Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin ketatnya persaingan bisnis dibidang penerbangan, setiap
perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha penerbangan harus pandai
dalam pengaturan strategi pemasaran maupun pelayanan untuk menarik
kepercayaan konsumen terhadap masing-masing maskapai penerbangan.
Persaingan yang ketat dalam bidang usaha jasa transportasi udara saat ini
banyak terjadi pada maskapai penerbangan yang menerapkan penerbangan
dengan biaya murah (low cost carrier). Untuk bisa tetap berjaya, maka
sudah selayaknyalah masing maskapai penerbangan mempunyai strategi yang
tepat didalam membidik calon penumpang dengan cara memilih dan
menentukan target pasar atau pemilihan lapisan masyarakat yang dituju agar
sesuai antara pelayanan yang diberikan dengan harga tiket yang dijual dan
yang paling penting tidak mengabaikan keselamatan penerbangan.
Nama Garuda Indonesia (PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk; tentu
sudah sangat dikenal di Indonesia. Perusahaan penerbangan plat merah ini pun
terus mencuatkan namanya di dunia internasional. Hal ini terbukti dari
berbagai penghargaan internasional yang didapat oleh perusahaan yang saat
ini dipimpin oleh Pahala Mansury sebagai direktur utama. Pada tahun 2016
Garuda Indonesia meraih penghargaan sebagai Maskapai Bintang Lima atau
5-Star Airline oleh Skytrax. Hal tersebut tentu menjadi buah hasil dari upaya
mereka dalam berbisnis, termasuk strategi pemasaran yang selama ini mereka
lakukan.
Garuda Indonesia memiliki konsep penerbangan baru "Garuda
Experience" yang memberikan pengalaman yang baru dan berbeda. Hal ini
didasarkan pada perilaku konsumen untuk memilih menggunakan Garuda
Indonesia terlihat dari pengalaman yang telah didapatkan. Sebagai upaya
untuk meningkatkan kepuasan dan menjaga kesetiaan konsumen untuk
menggunakan layanan Garuda Experience setidaknya Garuda Indonesia
memiliki empat fokus strategi marketing yang dijalankan. Pertama, Garuda
Indonesia ingin menjadi the most caring airline, yaitu dengan cara membawa
keramah-tamahan orang Indonesia dalam membangun layanan Garuda
Indonesia. Kedua dari sisi produk, Garuda Indonesia menawarkan konsep fine
dining di atas awan dengan Star Chef on Board, pesawat baru dengan rata-rata
umur 4,5 tahun, dan inovasi kursi terbaru mereka, yakni Diamond Seat.
Ketiga, Garuda Indonesia ingin lebih dikenal di wilayah Eropa dan Tiongkok.
Upaya ini seiring dengan dibukanya rute penerbangan langsung ke London
dan Amsterdam. Dan yang keempat, Garuda Indonesia akan fokus
memberikan pengalaman perjalanan yang terdigitalisasi. Upaya ini dikerahkan
untuk membidik konsumen anak muda. Meski selama ini konsumen Garuda
Indonesia kebanyakanan adalah golongan menengah atas dengan rentang
umur 25-40 tahun.
Keempat langkah di atas merupakan upayaa pemasaran yang saat ini
dilakukan oleh Garuda Indonesia untuk meningkatkan penjualan kursi
maskapai Garuda Indonesia. Terdapat beberapa pengertian pemasaran
menurut para ahli yaitu menurut Daryanto (2011:1), pemasaran adalah suatu
proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan
kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan
bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain. Sedangkan menurut Kotler dan
Amstrong (2008:6), pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan
nilai bagi konsumen dan membangun hubungan yang kuat dengan konsumen
dengan tujuan untuk menangkap nilai dari konsumen sebagai imbalannya.
Meskipun langkah-langkah pemasaran sudah dilakukan, hal tersebut
belum memberikan hasil yang signifikan bahkan Garuda Indonesia masih bisa
mengalami kerugian. Salah satu penyebabnya karena masih ada banyak kursi
yang tidak terjual (Unsold Seat) dalam penerbangan Garuda Indonesia. Hal ini
dapat dilihat dari laporan pendapatan tahunan PT Garuda Indonesia (Persero)
Tbk yang mencatat rugi 213,4 juta dolar AS di sepanjang 2017. Kerugian
terbesar Garuda berasal dari kinerja triwulan pertama. Pada periode tersebut,
Garuda membukukan rugi bersih 99,1 juta dolar AS. Laba bersih yang mereka
capai saat itu pun anjlok sebesar 11.969 persen dibandingkan periode yang
sama pada 2016. Salah satu penyebabnya karena adanya penurunan
penumpang dalam periode 4 tahun terakhir. Direktur Center For Budget
Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyatakan bahwa empat tahun terakhir
ini, jumlah penumpang Garuda terus menurun drastis. Penurunan jumlah
penumpang itu menyebabkan maskapai penerbangan Garuda Indonesia
merugi. Tingkat kerugiannya pada akhir Maret 2018 mencapai 67.572.839
dolar Amerika atau setara dengan Rp 878.446.907.000.
Data lain yang memperkuat bahwa salah satu penyebabnya karena
Unsold Seat yaitu menurut data yang diperoleh melalui International Civil
Aviation Organization (ICAO), pada tahun 2016 dari seluruh data maskapai
penerbangan ada 3,77 miliar penumpang. Dari sekian banyaknya kursi yang
disediakan masih ada sekitar 943 juta adalah kursi kosong. Selain itu ICAO
juga menyatakan bahwa kapasitas tempat duduk berlipat ganda setiap 15
tahun. Diprediksi pada tahun 2030 kursi kosong akan meninggkat hingga 1.8
miliar.
Sedangkan untuk penerbangan di wilayah USA data yang didapatkan
pada rentang waktu tahun 1995 hingga 2016 banyaknya Seat Load Factor
(SLF) berada pada angka 77.3% atau sekitar 1 Miliar kursi / tahun.
Banyaknya kursi yang tersedia setiap tahunnya yaiu 1.3 Miliar. Jadi pada
penerbangan di wilayah USA masih ada sekitar 300 juta kursi pertahun atau
sekitar 22.7% dari seluruh kursi yang tersedia.
Data dari ICAO juga memaparkan bahwa Garuda Indonesia selama
periode 2006 hingga 2016 rata-rata jumlah tingkat keterisian penumpang /
Seat Load Factor (SLF) adalah 74.43%, jadi masih ada sekitar 25.57% kursi
yang tidak terisi Pada tahun 2016 tingkat keterisian penumpang (SLF) berada
pada angka 73.8% atau setara dengan 35 juta kursi terisi. Sehingga pada tahun
tersebut masih ada 12.78 juta kursi yang tidak terisi. Pada tahun 2017Garuda
Indonesia memiliki seat load factor 74%. Dengan membawa 24 Juta
penumpang pada 2017. Dari hampir 33 juta kursi yang tersedia masih ada 8,4
juta kursi yang tidak terjual di maskapai Garuda Indonesia.
Paparan data diatas menunjukkan bahwa rata-rata penerbangan di
wilayah internasional maupun domestik masih terdapat 20% lebih kursi yang
tidak terjual. Hal ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab terjadinya
kerugian yang masih terjadi pada maskapai Garuda Indonesia. Merujuk
penelitian yang dilakukan oleh International Association for Impact
Assessment (IAIA) yaitu asosiasi Internasional profesional yang meneliti
mengenai dampak, termasuk penilaian dampak sosial dan penilaian dampak
lingkungan, memberikan data bahwa pada tahun 1970 hingga 2010 margin
keuntungan maskapai hanya 0,1%. Dari persentase tersebut sangat
disayangkan jika banyaknya kursi kosong tidak terjual, yang seharusnya dapat
meningkatkan pendapatan maskapai.
Berdasarkan statistik prediksi, maskapai masih dapat meningkatkan
Seat Load Factor (SLF) mereka menjadi 83%. Ini memberikan asumsi bahwa
dengan menerapkan metode yang baru kemungkinan Garuda Indonesia bisa
menjual kursi yang tidak terjual sekitar 2,9 juta kursi. Metode baru yang di
terapkan oleh Garuda Indonesia adalah Unsold Seat Management System
(USMS). ). Unsold Seat Management System (USMS) adalah sistem reservasi
penerbangan daftar tunggu (Waiting List) untuk mendapatkan kursi dengan
biaya terendah di perusahaan penerbangan premium (atau bahkan maskapai
penerbangan berbiaya rendah) dengan probabilitas kurang dari 100%, tetapi
tidak ada resiko kehilangan uang. USMS merupakan baru yang telah
divalidasi oleh Garuda Indonesia untuk peningkatan pendapatan dari kursi
yang tidak terjual di perusahaan penerbangan.
Sebelumnya Garuda Indonesia telah bekerja sama dengan Amadeus.
Amadeus adalah perusahaan penyedia layanan teknologi informasi untuk
industri perjalanan dan pariwisata. Garuda Indonesia menggunakan sistem
layanan milik Amadeus yang dikenal dengan nama Passenger Services System
Amadeus Altea. Altea merupakan sistem reservasi komputer untuk maskapai
penerbangan untuk menyimpan tempat persediaan mereka (sistem layanan
penumpang / PSS). Pada sistem Altea maskapai akan membayar berdasarkan
transaksi yang terjadi melalui Altea, apakah itu menghasilkan pendapatan atau
tidak. Nilai yang ditentukan oleh Altea, biaya untuk Garuda adalah USD 2 per
penumpang. Langkah Garuda menggunakan USMS, akan menjadi produk
tambahan untuk melengkapi Altea. USMS akan menjadi tambahan untuk
Altea. Taksiran penumpang yang naik melalui Altea melalui USMS adalah
1656,5 / 77% x 6% = 129 juta penumpang naik. Ini akan menambah
pendapatan USD 258 Juta untuk Amadeus per tahun. Sangat mungkin, margin
keuntungannya adalah 45%. Sistem pelayanan penumpang maskapai
penerbangan dari Amadeus ini sudah dipakai oleh 160-an maskapai
penerbangan besar di seluruh dunia.
