Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Transposon
Banyak orang beranggapan bahwa DNA (Deoxyribonucleic Acid) yang berisi
kode genetik merupakan bagian dari sel yang komposisinya tetap, tanpa ada
perubahan sepanjang hidup suatu makhluk hidup. Pada awal tahun 1940-an, Barbara
McClintock menemukan fakta bahwa ternyata beberapa urutan kode genetik pada
DNA dapat berubah posisi secara acak.
Peneliti tersebut kemudian mengetahui bahwa ada bagian tertentu dari DNA
memiliki kemampuan untuk berpindah baik di dalam suatu kromosom yang sama
atau ke kromosom yang lain. Dia menyebut bagian DNA tersebut sebagai jumping
genes. Cara perpindahan gen ini dapat beragam antara lain dengan membuat salinan
dirinya kemudian salinan ini menyisip pada posisi DNA lain atau langsung terpotong
dari tempat semula untuk berpindah ke bagian lain, yang dikenal sebagai metode cut
and paste.
Urutan kode yang dapat berpindah ini disebut dengan elemen genetik yang
transposabel atau singkatnya disebut transposon. Penelitian menunjukkan bahwa
elemen ini ada pada makhluk hidup yang sederhana yaitu organisme yang tidak
memiliki membran inti sel (prokariotik) dan makhluk hidup yang memiliki membran
inti sel (eukariotik), sehingga keberadaannya dapat ditemui mulai dari bakteri hingga
pada manusia. Aktivitas dari transposon dapat mengganggu kode genetik normal
yang dibawa oleh DNA sehingga dapat menyebabkan matinya ekspresi suatu gen,
menghambat pembentukan protein atau malah meningkatkan aktivitas pembentukan
protein yang mengakibatkan peningkatan produksi protein.

B. Elemen Transposabel pada Jagung


Elemen transposabel yang ditemukan oleh Barbara McClintock terdapat pada
gen jagung. Peneliti ini menyadari bahwa pola warna yang tidak biasa pada jagung
terkait dengan kerusakan pada bagian tertentu dari kromosom jagung tersebut.
Melalui analisis ketidakstabilan genetik pada jagung yang mengalami kerusakan
kromosom, diketahui bahwa kerusakan tersebut terjadi pada bagian dimana elemen
transposabel berada. McClintock menyimpulkan hal tersebut berdasarkan hilangnya
penanda genetik tertentu yang ia berikan pada DNA jagung yang rusak. Pada
beberapa eksperimen, McClintock menggunakan penanda yang mengkontrol
deposisi pigmentasi pada aleuron, membran terluar dari endosperm biji jagung.
Penanda tersebut adalah alel pada lokus C pada lengan pendek dari kromosom
kesembilan. Alel yang disebut CI ini, adalah inhibitor dominan dari pewarnaan
aleuron sehingga biji yang memiliki alel ini menjadi tidak berwarna. McClintock
memfertilisasikan bunga betina CC dengan polen dari bunga jantan CI CI dan
hasilnya adalah biji yang endospermnya memiliki kromosom CI CC. Walaupun
banyak dari biji ini tersebut tidak berwarna, beberapa menunjukkan adanya pigmen
ungu kecoklatan.
McClintock beranggapan bahwa alel inhibitor CI telah hilang beberapa saat
selama pembentukan endosperm. Genotip dari klon ini kemungkinan adalah –CC
dan yang hilang adalah alel CI. Kerusakan pada suatu lokasi ini melepaskan segmen
kromosom dari sentromernya sehingga membentuk fragmen asentrik.
McClintock menemukan bahwa kejadian seperti ini secara berkala. Dia
memberi nama faktor yang menyebabkan kerusakan ini Ds (disosiasi). Pada
ekperimen tersebut, kromosom yang membawa alel CI juga membawa faktor Ds. Jika
sendirian, faktor ini tidak mampu untuk mempengaruhi kerusakan kromosom. Ds
diaktifkan oleh faktor lain yang disebut Ac (aktivator). Dua faktor inilah yang
menyebabkan ketidakstabilan genetik pada kromosom kesembilan.
Baik Ac maupun Ds inilah yang merupakan bagian dari elemen transposabel.
Elemen ini secara struktur saling terhubung dan dapat memasuki lokasi berbeda pada
kromosom. Ketika salah satu dari elemen ini masuk atau berada dekat sebuah gen,
fungsi dari gen tersebut telah berubah. Bahkan fungsi dari gen tersebut bisa benar-
benar hilang. Oleh karena itu, McClintock juga menyebut Ac dan Ds sebagai elemen
pengontrol.
Perunahan materi genetik yang diakibatkan oleh elemen kontrol ini tidak tetap.
Sebagai contoh, salah satu perubahan dari lokus bronze yaitu bz-m2. Perubahan pada
lokus tersebut diakibatkan oleh insersi dari elemen Ac dan akan berbalik jika elemen
Ac dihilangkan. Sedangkan mutasi yang lain yaitu bz-m1, disebabkan oleh insersi
dari Ds. Namun reversi pada kasus ini hanya terjadi jika elemen Ac muncul di bagian
manapun pada genom. Inilah perbedaan dari kedua alel tersebut. Elemen Ac dapat
aktif sendiri namun Ds tidak. Ketika suatu transposon dapat mengaktifkan dirinya
sendiri, maka transposon tersebut berfungsi secara autonom, sedangkan jika tidak
maka disebut nonautonom.

C. Elemen Transposabel pada Bakteri


Selain pada tanaman jagung, ketidakstabilan genetik akibat transposon juga
dapat ditemukan pada bakteri. Elemen transposabel pada bakteri yang paling
sederhana adalah rangkaian insersi atau elemen IS. Elemen IS yang homolog
terkadang berkombinasi dengan gen lain untuk membentuk tansposon gabungan,
yang ditandai dengan simbol Tn. Simbol ini juga digunakan untuk menandai
transposon yang tidak mengandung elemen IS, seperti elemen yang disebut sebagai
Tn3. Seperti halnya transposon gabungan, elemen ini juga mengandung gen yang
yang tidak penting untuk transposisi.
Elemen IS merupakan elemen yang terorganisasi secara kompak, biasanya
merupakan urutan sandi tunggal dengan urutan yang sama atau hampir sama dan
pendek pada kedua ujungnya. Ujung urutan ini disebut inverted terminal repeat yang
panjangnya berkisar antara 9 sampai 40 pasang nukleotida. Ketika elemen IS masuk
ke dalam kromosom atau plasmid, elemen ini membuat duplikat dari urutan DNA
pada lokasi insersi. Hasil pengkopian dari duplikasi terletak pada masing-masing sisi
dari elemen tersebut dan disebut sebagai duplikasi lokasi target. Elemen IS kemudian
memediasi integrasi episome ke dalam kromosom bakteri.
Tansposon gabungan terbentuk ketika dua elemen IS saling menginsersi.
Urutan ini dapat diubah oleh kerja sama dari elemen yang mengapitnya. Sebagai
contoh, pada Tn9, elemen IS yang mengapit langsung berorientasi dengan yang
lainnya sedangkan Tn5 dan Tn10 berorientasi terbalik. Masing-masing transposon
gabungan ini membawa gen yang resistan terhadap antibiotik. Tn9 resistan terhadap
chloraphenicol, Tn5 resistan terhadap kanamycin dan Tn10 resistan terhadap
tetracycline. Hal ini menunjukkan bahwa kadang elemen IS pengapit pada
transposon gabungan tidak identik. Pada Tn5, elemen yang terletak di bagian kiri
yaitu IS50L, tidak mampu untuk menstimulasi transposisi. Namun elemen yang
berada di bagian kanan yaitu IS50R mampu melakukannya. Perbedaan ini akibat
adanya perubahan pasangan nukleotida tunggal yang menghalangi IS50L untuk
mensintesis faktor transposisi yang penting. Faktor tersebut adalah protein bernama
transposase yang disintesis oleh IS50R.
Sedangkan Tn3 merupakan elemen dari kelompok transposons yang memiliki
ulangan ujung terbalik sepanjang 38 hingga 40 pasang nukleotid, lebih besar
daripada elemen IS dan biasanya mengandung gen yang dibutuhkan untuk
transposisi. Transposisi pada Tn3 berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama
adalah transposase memediasi penggabungan antara dua molekul sehingga
membentuk struktur yang disebut cointegrate. Selama proses ini, transposon
mengalami replikasi dan masing-masing membentuk sambungan pada cointegrate.
Pada tahap kedua, pengkode tnpR memutuskan mediasi rekombinasi pada lokasi
yang spesifik antara dua elemen Tn3. Tahapan ini muncul pada urutan di Tn3 yang
merupakan lokasi resolusi bernama res, dan menyebabkan timbulnya dua molekul.
Kedua molekul tersebut mengandung kopian dari transposon.

Anda mungkin juga menyukai