Anda di halaman 1dari 52

FARMASI FISIK I

(Kelarutan dan Fenomena Distribusi)


Raditya Iswandana
Kelarutan
Ketentuan umum :
• Larutan jenuh
• Larutan tidak jenuh
• Larutan lewat jenuh

Satuan kelarutan: Molar, molal, % berat/volume, % berat/berat


Terminologi Kelarutan

Konsep Kelarutan: Like dissolve like


 Larutan jenuh :
zat terlarut (solut) berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (solut).

 Kelarutan :
konsentrasi solut dalam larutan jenuh pada suhu tertentu.

 Larutan tidak jenuh (unsaturated) atau hampir jenuh (subsaturated) :


larutan yang mengandung solut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang
diperlukan supaya terjadi penjenuhan sempurna pada suhu tertentu.

 Larutan lewat jenuh (supersaturated):


larutan pada suhu tertentu yang mengandung solut lebih banyak daripada normal, sehingga
terdapat solut yang tak terlarut.
Istilah Kelarutan
Interaksi Solven-Solut
Pelarut Polar
Kelarutan obat :
 Polaritas pelarut (solven) terhadap momen dipol. (momen dipol >> :polar)
 Kemampuan solut membentuk ikatan hidrogen.
Nitrobenzena mempunyai momen dipol 4,2 x 10-18 esu cm sedangkan fenol hanya 1,7 x 10-18 esu cm, namun
pada 200 C kelarutan nitrobenzena 0,0155 mol/kg sedangkan fenol 0,95 mol/kg.

 Gambaran struktur molekulnya seperti rasio gugus polar dengan nonpolar.

Momen dipol (µ) merupakan jumlah vektor dari momen ikatan dan momen pasangan elektron bebas dalam suatu
molekul. Molekul dikatakan bersifat polar jika memiliki µ > 0 atau µ ≠ 0 dan dikatakan bersifat nonpolar jika
memiliki µ = 0
Ikatan
hidrogen
Mekanisme solven polar:
(a) Solven polar dengan tetapan dielektrik yang tinggi, menurunkan gaya atraksi antara ion
bermuatan berlawanan dalam kristal mis. NaCl.
(b) Solven polar memutuskan ikatan kovalen elektrolit kuat dengan reaksi asam-basa. Terjadinya
ionisasi HCl oleh air:
HCl + H2O  H3 O+ + Cl-
(c) Solven polar mampu mensolvat molekul dan ion melalui gaya interaksi dipol, khususnya
pembentukan ikatan hidrogen, yang menyebabkan kelarutan zat.

Interaksi ion-dipol antara garam natrium oleat dengan air:

5
Solven Nonpolar

 Melarutkan solute nonpolar dengan tekanan internal yang sama melalui


interaksi dipol induksi.
 Molekul solut berada dalam larutan oleh gaya lemah van der Waals-
London.
 Minyak dan lemak larut dalam karbon tetraklorida, benzena, dan minyak
mineral. Basa alkaloid dan asam lemak larut pula dalam solven nonpolar.
Solven Semipolar
 Keton dan alkohol dapat menginduksi derajat polaritas dalam molekul solven
nonpolar, karena itu benzena yang mudah terpolarisasi menjadi larut dalam
alkohol.
 Senyawa semipolar dapat berlaku sebagai solven perantara (intermediate
solvent) untuk bercampurnya cairan polar dan nonpolar.
 Aseton meningkatkan kelarutan eter dalam air. Propilenglikol menambah
kelarutan campuran air dengan minyak permen dan air dengan benzilbenzoat.
POLARITAS SOLVEN DAN SOLUT
Kelarutan Zat Padat dalam Cairan
(Faktor-faktor)
KELARUTAN ZAT PADAT DALAM CAIRAN, dipengaruhi oleh:

Temperatur

Penambahan Zat Terlarut Lain

Polaritas Pelarut

Konstanta Dielektrik Pelarut

pH Larutan

Ukuran Partikel

Ukuran Molekul

Polimorfisme
PENGARUH TEMPERATUR

Temperatur dapat meningkatkan kelarutan zat padat terutama kelarutan


garam dalam air, sedangkan kelarutan senyawa non polar hanya sedikit sekali
dipengaruhi oleh temperatur

 Reaksi eksoterm dan endoterm


 ∆H, panas pelarutan parsial; panas yang diabsorbsi per mol bila sejumlah kecil zat
terlarut ditambahkan dalam sejumlah besar pelarut:

∆H (larutan) = ∆H (sublimasi) - ∆H (hidrasi)


PENGARUH TEMPERATUR (Lanj.)

