Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEBIDANAN

KEGAWATDARURATAN
DISTOSIA BAHU

Dosen Pengampu : Ira Titi Sari, S.SiT, M.Kes.

Disusun oleh Kelompok 2 :

Ninne Gerdha Fardyana (P17321181001)


Yustina Dewi Anggraini (P17321183018)
Natasya Farhana Niam (P17321183033)
Rike Puspitasari (P17321183035)
Inas Zhafirah (P17321183036)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Laporan
Pendahuluan Dan Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Distosia Bahu dengan tepat waktu.

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Distosia Bahu ini


telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Distosia Bahu

Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Kediri, 11 Februari 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

1.1 Latar Belakang 4


1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 5

BAB II TINJAUAN TEORI 6

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Definisi Distosia Bahu 6
2.1.2 Etiologi Distosia Bahu 6
2.1.3 Tanda Dan Gejala Distosia Bahu 9
2.1.4 Klasifikasi Distosia Bahu 9
2.1.5 Patofisiologi Distosia Bahu 13
2.1.6 Faktor Predisposisi Distosia Bahu 13
2.1.7 Penanganan Distosia Bahu 13
2.1.8 Komplikasi Distosia Bahu 17
2.2 Tinjauan Kasus
2.2.1 Konsep Manajemen Varney 17
2.2.2 Pengkajian kasus dengan SOAP 20
BAB III PENUTUP 29

3.1 Kesimpulan 29
3.2 Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 30

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di suatu negara
mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan. Berdasarkan Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia mencapai
228/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34/1000 kelahiran
hidup umumnya kematian terjadi pada saat melahirkan. Namun hasil SDKI 2012
tercatat, angka kematian ibu melahirkan sudah mulai turun perlahan bahwa tercatat
sebesar 102 per seratus ribu kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per
seribu kelahiran hidup.
Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu saat
proses persalinan. Distosia bahu adalah suatu  keadaan diperlukannya manuver
obstetrik oleh karena dengan tarikan ke arah belakang kepala bayi tidak berhasil untuk
melahirkan kepala bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir
bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab
lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh
persalinan vaginal presentasi kepala (Prawirohardjo, 2009).
Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang
digunakan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan
pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi
curam bawah dan episiotomi.
Gross dkk (1987) Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa
dari 0.9% kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang
memenuhi kriteria diagnosa diatas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Distosia Bahu?
2. Bagaimana etiologi dari Distosia Bahu?

4
3. Apa saja tanda dan gejala dari Distosia Bahu?
4. Bagaiamana klasifikasi dari Distosia Bahu?
5. Bagaimana patofisiologi dari Distosia Bahu?
6. Bagaimana factor predisposisi dari Distosia Bahu?
7. Bagaimana penaganan dari Distosia Bahu?
8. Apa saja komplikasi dari Distosia Bahu?
9. Bagaimana penerapan manjemen varney pada kasus Distosia Bahu?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami definisi dari Distosia Bahu
2. Untuk memahami etiologi dari Distosia Bahu
3. Untuk memahami tanda dan gejala dari Distosia Bahu
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari Distosia Bahu
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari Distosia Bahu
6. Untuk memahami factor predisposisi pada kasus Distosia Bahu
7. Untuk mengetahui penanganan pada kasus Distosia Bahu
8. Untuk mengetahui komplikasi pada kasus Distosia Bahu
9. Untuk mengetahui penerapanan manajemen varney pada kasus Distosia Bahu

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Definisi Distosia Bahu
Distosia bahu adalah kegagalan persalinan bahu setelah kepala lahir, dengan
mencoba salah satu metode persalinan bahu (Manuaba, 2001). Distosia bahu adalah
suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetric oleh karena dengan tarikan
bisa karah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi
(Prawirohardjo, 2009). Distosia bahu merupakan kegawat daruratan obstetric karena
terbatasnya waktu persalinan, terjadi trauma janin,dan kompikasi pada ibunya,
kejadiannya sulit diperkirakan setelah kepala lahir, kepala seperti kura-kura dan
persalinan bahu mengalami kesulitan (Manuaba, 2001).
2.1.2 Etiologi Distosia Bahu
Distosia bahu disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Obesitas ibu pertambahan berat badan yang berlebihan
b. Bayi berukuran besar
c. Riwayat saudara kandung yang besar dan diabetes pada ibu

Faktor Penyebab Distosia

1. Distosia karena kelainan His


Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik.
a) Inersia Uteri Hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah/tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan servik atau mendorong anak keluar.disini kekuatan his
lemah dan frekuensi jarang.sering dijumpai pada penderita dengan keadaan
umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya
akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara
atau primipara, serta penderita pada keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi
pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif maupun pada kala
pengeluaran.
Inersia uteri hipotonik terbagi dua yaitu:
6
 Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten, sejak awal telah terjadi his yang
tidak adekuat/kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan
persalinan. Sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita
telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
 Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his yang baik
kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan atau kelainan.
b) Inersia Uteri Hipertonik
Adalaha kelainan his dengan kekuatan cukup besar kadang sampai melebihi
normal namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan
bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks, dari mendorong
bayi keluar.

2. Distosia karena kelainan letak


a. Letak sungsang
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri
dan bokong di bawah cavum uteri.
Macam-macam letak sungsang :
1) Letak bokong murni (frank breech), letak bokong dengan kedua tungkai
terangkat keatas.
2) Letak sungsang sempurna (complete breech), kedua kaki ada disamping
bokong dan letak bokong kaki sempurna.
3) Letak sungsang tidak sempurna (incomplete breech), selain bokong
sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.
Etiologi letak sungsang:
1) Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada: pada panggul sempit,
hidrocepalus, anencefalus, placenta previa, tumor.
2) Janin mudah bergerak: pada hidramnion, multipara, janin kecil
(premature).
3) Gemelii
4) Kelainan uterus: mioma teri
5) Janin sudah lama mati

7
6) Sebab yang tidak diketahui
b. Prolaps Tali Pusat
Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin setelah
ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat terdepan. Pada
keadaan prolap tali pusat (tali pusat menumbung) timbul bahaya besar, tali
pusat terjepit pada waktu bagian janin turun dalam panggul sehingga
menyebabkan asfiksia pada janin. Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada
waktu ketuban pecah bagian terdepan janin masih berada diatas PAP dan tidak
seluruhnya menutup seperti yang terjadi pada persalinan.

3. Distosia karena jalan lahir


Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan karena adanya kelainan pada
jaringan keras/tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.
a. Distosia karena kelainan panggul/bagian keras dapat berupa
1) Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid misalnya panggul
jenis Naegele, Robert dan lain-lain.
2) Kelainan ukuran panggul. Panggul sempit pelvic contaction panggul
disebut sempit apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari ukuran yang normal.
Kesempitan panggul bias pada : kesempitan atas panggil dianggap sempit
apabila cephalopelvic kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang
dari 12 cm. Diagnosis (CD) maka inlet dianggap sempit bila CD kurang
dari 11,5 cm. Kesempitan indepelvic, diameter interspinarum 9 cm kalau
diameter transversa ditambah diameter sagitalis posterior kurang dari 13,5
cm. kesempitan indepelvic hanya dapat dipaastikan dengan RO-pelvimetri.
Kesempitan outlet kalau diameter transversa atau diameter sagitalis
posterior kurang dari 15 cm. Ukuran rata-rata panggul wanita normal :
a) (DTI+13,5 cm, konjungtiva vera 12 cm, jumlah rata-rata kedua
diameter minimal 22 cm.
b) Pintu tenagh panggul distasium spinarum 10,5 cm, diameter anterior
posterior 11 cm, jumlah rata-rata kedua diameter minimal 20 cm.
c) Pintu bawah panggul diameter anterior 7,5 cm distansia intertuberosum
10,5 cm.
d) Kelainan jalan lahir lunak

8
Adalah kelainan serviks uteri, vagina, selaput dara dan keadaan lain
pada jalan lahir yang menghalangi lancarnya persalinan.
2.1.3 Tanda dan Gejala Terjadinya Distosia Bahu
a. Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia
bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar
normal.
b. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu
pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obese.
c. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak melahirkan
bahu

2.1.4 Klasifikasi Distosia Bahu


1. Distosia karena kelainan presentasi
Malpersentasi adalah semua persentasi janin selain vertex sementara malposisi
adalah posisi kepala janin relative terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik
referens,masalah ;janin yang dalam keadaan malpresentasi dan malposisi
kemungkinan menyebabkan partus lama.
Kelainan letak, persentasi atau posisi :
a) Posisi oksipitalis posterior persisten
Yaitu persalinan persentasi belakang kepala
b) Presentasi puncak kepala
Bila defleksinya ringan sehingga UUB merupakan bagian terendah
c) Presentasi Muka
Dimana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal sehingga oksiput
tertekan pada punggung.
d) Presentasi Dahi
Kedudukan kepala berada antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal
sehingga dahi merupakan bagian terendah
e) Letak sungsang
Janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong di
bagian bawah kavum uteri
f) Letak lintang
Sumbu memanjang janin menyilang, sumbu memanjang ibu tegak lurus
atau mendekati 90 derajat
9
g) Presentasi Ganda
Keadaan dimana disamping kepala janin di dalam rongga panggul
dijumpai tangan, lengan atau kaki, atau keadaan di samping bokong janin
dijumpai tangan

2. Distosia Kelainan Tenaga dan / His


a. Inersia uteri atau Hypotonic uterine countraction.
Kontraksi uterus lebih lemah, singkat dan jarang daripada normal.
Keadaan umum biasanya baik, dan rasa nyeri tidak seberapa.
b. His terlampau kuat atau Hypertonic uterine contraction (tetania uteri)
His yang terlalu kuat dan sering menyebabkan persalinan berlangsung
singkat tanpa relaksasi rahim. Hal ini dapat membahayakan bagi ibu
karena terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir (dapat menyebabkan
ruptura uteri) sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam
tengkorak karena mendapat tekanan kuat dalam waktu singkat.
c. Aksi uterus inkoordinasi atau uncoordinate hypertonic uterine contraction.
Sifat his yang tidak berubah dimana tidak ada koordinasi dan sinkronisasi
antara kontraksi dan bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam
mengadakan pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin.

3. Distosia karena alat kandungan dan jalan lahir


Meliputi alat kelamin luardan dalam,adapun yang bisa mempengaruhi kemajuan
persalinan dapat dijabarkan sebagi berikut :
a. Pada vulva
 edema ditemukan pada persalinan lama yang disebabkan pasien dibiarkan
mengedan terus,jarang mempengaruhi kelangsungan persalinan.
 Stenosis pada vulva yang diakibatkan oleh radang dapat sembuh dan
meninggalkan jaringan perut sehingga mengalami kesulitan pada kala
pengeluaran sehingga diperlukan episiotomy yang cukup luas.
 Tumor dalam bentuk neoplasma.
b. Pada vagina

10
 Septum vagina yang tidak lengkap menyebabkan kadang-kadang menahan
turunnya kepala janin sehingga harus dipotong dahulu.
 Stenosis vagina yang tetap kaku menyebabkan halangan untuk lahirnya janin
perlu dipertimbangkan seksio sesaria
 Tumor vagina menyebabkan rintangan persalinan pervaginam,beresiko
kelancaran persalinan pervaginam.
c. Pada uterus
 Posisi anterversio uteri (posisi uterus ke depan)pada kala 1 pembukaan
kurang lancar sehingga tenaga his salah arah,ajurkan ibu untuk tidur pada
posisi terlentang.
 Kelainan uterus seperti uterus sub septus dan uterus arkuatus yang
menyebabkan terjadinya letak lintang dan tidak bisa dikoreksi.biasanya
jalannya partus kurang lancar dan his kurang lancar yang menyebabkan
fungsi uterus kurang baik.
d. Kelainan pada ovarium
 Kista ovarium,jika tempatnya di daerah fundus maka persalinan dapat
berlangsung normal
 Jika kedudukan kista di pelvis minor,maka dapat menganggu persalinan dan
persalinan diakhiri dengan seksio saesaria.

4. Distosia karena kelainan janin


Klasifikasi :
- Distosia kepala : hydrosefalus (kepala besar,hygromonas koli / tumor leher)
- Distosia bahu : bahu janin lebar seperti anak kingkong
- Distosia perut : hydro post fetalis,asites,akardiakus
- Distosia bokong : meningokel,spina bifida dan tumor pada bokong janin
- Kembar siam (double monster)
- Monster lainnya.
a. Pertumbuhan janin yang berlebihan (janin besar )
Dikenal dengan makrosomia,atau giant baby adalah bayi dengan berat badan
diatas 4 kilogram.
b. hydrosefalus

11
adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam
pentrikel otak,sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-
sutura dan ubun-ubun.cairan yang tertimbun dalam pentrikel biasanya antara
500-1500 ml,akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter.hydrosefalus
seringkali disertai kelainan bawaan lain seperti misalnya spinabifida.
c. Anencefalus
Suatu kelainan congenital dimana tulang tengkorak hanya terbentuk dari
bagian basal dari os frontalis,os parietalis,dan os oksipitali,os orbita sempit
hingga Nampak penonjolan bola mata.
d. Kembar siam
Terjadi pada janin kembar ,melekat dengan penyatuan janin secara
lateral.pada banyak kasus biasanya terjadi persalinan premature.apabila
terjadi kemacetan dapat dilakukan tindakan vaginal dengan merusak janin
atau melakukan section saesaria.
e. Gawat janin
Terjadi bila janin tidak menerima cukup oksigen,sehingga mengalami
hipoksia .

5. Distosia karena kelainan panggul


Jenis kelainan panggul (Caldwell moloy) :
- Panggul ginekoid
- Panggul anthropoid
- Panggul android
- Panggul platipeloid

Perubahan panggul menurut munro kerr


- Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intruretin
- Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang panggul dan atau sendi
- Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang
- Perubahan bentuk karena penyakit kaki
Perubahan bentuk Karena kelainan pertumbuhan intrauretin
- Panggul naegele
- Panggul Robert
- Split pelvis

12
- Panggul asimilasi

Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang panggul dan atau sendi :
- Rakitis
- Osteoplasma
- Neoplasma
- Fraktur
- Atrofi
- Penyakit sendi

2.1.5 Patofisiologi Distosia Bahu


Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala
berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada
pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran
akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk
mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada
posisi
anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap
simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.

2.1.6 Faktor Prediposisi Distosia Bahu


Waspadai terjadinya distosia bahu pada persalinan berisiko:

Antepartum Intrapartum
a. Riwayat distosia bahu a. Kala I persalinan memanjang
sebelumnya b. Secondary arrest
b. Makrosomia > 4500 gram c. Kala II persalinan memanjang
c. Diabetes melitus d. Augmentasi oksitosin
d. IMT > 30 kg/m2 e. Persalinan pervaginam yang
e. Induksi persalinan ditolong
f. CPD f. dukun

Bayi makrosomia adalah bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram, atau
lebih
dari dua standar deviasi atau di atas 90 persent dari berat badan normal. Pada saat
penapisan ibu bersalin, apabila diidentifikasi parturien dengan tinggi fundus uteri > 40
cm atau persalinan fase aktif penurunan kepala masih 5/5 maka harus diwaspadai

13
adanya bayi makrosomia sehingga harus segera dilakukan rujukan ke fasilitas
pelayanan kesehatan dengan kemampuan persalinan perabdominal.

2.1.7 Penanganan Distosia Bahu


Diperlukan seorang asisten untuk membantu sehingga bersegeralah minta bantuan,
jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior
sudah masuk kepanggul, bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan
semakin sulit dilahirkan tarikan pada kepala, untuk mengendorkan ketegangan yang
menyulit bahu posterior masuk panggul tersebut dapat dilakukan episiotomy yang
luas, posisi Mcrobert, atau posisi dada-lutut, dorongan pada fundus juga tidak
diperkenankan karena akan semakin menyulit bahu untuk dilahirkan dan beresiko
menimbulkan rupture uteri, disamping perlunya asisiten dan pemahaman yang baik
tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan dengan distosia bahu juga
ditentukan oleh waktu setelah kepala lahir akan terjadi penurunan PH arteri
umbilikalis dengan lalu 0,04 unit/menit. Dengan demikian pada bayi sebelumnya
tidak mengalami hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk melakukan manuver
melahirkan bahu sebelum terjadi cidera hipoksik pada otak. Secara sistematis
tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut diagnosis:
a. Hentikan fraksi pada kepala, segera memanggil bantuan
b. Manuver Mcrobert, posisi Mcrobert, episiotomy bila perlu, tekanan
suprapubik, tarikan kepala.
c. Manuver Rubin (posisi tetap Mcrobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik
tarikan kepala)
d. Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau maneuver wood.

Langkah-langkah tindakan cara pertolongan distosia bahu antara lain:

Langkah pertama Manuver Mcrobert

14
Maneuver Mcrobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi Mcrobert yaitu
ibu terlentang memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat mungkin
kedada dan rotasikan kedua kaki kearah luar (abduksi), lakukan episiotomy yang
cukup lebar, gabungan episiotomy dan posisi Mcrobert akan mempermudah bahu
posterior melewati promontorium dan masuk ke dalam panggul, mintalah asisten
untuk menekan suprasimfisis kearah osterior menggunakan pangkal tangannya
untuk menekan bahu anterior agar mau masuk dibaeak simbiosis sementara itu
dilakukan tarikan pada kepala janin karah postero kaudal dengan mantap, langkah
tersebut akan melahirkan bahu anterior, hindari tarikan yang berlebihan karna
akan mencederai pleksus brakhialis setelah bahu anterior dilahirkan,langkah
selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi kepala maneuver ini
cukup sederhana,aman dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat
ringan sampai sedang (Prawirohardjo,2009).

Langkah ke Dua: Manuver Rubin

Oleh karna anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit dari pada diameter
oblik atau tranvernya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu diubah

15
menjadi posisi oblik atau tranversanya untuk memudahkan melahirkannya tidak
boleh melakukan putaran pada kepala atau leher bayi untuk mengubah posisi bahu
yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan
tekanan suprapubik kearah dorsal, pada umumnya sulit menjangkau bahu
anterior,sehingga pemutaran lebih mudah dilakukan pada bahu posteriornya,masih
dalam posisi Mcrobert masukkan tangan pada bagian posterior vagina,tekanlah
pada daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik/tranversa
lebih menguntungkan bila pemutaran itu kearah yangmembuat punggung bayi
menghadap kearah anterior (Manuver Rubin anterior) oleh karna kekuatan tarikan
yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi
bahu anteros atau punggung bayi menghadap kearah posterior, ketika dilakukan
penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu
lebih anduksi sehingga diameternya mengecil,d engan bantuan tekanan simpra
simfisis kearah posterior, lakukan tarikan kepala kearah postero kadal dengan
mantap untuk melahirkan bahu anterior (Prawirohardjo,2009).

Langkah ke Tiga: Manuver Wood (Melahirkan bahu posterior, posisi


merangkak)
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan
mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi masukkan tangan penolong yang
bersebrangan dengan punggung
bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri)
kevagina temukan bahu posterior,telusuri tangan atas dan buatlah sendi siku
menjadi fleksi
(bisa dilakukan dengan menekan fossa kubiti) peganglah lengan bawah dan
buatlah gerakan mengusap karah dada bayi langkah ini akan membuat bahu
posterior lahir
dan memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk kebawah simfisis,dengan
bantuan tekanan suprasimfisis kearah posterior, lakukan tarikan kepala kearah
poster kaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
Maneuver Wood: manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi
fleksibilitas sandi sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagital pintu atas
panggul sebesar 1-2 cm dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu posterior
melewati promontorium pada posisi telentang atau litotomi sandi sakroiliaka

16
menjadi terbatas mobilitasnya pasien menopang tubuhnya dengan kedua tangan
dan kedua lututnya pada manuverin,bahu posterior dilahirkan terlebih dahulu
dengan melakukan tarikan kepala bahu melalui panggul ternyata tidak dalam
gerak lurus, tetapi berputar sebagai aliran sakrup, berdasarkan hal itu memutar
bahu akan mempermudah melahirkannya maneuver Woods dilakukan dengan
menggunakan 2 jari tangan bersebrangan dengan punggung bayi yang diletakkan
dibagian depan bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada
dibawah akralis pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan
berubah menjadi bahu posterior dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan mudah
dapat dilahirkan.

