Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS

“KEMATIAN IBU DAN BAYI MASIH TINGGI”

Dosen Pengampu :

Ririn Indriani, S.ST. M.Tr.Keb

Disusun Oleh :

1. Sinta Effelia Agatra (P17321181007)


2. Fadhila Kusumasari (P17321183010)
3. Kurnia Putri Cantyka (P17321183013)
4. Yustina Dewi Anggraini (P17321183018)
5. Rurik Rosa Apriliana (P17321183021)
6. Iva Satya Ratnasari (P17321183023)
7. Arina Himatul Ulya (P17321183025)
8. Risa Mafirta Rahardianti (P17321183032)
9. Rike Puspitasari (P17321183035)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga


makalah Asuhan Kebidanan Komunitas yang berjudul “Kematian Ibu dan Bayi
Masih Tinggi” dapat tersusun hingga selesai.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam
mata kuliah Asuhan Kebidanan Komunitas di Politeknik Kesehatan Kemenkes
Malang. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini


karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Kediri, 26 Januari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER i

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 4


1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penulisan 5

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Kematian Ibu dan Bayi 6


2.2 Faktor Penyebab 8
2.2.1 Faktor Penyebab Kematian Ibu 8
2.2.2 Faktor Penyebab Kematian Bayi 9
2.3 Kerjasama dengan Pihak-pihak yang Terkait 19
2.4 Penatalaksanaan 20

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Peran Bidan dalam Kasus Kematian Ibu dan Bayi 23

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 25
4.2 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 27

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi. AKI
merupakan salah satu indikator kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan
jumlah wanita yang meninggal oleh suatu penyebab kematian terkait gangguan
kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus
insidental) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa 42 hari setelah
melahirkan tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran
hidup (Kemenkes RI dan Measure DHS ICF International, 2012).
Saat ini, penurunan AKI dan Angka Kematian Bayi (AKB)
masihmenjadi prioritas program kesehatan di Indonesia. Bidan sebagai
pemberiasuhan kebidanan memiliki posisi strategis untuk berperan dalam
upaya percepatan penurunan AKI dan AKB. Paradigma baru dalam upaya
menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak yaitu dengan asuhansecara
berkesinambungan. Asuhan secara berkesinambungan diberikan agar kejadian
AKI dan AKB dapat ditekan karena komplikasi selama kehamilan sampai masa
nifas terdeteksi sedini mungkin (Kemenkes RI,2015). Asuhan
berkesinambungan adalah perawatan dengan mengenal dan memahami ibu
untuk menumbuhkan rasa saling percaya agar lebih mudah dalam memberikan
pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan ibu dengan memberikan kenyamanan
dan dukungan, tidak hanya kehamilan dan selama persalinan, tetapi juga
setelah persalinan dan kelahiran (Fraser dan Cooper, 2009).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari kematian ibu dan bayi ?
2. Bagaimana faktor penyebab kematian ibu dan bayi?
3. Bagaimana kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait?
4. Bagaimana penatalaksanaan terhadap kematian ibu dan bayi ?

4
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari kematian ibu dan bayi
2. Untuk mengetahui faktor penyebab kematian ibu dan bayi
3. Untuk mengetahui kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan terhadap kematian ibu dan bayi

5
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Kematian Ibu dan Bayi


2.1.1 Definisi Kematian Ibu
Kematian ibu (maternal death) adalah kematian seorang wanita yang
terjadi pada saat kondisi hamil, bersalin dan atau masa nifas (dalam 42 hari
setelah persalinan). Menurut International Classification of Diseases (ICD)-
10, definisi kematian ibu (maternal death) adalah kematian selama masa
kehamilan atau dalam waktu 42 hari setelah akhir kehamilannya (pasca
persalinan), dengan berbagai macam penyebab yang berhubungan atau
diperburuk oleh kehamilan atau manajemennya, akan tetapi bukan karena
kasus kecelakaan (accidental) atau yang terjadi secara insidental (WHO,
1999). Adapun definisi lain tentang maternal death atau kematian ibu yaitu
kematian yang terjadi saat kehamilan, atau selama 42 hari sejak terminasi
kehamilan, tanpa memperhitungkan durasi dan tempat kehamilan, yang
disebabkan atau diperparah oleh kehamilan atau pengelolaan kehamilan
tersebut, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan (WHO,
2004).
Perhitungan atau angka yang paling sering digunakan untuk
mengetahui tentang kematian ibu dikenal sebagai maternal mortality ratio
atau jika mengacu pada definisi Badan Pusat Statistik (BPS) disebut dengan
Angka Kematian Ibu (AKI). Konsep maternal death berbeda dengan
konsep maternal mortality ratio, atau yang lebih dikenal sebagai Angka
Kematian Ibu (AKI), baik BPS maupun WHO mendefinisikan maternal
mortality ratio/AKI sebagai angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup
(WHO, 2004; BPS, 2012). Hal ini juga sejalan dengan pengertian dari WHO
& Unicef tentang maternal mortality ratio (kadang-kadang salah kaprah
digunakan “rate”), adalah jumlah kematian ibu dalam suatu populasi yang
terjadi dalam waktu satu tahun per 100 000 kelahiran hidup. Jumlah ini
merupakan representasi risiko pada kehamilan tunggal (single pregnancy)
(WHO & Unicef, 2001).

6
2.1.2 Definisi Kematian Bayi
Kematian bayi adalah bayi yang mati dan mati dini kurang dari 28 hari
kelahiran. Kematian bayi dibagi menjadi 2, yaitu kematian bayi dini yang
terjadi selama minggu pertama kehidupan (0-6 hari) dan kematian bayi
lambat yang terjadi 7-28 hari kehidupan. Kematian bayi menurut
penyebabnya yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen disebabkan
oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir yang diperoleh dari orang
tuanya atau didapat selama kehamilan dan kematian bayi eksogen atau
kematian post-neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan
pengaruh lingkungan luar (Rachmadiani dkk., 2018). Sedangkan Angka
Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari
pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup.

2.2 Faktor Penyebab


2.2.1 Faktor Penyebab Kematian Ibu
Penyebab kematian ibu bisa dibedakan menjadi langsung dan tidak langsung.
a. Penyebab langsung
Berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2013,
penyebab langsung kematian ibu di Indonesia diantaranya :
1. Perdarahan (42%)
2. Keracunan kehamilan/ Eklampsi (13%)
3. Keguguran/abortus (11%)
4. Infeksi (10%)
5. Partus lama/ peralinan macet (9%)
6. Penyebab lain (15%)
b. Penyebab tidak langsung
1. Pendidikan ibu-ibu terutama yang ada di pedesaan masih rendah.
2. Sosial ekonomi dan sosial budaya Indonesia yang mengutamakan
bapak dibandingkan ibu.
3. “4 terlalu” dalam melahirkan, yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu
sering dan terlalu banyak.

7
4. “3 terlambat”, yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat
untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan dan terlambat
mendapatkan pelayanan kesehatan.

Penyebab kematian ibu paling banyak ditemui di negara sedang


berkembang diantaranya adalah perdarahan, sepsis, eklampsia, aborsi
(unsafe abortion), dan obstruksi kelahiran. Lima besar penyebab tersebut
menyumbang lebih dari dua per tiga total angka kematian ibu di dunia.
Sementara penyebab tak langsung dari kematian ibu menyumbangkan
sekitar 20% dari total angka kematian ibu di seluruh dunia, termasuk
kondisi atau penyakit yang sudah menyertai ibu sebelumnya (preexisting
conditions) seperti malaria dan infeksi virus hepatitis yang semakin parah
oleh kehamilan atau penanganan yang kurang tepat (Bale et al., 2003).

Dilihat dari penyebab AKI di Jawa Timur tidak jauh berbeda dengan
penyebab kematian ibu di daerah lain di Indonesia maupun di negara sedang
berkembang lainnya. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur (2013), penyebab kematian ibu terbesar di Jawa Timur pada tahun
2012 adalah pre-eklampsia/eklampsia (34,88%), kemudian disusul
perdarahan (25,09%), infeksi (4,98%), jantung (8,08%), penyebab lain
sebesar 26,98%. Penyebab kematian ibu di Jawa Timur pada urutan pertama
adalah preeklampsia/ eklampsia, kemudian perdarahan, sedangkan di negara
sedang berkembang lainnya pada umumnya urutan pertama penyebab
kematian adalah perdarahan, disusul sepsis dan eklampsia pada urutan
ketiga.

Namun dilihat dari jenis penyebabnya tidak jauh berbeda. Kasus


perdarahan yang menjadi penyebab kematian ibu terbesar adalah perdarahan
post partum. Menurut WHO (1999) yang dimaksud perdarahan post partum
adalah kehilangan darah 500 ml atau lebih dari jalan lahir dalam waktu 24
jam setelah persalinan. Karena kesulitan dalam menentukan volume darah
yang hilang, maka pengertian yang lebih praktis dari perdarahan post
partum adalah segala jenis kehilangan darah yang menyebabkan perubahan
fisiologis seperti tekanan darah rendah yang mengancam kehidupan ibu

8
bersalin (Bale et al., 2003). Perdarahan post partum yang mendadak,
disebabkan oleh atoni uteri, kontraksi uteri yang tidak memadai, serta
retensio plasenta.

Penyebab lain termasuk kerusakan saluran genital seperti perobekan


servik, perineal lacerations, dan episiotomi. Anemia karena kekurangan
asupan zat gizi seperti zat besi dan asam folat, serta infestasi cacing, malaria
maupun jarak kelahiran yang terlalu pendek, juga dapat menjadi pemicu
terjadinya perdarahan post partum. Di negara sedang berkembang, anemia
berat memberikan kontribusi yang besar kematian ibu yang disebabkan oleh
perdarahan post partum (Black et al., 2008) Eklmapsia/preeklampsia
ditandai oleh tekanan darah yang tinggi pada masa kehamilan. Kejang bisa
terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak
terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan
akan kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang
tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih
berat bila hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil (Profil Kesehatan
Indonesia, 2007). Beberapa penelitian menunjukkan bukti bahwa kematian
ibu yang berhubungan dengan penyakit hipertensi pada masa kehamilan,
lebih sulit dicegah dibandingkan kematian karena penyebab lain yang
berhubungan dengan kehamilannya (Bale et al., 2003)

2.2.2 Faktor Penyebab Kematian Bayi


Menurut (Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017), faktor yang berhubungan
dengan kematian neonatal terdiri dari empat faktor, yaitu:
1) Faktor ibu
Biasanya meliputi umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan, status gizi, status
anemia, kunjungan antenatal care (ANC), jenis persalinan, jarak
kehamilan, paritas, umur kehamilan dan status kesehatan ibu.

9
a. Umur ibu

Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang berumur <20 tahun lebih dapat
terjadi kelahiran premature, berat badan lahir rendah, disstres janin,
cacan bawaan sehingga menyebabkan kematian neonatal (Manuaba,
2010).

Bayi yang dilahirkan pada umur ibu lebih dari 35 tahun dapat
mengalami kematian karena adaptasi fisiologis ibu terhadap perubahan
pada kehamilan menjadi lebih berat, fisik dan alat reproduksi sudah
mengalami kemunduran meskipun mental dan sosial ekonomi lebih
mantap. Usia kehamilan diatas 35 tahun meningkatkan risiko kejadian
placenta previa karena pertumbuhan endometrium kurang subur sehingga
menyebabkan komplikasi pada janin dan menyebabkan kematian
neonatal (Manuaba,2010).

Usia hamil yang ideal bagi seorang wanita adalah 20-35 tahun
karena usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan, mental sudah
matang dan sudah mampu merawat bayi dan dirinya (Oktarina, 2017).

Tidak ada Batasan pasti berapa sebenernya usia ideal seorang


wanita untuk melahirkan buah hatinya. Diyakini, diatas 20 tahun, dan
dibawah 35 tahun adalah usia yang dirasa tepat bagi reproduksi wanita
bekerja dengan maksimal. Namun, bukan berarti diatas 35 tahun wanita
tidak diperbolehkan melahirkan, hanya saja sesuai kodrat alamiah organ
reproduksi wanita sudah mulai mengendur, banyaknya penyakit yang
hampiri wanita di usia itu, sebabkan wanita harus hati-hati ketika
putuskan melahirkan di atas usia 35 tahun (Niwang, 2016).

b. Pendidikan ibu
Ibu yang memiliki pendidikan formal atau informal rendah dapat
mengalami kesulitan dalam menerima informasi kesehatan dan memilih
fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat untuk memeriksakan kehamilan
dan persalinan. Selain itu ibu yang memiliki pendidikan rendah kurang

10
mengerti bagaimana cara perawatan selama hamil, bersalin, perawatan
bayi dan semasa nifas (Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017).
Menurut peneliti (Taringan, 2017) Persentase kematian bayi pada
ibu dengan pendidikan tidak tamat SMP sebesar 23 persen, lebih tinggi
dibandingkan ibu dengan pendidikan tamat SMP ke atas (14,9%). ibu
yang tidak berpendidikan SD-SMP mempunyai risiko dua kali untuk
mati dibandingkan bayi yang mempunyai ibu berpendidikan SMA keatas
setelah dikontrol faktor BBLR. Ibu yang berpendidikan akan lebih bijak
dalam menjaga kehamilan, memilih penolong persalinan dan merawat
bayinya.
c. Pekerjaan
Status pekerjaan suami dan istri juga mempengaruhi kondisi
kehamilan dan bisa menyebabkan kematian ibu atau bayi karena
berkaitan dengan faktor sosial ekonomi keluarga. Faktor sosial ekonomi
berpengaruh terhadap akses seorang perempuan dalam mendapatkan
pendidikan, gizi yang baik, dan pelayanan kesehatan yang baik pula.
Apabila ketiga akses tersebut tidak dapat terpenuhi maka meningkatkan
resiko terjadinya kematian ibu dan bayi.
Menurut peneliti (Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017) dalam
penelitiannya sebagai besar ibu tidak bekerja selama hamil, yaitu sebagai
ibu rumah tangga (80%), sedangkan ibu yang bekerja (20%).
d. Status Gizi
Apabila ibu hamil dengan status gizi yang buruk, akan berisiko
melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah, pertumbuhan dan
perkembangan janin juga dapat terhambat, sehingga mempengaruhi
kecerdasan anak (Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017).
Menurut peneliti (Susanty dan Salmiah, 2018) tidak baiknya status
gizi Ibu yang dilihat dengan LILA dikarenakan oleh Ibu yang tidak
menjaga asupan makanan saat hamil. Ini terbukti dari wawancara
mendalam yang dilakukan bahwa informan menjawab selama hamil
nafsu makannya berkurang. Padahal status gizi ibu hamil adalah
makanan atau zat-zat gizi yang di butuhkan oleh seorang ibu yang sedang

11
hamil baik pada trimester I, trimester II, dan trimester III dan harus
cukup jumlah dan mutunya dan harus di penuhi dari kebutuhan makan
sehari-hari sehingga janin yang dikandungnya dapat tumbuh dengan baik
serta tidak mengalami gangguan dan masalah. Oleh karena itu, untuk
mengurangi status gizi tidak baik ibu hamil harus menjaga nutrisi selama
kehamilan dengan makan makanan yang bergizi dan bagi tenaga
kesehatan memberikan penyuluhan yang dilakukan sejak awal
pemeriksaan kehamilan dan setiap kali periksa kehamilan, menganjurkan
Ibu rutin melakukan pemeriksaan kehamilan, menganjurkan Ibu istirahat
cukup dan pemberian leaflet tentang gizi seimbang bagi Ibu hamil.
e. Anemia
Kebutuhan zat besi selama 40 minggu kehamilan adalah 750 mg
yang meliputi 425 mg untuk ibu hamil, 300 mg untuk janin dan 25 mg
untuk plasenta. Proses hemodilusi tersebut akan menjadi hal patologis
bila asupan zat gizi kurang dan malabsopsi. Asupan gizi yang kurang dan
malabsopsi akan menyebabkan ketidakseimbangan sehingga berdampak
pada penurunan Hb darah (Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017).
f. Kunjungan ANC
Pemeriksaan antenatal care (ANC) dilakukan untuk mengetahui
keadaan ibu ataupun janin yang dikandungnya, sehingga dapat
melakukan deteksi dini apabila terjadi komplikasi ataupun masalah pada
masa kehamilan, persalinan ataupun masa nifas (Oktarina, 2017).
Permenkes Nomor 97 Tahun 2017 merupakan upaya pemerintah
memberikan pelayanan kesehatan anak sejak masih janin dalam
kandungan. Pada Permenkes ini ditetapkan bahwa seharusnya seorang
ibu menerima pelayanan ANC secara terpadu meliputi ANC 10T.
Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi mengancam
jiwanya, mengancam bayi yang dikandungnya serta bayi yang akan
dilahirkannya oleh karena itu setiap ibu hamil memerlukan sedikitnya 4
kali kunjungan selama periode antenatal (Bustami dkk, 2015).
g. Jenis Persalinan

12
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah
cukup bulan atau dapat diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui
jalan lain, sebesar 15% persalinan di negara berkembang merupakan
persalinan dengan cara tindakan, dan hal ini memberikan risiko baik
terhadap ibu maupun bayinya. Sebagian risiko timbul akibat sifat dari
tindakan yang dilakukan, sebagian karena prosedur lain yang menyertai,
seperti anestesi dan transfusi darah dan sebagian lagi akibat komplikasi
kehamilan yang ada, yang memaksa untuk dilakukannya tindakan (Ima
Azizah dan Oktiaworo, 2017).
h. Jarak Kehamilan

Anak yang lahir dengan jarak kelahiran dekat akan menderita


kekerdilan atau kekurangan berat badan, bahkan berdampak pada
kematian pada bayi baru lahir. Dengan demikian anak yang memiliki
jarak kelahiran yang ideal memiliki kelangsungan hidup lebih baik dan
tinggi. Jarak kehamilan yang < 2 tahun berarti tubuh ibu belum kembali
kekeadaan normal akibat kehamilan sebelumnya, kehamilan dalam
keadaan ini perlu diwaspadai karena adanya kemungkinan pertumbuhan
janin kurang baik, mengalami persalinan yang lama atau perdarahan,
sebaliknya jika jarak kehamilan > 5 tahun, disamping usia ibu yang
sudah bertambah juga mengakibatkan persalinan berlangsung seperti
kehamilan dan persalinan pertama. Bila kehamilan seperti itu terlanjur
terjadi, ibu perlu memeriksakan kehamilannya lebih sering dan meminta
pertolongan persalinan kepada bidan/dokter agar apabila ditemukan tanda
bahaya yang dapat terjadi sewaktu-waktu dan tidak terduga dapat segera
diatasi (Noorlimah, 2015).

i. Paritas

Paritas adalah jumlah kelahiran hidup yang pernah dilalui ibu,


baik bayi tunggal maupun bayi kembar. Pada masa kehamilan, rahim ibu
teregang oleh adanya janin, apabila jumlah paritas kecil maka otot uterus
masih kuat dan kekuatan mengejan belum berkurang sehingga risiko
komplikasi persalinan maupun partus lama yang dapat membahakan ibu

13
maupun janin dapat berkurang. Sedangkan apabila ibu terlalu sering
melahirkan maka rahim akan semakin lemah. Ibu yang telah melahirkan
tiga anak atau lebih akan cenderung mengalami gangguan pada waktu
kehamilan, persalinan dan nifas (Kemenkes RI, 2011).

