Anda di halaman 1dari 1

Pemaknaan Mitos dalam Ranah Arsitektur

Rumah adat suku Toraja adalah rumah tongkonan. Dalam mitologi Toraja, model asli
Tongkonan dibuat di langit ketika Puang Matua dengan bantuan Pande Manarang dan Pande
Paliuk membangun rumah dari besi (banua bassi) di pusat langit. Alkisah, rumah besi di
tengah langit itu beratapkan mawa’, bentangan kain kuno yang sakral dan menjadi warisan
pusaka bagi orang-orang Toraja. Manusia Toraja memahami dirinya sebagai ‘makhluk dunia
atas’ yang turun dari langit dan akan kembali ke langit setelah semua ritusnya dilaksanakan.
Orang Toraja yakin bahwa bumi ini hanyalah tempat perhentian sementara.
Sebagai bentuk persembahan terhadap puang matua (Tuhan menurut kepercayaan Toraja)
maka masyarakat Toraja melakukan ritual Kapuran pangngan (penyajian sirih dan pinang)
yang biasanya dilakukan di halaman atau tempat tertentu seperti di sekitar rumah dengan
medium adalah menhir yang diletakkan di sudut tongkonan.
Ruang pada tongkonan secara vertikal dibagi menjadi tiga, yaitu bagian kaki, bagian badan
rumah, dan bagian atas/atap. Pembagian ruang tongkonan secara vertikal ini merupakan
bentuk adaptasi dari kosmologi kepercayaan Aluk Todolo, kepercayaan yang dianut nenek
moyang dari masyarakat Toraja. Tingkatan dalam ruangan didalam bangunan juga
dipengaruhi oleh ketinggian level lantai, apabila suatu ruangan lebih tinggi daripada ruangan
yang lain maka ruangan tersebut dianggap memiliki tingkatan yang lebih tinggi
Berdasarkan kepercayaan suku Toraja yang menyatakan bahwa manusia akan kembali ke
langit saat meninggal maka tempat peletakan bersemayam nya mayat akan lebih mulia dan
lebih cepat menuju nirwana jika diletakkan di tempat yang lebih tinggi. Semakin tinggi
makam maka semakin cepat rohnya menuju nirwana.

Anda mungkin juga menyukai