Anda di halaman 1dari 6

Perencanaan Pajak dalam Pemilihan Pembukuan atau

Pencatatan, Pemeriksaan, Penyidikan dan Sanksi Pajak

Dosen Pengajar : Dewi Murdiawati, SE.,MM

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10

Nadya Zulfa Nafira (2018310483 / FD )


Meuthia Kansha Bisri (2018310493 / FD )
PERENCANAAN PAJAK
STIE PERBANAS SURABAYA
202I
A. PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN DALAM PERENCANAAN PAJAK
Pengertian pembukuan dan pencatatan dimuat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun
193 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Namun, UU tersebut mengalami beberapa kali perubahan, menghasilkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 yang mulai berlaku pada 1 Januari 2008.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 29, pembukuan didefinisikan
sebagai proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi keuangan yang meliputi:
 Harta
 Kewajiban
 Modal
 Penghasilan
 Biaya
 Jumlah perolehan dan penyerahan barang/jasa dalam periode pajak tersebut
Sementara menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 28 Ayat 9, pencatatan
terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang:
 Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk
menghitung pajak terutang
 Termasuk di dalamnya penghasilan bukan objek pajak atau dikenai pajak
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pencatatan dan pembukuan saling terkait.
Secara garis besar, pencatatan merupakan bagian dari pembukuan. Namun, pembukuan juga
harus didasarkan pada pencatatan pajak. 

Perbedaan antara pembukuan dan pencatatan


Ada beberapa faktor yang membedakan kegiatan pembukuan dan pencatatan, yakni sebagai
berikut:
a. Subjek Pajak 
Faktor pertama yang membedakan antara pencatatan dan pembukuan adalah subjek pajak
atau penyelenggara.
Pembukuan diselenggarakan oleh WP Badan atau WP Orang Pribadi (WP OP) yang
melakukan pekerjaan bebas atau kegiatan usaha.
Sementara penyelenggara pencatatan adalah WP OP pekerja bebas atau yang memiliki
kegiatan usaha dengan peredaran bruto dalam satu tahunnya setara atau kurang dari Rp4,8
miliar serta WP OP yang bukan pekerja bebas atau yang tidak melakukan kegiatan usaha.
Dengan kata lain, WP yang tidak melakukan kegiatan usaha tidak diharuskan melakukan
pembukuan tetapi tetap melakukan pencatatan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan
Neto (NTPN) yang wajib dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam kurun waktu
tiga bulan pertama dari tahun pajak terkait.

b. Syarat
Perbedaan dalam kegiatan pembukuan dan pencatatan juga dapat dilihat dari segi
persyaratannya.
Adapun syarat-syarat dalam penyelenggaraan pembukuan pajak adalah sebagai
berikut:
 Pembukuan diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
 Pembukuan diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka
Arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam
bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
 Pembukuan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat
diselenggarakan oleh wajib pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
 Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau
stelsel kas.
 Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang.

Sedangkan syarat pencatatan meliputi:


 Pencatatan dalam setahun harus dilakukan secara kronologis.
 Pencatatan harus diselenggarakan secara teratur dan mencerminkan keadaan
sebenarnya. 
 Pencatatan harus dilakukan dengan menggunakan huruf latin, angka Arab dan satuan
mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia.
 Pencatatan harus memuat peredaran atau penerimaan bruto/dan atau jumlah
penghasilan bruto yang diterima/diperoleh serta penghasilan yang bukan objek pajak
dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
 Apabila wajib pajak memiliki lebih dari satu jenis usaha, maka pencatatan harus
mendeskripsikan secara jelas masing-masing jenis usaha, atau lokasi usaha yang
bersangkutan.
 Wajib orang pribadi harus melakukan pencatatan atas harta dan kewajiban.
Itulah beberapa hal yang membedakan antara pembukuan dan pencatatan.
Perlu diingat, segala bentuk catatan, dokumentasi atau bukti yang digunakan sebagai dasar
pembukuan dan pencatatan yang dikelola secara elektronik harus disimpan selama 10 tahun
di Indonesia, yang merupakan tempat tinggal WP OP atau lokasi pengoperasian WP Badan.
Dalam pembukuan laporan keuangan perusahaan tak lepas dari unsur perpajakan di dalamnya
yang harus dipenuhi oleh WP.

B. PEMERIKSAAN DALAM PERENCANAAN PAJAK


Sementara itu pemeriksaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencari,
mengumpulkan, serta mengolah data atau keterangan lain guna untuk pengawasan kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak sesuai dengan peraturan dalam undang-undang
perpajakan yang berlaku. Untuk menghadapi wajib pajak dalam mengadakan pembukuan
maka DJP menunjuk KPP sebagai instansi yang memiliki wewenang dalam bidang
perpajakan yang diberikan sepenuhnya oleh undang-undang guna untuk mengadakan
pemeriksaan pembukuan terhadap wajib pajak. 

Jika DJP dan KPP mendapat keraguan terhadap ketentuan pembukuan yang dibuat oleh WP
maka Direktur Jenderal Pajak dapat menugaskan seorang akuntan untuk mengadakan
pemeriksaan atas semua pembukuan WP sampai pada bukti-bukti mendasar dan dapat
dilakukan pemeriksaan secara sektoral atau pemeriksaan atas bagian tertentu dalam
pembukuan. Dalam melakukan pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan dapat dilaksanakan
di tempat usaha atau tinggal wajib pajak.

C. PENYIDIKAN DALAM PERENCANAAN PAJAK


Nah, dan yang terakhir adalah penyelidikan. Penyelidikan itu sendiri merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dimana
dengan adanya bukti tersebut membuat adanya titik terang atas tindak pidana dalam bidang
perpajakan yang terjadi dan dapat menemukan tersangka serta mengetahui besarnya pajak
terutang yang diduga digelapkan dalam tindak pidana tersebut. 

Penyidikan tindak pidana pada dasarnya hanya dapat dilakukan oleh pejabat pegawai negeri
sipil tertentu yang berada dalam lingkungan DJP yang diberi penugasan atau wewenang
khusus sebagai penyidik tindak pidana yang terjadi dalam perpajakan.
Tindak pidana dalam bidang perpajakan ini dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang
dilakukan oleh WP. Kealpaan itu sendiri merupakan sesuatu yang terjadi ketika WP alpa atau
dengan sengaja tidak menyampaikan SPT ataupun menyampaikan SPT namun isinya tidak
benar dan tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian yang berdampak pada
pendapatan negara. 

Anda mungkin juga menyukai