Bayi yang dilahirkan oleh ibu untuk paritas lebih tinggi (>4)
mempunyai risiko kematian bayi lebih tinggi. Hal itu disebabkan ibu
dengan kehamilan sebanyak 4 kali atau lebih, lebih mungkin mengalami
kontraksi yang lemah pada saat persalinan, perdarahan setelah persalinan,
placenta previa, preeklamsi, persalinan lintang, persalinan lama
(Rochjati,2011)

Paritas adalah keadaan wanita berkaitan dengan jumlah anak yang


dilahirkan. Paritas 2-3 merupakan paritas yang aman ditinjau dari sudut
kematian maternal (Elisabeth Siwi Walyani, 2015).

j. Umur Kehamilan

Umur kehamilan adalah perkiraan usia janin yang dihitung dari hari
pertama haid sampai pada saat melahirkan. Bayi yang lahir pada usia <
37 minggu disebut dengan bayi prematur, persalinan prematur
merupakan hal yang berbahaya karena mempunyai dampak terhadap
kematian neonatal, karena masa kehamilan yang makin pendek maka
akan semakin berkurang masa pertumbuhan organ tubuh pada bayi
sehingga makin mudah terkena komplikasi. Selain itu bayi yang kurang
bulan juga tidak dapat menghisap dan menelan secara sempurna sampai
usia gestasi di atas 32 minggu dan pemenuhan kebutuhan makanan pada
usia 1-2 minggu pertama lambat, sedangkan pada bayi yang lahir pada
usia > 42 minggu dapat menyebabkan kematian neonatal yang
disebabkan oleh penuaan plasenta sehingga pemasokan makanan dan
oksigen dari ibu kejanin menurun (Morwarti, 2015).

Sebuah usia kehamilan penuh berlangsung selama 40 minggu. Bayi


yang lahir sebelum 37 minggu dapat dikategorikan sebagai bayi
premature. Jika ibu yang hamil tidak mendapatkan perawatan yang cukup

14
atau mengalami kondisi tersebut, bisa memicu bayi lahir lebih awal
(prematur) yang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami masalah
pernafasan, pencernaan, penglihatan, kognitif, dan masalah lainnya
(Niwang, 2016).

Menurut peneliti (Susanty dan Salmiah, 2018) Usia kehamilan


yang mengalami kejadian kematian bayi terbanyak yaitu pada <37
minggu. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat-alat tubuh
yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim. Makin
muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna,
prognosis juga semakin buruk. Untuk mengurangi kematian bayi dengan
usia kehamilan < 37 minggu maka kita anjurkan ibu hamil untuk
menjaga nutrisi selama kehamilan. Apabila nutrisi ibu baik maka
perkembangan janin juga baik dan akan terhindar dari berat badan bayi
kurang dan tidak mengalami kematian bayi.

2) Faktor bayi
Meliputi kondisi bayi ketika lahir serta komplikasi yang menyertainya
seperti jenis kelamin, Ikterus, kelainan kongenital, sepsis, BBLR,
asfiksia, kelainan pernapasan, dan lain- lain.
a. Jenis kelamin
Bayi laki-laki cenderung lebih rentan terhadap penyakit
dibandingkan dengan bayi perempuan. Secara biologis bayi perempuan
mempunyai keunggulan fisiologi pada tubuhnya jika dibandingkan
dengan bayi laki-laki, bayi perempuan memiliki kromosom XX
sedangkan laki-laki memiliki kromosom XY. Jika salah satu dari
kromosom X pada bayi perempuan kurang baik maka keberadaan
kromosom tersebut digantikan oleh kromosom X yang lainnya.
Sedangkan jika salah satu kromosom pada bayi laki-laki kondisinya
kurang baik, maka tidak ada kromosom pengganti yang dapat
menggantikan kromosom yang rusak, keadaan tersebut menyebabkan
bayi laki-laki lebih rentan terhadap kejadian lahir mati atau kematian
neonatal (Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017).

15
b. Ikterus
Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi
Baru Lahir (BBL). Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin
dalam darah. Pada sebagian neonatus, icterus akan ditemukan dalam
minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian
icterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang
bulan (Niwang, 2016).
c. Kelainan kongenital

Kelainan kongenital atau cacat bawaan merupakan kelainan yang


terlihat pada saat lahir bukan akibat proses persalinan. Beberapa kelainan
kongenital dapat menyebabkan kematian langsung pada bayi seperti
anensefali dan atresia ani. Sedangkan kelainan kongenital yang tidak
langsung menyebabkan kematian tetapi dapat menyebabkan kecacatan
yaitu bibir sumbing, hidrosefalus, meningoensefalokel, kaki pengkor,
fokomelia, dan lain-lain (Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017).

d. Sepsis
Sepsis neonatorum sebagai salah satu bentuk penyakit infeksi pada
neonatus masih merupakan masalah utama yang belum dapat
terpecahkan sampai saat ini. Sepsis neonatorum adalah Systemic
Inflammation Respons Syndrome (SIRS) yang disertai dengan infeksi
yang telah terbukti (proven infection) atau tersangka (suspected
infection) yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan.
SIRS merupakan kaskade inflamasi yang diawali oleh respon host
terhadap faktor infeksi dan bukan infeksi berupa suhu, denyut jantung,
respirasi dan jumlah leukosit.
Kejadian sepsis dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor ibu
(kelahiran kurang bulan, persalinan dengan tindakan, demam pada ibu),
faktor lingkungan, serta yang paling penting faktor dari neonatus sendiri,
seperti jenis kelamin, status kembar, prosedur invasif, bayi kurang bulan
dan berat badan lahir. Faktor risiko terjadinya sepsis adalah bayi dengan

16
jenis kelamin laki-laki, karena aktivitas pada bayi laki-laki lebih tinggi
dibandingkan bayi perempuan sehingga bayi laki-laki memerlukan
oksigen yang lebih banyak, karena jika oksigen kurang di dalam tubuh
maka bakteri anaerob akan mudah berkembang. Status kembar juga
merupakan salah satu faktor risiko, karena bayi kembar kemungkinan
besar akan lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan
prematuritas, sehingga akan berisiko mengalami sepsis karena organ
tubuhnya belum sempurna dan sistem imunnya kurang yang
menyebabkan mudah terkena infeksi (Putri Rahmawati dkk, 2018).
e. BBLR
BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari
2500 gram. Dahulu bayi baru lahir yang berat badan lahir kurang atau
sama dengan 2500 gram disebut premature. Kelangsungan hidup bayi
yang dilahirkan sangat erat hubunganya dengan berat badan lahir, hal ini
berkaitan dengan pertumbuhan dan pematangan (maturasi) organ dan
alat-alat tubuh belum sempurna, akibatnya bayi dengan berat badan lahir
rendah sering mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian
(Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017).
f. Asfiksia
Asfiksia merupakan kondisi dimana bayi tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur setelah saat lahir, hal tersebut dikarenakan
adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke
janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Asfiksia
dapat menyebabkan bayi mengalami penurunan denyut jantung secara
cepat, tubuh menjadi biru atau pucat dan reflex-refleks melemah sampai
menghilang. Asfiksia neonatorum merupakan faktor penyebab utama
tingginya morbiditas dan mortalitas neonatus, di negara maju kejadian
asfiksia ditemukan sebesar 0,3 – 0,9% dari seluruh kelahiran hidup,
kejadian ini lebih tinggi tinggi pada negara berkembang (Ima Azizah dan
Oktiaworo, 2017).
3) Faktor pelayanan kesehatan
Terdiri dari penolong persalinan, tempat persalinan dan sistem rujukan.

17
a. Penolong persalinan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Fasilitas
suatu alat atau sarana untuk mendukung melaksanakan tindakan atau
kegiatan, pengelolaan logistik yang baik dan mudah diperoleh serta
pencatatan dan pelaporan yang lengkap dan konsisten (Susanty dan
Salmiah, 2018).
b. Sistem Rujukan
Rujukan adalah penyerahan tanggung jawab dari satu pelayanan
kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain. Sistem rujukan pelayanan
obstetrik adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap
kasus-kasus kebidan yang terjadi, tujuan sistem rujukan yang baik
diharapkan mampu membantu pasien untuk mendapatkan perawatan dan
pertolongan yang sebaik- baiknya baik dalam mendapatkan tenaga medis
yang professional maupun kelengkapan peralatan medis yang lebih
memadai sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.
Kontribusi faktor keterlambatan dalam mendapatkan pelayaan kesehatan
untuk mendapatkan perawatan yang berkualitas bagi bayi yang sakit
merupakan salah satu dari penyebab kematian neonatal. Berbagai kasus
kegawat daruratan obstetrik perinatal sering terlambat sampai kerumah
sakit dan dalam keadaan umum yang sangat jelek, sehingga jiwa ibu dan
bayinya tidak dapat diselamatkan, meskipun dengan sarana dan fasilitas
yang lengkap (Indrawarti, 2014).
4) Faktor geografis atau lingkungan
Meliputi jarak ke fasilitas kesehatan baik fasilitas kesehatan primer
(klinik/ puskesmas/ praktik bidan/praktik dokter) ataupun fasilitas
kesehatan rujukan (rumah sakit) dan akses sarana transportasi dalam
menjangkau fasilitas kesehatan.

18
a. Jarak ke fasilitas kesehatan baik fasilitas kesehatan primer

Kemudahan akses ke saranan pelayanan kesehatan berhubungan


dengan jarak tempat tinggal ke pelayanan kesehatan. Hal tersebut
mempengaruhi pemanfaatan masyarakat terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan. Idealnya jangkauan masyarakat (jarak tempuh) terhadap
sarana pelayanan kesehatan haruslah semudah mungkin sehingga
memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan.

b. Akses sarana transportasi dalam menjangkau fasilitas kesehatan.


Penggunaan pelayanan kesehatan yang masih rendah
merupakan salah satu indikator bahwa pelayanan kesehatan tersebut sulit
untuk dijangkau oleh masyarakat, hal ini dapat terkait dengan letak
geografis seperti jarak tempat pelayanan kesehatan, kurangnya sarana
transportasi ke pelayanan kesehatan dan kemampuan masyarakat untuk
membayar biaya transportasi. Kemudahan sarana transportasi untuk
menjangkau pelanyanan kesehatan dapat dilihat dari tiga komponen,
yaitu kemudahan dalam mendapatkan model sarana transportasi, waktu
tempuh dan ongkos atau biaya transportasi (Nainggolan, 2016)

2.3 Kerjasama dengan Pihak-pihak yang Terkait


1. PKBI dalam Konteks Penurunan AKI
Sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mempelopori
gerakan Keluarga Berencana di Indonesia, Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia (PKBI) terlibat secara aktif dalam upaya penurunan
AKI; khususnya melalui poin pertama, kelima, dan terakhir dari The Safe
Motherhood Initiative, yaitu akses program keluarga
berencana, perawatan pasca aborsi, dan kontrol IMS, HIV dan AIDS.
Melalui Program Layanan KB dan Kespro, PKBI menyediakan
pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi yang terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat (termasuk kelompok difabel dan kelompok marjinal
lain). Salah satu bentuk pelayanan yang diberikan oleh PKBI dalam

19
program tersebut adalah program keluarga berencana – senada dengan
poin pertama dari enam pilar utama The Safe Motherhood Association.
Selain program KB, PKBI juga menyediakan pelayanan
penanganan kehamilan tidak diinginkan yang komprehensif, sesuai
dengan poin kelima dari enam pilar utama The Safe Motherhood
Association. Terakhir, dalam rencana strategisnya, PKBI juga memiliki
komitmen untuk mengembangkan upaya pencegahan dan penanggulangan
IMS, HIV dan AIDS. – sejalan dengan pilar terakhir The Safe
Motherhood Initiative.
2. Intensive Community Empowerment
Intensive Community Empowerment merupakan program yang
berbasis masyarakat dengan langkah-langkah strategisnya yaitu: mapping
strategy, penyuluhan intensif dan pemberdayaan dukun bersalin. Program
yang di lakukan oleh pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu
adalah layanan antenatal, pelayanan ini dipantau melalui pelayanan
kunjungan baru ibu hamil K1 sampai kunjungan K4 dan pelayanan ibu
hamil sesuai standar paling sedikit empat kali (K4). Program Intensive
Community Empowerment (ICE) ini sudah dilaksanakan di wilayah
Kelurahan Bangetayu Wetan Kecamatan Genuk Kota Semarang.

2.4 Penatalaksanaan
1. Hindari 4T
4T adalah Terlalu tua, Terlalu muda, Terlalu banyak dan Terlalu
dekat. “4T” seringkali menjadi pemicu kematian Ibu, sehingga harus
dihindari. Sesuai yang disampaikan oleh wakil Kemenkes RI, bahwa
kematian ibu terjadi pada perempuan yang terlalu muda untuk hamil, ada
juga yang terlalu tua untuk hamil, jarak kehamilan yang terlalu berdekatan,
serta kehamilan yang terlalu sering. Sebaiknya wanita hamil dalam masa
yang dianjurka yaitu 20-35 tahun. Jarak kelahiran anak minimal 2 tahun
dan dapat diatur menggunakan Keluarga Berencana (KB) serta cukup
untuk memiliki 2 anak saja.

20
2. Laksanakan Antenatal Care (ANC)
ANC dilakukan sebegai upaya untuk memelihara dan scrining
risiko kehamilan secara dini sehingga akan dilakukan intervensi yang tepat
dan segera apabila ditemukan permasalahan pada kehamilan ibu. ANC
yang baik yaitu : min 1 kali pada trimester 1 (K1), min 1 kali trimester 2,
dan min 2 kali trimester 3 (K4). Pada pelaksanaan ANC ibu hamil akan
mendapatkan pendidikan tentang perawatan kehamilan, identifikasi tenaga
kesehatan terhadap ibu hamil risiko tinggi, penanganan ibu hamil risiko
tinggi. Bentuk intervensi pada ANC berupa pemeriksaan fisik,  standar
pelayanan minimal, pengobatan penyakit, nasehat dan konseling,
persiapan persalinan, perawatan bayi baru lahir, persiapan memberikan
ASI Eksklusif serta perencanaan KB. Berikut adalah standar pelayanan
ANC yang sharusnya diterima oleh ibu hamil :
 Timbang berat badan
 Ukur Tekanan darah
 Ukur Tinggi fundus uteri
 Pemberian imunisasi TT
 Pemberian Tablet zat besi
 Tes terhadap penyakit menular seksual
 Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
3. Pemenuhan Gizi Ibu Hamil
Pola konsumsi yang baik oleh ibu hamil harus dilakukan untuk
menunjang kesehatan baik saat hamil, melahirkan hingga menyusui.
Makan dengan pola gizi seimbang, lebih banyak daripada sebelum hamil,
disarankan untuk bertanya tentang makanan berizi saat pemeriksaan
kehamilan. Perlu diketahui bahwa tidak ada pantangan makanan selama
hamil. Ibu hamil dilarang minum jamu, minuman keras/merokok karena
membahayakan kandungan. Sebaiknya ibu hamil menjalani diet rendah
garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten,
minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik,

21
anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium untuk mencegah
terjadinya pre-eklampsia dan eklampsia.
4. Perawatan Diri Sehari-hari
 Mandi 2x sehari pakai sabun (pagi dan sore).
 Gosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur.
 Memotong kuku setidaknya seminggu sekali.
 Setelah kandungan berumur 4 bulan, seringlah elus-elus perut dan ajak
bicara bayi di dalam kandungan.
 Kurangi kerja berat.
 Istirahat berbaring minimal 1 jam di siang hari (posisi tidur sebaiknya
miring).
 Sebaiknya ibu tidur pakai kelambu, jangan memakai obat nyamuk
bakar/semprot
5. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Persalinan ditolong oleh tenga kesehatan akan lebih melaksanakan
standar pelayanan minimal persalinan sehingga dapat meminimalisir
kejadian berisiko ketika persalinan. Hal ini juga merupakan upaya agar ibu
yang melahirkan dan bayi yang dilahirakan sehat
6. Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang mengandung zat gizi
sempurna bagi bayi. ASI akan membuat imunitas bayi menjadi optimal,
sehingga mencegah dari berbagai penyakit. Bayi hanya diberikan ASI saja
dari umur 0 sampai 6 bulan, usia 6 bulan keatas dilanjutkan ASI  hingga
umur 2 tahun sembari didampingi dengan Makanan Pendamping ASI (MP
ASI).

22
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Peran Bidan dalam Kasus Kematian Ibu dan Bayi


1. Mencari faktor resiko/penyebab mengapa masih tingginya AKI &
AKB, dilakukan evaluasi secara menyeluruh pada faktor-faktor
penyebab masih tingginya AKI dan AKB baik dari faktor dari ibu, bayi,
lingkungan, maupun dari petugas kesehatan, baik secara langsung
maupun yang tidak langsung
2. Melakukan perbaikan-perbaikan pada faktor penyebab tingginya AKI &
AKB yang ditemukan pada komunitas tersebut. Peran bidan ialah
memberikan pelayanan yang berkesinambungan berfokus pada aspek
pencegahan melalui pendidikan kesehatan dan konseling, promosi
kesehatan, pertolongan persalinan normal dengan berlandaskan
kemitraan dan pemberdayaan perempuan serta melakukan deteksi dini
pada kasus-kasus rujukan.
a. Kegiatan untuk menurunkan AKI :
1) Peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan, meliputi:
 Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
 Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas
dan sesuai standar.
 Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan
penanganan komplikasi keguguran.
2) Melakukan Sosialisasi dan advokasi yang didalamnya berisi :
 Hindari 4T (Terlalu tua, Terlalu muda, Terlalu banyak dan
Terlalu dekat)
 Laksanakan Antenatal Care (ANC)
 Pemenuhan Gizi Ibu Hamil untuk menunjang kesehatan
baik saat hamil, melahirkan hingga menyusui.
 Perawatan Diri Sehari-hari

23
 dll
3) Pemantapan kerjasama lintas program dan sektor.
4) Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program.
b. Kegiatan untuk menurunkan AKB :
1) Peningkatan kegiatan imunisasi pada bayi.
2) Peningkatan ASI Eksklusif, status gizi, deteksi dini dan
pemantauan tumbuh kembang.
3) Pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi.
4) Program Manajemen Tumbuh Kembang Balita Sakit dan
Manajemen Tumbuh Kembang Balita Muda.
5) Pertolongan persalinan dan penatalaksanaan bayi baru lahir
dengan tepat.
6) Melakukan sosialisasi pada ibu maupun keluarga dalam hal
perawatan neonatal

24
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi. AKI
merupakan salah satu indikator kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan
jumlah wanita yang meninggal oleh suatu penyebab kematian terkait
gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau
kasus insidental) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa 42 hari
setelah melahirkan tanpa memperhitungkan lama kehamilan. maternal
mortality ratio atau AKI dihitung dari hasil jumlah kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup.
Sedangkan Kematian bayi adalah bayi yang mati dan mati dini kurang
dari 28 hari kelahiran. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah
kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran
hidup. Kematian bayi menurut penyebabnya yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak
sejak lahir yang diperoleh dari orang tuanya atau didapat selama kehamilan
dan kematian bayi eksogen atau kematian post-neonatal disebabkan oleh
faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Tingginya angka AKI & AKB dapat dicegah dengan kerjasama
dengan pihak yang terkait seperti PKBI. Adapun penatalaksanaan aki & akb
ialah mengindari 4T, melakukan kunjungan ANC, Perawatan diri,
Pemenuhan gizi ibu hamil, pertolongan persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan dan pemberian asi eksklusif.
4.2 Saran
1. Pengawasan yang teratur dan berkelanjutan dari pemerintah baik pusat
maupun daerah akan lebih memberikan dampak yang positif bagi
pelayanan ditujukan untuk masyarakat. Dengan pengawasan yang baik

25
pelayanan akan diterima oleh masyarakat dengan baik dan akan
memberikan hasil yang memuaskan.
2. Petugas medis selalu mensosialisasikan pentingnya kunjungan Anc
untuk ibu hamil agar tertedeksi adanya komplikasi .
3. Petugas mengedukasi ibu agar persalinan untuk di fasilitas kesehatan
dan ditolong oleh tenaga kesehatan

26
DAFTAR PUSTAKA

Sumarmi, Sri. (2017). Model Sosio Ekologi Perilaku Kesehatan Dan Pendekatan
Continuum Of Care Untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu. Surabaya :
Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Airlangga.

Turrahmi, Hirfa. (2017). Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta : Fakultas


Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta

https://e-journal.unair.ac.id/IJPH/article/download/7177/4332

http://www.stikesindramayu.ac.id/read/138/pencegahan-kematian-ibu-dan-
bayi.html diakses pada tanggal 26 Januari 2021 jam 19.41

27
28

Anda mungkin juga menyukai