Anda di halaman 1dari 28

APLIKASI BERDASARKAN TEORI KEPERAWATAN

DOROTHEA OREM & KATRINE COLCABA


DENGAN PENYAKIT AKUT & KRONIK
PADA KEPERAWATAN ANAK

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II
1. SAFIYAH KAMILAH 2021312002
2. NOVITA SARI 2021312021
3. SRI WAHYUNINGSIH 2021312023

DOSEN:
Ns. Deswita, M.Kep, Sp.Kep.An

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak yang menderita dengan penyakit berat baik bersifat akut maupun kronik
akan memerlukan hospitalisasi. Hospitalisasi merupakan suatu proses yang harus dilalui
anak untuk mendapatkan berbagai tindakan sesuai dengan masalah fisik maupun
psikologis. Dampak hospitalisasi pada anak membutuhkan asuhan keperawatan dengan
melibatkan orang tua pada saat melakukan tindakan (Family Centered Care) (Wong,
Hockenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2009).
Asuhan keperawatan dengan melibatkan orang tua akan sangat berguna
bagi anak yang mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi akibat
infeksi saluran pernapasan yang menimbulkan penumpukan sputum pada jalan
nafas. Selain itu keberhasilan tindakan yang dilakukan pada dasarnya dapat
dipengaruhi oleh kondisi anak juga lingkungan termasuk dukungan orang tua dan
ketakutan anak. Oleh karena itu, kenyamanan juga dapat mempengaruhi
keberhasilan asuhan keperawatan yang dilakukan pada anak sehingga hasil yang
didapatkan adalah kebutuhan oksigenisasi anak terpenuhi sesuai dengan yang
dibutuhkan. (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2009).
Untuk mencapai kenyamanan maka pemenuhan kebutuhan oksigen pasien
harus seimbang antara oksigen yang masuk dan karbondiksida yang dikeluarkan.
Kenyamanan harus menjadi perhatian bagi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi. Asuhan keperawatan yang berfokus pada kenyamanan perlu
dikembangkan dengan berpedoman pada teori keperawatan. Salah satu teori
keperawatan dengan fokus pada kenyamanan adalah model Comfort Katherine
Kolcaba.
Pada penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi fisik atau mental yang
mempengaruhi fungsi sehari-hari individu untuk interval yang lebih lama dari tiga
bulan dalam setahun, dan atau jangka waktu rawat inap lebih dari satu bulan
(Theofanidis, 2010). Anak dengan kondisi penyakit yang kronik membutuhkan
hospitalisasi terus menerus yang akan menyebabkan terjadi keterbatasan pada
aktivitasnya. Anak-anak dengan penyakit kronik umumnya mengalami
peningkatan keterbatasan aktivitas pada usia kurang dari 12 tahun. Keterbatasan
aktivitas ini dapat berarti penurunan dalam jangka waktu yang lama pada
kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kesehariannya seperti mandi,
berpakaian, makan, bangun tidur, berjalan. Selain itu keterbatasan aktivitas juga
terjadi pada aktivitas yang bersifat instrumental seperti menggunakan telepon,
melakukan pekerjaan rumah tangga yang berat belanja, serta menyiapkan
makanan. Kondisi keterbatasan aktivitas seperti sesak saat beraktivitas atau
kelemahan otot.
Pada anak dengan penyakit kronik masalah aktivitas dan istirahat harus
menjadi perhatian perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Asuhan
keperawatan yang benar dan professional adalah yang mengacu pada teori
keperawatan. Teori keperawatan Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dari
Dorothea E. Orem adalah salah satu teori yang menggabungkan aktivitas dan
istirahat menjadi salah saru kebutuhan yang penting untuk dipenuhi terutama
pada anak dengan penyakit kronik.
Berdasarkan uraian diatas maka sangat penting untuk kita ketahui
bagaimana bentuk aplikasi yang diterapkan pada anak sesuai dengan masalah
keperawatan yang ada dengan menggunakan pendekatan kedua teori keperawatan
yaitu Dorothea Orem dan Katrine Colcaba.

1.2 Tujuan Umum


1. Untuk mengetahui bagaiman bentuk penerapan aplikasi yang diberikan
pada anak dengan masalah akut sesuai dengan teori keperawatan Orem.
2. Untuk mengetahui bagaiman bentuk penerapan aplikasi yang diberikan
pada anak dengan masalah akut sesuai dengan teori keperawatan Colcaba.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori Keperawatan Kolcaba
1. Konsep Mayor dan Defenisi
Teori kenyamanan menurut Kolcaba ini menekankan pada beberapa
konsep utama beserta defenisinya antara lain:
1. Kebutuhan Perawatan Kesehatan (Health Care Needs)
Kebutuhan perawatan kesehatan adalah kebutuhan kenyamanan yang
berkembang dari satu situasi stres dalam asuhan kesehatan yang tidak dapat
dicapai dengan sistem dukungan penerima secara umum (tradisional).
Kebutuhan manusia dapat berupa kebutuhan fisiologis, psikospiritual,
sosiokultural, atau lingkungan. Hal ini dapat diidentifikasikan melalui
melakukan observasi, laporan verbal atau nonverbal, dan konsultasi keungan
dan intervensi.
2. Intervensi untuk rasa nyaman (Comfort Interventions)
Intervensi untuk rasa nyaman adalah tindakan keperawatan dan ditunjukan
unutk mencapai kebutuhan kenyamanan penerima asuhan, mencakup
fisiologis, sosial, budaya, ekonomi, psikologis, spiritual, lingkungan, dan
intervensi fisik.
3. Variabel yang mengintervensi (Intervening Variables)
Interaksi yang mempengaruhi persepsi penerima mengenai kenyamanan
sepenuhnya. Hal ini mencakup pengalaman sebelumnya, usia, sikap, status,
emosional, latar belakang budaya, sistem pendukung, prognosis, ekonomi,
edukasi, dan keseluruhan elemen lainnya dari pengalaman penerima. Variabel
intervensi akan memberikan pengaruh kepada perencanaan dan pencapaian
intervensi asuhan keperawatan untuk pasien.
4. Rasa nyaman (Comfort)
Rasa nyaman adalah status yang diungkapkan atau dirasakan penerima
terhadap intervensi kenyamanan yang didapat. Hal ini merupakan pengalaman
yang holistik dan memberikan kekuatan ketika seseorang membutuhkannya.
Ada tiga bentuk kenyamanan yaitu:
a. Relief yaitu suatu keadaan dimana seorang penerima (recipient) memiliki
pemenuhan kebutuhan yang spesifik.
b. Ease yaitu suatu keadaan yang tenang dan kesenangan.
c. Trenscendence yaitu suatu keadaan dimana seorang individu mencapai
diatas masalahnya.
Kolcaba kemudian menderivasi konteks di atas menjadi beberapa hal sebagai
berikut:
a. Fisik yaitu berkenaan dengan sensasi tubuh.
b. Psikospiritual yaitu berkenaan dengan kesadaran internal diri yang meliputi
harga diri, konsep diri, seksualitas, makna kehidupan hingga hubungan
terhadap kebutuhan lebih tinggi.
c. Lingkungan yaitu berkenaan dengan lingkungan, kondisi, pengaruh dari luar
d. Sosial yaitu berkenaan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan
hubungan sosial
5. Perilaku mencari bantuan (Health –Seeking Behaviors)
Perilaku mencari bantu menjabarkan tujuan hasil yang ingin dicapai tentang
makna sehat, yakni sikap penerima berkonsultasi mengenai kesehatannya
dengan perawat.
6. Integritas Institusional (Institutional Integrity)
Perusahaan, komunitas, sekolah, rumah sakit, regional, negara bagian, dan
negara yang memiliki kualitas yang lengkap, utuh, berkembang, etik, dan tulus
akan memiliki integritas kelembagaan. Ketika institusi tersebut menunjukkan
hal tersebut, hal ini akan menciptakan dasar praktik dan kebijakan yang tepat.
7. Praktik Terbaik (Best Practices)
Praktik terbaik diartikan sebagai intervensi yang diberikan petugas kesehatan
sesuai dasar keilmuan dan praktik untuk mendapatkan hasil yang terbaik unutk
pasien dan keluarga.
8. Kebijakan Terbaik (Best Policies)
Kebijakan terbaik institusi dan kebijakan regional dimulai dari adanya protokol
prosedur dan medis yang mudah untuk diakses, diperoleh, dan diberikan. Hal
ini yang disebut sebagai kebijakan yang baik. Keseluruhan konsep-konsep
tersebut berinteraksi dengan berkesinambungan dan kemudian membentuk
sebuah teori dasar kenyamanan dimana teori tersebut dapat dikembangkan
dalam segala aspek dan tidak terbatas hanya kepada intervensi keperawatan.
Adanya hubungan timbal-balik antar konsep pada output memberikan
gambaran bahwa teori ini mampu untuk diaplikasikan dalam sebuah komunitas
yang lebih besar dan diterapkan dalam berbagai macam aturan dan prosedur
dalam masyarakat.

2. PARADIGMA KEPERAWATAN
Konsep teori kenyamanan yang dikembangkan oleh Katharine Kolcaba,
dalam Alligood (2014) menjelaskan tentang metapradigma meliputi:
1. Manusia
Teori Kolcaba menjelaskan bahwa manusia sebagai penerima asuhan
keperawatan mungkin dapat berupa individu, keluarga, institusi atau komunitas
yang membutuhkan asuhan keperawatan. Perawat mungkin juga bisa sebagai
penerima intervensi terkait kenyamanan dilingkungan tempat kerja ketika ada
inisiatif untuk meningkatkan kondisi kerja (Kolcaba, Tilton & Drouin, 2006
dalam Alligood 2014).
Setiap individu menunjukkan respons holistik terhadap stimulus kompleks
yang diterimanya yang akan mempengaruhi keyamananan. Kenyamanan adalah
kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan dan harus dipenuhi oleh setiap individu
(Kolcaba, 1994 dalam Alligood, 2014). Sehingga pencapaian keyamanan seorang
individu akan memberikan kekuatan bagi pasien dalam membentuk sikap
kesadaran terkait kesehatan dirinya (Kolcaba & Kolcaba 1991; Kolcaba, 1994
dalam Alligood, 2014).
2. Lingkungan
Lingkungan adalah berbagai aspek dari pasien, keluarga, atau institusi yang
dapat dimanipulasi oleh perawat, orang yang dicintai, atau institusi untuk
meningkatkan kenyamanan. Integritas institusi didasarkan oleh orientasi sistem
nilai penerima asuhan begitupun sama pentingnya dengan promosi kesehatan,
asuhan holistik dalam konteks keluarga dan pemberi asuhan (Kolcaba, 1997, 2001
dalam Allgood, 2014).
3. Kesehatan
Kesehatan adalah fungsi optimal dari pasien, keluarga, pemberi pelayanan
asuhan kesehatan atau komunitas dalam konteks individu atau kelompok. Pasien
yang menunjukkan kesadaran terkait kesehatan dirinya yang tinggi cenderung
memiliki kepuasan tersendiri dengan asuhan yang diperoleh (Kolcalba, 1997,
2001 dalam Alligood, 2014).
4. Keperawatan
Keperawatan adalah satu pengkajian kebutuhan kenyamanan yang intensif
berupa intuisi atau subjektif atau keduanya, membuat intervensi untuk memenuhi
rasa nyaman, dan evaluasi tingkat kenyamanan setelah implementasi diberikan
kemudian membandingkan dengan tujuan hasil yang diinginkan. Kolcaba
menghubungkan jenis kenyamanan dari penelitian sebelumnya dengan empat
konteks kenyamanan berdasarkan asuhan keperawatan, yaitu konteks fisiologis,
psikospritual, sosiokultural, dan lingkungan.

