“Sistem Koloid”
Disusun Oleh:
MOCHAMMAD NAUFAL AKHNAFFILLAH
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadiran Tuhan Yang Mahakuasa, karena atas berkat
dan karunianya, saya dapat menyelesaikan makalah Kimia tentang “Sistem Koloid” ini.
Makalah ini saya susun setelah melakukan penelitian mengenai judul tersebut.
Melalui makalah ini, saya berharap agar kita dapat lebih memahami dan mengerti mengenai
sistem koloid.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurn. Oleh karena itu,
saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun, agar saya dapat menyusun makalah
lebih baik lagi kedepannya. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih banyak kepada ibu
guru, yang telah memberi tugas makalah ini.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3
A. Latar Belakang….....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah….............................................................................................3
C. Tujuan….................................................................................................................3
D. Manfaat...................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5
A. Kesimpulan….......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran dua atau lebih zat yang
bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1-
100nm). Bersifat homogen berarti partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya
gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya, sehingga tidak terjadi
pengendapan.
Sistem koloid dapat kita temui dalam lingkungan kita sehari-hari. Contohnya
saja; susu, agar-agar, awan, dan udara merupakan beberapa contoh diantaranya yang
dapat kita temui dengan mudah dilingkuangan kita sehari-hari. Kimia koloid menjadi
kajian tersendiri dalam kimia indrustri karena kepentingannya tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian tentang apa itu sistem koloid?
2. Apa saja jenis-jenis sistem koloid?
3. Sifat-sifat yang dimiliki sistem koloid?
4. Cara terbentuk atau terjadinya sistem koloid?
5. Peranan sistem koloid dalam kehidupan setiap hari?
C. Tujuan
1. Agar pembaca dapat mengerti serta paham, akan apa itu sistem koloid.
2. Tidak hanya sekedar mengerti, tapi dapat membedahkan jenis-jenis sistem
koloid dengan benar.
3. Dapat mengidentifikasi sifat-sifat sistem koloid.
4. Dapat mengetahui bagimana terbentuknya sistem koloid itu.
5. Mengetahui perannya sistem koloid tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
D. Manfaat
1. Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai sistem koloid.
2. Dapat membedahkan sendiri jenis-jenis sistem koloid tersebut.
3. Mengetahui serta dapat mengidentifikasi sendiri sifat sistem koloid.
4. Memahami sistem koloid serta mengetahui asal terbentuknya sistem tersebut.
5. Dapat berguna bagi pembaca jika ingin mempraktekan sendiri sistem koloid
dalam kehidupn sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
Ketika kita mencampurkan kopi dalam air, ternyata kopi tidak larut dalam air.
Walaupun campuran ini diaduk, lambat laun kopi akan memisah (mengalami
sedimentasi). Campuran seperti ini kita sebut suspensi. Suspensi bersifat heterogen,
tidak kontinu, sehingga merupakan sistem dua fase. Ukuran partikel tersuspensi lebih
besar dari 100 nm. Suspensi dapat dipisahkan dengan penyaringan.
Di lain pihak, jika kita mencampurkan garam dalam air, ternyata garam larut
dalam air dan diperoleh larutan garam. Di dalam larutan, zat terlarut tersebar dalam
bentuk partikel yang sangat kecil sehingga tidak dapat dibedakan lagi mediumnya
walaupun menggunakan mikroskop ultra. Larutan bersifat kontinu dan merupakan
sistem satu fase (homogen). Ukuran partikel zat terlarut kurang dari 1 nm ( 1nm = 10-
9 m) larutan bersifat stabil (tidak memisah) dan tidak dapat disaring.
Selanjutnya, jika kita campurkan susu (misalnya susu bubuk) dalam air,
ternyata ―susu‖ larut tetapi ―larutan‖ itu tidak bening melainkan keruh. Jika
didiamkan campuran itu tidak memisah dan juga tidak dapat dipisahkan dengan
penyaringan (hasil penyaringan tetap keruh). Secara makroskopik, campuran ini
homogen. Akan tetapi, jika diamati dengan mikroskop ultra ternyata masih dapat
dibedakan partikel-partikel lemak susu tersebar dalam air. Campuran seperti ini yang
disebut koloid. ukuran partikel koloid berkisar antara 1 nm-100 nm.
Jadi, koloid adalah campuran heterogen dan merupakan sistem dua fase. Dua
fase ini meliputi zat terlarut sebagai partikel koloid atau yang sering dikenal dengan
fase terdispersi serta zat yang merupakan fase kontinu dimana partikel koloid
terdispersi yang disebut medium pendispersi. Ukuran partikel koloid berkisar antara
10-7 – 1—5 (1-100 nm). Ukuran inilah yang membedakan koloid dengan larutan dan
suspensi.
B. Jenis-jenis Koloid
Sistem koloid tersusun atas fase terdispersi yang tersebar merata pada medium
pendispersi. Fase terdispersi maupun medium pendispersi dapat berupa gas, cair,
ataupun padat. Tetapi campuran gas dengan gas tidak membentuk sistem koloid,
sebab semua gas akan bercampur homogen dalam segala perbandingan. Sistem koloid
dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
a. Sol
Sol mempunyai fase terdispersi padat. Sol terdiri atas
1. Sol padat dengan medium pendispersi padat.
Contoh: paduan logam, gelas berwarna, dan intan.
2. Sol cair atau sol dengan medium pendispersi cair.
Contoh: cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat.
3. Sol gas atau aersol padat dengan medium pendispersi gas.
Contoh: asap, debuh di udara.
b. Emulsi
Mempunyai fase terdispersi cair. Emulasi tediri atas
1. Emulasi padat atau gel dengan medium pendispersi padat.
Contoh: keju, mentega, agar-agar.
2. Emulasi cair atau emulasi dengan medium pendispersi cair.
Contoh: susu, mayones, dan krim tangan.
3. Emulasi gas atau aersol cair dengan medium pendispersi gas.
Contoh: kabut, awan, dan hairspray.
c. Buih
Buih mempunyai fase terdispersi gas. Buih terdiri atas
1. Buih padat dengan medium pendispersi padat.
Contoh: batu apung, karet busa, dan styrofoam.
2. Buih cair atau buih dengan medium pendispersi cair.
Contoh: buih sabun dan putih telur.
C. Sifat-sifat koloid
1. Efek Tyndall
Bila cahaya menembus melalui celah-celah rumah kita, tampak sinar matahari
dihamburkan oleh partikel-partikel debu. Partikel debu berukuran koloid, partikelnya
sendiri tidak dapat dilihat oleh mata, yang tampak adalah cahaya yang dihamburkan
oleh debu. Hamburan cahaya ini yang dinamakan efek tyndal.
Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893) seorang ahli fisika
Inggris. Oleh karena itu sifat ini disebut efek tyndall. Efek tyndall dapat digunakan
untuk membedakan koloid dari larutan sejati, sebab atom, molekul atau ion yang
membentuk larutan tidak dapat menghamburkan cahaya akibat ukurannya terlalu
kecil. Efek tyndall (hamburan cahaya) oleh suatu campuran menunjukan bahwa
campuran tersebut adalah suatu koloid, dimana ukuran partikel-partikelnya lebih besar
dari ukuran partikel dalam larutan, sehingga dapat menghamburkan cahaya.
2. Gerak Brown
Jika mikroskop optik diarahkan pada suatu dispersi koloid dengan arah tegak
lurus terhadap berkas cahaya yang dilewatkan maka akan tampak partikel-partikel
koloid. Akan tetapi, partikel yang tampak bukan sebagai partikel dengan bentuk yang
tegas melainkan bintik-bintik terang. Dengan mengikuti gerakan bintik-bintik cahaya,
Anda dapat melihat bahwa partikel koloid bergerak terus menerus secara acak
menurut jalan yang zig-zag.
Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium disebut gerak Brown.
Sesuai dengan nama seorang pakar botani Inggris, Robert Brown yang pertama kali
melihat gejala ini pada tahun 1827.
3. Adsorpsi
Apabila partikel-partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka
pertikel-partikel zat cair atau gas tersebut akan terakumulasi pada permukaan zat
padat tersebut. Fenomena ini disebut adsorpsi. Beda halnya dengan absorpsi. Absorpsi
adalah fenomena menyerap semua partikel ke dalam sol padat bukan di atas
permukaannya, melainkan di dalam sol padat tersebut. Partikel koloid sol memiliki
kemampuan untuk mengadsorpsi partikel-partikel pada permukaannya, baik partikel
netral atau bermuatan (kation atau anion) karena mempunyai permukaan yang sangat
luas.
Proses adsorpsi ini merupakan peristiwa dimana partikel koloid menyerap
partikel bermuatan dari fase pendispersinya sehingga partikel koloid menjadi
bermuatan. Jenis muatannya tergantung pada jenis partikel bermuatan yang diserap
apakah anion atau kation.
Contoh: Sol Fe(OH)3 dalam air mengadsorpsi ion positif sehingga bermuatan positif,
4. Elektroforesis
Sistem koloid bersifat stabil, hal ini disebabkan adanya muatan listrik pada
permukaan partikel koloid yang berasal dari zat asing yang teradsorpsi dipermukaan
koloid. Adanya muatan listrik tertentu pada partikel-partikel terdispersi dalam sistem
koloid menyebabkan adanya gaya tolak menolak antarpartikel sehingga partikel
tersebut saling berjauhan. Dengan kata lain, sistem dispersi pada koloid bersifat stabil.
5. Koagulasi
Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa sistem dispersi koloid
merupakan sistem yang stabil akibat adanya gaya tolakan antarpartikel yang
bermuatan sejenis. Oleh karena itu, prinsip penetralan muatan partikel koloid dapat
digunakan untuk menurunkan kestabilan koloid dengan cara penggumpalan, dan
proses ini dikenal dengan istilah koagulasi. Koloid dapat digunakan untuk
menurunkan kestabilan koloid dengan cara penggumpalan, dan proses ini dikenal
dengan istilah koagulasi. Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid sehingga
terjadi endapan. Dengan adanya koagulasi, zat terdispersi tidak lagi membentuk
koloid. Koagulasi terjadi kerena pemanasan, penambahan elektrolit dan pencampuran
dua koloid yang berbeda muatan.
1. Cara Kondensasi
Cara kondensasi adalah cara pembuatan partikel koloid dari partikel larutan
sejati, dengan kata lain pembentukan agregat berukuran koloid dari partikel kecil
seukuran molekul atau ion. Cara ini umumnya dilakukan melalui reaksi kimia. Ada
tiga jenis reaksi yang dapat menghasilkan koloid yaitu reaksi hidrolisis, reaksi
redoks, dan reaksi metatesis.
a. Reaksi Hidrolisis
Reaksi hidrolisis adalah istilah untuk reaksi yang melibatkan reaksi penguraian
molekul air membentuk ion H+ dan ion OH-
Contoh pembentukan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3
Reaksinya : FeCl3 + 3H2O → Fe(OH)3 + HCl
Saat larutan FeCl3 diteteskan kedalam air mendidih, akan terjadi reaksi antara ion-
ion OH- dengan FeCl3 membentuk Fe(OH)3. Ukuran partikel-partikel Fe(OH)3
yang terbentuk lebih besar dari ukuran partikel larutan sejati, tetapi tidak cukup
besar untuk mengendap. Selain itu, Fe(OH)3 yang terbentuk terstabilkan dengan
adanya muatan listrik akibat teradsorpsinya ion-ion Fe3+. Hal ini menunjukan bahwa
Fe(OH)3 merupakan koloid.
b. Reaksi Redoks
Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi. Contoh
pembentukan sol emas. Koloid sol emas dibentuk melalui proses reduksi emas (III)
klorida dengan formalin.
Reaksinya sebagai berikut :
2AuCl3 + CH3COH + 3H2O → 2Au + 6HCl + CH3COOH
Emas pertama-tama terbentuk dalam keadaan atom bebasnya, kemudian membentuk
agregat seukuran koloid yang selanjutnya distabilkan oleh adanya ion OH- dari
hidrolisis air yang teradsorpsi dipermukaan koloid.
c. Reaksi Metatesis
Reaksi metatesis adalah reaksi pertukaran muatan antar ion-ion. Contoh : kedalam
larutan natrium tisulfat ditambahkan larutan asam klorida akan terbentuk partikel
berukuran koloid. Persamaan reaksinya : Na2S2O3 + 2HCl → 2NaCl + H2SO3 + S
Terbentuknya partikel berukuran koloid karena belerang yang terbentuk akan
beragregat yang makin lama semakin besar sampai berukuran koloid. akan tetapi,
bila konsentrasi pereaksi dan suhu reaksi tidak dikendalikan, dispersi koloid tidak
akan terbentuk sebab partikel belerang akan tumbuh terus menjadi endapan yang
tidak larut dalam air.
