0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
40 tayangan7 halaman
Dokumen tersebut membahas strategi pemasaran Garuda Indonesia untuk meningkatkan penjualan tiket pesawatnya. Salah satu masalah yang dihadapi adalah banyaknya kursi pesawat yang tidak terjual setiap tahunnya. Garuda Indonesia berencana mengimplementasikan Unsold Seat Management System untuk menargetkan peningkatan tingkat keterisian kursi hingga 83% dan mengurangi kursi yang tidak terjual sebesar 20%. Tujuannya adalah mening
Deskripsi Asli:
Judul Asli
Study kelayakan bisnis unsold seat management system
Dokumen tersebut membahas strategi pemasaran Garuda Indonesia untuk meningkatkan penjualan tiket pesawatnya. Salah satu masalah yang dihadapi adalah banyaknya kursi pesawat yang tidak terjual setiap tahunnya. Garuda Indonesia berencana mengimplementasikan Unsold Seat Management System untuk menargetkan peningkatan tingkat keterisian kursi hingga 83% dan mengurangi kursi yang tidak terjual sebesar 20%. Tujuannya adalah mening
Dokumen tersebut membahas strategi pemasaran Garuda Indonesia untuk meningkatkan penjualan tiket pesawatnya. Salah satu masalah yang dihadapi adalah banyaknya kursi pesawat yang tidak terjual setiap tahunnya. Garuda Indonesia berencana mengimplementasikan Unsold Seat Management System untuk menargetkan peningkatan tingkat keterisian kursi hingga 83% dan mengurangi kursi yang tidak terjual sebesar 20%. Tujuannya adalah mening
Semakin ketatnya persaingan bisnis dibidang penerbangan, setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha penerbangan harus pandai dalam pengaturan strategi pemasaran maupun pelayanan untuk menarik kepercayaan konsumen terhadap masing-masing maskapai penerbangan. Persaingan yang ketat dalam bidang usaha jasa transportasi udara saat ini banyak terjadi pada maskapai penerbangan yang menerapkan penerbangan dengan biaya murah (low cost carrier). Untuk bisa tetap berjaya, maka sudah selayaknyalah masing maskapai penerbangan mempunyai strategi yang tepat didalam membidik calon penumpang dengan cara memilih dan menentukan target pasar atau pemilihan lapisan masyarakat yang dituju agar sesuai antara pelayanan yang diberikan dengan harga tiket yang dijual dan yang paling penting tidak mengabaikan keselamatan penerbangan. Nama Garuda Indonesia (PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk; tentu sudah sangat dikenal di Indonesia. Perusahaan penerbangan plat merah ini pun terus mencuatkan namanya di dunia internasional. Hal ini terbukti dari berbagai penghargaan internasional yang didapat oleh perusahaan yang saat ini dipimpin oleh Pahala Mansury sebagai direktur utama. Pada tahun 2016 Garuda Indonesia meraih penghargaan sebagai Maskapai Bintang Lima atau 5-Star Airline oleh Skytrax. Hal tersebut tentu menjadi buah hasil dari upaya mereka dalam berbisnis, termasuk strategi pemasaran yang selama ini mereka lakukan. Garuda Indonesia memiliki konsep penerbangan baru "Garuda Experience" yang memberikan pengalaman yang baru dan berbeda. Hal ini didasarkan pada perilaku konsumen untuk memilih menggunakan Garuda Indonesia terlihat dari pengalaman yang telah didapatkan. Sebagai upaya untuk meningkatkan kepuasan dan menjaga kesetiaan konsumen untuk menggunakan layanan Garuda Experience setidaknya Garuda Indonesia memiliki empat fokus strategi marketing yang dijalankan. Pertama, Garuda Indonesia ingin menjadi the most caring airline, yaitu dengan cara membawa keramah-tamahan orang