Tujuan dari penerapan sistem ini adalah untuk menargetkan
peningkatan konsumen agar SLF mencapai 83%, sebagai langkah untuk
meningkatkan penjualan dan mengurangi nilai 20% kursi yang tidak terjual
selama ini. Konsumen yang disasar melalui sistem USMS merupakan
konsumen eksternal atau konsumen baru yang ada diluar Garuda Indonesia
yang sudah ada saat ini, seperti pengguna moda transportasi kereta dan bus,
pelanggan pemesanan dan go-show normal dari maskapai pesaing, wisatawan
yang sedang berlibur (tidak ada rencana perjalanan sebelumnya, tertarik
dengan tarif rendah).
Kelebihan yang ditawarkan oleh USMS yang dapat dinikmati
konsumen dan maskapai yaitu dapat menentukan waktu kapan harus memulai
dan menghentikan penjualan, mendapatkan kapasitas tempat duduk di setiap
penerbangan yang dapat dijual USMS. Mendapatkan tarif yang terbaru pada
saat penjualan USMS dibuka. Mendapatkan tarif spesial dan terendah di antara
semua kelas pemesanan untuk penumpang daftar tunggu (Wish List) yang
diperoleh sejak penjualan normal dibuka. Booking kursi dengan tarif rendah
yang diberikan (dan waktu pembayaran lebih singkat) dan proses otomatis
check-in (memodifikasi penumpang dan status tempat duduk).
Untuk saat ini USMS sudah diterapkan oleh Garuda Indonesia pada
rute domestik, yaitu pada rute Jakarta – Denpasar dan Denpasar – Jakarta.
Penerapan sistem USMS ini merupakan metode baru yang masih perlu diuji
kelayakannya. Studi kelayakan (Feasibility study) adalah suatu studi yang
akan digunakan untuk menentukan kemungkinan apakah pengembangan
proyek sistem layak diteruskan atau dihentikan. Studi kelayakan disebut juga
dengan istilah High point review (Jogiyanto,2008). Sebelum diterapkan ke
seluruh rute penerbangan Garuda Indonesia, studi kelayakan sistem harus
dilakukan di tahap awal untuk menentukan apakah sebuah proyek baik untuk
diteruskan atau tidak. Dengan menilai batasan-batasan pada sistem yang
diusulkan. Untuk menilai kelayakan sistem tersebut dilakukan dengan metode
pendekatan TELOS. Adapun hal yang di bahas dalam faktor kelayakan
TELOS, yaitu Technical, Economic, Legal, Operational, Schedule, karena
semakin tinggi nilai faktor kelayakan TELOS, maka semakin besar pula untuk
suatu sistem dapat mencapai kesuksesan. Untuk itu para pelaku di dalam
penerapan sistem ini perlu dilakukan analisa terhadap kelayakan dari sistem
informasi yang dikembangkan, sehingga nantinya sistem informasi dapat
berguna dan bermanfaat bagi maskapai.
Dari uraian diatas maka penulis mengambil judul ”STUDI
KELAYAKAN BISNIS UNSOLD SEAT MANAGEMENT SYSTEM PADA
GARUDA INDONESIA RUTE PENERBANGAN JAKARTA-BALI”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang sudah di bahas diatas, maka rumusan
masalah yang akand dibahas oleh penulis kali ini adalah :
1. Apakah implementasi Unsold Seat Management System (USMS)
memberikan dampak yaitu operasional, jadwal dan ekonomis?
2. Apakah sistem Unsold Seat Management System (USMS) memberikan
manfaat atau tidak dalam penjualan tiket Garuda Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah :
1. Memperoleh informasi dampak ekonomis sistem Unsold Seat
Management System (USMS) yang digunakan sebagai bahan evaluasi
oleh pihak Garuda Indonesia.
2. Skor yang diperoleh dari metode pendekatan dapat TELOS, yaitu
Technical, Economic, Legal, Operational, Schedule, digunakan untuk
justifikasi apakah sistem Unsold Seat Management System (USMS)
bermanfaat atau tidak.
3. Mengetahui dampak dari sistem Unsold Seat Management System
(USMS) mempengaruhi penjualan tiket atau tidak dalam penjualan tiket
Garuda Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai