Anda di halaman 1dari 12

HEALTH BELIEF MODEL

TAHUN 2020

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

KEPERAWATAN KOMUNITAS

yang dibina oleh Ns. Sri Wahyuni A, M.Kep.Sp.Kep.Kom

Oleh:

Putri Eka Sherlyana (1811011008)

Nurul Alifa (1811011009)

Intan Yuniar Damayanti (1811011013)

Rama Hadi Jaya (1811011016)

Nanda Sachi Prasaja T. (1811011021)

Hamdiyanto (1811011022)

Susi Noviyanti (1811011025)

Bagus Febriansyah (1811011037)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Definisi Health Belief Model


Health belief model (HBM) adalah suatu kerangka kerja konseptual yang
digunakan untuk memahami perilaku kesehatan dan kemungkinan alasan untuk non-
kepatuhan dengan tindakan kesehatan yang direkomendasikan. Teori health belief
model menekankan bahwa individu memiliki persepsi kerentanann terhadap penyakit
yang mengancam kesehatan, sehingga melakukan tindakan untuk mencegah ancaman
dan memusnahkan penyakit yang mungkin menyerang. (Susanti, 2016)
Model kepercayaan kesehatan atau health belief model merupakan salah satu
model penggunaan pelayanan kesehatan yang didasarkan pada kenyataan bahwa
problem-problem kesehatan ditandai oleh kegagalan masyarakat untuk menerima
usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Masyarakat yang menderita penyakit dan tidak merasakan sakit tidak akan bertindak
terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila masyarakat diserang penyakit dan juga
merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha.
Puskesmas merupakan lini terdepan yang memberikan pelayanan kesehatan
masyarakat secara menyeluruh. (Irna Megawaty & Syahrul, 2019)
Health belief model (HBM) didasarkan pada konsep utama bahwa perasaan
(perceive) akan menentukan tindakan (action). Model ini mulai berkembang tahun
1950-an, mengikuti perkembangan vaksin polio. Ketika ada masyarakat Amerika tidak
membawa mereka atau anak-anak mereka ke klinik imunisasi, para ahli psikologi
sosial dan pekerja kesehatan masyarakat mengenalkan kebutuhan untuk
mengembangkan suatu pemahaman yang lebih lengkap terhadap faktor yang
mempengaruhi perilaku kesehatan pencegahan. Fenomena ini dapat digambarkan dari
konteks masyarakat Indonesia bahwa di antara keluarga tidak membawa anaknya
untuk imunisasi karena kekhawatiran imunisasi mengakibatkan anak sakit.
Kekhawatiran tersebut terbentuk dari pengalaman keluarga lain di sekitarnya bahwa
pasca imunisasi anak mengalami demam. Para peneliti memperluas model tersebut
untuk mempelajari perilaku seseorang terhadap diagnosis yang ditegakkan, khususnya
masalah kepatuhan (compliance) terhadap regimen pengobatan. Dua alasan utama
yang menjadi dasar dibentuknya model ini yaitu keberhasilan terhadap pencegahan
penyakit dan program penyembuhan yang memerlukan kepatuhan klien untuk
berpartisipasi dan keyakinan bahwa kesehatan memang sangat dihargai. (Mary A.
Nies & Melanie McEwen, 2019)

1
Model keyakinan kesehatan (HBM) didasarkan pada asumsi bahwa penentu utama
dari perilaku pencegahan kesehatan adalah mengindari penyakit. Konsep menghindari
penyakit termasuk perasaan kerentanan pada penyakit, perasaan keseriusan dari
penyakit, faktor yang dapat dimodifikasi, isyarat untuk bertindak, perasaan manfaat
dikurangi perasaan hambatan pada tindakan kesehatan preventif, perasaan ancaman
dari penyakit dan kemungkinan pengambilan tindakan kesehatan yang dianjurkan.
Penyakit merupakan gangguan tertentu yang dapat dicegah dengan tindakan
kesehatan. (Mary A. Nies & Melanie McEwen, 2019)
Teori health belief model merupakan salah satu model pertama yang dirancang
untuk mendorong tindakan kearah kesehatan yang positif. Teori health belief model
menekankan bahwa individu memiliki persepsi kerentanan terhadap penyakit yang
mengancam kesehatan, sehingga melakukan tindakan yang dapat mencegah ancaman
dan memusnahkan penyakit yang menyerang. Teori health belief model didasarkan
pada kepercayaan bahwa perilaku individu ditentukan oleh persepsi kerentanan,
persepsi keseriusan, persepsi manfaat dari upaya pencegahan yang dilakukan, persepsi
hambatan dalam hal yang dapat mengganggu tindakan pencegahan dan persepsi
kemampuan diri untuk melakukan tindakan pencegahan. (Cici Kurniawati & Muji
Sulistyowati, 2014)
Persepsi yang dirasakan untuk melakukan tindakan pencegahan suatu penyakit
dipengaruhi faktor pemodifikasi yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi
perilaku kesehatan. Faktor pemodifikasi mencakup pengetahuan, usia, sosial ekonomi,
jenis kelamin, pengalaman pribadi yang dapat mempengaruhi persepsi kerentanan,
persepsi keseriusan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, persepsi kemampuan diri
dan juga didorong dengan faktor internal yang ada dalam diri sendiri misalnya gejala
dari penyakit itu sendiri dan faktor eksternal yang datang dari luar misalnya dorongan
dari orang tua, guru, tenaga kesehatan, teman, media cetak dan media elektronik
dalam mengisyaratkan untuk melakukan tindakan pencegahan penyakit. (Ika Nur
Fauziah, dkk, 2015)
Individu yang berasal dari kelas sosial ekonomi menengah ke bawah memiliki
pengetahuan yang kurang tentang faktor yang menjadi penyebab suatu penyakit.
Kurangnya pengetahuan akan menyebabkan individu merasa tidak rentan terhadap
gangguan. (Cici Kurniawati & Muji Sulistyowati, 2014)
Pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang terhadap objek yang didapat melalui
inderanya. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan
yang berbeda-beda. Pengetahuan merupakan domain penting pembentuk tindakan
seseorang. Ada enam tingkat pengetahuan didalam domain, yaitu: know,
comprehension, application, analysis, sysnthesis, evaluation. Berikut merupakan

2
tingkat pengetahuan didalam domain kognitif. (Cici Kurniawati & Muji Sulistyowati,
2014)
A. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu, tingkatan ini merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan dan sebagainya. Contoh: Seorang remaja yang bisa menyebutkan
tanda-tanda puber melalui perubahan secara fisik. Seorang ibu yang bisa
menyebutkan jenis-jenis alat kontrasepsi. (Cici Kurniawati & Muji Sulistyowati,
2014)
B. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
dengan benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dll. terhadap
objek yang dipelajari. Contoh: Seorang remaja yang bisa menjelaskan mengapa
terjadi perubahan secara fisik pada remaja saat pubertas. Seorang ibu yang bisa
menjelaskan jenis-jenis alat kontrasepsi dan kegunaannya masing-masing. (Cici
Kurniawati & Muji Sulistyowati, 2014)
C. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan
rumus statistic dalam perhitungan-perhutungan hasil penelitian, dapat
menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah didalam pemecahan
masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. (Cici Kurniawati & Muji
Sulistyowati, 2014)
D. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dll. (Cici Kurniawati & Muji
Sulistyowati, 2014)

3
E. Sistesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan dapat menyesuaikan dll terhadap suatu teori
atau rumusan-rumusan yang telah ada. (Cici Kurniawati & Muji Sulistyowati,
2014)
F. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi, dapat
menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab
mengapa ibu tidak mau ikut KB dll. (Cici Kurniawati & Muji Sulistyowati, 2014)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan terdiri dari faktor internal dan
eksternal. Faktor internal terdiri dari pendidikan, pekerjaan dan umur sedangkan
faktror eksternal terdiri dari faktor lingkungan dan sosial budaya. (Cici Kurniawati &
Muji Sulistyowati, 2014)
Ada tiga tipe seseorang dalam hal menambah ilmu pengetahuan dan wawasannya.
Tiga tipe tersebut adalah orang yang tahu dia tidak mengetahui suatu hal dan
mempunyai kemauan untuk mengetahuinya, orang yang tahu dia tidak mengetahui
suatu hal tetapi tidak mempunyai kemauan untuk mengetahuinya dan orang yang tidak
tahu sesuatu hal tetapi tidak mempunyai keinginan untuk mengetahuinya. Dengan
adanya penerapan health belief model (HBM) juga berperan penting dalam
meningkatkan pengetahuan masyarakat karena metode ini menggunakan pendekatan
membuka pikiran atau menyadarkan masyarakat tentang suatu penyakit tertentu.
(Widia Lestari, dkk, 2014)
Edukasi merupakan faktor yang penting sehingga mempengaruhi health belief
model individu. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi
pula kesadaran seseorang terhadap tindakan kesehatan. (Elida Ulfiana, dkk, 2014)
Karakteristik psikologis yang mempengaruhi health belief model individu adalah
ketakutan individu dalam menjalani pengobatan secara medis. Health belief model
(HBM) menjelaskan dan memprediksikan kemungkinan terjadinya perubahan perilaku
yang dihubungkan dengan pola keyakinan (belief) atau perasaan (perceived) tertentu.
Perubahan perilaku terjadi apabila individu merasa kesehatannya terancam, adanya
perasaan individu tentang kerentanannya dan keseriusan penyakit, adanya perasaan
tentang manfaat dan hambatan dalam perubahan perilaku serta adanya petunjuk,