Indonesia dalam membangun layanan Garuda Indonesia. Kedua dari sisi produk, Garuda Indonesia menawarkan konsep fine dining di atas awan dengan Star Chef on Board, pesawat baru dengan rata-rata umur 4,5 tahun, dan inovasi kursi terbaru mereka, yakni Diamond Seat. Ketiga, Garuda Indonesia ingin lebih dikenal di wilayah Eropa dan Tiongkok. Upaya ini seiring dengan dibukanya rute penerbangan langsung ke London dan Amsterdam. Dan yang keempat, Garuda Indonesia akan fokus memberikan pengalaman perjalanan yang terdigitalisasi. Upaya ini dikerahkan untuk membidik konsumen anak muda. Meski selama ini konsumen Garuda Indonesia kebanyakanan adalah golongan menengah atas dengan rentang umur 25-40 tahun. Keempat langkah di atas merupakan upayaa pemasaran yang saat ini dilakukan oleh Garuda Indonesia untuk meningkatkan penjualan kursi maskapai Garuda Indonesia. Terdapat beberapa pengertian pemasaran menurut para ahli yaitu menurut Daryanto (2011:1), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain. Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2008:6), pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi konsumen dan membangun hubungan yang kuat dengan konsumen dengan tujuan untuk menangkap nilai dari konsumen sebagai imbalannya. Meskipun langkah-langkah pemasaran sudah dilakukan, hal tersebut belum memberikan hasil yang signifikan bahkan Garuda Indonesia masih bisa mengalami kerugian. Salah satu penyebabnya karena masih ada banyak kursi yang tidak terjual (Unsold Seat) dalam penerbangan Garuda Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari laporan pendapatan tahunan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang mencatat rugi 213,4 juta dolar AS di sepanjang 2017. Kerugian terbesar Garuda berasal dari kinerja triwulan pertama. Pada periode tersebut, Garuda membukukan rugi bersih 99,1 juta dolar AS. Laba bersih yang mereka capai saat itu pun anjlok sebesar 11.969 persen dibandingkan periode yang sama pada 2016. Salah satu penyebabnya karena adanya penurunan penumpang dalam periode 4 tahun terakhir. Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyatakan bahwa empat tahun terakhir ini, jumlah penumpang Garuda terus menurun drastis. Penurunan jumlah penumpang itu menyebabkan maskapai penerbangan Garuda Indonesia merugi. Tingkat kerugiannya pada akhir Maret 2018 mencapai 67.572.839 dolar Amerika atau setara dengan Rp 878.446.907.000. Data lain yang memperkuat bahwa salah satu penyebabnya karena Unsold Seat yaitu menurut data yang diperoleh melalui International Civil Aviation Organization (ICAO), pada tahun 2016 dari seluruh data maskapai penerbangan ada 3,77 miliar penumpang. Dari sekian banyaknya kursi yang disediakan masih ada sekitar 943 juta adalah kursi kosong. Selain itu ICAO juga menyatakan bahwa kapasitas tempat duduk berlipat ganda setiap 15 tahun. Diprediksi pada tahun 2030 kursi kosong akan meninggkat hingga 1.8 miliar. Sedangkan untuk penerbangan di wilayah USA data yang didapatkan pada rentang waktu tahun 1995 hingga 2016 banyaknya Seat Load Factor (SLF) berada pada angka 77.3% atau sekitar 1 Miliar kursi / tahun. Banyaknya kursi yang tersedia setiap tahunnya yaiu 1.3 Miliar. Jadi pada penerbangan di wilayah USA masih ada sekitar 300 juta kursi pertahun atau sekitar 22.7% dari seluruh kursi yang tersedia. Data dari ICAO juga memaparkan bahwa Garuda Indonesia selama periode 2006 hingga 2016 rata-rata jumlah tingkat keterisian penumpang / Seat Load Factor (SLF) adalah 74.43%, jadi masih ada sekitar 25.57% kursi yang tidak terisi Pada tahun 2016 tingkat keterisian penumpang (SLF) berada pada angka 73.8% atau setara dengan 35 juta kursi terisi. Sehingga pada tahun tersebut masih ada 12.78 juta kursi yang tidak terisi. Pada tahun 2017Garuda Indonesia memiliki seat load factor 74%. Dengan membawa 24 Juta penumpang pada 2017. Dari hampir 33 juta kursi yang tersedia masih ada 8,4 juta kursi yang tidak terjual di maskapai Garuda Indonesia. Paparan data diatas menunjukkan bahwa rata-rata penerbangan di wilayah internasional maupun domestik masih terdapat 20% lebih kursi yang tidak terjual. Hal ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab terjadinya kerugian yang masih terjadi pada maskapai Garuda Indonesia. Merujuk penelitian yang dilakukan oleh International Association for Impact Assessment (IAIA) yaitu asosiasi Internasional profesional yang meneliti mengenai dampak, termasuk penilaian dampak sosial dan penilaian dampak lingkungan, memberikan data bahwa pada tahun 1970 hingga 2010 margin keuntungan maskapai hanya 0,1%. Dari persentase tersebut sangat disayangkan jika banyaknya kursi kosong tidak terjual, yang seharusnya dapat meningkatkan pendapatan maskapai. Berdasarkan statistik prediksi, maskapai masih dapat meningkatkan Seat Load Factor (SLF) mereka menjadi 83%. Ini memberikan asumsi bahwa dengan menerapkan metode yang baru kemungkinan Garuda Indonesia bisa menjual kursi yang tidak terjual sekitar 2,9 juta kursi. Metode baru yang di terapkan oleh Garuda Indonesia adalah Unsold Seat Management System (USMS). ). Unsold Seat Management System (USMS) adalah sistem reservasi penerbangan daftar tunggu (Waiting List) untuk mendapatkan kursi dengan biaya terendah di perusahaan penerbangan premium (atau bahkan maskapai penerbangan berbiaya rendah) dengan probabilitas kurang dari 100%, tetapi tidak ada resiko kehilangan uang. USMS merupakan baru yang telah divalidasi oleh Garuda Indonesia untuk peningkatan pendapatan dari kursi yang tidak terjual di perusahaan penerbangan. Sebelumnya Garuda Indonesia telah bekerja sama dengan Amadeus. Amadeus adalah perusahaan penyedia layanan teknologi informasi untuk industri perjalanan dan pariwisata. Garuda Indonesia menggunakan sistem layanan milik Amadeus yang dikenal dengan nama Passenger Services System Amadeus Altea. Altea merupakan sistem reservasi komputer untuk maskapai penerbangan untuk menyimpan tempat persediaan mereka (sistem layanan penumpang / PSS). Pada sistem Altea maskapai akan membayar berdasarkan transaksi yang terjadi melalui Altea, apakah itu menghasilkan pendapatan atau tidak. Nilai yang ditentukan oleh Altea, biaya untuk Garuda adalah USD 2 per penumpang. Langkah Garuda menggunakan USMS, akan menjadi produk tambahan untuk melengkapi Altea. USMS akan menjadi tambahan untuk Altea. Taksiran penumpang yang naik melalui Altea melalui USMS adalah 1656,5 / 77% x 6% = 129 juta penumpang naik. Ini akan menambah pendapatan USD 258 Juta untuk Amadeus per tahun. Sangat mungkin, margin keuntungannya adalah 45%. Sistem pelayanan penumpang maskapai penerbangan dari Amadeus ini sudah dipakai oleh 160-an maskapai penerbangan besar di seluruh dunia. Tujuan dari penerapan sistem ini adalah untuk menargetkan peningkatan konsumen agar SLF mencapai 83%, sebagai langkah untuk meningkatkan penjualan dan mengurangi nilai 20% kursi yang tidak terjual selama ini. Konsumen yang disasar melalui sistem USMS merupakan konsumen eksternal atau konsumen baru yang ada diluar Garuda Indonesia yang sudah ada saat ini, seperti pengguna moda transportasi kereta dan bus, pelanggan pemesanan dan go-show normal dari maskapai pesaing, wisatawan yang sedang berlibur (tidak ada rencana perjalanan sebelumnya, tertarik dengan tarif rendah). Kelebihan yang ditawarkan oleh USMS yang dapat dinikmati konsumen dan maskapai yaitu dapat menentukan waktu kapan harus memulai dan menghentikan penjualan, mendapatkan kapasitas tempat duduk di setiap penerbangan yang dapat dijual USMS. Mendapatkan tarif yang terbaru pada saat penjualan USMS dibuka. Mendapatkan tarif spesial dan terendah di antara semua kelas pemesanan untuk penumpang daftar tunggu (Wish List) yang diperoleh sejak penjualan normal dibuka. Booking kursi dengan tarif rendah yang diberikan (dan waktu pembayaran lebih singkat) dan proses otomatis check-in (memodifikasi penumpang dan status tempat duduk). Untuk saat ini USMS sudah diterapkan oleh Garuda Indonesia pada rute domestik, yaitu pada rute Jakarta – Denpasar dan Denpasar – Jakarta. Penerapan sistem USMS ini merupakan metode baru yang masih perlu diuji kelayakannya. Studi kelayakan (Feasibility study) adalah suatu studi yang akan digunakan untuk menentukan kemungkinan apakah pengembangan proyek sistem layak diteruskan atau dihentikan. Studi kelayakan disebut juga dengan istilah High point review (Jogiyanto,2008). Sebelum diterapkan ke seluruh rute penerbangan Garuda Indonesia, studi kelayakan sistem harus dilakukan di tahap awal untuk menentukan apakah sebuah proyek baik untuk diteruskan atau tidak. Dengan menilai batasan-batasan pada sistem yang diusulkan. Untuk menilai kelayakan sistem tersebut dilakukan dengan metode pendekatan TELOS. Adapun hal yang di bahas dalam faktor kelayakan TELOS, yaitu Technical, Economic, Legal, Operational, Schedule, karena semakin tinggi nilai faktor kelayakan TELOS, maka semakin besar pula untuk suatu sistem dapat mencapai kesuksesan. Untuk itu para pelaku di dalam penerapan sistem ini perlu dilakukan analisa terhadap kelayakan dari sistem informasi yang dikembangkan, sehingga nantinya sistem informasi dapat berguna dan bermanfaat bagi maskapai. Dari uraian diatas maka penulis mengambil judul ”STUDI KELAYAKAN BISNIS UNSOLD SEAT MANAGEMENT SYSTEM PADA GARUDA INDONESIA RUTE PENERBANGAN JAKARTA-BALI”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah di bahas diatas, maka rumusan masalah yang akand dibahas oleh penulis kali ini adalah : 1. Apakah implementasi Unsold Seat Management System (USMS) memberikan dampak yaitu operasional, jadwal dan ekonomis? 2. Apakah sistem Unsold Seat Management System (USMS) memberikan manfaat atau tidak dalam penjualan tiket Garuda Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah : 1. Memperoleh informasi dampak ekonomis sistem Unsold Seat Management System (USMS) yang digunakan sebagai bahan evaluasi oleh pihak Garuda Indonesia. 2. Skor yang diperoleh dari metode pendekatan dapat TELOS, yaitu Technical, Economic, Legal, Operational, Schedule, digunakan untuk justifikasi apakah sistem Unsold Seat Management System (USMS) bermanfaat atau tidak. 3. Mengetahui dampak dari sistem Unsold Seat Management System (USMS) mempengaruhi penjualan tiket atau tidak dalam penjualan tiket Garuda Indonesia.
Buku Pegangan Google Adsense: Panduan pengantar untuk program periklanan paling terkenal dan populer di web: dasar-dasar dan poin-poin penting yang perlu diketahui