan
persentase pemenuhan kebutuhan 53,9% dimana termasuk dalam kategori defisit
berat (Salimar dkk., 2016). Hal ini disebabkan karena pasien mengalami mual dan
penurunan nafsu makan. Keluhan ini berlanjut hingga saat monitoring dan
evaluasi.
Anjuran diet yang diberikan didasarkan pada frekuensi dialisis, sisa fungsi
ginjal dan ukuran tubuh. karena nafsu makan pasie umunya rendah, perlu
diperhatikan kesukaan makanan pasien dalam batas-batas diet yang diterapkan.
Diet yang dianjurkan untuk penderita gagal ginjal kronik dengan CAPD adalah
diet hemodialisis, dengan prinsip tinggi protein rendah garam. Saat awal masuk
rumah sakit pasien diberikan diet HD RG II ( 1.885,5 kkal, Protein 76,8 g, lemak
53,1, karbohidrat 279 g dan kalium 2628,2 mg), frekuensi 3x makanan utama dan
2 kali makanan selingan dengan bentuk makanan biasa. Jenis diet yang diberika

43
sesuai dengan standar diet bagi pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik dengan
CAPD serta sesuai dengan kebutuhan pasien. Pemberiakan kalori dibawah
kebutuhan pasien dikarenakan menyesuakan dengan keadaan pasien yang masih
mual dan nafsu makan belum baik dan akan dinaikkan atau disesuakan secara
bertahap sesuai dengan membaiknya kondisi pasien.
Pada pengamatan hari pertama, asupan energi pasien mengalami
peningkatan menjadi 55,8% dari total kebutuhan. Peningkatan asupan energi
pasien pada hari pertama monev tidak terlalu banyak karena pasien masih merasa
mual. Peningkatan ini juga berlanjut hingga pengamatan hari kedua menjadi
23,4% dari diet RS dan 57,8% makanan luar RS dari total kebutuhan) dan hari ke
tiga monev sebesar 16,2% dari diet RS dan 64,1% makanan luar RS dari total
kebutuhan, hal ini dikarenakan keluhan mual pasien yang semakin hari semakin
berkurang dan pada hari ke dua diet pasien diganti menjadi DK I dengan harapan
pasien mau mengkonsumsi makanan yang disediakan rumah sakit
Jika dibandingkan dengan target yaitu sebesar 80%, asupan energi pasien
juga tidak memenuhi target. Hal ini disebabkan karena selama pengambilan data
dan pengamatan, pasien masih belum mampu makan dalam jumlah banyak dan
nafsu makan belum sepenuhnya kembali.
5.1.2. Asupan Karbohidrat
Kebutuhan karbohidrat pasien dalam sehari sebesar 336,8 gam. Jumlah ini
didapatkan dari sisa total energi dikurangi asupan protein dan lemak. Jenis
karbohidrat yang diutamakan adalah karbohidrat kompleks (Wahyuningsih,
2013). Asupan karbohidrat pasien pada saat pertama kali masuk rumah sakit
sebesar 31,7% dari kebutuhan, dimana termasuk dalam kategori defisit berat
(Salimar dkk., 2016). Pada pengamatan hari pertama (recall 24 jam) asupan
karbohidrat pasien mengalami peningkatan menajdi 43,1% dari total kebutuhan.
Asupan karbohidrat meningkat pada hasil pengamatan hari kedua menjadi 25,6%
dari diet RS dan 47,5% makanan luar RS dari total kebutuhan, demikian pula
asupan karbohidrat hari ke 3 yaitu sebanyak 10,,3% dari diet RS dan 58,9%
makanan luar RS dari total kebutuhan). Hal ini disebabkan karena pasien
mengkonsumsi sebagian makanan yang diberikan dari rumah sakit terutama
sumber karbohidratnya yaitu roti isi meses dan kentang rebus .

44
Jika dibandingkan dengan target yaitu sebesar 80%, asupan karbohidrat
pasien juga tidak memenuhi target. Hal ini disebabkan karena selama
pengambilan data dan pengamatan, pasien masih mengalami keluhan seperti mual,
dan nafsu makan belum kembali seperti semula sehingga asupan makanan belum
maksimal. Selain dari asupan makan perlu diperhatikan juga kandungan kalori
yang terkandung pada larutan dialisa, dimana pasien menggunakan larutan dialisa
Dianeal 1,5% dimana terdapat kandungan dextrose pada cairan tersebut. setiap
1000 ml cairan dianeal mengan kurang lebih 15 gam dextrose yang setara dengan
60 kalori.
5.1.3. Asupan Protein
Kebutuhan protein pasien dalam sehari sebesar 65,2 gam. Jumlah ini
didapatkan dari perhitungan dengan menggunakan prinsip kebutuhan protein
1,2g/kgBBI/hari. Kebutuhan protein pada pasien diberikan tinggi karena kadar Hb
dan albumin pasien rendah dan pasien menjalankan CAPD. Protein yang
digunakan diusahakan memiliki nilai biologi tinggi yang umumnya berasal dari
sumber hewani dan produk susu. Produk kedelai dan hasil olahannya juga dapat
diberikan tetapi dalam jumlah yang terbatas ( 2 penukar/hari).
Asupan protein pasien pada saat pertama kali masuk rumah sakit sebesar
87,8% dimana termasuk dalam kategori defisit ringan (Salimar dkk., 2016). Pada
pengamatan hari pertama, asupan protein pasien mengalami penurunan menjadi
50,9 gam atau sebesar 78,1% dari total kebutuhan. Hal ini disebbakan karena
pasien masih mengeluh mual sehingga tidak dapat mengkonsumsi lauk dalam
jumlah banyak. Asupan protein meningkat pada hasil pengamatan hari kedua
menjadi 56,6 gam (16,2% dari diet RS dan 77,1% makanan dari luar RS dari total
kebutuhan). Hal ini disebabkan karena pasien mengonsumsi susu yang diberikan
rumah sakit saat waktu makan siang. Begitu pula pada saat pengamatan hari
ketiga. Asupan protein pasien meningkat menjadi 63,4 g (23,5% dari diet RS dan
83,1% makanan luar RS) sehingga pada hari ke 3 monev kebutuhan protein
pasien dapat tercukupi (106,6%).
5.1.4. Asupan Lemak
Kebutuhan lemak pasien dalam sehari sebesar 59,6 gam. Jumlah ini
didapatkan dari 25% total kebutuhan energi pasien. Asupan lemak pasien pada

45
saat pertama kali masuk rumah sakit sebesar 56,3 gam dengan persentase
pemenuhan kebutuhan 94,5% dimana termasuk dalam kategori normal (WNPG,
2004). Pada pengamatan hari pertama, asupan lemak pasien mengalami penurunan
menjadi 76,3% dari total kebutuhan. Hal ini disebabkan karena pasien sedikit
mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak. Asupan lemak hasil
pengamatan hari kedua sebesar 21,9% dari diet RS dan 75,3% makanan luar RS
total kebutuhan) dan monev hari ke tiga sebesar 28% dari diet RS dan 62,2%
makanan luar RS, asupan lemak cenderung stabil. Jika dibandingkan dengan
target yaitu sebesar 80%, asupan lemak pasien sudah mendekati target.
5.1.5. Asupan Cairan
Cairan merupakan kebutuhan dasar yang utama. Pada “One Day Care”
pasien yang menjalani hemodialisis ataupun CAPD, cairan merupakan salah satu
perhatian disamping oksigenasi, nutrisi, eliminasi, proteksi dan aktifitas. Jumlah
cairan adalah 60% BBdengan komposisi 36%cairan intra sel dan 24%cairan ekstra
sel(18% interstisial; 6% intravaskular). Komposisi cairan bervariasi tergantung
dari umur, jenis kelamin, dan jumlah lemak dalam tubuh. Manajemen cairan
adalah keterampilan dalam mengidentifikasi masalah, menetapkan tujuan,
pemecahan masalah, pengambilan keputusan dalam menanggapi fluktuasi tanda
dan gejala, mengambil tindakan dalam menanggapi respon fisiologis kekurangan
cairan tubuh, monitoring serta mengelola gejala (Lindberg, 2010). Penting untuk
diingat tentang penyebab haus. Makanan berisi cairan dan nafsu makan pasien
yang meningkat akan meningkatkan IDWG, dan kenyataan ini dapat dengan rinci
diperoleh pada pengkajian diet, indikasi tinggi protein dan kalori seperti cairan
dalam jelly, ice cream, saus dan sup (Isroin, 2016).
Kebutuhan cairan pasien dengan gagal ginjal disesuaikan dengan
banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui urin ditambah 500 ml pengganti
cairan yang dikeluarkan melalui kulit dan pernafasan (Wahyuningsih, 2013).
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung
kongestif serta edema paru. Jika pembatasan protein dan cairan diabaikan,
komplikasi dapat membawa kematian. Berdasarkan hasil pengamatan, kebutuhan
cairan pasien pada pengamatan hari pertama, kedua, dan ketiga sebesar 900 ml

46
(94,7%), 800 ml (84,2%), dan 850 ml (89,5%), sehingga dapat disimpulkan
bahwa asupan cairan pasien cukup dari kebutuhannya.
5.1.6. Asupan Natrium
Aspek yang lebih penting untuk menjaga IDWG normal pada pasien
dengan hemodialysis dan peritonial dialysis adalah dengan mengurangi jumlah
garam dan menggunakan bumbu-bumbu serta rempah-rempah untuk menambah
rasa (Thomas, 2003). Asupan natrium dibatasi guna mengendalikan tekanan darah
dan edema (Suwitra, 2006). Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus
yang selanjutnya mendorong pasien untuk minum, jika asupan cairan berlebih
maka dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah, edema bahkan dapat
mengakibatkan hipotensi saat dialisis (Sudoyo dkk., 2006). Kebutuhan natrium
yang diberiakn kepada Tn. MG adalah 2 gram/hari. Hasil analisis asupan natrium
Tn. MG dari hasil monev selama 3 hari masih tergolong batas aman (tidak
melebihi yang dianjuran).
5.2. Hasil Monitoring dan Evaluasi Data Antropometri
Berat badan pasien awal masuk rumah sakit adalah 57 kg dan setelah
perawatan BB pasien turun 1 kg menajdi 56 kg. Hali ini dimungkinkan karena
berkurangnya oedem dan asites pasien yang berkurang dan proses dweling pasien.
Status gizi pasien saat masuk hingga keluar rumah sakit tergolong dalam gizi baik
yang dilihat dari hasil IMT.
5.3. Hasil Monitoring dan Evaluasi Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat pengambilan data dasar
(18/3/2019), Hasil pemeriksaan laboratorium pertama menunjukkan bahwa saat
pengambilan data, pasien mengalami hipoalbuminemia hal ini dapat dikarenakan
asupan protein yang kirang, sintesa albumin di hati rendah ataupun kehilangan
protein melalui urin. Nilai ureum dan kreatinin pasien juga tinggi sebagai indikasi
terdapat kerusakan pada ginjal. SGPT dan SGOT mengalami peningkatan hal ini
menunjukkan adanya gangguan fungsi hati dimana pasien juga mengidap hepatitis
B. Sedangkan untuk pemeriksaan elektrolit serum, hasil dari natrium, kalium, dan
chloride seimbang dan untuk GDS pasien cenderung stabil. Pemeriksaan
laboratorium tidak dilakukan setiap hari. Data pemeriksaan laboratorium yang

47
diperoleh hanya pada saat sebelum intervensi dan sampai hari ke 3 monev selesai
tidak ada pemeriksaan laboratorium kembali
5.4. Hasil Monitoring dan Evaluasi Pemeriksaan Fisik Klinis
Berdasarkan hasil pengamatan kondisi pasien dapat dilihat dari fisik klinis
pasien dalam kondisi stabil dan terkontrol pada kondisi normal, baik dari keadaan
umum, kesadaran, tekanan darah (TD), heart rate (HR), respiratory rate (RR),
suhu tubuh, dan keluhan pasien. Keluhan mual sudah mulai berkurang pada hari
ke 2 pemantauan pasien demikian juga untuk oedem dan asites pasien sudah ada
perubahan (berkurang) hal ini karena pasien sudah menjalani CAPD.
5.5. Hasil Monitoring dan Evaluasi Edukasi Gizi
Keberhasilan edukasi gizi yang diberikan kepada pasien dan keluarga
dilihat dari peningkatan pengetahuan dan kepatuhan diet pasien. Sebelum pasien
sudah pernah mendapat edukasi gizi, pasien sudah pernah tahu makanan yang
dianjurkan dan tidak dianjurkan, akan tetapi hingga sebelum MRS pasien belum
bisa mengubah pola makannya. Pasien masih belum sepenuhnya menjalankan diet
yang disarankan. Metode yang digunakan dalam memberikan edukasi adalah
konseling (diskusi dan tanya jawab), metode ini dirasa lebih efektif karena lebih
bersifat interaktif (terjadi komunikasi dua arah) sehingga pasien dan keluarga
lebih memahami pesan yang disampaikan.
Setelah dilakukan edukasi gizi ulang, pasien mampu mengulang
penjelasan mengenai makanan apa saja yang dianjurkan, dibatasai, dan tidak
dianjurkan serta komitmen pasien untuk menjalankan diet yang dianjurkan. Selain
konseling, pasien juga diberikan motivasi untuk meningkatkan asupannya karena
berdasarkan pengkajian data dasar yaitu recall 24 jam, asupan pasien tergolong
defisit. Selama intervensi dilakukan, pasien secara perlahan terdapat peningkatan
asupan yang dikonsumsi di rumah sakit. Pasien juga termotivasi untuk menjalani
hidup sehat agar dapat mengontol kadar gula darah, tekanan darah, dan ginjal
pasien.
Penekanan yang diberikan waktu konseling diantaranya : pasien
dianjurkan untuk mengkonsumsi 3 porsi protein dalam sehari, menghindari makan
yang mengandung banyak gula, makanan berlemak, terlalu asin, tinggi kalium,
tinggi folat, memperhatikan asupan kalsium dan vitamin D serta mengontrol

48
jumlah cairan yang dikonsumsi. Metode edukasi menggunakan metode
penyuluhan individu dan diskusi untuk menggali masalah pasien. Metode ini lebih
banyak melibatkan pasien dan keluarga pasien secara aktif. Media yang digunakan
dalam edukasi ini adalah leaflet diet gagal ginjal kronik dengan dialisa dan leaflet
bahan makanan penukar. Penggunaan leaflet sangat efektif untuk penyuluhan
individu. Selain dapat dibawa pulang, pasien juga dapat membaca kembali
sewaktu-waktu saat pasien lupa. Leaflet juga merupakan media yang cocok
digunakan untuk pasien karena pasien bisa membaca dan menulis (Supariasa,
2012).

49
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
1) Pasien Tn.MG terdiagnosa penyakit CKD stage 5 on CAPD, diabetes
mellitus tipe 2, dan hipertensi on tearment.
2) Masalah yang ditemukan :
a. Berdasarkan data laboratorium : anemia, hipoalbumin, ureum dan
kreatinin meningkat, SGPT dan SGPT tinggi
b. Fisik Klinis : adanya oedem pada kedua kaki dan ascites
c. Keluhan mual dan penuruna nafsu makan
d. Dietary : Hasil recall 24 hour menunjukkan asupan energi dan
karbohidrat defisit.
e. Behavior : Pasien sudah pernah mendapat edukasi gizi tetapi belum
diterapkan.
3) Dari hasi pengkajian data dasar, terdapat diagnosa gizi yang dapat
ditegakkan yaitu:
NI 2.1. Kekurangan intake makanan dan minuman per oral berkaitan
dengan pasien mengalami mual dan nafsu makan menurun
ditandai dengan hasil recall 24h menunjukkan intake pasien
kurang dari kebutuhan yaitu E = 53,9% (defisit berat), P = 87,8%(
defisit ringan) KH = 31,7% (dfisit berat)
NI 5.4. Penurunan kebutuhan natrium berkaitan dengan disfungsi ginjal
ditandai dengan adanya oedem pada kaki dan asites.
NC 2.2. Perubahan data lab terkait gizi (albumin, Hb, Ureum, Creatinin,
dan gula darah) berkaitan dengan pasien mengalami anemia dan
nefropati diabteik ditandai dengan hasil lab albumin rendah (2,89
g/dl), Hb rendah (8,2 g/dl), Ureum tinggi (196), Creatinin tinggi
(10,24) , dan GDS tinggi (213 mg/dl)
NB 1.4 Kurangnya kemampuan memonitor diri sendiri berkaitan dengan
kurangnya kemauan untuk memperbaiki pola makan ditandai
oleh hasil SQ-FFQ yang menunjukkan pasien masih

50
mengkonsumsi makanan yang tidak dianjurkan sesuai diet seperti
jeroan, mie instan dan kerupuk.

4) Intervensi yang diberikan kepada pasien terdiri dari intervensi diet dan
edukasi gizi. Pasien diberikan diet HD II RG 1885,5 kkal. Namun pada
hari kedua, diet pasien dirubah menjadi diet DK 1. Edukasi gizi yang
diberikan merupakan penjelasan terkait diet yang diberikan, makanan yang
dianjurkan dan tidak dianjurkan, serta motivasi pasien untuk
meningkatkan asupannya.
5) Berdasarkan hasil pengamatan, asupan pasien mengalami peningkatan
meskipun belum mencapai target karena pasien masih mengeluh
merasakan mual muntah sehingga peningkatannya pun tidak signifiakan
(bertahap). Terapi edukasi yang diberikan juga menghasilkan perubahan
positif terhadap asupan dan komitmen pasien untuk menerapkan pola
hidup sehat setelah KRS.
6.2. Saran
 Jika pasien masih merasakan mual muntah sehingga sulit untuk
meningkatkan asupannya, ahli gizi dapat berkolaborasi dengan dokter
agar pasien diberikan obat anti mual muntah sehingga nafsu makan
pasien dapat meningkat dan status gizi optimall dapat tercapai.
 Kolaborasi dengan perawat untuk monitoring fisik klinis pasien dan hasil
laboratorium sehingga data yang didapatkan dapat diterapkan jika ada
perubahan dalam hal intervensi gizi pasien.
 Selain motivasi kepada pasien, ahli gizi juga dapat mengajak keluarga
untuk memberi dukungan kepada pasien setelah KRS agar tetap
menjalankan hasil diskusi saat di rumah sakit secara rutin.

51
DAFTAR PUSTAKA

ADA (American Diabetes Association), 2010. Diagnosis and Classification of


Diabetes Mellitus. Diabetes Care, 2014. USA. 27 : 55
Bargman J.M. dan Skorecki K., 2010.Chronic Kidney Disease. Dalam: Jameson
JL, Loscalzo J, editor (penyunting). Harrison’s Nephrology and Acid Base
Disorders. Edisi ke-1. New York: The MacGaw-Hill Companies
Elizabeth C., 2009.Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media.
Guyton, A.C. and J.E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Harrison L., 2012. RHS Latin for Gardeners. United Kingdom: Mitchell Beazley.
Hendromartono, 2014 Nefropati Diabetik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi VI Jilid II. Jakarta: Pusati Penerbit FKUI.
Hill N. R. et al., 2016. Global Prevalence of Chronic Kidney Disease-A
Systematic Review and Meta-Analysis. PLoS One. 11(7): e0158765
Johnson R. J., FeehallyJ., & Floege J., 2014. Comprehensive Clinical Nephrology.
St. Louis: Elsevier Mosby.
KDIGO, 2012.Clinical Practice Guideline for The Evaluation and Management
of Chronic Kidney Disease. http://www.kdigo.org/ (online).
Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI.
Macdougal I.C., et al., 2008. Corrects Anemia in Patients with Chronic Kidney
Disease Not on Dialysis: Results of Randomized Clinical Trial. Clin J Am
Soc Nephrol;(3)337-47.
Marsden P.A., 2009. Treatment of Anemia in Chronic Kidney Disease-Strategies
Based on Evidence. N Engl J Med. 2009;261(21):2089-90.
Moore K.L. dan Anne M.R., 2012. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates.
Muhadi, 2016. JNC 8 : Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi
Dewasa. CKD-236 vol.43 no.1: 54-55.
National Kidney Foundation, 2012. KDOQI Clinical Practice Guideline Chronic
Kidney Disease: Evaluation, Classification, Stratification. New York:
National Kidney Foundation, inc.

52
Price S.A.dan Wilson L.M., 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi ke-6. Jakarta: EGC.
Saad E., 2014. High Blood Pressure/Kidney Disease. Medical College of
Wisconsin.
http://www.mcw.edu/Nephrology/ClinicalServices/HighBloodPressure.html
(online).
Sudoyo, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Suhardjono, 2009. Kelainan Kardiovaskular Pada Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta:
Jurnal Penyakit Dalam hlm.35-9.
Sukandar E., 2006.Nefrologi Klinik Edisi ke-3. Bandung: Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran.
Susalit E., 2009. Diagnosis Dini Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta: Jurnal Penyakit
Dalamhlm.9-12.
Suwitra K. Pendekatan Diagnostik Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta : Jurnal
Penyakit Dalam. 2009. hlm.14-21.
Suwitra K., 2010. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo A.W., Setiyohadi B.,
Alwi I., Simadibrata M., Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
(5th ed). Jakarta: Interna Publishing: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;
p.1036-38.
Tortora G.J., Derrickson B., 2011. Principles of Anatomy and Physiology
Maintanance and Continuity of the Human Body 13th Edition. Amerika
Serikat: John Wiley & Sons, Inc.
Wahyuningsih R., 2013.Penatalaksanaan Diet pada Pasien. Yogyakarta: Gaha
Ilmu.
Widiana I.G.R., 2009. Restriksi Protein Dan Progesifitas Penyakit Ginjal Kronik.
Jakarta: Jurnal Penyakit Dalam hlm 22-25.
Yaswir R. dan Ferawati I., 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium,
Kalium dan Klorida Serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kedokteran
Andalas 2012;1(2):82-3.

53
Lampiran 1
FORM NCP (Nutrition Care Process)
Nama : Tn. MG
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 45 tahun 3 bulan
Diagnosa Medis : CKD stage 5 on CAPD, DM tipe 2 dan Hipertensi on treatment

Assessment Rencana Monitoring dan


Diagnosa Gizi Rencana Intervensi Gizi
Data Dasar Identifikasi Masalah Evaluasi
Antropometri NI 2.1. Kekurangan intake Tujuan : FH 1.1.1 Intake Mkaanan
 BBA = 57 kg makanan dan 1. Memberikan makanan dan Gizi
 BB dg koreksi
minuman per oral sesuai kebutuhan Asupan makan pasien
oedema = 53,8 kg >80% dilihat dari sisa
berkaitan dengan untuk
 TB = 165 cm makanan pasien
 BBI = 61,3 kg pasien mengalami mempertahankan
 IMT = 19,9 (Gizi status gizi pasien PD 1.1 Pemeriksaan Fisik
mual dan nafsu
baik) TD
makan menurun 2. Mengatur
Biokimia Nadi
ditandai dengan keseimbangan cairan RR
Hematologi -Hemoglobin ↓, anemia
- Hemoglobin = 8,2 normocyctic monocromic. dan elektrolit. Suhu
hasil recall 24 hour
mg/dL - Eritrosit ↓ Keluhan mengenai :
yang menandakan 3. Menjaga agar
- Eritrosit = 2,7 106 µ/L - Leukosit ↑ Nafsu makan menurun ,
intake pasien yang akumulasi produksi Mual.
- Leukosit = 11,43 103 - Hematokrit ↓
µ/L sisa metabolisme

54
- Hematokrit = 24,70% - Albumin↓, kurang dari tidak berlebihan. FH 4.1 Pengetahuan
Faal Hati hipoalbuminemia kebutuhan yaitu E 4. Makanan dan Gizi
-Albumin = 2,89 g/dL - SGOT ↑, tanda ada Dapat menyampaikan
= 53,9% (defisit Prinsip :
-SGOT = 117 U/L gangguan fungsi hati. kesimpulan dari edukasi
berat), P = 87,8% Diet DH II :
SGPT = 73 U/L - SGPT ↑ tanda ada yang diberikan dan
-Tinggi Protein
Faal Ginjal gangguan fungsi hati. ( defisit ringan) KH menjawab pertanyaan
-Rendah Garam
Ureum =196 mg/dL dengan benar
= 31,7% (dfisit
Kreatinin = 10,24 mg/dL Ureum ↑, tanda CKD
berat) Syarat :
- Elektrolit Kreatinin ↑. tanda CKD BD 1.2 Profil Elektrolit
1. Energi diberikan
Natrium = 132 mmol/L NC 2.2. Perubahan data Nilai Na dan K normal
Kalium = 3,95 mmol/L Na ↓, hiponatremia cukup dengan
lab terkait gizi
Chloride = 102 mmol/L K ↑, hiperkalemia menggunakan BD 1.10 Anemia Gizi
(albumin, Hb, Nilai biokimia terkait
- Metabolisme Ketidakseimbangan perhitungan 35
Karbohidrat elektrolit Ureum, Creatinin, anemia (HB, MCV, MCH,
GDS = 213 mg/dL kkal/kgBBI/hari serta MCHC, dan RCT)
dan gula darah)
GDS ↑, tanda adanya DM mempertimbangkan
berkaitan dengan BD 1.2.2 Kreatinin
Fisik Klinis
faktor aktivitas, faktor
 KU lemah KU lemah pasien mengalami Nilai kreatinin pasien
stress ,dan koreksi mendekati normal
 GCS 456 Ada asites dan oedem pada anemia dan
 TD 110/80 kaki umur
nefropati diabteik
mmHg Mual (+) 2. Protein diberikan
Nafsu makan menurun ditandai dengan
 Nadi 88x/menit tinggi yaitu 1,2 g/Kg
 RR 18x/menit hasil lab albumin
BB/hr.
 Suhu 36,3˚C rendah (2,89 g/dl),
 Sesak nafas 3. Lemak diberikan
Hb rendah (8,2
 Edema pada perut

55
dan kaki g/dl), Ureum tinggi cukup yaitu 25% dari
 Mual (196), Creatinin total energi.
 Nafsu makan
tinggi (10,24) , dan 4. Karbohidrat diberikan
menurun
GDS tinggi (213 sedang yaitu 62,8%
Dietary mg/dl) dari total energi, sisa
- Hasil 24-H Recall Kebutuhan pasien :
dari kebutuhan
 Energi 1158,2  Energi diberikan 35
kkal (53,9%) kkal/kgBBI/hari setelah dikurangi
 Karbohidrat  Energi = 35 x BBI = 35 NB 1.3 Belum siap untuk protein dan lemak.
106,9 g (31,7%) x 61,3 = 2.145,5 kkal melakukan Diutamakan
 Protein 57,3 g  Protein 1,2g/kgBBI/hari
diet/perubahan pola karbohidrat kompleks
(87,7%) = 1,2 x 54,3 = 59,2 g 
 Lemak 56,5 g 12,2% hidup berkaitan dengan 5. Kalium dibatasi yaitu
(94,7%)  kurangnya kemauan 3 gam + penyesuaian
- Riwayat Gizi Terdahulu  Lemak = untuk memperbaiki pola menurut jumlah urin
 Frekuensi makan 25% x 2.145,5 : 9 = 59,6
utama pasien 3x/hari g makan ditandai oleh sehari yaitu untuk tiap
 Pasien tidak memiliki  Karbohidrat = hasil SQ-FFQ yang 1 liter urin
alergi makanan 62,8% x 2.145,5 : 4 = menunjukkan pasien 6. Natrium dibatasi yaitu
 Kebiasaan makan : 336,8 g
masih mengkonsumsi 600-800 mg Na (2
- Nasi 3x/hari @ 2
makanan yang tidak gam garam dapur)
entong
Berdasarkan hasil 24H dianjurkan sesuai diet karena mempunyai
- Lauk hewani: ayam recall, asupan energi dnan
seperti jeroan, mie instan riwayat hipertensi,
1x/mgg ( 75 g), Ikan KH pasien tergolong

56
segar 2x/mgg (50 g), defisit berat dan kerupuk adanya oedem dan
Daging sapi 2x/mgg ascites
(50 g), jeroan 7. Fosfor dibatasi < 17
1x/mgg (50 g) mg/kgBB/hari
- Lauk nabati : 8. Pemberian makanan
tempe/tahu 2- memperhatikan 3J
(jumlah, jadwal,
3x/mgg (1-2 potong jenis)
sekali makan @ 50
g), cara pengolahan E 1. Edukasi Gizi Konten
 Tujuan :
paling sering
1. Memberikan gambaran
digoreng kondisi pasien (CKD)
- Sayur yang sering 2. Memberikan
rekomendasi diet
dikonsumsi :
sesuai kebutuhan
kangkung, kacang 3. Motivasi pasien untuk
panjang, wortel, menerapkan pola hidup
sehat
kubis ( 4x/mgg @
 Waktu
100g) 30 menit saat visite
- Konsumsi mie instan  Sasaran
2x/mgg (@1 Pasien dan keluarga
 Media
bungkus)

57
- Cemilan yang sering DBMP dan leaflet
dikonsumsi : Roti
RC 1. Kolaborasi
dan kerupuk/keripik 1. Kolaborasi dengan
(3-4 kali/mgg) perawat terkait TD,
- Pasien waktu muda nadi, dan suhu tubuh
pasien
suka mengkonsumsi 2. Kolaborasi dengan
minuman berenergi pihak lab terkait nilai
3-4 x/minggu. biokimia pasien

- Pasien suka minum


kopi 2-3x/hari.
- Minum air putih ± 2
liter/hari

Ekologi
- Riwayat Personal
 Pasien memiliki
riwayat penyakit
DM (pasien
sudah tidak
menggunakan
insulin karena

58
kadar gula sudah
cenderung
normal)
 Pasien memiliki
riwayat Hepatitis
B /HbsAg (+)
sejak 10 tahun
lalu,
 Hipertensi sejak 2
tahun yang lalu.
 Pasien didiagnosa
penyakit CKD
stage 5 sejak 3
bulan yang lalu
 Pasien sudah
menjalani
hemodialisa
dengan jadwal 2
kali dalam
seminggu (sudah

59
3 bulan) dan
terpasang CAPD
2 minggu yang
lalu
 Pasien pernah
mendapatkan
edukasi gizi saat
MRS sebelumnya
- Sosial Ekonomi
 Sejak sakit pasien
tidak bekerja)
 Pendidikan
terakhir pasien
adalah tamatan
SMU
 Pasien tinggal
bersama istri
 Pasien memiliki 2
anak
Farmakologi
 Furosemide 3x40 untuk mengurangi sesak
mg nafas
membuang cairan/garam
via urin
 Amlodipine 1-5 untuk menurunkan TD

60
mg
 Paracetamol Penghilng rasa nyeri
3x500 mg

61
Lampiran 2
HASIL MONITORING DAN EVALUASI
Nama : Tn. MG
Umur : 43 tahun 3 bulan
Diagnosa Medis : CKD stage 5 on CAPD, DM tipe 2 dan Hipertensi on treatment
Tgl Antro Biokimia Fisik Klinis Dietary Edukasi Identifikasi Rencana Tindak
Masalah Baru Lanjut
19/3/2019 Tidak  Tidak dilakukan  KU lemah Pasien Memotivasi Asupan makan Mengganti diet
dilakukan pengukuran  GCS 456 diberikan diet pasien untuk pasien rendah sesuai dengan
pengukuran laboratorium  TD 110/80 DH II RP meningkatkan karena adanya makanan yang dapat
antropometri mmHg dengan bentuk asupannya mual sehingga diterima pasien
 HR 80x/menit makanan biasa terjadi
 RR 24x/menit penurunan nafsu
Asupan makan
 Suhu 36,5˚C
makan pasien
 Sesak (-)
dalam sehari :
 Oedema (+)
 Energi =
1.199,3
(55,8%) kkal
(52,3%)
 KH = 145,1
g (47,5%)
 Protein =

62
50,9 g (78%)
 Lemak =
45,5 g
(76,3%)
20/3/2019 BB = 56,5 Belum ada hasil  KU lemah Pasien Memotivasi Asupan makan
kg lab terbaru  GCS 456 diberikan diet pasien untuk pasien rendah
 TD 130/90 DK I meningkatkan karena adanya
mmHg asupannya mual sehingga
 HR 75x/menit Asupan terjadi
 RR 20x/menit makan pasien penurunan nafsu
dalam sehari : makan
 Suhu 36,9˚C
 Energi
 Sesak (-)
=1538,7 kkal
 Oedema dan
(71,7%%)
asites (-)
 KH = 215 g

(63,8%)
 Protein =
56,6g
(86,8%)
 Lemak =
52,187(87,4
%)
21/3/2019 BB = 56 kg Belum ada hasil  KU lemah Pasien  Memotivasi Asupan makan
kg lab terbaru  GCS 456 diberikan diet pasien untuk pasien rendah
 TD 110/80 DK I mematuhi karena adanya
mmHg diet yang mual sehingga

63
 HR 80x/menit Asupan diberikan terjadi
 RR 20x/menit makan pasien  Menjelaskan penurunan nafsu
 Suhu 36,5˚C dalam sehari : bahan makan
 Sesak ()  Energi = makanan
 Oedema dan 1.583,6 kkal yang
sites (-) (73,8) dianjurkan
  KH = 220,9 dan tidak
g (65,6%) dianjurkan
 Protein = sesuai
63,4g kondisi
(97,2%) pasien
 Lemak =46,3  Motivasi
g 77.7%) untuk
merubah
pola hidup
(berhenti
merokok)

64
Lampiran 3
CONTOH SUSUNAN MENU SEHARI

Menu Berat E P L KH Serat Kolesterol Natrium Kalium Kalsium Phospor Fe


  g kcal g g g g mg Mg mg mg mg mg
Pagi (07.00)                        
Nasi Putih                        
beras putih giling 75 270.7 5 0.5 59.6 0.6 0 0 60.8 6 77.3 0.5
                         
Telur bumbu bali                        
telur ayam 60 93.1 7.6 6.4 0.7 0 254.4 74.4 75.6 30 103.2 0.7
minyak kelapa sawit 2.5 21.6 0 2.5 0 0 0 0 0 0.2 0.2 0
                         
Tumis labu siam                        
labu siam mentah 75 15.1 0.7 0.2 3.2 1 0 0.8 144 20.3 29.3 0.3
minyak kelapa sawit 2.5 21.6 0 2.5 0 0 0 0 0 0.2 0.2 0
                         
Snack pagi (10.00)                        
madu 20 60.8 0.1 0 16.5 0 0 0.8 10.4 1.2 0.8 0.1
susu nefrisol 200 260 3.3 0.3 47 0 0          
                         
Siang (13.00)                        
Nasi Putih                        
beras putih giling 100 360.9 6.7 0.6 79.5 0.8 0 0 81 8 103 0.6
                         
Ikan Palumara                        
ikan kakap 75 62.9 13.7 0.5 0 0 33 46.5 146.3 8.3 82.5 0.3
                         

65
tahu goreng 50 103 3.7 10.1 0.9 0.6 0 3 54.5 47.5 43.5 2.5
                         
Sayur acar kuning                        
ketimun mentah 50 6.5 0.3 0.1 1.4 0.4 0 1 72 7 10 0.2
Wortel 25 6.5 0.2 0.1 1.2 0.9 0 15 72.5 10.3 8.8 0.5
Buah : apel 100 59 0.2 0.4 15.3 2.7 0 0 115 7 7 0.2
                         
snack sore (16.00)                        
Puding Maizena                        
tepung maizena 20 76.2 0.1 0 18.3 0.2 0 1.8 0.6 0.4 2.6 0.1
madu 20 60.8 0.1 0 16.5 0 0 0.8 10.4 1.2 0.8 0.1
                         
Malam (19.00)                        
Nasi Putih                        
beras putih giling 100 360.9 6.7 0.6 79.5 0.8 0 0 81 8 103 0.6
                         
Botok daging                        
daging sapi 50 134.4 12.4 9 0 0 37.5 26.5 170 2 97 0.9
                         
sate tempe                        
tempe kedele murni 30 59.7 5.7 2.3 5.1 0.4 0 1.8 110.1 27.9 61.8 0.7
                         
Bening kelor                        
daun kelor mentah 20 12 1.1 0.2 2.2 0.4 0 1.8 68.8 30.2 13.4 0.5
jagung muda
berjanggel 50 29.5 0.9 0.3 6.9 0.8 0 4.5 68.5 0.5 28.5 0.2
semangka 100 32 0.6 0.4 7.2 0.5 0 2 116 8 9 0.2
                         

66
                         
Jumlah   2107.2 69.1 37 361 10.1 324.9 180.7 1457.5 224.2 781.9 9.2

Lampiran 4. Leaflet

67
Lampiran 5
HASIL 24H RECALL

Menu Berat Eneegi protein Lemak KH Serat Kolesterol Na kalium Kalsium Phospor Fe
  g kcal g g g g mg Mg mg mg mg mg
Siang                        
Nasi Putih                        
beras putih giling 25 90.2 1.7 0.2 19.9 0.2 0 0 20.3 2 25.8 0.2
Opor ayam                        
daging ayam 50 142.4 13.4 9.4 0 0 39.5 36.5 91 6.5 90 0.7
santan (kelapa dan air) 20 21.2 0.2 2 0.9 0.5 0 1.2 21.4 0.8 6.8 0.1
tahu goreng 30 61.8 2.2 6.1 0.5 0.3 0 1.8 32.7 28.5 26.1 1.5
The manis                        
gula pasir 10 38.7 0 0 10 0 0 0.1 0.2 0.1 0.2 0
                         
Pagi                        
Nasi Putih                        
beras putih giling 25 90.2 1.7 0.2 19.9 0.2 0 0 20.3 2 25.8 0.2
Pecel                        
kacang panjang mentah 30 10.5 0.6 0.1 2.4 1 0 0.9 89.7 13.8 11.7 0.4
toge kacang hijau
mentah 10 6.1 0.7 0.3 0.5 0 0 0.7 24.2 3.4 8.2 0.1
kacang tanah tanpa kulit 20 113.4 5.2 9.8 3.2 1.7 0 3.6 141 18.4 75.2 0.9
gula kelapa 10 34.9 0.2 0 8.5 0 0 3.4 30.1 125.2 37.2 0.2
tempe goreng 50 177 8.6 13.4 7.7 0.6 0 2.5 165 42 92.5 1
telur dadar 60 112.1 6.9 8.8 0.7 0 229.2 68.4 72 30.6 95.4 0.7
                         

68
Malam                        
Nasi Putih                        
beras putih giling 25 90.2 1.7 0.2 19.9 0.2 0 0 20.3 2 25.8 0.2
Ayam gr tepung                        
daging ayam 40 114 10.8 7.6 0 0 31.6 29.2 72.8 5.2 72 0.6
tepung terigu 5 18.2 0.5 0.1 3.8 0.1 0 0.1 5.3 0.8 5.4 0.1
minyak kelapa sawit 5 43.1 0 5 0 0 0 0 0 0.3 0.3 0
                         
                         
Jumlah   1158 57.3 56.3 106.9 5 300.3 148.4 806.2 281.5 598.3 6.7

69
Lampiran 6. Hasil Recall Monitoring Asupan Makan Pasien Selama 3 hari
Pengamatan Hari 1

Menu Berat Energi protein Lemak KH Serat Kolesterol Natrium kalium kalsium Mg Phospor Fe
  g kcal g g g g mg mg mg mg mg mg mg
siang                          
Nasi Putih                          
beras putih giling 50 180.4 3.3 0.3 39.8 0.4 0 0 40.5 4 18 51.5 0.3
rawon                          
daging sapi 50 134.4 12.4 9 0 0 37.5 26.5 170 2 11.5 97 0.9
                           
pagi                          
Nasi putih                          
beras putih giling 50 180.4 3.3 0.3 39.8 0.4 0 0 40.5 4 18 51.5 0.3
Telur dadar                          
telur ayam 60 93.1 7.6 6.4 0.7 0 254.4 74.4 75.6 30 6 103.2 0.7
minyak kelapa sawit 5 43.1 0 5 0 0 0 0 0 0.3 0 0.3 0
Tempe goreng 50 177 8.6 13.4 7.7 0.6 0 2.5 165 42 31.5 92.5 1
Pecel                          
sawi hijau 20 3 0.5 0 0.4 0.4 0 3.2 40.4 14.8 3 8.2 0.2
toge kacang hijau
mentah 10 6.1 0.7 0.3 0.5 0 0 0.7 24.2 3.4 3.6 8.2 0.1
kacang tanah tanpa
kulit 10 56.7 2.6 4.9 1.6 0.9 0 1.8 70.5 9.2 16.8 37.6 0.5
gula kelapa 5 17.4 0.1 0 4.2 0 0 1.7 15.1 62.6 0.1 18.6 0.1
                           
Malam                          

70
Nasi Putih                          
beras putih giling 50 180.4 3.3 0.3 39.8 0.4 0 0 40.5 4 18 51.5 0.3
rawon                          
daging sapi 30 80.7 7.5 5.4 0 0 22.5 15.9 102 1.2 6.9 58.2 0.5
kentang 50 46.5 1 0.1 10.8 0.8 0 2.5 195.5 2.5 12.5 25 0.2
                           
                           
jumlah   1199.3 50.9 45.5 145.1 3.9 314.4 129.2 979.8 180 145.9 603.4 5.1

Pengamatan Hari 2

Menu Berat Energi protein lemak KH serat kolesterrol Natrium kalium kalsium Mg Phospor Fe
  g kcal g g g g mg mg mg mg mg mg mg
Siang                          
Nasi putih                          
beras putih giling 50 180.4 3.3 0.3 39.8 0.4 0 0 40.5 4 18 51.5 0.3
Telu + tempe bumbu
bali                          
telur ayam 60 93.1 7.6 6.4 0.7 0 254.4 74.4 75.6 30 6 103.2 0.7
minyak kelapa sawit 2,5 21.6 0 2.5 0 0 0 0 0 0.2 0 0.2 0
tempe kedele murni 50 99.5 9.5 3.8 8.5 0.7 0 3 183.5 46.5 35 103 1.1
Tahu goreng                          
tahu 50 38 4.1 2.4 0.9 0.6 0 3.5 60.5 52.5 51.5 48.5 2.7
minyak kelapa sawit 5 43.1 0 5 0 0 0 0 0 0.3 0 0.3 0
                           
Pagi                          
roti tawar 40 109.6 3.5 1.2 20.8 1.1 0 243.6 45.2 4 10.8 42 0.2
meises 20 95.4 0.8 5.9 12.7 0 0 2.2 73 6.4 23 26.4 0.6

71
Nasi putih                          
beras putih giling 50 180.4 3.3 0.3 39.8 0.4 0 0 40.5 4 18 51.5 0.3
telur ceplok 60 114.6 7.2 9.1 0.6 0 241.8 70.8 72 28.8 6 97.8 0.7
Cah kangkung                          
kangkung 20 3 0.5 0 0.4 0.4 0 3.2 40.4 14.8 3 8.2 0.2
toge kacang hijau
mentah 10 6.1 0.7 0.3 0.5 0 0 0.7 24.2 3.4 3.6 8.2 0.1
tempe goreng 50 177 8.6 13.4 7.7 0.6 0 2.5 165 42 31.5 92.5 1
kentang rebus 100 93 2 0.1 21.6 1.5 0 5 391 5 25 50 0.4
                           
Malam                          
Nasi putih                          
beras putih giling 50 180.4 3.3 0.3 39.8 0.4 0 0 40.5 4 18 51.5 0.3
rawon 50 103.5 2.2 1 21.5 0.3 36 11 22.5 6 3.5 27 0.3
                           
Jumlah   1538.7 56.6 52.1 215 6.5 532.2 419.9 1274.4 251.8 252.9 761.8 9

Pengamatan Hari 3

Menu Berat energi protein lemak KH serat Kolesterol natrium kalium kalsium Mg phospor Fe
  g kcal g g g g mg mg mg mg mg mg mg
Malam                          
kentang rebus 100 93 2 0.1 21.6 1.5 0 5 391 5 25 50 0.4
telur ceplok 60 114.6 7.2 9.1 0.6 0 241.8 70.8 72 28.8 6 97.8 0.7
Nasi putih                          

72
beras putih giling 50 180.4 3.3 0.3 39.8 0.4 0 0 40.5 4 18 51.5 0.3
Ayam goreng                          
daging ayam 50 142.4 13.4 9.4 0 0 39.5 36.5 91 6.5 10 90 0.7
minyak kelapa sawit 5 43.1 0 5 0 0 0 0 0 0.3 0 0.3 0
                           
pagi                          
Nasi putih                          
beras putih giling 100 360.9 6.7 0.6 79.5 0.8 0 0 81 8 36 103 0.6
daging sapi bb bali                          
daging sapi 60 161.3 14.9 10.8 0 0 45 31.8 204 2.4 13.8 116.4 1
minyak kelapa sawit 5 43.1 0 5 0 0 0 0 0 0.3 0 0.3 0
                           
Siang                          
nasi putih                          
beras putih giling 100 360.9 6.7 0.6 79.5 0.8 0 0 81 8 36 103 0.6
Ikan gabus goreng                          
ikan gabus segar 50 41.9 9.1 0.3 0 0 22 31 97.5 5.5 17 55 0.2
minyak kelapa sawit 5 43.1 0 5 0 0 0 0 0 0.3 0 0.3 0
                           
Jumlah   1583.3 63.4 46.3 220.9 3.5 348.3 175.1 1058 69.1 161.8 667.8 4.5

73

Anda mungkin juga menyukai