3. Proses Keperawatan Berdasarkan Teori Kenyamanan (comfort theory)


1. Pengkajian
Perawat melakukan pengkajian secara umum, head to toe yang mengacu
pada analisa kenyamanan pasien klien, yang meliputi fisik, psikospiritual,
lingkungan dan sosiokultural.
a. Kenyamanan fisik (physical comfort)
Yang termasuk kenyamanan fisik meliputi kebutuhan pasien akan status
hemodinamik (kebutuhan cairan, elektrolit, pernafasan, suhu tubuh,
eliminasi, sirkulasi,metabolisme, nutrisi dan lain-lain), nyeri dan
kenyamanan manajemen nyeri, ketidaknyamanan fisik lainnya (yang
dirasakan saat ini atau potensial), kurangnya sensori (alat bantu dengar,
kacamata, bicara pelan, proses berfikir lama).
b. Kenyamanan psikospiritual (psychospiritual comfort)
Yang termasuk pada kenyamanan psikospiritual antara lain kebutuhan
dihadirkan rohaniawan, kecemasan, ketakutan, berdoa dengan perawat
atau yang lainnya, persepsi terhadap penyakit, persepsi terhadap hidupdan
pengalaman hidup.
c. Kenyamanan sosial (sociocultural comfort)
Yang termasuk pada kenyamanan sosial adalah meliputi keuangan,
perencanaan pulang,rutinitas dirumah sakit, kebutuhan pendidikan
kesehatan atau informasikesehatan, kunjungan teman atau
kerabat,hubungan dengan orang lain, dukunganatau kekuatan, ketersediaan
tenaga untukkeberlanjutan perawatan di rumah.
d. Kenyamanan lingkungan (environmental comfort)
Yang termasuk pada kenyamanan lingkungan meliputi privasi, bau,
kebisingan, pencahayaan, tempat tidur yang nyaman, hiasan ruangan dan
lain-lain (Kolcaba, Tilton & Drouin, 2006).
2. Diagnosa Keperawatan
Penerapan penegakan diagnose keperawatan juga dapat diaplikasikan
berdasarkan teori kenyamanan yaitu dengan pengelompokan diagnose
berdasarkan kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural dan lingkungan.
Kolcaba menunjukkan diagnosa keperawatan dengan melihat aspek
kenyamanan. Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan masalah
kenyamanan fisik pada pasien antara lain nyeri akut, deficit volume cairan
baik aktual maupun risiko, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, risiko infeksi, dan risiko jatuh.
3. Intervensi keperawatan
Tahapan intervensi yaitu perencanaan asuhan keperawatan yang akan
dilakukan. Pada tahap intervensi perawat menyusun rencana asuhan
keperawatan berdasarkan masalah yang telah ditetapkan. Rencana asuhan
keperawatan yang dibuat perawat mengacu pada tujuan yaitu untuk
membantu mengatasi masalah pasien.
Intervensi pada teori kenyamanan dikategorikan kedalam tiga tipe intervensi
yaitu:
a. Intervensi untuk kenyamanan standar (standar comfort) adalah intervens
untuk mempertahankan hemodinamik dan mengontrol nyeri.
b. Intervensi untuk pembinaan (choaching) yaitu intervensi yang digunakan
untuk menurunkan kecemasan, menyediakan informasi kesehatan,
mendengarkan harapan pasien dan membantu pasien untuk sembuh.
c. Intervensi yang berhubungan dengan memberikan kenyamanan jiwa
(comfort food for soul) yaitu melakukan sesuatu yang menyenangkan
untuk membuat keluarga dan klien merasa dipedulikan.
4. Implementasi
Tahap implementasi adalah menguji hipotesis. Perawat menggunakan
hipotesis dalam memberikan perawatan langsung sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah disusun berdasarkan masalah dalam tujuan
keperawatan. Perawat menggunakan pendekatan intervensi berdasarkan
prinsip teori kenyamanan yaitu intervensi dalam pemenuhan kebutuhan rasa
nyaman klien baik dari segi fisik, psikospiritual, sosial budaya dan
lingkungan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan dalam mengobservasi respon pasien terhadap
intervensi keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi didasarkan pada
tujuan dan kriteria hasil pada perencanaan keperawatan. Evaluasi dilakukan
dengan mengkaji tingkat kenyamanan isik, psikospiritual, sosial, kultural
dan lingkungan (Aligood, 2014).