2.1.8 Komplikasi Distosia Bahu


1. Pada janin
a. Meninggal, Intrapartum atau neonatal
b. Paralisis plexus brachialis
c. Fraktur klavikula
d. Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurologis permanen
e. Fraktura humerus
f. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan
tarikan dan putaran pada kepala dan leher.
2. Pada ibu:
a. Terjadi Robekan di perineum derajat III atau IV
b. Perdarahan pasca persalinan
c. Rupture uteri (Hakimi, 2003)

2.2 Tinjauan Kasus


2.2.1 Konsep Manajemen Varney

17
Terdapat 7 langkah manajemen kebidanna menurut Varney yang meliputi
langkah I pengumpuan data dasar, langkah II interpretasi data dasar, langkah III
mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial, langkah IV identifikasi kebutuhan
yang memerlukan penanganan segera, langkah V merencanakan asuhan yang
menyeluruh, langkah VI melaksanakan perencanaan, dan langkah VII evaluasi.
1. Langkah I : Pengumpulan data dasar
Dilakukan pengkajian dengan pengumpulan semua data yang diperlukan untuk
megevaluasi keadaan klien secara lengkap. Mengumpulkan semua informasi yang
akurat dari sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Berupa data subjektif dan
data objektif.
 Data Subjektif
a. Identitas : berisi data ibu dan suami berupa nama, umur, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat.
b. Sumber informasi dalam kasus ini adalah suami anggota keluarga
lain karena ibu dalam keadaan menahan nyeri hebat sehingga tidak
cukup mampu untuk digali informasi lebih lanjut.
c. Keluhan utama : dalam kasus distosia bahu
d. Riwayat menstruasi : dituliskan riwayat HPHT, keluhan selama
haid, dan tafsiran persalinan.
e. Riwayat hamil ini : pada kasus abortus insipiens, ibu bisa
mengalami mual dan muntah pada usia kehamilan muda.
f. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu : sangat
diperlukan data riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
untuk mengetahui apakah ibu pernah mengalami abortus insipiens
sebelumya.
g. Riwayat penyakit yang diderita : perlu dilakukan pengkajian
riwayat penyakit yang diderita ibu untuk menghindari
kemungkinan terjadinya komplikasi seperti salpingitis, dan
kelainan pertumbuhan tuba.
h. Riwayat penyakit yang diderita : dalam keluarga ibu maupun suami
perlu dikaji apakah ada yang menderita penyakit menurun seperti
DM, asma, hipertensi, jantung, dan penyakit menular lainnya.

18
i. Riwayat KB dan rencana KB : penting dikaji apakah ibu pernah
menggunakan alat kontrasepsi KB atau tidak
j. Riwayat psiko sosial ekonomi : dalam kasus abortus insipiens ini
sangat perlu dikaji apakah ibu dan suami serta keluarga sangat
menginginkan kehamilan ini atau tidak, serta untuk mengetahui
bagaimana kondisi ekonomi keluarga.
k. Pola makan/minum/eliminasi : pola makan. Minum, dan eliminasi
ibu harus dikaji untuk mengetahui apakah ada gangguan proses
metabolisme selama kehamilan.
l. Pola istirahat : pola istirahat ibu selama kehamilan ibu dikaji untuk
mengetahui beban kerja ibu selama kehamilan.
 Data Objektif
a. Pemeriksaan umum : berupa keadaan pasien secara keseluruhan
dan tanda vital
b. Pemeriksaan fisik : berupa pemeriksaan pasien dari kepala hingga
kaki.
c. Pemeriksaan khusus : berupa pemeriksaan abdomen dan
genetalian.
d. Pemeriksaan penunjang : data penunjang dari pemeriksaan
laboratorium berupa USG, CTG, kadar HB, Ht, leukosit,

2. Langkah II: Interpretasi data dasar


Dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah klien atau
kebutuhan berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Kata “masalah dan diagnose” keduanya digunakan karena beberapa
masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan
penanganan yang dituangkan dalam rencana asuhan kebidanan terhadap klien.
Masalah bisa menyertai diagnose. Kebutuhan adalah suatu bentuk asuhan yang
harus diberikan kepada klien, baik klien tahu ataupun tidak tahu.
Paritas adalah riwayat reproduksi seorang wanita yang berkaitan dengan
jumlah kehamilannya. Contoh penulisan paritas dalam interpretasi data : G 1P0A0
dan G3P1A1. Pada penulisan paritas ini yaitu G (Jumlah kehamilan), P (Jumlah
melahirkan), A (Jumlah Abortus).

19
3. Langkah III: mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian
masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Membutuhkan antisipasi, bila
mungkin dilakukan pencegahan. Penting untuk melakukan asuhan yang aman.
Contoh : Diagnosis
G1P1A0 UK 18 minggu dengan abortus insipiens

4. Langkah IV: Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera.


Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau
untuk dikonsultaikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang
lain sesuai dengan kondisi klien.

5. Langkah V: Merencanakan asuhan yang menyeluruh


Merencanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya. Rencana asuhan yg menyeluruh meliputi apa yang sudah
diidentifikasi dari klien dan dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita
tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya.

6. Langkah VI: Melaksanakan Implenetasi


Melaksanakan rencana asuhan pada langkah ke lima secara efisien dan aman.
Rencana yang telah dirumuskan mungkin semuanya dapat dilaksanakan oleh
bidan secara mandiri atau sebagian dilaksanakan oleh bidan ataupun
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya. Bidan harus bertanggungjawab
dalam implementasi yang efisien, hal ini akan mengurangi waktu, biaya dan
memberikan kualitas pelayanan yang baik.

7. Langkah VII: Evaluasi


Dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan didalam masalah dan
diagnosa.
20
2.2.2 Pengkajian kasus dengan SOAP

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI D-IVKEBIDANAN KEDIRI
Jl. KH. Wakhid Hasyim No. 64 B Telp. (0354) 773095 – 772833
Website : http://www.poltekkes-malang.ac.id Fax. (0354) 778340
Email : direktorat@poltekkes-malang.ac.id Kediri 64114

Format Asuhan Kebidanan Pada Ibu bersalin (INC)

Pengkajian

Tanggal : 11 februari 2021 Jam : 20.00 WIB


No. RM :
Nama : Ny. N Nama Suami : Tn. Y
Umur : 26 tahun Umur : 28 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : S1
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Galunggung RT 03/RW Alamat : Jl. Galunggung RT 03/RW
02, Kec. Sukorejo, Kota Blitar 02, Kec. Sukorejo, Kota Blitar

Cara masuk :

Datang Sendiri Rujukan dari :

Diagnose :

A. DATA SUBYEKTIF
1. Keluhan utama :
ibu merasakan perut kenceng dan ingin mengejan
2. Riwayat menstruasi
 Usia manarche : 12 tahun
 Jumlah darah haid : 3x ganti pembalut/hari
 HPHT : 5 Mei 2020
 Keluhan saat haid : tidak ada
 Lama haid : 6-7 hari
 Flour albus : ada, bening tidak berbau
 TP :12 Februari 2021
 Keluhan haid :
Disminorhoe Spoting Menorrhagia Premenstrual syndrome
Dll..............
3. Riwayat hamil ini
 Hamil muda :
Mual Muntah Perdarahan lain-lain(isi sesuai keluhan)

21
 Hamil tua :
Pusing Sakit Kepala Perdarahan Lain-lain(isi sesuai keluhan)
 Riwayat imunisasi : TT1 TT2 TT3 TT4 TT5
 Gerakan janin pertama : usia kehamilan 4 bulan
 Gerakan janin terakhir : -
 Tanda bahaya dan penyulit kehamilan : tidak ada tanda bahaya dan penyulit
kehamilan
 Obat/jamu yang pernah dan sedang di konsumsi : ibu tidak pernah mengkonsumsi
obat atau jamu
 Keluhan BAK : tidak ada keluhan Keluhan BAB : tidak ada keluhan
 Kekhawatiran khusus : ibu merasa gelisah akan persalinannya

4. Riwayat kehamilan,persalinan, dan nifas yang lalu.


G1P0A0 Hidup0

No Tgl, Th Tempat Umur Jenis Penolong Penyulit Anak Keadaan


partus partus kehamila Kelamin persalina JK/BB anak
n n sekarang

H A M I L I N I

5. Riwayat kesehatan penyakit yang pernah diderita :


 Anemia
 Hipertensi
 Kardiovaskular
 TBC
 Diabetes
 Malaria
 IMS (Sphilis, GO, HIV/AIDS, dll)
 Lain-lain....
Pernah dirawat : ya/tidak Kapan : - Dimana : -
Pernah dioperasi : ya/tidak Kapan : - Dimana : -

6. Riwayat penyakit keluarga (Ayah, Ibu, Mertua) yang pernah menderita sakit :
tidak ada penyakit keturunan dikeluarga

7. Status perkawinan : ya/tidak


Kawin 1 kali, kawin usia 23 tahun, lama menikah 3 tahun

8. Riwayat psiko sosial ekonomi


- Respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan :
Ibu dan keluarga senang dengan kehamilan ini

22
- Penggunaan alat kontrasepsi KB :
Ibu sedang tidak menggunakan alat kontrasepsi
- Dukungan keluarga :
Suami dan keluarga sangat mendukung ibu
- Pengambilan keputusan dalam keluarga
Pengambil keputusan yaitu suami
- Kebiasaan hidup sehat
Ibu mandi 2x sehari, menyikat gigi setiap saat mandi, keramas setiap 2 hari sekali,
mengganti pakaian setelah mandi
- Beban kerja sehari
Melakukan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, mencuci baju menggunakan
mesin cuci, memasak
- Tempat dan penolong persalinan yang diinginkan
Bidan
- Penghasilan keluarga
± Rp 3.000.000/bulan

9. Riwayat KB dan rencana KB


Metode yang pernah dipakai :tidak ada Lama : - bulan/tahun
Komplikasi dari KB : tidak ada Rencana KB selanjutnya: KB suntik 3 bulan

10. Riwayat Ginekologi :


Infertilitas Infeksi virus PMS Endometritis
Polip serviks Kanker kandungan Operasi kandungan Perkosaan
DUB dll........................

11. Pola makan / minum/ eliminasi/ istirahat


- Pola makan : makan 3x sehari porsi sedang (nasi 1 setengah centung, lauk sayur,
telur, ayam goreng, kadang-kadang ada daging),
- Pola minum : 7-8 gelas/hari
- Pola eliminasi :
BAK 8x/hari, warna : jernih/kuning/kuning pekat/ groshematuri, BAK terakhir jam:
19.45 WIB
BAB 1 kali/hari, karakteristik: lembek/keras, BAB terakhir jam : 08.00 WIB
- Pola istirahat : 7-8 jam/hari, tidur terakhir jam : 21.00 WIB
- Dukungan keluarga : Suami Orang tua Mertua Keluarga lain

B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : baik Kesadaran : composmentis
BB/TB : 60 kg/160 cm Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 85x/menit Suhu : 36.50C

23
Pernafasan : 20x/menit

2. Pemeriksaan Fisik
- Mata : Konjungtiva : anemis/tidak Selera : Ikterik/tidak
Pandangan Kabur Adanya pemandangan dua
- Rahang, gigi, gusi : normal/tidak, gusi berdarah/tidak
- Leher : adanya pembesaran vena jugularis / tidak, adanya pembesaran
kelenjar thyroid/tidak.
- Dada : aerola hiperpigmentasi Tumor Kolostrum
Puting susu menonjol/masuk ke dalam
- Axilla :
- Sistem respiratori : dispneu tachipneu wheezing batuk
- Sistem kardio : Nyeri dada murmur palpitasi
- Pinggang : nyeri/tidak, skoliosis, lordosis, kiposis(coret yang tidak perlu)
- Ekstrimitas atas dan bawah : tungkai simetris/asimetris oedema
Reflek patella +/+ varises
3. Pemeriksaan khusus
a. Abdomen
Inspeksi membesar dengan arah memanjang melebur
linea alba linea agra strie livide

Strie albican luka bekas operasi lain-lain


Palpasi : Leopold I : teraba bokong
Leopold II : bagian kiri perut ibu teraba punggung janin (puki),
bagian kanan perut ibu teraba ekstremitas janin
Leopold III : teraba kepala
Leopold IV : presentase kepala, sudah masuk PAP
TFU (Mcdonald) : 38 cm
TBJ : 4,185 gram
Auskultasi :
 Punctum maximum     :  Terdengar DJJ
 Tempat                        :  Punggung kiri
 Frekuensi                     :  145x/menit
His/kontraksi : 3 x/ 10´ / 40” / Sedang / Relaksasi baik.
Anogenital :
 Kelainan          : (-)
 Pengeluaran     : (-)
 Inspekulo         : 
Hasil    :
 OUE terlihat terbuka, terlihat adanya pengeluaran, air ketuban
berwarna jernih
Vagina Toucher

24
a.      Vulva Vagina  : normal
b.      Portio              : teraba lunak
c.       Pembukaan     : 8 cm
d.      Ketuban          :  (+)
e.       Penunjuk         : UUK
f.       Posisi               : UUK Kanan Depan
g.      Presentasi        : Kepala
h.      Penurunan       : hodge 3, 2/5
i.        Moulase          : (-)
4. Pemeriksaan laboratorium :

a. Hb : 12,5%gr
b. Protein urine : Negative
c. Gol. Darah : O
Redusi : Negative

C. ANALISA / INTEPRETASI DATA


G1P1A0 UK 39 mgg inpartu kala 1 fase aktif

D. PENATALAKSANAAN
KALA I
Tanggal : 11 Februari 2021 Jam :21.00 WIB

Pukul 21.00 Memberitahukan ibu hasil


WIB pemeriksaan

Pukul 21.05 WIB Menganjurkan ibu untuk tidak


menahan BAK dan BAB

25
Pukul 21.10 WIB Menganjurkan ibu untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
hidrasinya

Pukul 21.15 WIB Menganjurkan ibu untuk miring


ke kiri

Pukul 21.20 WIB Menganjurkan ibu teknik


mengurangi rasa nyeri

Pukul 21.25 WIB Menyiapkan alat partus dan


heckting set

Pukul 21.35 WIB Memantau kesejahteraan ibu dan


bayi

PENATALAKSANAAN KALA II

Catatan perkembangan :
DATA SUBJEKTIF
Ibu ingin merejan terus menerus vulvs membuka anus membuka perinium menonjol

DATA OBYEKTIF
Ku : baik (gelisah) DJJ: 140x/mnt rwguler VT : pembukaan 10 cm eff 100% ketuban positif,
presentasi kepala, denominator uuk kanan depan, hodge 4, HIS 1’ 4 x 40’’

ANALISA

26
G1P1A0H0 Kala II dengan distosia bahu

PENATALAKSANAAN
Tanggal : 11 Februari 2021 Jam :22.10 WIB

Pukul 22.10 Memberitahu ibu akan dilakukan


WIB
Amniotomi , karena pembukaan sudah
lengkap tetapi ketuban masih positif

Pukul 22.13 Melakukan amniotomi , dengan


WIB
ketuban jernih

Pukul 22.16 Mendengarkan DJJ bayi normal


WIB
140 x/menit

Pukul 22.20 Pimpin ibu untuk meneran


WIB a) Anjurkan ibu untuk mengedan saat
his mulai mereda
b) Anjurkan ibu untuk
mengedan seperti orang
BAB keras dan kepala
melihat ke fundus

Pukul 22.25 Beritahu itu untuk bernafas yang baik


WIB selama persalinan
a) Anjurkan ibu untuk bernafas dengan
teknik dog reathing
b) Saat his hilang, ajurkan ibu untuk
menarik nafas dalam dari hidung dan
keluargaan melalui mulut
c) Berikan minum diantara his

Pukul 22.35 Siapkan pertolongan persalinan dengan


WIB teknik aseptik dan antiseptic
a) Gunakan alat-alat yang steril serta
menggunakan sarung tangan
b) Cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan

27
Pukul 22.40 Lakukan pertolongan persalinan
WIB a) Tetap pimpin ibu untuk meneran
b) Terdapat distosia bahu yaitu bahu
anterior tertahan pada tulang
symphisis
c) Lakukan episiotomi dengan
memberikan anastesi lokal

Pukul 23.10 Lakukan manuver Mc. Robert :


WIB
1. Dengan posisi ibu berbaring pada
punggungnya, minta ibu untuk menarik
kedua lututnya sejauh mungkin ke arah
dadanya. Minta suami atau keluarga
untuk membantu ibu.
2. Tekan kepala bayi secara mantap dan
terus-menerus ke arah bawah (ke arah
anus ibu) untuk menggerakkan bahu
anterior dibawah symphisis pubis
3. Lahirkan bahu belakang, bahu depan,
dan tubuh bayi seluruhnya (bayi lahir
seluruhnya laki-laki pukul 23.13 WIB)

Pukul 23.15 Melakukan penilaian pada bayi ,


WIB
Menangis kuat dan gerakan aktif

Pukul 23.18 Memastikan tidak ada janin


WIB
kedua

Pukul 23.20 Memberitahu ibu bahwa akan


WIB
disuntikkan oksitosin

28
Pukul 23.25 Menyuntikkan oskitosin 10 IU
WIB
disepertiga paha luar atas

Pukul 23.30 Menjepit dan memotong tali


WIB
pusat

Pukul 23.35 Melakukan Inisiasi Menyusu


WIB
Dini (IMD)

Kediri,............................
Pembimbing Praktik Mahasiswa

.................................................... ......................................................
NIP. NIM.

Dosen Pembimbing

....................................................
NIP.

29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleg terlalu lamanya
kemajuan persalinan. Secara umum, persalinan yang abnormal sering terjadi
apabila terdapat disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir .
Distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak
dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Tanda dan gejala distosia bahu
adalah pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada
distosia bahu kepala akan tertarik ke dalam dan tidak dapat mengalami putaran
paksi luar yang normal. Disebabkan oleh karena faktor-faktor komplikasi pada
maternal atau neonatal. Untuk penatalaksanaan nya dilakukan episiotomy
secukupnya dan dilakukannya Manuver Mc.Robert,karena manuver ini cukup
sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan
sampai sedang.

3.2 Saran
Diharapkan kepada ibu yang selama dalam masa kehamilan agar melakukan
kunjungan/pemeriksaan kehamilan, dengan tujuan untuk mengetahui peruabahn
berat badan pada ibu dan bayi bertambah atau tidak sesuai dengan usia kehamilan
ataupun ibu yang mengalami riwayat penyakit sistemik. Agar nantinya bias
didiagnosis apakah ibu bias bersalin secara normal atau tidak normal .

30
DAFTAR PUSTAKA

Praktik Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal.2018.Poltekkes Kemenkes


Yogyakarta

Prawirohardjo, sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. jakarta. bina pustaka sarwono prawirohardjo

Prawirohardjo, sarwono. 2009. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. jakarta. bina
pustaka sarwono prawirohardjo

Setyarini,ika didien.2016.Praktikum Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan


Neonatal.Jakarta.Kemenkes RI

31

Anda mungkin juga menyukai