Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN
ASUHAN KEBIDANAN KONTRASEPSI MANTAB

Disusun oleh :

BELLA CHRISMA AYU (P17321171009)


OCTA MIRANDA (P17321173018)
RONA SEPTANIA (P17321173027)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI
DIPLOMA IV KEBIDANAN KEDIRI
2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan

Pada :

Di :

Periode Tanggal :

Telah disetujui pembimbing

Kediri,…………………............

Pembimbing Praktik Mahasiswa

( ) ( )
NIP. NIM.

Pembimbing Pendidikan

( )
NIP.
FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa :

NIM :

Tempat praktik :

Tanggal :

A. Masalah Kesehatan
B. Psikologi / Pat ofisiologi : menjelaskan proses fisiologis / patologis
sampai dengan timbulnya masalah kebidanan
C. Pohon Masalah : proses fisiologis / patologis secara skematis
D. Diagnosa kebidanan :
 Diagnosa
 Masalah
 Kebutuhan
E. Perencanaan Kebidanan : menentukan rencana dan rasionalisasi tindakan
kebidanan
F. Daftar Pustaka : literature yang diterbitkan lima tahun terakhir

Kediri, September 2019


Pembimbing Praktik Mahasiswa

( ) ( )
NIP. NIM.

Pembimbing Pendidikan

( )
NIP.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kontrasepsi mantap atau Steril di masa ini meningkat jumlah peminatnya. Jenis
kontrasepsi ini hampir digunakan di dunia dan penurunan jumlah pengguna IUD/AKDR
akan meningkatkan jumlah pemakai kontrasepsi mantap/steril. Metode kontrasepsi ini
memiliki banyak keuntungan antara lain : metode yang efektif, prosedur hanya satu kali,
dapat digunakan oleh pria maupun wanita, komplikasi sangat rendah, dan menghemat
biaya. Pasangan yang memutuskan untuk memakai kontrasepsi ini tidaklah mudah dalam
membuat keputusan. Pasangan harus memenuhi persyaratan dan bersifat sukarela tanpa
ada paksaan. Pasangan yang telah mempunyai anak atau keturunan yang cukup dapat
melakukan metode kontrasepsi ini. Tingkat kesulitan yang tinggi mengharuskan calon
pemakai mendapatkan konseling yang tepat agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
pelaksanaan prosedur.

Dalam melakukan pemilihan metode kontrasepsi perlu diperhatikan ketetapan


bahwa makin rendah pendidikan masyarakat, semakin efektif metode KB yang dianjurkan
yaitu kontap, suntikan KB, susuk KB atau AKBK, AKDR/IUCD. Salah satu peranan
penting bidan adalah untuk meningkatkan jumlah penerimaan dan kualitas metode KB
kepada masyarakat. Sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan bidan, metode KB
yang dapat dilaksanakan adalah metode sederhana (kondom, pantang berkala, pemakaian
spermisid, senggama terputus), metode kontrasepsi efektif (MKE) (hormonal, AKDR),
metode MKE kontap, metode menghilangkan kehamilan.

Metode kontrasepsi mantap ini boleh dilakukan pada pria dan wanita. Pada
wanita disebut dengan Tubektomi dimana prosedur dari tubektomi ini adalah dengan
melakukan oklusi/penutupan pada tuba fallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak
dapat bertemu. Sebelum melakukan tubektomi ini perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan
tambahan untuk memastikan apakah seorang klien sesuai untuk menggunakan metode ini.
Sedangkan metode kontrasepsi untuk pria adalah Vasektomi. Vasektomi merupakan
metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana, dan sangat
efektif, memakan waktu yang singkat dan tidak memerlukan anestesi umum. Prinsip dan
prosedur vasektomi sama dengan tubektomi yaitu dengan penutupan saluran sehingga sel
sperma tidak dapat mencapai sel telur.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk memberikan asuhan kebidanan pada pasangan yang ingin menjadi akseptor
kontap.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian dan menganalisis calon akseptor kontap

2. Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa calon akseptor kontap

3. Mahasiswa dapat membuat rencana tindakan dalam asuhan kebidanan untuk calon
akseptor kontap

4. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi asuhan kebidanan pada akseptor kontap

1.3 Metode Pengumpulan Data


Manajemen kebidanan komprehensif ini menggunakan metode pengumpulan data
sebagai berikut :
a. Wawancara
Yaitu metode pengumpulan data wawancara langsung responden yang diteliti,
metode ini diberikan hasil secara langsung dalam metode ini dapat digunakan
instrumen berupa pedoman wawancara kemudian daftar periksa atau cheklist.
b. Observasi
Yaitu cara pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung
kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang telah di
teliti.
c. Studi dokumentasi
Yaitu merupakan cara pengumpulan data dengan melihat data dan riwayat ibu
direkam medic.
d. Pemeriksaan Fisik
Yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan pemeriksaan fisik pada klien secara
langsung meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi untuk mendapatkan data
yang objektif
e. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan jalan mengambil literatur dengan buku-buku,
makalah dan dari internet.

1.4 Sistematika Penulisan

Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Format Laporan Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
1.3 Metode Pengumpulan Data
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Pengertian Kontrasepsis Mantap
2.1.2 Cara Pelayanan Kontrasepsi Mantap
2.1.3 Indikasi Kontrasepsi Mantap
2.1.4 Kontraindikasi Kontrasepsi Mantap
2.1.5 Keuntungan dan Kerugian Kontrasepsi Mantap
2.2 Tinjauan Asuhan Kebidanan Ibu pada Masa Nifas
2.2.1 Konsep Menejemen Asuhan Varney
2.2.2 Pendokumentasian secara SOAP
BAB III TINJAUAN KASUS
BAB IV PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Kontrasepsi Mantap
Kontrasepsi adalah suatu cara mencegah faktor-faktor yang mengatur
kesuburan sesorang atau mencegah secara mekanik pertemuan antara ovum dan
spermatozoid.
Kontrasepsi mantap adalah suatu metode kontrasepsi yang pada pria disebut
vasektomi dan pada  wanita disebut tubektomi. Kontrasepsi mantap pada wanita yang
disebut tubektomi ialah suatu pembedahan dengan cara mini laparatomi (minilap)
yaitu tindakan pada tuba fallopii wanita melalui irisan kecil di dinding perut ± 2-3 cm
yang dapat mengakibatkan wanita tersebut tidak dapat hamil (Prof. dr. John
Rambulangi, SpOG(K)*).
2.1.1.1 Tubektomi
Tubektomi pada wanita adalah setiap tindakan yang dilakukan pada
kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan orang yang bersangkutan
tidak akan mendapat keturunan lagi. Kontrasepsi ini hanya digunakan untuk
jangka panjang, walaupun kadang-kadang masih dapat dipulihkan kembali
seperti semula.
Tindakan tersebut awalnya disebut sterilisasi, dilakukan terutama atas
indikasi medis misalnya kelainan jiwa, kemungkinan kehamilan yang dapat
membahayakan jiwa ibu, serta penyakit keturunan. Meledaknya jumlah
penduduk dunia telah mengubah konsep ini sehingga tindakan tersebut kini
dilakukan untuk membatasi jumlah anak.
Sterilisasi wanita pada abad ke-19 dilakukan dengan mengangkat
uterus atau kedua ovarium. Pada tahun 1950-an dilakukan dengan
memasukkan AgNO3 melalui kinalis servikalis ke dalam tuba. Pada akhir abad
ke-19 dilakukan dengan pengikatan tuba, namun angka kegagalannya ternyata
tinggi sekali. Untuk mengurangi kegagalan ini, kemudian dilakukan
pemotongan dan pengikatan tuba. Operasi dilakukan dengan anastesi umum
dan insisi lebar yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Kini tubektomi
telah berkembang sedemikian rupa sehingga operasinya dapat dikerjakan
tanpa anastesi umum, dengan insisi kecil, dan tidak perlu dirawat.
2.1.1.2 Vasektomi
Vasektomi adalah metode sterilisasi dengan cara mengikat saluran
sperma (vas deferens) pria. Beberapa alternatif untuk mengikat saluran sperma
tersebut, yaitu dengan mengikat saja, memasang klip tentalum, kauterisasi,
menyuntikkan sclerotizing agent, menutup saluran dengan jarum, dan
kombinasinya (Proverawati, 2010)
Vasektomi adalah istilah dalam ilmu bedah yang terbentuk dari 2 kata
yaitu as dan ektomi. Vas atau vasa deferensia artinya adalah saluran benih,
yaitu saluran yang menyalurkan sle benih jantan (Spermatozoa) keluar dari
buah zakar (testis) yaitu tempat sel benih itu diproduksi menuju kantung mani
(vesikulaseminalis) sebagai tempat penampungan sel benih jantan sebelum
dipancarkan keluar pada saat puncak senggama (ejakulasi). Ektomi atau
ektomia artinya pemotongan sebagian. Jadi vasektomi artinya adalah
pemotongan sebagian (0,5 cm-1 cm) pada vasa deferensia atau tindakan
operasi ringan dengan cara mengikat dan memotong saluran sperma sehingga
sperma tidak dapat lewat dan air mani tidak mengandung spermatozoa, dengan
demikian tidak terjadi pembuahan, opersi berlansung kurang lebih 15 menit
dan pasien tak perlu dirawat (Siswosydarmo dalam buku Mulyani, 2013)
2.1.2 Cara Pelayanan Kontrasepsi Mantap
2.1.2.1 Tubektomi
Tubektomi dapat dibagi atas beberapa bagian atara lain : saat operasi,
cara mencapai tuba, dan cara penutupan tuba.
1. Saat Operasi
Tubektomi dapat dilakuakan pascakeguguran, pascapersalinan, dan masa
interval sesudah keguguran tubektomi dapat langsung dilakukan.
Tubektomi pascapersalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam atau
selambat-lambatnya 48 jam setelah persalinan. Tubektomi yang dilakukan
lewat dari 48 jam pascapersalinan akan dipersulit oleh adanya edema tuba,
infeksi, dan kegagalan. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke-7
sampai 10 pascapersalinan, tubktomi yang dilakukan setelah hari itu akan
lebih sulit dilakukan karena alat-alat genital telah menyusut dan mudah
berdarah.
2. Cara mencapai tuba
Cara-cara yang dilakukan di indonesia saat ini ialah dengan laparotomi,
laparotomi mini, kolpotomi posterior, dan laparoskopi.
1) Laparotomi
Cara mencapai tuba melalui laparotomi biasa, terutama pada masa
pascapersalinan, merupakan cara yang banyak dilakukan di
indonesia sebelum tahun 70-an. Tubektomi juga dilakukan
bersamaan dengan bedah sesar, dimana kehamilan selanjutnya
tidak diinginkan lagi. Sebaiknya setiap laparotomi harus dijadikan
kesempatan untuk menawarkan tubektomi.
2) laparotomi mini
Laparotomi khusus untuk tubektomi ini paling mudah dilakukan 1
– 2 hari pascapersalinan. Uterus yang masih besar, tuba yang masih
panjang, dan dinding perut yang masih longgar memudahkan
mencapai tuba dengan sayatan kecil sepanjang 1 – 2 cm dibawah
pusat. Pasien diletakkan terbaring. Lipatan kulit dibawah pusat
yang berbentuk bulan sabit ditegangkan antara 2 buah doekklem
hingga menjadi lurus. Pada tempat lipatan kulit disayat sepanjang 1
– 2  cm sampai hampir menembus rongga peritoneum, tempat yang
hampir menembus rongga peritoneum ditembus sekaligus dengan
sebuah cunam pean, kemudian lubangnya dilebarkan dengan
cunam itu. Lubangnya harus cukup besar untuk dimasuki  sebuah
jari telunjuk dan sebuah cunam tampon (tampon tang).
3) Kolpotomi posterior
Di indonesia cara ini kurang populer bila dibandingkan dengan
cara abdominal. Prosedurnya adalah pasien diposisikan dalam
sikap litotomi. Dinding belakang vagina dijepit pada jarak 1 dan 3
cm dari serviks dengan dua cunam. Lipatan dinding vagina diantara
kedua jepitan itu digunting sekaligus sampai menembus pritoneum.
Lubang sayatan diperlebar dengan dorongan spekulum
soonawalla. Tuba dapat langsung terlihat atau dipancing dan dapat
ditarik keluar. Tubektomi dilakukan dengan cara pomeroy atau
kroener. Mukosa vagina dan peritonium dijahit secara jelujur,
bersama atau dijahit sendiri-sendiri. Lama perawatan 2-3 hari,
sedang anastesi yang dipakai yaiu anastesi umum atau spinal.
Komplikasi berupa infeksi agaknya lebih tinggi daripada
laparotomi mini yang dapat diatasi dengan pemberian antibiotik.
Angka kegagalan bervarisi antara 1-,9%.
4) Laparoskopi
Pasien diposisikan dalam sikap litotomi. Kanula Rubin dipasang
pada kanalis servikasils dan bibir depan serviks dijepit dengan
tenakulum bersama-sama. Pemasangan alat-alat ini dimasudkan
untuk mengemudikan uterus selagi operasi dilakukan. Kulit kiri
kanan pusat dijepit engan dua cunam Allis dan mdengan pisau
runcing ditusuk di tengah dan diperlebar sampai 1,5 cm. Mellaui
sayatan ini, jarum Verres ditusukkan sampai masuk ke dalam
rongga peritoneum. Setalh diyakini ujung jarum berada dalam
rongga peritoneum, gas CO2 dimasukkan melalui jarum tersebut
kira-kira 1,5 liter dengan ecepatan 1 liter/menit. Trokar dan
selubungnya dimasukkan melalui luka sayatan tadi setelah terjadi
pneumoperitoneum yang ditandai dengan hilangnya peka hati dan
menggelembungnya perut secara simetris. Laparoskop dimasukkan
kedalam selubung, kemudian alat panggul diperiksa. Tuba dicari
dengan bantuan manipulasi uterus dari kanula Rubin, lalu steriisasi
dilakukan dengan menggunakan cincin Folope yang dipasang pada
pars ampularis tuba. Setelah yakin tidak ada perdarahan,
pnemoperitoneum dikelurkan dengan menekan dinding perut. Luka
dapat ditutup dengan dua jahitan subkutikuler, lalu dipasang band
aid. Pasien dapat dipulangkan setelah 6-8 jam apabila dipakai
neuroleptanalgesia.
Komplikasi yang mungkin dijumpai pada tubektomi
laparoskopi ialah perdarahan mesosalping atau perlukaan.
Perlukaan pada pembuluh darah abdominal dapat pula terjadi.
Komplikasi lain berupa emfisema subkutan dan perforusi uterus
oleh kanula Rubin. Kegagalan sterilisasi bervariasi 0-7% yang
dapat disebabkan oleh reaksi tuba yang tidak sempurna atau
identifikasi rotundum yang dikira tuba.
3. Cara penutupan tuba
Cara tubektomi yang dapat dilakukan ialah cara Pomeroy, Kroener, Irving,
pemasangan cincin Felope, klip Filshie, dan elektro koagulasi disertai
pemutusan tuba.
1) Cara Pomeroy
Tuba dijepit kira-kira pada pertegahannya, kemudian diangkat sampai
melipat. Dasar lipatan diikat dengan sehelai catgut biasa no. 0 atau
nom 1, kemudian dipotong di atas ikatan catgut tadi. Tujuan
pemakaian catgut biasa ini ialah agar segera diabsorbsi sehingga kedua
ujung tuba yang dipotong bisa segera terpisah. Dengan demikian, tidak
memungknkan terjadinya rekanalisasi kembali.
2) Cara Korner
Fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian proksimal dari jpitan
diikat dengan sehelai benang sutera atau dengan catgut yang tidak
mudah diabsorbsi. Bagian tuba distal dari jepitan dipotong
(fimbriektomi).
3) Tuba Irving
Tuba dipotong pada pertengahan panjangnya setelah kedua ujung
potongan diikat dengan catgut kromik no. 0 atau 00. Ujung potongan
proksimal ditanamkan di dalam miometrium dinding depan uterus.
Ujung potongan distal ditanamkan di dalam ligamentum latum.
Dengan cara ini rekanalisasi spontan tidak mungkin terjadi. Cara
tubektomi ini hanya dilakukan pada laparotomi besar seperti bedah
sesar.
4) Pemasangan cincin Palope
Cincin Falope (Yoon Ring) terbuat dari silikon, dewasa ini banyak
digunakan dengan aplikator bagian ismus tuba ditarik dan cincin
dipasang pada bagian tuba tersebut. Sesudah terpasang lipatan tuba
tampak keputih-putihan oleh karena tidak mendapat suplai darah lagi
dan akan menjadi fibrotik. Cincin falope dapat dipasang pada
laparotomi mini, laparoskopi, atau dengan laprokator.
5) Pemasangan klip
Berbagai jenis klip telah dikembangkan untuk memperoleh kerusakan
minimal agar dapat dilakuakan rekanalisasi bila diperlukan kelak. Klip
Filshine mempunyai keuntungan dapat digunakan pada tuba yang
edema. Klip Huka-Clemens digunakan dengan cara menjepit tuba.
Oleh karena tidak memperpendek panjang tuba maka rekanalisasi
lebih mungkin dikerjakan.
6) Pemutusan tuba
Cara ini dahulu banyak dikerjakan pada tubektomi laparoskopik.
Dengan memasukkan grasping forceps melalui laparoskop, tuba dijepit
kurang lebih 2 cm dan koruna kemudian diangat menjauhi uterus dan
alat-alat panggul lainnya. Setelah itu dilakukan kauterisasi. Tuba
terbakar kurang lebih 1 cm ke proksimal dan distal serta mesosalping
terbakar sejauh 2 cm. Pada waktu katerisasi tuba tampak menjadi
putih, menggembung, lalu putus. Cara ini sekrang banyak ditinggalkan.
2.1.2.2 Vasektomi
1. Sebelum Tindakan Vasektomi
Sebelum melaksanakan vasektomi, dokter akan meminta klien
untuk berhenti mengonsumsi aspirin atau obat pengencer darah lainnya
selama 7 hari. Obat-obatan tersebut dapat memperbesar risiko perdarahan
saat operasi vasektomi. Sedangkan untuk mencegah infeksi, klien akan
diminta membersihkan alat kelamin dan mencukur bulu kelamin di
seluruh skrotum dengan menggunakan pisau cukur sehari sebelum
vasektomi dilakukan.

Pada hari pelaksanaan vasektomi, bawalah pakaian dalam ketat


untuk dipakai setelah operasi guna menopang skrotum dan mengurangi
pembengkakan. Selain itu, ajak seseorang yang dapat mengantar klien
pulang pasca pelaksanaan vasektomi.

Beberapa jam sebelum vasektomi, konsumsi obat-obatan pra


operasi yang dianjurkan dokter. Lebih jauh lagi, hindari mengonsumsi
makanan berat dan ganti dengan kudapan ringan.

2. Prosedur Vasektomi

Prosedur vasektomi dapat dilakukan oleh dokter bedah umum atau


dokter spesialis urologi di rumah sakit atau klinik. Beberapa persiapan
yang dilakukan sebelum vasektomi antara lain adalah:

a. Membersihkan testis dan skrotum dengan cairan antiseptik.


b. Jika diperlukan, dokter dapat memberi obat penenang secara oral atau
melalui intravena. Pemberian obat ini akan membuat pasien
mengantuk.

c. Penyuntikan anastesi lokal pada kulit skrotum. Anastesi yang dapat


diberikan adalah lidocaine 1 persen dengan atau tanpa epinephrine.

Untuk menjalankan vasektomi, terdapat dua teknik bedah yang bisa


dilakukan, yaitu teknik konvensional dan teknik tanpa pisau bedah. Dalam
teknik konvesional, dokter membuat sayatan sepanjang 1 sentimeter di
setiap sisi skrotum sehingga dokter dapat menjangkau saluran sperma (vas
deferens). Setelah itu, kedua saluran sperma dipotong dan ujung masing-
masing saluran dijahit atau ditutup menggunakan diathermy (alat perekat
dengan pemanasan suhu tinggi). Masing-masing sayatan kemudian
dijahit dengan benang yang dapat diserap kulit sehingga tidak diperlukan
pengangkatan benang pasca operasi.

Sedangkan dalam vasektomi tanpa pisau bedah, dokter menjepit


saluran sperma di bawah kulit skrotum dengan klem. Setelah itu, dibuat
lubang kecil pada kulit di atas saluran sperma. Lubang tersebut dibuka
dengan menggunakan sepasang forsep, sehingga dokter dapat menjangkau
saluran sperma, untuk kemudian melakukan pemotongan dan pengikatan.
Dalam prosedur ini, darah tidak banyak keluar dan tidak terasa sakit
dibanding teknik konvensional.

Cara lain yang dapat dilakukan adalah pemasangan vasclip untuk


menutup atau menjepit saluran sperma, sehingga tidak dilakukan
pemotongan dan pengikatan. Namun metode ini kurang efektif
dibandingkan dengan metode lainnya.

3. Sesudah Vasektomi

Selama satu hingga dua jam pasca vasektomi, pasien masih dapat
merasakan efek pembiusan pada skrotum. Setelah itu, pasien mulai merasa
sedikit nyeri dan bengkak yang umumnya akan menghilang dalam waktu
beberapa hari. Guna meredakannya, kompres skrotum dengan kantong es
setidaknya selama 36 jam, beristirahat selama 24 jam, dan gunakan perban
atau pakaian dalam yang ketat untuk menyangga skrotum setidaknya
selama 48 jam pasca vasektomi. Jika diperlukan, obat pereda nyeri
seperti paracetamol, juga dapat dikonsumsi.

Selain itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan pasca vasektomi meliputi:

a. Menjaga kebersihan diri dengan mandi setelah operasi dan


mengeringkan daerah bekas operasi secara perlahan.
b. Hindari kegiatan berat selama 3 hari pasca vasektomi, seperti
berolahraga atau mengangkat beban karena dapat menyebabkan nyeri
atau perdarahan di dalam skrotum. Umumnya, pasien dapat
beraktivitas normal lagi setelah 8 hingga 9 hari seusai prosedur
vasektomi.

c. Hubungan seks dapat kembali dilakukan beberapa hari pasca


vasektomi atau sesudah pasien merasa nyaman untuk melakukannya.
Meski demikian, sperma biasanya masih tersisa dalam saluran vas
deferens hingga 20 atau 30 ejakulasi. Selama masa ini, pasien diminta
untuk menggunakan konstrasepsi lain guna mencegah terjadinya
kehamilan. Tes untuk memastikan air mani bersih dari sperma dapat
dilakukan setidaknya 8 minggu pasca vasektomi.

d. Vasektomi tidak membuat seseorang terbebas dari penularan infeksi


penyakit seksual, seperti HIV. Cara perlindungan yang paling efektif
terhadap penyakit ini adalah dengan menggunakan kondom.

2.1.3 Indikasi Kontrasepsi Mantap

2.1.3.1 Tubektomi

Komperensi Khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia


tahun 1976 di Medan menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur 25 –
40 tahun, dengan jumlah anak sebagai berikut: umur istri antara 25 – 30 tahun
dengan 3 anak atau lebih, umur istri antara 30 – 35 tahun dengan 2 anak atau
lebih, dan umur istri 35 – 40 tahun dengan satu anak atau lebih sedangkan
umur suami sekurang kurangnya berumur 30 tahun, kecuali apabila jumlah
anaknya telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan tersebut.
(Wiknjosastro,2005)

 Menurut Mochtar (1998) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai berikut:

1.      Indikasi medis umum


Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila
wanita ini hamil lagi.
a) Gangguan fisik
Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum, penyakit
jantung, dan sebagainya.
b)  Gangguan psikis
Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia (psikosis),
sering menderita psikosa nifas, dan lain lain.
2.     Indikasi medis obstetrik
Indikasi medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio
sesarea yang berulang, histerektomi obstetri, dan sebagainya.
3.      Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula dipertimbangkan
untuk sekaligus melakukan sterilisasi.
4.      Indikasi sosial ekonomi
Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial ekonomi
yang sekarang ini terasa bertambah lama bertambah berat.
a) Mengikuti rumus 120 yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur
ibu, kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri,
misalnya umur ibu 30 tahun dengan anak hidup 4, maka hasil
perkaliannya adalah 120.
b).      Mengikuti rumus 100
Umur ibu 25 tahun ke atas dengan anak hidup 4 orang
Umur ibu 30 tahun ke atas dengan anak hidup 3 orang
Umue ibu 35 tahun ke atas dengan anak hidup 2 orang
2.3.2 Vasektomi
Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas
dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap
kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan
kualitas keluarga.

Pada dasarnya indikasi untuk melakukan vasektomi ialah


bahwa pasangan suami-istri tidak menghendaki kehamilan lagi dan
pihak suami bersedia bahwa tindakan kontrasepsi dilakukan pada
dirinya.

2.1.4 Kontraindikasi Kontrasepsi Mantap


2.1.4.1 Tubektomi
Menurut Mochtar (1989) kontraindikasi dalam melakukan MOW yaitu
dibagi menjadi 2 yang meliputi indikasi mutlak dan indikasi relative
a).      Kontra indikasi mutlak
1).       Peradangan dalam rongga panggul
2).      Peradangan liang senggama aku (vaginitis, servisitis
akut)
3).       Kavum dauglas tidak bebas, ada perlekatan
b).      Kontraindikasi relative
1).       Obesitas berlebihan
2).      Bekas laparotomi
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya
tidak menjalani Tubektomi yaitu:
1).      Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai
2).      Pedarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya
3).      Infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu
disembuhkan atau dikontrol
4).      Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa
depan
5).      Belum memberikan persetujuan tertulis.
2.1.4.2 Vasektomi
a)      Infeksi kulit lokal, misalnya Scabies (penyakit kulit menular
akibat tuma gatal).
b)     Infeksi traktus genetalia.
c)     Kelainan skrotum dan sekitarnya :
1.     Varicocele (varikositas pleksus pampiniformis korda
spermatika, yang membentuk benjolan skrotum yang terasa
seperti ”kantong cacing”).
2.      Hydrocele besar
3.       Filariasis.
4.      Hernia inguinalis.
5.       Orchiopexy (fiksasi testis yang tidak turun pada
skrotum).
6.       Luka parut bekas operasi hernia.
7.      Skrotum yang sangat tebal.
d)     Penyakit sistemik :
1.       Penyakit-penyakit perdarahan.
2.      Diabetes Mellitus.
3.       Penyakit jantung koroner yang baru.
e)     Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak stabil.

2.1.5 Keuntungan dan Kerugian Kontrasepsi Mantap


2.1.5.1 Tubektomi
A. Menurut BKKBN (2006) keuntungan dari kontrasepsi mantap ini
antara lain:
a).      Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi
b).      Tidak mengganggu kehidupan suami istri
c).      Tidak mempengaruhi kehidupan suami istri
d).      Tidak mempengaruhi ASI
e).      Lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan
satu kali tindakan), lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil),
lebih ekonomis
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) keuntungan
dari kontrasepsi mantap adalah sebagai berikut:
a).    Sangat efektif (0.5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun
pertama penggunaan).
b).   Tidak mempengaruhi proses menyusui (breasfeeding).
c).   Tidak bergantung pada faktor senggama.
d).   Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan
yang serius.
e).    Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.
f).     Tidak ada perubahan fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi
hormon ovarium)
B. Kerugian MOW
Kerugian dalam menggunakan kontrasepsi mantap (Noviawati
dan Sujiyati,2009) yaitu antara lain:
a).    Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini
tidak dapat dipulihkan kembali.
b).   Klien dapat menyesal dikemudian hari
c).   Resiko komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anestesi
umum
d).   Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah
tindakan
e).    Dilakukan oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesalis
ginekologi atau dokter spesalis bedah untuk proses laparoskopi.
f).    Tidak melindungi diri dari IMS.
2.1.5.2 Vasektomi
A.  Keuntungan MOP
a.       Efektif.
b.       Aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas.
c.       Sederhana.
d.       Cepat, hanya memerlukan waktu 5-10 menit.
e.       Menyenangkan bagi akseptor karena memerlukan anestesi lokal
biasa.
f.        Biaya rendah.
g.        Secara kultural, sangat dianjurkan di negara-negara dimana
wanita merasa malu untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang
tersedia dokter wanita dan paramedis wanita.
B. Kerugian MOP
a.       Diperlukan suatu tindakan operatif.
b.       Kadang-kadang menyebabkan komplikasi seperti perdarahan
atau infeksi.
c.         Kontap pria belum memberikan perlindungan total sampai
semua spermatozoa, yang sudah ada di dalam sistem reproduksi distal
dari tempat oklusi vas deferens, dikeluarkan.
d.        Problem psikologis yang berhubungan dengan perilaku seksual
mungkin bertambah parah setelah tindakan operatif yang menyangkut
sistem reproduksi pria.
2.2 Tinjauan Asuhan Kebidanan
2.2.1 Konsep Manajemen Asuhan Varney
Konsep manajemen asuhan varney 7 langkah varney, langkah- langkahnya :
1. Pengumpulan data dasar secara komperhensif untuk mengkaji pasien
2. Pengembangan data dasar, interpretasi data menetukan diagnosa
3. Identifikasi masalah-masalah potensial atau diagnosa lain
4. Evaluasi kebutuhan intervensi segera
5. Perencanaan
6. Implementasi
7. Evaluasi/penilaian
 Langkah 1 (pertama) : Pengumpulan data dasar secara komperhensif
untuk mengkaji pasien
Pengumpulan data dasar secara komprehensif untuk megkaji pasien. Data dasar
tersebut termasuk riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik dan panggul serta
tinjauan catatan saat ini atau catatan lama dari Rumah Sakit/RB/Puskesmas.
Pengumpulan data ini mencakup Data Subjekti dan Objektif
 Langkah II (kedua): Pengembangan data dasar, interpretasi dat
menentukan diagnosa
Pengembangan data dasar, interpretasi data, menentukan diagnosa. Ada beberapa
masalah tidak dapat diidentifikasi atau ditetapkan sebagai dianosa, tetapi perlu
dipertimbangkan untuk pengembangan rencana pelayanan komprehensif.
 Langkah ke III (ketiga): Identifikasi masalah-masalah potensial atau
diagnosa lain
Identifikasi masalah-masalah potensial atau diagnosa lain. Tahapan ini penting
untuk mengantisipasi masalah, pencegahan bila memungkinkan guna keamanan
pelayanan. Kemudianmenentukan tindakan pencegahan dan persiapan
kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan.
 Langkah ke IV (ke empat): Evaluasi kebutuhan intervensi segera/
identifikasi kebutuhan segera
Gambaran proses manajemen berlanjut tidak hanya selama kunjungan prenatal
tetapi tetap berlangsung sampai ketika pada masa nifas. Pengkajian untuk
mendapatkan data baru dan pemantauan kegiatan harus tetap dilakukan.
 Langkah ke V (lima): Perencanaan
Rencana pelayanan komprehensif ditentukan berdasarkan tahapan terdahulu
(langkah pertama, kedua, ketiga, dan keempat) untuk mengantisipasi masalah
serta diagnosa. Selain itu perlu untuk mendapatkan data yang belum diperoleh
atau tambahan informasi data dasar.
 Langkah ke VI (keenam): Implementasi
Implementasi rencana asuhan yang telah dirumuskan. Rencana yang telah
dirumuskan mungkin semuanya dapat dilaksanakan oleh bidan secara mandiri
atau sebagian dilaksanakan oleh ibu atau tim kesehatan lainnya.
 Langkah ke VII (ketujuh): Mengevaluasi
Evaluasi merupakan suatu penganalisaan hasil implementasi asuhan yang telah
dilaksanakan dalam periode untuk menilai keberhasilannya apakah benar-benar
memenuhi kebutuhan untuk dibantu.Tujuan dari evaluasi atau penilaian adalah
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
implementasi asuhan berdasarkan analisa.

VARNEY Standar AsuhanDOKUMENTASI


Kerangka Fikir Kebidanan Akuntabilitas Profesi
(How to think) Kerangka Kerja (How to write)
(How to do)
Pengkajian Pengkajian S : Subyektif data
O : Obyektif data
Perumusan Diagnosa Diagnosa A : Analisa
dan Masalah Diagnosa/masalah
Rumusan tindakan Perencanaan P : Penatalaksanaan
antisipasi
Tindakan segera

Perencanaan
Komprehensif
Intervensi Implementasi

Evaluasi Evaluasi

Pencatatan Asuhan
Kebidanan

2.2.2 Pendokumentasian secara SOAP


Menggunakan metode SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisis, Perencanaan
asuhan/tindakan)
S: Mencatat keluhan hal-hal dirasakan oleh ibu dalam masa nifas
O: Mencatat tanda/hasil pemeriksaan, observasi baik fisik maupun penunjang
A: Mencatat diagnose masalah yang terjadi dan kebutuhan yang teridentifikasi
P: Merencanakan kegiatan asuhan yang akan dilakukan
Pendokumentasian asuhan kebidanan menggunakan pendekatan SOAP

BAB III
TINJAUAN KASUS

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
Jl. KH. Wakhid Hasyim No. 64 B Telp. (0354) 773095 – 772833
Website : http://www.poltekkes-malang.ac.id Fax. (0354) 778340
Email : direktorat@poltekkes-malang.ac.id Kediri 64114

FORMAT ASUHAN KEBIDANAN KB

PENGKAJIAN

Tanggal : 27-09-2019 Jam : 10.00 WIB

No. RM :

Nama : Ny. Z Nama Suami : Tn. F

Umur : 29 th Umur : 36th

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : S1 Pendidikan :S2

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : PNS

Alamat : Jl.Guyonan Alamat : Jl.Guyonan Ds. Waton Wari Rt


02/Rw03

Ds.Waton Wari Yogyakarta

Rt 02/Rw03 Yogyakarta

Cara Masuk :
Datang sendiri Rujukan dari : ─

Diagnosa : ─

A. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan utama : Ingin menggunakan kontrasepsi mantap karena merasa sudah cukup
memiliki 3 anak.
2. Riwayat menstruasi
- Usia manarche : 13 tahun - Lama haid :7 hari
- Jumlah darah haid : 2-3 softex/hari - Fluor albus :tidak ada
- Keluhan saat haid :
Dismenorhoe Spoting Menorrhagia
Premenstrual syndrome Dll..........

3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu.

P3 A0 H3

No Tgl,th Tempat Umur Jenis Penolong Penyuli Anak Keadaan


partus partus kehamil pers persalinan t JK/BB anak
an alina sekarang
n

1. 2007 BPM 38 Normal Bidan Tidak Pr/3200 Hidup


mg ada

2. 2010 BPM 39 Normal Bidan Tidak Lk/260 Hidup


mg ada 0

3. 2017 Puskesmas 38 Normal Bidan Tidak Pr/2800 Hidup


mg ada

4 Riwayat KB dan rencana KB


Metode yang pernah dipakai : suntik Lama :
3bulan/tahun
Komplikasi dari KB : tidak ada Rencana KB selanjutnya:Kontap

5. Riwayat Ginekologi :
Infertilitas Infeksi virus PMS
Endometriosis Polip serviks Kanker kandungan
Opersai kandungan Perkosaan DUB
dll

B. DATA OBJEKTIF
1. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum
- Keadaan umum : Baik - Kesadaran : Composmentis
- BB/TB : 58kg/145cm - Tekanan darah : 110/80mmHg
- Nadi : 78x/menit - Suhu : 36,7o C
- Pernafasan : 22x/menit

2. Pemeriksaan fisik
- Mata: Konjungtiva : merah muda Sklera : tidak ikhterus
- Payudara : simestris kiri/kanan. Putting susu menonjol, ASI ada, dan tidak teraba
massa
- Abdomen : tidak ada bekas operasi, tidak ada nyeri tekan,
- Genitalia : tidak ada benjolan, (normal)

C. ANALISIS/INTERPRETASI DATA
Ny.Z berusia 29 tahun P3A0H3 akseptor KB Kontap (MOW)

D. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 27 September 2019 Jam : 11.00WIB

11.00Memberi konseling mengenai kontrasepsi mantap (MOW dan MOP), ibu


memahami dan dapat mengulangi poin penting yang disampaikan Bidan
11.15Memberikan Informed Consent sebagai persetujuan klien, klien bersedia
menandatangani imfonrmed consent

11.20 Menyiapkan klien menjelang tindakan operatif, klien bersedia puasa sebelum
tindakan operatif, pengosongan kandung kemih,

Kediri,............................

Pembimbing Praktik Mahasiswa

.................................................... ......................................................

NIP. NIM.

Dosen Pembimbing

....................................................

NIP.

BAB IV

PEMBAHASAN
Ny.Z berusia 29 tahun P3A0H3 Ny.Z mendatangi rumah sakit pada tanggal 27
September 2019. untuk melakukan konstrasepsi mantab bertujuan mengakhiri kehamilan.
Ny.Z menemui bidan dan melakukan pelayanan keluarga berencana, Bidan melakukan
konseling alat kontrasepsi kepada klien. Bidan memberikan informed choice dan informed
consent kepada klien dan klien menyetujuinya. Dari pernyataan Ny.Z selama ini
menggunakan alat kontrasepsi suntik 3 bulan, dan saat ini sudah memiliki 3 anak maka dari
itu klien memilih untuk menggunakan kontrasepsi mantab karena merasa sudah cukup
dengan jumlah anaknya.

Sebelum dilakukan tindakan operatif, bidan melakukan pemeriksaan fisik kepada


klien dan hasil dari pemeriksaan KU: Baik BB/TB :58 kg/145cm Nadi : 78x/menit TD :
110/80mmHg Suhu : 36,7°C . Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan Bidan kepada klien
dapat disimpulkan bahwa keadaan Ny.Z sangat baik dan memenuhi ketentuan dari
kontrasepsi mantap.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kontrasepsi adalah suatu cara mencegah faktor-faktor yang mengatur


kesuburan sesorang atau mencegah secara mekanik pertemuan antara ovum dan
spermatozoid.
Kontrasepsi mantap adalah suatu metode kontrasepsi yang pada pria disebut
vasektomi dan pada  wanita disebut tubektomi.

Ny.Z selama ini menggunakan alat kontrasepsi suntik 3 bulan, dan saat ini
sudah memiliki 3 anak maka dari itu klien memilih untuk menggunakan kontrasepsi
mantab karena merasa sudah cukup dengan jumlah anaknya. Dari pemeriksaan fisik
yang dilakukan Bidan kepada klien dapat disimpulkan bahwa keadaan Ny.Z sangat
baik dan memenuhi ketentuan dari kontrasepsi mantap.

5.2 Saran

Setelah memahami tentang pendokumentasian tentang kontrasepsi mantap


tentunya bisa dilakukan penerapan yang baik untuk dapat melakukan
pendokumentasian kontrasepsi mantap sehingga dapat perawatan yang lebih intensif
jika ditemukan adanya masalah.

Semua tenaga kesehatan dapat bekerja sama untuk dapat memberikan


perawatan dan asuhan yang benar terkait dengan pelayanan kontrasepsi mantap.
DAFTAR PUSTAKA

Mulyani, Nina Siti. 2013. Keluarga Berencana dan Alat Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha
Medika

Proverawati, Atikah. 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha Medika

Sulistyawati, Ari. 2013. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba Medika

Khoiri, Imam.

Silverton, Louise. 1993. The Art and Science of Midwifery. UK: British Library

Pauline. 1993. Miwifery A Text and Reference Book For Midwives in South Africa. South
Africa: Juta & Co, Ltd

Hartanto, Hanafi. 2015. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan

Affandi, Biran dkk. 2016. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo

Anda mungkin juga menyukai