2.2 Konsep Teori Keperawatan Orem


2.2.1 FILOSOFI KEPERAWATAN MENURUT OREM
Filosofi keperawatan menurut Orem yaitu mengenai konsep Self Care.
Model konsep selfcare menurut Orem merupakan bentuk pelayanan
keperawatan yang dilakukan oleh seorang individu dalam memenuhi
kebutuhan dasar dengan tujuan mempertahankan kehidupan, kesehatan,
kesejahteraan sesuai dengan sehat dan sakit. Orem mengembangkan teori
selfcare deficit yang merupakan bagian penting dalam keperawatan secara
umum dimana adanya perkiraan penurunan kemampuan dalam perawatan diri
klien, meliputi 3 teori yang berkaitan yaitu:
A. Selfcare
Selfcare merupakan performance atau praktek kegiatan individu untuk
berinisiatif atau membentuk perilaku mereka dalam memelihara kehidupan,
kesehatan dan kesejahteraan. Jika self care dibentuk dengan efektif maka hal
tersebut akan membantu membentuk integritas struktur dan fungsi manusia
dan erat kaitannya dengan perkembangan manusia.
Selfcare agency adalah kemampuan manusia atau kekuatan untuk
melakukan selfcare. Kemampuan individu untuk melakukan selfcare
dipengaruhi oleh basic conditioning factor seperti: umur, jenis kelamin, status
perkembangan, status kesehatan, orientasi social budaya, sistem perawatan
kesehatan, sistem keluarga, pola kehidupan, lingkungan serta ketersediaan
sumber.
Kebutuhan selfcare terapeutik (therapeutic self acredemand) adalah
merupakan totalitas dari tindakan selfcare yang diinisiatif dan dibentuk untuk
memenuhi kebutuhan selfcare dengan menggunakan metode yang valid yang
berhubungan dengan tindakan yang akan dilakukan. Konsep lain yang
berhubungan dengan teori selfcare adalah selfcare requisite. Orem
mengindentifikasikan 3 kategorinya yaitu:
a. Universal meliputi: udara, air, makanan dan eliminasi, aktifitas dan
istirahat, solitut dan interaksi social, pencegahan kerusakan hidup,
kesejahteraan dan peningkatan fungsi manusia.
b. Developmental, lebih khusus dari universal dihubungkan dengan kondisi
yang meningkatkan proses pengembangan siklus kehidupan seperti:
pekerjaan baru, perubahan struktur tubuh dan kehilangan rambut.
c. Perubahan kesehatan (Health deviation) berhubungan dengan akibat
terjadinya perubahan struktur normal dan kerusakan integritas individu
untuk melakukan self care akibat suatu penyakit atau injury.
B. Selfcare deficit
Keperawatan diberikan jika seorang dewasa (pada kusus ketergantungan)
tidak mampu atau terbatas dalam melakukan selfcare secara efektif.
Keperawatan diberikan jika kemampuan merawat berkurang atau tidak dapat
terenuhi atau adanya ketergantungan. Orem mengidentifikasasi 5 metode
yang dapat digunakan dalam membantu selfcare:
a. Tindakan untuk orang lain; b. Memberikan petunjuk dan pengarahan; c.
Memberikan dukungan fisik dan psikologis; d. Memberikan dan
memelihara lingkungan yang mendukung pengembangan personal dan; e.
Pendidikan.
C. Nursing system
Didesain oleh perawat berdasarkan pada kebutuhan selfcare dan
kemampuan pasien melakukan selfcare. Nursing agency adalah suatu properti
atau atribut yang lengkap diberikan untuk orang – orang yang telah dilatih
sebagai perawat yang dapat melakukan, mengetahui dan membantu orang lain
untuk menemukan kebutuhan selfcare terapeautik mereka, melalui pelatihan
dan pengembangan selfcare agency. Orem mengidentifikasi 3 klasifikasi
nursing sistem yaitu:
a. Wholly Compensatory System
Satu situasi dimana individu tidak dapat melakukan tindakan selfcare dan
menerima selfcare secara langsung serta ambulasi harus dikontrol dan
pergerakan dimanipulatif atau adanya alasan alasan medis tertentu.
b. Partly Compensatory System
Suatu situasi dimana antara perawat dan klien melakukan perawatan atau
tindakan lain dan perawat atau pasien mempunyai peran yang besar untuk
mengukur kemampuan melakukan selfcare.
c. Supportive Educative System
Pada sistem ini orang dapat membentuk atau dapat belajar membentuk
internal atau eksternal selfcare tetapi tidak dapat melakukannya tanpa
bantuan. Hal ini juga dikenal dengan supportive developmental system.
Tiga jenis kebutuhan tersebut didasarkan oleh beberapa asumsi, yaitu:
1) Human Being (Kehidupan manusia)
Oleh alam, memiliki kebutuhan umum akan pemenuhan beberapa zat
(udara, air, dan makanan) dan untuk mengelola kondisi kehidupan yang
menyokong proses hidup, pembentukan dan pemeliharaan integritas
struktural serta pemeliharaan dan peningkatan integritas fungsional.
2) Perkembangan manusia
Dari kehidupan didalam rahim hingga pematangan kedewasaan
memerlukan pembentukan dan pemeliharaan kondisi yang
meningkatkan proses pertumbuhan dan perkembangan di setiap periode
dalam daur hidup.
3) Kerusakan genetic
Perkembangan dan penyimpangan dari struktur normal dan interitas
fungsional serta kesehatan menimbulkan beberapa
persyaratan/permintaan untuk pencegahan, tindakan pengaturan untuk
mengontrol perluasan dan mengurangi dampaknya.
Jika terjadi gangguan pada kondisi kesehatannya maka kegiatan
perawatan diri yang berikut ini menjadi suatu keharusan.
1. Mencari dan harus mendapat kepastian dalam memperolah
pertolongan mengatasi masalah kesehatannya.
2. Harus diusahakan suatu cara yang terbaik untuk pelaksanaan ataupun
dilaksanakan oleh pihak lain.
3. Langkah penting (secara medis) dalam hubungannya dengan
diagnosa penanganan dari suatu proses revalidisasi.
4. Pengalaman dan cara mengatasi beban / gangguan yang diperoleh
manusia sebagai akibat yang timbul dari penanganan medis yang
dilakukan.
5. Menyelami dan mengerti pandang seseorang yang ia bentuk terhadap
diri sendirinya sehubungan dengan gangguan kesehatan yang
dialaminya dari tindakan yang sedang dijalaninya.
6. Untuk berusaha dapat hidup dengan suatu cara tertentu dalam
mengantisipasi akibat yang dari masalah kesehatan yang dialaminya
sehingga perkembangan dirinya maupun pertumbuhannya juga dapat
dicapai.

1. PARADIGMA KEPERAWATAN MENURUT OREM


a. Manusia
Orem memandang manusia secara total dan bersifat universal, dimana
mereka membutuhkan perkembangan dan kemampuan perawatan diri
sendiri secara berkelanjutan. Manusia merupakan suatu kesatuan dari
fungsi biologi, simbolik dan sosial.
b. Lingkungan
Lingkungan meliputi: elemen lingkungan, kondisi lingkungan serta
perkembangan lingkungan.
c. Keperawatan
Menurut Orem, keperawatan adalah suatu seni, pelayanan atau bantuan
dan teknologi. Tujuan dari keperawatan adalah membuat pasien dan
keluarganya mampu melakukan perawatan sendiri, diantaranya
mempertahankan kesehatan, mencapai kondisi normal ketika terjadi
kecelakaan atau bahaya, serta mengontrol, menstabilisasi dan
meminimalisasi efek dari penyakit/kondisi kronis atau kondisi
ketidakmampuan.
d. Kesehatan
Sehat adalah suatu kondisi ketika keseluruhan struktur dan fungsi saling
terintegrasi dengan baik. Hal ini memungkinkan manusia mampu
menghubungkan berbagai macam mekanisme secara psikologis, fisiologis
serta melakukan interaksi dengan orang lain.

2. FALSAFAH KEPERAWATAN
Merupakan pandangan dasar tentang hakekat manusia dan esensi
keperawatan yang menjadikan kerangka dasar dalam praktik keperawatan.
Hakekat manusia yang dimaksud disini adalah manusia sebagai makhluk
biologis, psikologis, sosial dan spiritual, sedangkan esensinya adalah falsafah
keperawatan yang meliputi :
 Memandang bahwa pasien sebagai manusia yang utuh (holistik) yang
harus dipenuhi segala kebutuhannya baik kebutuhan biologis, psikologis,
sosial dan spiritual yang diberikan secara komprehensif dan tidak bisa
dilakukan secara sepihak atau sebagian dari kebutuhannya.
 Bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan harus secara langsung
dengan memperhatikan aspek kemanusiaan.
 Setiap orang berhak mendapatkan perawatan tanpa memandang perbedaan
suku, kepercayaan, status sosial, agama dan ekonomi.
 Pelayanan keperawatan tersebut merupakan bagian integral dari sistem
pelayanan kesehatan mengingat perawat bekerja dalam lingkup tim kesehatan
bukan sendiri-sendiri.
 Pasien adalah mitra yang selalu aktif dalam pelayanan kesehatan, bukan
seorang penerima jasa yang pasif.

3. PENGEMBANGAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI


OREM
1) Pengkajian
1. Pengkajian data dasar (nama, umur, sex, status kesehatan, status
perkembangan, orientasi sosio-kultural, riwayat diagnostik dan
pengobatan, faktor sistem keluarga); Pola hidup; Faktor lingkungan.
2. Observasi status kesehatan klien Untuk menemukan masalah
keperawatan berdasarkan self-care defisit,maka perawat perlu
melakukan pengkajian kepada klien melalui observasi berdasarkan
klasifikasi tingkat ketergantungan klien yang terdiri dari Minimal Care,
Partial Care, Total Care.
3. Pengembangan teori Orem dengan masalah fisiologis2 yang terdiri dari
pemenuhan kebutuhan oksigen, pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit,, gangguan mengunyah, gangguan menelan, pemenuhan
kebutuhan eliminasi/ pergerakan bowel, urinary, excrements,
menstruasi, pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat. Secara rinci
pengembangan teori Orem dengan masalah fisiologis adalah sebagai
berikut:

a) Pemenuhan kebutuhan Oksigen meliputi:


Saluran Pernafasan, Pengembangan kapasitas vital paru, Ventilasi
alveolar optimal, Mempertahankan keseimbangan gas diantara
alveolus dan paru, Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap saraf
sentral, Terhentinya pernafsan sementara, Tidak ada respirasi,
Distres respiratori, Penurunan respiratory rate dan kapasitas vital dan
Peningkatan kerja pernafasan
b) Pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit meliputi:
Keadaan yang berkaitan dengan kebutuhan cairan dan nutrisi ,
kemampuan / ketidak mampuan, jenis komunikasi yang tidak
dimengerti, kegagalan mengkomunikasikan kebutuhannya dan
kondisi pemasukan / input asupan nutrisi.
 Jenis makanan dan cairan yang tidak disukai dan mempengaruhi:
1. yang berbeda dengan kebiasaan
2. yang berbeda dari standar
3. yang bertentangan dengan kondisi individu
 Kondisi internal dan eksternal pemasukan makanan dan cairan
1. hal-hal yang perlu diperhatikan
2. manfaat asupan cairan makanan
3. kondisi fisik
4. stimulasi fisik
5. perilaku yang tidak biasa
6. kondisi lingkungan yang mempengaruhi asupan
1. Gangguan mengunyah
A. Kondisi gangguan mengunyah
1. kondisi gigi dan rahang
2. kondisi otot untuk mengunyah
3. nyeri saatmengunyah akibat lesi pada jaringan lunak dan
tulang
4. berurangnya jumlah saliva
5. kebiasaan toidak mengunyah makanan
B. Kondisi dan keadaan gangguan mengunyah
1. kondisi yang berhubungan dengan berkurangnya jumlah
saliva
2. kondisi otot lidah dan pipi / wajah yang terganggu
3. kurang dalam mengunyah makanan
4. Gangguan menelan
2. Pemenuhan kebutuhan eliminasi/pergerakan bowel
A. Perubahan pergerakan bowel dan Faeces
B. Perasaan dan emosi yang mempengaruhi
C. Tingkah laku selama perawatan
D. Lingkungan
3. Urinary
A. Perubahan pola urinary, urin dan integritas organ
B. Perasaan dan emosi yang mempengaruhi
C. Tingkah laku selama perawatan
D. Lingkungan
4. Excrements Keringat
A. Perubahan pola
B. Reaksi klien
C. Tingkah laku selama perawatan
5. Menstruasi
A. Perubahan pola
B. Perasaan dan emosi yang berhubungan
C. Tingkah laku selama perawatan
D. Lingkungan
6. Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat Faktor manusia
A. Gangguan dengan keseimbangan aktivitas dan istirahat
1. Kekurangan dan kelemahan
2. Emosi, keputusasaan, kegembiraan
3. Terjaga sepanjang malam
4. Narkosis, komposmentis
5. Menolak perhatian, konsentrasi pada persoalan di
kehidupannya
6. Ketidakmampuan
7. Ketidak aktifan, immobilitas
B. Gangguan khusus aktifitas dan istirahat
1. Dispneu
2. Nyeri
3. Ketidaknyamanan
4. Sensori
5. Kecemasan, ansietas
7. Faktor lingkungan
A. Lingkungan sosial sesuai dengan keinginan
B. Penggunaan tempat dan waktu
8. Situasi lingkungan
A. Situasi kritis pada keluarga dan tempat tinggal
B. Bencana alam
C. Peperangan

2) DIAGNOSA KEPERAWATAN
Mengacu pada diagnosa keperawatan yang aktual, resiko tinggi dan
kemungkinan. Teori Orem masih lebih berfokus pada masalah fisiologis, namun
diagnosa dapat dikembangkan ke masalah lain sesuai hirarki kebutuhan dasar
yang dikembangkan Maslow.
3) TINDAKAN KEPERAWATAN
Keperawatan diberikan jika kemampuan merawat diri pada klien
berkurang dari yang dibutuhkan untuk memenuhi self care yang sebenarnya
sudah diketahui. Teori Orem mengidentifikasi beberapa metode bantuan, yaitu:
(1) Merumuskan, memberikan dan mengatur bantuan langsung pada klien dan
orang-orang terdekat dalam bantuan keperawatan, (2) Membimbing dan
mengarahkan (3) Memberi dukungan fisik dan psikologis (4) Memberikan dan
mempertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan individu (5)
Pendidikan (6) Berespon terhadap permintaan, keinginan dan kebutuhan klien
akan kontak bantuan keperawatan (7) Kolaburasi, pelimpahan wewenang (8)
Melibatkan anggota masyarakat (9) Lingkungan.
4) EVALUASI
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan pasien atas tindakan
yang telah dilakukan sehingga dapat disimpulkan apakah tujuan asuhan
keperawatan tercapai atau belum. Teori Orem sangat mungkin dikembangkan
karena masalah keperawatan semakin kompleks dan bantuan keperawatan sangat
dibutuhkan, sehingga klien diharapkan tidak selalu bergantung pada perawat
dalam self care.
BAB 3
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN DAN TEORI PERKEMBANGAN DALAM KEPERAWATAN ANAK DENGAN
MASALAH AKUT DAN MASALAH KRONIK DENGAN PENDEKATAN BERBASIS JURNAL