2. Cara Dispersi
Cara dispersi adalah cara pembuatan partikel koloid dari partikel yang lebih
besar. Beberapa metode yang biasa digunakan dengan cara dispersi adalah cara
mekanik, cara peptisasi, cara homogenisasi, dan cara busur listrik Bredig.
a. Cara mekanik
Menurut cara ini, zat yang akan didispersikan dalam medium pendispersi digiling
sampai ukurannya berada pada rentang partikel-partikel koloid. contoh penggilingan
kacang kedelai pada proses pembuatan tahu, pembuatan cat di industri dimana bahan
untuk membuat cat digiling sampai berukuran koloid kemudian didispersikan
kedalam medium pendispersi seperti air.
b. Cara peptisasi
Cara peptisasi dilakukan dengan memecahkan suspensi kasar menjadi partikel
terdispersi koloid kemudian menambahkan ion-ion yang dapat diadsorpsi oleh
partikel-partikel koloid sehingga koloid tersebut stabil. Secara praktis cara ini
dilakukan dengan menambahkan larutan ion sejenis kedalam suspensi suatu endapan
kemudian dilakukan pengadukan. Adanya pengadukan ini menimbulkan agregat
endapan terpecah menjadi agregat-agregat yang lebih kecil menuju ukuran koloid.
Penggabungan kembali agregat yang berukuran koloid dicegah dengan adanya ion-
ion yang teradsorpsi di permukaan koloid.
Contoh : pembentukan koloid Fe(OH)3 dari suspensi Fe(OH)3 dengan cara
penambahan larutan FeCl3 kedalam suspensi Fe(OH)3 dalam air dan mengaduknya.
c. Cara homogenisasi
Cara homegenasi dilakukan dengan memecahkan suspensi menjadi partikel
berukuran lebih kecil, kemudian dilewatkan melalui lubang dengan ukuran pori
tertentu dengan bantuan tekanan tinggi sehingga partikel yang akan didispersikan ke
mediumnya relatif homogen. Contohnya pada pembuatan susu.
Tidak hanya itu saja berikut penerapan koloid dalam kehidupan sehari-hari
beserta penjelasannya.
1. Penggumpalan darah
Air sungai mengandung partikel-partikel koloid pasir dan tanah liat yang
bermuatan negatif. Sedangkan air laut mengandung ion-ion Na+, Mg+2, dan
Ca+2 yang bermuatan positif. Ketika air sungai bertemu di laut, maka ion-ion positif
dari air laut akanmenetralkan muatan pasir dan tanah liat. Sehingga, terjadi
koagulasi yang akan membentuk suatu delta.
Gas atau udara yang dialirkan ke dalam suatu proses industri seringkali
mangandung zat-zat pengotor berupa partikel-partikel koloid. Untuk memisahkan
pengotor ini, digunakan alat pengendap elektrostatik yang pelat logamnya yang
bermuatan akan digunakan untuk menarik partikel-partikel koloid.
4. Pemutihan gula
5. Penjernihan Air
Air keran (PDAM) yang ada saat ini mengandung partikel-partikel koloid
tanah liat,lumpur, dan berbagai partikel lainnya yang bermuatan negatif. Oleh karena
itu, untuk menjadikannya layak untuk diminum, harus dilakukan beberapa langkah
agar partikel koloid tersebut dapat dipisahkan. Hal itu dilakukan dengan cara
menambahkan tawas (Al2SO4)3.Ion Al3+ yang terdapat pada tawas tersebut akan
terhidroslisis membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang bermuatan positif melalui
reaksi: Al3+ + 3H2O Al(OH)3 + 3H+ . Setelah itu, Al(OH)3menghilangkan muatan-
muatan negatif dari partikel koloid tanah liat/lumpur dan terjadi koagulasi pada
lumpur. Lumpur tersebut kemudian mengendap bersama tawas yang juga
mengendap karena pengaruh gravitasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran sistem koloid dalam kehidupan sehari-hari sangatlah banyak namun kita saja
yang tidak mengetahui serta menyadari bahwa hal-hal tersebut merupakan cara kerja
atau sifat dari sistem koloid.
DAFTAR PUSTAKA
Pertana, Crys dan Wiyarsi.2009.Mari belajar kimia untuk SMA-MA kelas XI IPA A.Jakarta:
Pusat Pembukuan.