4
edukasi, gejala atau media informasi yang dapat mempengaruhi seseorang tentang
bahaya penyakit sehingga merasa perlu mengambil tindakan. (Mary A. Nies &
Melanie McEwen, 2019)
Penting untuk dicatat bahwa tindakan yang berhubungan dengan kanker payudara
akan berbeda dari tindakan yang berhubungan dengan campak. Misalnya, pada kanker
payudara, isyarat untuk bertindak mungkin melibatkan iklan layanan kesehatan
masyarakat yang mendorong perempuan untuk membuat janji untuk mamogram.
Namun, untuk campak, isyarat untuk bertindak mungkin berita wabah campak di kota
tetangga. Gambar 1.1 menguraikan variabel hubungan dalam health belief model.
(Mary A. Nies & Melanie McEwen, 2019)

Gambar 1.1 Variabel dan hubungan dalam Health Belief Model (HBM)

Persepsi Individu Faktor Modifikasi Kemungkinan Tindakan

Variabel demografi (usia, jenis Mempersepsikan


kelamin, ras dan etnisitas) keuntungan dari tindakan
pencegahan
Variabel sosiopsikologis
(personalitis, kelas sosial, rekan Minus
dan tekanan kelompok referensi)
Mempersepsikan
Variabel struktural (pengetahuan hambatan untuk tindakan
tentang penyakit dan kontak pencegahan
sebelumnya dengan penyakit)

Mempersepsikan Mempersepsikan Kemungkinan mengambil


kerentanan terhadap ancaman penyakit “X” rekomendasi tindakan
penyakit “X” kesehatan preventif.

Mempersepsikan Isyarat untuk bertindak


keseriusan
Kampanye media massa,
(keparahan)
saran dari orang lain,
penyakit “X”
kartu pengingat dari
dokter / dokter gigi,
penyakit keluarga /
teman, surat kabar /
artikel majalah.

Health belief model (HBM) adalah suatu kerangka kerja konseptual yang
digunakan untuk memahami perilaku kesehatan dan memungkinkan alasan non
kepatuhan dengan tindakan kesehatan yang direkomendasikan. Oleh karena itu, health
5
belief model (HBM) digunakan sebagai model perilaku-analitis untuk memprediksi
perilaku kesehatan yang berkaitan dengan penyakit tertentu. Dasar health belief model
(HBM) adalah motivasi orang untuk bertindak dan menekankan pada bagaimana
persepsi individu mengarah pada motivasi dan gerak dan menyebabkan beberapa
perilaku. Model ini menunjukkan hubungan antara keyakinan dan perilaku kesehatan.
Health belief model (HBM) mengasumsikan perilaku kesehatan yang tepat terbentuk
berdasarkan keyakinan pribadi. Health belief model (HBM) secara khusus
menunjukkan bahwa orang-orang yang menunjukkan reaktivitas yang baik terhadap
kesehatan ketika mereka berisiko (Perceived Susceptibilyti) dan risikonya sangat
serius (Perceived Severity) dan perubahan perilaku bermanfaat bagi mereka (Benefit
Perceived) dan mereka dapat menghilangkan hambatan untuk perilaku kesehatan
(Perceived Barriers). Di sisi lain, self-efficacy mengacu pada kepercayaan pada
kemampuan untuk melakukan suatu tindakan dan meningkatkan perilaku kesehatan
seseorang serta menarik perilaku yang merugikan untuk kesehatan, Cues To Action
mengacu pada suatu tindakan atau kesiapan seseorang dalam bertindak. Berikut
merupakan penjelasan dari dimensi-dimensi yang terdapat dalam konsep health belief
model:
A. Perceived susceptibility atau kerentanan yang dirasakan tentang risiko atau
kerentanan (susceptibility) personal, hal ini mengacu pada persepsi subjektif
seseorang menyangkut risiko dari kondisi kesehatannya. Didalam kasus penyakit
secara medis, dimensi tersebut meliputi penerimaan terhadap hasil diagnosa,
perkiraan pribadi terhadap adanya resusceptibility (timbul kepekaan kembali) dan
susceptibility (kepekaan) terhadap penyakit secara umum. Apabila individu
merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit yang dianggap gawat
(serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan
tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang
ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. (Irna Megawaty & Syahrul,
2019)
B. Perceived severity atau keseriusan yang dirasa. Perasaan mengenai keseriusan
terhadap suatu penyakit, mengikuti kegiatan evaluasi terhadap konsekuensi klinis
dan medis (sebagai contoh, kematian, cacat dan sakit) dan konsekuensi sosial yang
mungkin terjadi (seperti efek pada pekerjaan, kehidupan keluarga dan hubungan
sosial). Banyak ahli yang menggabungkan kedua komponen diatas sebagai
ancaman yang dirasakan (perceived threat). Tindakan individu untuk
melakukan pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh
keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat. Semakin
berat risiko pnyakit maka semakin besar kemungkinan individu tersebut
merasa terancam. Ancaman ini mendorong tindakan individu untuk melakukan

6
tindakan pencegahan atau penyembuhan penyakit. Artinya apabila individu
tersebut merasa terjadinya keseriusan, maka tindakan pencegahan atau pengobatan
penyakit akan semakin besar dilakukan. Dan juga semakin keseriusan itu tidak
dirasakan, maka semakin kecil pula dorongan dari individu untuk bertindak
mencari pengobatan atau pencegahan penyakit. (Irna Megawaty & Syahrul, 2019)
C. Perceived benefitsm, manfaat yang dirasakan. Penerimaan susceptibility
seseorang terhadap suatu kondisi yang dipercaya dapat menimbulkan
keseriusan (perceived threat) adalah mendorong untuk menghasilkan suatu
kekuatan yang mendukung kearah perubahan perilaku. Ini tergantung pada
kepercayaan seseorang terhadap efektivitas dari berbagai upaya yang tersedia
dalam mengurangi ancaman penyakit atau keuntungan-keuntungan yang dirasakan
(perceived benefit) dalam mengambil upaya-upaya kesehatan tersebut. Ketika
seseorang memperlihatkan suatu kepercayaan terhadap adanya kepekaan
(susceptibility) dan keseriusan (seriousness), sering tidak diharapkan untuk
menerima apapun upaya kesehatan yang direkomendasikan kecuali jika
upaya tersebut dirasa manjur dan cocok. Pada umumnya manfaat tindakan
lebih menentukan daripada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan
didalam melakukan suatu tindakan kesehatan. Komitmen dalam health belief
model (HBM) adalah intensi atau niat untuk melakukan perilaku kesehatan
tertentu, termasuk identifikasi strategi untuk dapat melakukannya dengan baik.
Individu memiliki memiliki komitmen untuk melakukan perilaku dimana mereka
telah memikirkan nilai personal yang menguntungkan. Tingginya keuntungan
yang dipersepsikan dari suatu perilaku kesehatan berhubungan dengan komitmen
untuk melakukan perilaku tersebut. Sesuai dengan pendapat tersebut, maka
semakin positif persepsi individu tentang kemanfaatan melakukan perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai kesehatan, maka akan semakin kuat komitmennya
terhadap perilaku tersebut. (Irna Megawaty & Syahrul, 2019)
D. Perceived barriers atau hambatan yang dirasakan untuk berubah, atau apabila
individu menghadapi rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan
tersebut. Sebagai tambahan untuk empat keyakinan atau persepsi. Aspek-aspek
negatif yang potensial dalam suatu upaya kesehatan (seperti: ketidakpastian, efek
samping) atau penghalang yang dirasakan (seperti: khawatir tidak cocok, tidak
senang, gugup) yang mungkin berperan sebagai halangan untuk
merekomendasikan suatu perilaku. Berdasarkan proposisi dari teori health
belief model (HBM) bahwa rintangan yang dirasakan (perceived barriers)
dapat menurunkan komitmen untuk berperilaku, mediator perilaku seperti
perilaku aktualnya. Individu dapat memodifikasi pengaruh kognitif, sikap

7
interpersonal dan situasional (behavioral specific cognition and affect) supaya
lebih mendukung perilaku kesehatannya. (Irna Megawaty & Syahrul, 2019)
E. Health motivation dimana dimensi ini terkait dengan motivasi individu untuk
selalu hidup sehat. Terdiri atas kontrol terhadap kondisi kesehatannya serta health
value. Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga
menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang
lain, teman, waktu dan uang merupakan faktor penting dalam meningkatkan
motivasi seseorang untuk menjadi sehat.
F. Disinilah keluarga yang mempunyai peran yang sangat penting untuk
meningkatkan motivasi pasien dalam menjalani proses pengobatan. Selain sebagai
pihak yang selalu mendukung untuk kesembuhan pasien, keluarga juga
bertanggung jawab sebagai pengawas proses tindakan pengobatan yang dijalani
oleh pasien termasuk dalam mengawasi dan mengingatkan secara terus menerus
kepada pasien agar pasien meminum obatnya secara teratur dan tepat waktu sesuai
dengan dosis yang sudah ditetapkan oleh petugas kesehatan. Namun disamping itu,
kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang
penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Tak seorang pun dapat mematuhi
instruksi jika salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Namun,
kadang-kadang hal ini juga bisa disebabkan oleh kegagalan professional kesehatan
dalam memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah medis dan
memberikan banyak instruksi yang harus diingat pasien. Dukungan dari
professional kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi motivasi
sehat dari pasien. Di sini peran petugas kesehatan juga sangat penting terutama
untuk turut serta dalam memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik, terutama
tentang pendidikan kesehatan dan penyampaian informasi kepada pasien. Karena
semakin jelas informasi yang diberikan, maka akan semakin membuat individu
tersebut paham sehingga nantinya diharapkan dapat membantu meningkatkan
kepatuhannya. Teori health belief model menghipotesiskan terdapat hubungan
tindakan / perilaku seseorang dengan faktor berikut:
1. Motivasi yang cukup kuat untuk mencapai kondisi yang sehat.
2. Kepercayaan bahwa seseorang dapat menderita penyakit serius dan dapat
menimbulkan sekuele.
3. Kepercayaan bahwa terdapat usaha untuk menghindari penyakit tersebut
walaupun hal tersebut berhubungan dengan finansial. (Irna Megawaty &
Syahrul, 2019)

8
G. Cues to action suatu perilaku dipengaruhi oleh suatu hal yang menjadi isyarat bagi
seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku. Isyarat-isyarat yang
berupa faktor-faktor eksternal maupun internal, misalnya pesan-pesan pada media
massa, nasihat atau anjuran kawan atau anggota keluarga lain, aspek
sosiodemografis misalnya tingkat pendidikan, lingkungan tempat tinggal,
pengasuhan dan pengawasan orang tua, pergaulan dengan teman, agama, suku,
keadaan ekonomi, sosial dan budaya, self-efficacy yaitu keyakinan seseorang
bahwa dia mempunyai kemampuan untuk melakukan atau menampilkan suatu
perilaku tertentu. (Irna Megawaty & Syahrul, 2019)
1.2 Penerapan Health Belief Model
Lebih dari bertahun-tahun, beberapa penulis telah mengusulkan memperluas
lingkup health belief model untuk menyampaikan promosi kesehatan dan perilaku
sakit dan untuk menggabungkan konsep ini dengan teori lain yang menggambarkan
perilaku kesehatan. (Mary A. Nies & Melanie McEwen, 2019)
Penerapan health belief model (HBM) ini berfokus pada hubungan antara perilaku
kesehatan, praktek dan pemanfaatan dengan tujuan membedakan penyakit dan sakit
dari perilaku kesehatan. Health belief model (HBM) berkaitan dengan kepercayaan
dalam kesehatan yang dirancang untuk membantu masyarakat dalam merubah sikap
dan perilaku kesehatannya ke arah positif. Metode ini menekankan peranan persepsi
kerentanan, keparahan, manfaat dan hambatan terhadap suatu penyakit yang dapat
mengancam kesehatan mereka, sehingga masyarakat perlu diberikan pengetahuan
mulai dari konsep penyakit sampai dengan cara pencegahan dan pengobatan. Program
kesehatan dengan penerapan health belief model diberikan agar keluarga dapat
merubah persepsi mereka tentang suatu penyakit, memodifikasi perilaku dan
melakukan tindakan pencegahan akan terjadinya suatu penyakit tertentu. (Cici
Kurniawati & Muji Sulistyowati, 2014)
1.3 Keterbatasan Health Belief Model
Health belief model menempatkan beban tindakan secara eksklusif pada klien.
Ini mengasumsikan bahwa klien yang memiliki persepsi negatif dari penyakit tertentu
atau tindakan kesehatan dianjurkan akan gagal untuk bertindak. Dalam praktiknya,
model ini memfokuskan energi perawat pada intervensi yang dirancang untuk
memodifikasi distorsi persepsi klien. Health belief model menawarkan penjelasan
perilaku kesehatan yang mirip dengan sistem mekanik. Mengkonsultasikan health
belief model, perawat dapat mendorong kepatuhan menggunakan variabel model
sebagai katalis untuk merangsang tindakan. Sebagai contoh, sebuah studi intervensi
didasarkan pada ajaran health belief model berusaha untuk meningkatkan tindak lanjut
pada klien dengan hipertensi dengan meningkatkan perasaan kerentanan dan
keseriusannya akan bahaya hipertensi. Penelitian memberikan pasien edukasi melalui

9
telepon atau di departemen gawat darurat dan menghasilkan peningkatan dramatis
dalam kepatuhan. Namun, para peneliti mencatat bahwa beberapa kelompok pasien,
khususnya kelompok pasien tanpa perawatan anak, gagal untuk menanggapi
intervensi. Studi seperti ini menunjukkan kemampuan prediktif dan keterbatasan
health belief model. (Mary A. Nies & Melanie McEwen, 2019)
Health belief model mungkin efektif mempromosikan perubahan perilaku
dengan mengubah perspektif pasien, tetapi tidak mengakui tanggung jawab
professional kesehatan untuk mengurangi atau memperbaiki hambatan perawatan
kesehatan. Model mencerminkan jenis perspektif teoritis yang mendominasi
pendidikan keperawatan dan kesehatan perilaku selama bertahun-tahun. Ruang
lingkup sempit dari model adalah kekuatan dan keterbatasannya: perawat tidak
ditantang untuk menguji akar penyebab peluang kesehatan dan perilaku dalam
masyarakat yang dilayani. (Ika Nur Fauziah, dkk, 2015)

10
DAFTAR PUSTAKA

Fauziah, Eka Nur, dkk. 2015. Pengembangan Model Perilaku Ibu Dalam Pencegahan Gizi
Buruk Balita. Jurnal Ners. 10(2): 196-203.

Kurniawati, Cici & Muji Sulistyowati. 2014. Aplikasi Teori Health Belief Model Dalam
Pencegahan Keputihan Patologis. Jurnal Promkes. 2(2): 119-127.

Lestari, Widia. 2014. Efektivitas Pendidikan Kesehatan Dengan Penerapan The Health Belief
Model Terhadap Pengetahuan Keluarga Tentang Diare. Jurnal Online Mahasiswa. 1(2): 6-7.

Megawaty, Irna & Syahrul. 2019. Educational Interventions Using The Belief Health Model
Approach In Diabetes Patients: A Literature Review. Jurnal Keperawatan Kontemporer
Indonesia. 4(1): 2-9.

Nies, A. Mary & Melanie McEwen, 2019. Keperawatan Kesehatan Komunitas Dan
Keluarga. Singapore: Elsevier.

Susanti, 2016. Penerapan Health Belief Model Terhadap Keputusan Keluarga Untuk
Melakukan Kunjungan Ke Puskesmas Dalam Penanganan Dini Dengue Haemorhagic Fever
(DHF). Jurnal Ners Lentera. 4(2): 125.

Ulfiana, Elida, dkk. 2014. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum
Obat Pasien TB Paru Berdasarkan Health Belief Model Di Wilayah Kerja Puskesmas
Umbulsari Kabupaten Jember. Jurnal Keperawatan Kesehatan Masyarakat Indonesia. 2(2):
13-20.

11

Anda mungkin juga menyukai