3.1 Aplikasi Keperawatan Penyakit Akut dengan Teori Keperawatan Kolcaba


Penulis Judul Tujuan Metode
(Yeni, 2017) APLIKASI TEORI COMFORT Untuk mengaplikasikan  Desain Penelitian: Studi Kasus
KATHERINE KOLCABA PADA Penggunaan Teori  Sampel: Sampel dalam penelitian ini adalah
Departemen ANAK Comfort (kenyamanan) dalam anak yang di rawat di ruang infeksi dengan
Keperawatan Anak, DALAM PEMENUHAN memenuhi kebutuhan oksigenasi gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
KEBUTUHAN OKSIGENASI pada Anak dengan Masalah ISPA. diantaranya kasus pneumonia, Meningitis TB,
Universitas
DI RUANG PERAWATAN
Muhammadiyah Bronkhiolitis, pneumonia dan HIV dan kasus
Malang pneumonia dengan PDA.
 Waktu dan tempat penelitian: Tempat diadakan
penelitian di ruang perawatan infeksi anak.
Penelitian dilakukan dari mulai Mei sampai
dengan Juni 2014.
Kasus 1:
An. Ek, laki-laki, usia 1 tahun 6 bulan dengan didiagnosis pneumonia. Saat pengkajian pada tanggal 21 April 2014 didapatkan hasil:
keadaan umum: lemah ; tingkat kesadaran: compos mentis ; dan napas sesak. Auskultasi suara napas vesikuler, ronchi di kedua paru dan retraksi
pada dinding dada suprasternal. An. Ek terpasang O2 3 L/mnt nasal canul, naso gastric tube (NGT) dan IVFD di tangan kanan N5 + KCL = 19
ml/jam, AS 6%= 8,3 ml/jam. Hasil pengukuran tanda-tanda vital adalah tekanan darah 95/60 mmHg, suhu 37,8ºC, frekuensi nadi 112 x/menit dan
frekuensi napas 36x/menit. Berat badan 10 kg dan panjang badan 81 cm dengan status gizi cukup. Skor resiko jatuh total 12 dan terpasang kateter.
 Masalah keperawatan yang dirumuskan pada An. Ek yaitu:
1) Bersihan jalan napas tidak efektif 2) Pola napas tidak efektif 3) Risiko defisit volume cairan 4) Risiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh 5) Risiko kerusakan integritas kulit 6) Kecemasan orang tua.

 Intervensi yang telah dilakukan kepada An. Ek diantaranya:


memonitor tanda-tanda vital dan status neurologis, memonitor kepatenan penggunaan oksigen, mengatur posisi semi fowler, mengauskultasi
suara napas, memonitor tanda-tanda dehidrasi, memonitor intake dan output, melibatkan keluarga dalam memantau asupan cairan dan nutrisi,
memberikan terapi sesuai dengan program, memonitor pemeriksaan laboratorium dan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi anak. Pada
hari perawatan kedua belas pasien telah sadar penuh, GCS 15, tidak ada sesak napas, batuk dan demam. Tanda-tanda vital dalam batas normal,
tidak ada tanda-tanda kekurangan cairan, BAB normal, intake dan output seimbang, Anak mengalami peningkatan berat badan secara berkala,
respon verbal anak sudah terlihat dan orang tua sangat senang melihat kondisi anaknya. Dengan kondisi tersebut, pada tanggal 29 April 2014
dokter sudah memperbolehkan anak pulang ke rumah dengan lama perawatan dua belas hari.

Kasus 2:
An. Aq usia 9 bulan perempuan dengan diagnosa Meningitis Tuberkulosa. Saat pengkajian pada tanggal 24 Februari 2014, didapatkan keadaan
umum anak lemah, pengukuran tingkat kesadaran apatis dengan GCS 12 (G3M5V4), napas sesak dan auskultasi suara napas ronchi ada. Hasil
pengukuran tanda-tanda vital pada anak adalah nadi 170 x/menit, suhu 38ºC dan frekuensi pernapasan 58 x/menit terpasang O2 1 L/menit
nasal kanul. Pengukuran tinggi badan didapatkan 70 cm dan berat badan 6600 gram dengan status gizi kurang. Kedua ekstremitas terlihat
spastik. Pada hidung anak terpasang naso gastric tube (NGT) dan nasal kanul. An. Aq juga terpasang intravena kateter dengan pemberian
Nutrimix 31,5 cc/jam. Pada anak juga terpasang kateter.
Perkembangan anak saat ini tidak sesuai dengan usia karena sebelum sakit anak baru bisa duduk. Untuk pemberian nutrisi sebelum dirawat
anak diberikan ASI ditambah susu formula dan saat ini diberikan progestimil 4x60 ml ditambah 4x75ml. Pengobatan yang didapatkan saat
anak dirawat melalui oral adalah INH 1x50 mg, Rifampisin 1x100 mg, Pirazinamide 1x150 mg, Etambutol 1x100 mg, Fenobarbital 1x15 mg,
Vit E 1x150 mg dan melalui intra vena yaitu Ranitidine 3x5 mg, Cefotaxime subactan 4x400 mg, Farmadol 1x75 mg, Flukorazol 1x90 mg
serta pemberian inhalasi Ventolin 1 resp+NaCl 0,9% setiap 8 jam.

 Masalah keperawatan yang dirumuskan pada An. Aq adalah:


1) Gangguan perfusi jaringan serebral 2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas 3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit 4) Risiko
gangguan pertumbuhan dan perkembangan 5) Risiko injuri 6) Kecemasan orang tua 7) Gangguan pengaturan suhu tubuh.

 Intervensi keperawatan yang telah dilakukan diantaranya:


memonitor tanda-tanda vital, memonitor status neurologi, membantu anak mengeluarkan sputum, mengatur posisi anak, memberikan kompres
hangat, memonitor keseimbangan cairan, memonitor intake dan output, mengajarkan orang tua untuk mestimulasi perkembangan anak,
menjelaskan kepada orang tua prosedur yang dilakukan kepada anaknya, memberikan terapi sesuai program dan menciptakan lingkungan
yang nyaman bagi anak. Pada hari perawatan ke tiga puluh empat An. Aq sadar penuh, tidak demam, ekstremitas masih mengalami spastik.
Dokter sudah memperbolehkan An. Aq pulang dengan tindak lanjut pengobatan ke poly klinik anak sesuai dengan jadwal.
Pembahasan:
Berdasarkan kedua kasus diatas Asuhan keperawatan yang dilakukan pada kedua anak dengan masalah ISPA yang menyebabkan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenisasi. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi ini berdampak pada ketidaknyamanan fisik, gangguan
psikospiritual yang tercermin pada kekhawatiran keluarga terhadap kondisi anak, gangguan sosiokultural dan lingkungan. Merumuskan
diagnosa keperawatan yang dilakukan dengan mengidentifikasi masalah berdasarkan struktur taksonomi comfort Kolcaba. Intervensi
keperawatan berpedoman kepada tiga tipe kenyamanan yang dikelompokkan berdasarkan kebutuhan rasa nyaman pasien meliputi: 1)
intervensi yang dilakukan secara standar (tehnikal) untuk mengatasi kebutuhan rasa nyaman fisik 2) intervensi pelatihan/ajakan (coaching)
untuk kenyamanan sosiokultural 3) intervensi comforting untuk kebutuhan rasa nyaman psikospiritual dan lingkungan.
Batasan karakteristik masalah keperawatan dibuat berdasarkan analisa yang merujuk kepada NANDA (2012) dengan merumuskan masalah
utama yang muncul pada kedua kasus adalah gangguan bersihan jalan napas tidak efektif, pola napas tidak efektif. Tindakan sebagai upaya
untuk mengurangi gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi melalui tindakan kolaborasi yaitu: terapi farmakologi dan non farmakologi
diantaranya adalah pemberian oksigen, inhalasi, fisioterapi dada dan suction. Secara tidak langsung tindakan tersebut membuat anak
mengalami ketidaknyamanan.
Salah satu prinsip atraumatic care pada anak yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalkan dan mencegah trauma pada anak
(Hockenberry & Wilson, 2009). Pada umumnya anak akan memperlihatkan reaksi kecemasan dan sress pada waktu dilakukan Tindakan.
Kondisi anak pada saat dilakukan tindakan akan berdampak terhadap efektivitas terapi yang diberikan. Kepatuhan anak dalam menjalani
terapi memberikan kontribusi untuk keberhasilan terapi pada anak dengan masalah infeksi pernapasan (Ari & Fink, 2011). Espokito, et al
(2016) mengatakan pemberian inhalasi sebaiknya dilakukan pada kondisi anak terjaga supaya anak tidak mengalami trauma yang akan
berdampak untuk pemberian terapi selanjutnya.
Implementasi yang dilakukan terkait kebutuhan kenyamanan fisik anak adalah dengan melakukan melakukan penilaian status pernapasan
anak dengan tindakan inhalasi. Keefektivitas tindakan inhalasi dapat ditingkatkan dengan meminimalkan trauma pada anak. Hal ini dilakukan
dengan memberikan edukasi kepada orang tua dan melibatkan orang tua dalam memberikan tindakan inhalasi. Implementasi lain yang
lakukan untuk mengurangi penumpukan sputum pada jalan napas adalah dengan fisioterapi dada. Prasad (2010) menganjurkan dilakukan
tindakan fisioterapi dada pada anak yang mengalami penumpukan sputum dan tidak mampu batuk efektif dengan tujuan membantu
mengeluarkan sekret dari paru-paru.

3.2 Aplikasi Keperawatan Penyakit Kronik dengan Teori Keperawatan Orem

Penulis Judul Tujuan Metode


(Ananditha, 2015) SELF CARE DEFICIT NURSING Untuk mengaplikasikan  Desain Penelitian: Studi Kasus
THEORY (SCDNT): NURSING
Asuhan keperawatan yang  Sampel: Sampel dalam penelitian ini adalah an.
Departemen CARE PADA ANAK LEUKEMIA
USIA TUJUH TAHUN. benar dan professional yang
Keperawatan Anak, mengacu pada teori T dengan usia 7 yahun yang mengidap
Universitas keperawatan. Teori Leukimia yang memiliki masalah dalam
Muhammadiyah keperawatan Self Care
Surabaya Deficit Nursing Theory kebutuhan aktivitas dan istirahat.
(SCDNT) terutama pada
anak dengan penyakit
kronik.
HASIL

Kasus:
Anak perempuan 7 tahun, dirawat di ruang Non Infeksi sejak tanggal 26 Maret 2014 dengan diagnosa medis ALL pro
konsolidasi+Hiperleukositosis. Klien didiagnosa ALL sejak enam bulan yang lalu dan menjalani kemoterapi fase konsolidasi. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan data nyeri hilang timbul pada kaki, skala nyeri VAS 5, terdapat hematom di lengan kanan, kadar trombosit tanggal
23 Maret 2014 adalah 7.103/L. Terdapat mukositis di bibir atas, klien post koreksi Natrium Bicarbonat 25 mEq dalam KaEN 1B 500cc
90cc/jam, kadar leukosit tanggal 23 Maret 2014 adalah 20,06.10 3/L. Balans cairan per 24 jam adalah (+) 45 cc. Klien tampak pucat, Hb tanggal
23 maret 2014 adalah 5,9 gr/dL, CRT < 2 detik, SaO2 95%. BB: 19,5 kg, TB: 120 cm, status gizi anak berdasarkan IMT adalah
underweight. Klien mengatakan pada malam hari tidak dapat tidur karena nyeri di kakinya, klien tampak mengantuk dan tertidur di siang hari.

 Masalah keperawatan yang muncul pada klien adalah: 1) Nyeri akut 2) Risiko perdarahan 3) Risiko gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit 4) Perubahan perfusi jaringan perifer 5) Perubahan mukosa oral 6) Hambatan mobilitas fisik 7) Gangguan pola tidur.

 Intervensi yang telah diberikan pada klien:


Mengajarkan orang tua untuk mengompress bagian tubuh yang nyeri, melakukan tindakan kolaborasi pemberian analgesik Ultracet 900 mg,
melakukan tindakan kolaborasi pemberian transfusi darah Trombocyte Concentrate (TC) dan PRC, menganjurkan orang tua untuk memberikan
anak banyak minum, melakukan tindakan kolaborasi pemberian terapi cairan hidrasi 24-48 jam sebelum, serta 48-72 jam sesudah kemoterapi,
melakukan oral hygiene dengan NaCl, mengajarkan orang tua untuk memberikan obat kumur pada anak, melakukan ROM setiap hari,
melakukan sleep hygiene, mencatat pola tidur pada anak dengan sleep diary.
Pembahasan:
Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan data bahwa pada pasien mengalami gangguan pada aktivitas. Gangguan aktivitas yang terjadi
disebabkan oleh nyeri. National Health Interview Survey (2012) menyebutkan bahwa anak-anak dengan penyakit kronik umumnya mengalami
peningkatan keterbatasan aktivitas pada usia kurang dari 12 tahun. Keterbatasan aktivitas ini dapat berarti penurunan dalam jangka waktu yang
lama pada kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kesehariannya seperti mandi, berpakaian, makan, bangun tidur, berjalan (Adams,
Kirzinger, & Martinez, 2013). Keterbatasan aktivitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan dapat disebabkan oleh
gangguan pada pertumbuhan fisiknya.
Pengobatan jangka panjang seperti kortikosteroid dan kemoterapi akan menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tulang dan bahkan
dapat menyebabkan kerusakan pada tulang. Hasil pengkajian juga menunjukkan bahwa masalah istirahat ditemukan pada An. T. Penyebab anak
mengalami kesulitan tidur rata-rata adalah karena nyeri di malam hari. Bruni and Lovelli (2010) mengatakan bahwa pada remaja yang
mengalami nyeri, terjadi peningkatan durasi terbangun dari tidur pada malam hari. Pada remaja dengan nyeri, orang tua mengatakan anaknya
mempunyai kesulitan tidur dan kelelahan (fatigue) pada siang hari.
Orem mengklasifikasikan self-care requisite menjadi tiga macam yaitu kebutuhan perawatan diri universal, kebutuhan perawatan diri
perkembangan, dan kebutuhan perawatan diri pada kondisi penyimpangan kesehatan. Aktivitas dan istirahat termasuk dalam kebutuhan
perawatan diri universal. SCDNT menunjukkan kemampuan seseorang untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya melalui aktivitas
sehari-hari. Orem menyatakan bahwa ada tiga konsep dari Self-Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) yang menganggap bahwa manusia
sebagai pusat teori. Anak adalah agen perawatan diri. Family system dihubungkan dengan usia, jenis kelamin, perkembangan, dan status
kesehatan adalah faktor yang mendukung agen perawatan diri pada anak. Anak dengan status penyakit kanker yang lebih lama akan lebih
mampu mandiri dalam merawat dirinya sehingga tingkat ketergantungan akan lebih rendah. Ini juga ditunjang dengan tingkat usia. Pada anak
dengan usia yang lebih tua menunjukkan hasil yang positif terhadap tingkat kemandirian melakukan perawatan diri. Ini sesuai dengan intervensi
sleep hygiene yang dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan pola tidur.
Menurut (Fan, 2011) Faktor keluarga juga menjadi penentu keberhasilan intervensi yang dilakukan. dukungan keluarga adalah salah satu
faktor kondisi dasar dari perilaku perawatan diri anak usia sekolah dengan penyakit kronik. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan fisik
dan emosional untuk meningkatkan motivasi anak dalam melakukan perawatan diri. Orem menyatakan bahwa perawatan diri adalah strategi
koping, merupakan pembelajaran dari fungsi regulator akan stresor atau bentuk respon nyata dari seseorang untuk berpartisipasi aktif dalam
upaya mempertahankan status kesehatan dan fungsi perawatan dirinya. Aktivitas perawatan diri akan berhasil jika individu (agen perawatan
diri) ikut berperan aktif dalam upaya pemeliharaan kesehatan dirinya. Intervensi yang dilakukan pada An. T adalah dengan membantu dan
mengajarkan secara bertahap cara melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti oral hygiene, cuci muka, dan memotong kuku,
serta melakukan tindakan kolaborasi dengan rehabilitasi medik untuk melatih kekuatan otot dan mencegah kontraktur.
Setelah dilakukan implementasi didapatkan klien mengalami peningkatan pada mobilitas fisiknya. An. T sudah menunjukkan mampu
berjalan sendiri di kamar mandi. Ini menunjukkan bahwa nyeri pada kaki sudah berkurang. Pada anak dengan usia sekolah yang memiliki
tingkat kemampuan perawatan diri moderat, anak memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang tepat berhubungan dengan pertumbuhan
dan perkembangannya sehingga anak diharapkan mampu secara kognitif membuat keputusan perawatan diri yang tepat. Masalah gangguan pola
tidur yang terjadi menunjukkan adanya perbaikan setelah dilakukan intervensi.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pemberian asuhan keperawatan bedasarkan teori comfort Kolcaba pada
pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi secara umum dapat
diterapkan dengan baik. Memberikan rasa nyaman kepada pasien akan
membantu proses penyembuhan pasien. Gangguan oksigenasi merupakan salah
satu faktor yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien. Pemberian
oksigen dan membebaskan jalan napas karena adanya penumpukan sputum
merupakan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah oksigenasi
yang muncul pada pasien. Hal ini tidak terlepas dari adanya keterlibatan orang
tua dalam melakukan tindakan.
Sedangkan pada konsep teori orem dengan kasus kronik pada anak Self-
Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) dari Orem dapat diterapkan dalam
asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit leukemia yang mempunyai
masalah kebutuhan aktivitas dan istirahat. Setelah menerapkan SCDNT dari
Dorothea E. Orem dalam pemenuhan asuhan keperawatan pada anak dengan
leukemia yang mempunyai masalah pada kebutuhan aktivitas dan istirahat.
Daftar Pustaka

Alligood, M. R. (2014). Nursing Theory and Their Work. 8th edition. St. Louis:
Mosby Elsevier. Inc.
Ananditha, C. A. (2015). SelfCare Deficit Care Nursing Theory (SCDNT):
Nursing Care pada Anak Leukimia Usia Tujuh Tahun. http://fik.um-
surabaya.ac.id.

Hockenberry, Marilyn J; Wilson, David, penyunting. (2015). "Bab 5: Penilaian


dan Penatalaksanaan Nyeri". Asuhan keperawatan Wong untuk bayi dan
anak-anak (edisi ke-10). Mosby. ISBN 9780323222419 .
Kolcaba, K. (2006). Comfort (including defenition, theory of comfort, relevance
to nursing, review of comfort studies and future direction). New Yark:
Springer.
Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta:
Mediaction
Tomey, A.M.& Alligood, M. R. (2010). Nursing theorist and their works. 7th ed.
St. Louis: Mosby Elsivier.

Yeni, I.R. (2017). Aplikasi teori Comfort Katherine Kolcaba pada Anak dalam
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di Ruang Perawatan.
https://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/4019.

Anda mungkin juga menyukai