Sebagian besar garam


memiliki kelarutan yang
besar dalam air panas

Beberapa garam memiliki


panas pelarutan negatif
(exothermic) dan
kelarutannya akan
menurun dengan
meningkatnya temperatur.

Kelarutan beberapa garam sebagai fungsi dari temperatur


PENGARUH PENAMBAHAN ZAT LAIN

Penambahan Ion Sejenis:

Apabila elektrolit sukar larut dilarutkan untuk membentuk


larutan jenuh, kelarutan digambarkan sebagai Ksp.
Kelarutan menurun dengan adanya ion sejenis, meningkat
dengan penambahan ion tidak sejenis (salting out)
Contoh: kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila ke dalam
air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh.
PENGARUH PENAMBAHAN ZAT LAIN (Lanj.)
Penambahan Surfaktan :
Surfaktan merupakan molekul ampifilik yang tersusun dari bagian
polar/hidrofilik (head), dan bagian nonpolar/hidrofobik (tail).
Bagian kepala dapat berupa anionik, kationik, zwitterion (dipolar), nonionik
Bagian ekor merupakan senyawa hidrokarbon rantai panjang.

 Pada konsentrasi rendah dalam larutan berada pada permukaan atau antar
muka larutan dan memberikan efek penurunan tegangan permukaan.
 Pada konsentrasi di atas Konsentrasi Misel Kritis (KMK) membentuk
misel (agregat kolidal) yang berperan dalam proses solubilisasi
miselar.
PENGARUH PENAMBAHAN ZAT LAIN (Lanj.)

Solubilisasi Miselar
Suatu pelarutan spontan yang terjadi pada molekul zat yang
sukar larut dalam air melalui interaksi yang reversibel dengan
misel dari surfaktan dalam larutan sehingga terbentuk suatu
larutan yang stabil secara termodinamika
Syarat: konsentrasi surfaktan ≥ KMK
Pengaruh surfaktan

Rippie dkk, pengaruh surfaktan terhadap kelarutan obat


dinyatakan dengan persamaan:
 Untuk molekul obat yang bersifat asam:

DT*  (D)
 
Ka  H  DT 
 1  M 
 
 H + K'K K" 
a 

H+  DT*
  
Ka  H +


DT* adalah kelarutan obat total dalam larutan pada pH tertentu dan tanpa
adanya surfaktan; (D) konsentrasi asam tak terionisasi; DT adalah Kelarutan
total obat dengan adanya surfaktan; (M) adalah fraksi volume surfaktan yang
berada dalam bentuk misel; K’ adalah koefisien partisi molekul obat; K” adalah
koefisien partisi bentuk anion.

 Basa lemah:
   H  DT  K a K'H  K" 
D  D T *  K a D  D T *   1 M 
 

 
Ka  H

  a
K  H 
 
DT *  K a  H 
 
(D) adalah asam bebas tidak dalam misel; (D+ ) adalah asam kationik yang
berkonjugasi terhadap molekul basa, tidak dalam misel.
Contoh:
Hitunglah kelarutan sulfisoxazol pada 250 C dalam : (a) dapar pH 6,0
dan (b) dapar pH 6,0 mengandung 4% volume (= 0,04 fraksi volume)
polisorbat 80 (Tween 80). Kelarutan sulfisoxazol tak terionkan dalam
air adalah 0,15 g/l pada suhu itu, harga Ka =7,60  10-6 dan harga K’
=79, K” = 15.
(a) Kelarutan obat total pada pH 6 tanpa surfaktan :

DT*  0,15
 
 7 ,6  106  1,0  106   1,29 g / l
1,0  10 6 
 
(b) Kelarutan total sulfisoxazol dalam pH 6 dengan adanya 4%
Tween 80:


    
 1,0  106 79 7 ,6  106 15
DT  1,291 0,04     2 ,45 g / l

  
7 ,6  10 
6  1,0  106
 

Kelarutan basa prokain dalam air pada 250 C adalah 5 g/l, harga Ka =
1,4  10-9, harga koefisien partisi untuk molekul basa , K’ = 30, untuk
asam kationik K” = 7,0. Hitunglah kelarutan prokain dalam dapar pH
7,40 yang mengandung 3% (b/v) polisorbat 80.
(a) Pers.

DT*  D
   5,01,4  10  3,98  10   147 ,2 g / l
 Ka  H + 9 8


Ka 


 
1,4  109
 


  1,4  10 30 3,98  10 7


9 8
 147 ,21 0,03     181,6 g /l
1,4  10  3,98  10  
DT
9 8
  

Berapa fraksi obat di dalam fase air dan fraksi dalam misel?

Obat total dalam fase air, DT* 147,2 g / l


  0,81
Obat total dalam fase air dan misel, DT 181,6 g / l

Artinya fraksi 0,81 prokain berada dalam fase air, sisanya, 0,19,
terletak dalam misel.
PENGARUH pH
 Kelarutan senyawa yang terionisasi dalam air sangat dipengaruhi oleh pH,
sedangkan kelarutan senyawa non elektrolit yang tidak terionisasi dalam
air hanya sedikit dipengaruhi oleh pH.
 Untuk senyawa yang terionisasi (elektrolit) seperti asam karboksilat (HA)
kelarutan merupakan fungsi dari pH.
Peningkatan pH dapat meningkatkan kelarutan senyawa asam lemah, dan
penurunan pH dapat meningkatkan kelarutan senyawa basa lemah
Penentuan pH optimum, untuk menjamin larutan yang jernih dan
kefektifan terapi yang maksimum
Contoh: Asam salisilat, Atropin Sulfat, tetrakain HCl, Sulfonamida, Fenobarbital Na
PENGARUH pH (Lanj.)

Pengaruh pH
Pada senyawa elektrolit
PENGARUH POLARITAS PELARUT

Polaritas molekul pelarut dan zat terlarut dapat


mempengaruhi kelarutan UMUM
Molekul zat terlarut polar akan terlarut pada pelarut polar
Molekul zat terlarut non-polar akan terlarut dalam pelarut
nonpolar.

“Like dissolve like”


PENGARUH KONSTANTA DIELEKTRIK

 Senyawa hidrofobik meningkat kelarutannya dalam air dengan


adanya perubahan konstanta dielektrik pelarut yang dapat
dilakukan dengan penambahan pelarut lain (kosolven).

 Konstanta dielektrik dari suatu sistem pelarut campur adalah


merupakan jumlah hasil perkalian fraksi pelarut dengan konstanta
dielektrik masing-masing pelarut dari sistem pelarut campur
tersebut.
PENGARUH KOSOLVEN

Kosolvensi merupakan
suatu fenomena dengan zat
terlarut memiliki kalarutan
yang lebih besar dalam
campuran pelarut
dibandingkan dalam satu
jenis pelarut.
Kosolvent adalah pelarut
yang digunakan dalam
kombinasi untuk
meningkatkan kelarutan
solut.
PENGARUH UKURAN PARTIKEL

Ukuran partikel dapat mempengaruhi kelarutan karena semakin


kecil partikel, rasio antara luas permukaan dan volume meningkat.
Meningkatnya luas permukaan memungkinkan interaksi antara
solut dan solvent lebih besar. Pengaruh ukuran partikel terhadap
kelarutan digambarkan dalam persaman berikut;
Pengaruh Partikel Terhadap Kelarutan Zat Padat

s adalah kelarutan partikel halus; s0 kelarutan partikel besar; 


tegangan permukaan zat padat; V adalah volume molar cm3/mol; r
jari-jari partikel dalam cm, dan R adalah tetapan gas 8,314  107
erg/der mol; dan T suhu mutlak.

Contoh:
Suatu zat padat dihaluskan sedemikian rupa agar kelarutannya naik
10%, yaitu s/s0 =1,10. Berapa seharusnya ukuran partikel akhir,
anggap tegangan permukaan zat padat = 100 dyne/cm, dan volume
per mol = 50 cm3 dan suhu 27 C0.

2  100  50
r   4,2 10 6 cm  0,042cm
2,303  8,314  107  300  0,0414
PENGARUH UKURAN MOLEKUL

Semakin besar ukuran molekul  semakin berkurang kelarutan


suatu senyawa.

Semakin besar ukuran molekul zat terlarut semakin sulit molekul


pelarut mengelilinginya untuk memungkinkan terjadinya proses
pelarutan.

Dalam hal senyawa organik, “PERCABANGAN" akan meningkatkan


kelarutan, karena semakin banyak percabangan akan memperkecil
ukuran molekul, sehingga mempermudah proses pelarutan oleh
molekul pelarut.
PENGARUH POLIMORFISME

Polimorfisme adalah kapasitas suatu senyawa untuk terkristalisasi


menjadi lebih dari satu jenis bentuk kristal.

Perubahan dari satu bentuk kristal ke bentuk yang lain adalah


reversibel, proses ini disebut enantiotropik.

Bentuk polimer dapat mempengaruhi warna, kekerasan, kelarutan,


titik leleh dan sifat-sifat lain dari senyawa.

Karena titik leleh merupakan salah satu faktor yang


mempengaruhi kelarutan, maka polimorf akan memiliki kelarutan
yang berbeda.
KELARUTAN ZAT PADAT DALAM CAIRAN
Larutan Ideal
• Tergantung : suhu, titik leleh zat padat, dan kalor lebur molar Hf yaitu kalor (panas)
yang diserap ketika zat padat meleleh.
• Dalam larutan ideal, kalor larutan sama dengan kalor lebur, yang dianggap tetap tidak
tergantung pada suhu.

H f
 T0  T 
 log X  i
 
2.303 R  
2
 T0T 

X2i adalah kelarutan ideal solut dinyatakan dalam fraksi mol, T0 adalah titik
leleh solut padat dalam derajat mutlak.
Persamaan di atas dapat pula dituliskan:

H f 1
log X2  i  konstanta
2 ,303RT
R= 1,987 kal derajat-1 mol-1
Contoh:

Berapa kelarutan naftalena pada 200 C dalam larutan ideal?


Titik leleh naftalena adalah 800 C, dan kalor leburnya 4500 kal/mol.

4500  353  293


log X2i    
2,303  1,987 293 353 
X2i  0 ,27

Kelarutan fraksi mol dapat diubah menjadi molalitas:

1000X 2
m
M 1 1 X 2 
Larutan Nonideal

Aktivitas solut dalam larutan :


a2 = X2 2 2 : koefisien aktivitas rasional.

log a2 = log X2 + log 2


Dalam larutan ideal karena 2 = 1, maka a2 = X2i ,

H f  T - T
 log a 2   log X 2 i   0 
2,303R  TT 0 

H f  T0 - T 
 log X 2     log 2
2,303R  TT 0 

Suku log 2 pada pers.: pertimbangan gaya atraksi intermolekular yang harus diatasi, atau usaha
(kerja) yang harus dilakukan dalam memindahkan molekul dari fase solut (zat terlarut) dan
menyimpannya dalam solven (pelarut).
Proses pemindahan molekul tersebut terjadi dalam 3 tahap:

1. Pemindahan 2. Pembentukan lubang 3. Molekul solut


molekul dari fase dalam solven yang ditempatkan dalam
solut pada suhu cukup besar agar dapat lubang dalam
tertentu. menerima molekul solven, dan usaha
Penerimaan energi solut. Usaha: w11. yang diperolah atau
potensial atau penurunan energi
usaha netto untuk potensial adalah -
proses tersebut : w12
w22:

Lubang dalam solven sekarang tertutup dan terjadi tambahan penurunan energi, -w12 ,
bersangkutan dengan usaha neto dalam langkah terakhir ini adalah -2 w12 .

Usaha total adalah (w22 + w11 -2 w12 ).


V2 12
Scatchard dan Hildebrand dan Wood: ln  2  ( w22  w11  2w12 )
RT
V2 : volume molar atau volume per mol solut cair, 1 : fraksi volume
atau X1V1/(X1 V1 + X2 V2 )

Interaksi molekul berbeda: w12  w11w22

  w  
1 / 2 2 V2 1
2
V21 2
 w22 
1 /2
ln  2  w11  2w11w22 1/ 2
 w22 ln  2  11
RT RT
Suku (w)1/2 disebut parameter kelarutan dan digambarkan dengan lambang 1
untuk solven dan 2 untuk solut. 2
V 2 1
2
log  2  (1  2 )
2,303RT
ΔH f T0 - T  V2 φ1 2
Persamaan Kelarutan: - log X 2   + (δ 1  δ 2 ) 2
2,303RT  T0  2,303RT
1/ 2
 Hv  RT Hv : kalor uap, Vl : volume molar senyawa cairan
 
 Vl  pada suhu tertentu, R : tetapan gas, T : suhu absolut.
(a) Hitunglah parameter kelarutan iodum; (b) tentukan fraksi mol dan kelarutan
molal iodum dalam karbon disulfida pada 250 C; (c) berapa koefisien aktivitas
solut dalam larutan? Kalor uap iodum cair diekstrapolasikan pada 250 C adalah
11493 kal/mol, kalor lebur rata-rata Hf , adalah 3600 kal pada 250 C, titik leleh
iodum adalah 1130 C, dan volume molarnya V2 adalah 59 cm3 pada 250 C.
Parameter kelarutan karbon disulfida adalah 10.
1/ 2
11493 1,987  298,2
(a)      13,6
 59
(b) Mula-mula X2 dihitung dengan menganggap 12 = 1 (larutan encer)

3600  386 - 298 59


- log X2    + (10  13,6)2 0,0689
1364 386 1364
Sekarang fraksi volume 1 = V1 (1- X2 )/[V1 (1-X2 ) + V2 X2 ] atau untuk iodum
(V2 = 59 cm3 ) dalam karbon disulfida (V1 = 60 cm3) , maka diperoleh 1 =
0,9322.
Perhitungan kembali X2 seperti pada (b) dengan memasukkan 1 = 0,9322 :
X2 = 0,0815; dan dengan 6 kali pengulangan perhitungan menggunakan
kalkulator diperoleh : X2 = 0,0845. Hasil percobaan untuk kelarutan dalam karbon
disulfida menurut Hildebrand dan Scott adalah 0,0546 pada 250 C, sedangkan
kelarutan fraksi mol ideal X2i iodum adalah 0,250 pada 250 C.
Kelarutan fraksi mol iodum dalam karbon disulfida :

1000X2 1000  0,085


m   1,22 mol / kg
M1( 1  X2 ) 76,131 0,085

(c) Kelarutan ideal adalah berhubungan dengan kelarutan aktual pada


suhu tertentu dan dinyatakan dengan persamaan:
a2 = X2i = X2 2, maka 2 =0,25/0,055 =4,55.
Kelarutan Gas dalam Cairan
(Faktor-faktor)
Adalah konsentrasi gas yang terlarut saat berada dalam kesetimbangan dengan gas murni di atas larutan.

Kelarutan tergantung pada:


• tekanan:
tekanan gas di atas cairan naik maka kelarutan bertambah.
• suhu :
suhu naik kelarutan gas turun.
• adanya garam :
penambahan garam (elektrolit) membebaskan gas terlarut.
• reaksi kimia:
gas tertentu karena memberikan reaksi kimia kelarutannya menjadi lebih besar. Misal hidroklorida,
amonia dan karbondioksida.

Hukum Henry :
C2 =  p
C2 :konsentrasi gas terlarut dalam gram/L solven, p : tekanan parsial gas tak terlarut dalam mm, dan  : koefisien kelarutan
Kelarutan gas dalam cairan dapat dinyatakan oleh  atau oleh koefisien serapan Bunsen α. (volume
gas dalam liter yang larut dalam 1 liter solven pada tekananparsial1 atm, suhutertentu:

𝑉𝑔𝑎𝑠 𝑆𝑇𝑃
= 𝛼𝜌
𝑉 𝑙𝑎𝑟

Koefisien Bunsen untuk beberapa gas dalam air pada 00 dan 250 C
Contoh:
Bila 0,0160 g oksigen dilarutkan dalam 1 liter air pada dan 250 C dan pada
tekanan oksigen 300 mm Hg. Hitunglah (a)  dan (b) 
(a)
C2 (g / l) 0,0160
   5,33 105
p (mm Hg) 300
0,0160
 0,08205 273,15
(b) V = nRT/p 32
Vgas,STP   0,0112
1 atm1

Vgas  0,0112  0,0284



Vlar p 1  300
760
(c) Berapa gram oksigen dapat dilarutkan dalam 250 ml larutan air jika
tekanan total di atas campuran 760 mm Hg? Tekanan parsial oksigen dalam
larutan adalah 0,263 atm, dan suhu 250 C.
C2 (g / l)
  5,33  105 
0,263 760 mm
C2  0,0107 g / l atau 0,0027 g / 250 ml
Gas dalam cairan
Larutan gas dalam bidang farmasi dikenal: Larutan HCL, lar. Ammonia, lar. CO2 , Aerosol
Kelarutan Cairan dalam Cairan
(Faktor-faktor)
Kelarutan Cair dalam Cair

• Larutan Ideal dan Larutan Nyata,


• Bercampur sempurna,
• Bercampur sebagian,
• Praktis tidak bercampur: koefisien distribusi, ekstraksi
• Sistem 3 komponen
• Tetapan dielektrik dan Kelarutan
Kelarutan cairan dalam cairan, lazim disebut campuran cairan

Faktor yang bepengaruh


• Internal pressures :
DISTRIBUSI SOLUT DI ANTARA PELARUT TAK CAMPUR

C1
K
C2
•K : rasio distribusi, koefisien distribusi, atau koefisien partisi
•C1 konsentrasi kesetimbangan zat dalam solven 1,
•C2 konsentrasi zat dalam solven2

• Contoh:
• Distribusi asam borat dalam air dan amil alkohol pada 250 C, menunjukkan konsentrasi asam borat dalam air
= 0,0510 mol/l dan dalam amil alkohol = 0,0155 mol/l. Hitung koefisien distribusinya!

C H 2O 0,0510 C alk 0,0155


K    3,29 K   0,304
C alk 0,0155 C H2O 0,0510
Fenomena Distribusi

HAn  n(HA)
Molekul Efek asosiasi dan ionisasi thd distribusi

Ion
Apperent Coeffisien Distribution/Koefisien Distribusi Nyata

Koefien partisi dalam ektraksi


• (K W– K W1) / V2 = W1/ V1
• (KW-KW1) V1 = W1 V2
• KWV1 – KW1V1 = W1 V2
• W KV1 = W1 KV1 + W1V2
• WKV1 = W1 (KV1+V2)
• W1 = W KV1 / (KV1+V2)

• Wn = W [KV1/(KV1 + V2)]n
Ektraksi Berulang

Contoh soal:

Koefisien distribusi iodine antara air dan CCl4 pada 25o C (K = H2O/CCl4 = 0.012). Berapa gram iodine
terekstraksi dari larutan iodine dalam air yang mengandung 0.1 gram dalam 50 ml dengan sekali
ekstraksi menggunakan 10 ml CCl4? Berapa banyak terekstraksi jika dilakukan 2x ekstraksi masing-
masing dengan 5 ml CCl4
Reference
• Patrick J. Sinko, Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences, fifth ed. Lippincott Williams&Wilkins 2006.
• Patrick J. Sinko, Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, ed. 5.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2006
• Martin. Physical Pharmacy ed. 3 atau 4
• Terjemahan Martin: Farmasi Fisika ed 3.
UI Press, 1996
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai