Anda di halaman 1dari 17

Kepada

YTH. Majelis Hakim Pemeriksa Perkara


Nomor : 0362/Pdt.G/2009/PA.YK
di Pengadilan Agama Yogyakarta

PERIHAL : JAWABAN TERMOHON

Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan hormat,

Bertandatangan di bawah ini, Dony Hendro Cahyono, S.H., dan Zahru Arqom,
S.H., advokat pada Kantor Advokat Arqom, Dony & Co., berkantor di Jl. Nyi
Tjondro Lukito No. 149 A, Sinduadi, Mlati, Sleman; yang dalam hal ini berdasarkan
surat kuasa khusus tanggal 5 Oktober 2009 sebagaimana yang aslinya tersimpan
pada berkas perkara ini in casu; bertindak untuk dan atas nama ..................
Binti ..........................; umur 27 Tahun, beragama Islam, pekerjaan swasta,
menurut KTP beralamat di Tuntungan Baru UH 3/1188.A, Kecamatan Umbulharjo,
Kota Yogyakarta;

Selanjutnya mohon disebut sebagai Termohon;

Melawan,

RM. ............. Bin RM. .................... beragama Islam, pekerjaan swasta,


beralamat di Tuntungan Baru UH 3/1188.A, Kecamatan Umbulharjo, Kota
Yogyakarta;
Selanjutnya mohon disebut sebagai Pemohon;

Dalam Perkara No. 0362/Pdt.G/2009/PA.YK. di di Pengadilan Agama Yogyakarta

1
Menunjuk kepada Surat Permohonan Cerai Talak Pemohon tanggal 8 September
2009 dalam Perkara a quo, maka perkenankanlah kami kuasa hukum Termohon
menyampaikan Jawaban Termohon, yang terdiri atas Nota Keberatan atau Eksepsi,
Jawaban Konpensi serta Rekonpensi, dengan sistematika sebagai berikut :

I. NOTA KEBERATAN/EKSEPSI

Eksepsi Permohonan Kabur (Exceptio obscuur libeli)

A. Tentang Ketidaksingkronan antara bagian Judul, Posita dan Petitum


Pada Surat Permohonan Cerai Talak Pemohon

Bahwa antara title atau judul dalam Surat Permohonan Cerai Talak Pemohon
tidak singkron serta bertentangan dengan bagian Petitumnya. Pada halaman
1 Surat Permohonan Cerai Talak Pemohon jelas tertera “Perihal :
Permohonan Cerai Talak”, namun apabila dicermati secara seksama pada
bagian positanya Pemohon hanya menceritakan peristiwa yang terjadi dalam
biduk rumah tangga Pemohon dan Termohon dan sama sekali tidak
mencantumkan dasar hukum apa yang mendasari permohonan cerai talak
tersebut diajukan. Sedangkan Petitumnya tiba-tiba meminta kepada
Pengadilan Agama Yogyakarta untuk memutuskan hubungan hukum
perkawinan antara Pemohon dengan Termohon.

Jadi antara Judul dengan Posita dan antara Posita dengan Petitum dalam
Surat Permohonan Pemohon tidak connect atau match antara satu dengan
lainnya sehingga Surat Permohonan Pemohon menjadi kabur (obscuur libel).

Sedemikian adalah adil dan sesuai hukum apabila permohonan Pemohon


dinyatakan niet ontvankelijke verklaard atau tidak diterima.

B. Formulasi Permohonan Pemohon Keliru

Tegas bahwa formulasi permohonan cerai talak antara lain harus memuat :
a. Identitas pemohon (suami) dan termohon (istri);

2
b. Posita gugat, yakni alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak yang
secara limitatif dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 jo. Penjelasan Pasal
39 UU No. 1 tahun 1974;
c. Petitum gugat, yang meminta izin untuk mengucapkan ikrar talak di
1
sidang pengadilan.

Nyata dan terang bahwa permohonan Pemohon dalam perkara a quo adalah
tidak cermat dan keliru, sedemikian mengakibatkan formulasi permohonan
menjadi obscuur libel!

Pertama, bahwa posita permohonan cerai talak Pemohon tidak menyebutkan


secara jelas dan tegas atas dasar hukum apa yang mendasari permohonan
cerai talak tersebut diajukan.

Kedua, Petitum permohonan cerai talak Pemohon nyata-nyata tidak meminta


kepada Pengadilan Agama Yogyakarta untuk memberi izin untuk
mengucapkan ikrar talak kepada Termohon, namun jutru meminta
Pengadilan Agama Yogyakarta untuk memutuskan hubungan hukum
perkawinan antara Pemohon dengan Termohon. Hopo tumon!

Pemohon dengan gagah menyampaikan Petitum dalam lembar ke-4 Surat


Permohonan Cerai Talaknya, yang berbunyi sebagai berikut :
“…
Primair :
1. Menerima dan mengabulkan cerai talak pemohon untuk seluruhnya
2. Memutuskan perkawinan antara pemohon dan termohon
berdasarkan perceraian
3. Menetapkan seluruh biaya perkara dibebankan kepada termohon …”
(Penebalan oleh Termohon)

Sedemikian tegas bahwa kontruksi permohonan Pemohon dalam perkara a


quo adalah meminta kepada Pengadilan Agama untuk memutus hubungan
hukum perkawinan antara pemohon dengan termohon berdasarkan
perceraian.
1
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Sinar Grafika, Cet
ke-3, Jakarta, 2005, hlm 217 -218.
3
Menunjuk kepada syariat Islam bahwa seorang suami telah memiliki lembaga
khusus atau tersendiri dalam memutuskan hubungan hukum perkawinan
dengan istrinya yakni dengan mengucapkan “ikrar talak”.

Berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo. Pasal 14 Peraturan


Pemerintah No. 9 Tahun 1975 jo. Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama jo. Pasal 129 KHI, maka talak suami untuk menceraikan
istri harus dilakukan di Pengadilan Agama setempat.

(vide, Putusan MA RI No. 04 K/AG/1979 tanggal 22 Oktober 1979).

Oleh karenanya Pengadilan Agama memiliki kewenangan untuk memberikan


“izin” atau “tidak memberi izin” kepada suami untuk mengucapkan “ikrar
talak” kepada istrinya.2

Sedemikain formulasi permohonan cerai talak secara definitif adalah


berbentuk suatu permintaan “izin” dari Pemohon yang ditujukan kepada
Pengadilan Agama untuk mengucapkan ikrar talak terhadap istri dihadapan
sidang Pengadilan Agama.

Nyata dalam petitum Permohonan Pemohon dalam perkara a quo, didasarkan


pada suatu bentuk permintaan kepada Pengadilan Agama cq. Majelis Hakim
pemeriksa perkara untuk memutuskan perkawinan antara Pemohon dan
Termohon berdasarkan perceraian.

(Mohon periksa Petitum butir ke-2 Surat Permohonan)

Sedemikian karena Permohonan Pemohon ternyata tanpa memuat


permohonan pememberian izin kepada Pemohon untuk mengucapkan ikrar
talak, maka permohonan tersebut tidak memenuhi formulasi permohonan
cerai talak. Menjadi adil apabila Surat Permohonan Cerai Talak Pemohon
dalam perkara in casu dinyatakan tidak diterima.

2
Loc. cit, hlm 215 -216.
4
C. Petitum Pemohon Melawan / Bertentangan dengan Hukum

Tegas bahwa hukum positif menetapkan kontruksi hukum Islam di Indonesia


bagi seorang suami yang ingin menceraikan istrinya harus mengajukan
permohonan izin mengucapkan ikrar talak di pengadilan Agama.

Sedemikian karena Permohonan Pemohon ternyata tanpa memuat


permohonan pemberian izin kepada Pemohon untuk mengucapkan ikrar
talak, maka jelas-jelas Permohonan Pemohon tersebut melawan atau
bertentangan dengan hukum.

Secara awam, akan timbul pertanyaan bagaimana mungkin Pemohon dapat


menceraikan Termohon tanpa mengucapkan ikrar talak dihadapan sidang
Pengadilan Agama Yogyakarta? Atau bagaimana mungkin PA Yogyakarta
memberikan izin bagi Pemohon untuk mengucapkan ikrar talak, tanpa ada
permintaan untuk itu.

Hukum positif nyata-nyata telah menegaskan konsep permohonan izin cerai


talak tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Pasal 66 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, yang
berbunyi :

(1) Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya
mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan
sidang guna menyaksikan ikrar talak.

b. Pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU


No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang berbunyi :

Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut


Agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat
kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan
bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-
alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang
untuk keperluan itu.

c. Pasal 129 Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi :

5
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya
mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan
Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta
meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

Bahwa permohonan Pemohon sebagaimana kutipan petitum butir ke-2


tersebut di atas adalah salah bin keliru dan tidak sesuai dengan formulasi
yang ditetapkan hukum positif dan hukum acara peradilan agama,
sedemikian Petitum Pemohon adalah melawan/bertentangan dengan hukum
dan bukan merupakan kewenangan dari dan oleh karenanya tidak dapat dan
tidak mungkin diputuskan oleh Pengadilan Agama Yogyakarta.

Satu dan lain karena bukan merupakan kewenangan PA Yogyakarta untuk


memutuskan petitum di atas dan hakim harus tunduk pada peraturan
perundangan yang berlaku, mak menjadi adil dan wajar serta sesuai dengan
hukum apabila permohonan Pemohon dinyatakan tidak diterima.

Sistem hukum perdata kita menganut sistem “rule of law” sebagai “warisan”
dari Kerajaan Belanda yang bercorak hukum Eropa Kontinental, sedemikian
hakim harus tunduk pada peraturan perundangan yang berlaku. Tak dapat
lain bahwa Permohonan Pemohon dinyatakan tidak diterima. Namun apabila
ternyata PA Yogyakarta tetap memeriksa dan memutus perkara a quo dan
memutuskan memberikan izin kepada Pemohon untuk mengucapkan ikrar
talak kepada Termohon, maka menjadi nyata bahwa putusan PA Yogyakarta
memiliki cacad hukum karena melanggar asas “ultra petita” atau
memutuskan suatu hal yang lebih dari atau tidak diminta oleh pemohonnya.

Selain itu, menunjuk kepada asas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya
yang murah adalah tepat apabila Majelis Hakim berkenan untuk menjatuhkan
putusan sela terlebih dahulu.

Sedemikian amat nyata dan terang benderang berdasarkan argumentasi di atas


bahwa Permohonan Pemohon adalah kabur alias obscuur libel dan oleh karenanya
patut dan menjadi adil apabila Permohonan Pemohon dinyatakan tidak diterima.

6
II. JAWABAN DALAM POKOK PERKARA

1. Bahwa segala hal yang termuat dalam Eksepsi di atas secara proporsional,
mutatis mutandis dianggap termuat lagi dalam Jawaban dalam pokok perkara
in casu.

2. Bahwa Termohon menolak dan menyangkal semua dalil-dalil dalam posita yang
termaktub dalam Surat Permohonan Pemohon kecuali yang secara tegas diakui
kebenarannya oleh Termohon.

3. Bahwa sama sekali tidak pernah terjadi perkawinan antara Pemohon dengan
Termohon pada Tanggal 30 Juni 2009, sebagaimana dalil Pemohon dalam Posita
1 Surat Permohonannya. Silakan Pemohon buktikan dalil sesatnya tersebut!
Kalaupun Pemohon merasa mengawini seorang pada Tanggal 30 Juni 2009,
maka mempelai wanitanya pasti bukanlah Termohon.

4. Bahwa Termohon dengan Pemohon terikat hubungan hukum perkawinan yang


sah sejak Tanggal 30 Juni 2006, sebagaimana Kutipan Akta Nikah No.
330/42/VI/2006, yang diterbitkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan
Temanggung, Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah; Tanggal 30 Juni
2006.

5. Bahwa terhadap alasan-alasan Pemohon pada Posita 2 dan 3 Lembar ke-1


Surat Permohonan Pemohon, dengan ini Termohon secara tegas menyangkal
dalil tersebut. Alasan kebelumsiapan Pemohon untuk menikahi Termohon
karena belum memiliki pekerjaan adalah sama sekali tidak benar. Faktanya
telah terjadi kesepakatan antara Pemohon dan Termohon mengenai masalah
pekerjaan, bahwa pekerjaan tersebut bukan masalah dan bisa dicari setelah
pernikahan dilangsungkan. Oleh karena itulah kemudian Orang Tua Termohon
membiayai Pemohon untuk menempuh pendidikan profesi di Magister
Kenotariatan FH UGM dan selain itu Pemohon diserahi tugas mengurus Hotel
milik keluarga Termohon sebagai Operational Manager.

Selain itu, alasan kebelumsiapan Pemohon untuk menikahi Termohon karena


belum mengenal Termohon adalah semakin mengada-ada. Pemohon dan

7
Termohon telah melalui proses mengenal secara dekat (pacaran), selama
kurang lebih enam (6) tahun. Bahkan Pemohon pernah tinggal di rumah orang
tua Termohon selama kurang lebih 1 (satu) tahun dan Termohon juga pernah
tinggal di rumah orangtua Pemohon selama selama kurang lebih 1 (satu) tahun
juga saat kuliah dahulu.. Jadi tidak benar sama sekali apabila Pemohon
menyatakan tidak mengenal secara dekat baik sifat maupun karakter dari
Termohon.

6. Kalau Pemohon mendalilkan Pernikahan antara Pemohon dan Termohon terjadi


dikarenakan Pemohon terus didesak oleh ayah Termohon sebagaiman posita 3
Surat Permohonan Cerai Talak adalah tidak benar.

Amatlah wajar, lumrah dan dan sesuai dengan akidah apabila seorang ayah
menanyakan kepada calon menantunya tentang rencana pernikahan dengan
putrinya untuk menghindari zina dan pandangan negatif masyarakat. Apalagi
keduanya telah 6 (tahun) berpacaran dan terlebih lagi menikah juga adalah
ibadah sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.

Pernikahan antara Pemohon dan Termohon telah disepakati bersama oleh


Pemohon, Termohon, kedua orang tua Pemohon serta kedua orang tua
Termohon tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Selain itu tegas bahwa peristiwa yang terjadi sebelum perkawinan adalah tidak
dapat dijadikan alasan dalam perkara perceraian.

7. Bahwa Termohon membenarkan sejak awal perkawinan, kehidupan rumah


tangga Pemohon dan Termohon berjalan dengan lancar dan harmonis,
Pemohon dan termohonpun hidup dengan sangat bahagia, saling mengasihi
dan saling menyayangi satu sama lain.

Namun keharmonisan rumah tangga dan kebahagiaan inipun justru dengan


sengaja ingin dirusak oleh Pemohon karena secara tiba-tiba dan secara
mengejutkan, pada akhir bulan Agustus 2009 Pemohon menunjuk kuasa
hukum untuk mengurus permohonan cerai talak terhadap Termohon. Hal ini
tentu saja bagi Termohon bak petir di siang bolong, karena secara tiba-tiba,
tanpa pernah ada pembicaraan atau komunikasi tentang hal perceraian ini

8
sebelumnya, dan bahkan tanpa diketahui secara pasti apa yang menjadi alasan
dan penyebab perkara perceraian.

Namun baru terkuak kemudian bahwa keinginan Pemohon untuk bercerai


dengan Termohon adalah karena Pemohon ingin bersanding dan hidup dengan
wanita lain. Pada gilirannya nanti akan Termohon buktikan tentang rekayasa
dan konspirasi apa dibalik permohonan cerai talak Pemohon ini.

8. Benar bahwa karena belum memiliki rumah sendiri, Pemohon dan Termohon
tinggal secara berpindah bergantian di rumah orang tuanya, kadang di rumah
orang tua Pemohon maupun kadang di rumah orang tua Termohon, hal
tersebut sama sekali tidak menjadi masalah bagi Termohon. Bahkan pada
tahun 2007 telah disiapkan rumah kediaman di Puluhdadi, Condongcatur,
Depok, Sleman; dimana Termohon dan Pemohon hidup serumah dan
Termohon melaksanakan kewajibannya sebagai istri yang baik sambil kuliah,
namun Pemohon senantiasa pulang dan tidur ke rumah orangtuanya. Selain itu
pada saat ini telah ada rencana dari orang tua Termohon untuk menyediakan
rumah di tempat lain bagi tempat tinggal Pemohon dan Termohon, agar
Pemohon dan Termohon lebih mandiri dan memiliki tempat tinggal sendiri.

9. Bahwa tidak benar sama sekali apabila sikap dan perilaku Termohon mulai
berubah menginjak pertengahan tahun pertama perkawinan, sebagaimana
didalilkan oleh Pemohon dalam posita 7 Surat Permohonan Cerai Talak. Justru
yang sebenarnya terjadi adalah Pemohon tidak pernah mau jujur, terbuka dan
berterus terang tentang apa yang menjadi keinginannya dan apa yang menjadi
ganjalan hatinya kepada Termohon sebagai istrinya. Pemohon lebih sering
menceritakan mengenai permasalahan yang dihadapinya (curhat) kepada
kedua orang tuanya, sehingga campurtangan orang tua Pemohon amat
berpengaruh pada Pemohon, sehinga seringkali hal ini tentu saja menyebabkan
sering ada kesalahpahaman dan perbedaan persepsi antara Termohon dan
Pemohon berikut orang tuanya, tetapi kesemuanya hanya masalah-masalah
sepele dan bukan hal yang prinsipil.

10. Bahwa Termohon menolak dengan tegas dalil Pemohon dalam posita butir ke-
12 Lembar ke-2 Surat Permohonan Cerai Talak yang mendalilkan bahwa antara

9
Pemohon dan Termohon telah pisah ranjang selama kurang lebih tiga bulan
yaitu sejak bulan November 2007).

Yang sebenarnya terjadi adalah Termohon meminta kepada dan diberi ijin oleh
Pemohon untuk pulang ke rumah orang tua Termohon di Temanggung untuk
menjalani kerja magang sebagai salah satu syarat untuk dapat diangkat
menjadi Notaris, yang dilaksanakan di Kantor Notaris / PPAT milik Ibu
Termohon sendiri. Walaupun tidak tinggal dalam satu kota namun keduanya
saling berkunjung. Pemohon sering datang ke Temanggung untuk sekedar
melepas rindu dengan Termohon, begitupun sebaliknya Termohon sering
mengunjungi Pemohon ke Yogyakarta. Jadi bukan dan sama sekali amat jauh
dari konsep pisah ranjang!

Selanjutnya, masih dalam posita yang sama Pemohon mendalilkan pada acara
pertunangan saudara Pemohon, Termohon merasa dicuekin dan tidak dihargai.
Hal itu jelas salah besar, karena peristiwa itu bukan pada pertunangan saudara
Pemohon (di ndalem Ngasem) tetapi pada resepsi perkawinan adik ipar dari
saudara sepupu pemohon dan bukan merupakan masalah yang besar karena
Termohon hanya kesal dan menggerutu saja. Termohon kesal karena ternyata
sebagian besar dari kerabat dan keluarga besar Pemohon tidak tahu bahwa
Pemohon telah menikah dengan Pemohon dan saat itu tidak ada upaya yang
layak untuk memperkenalkan Termohon sebagai istri Pemohon.

11. Termohon lagi-lagi menolak tegas atas pemutarbalikan fakta sebagaimana


posita butir ke-15 Lembar ke-3 Surat Permohonan Cerai Talak. Faktanya tidak
ada pernah sama sekali Termohon mencaci-maki Ayah Pemohon apalagi
“naudzubillah” di hadapan banyak orang dan saudara-saudara pemohon.

Fakta yang benar adalah saat itu Termohon berada di Jakarta bersama
Pemohon dan orang tuanya untuk menghadiri perkawinan keluarga Pemohon.
Waktu untuk acara di Jakarta tersebut direncanakan berangkat dari Yogyakarta
hari Selasa dan pulang hari Minggu. Namun ternyata pada hari Minggu rencana
pulang tiba-tiba diubah oleh Orang Tua Pemohon, padahal Termohon harus
pulang ke Yogyakarta karena pada hari Seninnya adalah hari terakhir
pendaftaran ujian PPAT, urusan yang amat penting dibanding ikut jalan-jalan di
Jakarta dan mengantar cucu ke Bandara. Secara baik-baik Termohon mengajak
10
Pemohon pulang, namun hal itu malah dicampuri orang tua Pemohon dengan
mengatakan kok tidak kompak dan dengan enteng menyampaikan saran untuk
menunda kepulangan dan urusan ujian PPAT masih bisa tahun depan. Akhirnya
Pemohon mengatakan “Rama ndak usah ikut-ikut” dan saat itu hanya ada
Pemohon, Ayah Pemohon dan Termohon, jadi sama sekali tidak dihadapan
orang banyak. Pengaruh orang tua Pemohon terhadap Pemohon amatlah besar,
sehingga Pemohon pun tanpa rasa tanggungjawab hanya mengantar Termohon
ke Bandara dan akhirnya Termohon pulang sendiri Yogyakarta.

Selebihnya atas kesalahpahaman tersebut antara Termohon dengan orang tua


pemohon sudah saling memafkan, dan setelah itu segalanya telah berjalan
dengan normal lagi.

12. Bahwa terhadap dalil Pemohon dalam Posita 16 dan 17, sekali lagi hal itu
sangat mengada-ada dan amat tidak logis, sejak kapan Pemohon disiksa dan
dibuat menderita oleh Termohon?

Teganya Pemohon menyebut perkawinan dengan Termohon adalah “neraka”


ataukah karena ada surga baru di Pulau Dewata? Wallahua‘lam.

Naudzubillahimindalik! Bukankah justru Termohonlah yang pihak yang


teraniaya. Jawab saja pertanyaan ini, siapa diantara Pemohon dan Termohon
yang mengaku bujang dan punya pacar lagi dan tidak mengaku sampai
keluarganya didatangkan? Siapa yang dibelakang pihak selebihnya mengaku
hanya hubungan bisnis tapi ternyata malah berpacaran dan merencanakan
hidup bersama. Betapa sakit dan terlukanya hati Termohon, tapi tetap saja
Termohon masih mau memaafkan dan membina kembali hubungannya dengan
Pemohon.

Termohon senantiasa berusaha menjadi istri yang baik, mau memaafkan


Pemohon dan sampai saat inipun masih mencintai Pemohon dan masih
bersedia memaafkan Pemohon. Perkawinan adalah janji suci dihadapan Allah
SWT, suatu hal yang amat tinggi nilainya sehingga patut untuk dipertahankan.
Meski halal atau diperbolehkan, perceraian adalah perbuatan yang dibenci Allah
SWT.

11
Termohon percaya bahwa ini semua adalah ujian dan cobaan untuk lebih
menguatkan bahtera rumah tangga, oleh karenanya dengan ikhlas dan
tawakkal Termohon akan berusaha menghadapinya dengan tidak bersedia
bercerai dengan Pemohon karena alasan yang tidak jelas dan penuh rekayasa
ini.

Tegas bahwa Majelis Hakim harus secara seksama dan penuh kehati-hatian
dalam memeriksa perkara ini, dan kami percaya bahwa Majelis Hakim yang
mulia akan bijaksana dalam menentukan lebih besar mana antara manfaat
atau mudharat terhadap masa depan rumah tangga antara Pemohon dengan
Termohon.

13. Bahwa Termohon menyangkal dengan keras tatkala Pemohon dalam Posita
butir 18 Surat Permohonan Cerai Talak yang mendalilkan bahwa Pemohon
telah 4 (empat) bulan pisah ranjang dengan Termohon.

Karena pada kenyataannya sampai Tanggal 21 Agustus 2009 Pemohon masih


tinggal di rumah orang tua Pemohon, dan sampai minggu ketiga Bulan Juli
2009, Pemohon dan Termohon masih melakukan hubungan suami istri seperti
biasanya. Jadi dihitung dari mana pisah ranjang selama 4 (empat) bulan itu?

Bahwa pada akhir Bulan Agustus 2009, karena menyambut Bulan Suci
Ramadhan, Termohon meminta ijin kepada Pemohon untuk Nyantri di Pondok
Pesantren, dan Pemohonpun mengijinkan. Keberangkatan Termohon untuk
Nyantri di Pondok Pesantren itupun diantar oleh orang tua Termohon. Tapi
ternyata saat kepergian Termohon untuk nyantri itu dimanfaatkan Pemohon
untuk mengajukan perkara cerai talak in casu.

Selanjutnya, alasan bahwa Pemohon sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan


biologis Termohon akibat tertekan juga amat tidak logis dan mengada-ada.
Kalau tertekan maka tertekan oleh siapa ? Ataukah ketidakmampuan itu
karena keengganan Pemohon karena sudah ada wanita lain selain Termohon?

12
14. Selanjutnya Termohon menyangkal dan menolak alasan-alasan/dalil Pemohon
dalam segenap posita Surat Permohonan Cerai Talak untuk selain dan
selebihnya.

Selain itu Petitum butir ke-3 Surat Permohonan Cerai Talak oleh Pemohon juga
amat tidak patut dan merendahkan martabat sebagai seorang laki-laki.
Termohon tak habis pikir selain jarang memberi nafkah kepada Termohon
meski usaha batiknya menghasilkan keuntungan, amit-amit kenapa Pemohon
masih juga meminta biaya perkara ini ditanggung oleh Termohon.

15. Bahwa berdasarkan hal-hal di atas maka sama sekali tidak terdapat cukup
alasan menurut hukum untuk menjadi dasar permohonan cerai talak
sebagaimana diatur secara limitatif dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 jo. Penjelasan Pasal 39, Undang-Undang No. 1 Tahun
1974.

16. Bahwa selain karena segenap alasan-alasan Pemohon yang diajukan dalam
Surat Permohonan Cerai Talak ini tidak sah serta penyebab dari adanya
sengketa ini adalah terdapat pada diri Pemohon oleh karenanya tidak ada “hak
gugat” atau hak Pemohon untuk mengajukan permohonan cerai talak pada
perkara in casu.

Khusus terhadap alasan syiqaq, maka pihak yang menjadi penyebab tidak
dapat menjadi pihak yang menuntut perceraian. Hal tersebut sebagaimana
Yurisprudensi MA RI No. 2571 K/Pdt./1988. 3

Bahwa putusan MA tersebut sesuai dengan yang digariskan Angka 2 SEMA No.
3 tahun 1981, yang memberi amnat kepada hakim untuk menyelidiki siapa
penyebab perselisihan, sebagai hal yang merupakan dasar bagi hakim untuk
mengambil keputusan. Mengingat penyebab perselisihan tidak mungkin dapat
4
meminta cerai.

3
Varia Peradilan, Edisi no. 53 Tahun V, Jakarta, Februari 1990, hlm 52.
4
M Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Cetakan ke-3, Jakarta, 2005, hlm
129.
13
Sedemikian berdasarkan segala hal di atas adalah adil, wajar dan sesuai
dengan hukum apabila Permohonan Cerai Talak perkara a quo, dinyatakan
ditolak.

III. DALAM REKONPENSI

Bagian dalam Rekonpensi berikut permohonan dalam petitumnya ini adalah


bersifat aksesoria apabila majelis hakim memutuskan memeriksa pokok perkara
dan memberikan izin kepada Pemohon untuk mengucapkan ikrar talak terhadap
Termohon. Rekonpensi ini disusun berdasarkan fakta-fakta sebagai berikut :

1. Segala hal yang termuat di dalam Butir II Dalam KONPENSI di atas, secara
proporsional, mutatis-mutandis, dengan ini dinyatakan termuat lagi pada
bagian REKONPENSI ini;

2. Bahwa pada bagian REKONPENSI ini mohon Termohon KONPENSI disebut


sebagai PENGGUGAT REKONPENSI, sedangkan Pemohon KONPENSI disebut
sebagai TERGUGAT REKONPENSI.

3. Bahwa sebagaimana akan diupayakan pembuktiannya nanti oleh Penggugat


Rekonpensi, penyebab utama dari diajukannya permohonan cerai talak oleh
Tergugat Rekonpensi adalah disebabkan karena Termohon Rekonpensi memiliki
Wanita Idaman Lain (WIL). Namun karena rasa cinta yang besar dari Penggugat
Rekonpensi terhadap Termohon Rekonpensi maka Penggugat Rekonpensi telah
memaafkan semua kesalahan yang dilakukan oleh Tergugat Rekonpensi, dan
Penggugat Rekonpensi ingin tetap mempertahankan keutuhan rumah
tangganya karena ingin membina sebuah rumah tangga yang Sakinah,
Mawadah, Warahmah. Amiin ya rabbalalamin.

4. Peristiwa yang terjadi dan disampaikan oleh Tergugat Rekonpensi adalah hal
kecil, sepele dan amat wajar terjadi dalam perjalanan bahtera rumah tangga.
Tergugat Rekonpensi seperti tidak pernah menghitung jasa keluarga Penggugat
Rekonpensi yang telah membantu dan membiayai sekolah S-2 (Magister
Kenotariatan), menyediakan tempat magang dan saat ini mengusahakan rumah

14
kediaman untuk Penggugat Rekonpensi dengan Tergugat Rekonpensi. Jadi
ibarat pepatah “habis manis sepah dibuang” atau “air susu dibalas air tuba”.
Bahkan tanpa diberi nafkah lahir oleh Tergugat Rekonpensi pun Penggugat
Rekonpensi yakin bahwa rumah tangga masih tetap bisa berjalan baik dan
harmonis, meski saat ini usaha batik Tergugat Rekonpensi sudang berkembang
baik dan mendapat keuntungan besar.

Permasalahan ini sebenarnya tidak perlu terjadi apabila Tergugat Rekonpensi


punya prinsip, mandiri dan tidak mau urusan rumahtangganya senantiasa
dicampuri dan diatur orang tuanya.

5. Karena permohonan cerai talak tidak mencantumkan hak-hak Penggugat


Rekonpensi, maka adalah wajar apabila dalam petitum bagian rekonpensinya
nanti Penggugat Rekonpensi mengajukan hak-haknya. Dengan dasar
pengeluaran rumah tangga kurang lebih sebesar Rp. 1.000.000,- maka hak-hak
Penggugat Rekonpensi diperhitungkan sebagai berikut :

a. Nafkah Madyah (terhutang)


36 bulan x Rp. 1.000.000,- = Rp. 36.000.000,-
b. Nafkah iddah
3 bulan x Rp. 1.000.000,- = Rp. 3.000.000,-
c. Nafkah Mut’ah
Sebesar Rp. 30.000.000,-

Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka dengan ini Termohon Konpensi/Penggugat


Rekonpensi, bermohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara a quo untuk
menjatuhkan putusan sebagai berikut :

I. PRIMAIR
A. DALAM EKSEPSI
1. Menerima Eksepsi Termohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima.

B. DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI


Menghukum Pemohon untuk menanggung biaya perkara yang timbul;

15
Atau, apabila majelis berpendapat lain,

I. PRIMAIR
A. DALAM EKSEPSI
1. Menolak Eksepsi Termohon untuk seluruhnya;
B. DALAM KONPENSI
1. Menerima Jawaban Termohon untuk seluruhnya;
2. Menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
C. DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI
Menghukum Pemohon untuk menanggung biaya perkara yang timbul;

Atau, apabila majelis berpendapat lain,

I. PRIMAIR
A. DALAM EKSEPSI
1. Menolak Eksepsi Termohon untuk seluruhnya;
B. DALAM KONPENSI
1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk sebagian.
2. Memberi izin kepada Pemohon untukmengucapkan Ikrar Talak.
C. DALAM REKONPENSI
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat Rekonpensi untuk
seluruhnya;
2. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar : Nafkah
Terutang sebesar Rp. 36.000.000,-, nafkah Iddah sebesar Rp.
3.000.000,- dan Nafkah Mut’ah sebesar Rp. 30.000.000,- kepada
Penggugat Rekonpensi
D. DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI
Menghukum Pemohon Konpensi/Tergugat Rekonpensi untuk
menanggung biaya perkara yang timbul;

II. SUBSIDAIR
Mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)

16
Demikian atas budi baik dan jerih-payah Pengadilan Agama Yogyakarta, kami
menyampaikan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Sleman, 19 Oktober 2009.


Hormat takzim
Termohon/Penggugat Rekonpensi berikut Kuasanya,

Zahru Arqom, S.H., Dony Hendrocahyono, S.H.

17

Anda mungkin juga menyukai