Anda di halaman 1dari 17

“Tugas PAI”

MAKALAH AQIDAH dan TASAWUF

Disusun Oleh :
 Hafid Awaludin
 Hidayat Sudrajat
 Gustaf Hendrik
 Syifa Rizqia Febiandita

KELAS A2 PRODI SISTEM INFORMASI


FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SERANG RAYA
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aqidah dan Tasawuf” tepat waktu.
Makalah Aqidah dan Tasawuf disusun guna memenuhi tugas Dosen pada mata kuliah di
Universitas Serang Raya. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang Aqidah dan Tasawuf dalam Islam.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu selaku dosen mata
kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang
telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Serang, 18 Oktober 2020

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar.........................................................................................................................i

Daftar Isi...................................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan....................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................1

1.3 Tujuan ......................................................................................................................1

Bab II Pembahasan...................................................................................................................2

2.1 Pengertian Aqidah ....................................................................................................2

2.2 Klasifikasi Aqidah Islam...........................................................................................2

2.3 Jenis-jenis Argumentasi dalam Aqidah Islam...........................................................3

2.4 Kaidah Aqidah Islam............................................................................................... 4

2.5 Tingkatan Aqidah Islam........................................................................................... 6

2.6 Tujuan Aqidah Islam................................................................................................ 6

2.7 Pengertian Tasawuf.................................................................................................. 7

2.8 Perjalanan Menuju Tasawuf...................................................................................10

2.9 Ciri Umum Tasawuf...............................................................................................12

2.10 Tujuan Tasawuf....................................................................................................12

Bab II Penutup.......................................................................................................................13

Daftar Pustaka........................................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Banyak hal yang dapat dimasukkan dalam materi pengantar studi islam, namun dalam
pengertian ini materi pengantar studi islam memiliki kesamaan dengan ajaran islam yaitu
akidah, syari’ah dan tasawuf.

Akidah merupankan ilmu yang membicarakan perkara-perkara yang berkaitan dengan


keimanan dan keyakinan terhadap Allah swt dan sifat-sifat kesempurnaan-Nya.

Syari’ah merupakan jalan yang di tetapkan oleh Tuhan dimana manusia harus mengarahkan
hidupnya untuk merealisir ke hendak-Nya .

Sedangkan, tasawuf merupakan ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa,
menjernihkan akhlak, membangun dhahir dan batin, untuk memperoleh kebahagiaan yang
abadi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang di maksud akidah ?

2. Apa yang di maksud tasawuf ?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui pengertian akidah dan ruang lingkupnya

2. Mengetahui pengertian tasawuf

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN AKIDAH

Secara etimologi, akidah berasal dari bahasa arab yang berasal dari kata al-‘aqdu (‫العقد‬
) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (‫ ) التوثيقا‬yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat,
al-ihkaamu (‫ )االحكام‬yang berarti mengkokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (‫بقوة‬
‫ )الربط‬yang berarti memikat dengan kuat.

Sedangkan menurut terminologi, akidah adalah perkara yang wajib di benarkan oleh
hati dan jiwa menjadi tentram karenanya,sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan
kokoh,yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.

Jadi, akidah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan
segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-
malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari akhir, takdir baik dan buruk dan
mengimani seluruh apa-apa yang menjadi ijma’, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik
secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur’an dan As-
Sunnah yang shahih serta ijma’ Salaf as-Shalih.

Ruang Lingkup Pembahasan Akidah

2.2. KLASIFIKASI AQIDAH ISLAM

Menurut Hasan al-Banna sistematika ruang lingkup pembahasan akidah adalah:

1. Ilahiyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ilahi seperti
wujud Allah dan sifat-sifat Allah,dan lain-lain.

2. Nubuwat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan
Rosul,termasuk pembahasan tentang Kitab-Kitab Allah,mujizat,dan lain sebagainya.

3. Ruhaniyah yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik seperti Malaikat,Jin,Iblis,Syaitan,Roh,dan lain sebagainya.

2
4. Sami’yyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat
sami’(dalil naqli berupa Al-Qur’an dan sunnah)seperti alam barzakh,akhirat,azab
kubur,tanda-tanda kiamat,surga,neraka dan lainnya.

Tauhid itu ada empat macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid
Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila
yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke
dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah
pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid
Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya
kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40.

Walupun masalah qadha’ dan qadar menjadi ajang perselisihan dikalanganumat islam, tetapi
Allah telah membukakan hati para hamba-Nya yang sberiman, yaitu para Salaf Shalih yang
mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut
mereka qadha’ dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhluk-Nya.

Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad
berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi,Qadar (takdir) termasuk
qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah
yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada
Lauh Mahfudz dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik
atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah
terjadi atau berdasarkan nash yang benar.

2.3 JENIS-JENIS ARGUMENTASI DALAM AQIDAH ISLAM

1. Aqal (logika) : yaitu berpikir adanya Tuhan dengan menggunakan akal sehat, hukum akal
terbagi atas tiga berikut :

a. Wajib aqli (keharusan akal) ialah penolakan akal terhadap ketiadaan. Sesuatu yang tidak
dapat diterima ketiadaannya. Contoh : satu separo dari dua, adanya pencipta alam jagat raya
dan isinya. Contoh pertama disebut wajib aqli badihi (jelas dan mudah dimengerti) dan
contoh kedua disebut wajib aqli nazhari (jelas tetapi membutuhkan pembuktian).

b. Mustahil aqli (tidak mungkin) ialah penolakan akal terhadap ketetapan adanya. Sesuatu
yang tidak dapat diterima adanya oleh akal sehat. Contoh : tiga separo dari sepuluh dan
adanya teman bagi pencipta alam semesta (Allah). Contoh pertama disebut mustahil aqli

3
badihi (jelas dan dimengerti tidak membutuhkan pembuktian) dan contoh kedua disebut
mustahil aqli nazhari (membutuhkan pembuktian).

c. Jaiz aqli (mungkin) ialah penerimaan akal terhadap keberadaan dan ketiadaan. Sesuatu
yang dapat diterima oleh akal sehat adanya dan diterima pula ketiadaannya. Contoh :
Muhammad bisa pergi ke sekolah dan batu menjadi emas dengan izin Allah. Contoh pertama
disebut jaiz aqli badihi (tidak membutuhkan pembuktian disebut juga jaiz aqli ‘adi atau
kebiasaan dan tidak dianggap aneh oleh akal) dan contoh kedua disebut jaiz aqli ghairi badihi
(yang membutuhkan pembuktian), disebut juga jaiz aqli gairi ‘adi (tidak biasa) hal itu jarang
terjadi. Pada awalnya akal menganggap aneh, tetapi ketika hal itu dikaji dengan bukti-bukti,
ternyata hal itu mungkin terjadi dan tidak mustahil adanya.

2. Naqal (wahyu: lafdzi dan maknawi ) : yaitu berpikir dan meyakini adanya Tuhan dan
ciptaan-Nya berdasarkan dalil yang diambil atau naqal dari firman Allah dan sabda Nabi.

2.4 KAIDAH AQIDAH ISLAM

1. Apa yang saya dapat dengan indera saya, saya yakin adanya, kecuali apabila akal saya
mengatakan “tidak”berdasarkan masa lalu.

Contoh : apabila saya pertama kali melihat sepotong kayu di dalam gelas berisi air putih
kelihatan bengkok, atau melihat tiang-tiang listrik bergerak dilihat dari jendela kereta api
yang sedang berjalan, atau melihat fatamorgana, tentu saya akan membenarkannya. Tetapi
bila terbukti kemudian hasil penglihatan indera saya itu salah, maka untuk kedua kalinya bila
saya melihat hal yang sama, akal saya langsung mengatakan tidak demikian hal yang
sebenarnya,

2. Keyakinan, di samping diperoleh dengan menyaksikan langsung, juga bisa melalui berita
yang diyakini kejujuran si pembawa berita.

Contoh : anda belum pernah ke India, Brazil atau Mesir, tapi anda meyakini negeri-negeri
tersebut ada. Anda meyaknin kenyataan sejarah itu berdasarkan berita yang anda terima dari
sumber terpercaya. Bahkan, kalau seseorang memperlihatkan apa-apa yang di yakini adanya,
ternyata belum disaksikannya lebih banyak dari yang sudah di saksikannya.

3. Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda tidak bisa
menjangkaunya dengan indera mata.

4
Kemampuan panca indera sangat terbatas. Di sebuah ruangan yang sepi dan sunyi, anda tidak
bisa mendengar apa-apa, padahal di udara dalam ruangan itu ada bermacam-macam suara
dari bermacam-macam pemancar radio atau telepon. Oleh sebab itu, seseorang tidak bisa
memungkiri wujudnya sesuatu hanya karena inderanya tidak bisa menyaksikannya.

4. Seseorang hanya bisa menghayalkan sesuatu yang sudah pernah di jangkau oleh panca
inderanya.

Khayal manusia terbatas. Anda tidak akan bisa mengkhayalkan sesuatu yang baru sama
sekali. Waktu anda mengkhayalkan kecantikan seseorang secara fiktif, anda akan
menggabung-gabungkan unsur-unsur kecantikan dari banyak orang yang sudah pernah anda
lihat. Terikat dengan hukum-hukum tertentu, anda tidak akan bisa mengkhayalkan suara yang
nadanya merdu, atau parfum yang baunya merangsang, karena suara, bau dan warna terikat
dengan hukum masing-masing.

5. Akal hanya bisa menjangkau hal-haal yang terikat dengan ruang dan waktu.

Saat mata dekatkan bahwa tiang-tiang listrik berjalan waktu, kita menyaksikan lewat jendela
kereta api, akal dengan cepat mengoreksinya. Tapi apakah akal bisa memahami dan
menjangkau segala sesuatu? Tentu tidak, karena kemampuan akal pun terbatas. Akal tidak
bisa menjangkau yang tidak terikat dengan ruang dan waktu. Bisakah akal anda menjelaskan
kapan terjadi sesuatu peristiwa kalau peristiwa tidak terjadi dulu.

6. Iman adalah fitrah (insting bawaan) setiap manusia, mengimani adanya Tuhan.

Pada saat manusia termasuk yang mengaku tidak bertuhan kehilangan harapan ingin hidup,
padahal dia masih ingin hidup, fitrahnya akan menuntun dia untuk meminta kepada Tuhan.
Saat benda terjatuh dari tangan anda, anda pasti akan mengatakan, oh Tuhan. Fitrah tersebut
potensi dasar, yang perlu dikembangkan dan dipelihara, karena fitrah bisa tertutup oleh
bermacam-macam hal.

7. Kepuasan material dunia sangat terbatas.

Manusia tidak akan puas dengan material. Apabila keinginannya tercapai dan berubah
menjadi sesuatu yang “biasa”, maka ia tidak lagi merasakan kepuasan. Oleh karena itu,
manusia memerlukan alam lain sesudah dunia ini untuk mendapatkan kepuasan yang hakiki.

8. Keyakinan tentang hari akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan tentang adanya
Allah SWT.

5
Bila anda beriman dengan adanya Allah, tentu beriman dengan sifat-sifat-Nya, termasuk sifat
adil. Kalau tidak ada kehidupan lain di akhirat, bisakan keadilan Allah terlaksana? Bukankah
tidak semua penjahat menanggung semua kejahatannya? Dan sebaliknya. Oleh sebab itu,
iman anda dengan Allah menyebabkan anda beriman dengan adanya alam lain sesudah alam
dunia ini, yakni hari akhir.

2.5 TINGKATAN AQIDAH ISLAM

Aqidah atau iman yang dimilikiseseorang tidak selalu sama dengan orang lain. Ia memiliki
tingkatan-tingkatan tertentu tergantung pada upaya orang tersebut. Tingkatan-tingkatan
aqidah tersebut adalah :

1. Taqlid; yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas pendapat orang yang diikutunya
tanpa dipikirkan.

2. Yakin; yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas bukti, dan dalil yang jelas, tetapi
belum sampai menemukan hubungan yang kuat antara obyek keyakinan dengan dalil atau
argumentasi yang diperolehnya.

3. ‘Ainul yakin; yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah
dan mendalam, sehingga mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan
dalil-dalil serta mampu memberikan argumentasi yang rasional terhadap sanggahan-
sanggahan yang datang.

4. Haqqul yakin; yaitu tingkat keyakinan yang disamping didasarkan atas dalil-dalil
rasional, ilmiah, dan mendalam, serta mampu membuktikan hubungan anatara obyek
keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu memberikan argumentasi yang rasional dan
selanjutnya dapat menemukan dan merasakan keyakinan tersebut melalui pengalaman
agamanya.

2.6 TUJUAN AQIDAH ISLAM

1. Meluruskan kepercayaan (iman) dan meneguhkan keyakinan (ideologi).

2. Memupuk dan mengembangkan dasar-dasar ketuhanan yang ada sejak lahir,


sebagaimana sabda Nabi : “Setiap anak yang dilahirkan fitrah (bertuhan)”. (HR. Thabrani).

6
3. Memelihara aqidah dari pengaruh kemusyrikan dan kemurtadan, sebagaimana Allah
berfirman
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar”. (QS. 4: 48).

4. Menghindarkan diri dari pengaruh akal dan pemikiran (teori) yang menyesatkan.

2.7 PENGERTIAN TASAWUF

Tasawuf didefinisikan sebagai ajaran yang mementingkan kehidupan akhirat dari pada
kehidupan dunia, penamaannya belum dikenal pada abad permulaan. Tasawuf baru dikenal
sebagai sebuah nama atau sebagai disiplin yang melembaga pada sekitar abad ke dua hijriah.
Namun demikian secara faktual nilai-nilai tasawuf itu sendiri adalah sesuatu yang diajarkan
oleh Rasulullah kepada para sahabatnya. Oleh karena itu dalam pandangan as-Sarraj,
penyebutan istilah tasawuf sebenarnya sudah dikenal di kalangan sahabat Rasulullah. as-
Sarraj membantah pendapat yang menyebutkan bahwa istilah tasawuf pertama kali
dimunculkan oleh para ulama Baghdad. Beliau mengatakan bahwa fenomena perjumpaan
para sahabat Rasulullah dengan Rasulullah sendiri serta keimanan mereka kepada Rasulullah
adalah tingkatan tertinggi dalam derajat al-Ahwâl.

Tentang sejarah timbul nama tasawuf, ada berbagai pendapat membicarakan hal tersebut.
Satu pendapat mengatakan bahwa asal penamaan tasawuf disandarkan kepada Ahl ash-
Shuffah; yaitu sebuah komunitas sahabat Rasulullah dari kaum Muhajirin yang selalu
berdiam diri di masjid Nabawi. Sifat-sifat para sahabat dari Ahl ash-Shuffah ini sangat khas,
seperti sifat zuhud, mementingkan orang lain, tidak banyak bergaul dengan khlayak, tidak
terkait dengan kesenangan duniawi, dan hanya mementingkan akhirat.

Pendapat lain mengatakan bahwa penamaan tasawuf timbul dari sebuah hadits. Diriwayatkan
bahwa suatu hari Rasulullah keluar rumah dengan warna muka yang lain dari biasanya, tiba-
tiba beliau bersabda:

ْ ُ‫ت اليَوْ َم تُحْ فَةٌ لِ ُك ّل ُم ْسلِ ٍم ( َر َواهُ ال ّدا َرق‬


)‫طن ّي‬ ُ ْ‫ فَ ْال َمو‬،ُ‫ص ْف ُو ال ّدنيَا َوبَقِ َي ال َك َدر‬ َ ‫َذه‬
َ ‫َب‬

“Kemurnian dunia telah pergi, dan hanya tersisa kekeruhan, maka kematian hari ini adalah
harapan berharga bagi seorang muslim” (HR. ad-Daraquthni)

7
Dalam hadits ini disebutkan kata “shafw ad-dunyâ”. Kata “shafw” dimungkinkan sebagai
akar dari kata “tasawuf”. Oleh karenanya di kemudian hari, di antara landasan pokok dalam
ajaran tasawuf adalah nilai-nilai yang terkandung dalam hadits ini, yaitu dari sabda
Rasulullah bahwa kematian adalah “pembendaharaan” yang ditunggu-tunggu dan paling
berharga bagi seorang muslim. Dari pemahaman hadits ini kemudian dikenal istilah tasawuf

Pendapat lain mengatakan bahwa nama tasawuf diambil dari akar kata “ash-Shûf” yang
berarti kain wol yang kasar. Penamaan ini diambil dari kebiasaan kaum sufi yang selalu
memakai kain wol kasar karena sikap zuhud mereka. Pendapat lain mengatakan tasawuf di
ambil dari akar kata “Shafâ” yang berarti suci murni. Pendapat lainnya mengatakan berasal
dari akar akar kata “ash-Shaff” yang berarti barisan. Pendapat terakhir ini secara filosofis
untuk mengungkapkan bahwa komunitas sufi seakan berada di barisan terdepan diantara
orang-orang Islam dalam kesucian hati dan dalam melakukan segala perintah Allah dan
Rasul-Nya.

Al-Hâfizh Abu Nu’aim dalam kitab Hilayah al-Auliyâ’ mengatakan bahwa kemungkinan
pengambilan nama tasawuf secara bahasa setidaknya berasal dari salah satu dari empat
perkara. Walau demikian empat perkara ini tidak hanya sebagai pengertian bahasa semata,
namun juga secara hekekat merupakan kandungan dari nilai-nilai tasawuf itu sendiri. Artinya
bahwa empat perkara ini termasuk di antara sifat-sifat yang dipegang teguh oleh kaum sufi,
ialah sebagai berikut:

1. kata tasawuf dapat berasal dari ash-Shûfânah yang berati tanaman rerumputan atau
senama tasawuf dari ash-Shûfânah adalah benar. Ini kerena kaum sufi tidak pernah berharap
kepada sesama makhluk. Di antara yang membenarkan pendapat ini adalah pernyataan
sahabat Sa’ad ibn Abi Waqqash,”

2. kata tasawuf dapat berasal dari ash-Shûfah yang berarti kabilah. Pengambilan nama
tasawuf dari kata ini juga memiliki dasar yang cukup kuat. Karena kaum sufi adalah sebagai
kaum yang memiliki identitas tersendiri yang khas di antara berbagai kaum lainnya. Salah
satu ciri khasnya ialah bahwa seluruh waktu yang mereka miliki dipergunakan hanya untuk
ibadah kepada Allah, . Sifat kaum sufi semacam ini seperti tersirat dalam sebuah hadits ketika
Rasulullah berkata kepada sahabat Ali ibn Abi Thalib:

‫}اس فِي ال} ّدنيَا‬ ِ ‫اع ال َع ْق ِل تَ ْسبِقهُ ْم بال ّد َر َجا‬


ِ }ّ‫ت َوال} ّزلفَى ِع ْن} َد الن‬ ِ ‫ب البِ ّر فَتَقَرَّبْ إلَ ْي ِه بأ ْن َو‬
ِ ‫َّب النّاسُ إلَى خَ الِقِ ِه ْم فِي أ ْب َوا‬
َ ‫يَا َعلِ ّي إ َذا تَقَر‬
‫َو ِع ْن َد هللاِ فِي اآل ِخ َر ِة (رواه الحافظ أبو نعيم‬

8
“Wahai Ali jika orang-orang mendekatkan diri kepada Pencipta mereka dengan berbagai
kebaikan, maka mendekatkan dirilah engkau kepada-Nya dengan mempergunakan akal
(berfikir). Dengan begitu engkau akan mendahului mereka dalam meraih derajat dan
“kedekatan” (kemuliaan) di antara sesama manusia di dunia dan kepada Allah di akhirat”.
(HR. Abu Nu’aim).

3. kata tasawuf dapat diambil dari Shûf al-Qafâ, yang secara bahasa berarti bulu atau rambut
bagian belakang kepala. Secara filosifis hal ini berarti menggambarkan bahwa kaum sufi
adalah orang-orang yang hanya berserah diri kepada Allah. Ketundukan, kepasrahan, dan
keyakinan mereka kepada Allah tidak dapat tergoyahkan oleh situasi dan kondisi apapun.

4. Diambil dari kata ash-Shûf dalam pengertian bulu domba. Hal ini karena umumnya kaum
sufi memakai pakaian wol kasar yang berasal dari bulu domba. Keadaan ini menunjukkan
sikap zuhud mereka. Karena kain wol yang berasal dari bulu domba karena tidak
membutuhkan biaya. Di samping itu penggunanya sebagai orang yang memiliki ciri cirih
sifat merendahan diri, menghinakan diri, tawadlu, qana’ah dan sifat-sifat khas lainnya.

Definisi tasawuf menurut para Ulama’ dan ajaran-ajarannya

a. Imam al-Junaid al-Baghdadi, pimpinan kaum sufi (Sayyid ath-Thâ-ifah ash-Shûfiyyah),


berkata: “Tasawuf ialah keluar dari setiap akhlak yang tercela dan masuk kepada setiap
akhlak yang mulia”.Pada kesempatan lain beliau berkata: “Kita tidak mengambil tasawuf
dengan banyak berbicara (al-Qâl Wa al-Qîl). Kita mengambil tasawuf dengan banyak lapar
(puasa), bangun malam, dan meninggalkan segala kenikmatan-kenikmatan”.Imam al-Junaid
al-Baghdadi berkata:“Tasawuf adalah sebuah nama yang mengandung sepuluh pokok ajaran :

1. menyedikitkan benda-benda duniawi dan tidak memperbanyaknya.


2. berserah diri kepada Allah.
3. cinta kepada ketaatan dengan mengerjakan segala hal yang disunnahkan.
4. sabar dari kehilangan dunia dengan tidak mengeluh dan meminta-minta.
5. memilih-milih sesuatu ketika hendak mengambil atau mengerjakannya.
6. Hanya sibuk dengan Allah dari segala apapun.
7. banyak melakukan dzikir khafyy.
8. ikhlas dalam segala perbuatan hanya karena Allah saja.
9. keyakinan yang kuat.

9
10. tenang dengan Allah ketika kedatangan rasa gelisah dan dalam keterasingan”.
b. Imam al-Qusyairi “Tasawuf adalah membersihkan kotoran dalam jiwa hingga kotoran
tersebut tidak kembali lagi. Dan apa bila telah “bersih”selalu jaga kebersihan tersebut dengan
selalu mengingat Allah. Sementara itu perkara apapun yang terjadi di sekitar tidak
memberikan pengaruh.

c. Abu al-Hasan al-Farghani bertanya kepada Abu Bakr asy-Syibli:” Tasawuf adalah berada
di jalan Rasulullah, meletakan dunia di belakang punggungnya, dan menundukkan hawa
nafsunya dengan kegetiran-kegetiran”. Definisi lain tasawuf adalah memurnikan hati hanya
bagi Allah Yang mengetahui segala hal yang gaib”. definisi lain mengagungkan segala
perintah Allah dan bersikap lemah lembut kepada semua hamba Allah”.

d. Imam Ma’ruf al-Karkhi berkata: “Tasawuf adalah berusaha meraih hakekat dan
meninggalkan segala apa yang berada di tangan para makhluk”.

e. Imam Abu Ali ad-Daqqaq“tasawuf adalah sebuah jalan yang tidak dapat dilewati kecuali
oleh orang-orang yang telah dibersihkan ruh mereka oleh Allah dari kotoran-kotoran”.

f. Imam Abu al-Hasan an-Nauri “Tasawuf adalah meninggalkan segala keinginan hawa
nafsu”.

2.8 PERJALANAN MENUJU TASAWUF

Menurut al-Ghazali perjalanan yang ditempuh dalam ilmu tasawuf disebut ajaran tarikat,
jalan atau petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan
oleh nabi Muhammad Saw dan dikerjakan oleh para sahabat turun-temurun dan sampai pada
saat ini, dan merupakan tingkatan dari ajaran tasawuf.

Menurut al-Gazali perjalanan atau tarikat yang ditempuh oleh orang-orang sufi melalui
tahapan-tahapan berikut :

1. Taubat; memohon ampun kepada Allah Swt atas segala dosa dan kesalahan, tidak
mengulangi kesalahannya, menyesali kesalahannya, serta istiqamah berbuat kebaikan dengan
taubat nasuha, sebagaimana Allah berfirman yang Artinya : “Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-
mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam
jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”. (QS. At-Tahrim: 8).

10
2. Sabar; berani mengorbankan dan menghadapi persoalan hidup, baik dalam
melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, serta menerima dengan ikhlas
keputusan Allah hasil dari ikhtiarnya, sebagaimana Allah berfirman yang Artinya : “Maka
Bersabarlah kamu dengan sabar yang baik”. (QS. Al-Ma’arij: 5).

3. Faqir; tidak meminta sesuatu lebih dari apa yang ada dalam dirinya, cukup untuk
bekal ibadah kepada Allah, sebagaimana Allah berfirman yang Artinya : “Hai manusia,
kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah dialah yang Maha Kaya (Tidak
memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji”. (QS. Fathir: 15).

4. Zuhud; meninggalkan atau tidak tertarik urusan dunia dan hidup kematerian, dengan
jiwa tidak meletakkan kehidupan dunia sebagai tujuan, sebagaimana Allah berfirman yang
Artinya : “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja,
dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf”. (QS. Yusuf: 20).

5. Wara’; meninggalkan segala benda dan perbuatan didalamnya terdapat benda atau
harta syubhat (diragukan kehalalannya) apalagi yang jelas haram, sebagaimana Allah
berfirman yang Artinya : “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al-Baqarah: 168).

6. Tawakal; menyerahkan dan menerima qada dan takdir Allah dengan jalan berusaha
dan berdo’a, jika mendapatkan yang diinginkan bersyukur dan jika tidak ia tetap bersabar,
sebagaimana Allah berfirman yang Artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada
Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan
urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-
tiap sesuatu”. (QS. At-Thalaq: 3).

7. Ma’rifat; mengetahui dan mengenal Allah dengan dekat, sehingga hatinya melihat
Allah. Menurut ahli sufi pengetahuan tentang Tuhan ada tiga :

a. Pengetahuan awam (mengetahui Allah dengan syahadat)

b. Pengetahuan ulama (mengetahui Allah dengan akal)

c. Pengetahuan sufi (mengetahui Allah dengan hati).

8. Ridha; tidak menentang terhadap qada dan kadar Allah, melainkan menerima dengan
senang, maka ia senang baik menerima nikmat maupun musibah, sebagaimana Allah

11
berfirman yang Artinya : “jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan
mencari keridhaan-Ku”. (QS. Al-Mumtahanah: 1).

9. Mahabbah; cinta kepada Allah yang ditampilkan dalam bentuk kepatuhan tanpa
reserve, penyerahan diri secara total dan pengosongan hati dari segala sesuatu yang dicintai
selain Allah, sebagaimana Allah berfirman yang Artinya: Katakanlah: "Jika kamu (benar-
benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-
dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Ali-Imran: 31).

2.9 CIRI UMUM TASAWUF


Menurut Abu Al-Wafa’Al-Ghanimi At-Taftazani (Peneliti Tasawuf), secara umum
tasawuf mempunyai lima ciri umum, yaitu:
 Peningkatan Moral.
 Pemenuhan Fana (Sinar) dalam realitas mutlak.
 Pengetahuan intinuitif langsung.
 Timbul rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah dalam diri seorang sufi.
 Penggunaan simbol-simbol pengungkapan yang biasanya mengandung harfiah dan
tersirat.

2.10 TUJUAN TASAWUF


Menurut A. Rivay Siregar secara umum tujuan terpenting dari sufi adalah berada
sedekat mungkin dengan Allah. Selain itu tasawuf juga bertujuan untuk mencapai ma’rifat
dengan cara Fana. Arti Fana ialah leburnya pribadi pada kebaqaan Allah di mana perasaan
keinsanan lenyap diliputi rasa ketuhanan dalam keadaan aman. Ketika itu antara diri dan
Allah menjadi satu dalam baqanya tanpa hulul/ berpadu dan tanpa ittihad/bersatu dalam
pengertian seolah-olah manusia dan Tuhan sama.
Terjadinya ma’rifatullah sebenarnya didahului oleh proses terbukanya hijab yang
membatasi hati mutasawwif dengan Allah. Jika penutup itu hilang atau terbuka maka
terjadilah ru’yatullah (melihat Allah) dan alam gaib lainnya dengan mata bathin.
Untuk mencapai ma’rifatullah ada beberapa upaya dalam bertasawuf. Upaya tasawuf
dipahami sebagai proses Takhalli, Tahalli dan berujung pada Tajalli.
1. Takhalli
Adalah upaya keras untuk mengosongkan hatinya dari sifat-sifat yang rendah dan tercela.
Menjauhkan diri dari perbuatan dosa besar dan kecil.
2. Tahalli
Adalah upaya keras menghiasi bathin dengan sifat-sifat terpuji dan mulia, melaksanakan
sungguh-sungguh perbuatan yang wajib dan sunnah dalam agama, banyak banyak bertekun

12
dalam ibadan dan zikir baik dengan emosi harap pada ridho Allah dan takut pada hukum dan
marah-Nya. Maupun dengan emosi ridho dan mahabbah kepada-Nya.
3. Tajalli
Sebagai buah dan upaya dari tahalli maka muncullah karunia Tuhan berupa Tajalli. Yaitu
menjadi tampak atau muncul penampakan Tuhan dalam pandangan batin mereka yang
melakukan takhalli dan tahalli.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Akidah adalah ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan,
atau sebuah keyakinan yang kokoh kepada Allah swt. Dimana tidak ada keraguan di dalam
dirinya . Yakin bahwa Allah itu Esa/satu, dan tidak berbuat kafir atau menyekutukan Allah.

syari’ah adalah aturan-aturan yang berkenaan dengan prilaku manusia, baik yang berkenaan
dengan hukum pokok maupun hukum cabang yang bersumber dari al-Quran dan hadis Nabi
saw.

Tasawuf adalah menghabiskan setiap waktu dari kehidupannya dalam beribadah kepada
Allah; dengan melaksanakan segala kewajiban-kewajiban, menjauhi segala larangan-langan-
Nya dan memperbanyak perbuatan-perbuatan yang sunnah.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://mrofiudin29.blogspot.com/2017/11/makalah-2-aqidah-akhlak-kelas-11.html

http://pengantarstudi.blogspot.com/2015/03/pengertian-akidah-syariah-dan-tasawuf.html

14

Anda mungkin juga menyukai