Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ajeng Yola Shalshabila

NIM : 1808205073
Jurusan : Akuntansi Syariah B/4
Mata Kuliah : Ilmu Kalam
Jawaban UAS Ilmu Kalam

1. Beberapa latar belakang Abu Hasan Ali Asy'ari keluar dari Mu'tazilah yaitu Imam Abul
Hasan Ali al-Asy’ari termasuk salah satu tokoh yang belajar kepada syekh dari
Mu’tazilah, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab al Jubai. Imam Abul Hasan Ali al-
Asy’ari melihat, bahwa dalam paham kaum Mu’tazilah banyak terdapat kesalahanbesar,
beliau menemukan hal-hal yang bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Dan
disebabkan oleh tidak puasnya terhadap jawaban gurunya yaitu yang bernama Al-Juba’i
dalam menjawab pertanyaan darinya tentang keadilan Tuhan yang hanya dijawab dengan
menggunakan batas-batas rasional akal. Dampak bagi teologi Islamya adalah Aqidah
alhussunnah wal-Jama’ah dalam pandangan Imam Asy’ari adalah sebuah konsep
pemikiran atau cara pandang dalam menjalankan isi kandungan al-Qur’an tanpa
menghilangkan dalil-dalil aqli. Tentunya dengan memposisikan dalil akal di bawah dalil
yang bersumber dari al-Qur’an dengan membantah bahwa al-Qur’an adalah
mahluk.Lahirnya madzhab Asy’ri, yang di pimpin oleh Imam Abul Hasan Ali al-Asy’ari
memberikan sebuah kepercayaan setelah adanya kekecewaan yang di rasakan umat pada
saat itu atas dasar-dasar pemahaman Mu’tazilah yang menjauhkan umat isalm dari al-
Qur’an. Selain itu mazhab al-Asy’ari meraih sebuah kesuksesan yang sangat besar karena
keberhasilan madzhabnya dalam menarik serta mempengaruhi para ulama besar yang
terkemuka di setiap masa sebagai pengikutnya yang secara kreatif dan intens mereka
berkerja keras dalam meyebarkan mazhabnya Asy’ari. Adapun aktualisasinya dalam
menyikapi pandemi covid-19 yang sekarang sedang terjadi adalah, menurut aliran
Asy’ariyah, kewajiban Tuhan berbuat baik dan terbaik bagi manusia, aliran Asy’ariyah
tidak menerima faham Tuhan mempunyai kewajiban. Jadi dengan adanya pandemi covid-
19 ini menurut pemikiran mereka itu bahwa Tuhan dapat berbuat sekehendak-Nya
terhadap makhluk termasuk memberikan suatu cobaan yang diberikan kepada semua
makhluknya dengan adanya penyebaran virus corona ini.

2. Menyangkut masalah kekuasaan Tuhan al-Asy’ariah berpendapat bahwa tidak ada


sesuatupun yang bisa menghalangi kekuasaan Tuhan dan menolak keberadaan dari semua
penyebab. Kalau siang mengikuti malam, maka itu hanya karena Tuhan dengan kasih-
Nya memudahkan pengulangannya. Dalam hal ini tidak ada kekekalan. Tuhan
menciptakan dunia baru setiap saat. Meskipun beliau menerima takdir yang telah
ditentukan sebelumnya, namun beliau juga memakai konsep “perolehan” (kasb), yang
akan membuat manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.
Istilah yang dipakai al-Asy’ari untuk perbuatan manusia yang diciptakan Tuhan ialah al-
kasb.29 Dan dalam mewujudkan perbuatan yang diciptakan itu, daya yang ada dalam diri
manusia tak mempunyai efek. Tidak ada suatu kebaikan atau keburukan di bumi ini
kecuali dengan kehendak Allah. Dan sesuatu itu ada karena kehendak Allah, seseorang
tidak akan sanggup berbuat sesuatu sebelum Tuhan melakukannya. Tidak ada pencipta
selain Allah. Perbuatan buruk manusia Allahlah yang menciptakannya sedang manusia
tidak sanggup menciptakan sesuatu perbuatan.

3. Dalam pandangan Ahlussunnah wal Jamaah dan Syi'ah, Peristiwa Ghadir khum adalah peristiwa
yang sangat penting. Hampir seluruh fondasi keyakinan Syi’ah bertumpu pada kejadian di Ghadir
Khum itu, karena dalam asumsi mereka di tempat itu Nabi SAW. menunjuk Ali r.a. sebagai
pengganti beliau. kaum Syi’ah juga menyelenggarakan perayaan bernama Ied Al-Ghadir pada
tiap tahunnya. Asumsi mereka didasarkan pada hadits dengan redaksi tambahan “Man kuntu
mawlaahu fa’Aliy awlaahu” mereka berpendapat bahwa arti kata mawla adalah pemimpin dan
khalifah. Ini berarti Ali adalah khalifah setelah Nabi wafat.

4. Karena Asy'ariyah adalah mazhab kalam terbesar sejak satu milenia terakhir dan paling
banyak dianut oleh umat muslim, mereka yang mengikuti semua yang berasal dari Nabi
SAW, baik perkataan, perbuatan, pengakuan, maupun hal-hal lain yang dikaitkan dengan
pribadi Rasulullah SAW.
Menurut saya adapun korelasi antara teologi asy’ariyah dengan fiqh syafi’iyah itu
menurut saya tidak ada. Paham ini memang banyak dianut tokoh-tokoh di mazhab fiqh,
Namun tidak dengan fiqh syafi'iyyah tetapi lebih tepatnya dengan fiqh malikiyah atau
mazhab Maliki.

5. Teologi adalah ilmu yang mempelajari ajaran-ajaran dasar suatu agama. Dalam Islam,
teologi disebut sebagai ‘ilm al-kalam. Secara umum, pemikiran Harun tentang teologi
rasional maksudnya adalah bahwa kita harus mempergunakan rasio kita dalam menyikapi
masalah. Namun bukan berarti menyepelekan wahyu. Karena menurutnya, di dalam Al-
Qur’an hanya memuat sebagian kecil ayat ketentuan-ketentuan tentang iman, ibadah,
hidup bermasyarakat, serta hal-hal mengenai ilmu pengetahuan dan fenomena natur.
Menurutnya, di dalam Al-Qur’an ada dua bentuk kandungan yaitu qath’iy al dalalah dan
zhanniy al-dalalah. Qath’iy al dalalah adalah kandungan yang sudah jelas sehingga tidak
lagi dibutuhkan interpretasi. Zhanniy al-dalalah adalah kandungan di dalam Al-Qur’an
yang masih belum jelas sehingga menimbulkan interpretasi yang berlainan. Disinilah
dibutuhkan akal yang dapat berpikir tentang semua hal tersebut. Dalam hal ini,
keabsolutaan wahyu sering dipertentangkan dengan kerelatifan akal. Dampaknya
terhadap perkembangan teologi Islam di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, Harun
Nasution membentuk sebuah orientasi pendidikan agama yang sejalan dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan sejauh mungkin berwatak toleransi rasional terhadap agama. Di dalam
pemikiran ini, aspek rasional terhadap agama lebih memperoleh penekanan. Harun
Nasution mengembangkan metode-metode pemikirannya sebagai ide sebuah
pembaharuan dalam pendidikan khususnya dan dalam merombak pola pikir seluruh umat
Islam pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai