Revitalisasi
PEMBINAAN
KEROHANIAN
Disusun
oleh:
IIP
ICHSANUDIN
LAODE
M.
APDY
POTO
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020
Pengarah:
Dr.
Ir.
M.
Bakrun,
M.M.
Direktur
SMK
Arfah
Laidiah
Razik,
S.H.,
M.A
Kasubbag
Tata
Usaha
Dr.
Abdul
Haris,
M.Si
Koordinator
Bidang
Tata
Kelola
Mochamad
Widiyanto,
S.Pd.,
M.T
Koordinator
Bidang
Penilaian
Drs.
Haryono,
M.M
Koordinator
Bidang
Peserta
Didik
Arie
Wibowo
Khurniawan,
S.Si.,
M.Ak
Koordinator
Bidang
Sarana
dan
Prasarana
Chrismi
Widjajanti,
S.E.,
M.B.A
Koordinator
Bidang
Program
dan
Evaluasi
Penulis:
Iip
Ichsanudin
Laode
M.
Apdy
Poto
Penyunting:
Huda
Saifullah
Kamalie
Tim
Dit.
SMK
Desain
Sampul:
Sonny
Rasdianto
Layout:
Winih
Wicaksono
ISBN: 978-602-5517-66-2
©
Hak
Cipta
Dilindungi
Undang-Undang
Dilarang
memperbanyak
karya
tulis
ini
dalam
bentuk
dan
dengan
cara
apapun
tanpa
izin
tertulis
dari
Direktorat
04 Buku
Serial
Revitalisasi
PEMBINAAN
KEROHANIAN
Disusun
oleh:
Iip
Ichsanudin
Laode
M.
Apdy
Poto
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
KATA
PENGANTAR
Pengembangan
dan
penerapan
pendidikan
karakter
kerja
siswa
Sekolah
Menengah
Kejuruan
(SMK)
merupakan
urgensi
dalam
upaya
meningkatkan
kapasitas
dan
kualitas,
sebagaimana
tertuang
dalam
penjelasan
Pasal
15
Undang
Undang
nomor20
Tahun
2003
tentang
Sistem
Pendidikan
Nasional,
Sekolah
Menengah
Kejuruan
merupakan
pendidikan
menengah
yang
mempersiapkan
peserta
didik
terutama
untuk
bekerja.
Perpres
No.
87
tahun
2018
tentang
Penguatan
Pendidikan
Karakter,
kemudian
dalam
Peraturan
Menteri
Pendidikan
dan
Kebudayaan
Nomor
34
Tahun
2018
tentang
Standar
Nasional
Pendidikan
SMK/MAK,
khususnya
Standar
Kompetensi
Lulusan
terdapat
9
(sembilan)
area
kompetensi,
salah
satu
area
kompetensi
tersebut
adalah
Karakter
Pribadi
dan
Sosial
lulusan
SMK/MAK.
Pengembangan
karakter
kerja
bagi
siswa
SMK
merupakan
aspek
penting
dalam
menghasilkan
lulusan
yang
mampu
bersaing
dan
berhasil
dalam
pekerjaannya.
Siswa
SMK
harus
dipersiapkan
untuk
menghadapi
kondisi
dan
tantangan
real-job
yang
ada
di
dunia
usaha
dan
industri.
Bekerja
di
dunia
usaha
dan
industri
berada
dalam
lingkungan
yang
berbeda
dengan
lingkungan
sekolah
sehingga
diperlukan
adanya
pengembangan
karakter
kerja
meliputi
pembinaan
ketahanan
mental,
disiplin
kerja,
ketahanan
fisik,
dan
perilaku
positif
siswa.
Oleh
karenanya
dalam
melaksanakan
pelaksanaan
pembentukan
karakter
kerja
di
SMK,
diperlukan
adanya
materi
pembinaan
ketarunaan
yang
memuat
tentang
materi
Kesamaptaan,
Tata
Tertib
Taruna,
dan
Pembentukan
Organisasi
Senat
Taruna
tentang
bagaimana
pembentukan
karakter
kerja
untuk
kesiapan
kerja
yang
terintegrasi
dalam
proses
pembelajaran
dengan
melibatkan
pihak
internal
maupun
eksternal
sekolah.
Dalam
rangka
inilah
Direktorat
SMK
pada
tahun
2020menyusun
Dokumen
Pembinaan
Karakter
Kerja
berbasis
Ketarunaan,
yang
meliputi,
Pedoman
Pelaksanaan,
Materi
Pembinaan
Ketarunaan,
dan
Panduan
Training
of
Trainer
(ToT)
sebagai
dokumen
yang
utuh
dan
menyeluruh,
untuk
membentuk
dan
pembiasaan
karakter
kerja
lulusan
SMK.
Dokumen
pembinaan
ketarunaan
ini
diharapkan
dapat
digunakan
bagi
SMK
bersama
pihak
terkait
yang
berkepentingan
baik
langsung
maupun
tidak
langsung,
untuk
menyiapkan
kemampuan
dan
membangun
karakter
utama
para
peserta
didiknya
yang
pada
akhirnya
tercipta
suatu
budaya
yang
disiplin,
maju,
modern
dan
kompetitif
mengenai
pentingnya
karakter
kerja.
Direktur SMK
Dr. Ir. M. Bakrun, M.M.
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 iii
PEMBINAAN
KEROHANIAN
KATA
PENGANTAR
iii
DAFTAR
ISI
iv
BAB
I
PENDAHULUAN
1
A.
Latar
Belakang
1
B.
Tujuan
3
C.
Ruang
Lingkup
3
D.
Manfaat
4
BAB
II
PELAKSANAAN
5
A.
Strategi
Pelaksanaan
5
B.
Metode
Pelaksanaan
5
BAB
III
MATERI
6
A.
Prinsip-prinsip
Universal
Penerapan
6
Pembinaan
Karakter
Kerja
Siswa
SMK
B.
Karakter
Rohani
Siswa
SMK
9
C.
Metode
Penerapan
Pembinaan
Kerohanian
14
Karakter
Kerja
SIswa
SMK
D.
Implementasi
Pembinaan
Kerohanian
di
Sekolah
19
E.
Karakter
Moral
Sebagai
Landasan
Karakter
Kerja
Siswa
SMK
20
BAB
IV
PENUTUP
30
DAFTAR
PUSTAKA
31
LEMBAR
KERJA
1
35
LEMBAR
KERJA
2
35
LEMBAR
KERJA
3
35
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
iv 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
BAB
I
PENDAHULUAN
Gambar 1.1. Tokoh Agama
A.
Latar
Belakang
Dimensi
rohani
sebagai
komponen
peneguh
nilai
spiritualisme
seseorang
menjadi
sangat
penting
untuk
dipahami
agar
dapat
secara
lestari
dikembangankan
sesuai
dengan
tuntutan
zaman
serta
diaplikasikan
secara
konsisten.
Melalui
program
pendidikan
karakter
kerja
lulusan
SMK
kekuatan
kerohanian
dipandang
sebagai
salah
satu
pilar
utama
penopang
terciptanya
sumberdaya
manusia
lulusan
SMK
Indonesia
yang
berkarakter
religius
dan
berkualitas.
Sebagaimana
diketahui
bahwa
terdapat
lima
nilai
karakter
utama
yang
bersumber
dari
Pancasila,
yang
menjadi
prioritas
pengembangan
gerakan
Pengembangan
Pendidikan
Karakter;
yaitu
religius,
nasionalis,
integritas,
kemandirian,
dan
kegotongroyongan.
Masing-masing
nilai
tidak
berdiri
dan
berkembang
sendiri-sendiri,
melainkan
saling
berkorelasi
antar
satu
dengan
lainnya,
berkembang
secara
dinamis
dan
membentuk
keutuhan
pribadi.
Sedangkan
proses
internalisasinya
melalui
pendidikan
karakter
yang
diinisiasi
dari
empat
dimensi
pendidikan
karakter
oleh
Ki
Hajar
Dewantara
yaitu
olah
hati
atau
rasa,
olah
pikir,
olah
karsa,
dan
olah
raga.
Kehidupan
modern
dewasa
ini
telah
tampil
dalam
dua
wajah
yang
antagonistik.
Di
satu
sisi
modernisme
telah
berhasil
mewujudkan
kemajuan
yang
spektakuler,
khususnya
dalam
bidang
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi.
Di
sisi
lain,
ia
telah
menampilkan
wajah
kemanusiaan
yang
buram
berupa
kemanusiaan
modern
sebagai
kesengsaraan
rohaniah.
Modernitas
telah
menyeret
manusia
pada
kegersangan
spiritual.
Dampak
ini
merupakan
konsekuensi
logis
dari
paradigma
modernisme
yang
terlalu
bersifat
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 1
PEMBINAAN
KEROHANIAN
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
Kerjasama;
(6)
Percaya
Diri,
Kreatif,
Kerja
Keras,
dan
Pantang
Menyerah;
7)
Keadilan
dan
Kepemimpinan;
(8)
Baik
dan
Rendah
Hati;
dan
(9)
Toleransi,
Cinta
Damai
dan
Persatuan.
Kesembilan
pilar
karakter
itu,
diajarkan
secara
sistematis
dalam
model
pendidikan
holistik
menggunakan
metode
knowing
the
good,
feeling
the
good,
dan
acting
the
good.
Knowing
the
good
bisa
mudah
diajarkan
sebab
pengetahuan
bersifat
kognitif
saja.
Akan
tetapi,
setelah
knowing
the
good
harus
ditumbuhkan
feeling
loving
the
good,
yakni
bagaimana
merasakan
dan
mencintai
kebajikan
menjadi
engine
(mesin
penggerak)
yang
bisa
membuat
orang
senantiasa
mau
berbuat
sesuatu
kebaikan.
Dengan
demikian
tumbuh
kesadaran
bahwa,
orang
mau
melakukan
perilaku
kebajikan
karena
cinta
akan
perilaku
kebajikan
itu.
Selanjutnya
setelah
terbiasa
melakukan
kebajikan,
maka
acting
the
good
itu
berkembang
menjadi
kebiasaan.
Pada
akhirnya
relasi
yang
positif
dalam
konstruksi
pembinaan
kerohanian
yang
basisnya
adalah
pemahaman
beragama,
melalui
pendidikan
karakter
ini
terdapat
pada
pengamalan
nilai-nilai
luhur
falsafah
Negara
Republik
Indonesia
yaitu
Pancasila.
Kesepakatan
utama
yang
menjadi
landasan
penting
bahwa
seluruh
warga
Negara
Indonesia
adalah
mahluk
berketuhanan
tertuang
dalam
sila
pertama
yang
berbunyi
“Ketuhanan
Yang
Maha
Esa”.
Oleh
karena
itu,
pembinaan
kerohanian
ini
berkorelasi
erat
dengan
frame
of
thinking
nya
pengamalan
praktis
dari
makna
norma
dan
nilai
luhur
sila
tersebut.
Sehingga
di
dalam
bangsa
Indonesia
tidak
boleh
ada
pertentangan
dalam
hal
Ketuhanan
Yang
Maha
Esa.
Kita
seharusnya
menghindari
sikap
atau
perbuatan
yang
anti
terhadap
Tuhan
Yang
Maha
Esa,
anti
agama.
Untuk
itulah
sebagai
generasi
penerus
bangsa,
kita
wajib
mengkaji,
memahami,
dan
menerapkan
sila
pertama
Pancasila.
Diharapkan
melalui
pemahaman
sila
Ketuhanan
Yang
Maha
Esa
ini,
akan
terwujud
generasi-generasi
penerus
bangsa
Indonesia
yang
menjunjung
tinggi
nilai-nilai
Ketuhanan
dan
berbudi
luhur.
B.
Tujuan
Materi
ini
merupakan
bagian
terintegrasi
dari
proses
pendidikan
dan
pengembangan
karakter
kerja
Siswa
SMK
yang
menjadi
prioritas
programnya.
Secara
berurutan
tujuan
materi
ini
sebagai
berikut:
1.
Membekali
pemahaman
dan
keyakinan
peserta
akan
pentingnya
melaksanan
peran
dan
fungsi
diri
sebagai
mahluk
Tuhan.
2.
Menumbuhkembangkan
kesadaran
peserta
akan
rasa
cinta
dan
pengabdiannya
terhadap
Tuhan
Yang
maha
Esa.
3.
Memperkuat
rasa
cinta
terhadap
Tanah
Air
dan
Bangsa.
4.
Memberikan
gambaran
umum
tentang
implementasi
Ketuhanan
ke
dalam
kehidupan
berbangsa,
bertanah
air,
serta
bermasyarakat
dalam
bentuk
serta
manifestasi
gotong
royong.
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 3
PEMBINAAN
KEROHANIAN
5.
Menanamkan
nilai
dasar
tentang
kerberagaman
dan
toleransi.
6.
Membangun
kesehatan
karakter
yang
mencakup
psikomotorik
dan
kognisi
individu
untuk
menjalin
keharmonisan
yang
sehat
antara
individu
dengan
dirinya
sendiri
sekaligus
dengan
lingkungannya.
C.
Ruang
Lingkup
Ruang
lingkup
materi
Pembinaan
Kerohanian
meliputi:
1.
Prinsip-Prinsip
Universal
Penerapan
Pembinaan
Karakter
Kerja
Siswa
SMK
2.
Karakter
Rohani
bagi
Siswa
SMK
3.
Metode
Penerapan
Pembinaan
Karakter
Kerja
Siswa
SMK
4.
Penerapan
Nilai
–
Nilai
Kerohanian
dalam
kehidupan
berbangsa
dan
bernegara
5.
Implementasi
Pembinaan
Kerohanian
di
Sekolah
6.
Karakter
Moral
sebagai
Landasan
Karakter
Kerja
Lulusan
SMK
D.
Manfaat
Pembinaan
Kerohanian
memiliki
manfaat
dan
implikasi
sebagaimana
tercantum
di
bawah
ini:
1.
Proses
pembinaan
kerohanian
sebagai
bagian
dari
pendidikan
karakter
kerja
diupayakan
agar
sumberdaya
manusia
lulusan
SMK
dapat
menyadari
sebagai
mahluk
ciptaan
Tuhan,
mencintai
Tuhan
dan
memiliki
moralitas
yang
baik.
2.
Kegiatan
pembinaan
kerohanian
ini
diharapkan
menghasilkan
individu
yang
memiliki
karakter
baik
sesuai
dengan
pengamalan
Pancasila
sila
Ketuhanan
Yang
Maha
Esa.
3.
Nilai-nilai
relijiusitas
yang
disampaikan
diharapkan
lulusan
SMK
mampu
melahirkan
keteguhan
dan
pembelaan
terhadap
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
sebagai
wujud
patriotisme
dan
nasionalisme.
4.
Penguatan
karakter
kerja
peserta
didik
dalam
mempersiapkan
daya
saing
melalui
kompetensi
abad
21,
yaitu:
berpikir
kritis,
kreativitas,
komunikasi,
dan
kolaborasi
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
4 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
BAB
II
PELAKSANAAN
A.
Strategi
Pelaksanaan
Melalui
tahapan
Training
of
Trainer
(ToT),
baik
Instruktur
Inti
maupun
Instruktur
Sekolah,
diorientasikan
pada
proses
collaborative
dan
atau
participatory
learning.
Hal
ini
didasarkan
atas
pertimbangan
pemaduan
kekuatan
belajar
dan
pemahaman
peserta
ToT
yang
secara
resiprokatif
dianggap
mampu
menghasilkan
kondisi
pelatihan
yang
cenderung
aktif
dan
dinamis.
Dalam
hal
ini
para
calon
instruktur
dikelola
dalam
kelompok-
kelompok
klasikal
dan
forum-forum
diskusi
agar
kesetaraan
pemahaman
tentang
subtansi
pembinaan
kerohanian
yang
sama
dimiliki
oleh
seluruhnya.
Sehingga
ketika
proses
delivery
content
yang
merupakan
tanggungjawab
para
trainers
pasca
ToT
ini
dapat
terwujud
sesuai
dengan
target
dan
sasaran
program.
B.
Metode
Pelaksanaan
Proses
pengelolaan
pembelajaran
menggunakan
Model
Latihan
Partisipatif
(Participatory
Training
Model).
Penggunaan
metode
ini
dilatarbelakangi
oleh
keuntungan
jika
menggunakan
model
pembelajaran
partisipatif
yang
menekankan
pada
proses
pembelajaran,
di
mana
kegiatan
belajar
dalam
pelatihan
dibangun
atas
dasar
partisipasi
aktif
(keikutsertaan)
para
peserta.
Peserta
pelatihan
(ToT)
terlibat
dalam
semua
aspek
kegiatan,
mulai
dari
kegiatan
merencanakan,
melaksanakan,
sampai
pada
tahap
menilai
kegiatan
pembelajaran
dalam
pelatihan.
Materi
ini
dirancang
untuk
melengkapi
peserta
dengan
konsep
karakter
kerja
lulusan
SMK
dan
kegiatan
yang
praktis
untuk
diterapkan
di
kelas
pelatihan.
Modul
ini
juga
memberikan
pengalaman
belajar
aktif
dan
relevan.
Dengan
demikian,
pelatihan
ini
banyak
menerapkan
pendekatan
partisipatori
dan
reflektif.
Dalam
proses
pelaksanannnya,
diterapkan
Variasi
metodologi
seperti
penjelasan/presentasi,
brainstorming,
sharing
expertise,
diskusi,
kerja
dalam
kelompok/berpasangan,
studi
kasus,
diskusi
tayangan
video,
tanya
jawab,
simulasi,
demonstrasi,
dan
main
peran
(role
play).
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 5
PEMBINAAN
KEROHANIAN
BAB
III
MATERI
A.
Prinsip-prinsip
Universal
Penerapan
Pembinaan
Karakter
Kerja
Siswa
SMK
Gambar 3.1. Prinsip-prinsip universal
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
6 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
1.
Prinsip
1
–
Nilai-nilai
Moral
Universal.
Pembinaan
karakter
kerja
yang
berfokus
pada
penguatan
nilai-nilai
moral
universal
yang
prinsip-prinsipnya
dapat
didukung
oleh
segenap
individu
dari
berbagai
macam
latar
belakang
agama,
keyakinan,
kepercayaan,
sosial,
dan
budaya.
2.
Prinsip
2
–
Holistik.
Menyeluruh
dalam
arti
pengembangan
fisik
(olah
raga),
intelektual
(olah
pikir),
estetika
(olah
rasa),
etika
dan
spiritual
(olah
hati)
dilakukan
secara
utuh-menyeluruh
dan
serentak,
baik
melalui
proses
pembelajaran
intrakurikuler,
kokurikuler,
dan
ekstrakurikuler,
berbasis
pada
pengembangan
budaya
sekolah
maupun
melalui
kolaborasi
dengan
komunitas-komunitas
di
luar
lingkungan
pendidikan.
3.
Prinsip
3
–
Terintegrasi.
Pembinaan
Pendidikan
Karakter
Kerja
sebagai
poros
pelaksanaan
pendidikan
nasional
terutama
pendidikan
dasar
dan
menengah
(kejuruan)
y a n g
d i ke m b a n g k a n
d a n
d i l a k s a n a k a n
d e n g a n
m e m a d u k a n ,
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 7
PEMBINAAN
KEROHANIAN
4.
Prinsip
4
–
Partisipatif.
Proses
pelibatan
para
pihak
dan
komponen
pendukung
yakni
dilakukan
dengan
mengikutsertakan
dan
melibatkan
publik
seluas-luasnya
sebagai
pemangku
kepentingan
pendidikan
menjadi
pelaksana.
Kepala
sekolah,
pendidik,
tenaga
kependidikan,
komite
sekolah,
dan
pihak-pihak
lain
yang
terkait
dari
kalangan
masyarakat
luas
dapat
menyepakati
prioritas
nilai-
nilai
utama
karakter
dan
kekhasan
sekolah
yang
diperjuangkan
dalam
pengembangan
karakter
Siswa
SMK,
untuk
selanjutnya
menyepakati
bentuk
dan
strategi
pelaksanaan,
bahkan
dukungan
pembiayaan.
5.
Prinsip
5
–
Kearifan
Lokal.
Pentingnya
melihat
dan
memaksimal
keunggulan
serta
potensi
dengan
bertumpu
dan
responsif
pada
kearifan
lokal
nusantara
yang
demikian
beragam
dan
majemuk
agar
kontekstual
dan
membumi.
Program
pengembangan
ini
harus
bisa
mengembangkan
dan
memperkuat
kearifan
lokal
nusantara
agar
dapat
berkembang
dan
berdaulat
sehingga
dapat
memberi
indentitas
dan
jati
diri
peserta
didik
sebagai
bangsa
Indonesia.
Budaya
setempat
yang
menjadi
keunggulan
di
daerah
dapat
dimenfaatkan
secara
maksimal
untuk
memberikan
ciri
khusus
penyelenggaraan
untuk
pencapaian
tujuan
universal.
6.
Prinsip
6
–
Kecakapan
Abad
21.
Program
pendidikan
karakter
kerja
Siswa
SMK
ini
juga
mengembangkan
kecakapan-kecakapan
yang
dibutuhkan
oleh
peserta
didik
untuk
hidup
pada
abad
21
(21st
century
skills),
antara
lain
kecakapan
berpikir
kritis
(critical
thinking),
berpikir
kreatif
(creative
thinking),
kecakapan
berkomunikasi
(communication
skill),
termasuk
penguasaan
bahasa
internasional,
dan
kerjasama
dalam
pembelajaran
(collaborative
learning).
Kecakapan-kecakapan
tersebut
dieksplorasi
dalam
pelatihan
dan
implementasi,
sehingga
Siswa
SMK
lebih
siap
menghadapi
perkembangan
dan
menjadi
berdaya
saing
sebagai
pribadi
yang
unggul.
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
8 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
7.
Prinsip
7
–
Adil
dan
Inklusif.
Prinsip
ini
dikembangkan
dan
dilaksanakan
berdasarkan
prinsip
keadilan,
non-diskriminasi,
non-sektarian,
menghargai
kebinekaan
dan
perbedaan
(inklusif),
dan
menjunjung
harkat
dan
martabat
manusia.
8.
Prinsip
8
–
Selaras
dengan
Perkembangan
Siswa.
Harus
terwujud
keselarasan
antara
kebutuhan
dengan
tuntutan
perkembangan
Siswa,
baik
perkembangan
biologis,
psikologis,
maupun
sosial,
agar
tingkat
kecocokan
dan
keberterimaannya
tinggi
dan
maksimal.
Dalam
hubungan
ini
kebutuhan-kebutuhan
perkembangan
peserta
didik
perlu
memperoleh
perhatian
intensif.
9.
Prinsip
9
–
Terukur.
Berlandaskan
prinsip
keterukuran
agar
dapat
diamati
dan
diketahui
proses
dan
hasilnya
secara
objektif.
Dalam
hubungan
ini
komunitas
sekolah
mendeskripsikan
nilai-nilai
utama
karakter
yang
menjadi
prioritas
pengembangan
di
sekolah
dalam
sebuah
sikap
dan
perilaku
yang
dapat
diamati
dan
diukur
secara
objektif;
mengembangkan
program-program
penguatan
nilai-nilai
karakter
bangsa
yang
mungkin
dilaksanakan
dan
dicapai
oleh
sekolah;
dan
mengerahkan
sumber
daya
yang
dapat
disediakan
oleh
sekolah
dan
pemangku
kepentingan
pendidikan.
B.
Karakter
Rohani
Siswa
SMK
Rohani
dalam
arti
lain
sebagai
Religi
terdiri
dari
beberapa
dimensi,
yakni:
(1)
dimensi
kredial
atau
keimanan,
(2)
dimensi
ritual
atau
peribadatan,
dan
(3)
dimensi
moral
atau
akhlak.
Kemudian
dalam
UUD
1945
(hasil
amandemen)
dan
Undang-Undang
nomor
20
Tahun
2003
tentang
Sistem
Pendidikan
Nasional
terdapat
juga
karakter
takwa.
Selain
itu,
khusus
bagi
pelajar
yang
beragama
Islam,
perlu
juga
ditambahkan
kemampuan
siswa
dalam
membaca
Al-Quran.
Jadi,
kajian
karakter
religius
yang
perlu
dikembangkan
di
sekolah
harus
mencakup
keempat
karakter
tersebut
ditambah
karakter
trampil
membaca
Al-Quran
bagi
siswa
muslim.
1.
Karakter
Kredial
atau
Keimanan.
Karakter
ini
berkaitan
dengan
kepercayaan
manusia
akan
adanya
Tuhan
Yang
Maha
Esa.
Sesuai
dengan
sila
pertama
Pancasila,
maka
para
pelajar
Indonesia
harus
beriman
kepada
Tuhan
Yang
Maha
Esa.
Karakter
ini
merupakan
karakter
inti
yang
paling
sulit
untuk
ditanamkan
tapi
perlu
dan
harus
ditanamkan.
Mengapa
sulit,
karena
menyangkut
dimensi
hati
(kepercayaan),
yakni
bagaimana
agar
hati
para
peserta
didik
dapat
mempercayai
keberadaan
Tuhan
Yang
Maha
Esa.
Sulitnya
membina
dimensi
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 9
PEMBINAAN
KEROHANIAN
hati
ini
karena
ada
manusia-manusia
yang
cuek
atau
acuh
tak
acuh
terhadap
keberadaan
Tuhan,
ada
juga
manusia-manusia
yang
tidak
percaya
akan
adanya
Tuhan
Yang
Maha
Esa,
bahkan
ada
juga
manusia-manusia
yang
berani
menantang
Tuhan.
2.
Karakter
Ritual
atau
Ibadah.
Karakter
ini
berkaitan
dengan
ritual-ritual
atau
ibadah-ibadah
yang
perlu
dilakukan
oleh
umat
beragama
untuk
menyembah
Tuhan
Yang
Maha
Esa.
Bentuk
ibadah
yang
paling
pokok
dan
ada
pada
semua
agama
adalah
sembahyang,
berdo`a,
dan
berpuasa.
Ibadah
dan
do`a
ada
yang
ditentukan
waktunya
dan
ada
juga
yang
tidak
ditentukan
waktunya.
Maksudnya
bisa
dilakukan
kapan
saja
tergantung
keperluan
penganut
agama.
Dalam
konteks
yang
lebih
implementatif,
karakter
ritual
atau
peribadatan
secara
umum
dapat
diaplikasikan
kepada
hal
yang
banyak
dirasakan
oleh
manusia.
Contohnya
adalah
dengan
melakukan
pekerjaan
atau
bekerja.
Setiap
orang
yang
bekerja
pada
hakikatnya
adalah
melaksanakan
salah
satu
pertintah
Tuhan
dengan
sungguh-sungguh
agar
dapat
memperoleh
imbalan
sesuai
dengan
yang
diharapkan,
baik
itu
imbalan
duniawi
berupa
gaji/honor
atau
penghasilan
lainnya,
maupun
imbalan
yang
bersifat
ukhrawi
sebagai
bekal
bagi
kehidupan
di
masa
datang
sesudah
kematian.
Ketika
memulai
bekerja
kita
diharuskan
berdoa,
dalam
prosesnya
kita
tetap
memperhitungkan
banyak
hal
seperti
etika
berkomunikasi,
berdiskusi,
berdebat,
dan
lain
sebagainya.
Secara
eksplisit
semua
menyadari
akan
eksistensi
Tuhan
yang
telah
memberikan
pengaturan
dan
bimbinganNYA
dalam
pelaksanaan
ibadah
melalui
penuntasan
tanggungjawab
pekerjaan
masing-masing.
Secara
lahiriah
mengenai
nilai
relasi
antara
Tuhan
dengan
hambanya
akan
dapat
terlihat
dari
perilaku
dan
kebiasaan
manusia
sehari-hari.
Karena
menyadari
bahwa
Tuhan
sedang
melihat
dan
memantau
seluruh
aktifitias
kehidupannya,
maka
manusia
akan
selalu
berusaha
untuk
tidak
menentang
aturan
dan
perintah-NYA.
Sehingga
pada
akhirnya
akan
dipahami
dan
bahkan
diyakini
bahwa
melakukan
tanggungjawab
adalah
ibadah
yang
sejati.
Memberi
perhatian
kepada
sesama
dan
memanusiakan
manusia
adalah
wujud
dari
ibadah.
Beribadah
adalah
menjalankan
perintahNya
untuk
memikul
tanggungawab
pribadi
dan
sosial
sebagai
wujud
penyembahan
kepada
Alloh.
Memberi
perhatian
kepada
yang
kecil
dan
lemah,
mendahulukan
yang
tua
dan
layak
mendapat
penghormatan
juga
merupakan
ibadah.
Sikap
menjauhkan
diri
dari
keserakahan,
pementingan
diri
sendiri
juga
perlu
dijauhkan.
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
10 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
3.
Karakter
Moral
atau
Akhlak.
Pendidikan
tidak
hanya
memberikan
kepada
peserta
didik
pengetahuan,
tetapi
juga
membentuk
karakter
luhur
bangsa.
Sebagai
upaya
mewujudķan
hal
tersebut,
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan
(Kemendikbud)
mulai
mengimplementasikan
pendidikan
yang
berintegritas
dan
berkarakter
melalui
penumbuhan
budi
pekerti
luhur.
Dimana
mayoritas
pendekatan
budi
pekerti
berequivalensi
dengan
akhlak.
Karakter
atau
budi
pekerti
bukan
materi
pelajaran,
tetapi
perbuatan
yang
harus
ditanamkan
dari
generasi
awal
ke
generasi
berikutnya
hingga
akhir
zaman.
Karakter
tidak
perlu
diajarkan
dalam
bentuk
pembelajaran,
karena
terbentuknya
karakter
adalah
perbuatan
rutin
dan
latah
dilakukan
setiap
hari.
Guru
tidak
perlu
mengajarkan
dalam
kelas
secara
teoritik
karena
sudah
masuk
dalam
pembelajaran
semua
mata
pelajaran
dan
kehidupan
sosial.
Nilai-nilai
karakter
berdasarkan
budaya
bangsa
Indonesia
sepert:
religius,
jujur,
toleransi,
disiplin,
kerja
keras,
kretif,
mandiri,
demokratis,
rasa
ingin
tahu.
Semangat
kebangsaan,
cinta
tanah
air,
menghargai
prestasi,
bersahabat/berkomunikasi,
cinta
damai,
gemar
membaca,
peduli
lingkungan
dan
sosial,
serta
tanggung
jawab
bisa
tertanam
dalam
jiwa
siswa
jika
hal
itu
dibiasakan
dalam
kehidupan
sehingga
tumbuh
menjadi
kebiasaan.
Mengacu
pada
ajaran
Islam,
akhlak
mulia
terdiri
dari
akhlak
yang
baik,
terutama
taubat
(mengakui
dosa-dosa
dan
bertekad
tidak
akan
mengulangi
lagi
dosa),
qona`ah
(mengurangi
watak
hewan
dalam
dirinya,
juga
merasa
cukup
dengan
pemberian
Allah),
`uzlah
(siap
beramal
baik
sendirian,
walau
orang-orang
lain
beramal
buruk),
sabar
(memaksa
jiwa-raga
untuk
beribadah
dan
menghindari
maksiat),
dan
tawakkal
(menyerahkan
urusan
kepada
Allah
dan
menerima
keputusanNya,
walau
hasilnya
tidak
menyenangkan,
dengan
keyakinan
bahwa
keputusan
itu
justru
kebaikan
bagi
kita);
juga
akhlak
yang
dikenal
baik
seperti
birrul
walidain
(berbakti
kepada
kedua
orang
tua),
berbuat
adil,
berbuat
ihsan
(seperti
senang
memberi
pertolongan),
pemaaf,
meminta
maaf
atas
kesalahannya,
berterima
kasih
atas
kebaikan
orang,
toleran,
hingga
membuang
duri
yang
membahayakan
para
pejalan
kaki.
Juga
menghindari
akhlak
yang
buruk,
terutama:
takabur
(sombong),
ujub
(bangga
diri),
riya
(ketinggian
derajatnya
ingin
diakui
orang
lain,
juga
pamer
dengan
amal
baik),
dan
sum`ah
(berusaha
agar
kebaikan
kita
terdengar
oleh
orang
lain).
Keempat
karakter
ini
jika
dilakukan
dapat
menghapus
pahala
amal-amal
baik,
bagai
api
yang
membakar
habis
kayu
kering.
Juga
menghindari
iri
dengki,
pemarah,
bengis,
hasud,
jail,
senang
mengganggu,
senang
membuat
ujaran
kebencian,
dusta,
bicara
kasar,
dan
intoleransi.
Karakter-karakter
moral
lainnya
akan
dibahas
secara
khusus
setelah
karakter
takwa.
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 11
PEMBINAAN
KEROHANIAN
Gambar 3.2 Jiwa Berkarakter Moral/Berbudi Pekerti Mulia
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
12 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
4.
Karakter
Takwa.
Karakter
ini
sering
dimaknai
takut
kepada
Allah.
Makna
ini
benar
tapi
dalam
pembelajaran
kurang
operasional.
Kalau
sudah
paham
makna
iman
dan
ibadah
akan
lebih
mudah
memahami
makna
takwa.
Orang
bertakwa
adalah
orang
beriman
yang
bersungguh-sungguh
menjalankan
ibadah
dengan
benar
dan
ikhlas.
Level
orang
bertakwa
berada
di
atas
level
orang
beriman.
Oleh
karena
itulah
orang
yang
bertakwa
dipuji
oleh
Allah
sebagai
orang
yang
paling
mulia
di
sisiNya.
Jika
ibadah
harus
dilakukan
dengan
benar
dan
ikhlas,
maka
bagi
orang
yang
bertakwa
mereka
bersungguh-
sungguh
dalam
ibadahnya
dengan
benar
dan
ikhlas.
Orang
bertakwa
pasti
beriman,
orang
beriman
pasti
yakin
bahwa
suatu
hari
pasti
akan
kembali
kepada
Tuhan,
bagimana
orang
bisa
kembali
kepada
Tuhan
jika
tidak
kenal
dengan
Tuhan.
Selain
kenal
dengan
Tuhan,
orang
bertakwa
itu
meyakini
Hari
Akhir
karena
ia
telah
beribadah
dengan
sungguh-sungguh
secara
benar
dan
ikhlas,
sehingga
ia
yakin
dapat
memasuki
Hari
Akhir
(yakni
mati)
dengan
selamat,
yakni
mati
yang
husnul
khotimah
dan
dimasukkan
ke
surgaNya.
Secara
umum
prinsip
yang
mendasari
bagian
ini
adalah
kemampuan
untuk
menanamkan
keihklasan
atau
tanpa
pamrih,
rela
berserah
pada
Tuhan,
bersungguh-sungguh
dalm
berbuat
kebaikan.
Melakukan
semua
tanggungjawab
semata-mata
untuk
ibadah
dan
disertai
niat
baik.
Bila
berbagi
benar-benar
ikhlas,
bukan
untuk
mencari
pujian
dan
dan
menimbulkan
tekanan
kepada
pihak
lain.
Bila
mempunyai
rejeki
atau
keberuntungan
tidak
dinikmati
sendiri,
namun
senantiasa
ingat
orang
lain
yang
membutuhkan.
Orang
yang
bertakwa
berbuat
baik
dimana
saja
dan
kapan
saja
meski
tanpa
diawasi
dan
dituntut
untuk
suatu
penilaian.
Berbuat
baik
dan
benar
atas
inisiatif
sendiri
dan
mempertimbangkan
kepentingan
terbaik
bagi
sesama
dan
hidup
bersama.
5.
Karakter
terampil
membaca
Kitab
Suci.
Terampil
membaca
Kitab
Suci
merupakan
salah
satu
tujuan
pendidikan
agama
sejak
SD
hingga
SMP
dan
SMA/SMK.
Keterampilan
dasar
agama
dapat
dipakai
salah
satu
petunjuk
baik/buruknya
akhlak/karakter
peserta
didik.
Dalam
hal
pemenuhan
kriteria
keberhasilan
dalam
Pembinaan
Pendidikan
karakter
Kerja
Keterampilan,
mambaca
Kitab
Suci
menjadi
penting,
karena
sebagai
orang
yang
beriman
dan
bertaqwa,
harus
senantiasa
belajar
dan
menekuni
perintah
Tuhannya
agar
hidup
keberagamaan
makin
kuat
dan
mendasari
segala
pikir,
ucapan
dan
perilaku.
Keterampilan
membaca
Kitab
Suci
dan
memahami
penerapannya
dalam
kehidupan
akan
memperkaya
individu
dalam
menyiapkan
diri
menghadapi
perkembangan.
Dengan
pemahaman
yang
benar
akan
ajaran
yang
tertuang
dalam
Kitab
Suci
melalui
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 13
PEMBINAAN
KEROHANIAN
kajian-kajian,
maka
akan
menjadikan
individu
tetap
eksis
dan
update
dalam
menghadapi
perkembangan
zaman.
C.
Metode
Penerapan
Pembinaan
Kerohanian
Karakter
Kerja
SIswa
SMK
1.
Metode
Keteladanan
Dalam
Dalam
Kamus
Besar
Indonesia
disebutkan,
bahwa
keteladanan
dasar
kata
katanya
“teladan”
yaitu
perihal
yang
dapat
ditiru
atau
dicontoh
(Purwadarminta,
1993,
hlm.1036).
Oleh
karena
itu
keteladanan
adalah
hal-
hal
yang
dapat
ditiru
dan
dicontoh.
Dalam
bahasa
Arab
keteladanan
diungkapkan
dengan
kata
“uswaħ”
dan
“qudwaħ”.
Kata
“uswaħ”
terbentuk
dari
huruf-huruf
hamzah,
as-sin
dan
al
waw.
Secara
etimologi
setiap
kata
bahasa
Arab
yang
terbentuk
dari
ketiga
huruf
tersebut
memiliki
persamaan
arti
yaitu
“pengobatan
dan
perbaikan”
(Armai
A.,
2002,
hlm.117)
Keteladanan
dalam
pendidikan
merupakan
bagian
dari
sejumlah
metode
yang
paling
ampuh
dan
efektif
dalam
mempersiapkan
dan
membentuk
anak
secara
moral,
spiritual,
dan
sosial.
Sebab,
seorang
pendidik
merupakan
contoh
ideal
dalam
pandangan
anak,
yang
tingkah
laku
dan
sopan
santunnya
akan
ditiru,
disadari
atau
tidak,
bahkan
semua
keteladanaan
itu
akan
melekat
pada
diri
dan
perasaannya,
baik
dalam
bentuk
ucapan,
perbuatan,
hal
yang
bersifat
material,
inderawi,
maupun
spritual.
Dari
definisi
di
atas,
maka
dapat
diketahui
bahwa
metode
keteladanan
merupakan
suatu
cara
atau
jalan
yang
ditempuh
seseorang
dalam
proses
pendidikan
melalui
perbuatan
atau
tingkah
laku
yang
patut
ditiru
(modeling).
Sebagai
salah
satu
referensi,
dalam
pendidikan
Islām
konsep
keteladanan
yang
dapat
dijadikan
sebagai
cermin
dan
model
dalam
pembentukan
kepribadian
seorang
muslim
adalah
ketauladanan
yang
dicontohkan
oleh
Rasūlullāh.
Rasūlullāh
mampu
mengekspresikan
kebenaran,
kebajikan,
kelurusan,
dan
ketinggian
pada
akhlaknya.
Dalam
keadaan
seperti
sedih,
gembira,
dan
lain-lain
yang
bersifat
fisik,
beliau
senantiasa
menahan
diri.
Bila
ada
hal
yang
menyenangkan
beliau
hanya
tersenyum.
Bila
tertawa,
beliau
tidak
terbahak-bahak.
Diceritakan
dari
Jabir
bin
Samurah:
“beliau
tidak
tertawa,
kecuali
tersenyum.”
Jika
menghadapi
sesuatu
yang
menyedihkan,
beliau
menyembunyikannya
serta
menahan
amarah.
Jika
kesedihannya
terus
bertambah
beliau
pun
tidak
mengubah
tabiatnya,
yang
penuh
kemuliaan
dan
kebajikan
(Hasyim,
2004,
hlm.
29).
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
14 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
Berkaitan
dengan
makna
keteladanan
An-Nahlawi
(1996,
hlm.
263)
mengemukakan
bahwa
keteladanan
mengandung
nilai
pendidikan
yang
teraplikasikan,
sehingga
keteladanan
memiliki
azas
pendidikan
sebagai
berikut:
a.
Pendidikan
Islām
merupakan
konsep
yang
senantiasa
menyeru
pada
jalan
Allāh.
Dengan
demikian,
seorang
pendidik
dituntut
untuk
menjadi
teladan
dihadapan
peserta
didik.
Karena
sedikit
banyak
peserta
didik
akan
meniru
apa
yang
dilakukan
pendidiknya
(guru)
sebagaimana
pepatah
jawa
“guru
adalah
orang
yang
digugu
dan
ditiru”.
Sehingga
prilaku
ideal
yang
diharapkan
dari
setiap
peserta
didik
merupakan
tuntutan
realistis
yang
dapat
diaplikasikan
dalam
kehidupan
sehari-hari
yang
bersumber
dari
Al-Qur'ān
dan
As-sunnaḥ.
b.
Sesungguhnya
Islām
telah
menjadikan
kepribadian
Rasūlullāh
SAW
sebagai
teladan
abadi
dan
aktual
bagi
pendidikan.
Islām
tidak
menyajikan
keteladanan
ini
untuk
menunjukkan
kekaguman
yang
negatif
atau
perenungan
imajinasi
belaka,
melainkan
Islām
menyajikannya
agar
manusia
menerapkannya
pada
dirinya.
Demikianlah,
keteladanan
dalam
Islām
senantiasa
terlihat
dan
tergambar
jelas
sehingga
tidak
beralih
menjadi
imajinasi
kecintaan
spiritual
tanpa
dampak
yang
nyata
dalam
kehidupan
sehari-hari
Dapat
disimpulkan
bahwa,
dalam
penerapan
pendidikan
Islām,
hendaknya
mencontoh
pribadi
Rasūlullāh
SAW
dan
beliau-beliau
yang
dianggap
representatif.
Sebagaimana
telah
difirmankan
dalam
Al-Qu'ān:
“Sesungguhnya
telah
ada
suri
tauladan
yang
baik
bagimu
pada
nabi
Ibrahim
dan
orang-orang
yang
bersama
dengan
beliau”
(Al-Mumtaḥanaħ:
ayat
4).
Begitupula
dengan
penganut
Agama
lain
selain
Islam.
Masing-masing
memiliki
acuan
perilaku
baik
untuk
diterapkan
dalam
keseharian.
Maka,
pentingnya
menjadikan
sesorang
atau
sesuatu
untuk
dapat
dijadikan
teladan
sangatlah
diharapkan
adanya
dalam
rangka
membentuk
karakter
kerja
yang
baik
secara
ruhaniah.
2.
Metode
Praktik/Latihan
Pernyataan
filosofis
bahwa
'kita
bisa
karena
biasa
dan
biasanya
kita
karena
dipaksa/terpaksa'
sebagai
upaya
untuk
menanamkan
kemampuan
melalui
proses
natau
tahapan
tertentu
dapat
diubah
kepada
'kita
bisa
karena
biasa
dan
biasanya
kita
karena
diajarkan
melalui
latihan/praktik'.
Dalam
proses
belajar
konsep
repetisi
atau
pengulangan
merupakan
bagian
dari
pemahaman
behavioristik
yang
menginginkan
terjadinya
pemerolehan
pengetahuan
atau
kompetensi
yang
dapat
dimaknai
oleh
setiap
individu
pembelajar.
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 15
PEMBINAAN
KEROHANIAN
3.
Metode
Pembiasaan
Pembiasaan
merupakan
salah
satu
metode
pendidikan
yang
sangat
penting,
terutama
bagi
anak-anak.
Mereka
belum
menyadari
apa
yang
disebut
baik
dan
buruk
dalam
arti
susila.
Mereka
juga
belum
mempunyai
kewajiban-kewajiban
yang
harus
dikerjakan
seperti
pada
orang
dewasa.
Sehingga
mereka
perlu
dibiasakan
dengan
tingkah
laku,
keterampilan,
kecakapan
dan
pola
pikir
tertentu.
Anak
perlu
dibiasakan
pada
sesuatu
yang
baik
sercara
terus
menerus.
Lalu
mereka
akan
mengubah
seluruh
sifat-sifat
baik
menjadi
kebiasaan,
sehingga
jiwa
dapat
menunaikan
kebiasaan
itu
tanpa
terlalu
payah,
tanpa
kehilangan
banyak
tenaga,
dan
tanpa
menemukan
banyak
kesulitan
(Nata,
1997,
hlm.
101)
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
16 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
Menurut
Arief
(2002,
hlm.114-115)
ada
beberapa
syarat
yang
perlu
diperhatikan
dalam
melakukan
metode
pembiasaan
kepada
anak-
anak,
yaitu:
a.
Mulailah
pembiasaan
itu
sebelum
terlambat,
jadi
sebelum
anak
itu
mempunyai
kebiasaan
lain
yang
berlawanan
dengan
hal-hal
yang
akan
dibiasakan.
b.
Pembiasaan
itu
hendaklah
terus-menerus
(berulang-ulang)
dijalankan
secara
tertatur
sehingga
akhirnya
menjadi
suatu
kebiasaan
uang
otomatis.
c.
Pendidikan
hendaklah
konsekuen,
bersikap
tegas
dan
tetap
teguh
terhadap
pendiriannya
yang
telah
diambilya.
Jangan
memberi
kesempatan
kepada
anak
untuk
melanggar
pembiasaan
yang
telah
ditetapkan
itu.
d.
Pembiasaan
yang
mula-mulanya
mekanistis
itu
harus
makin
menjadi
pembiasaan
yang
disertai
kata
hati
anak
sendiri
Pembentukan
kebiasaan-kebiasaan
tersebut
terbentuk
melalui
pengulangan
dan
memperoleh
bentuknya
yang
tetap
apabila
disertai
dengan
kepuasan.
Menanamkan
kebiasaan
itu
sulit
dan
kadang-kadang
memerlukan
waktu
yang
lama.
Kesulitan
itu
disebabkan
pada
mulanya
sesorang
atau
anak
belum
mengenal
secara
praktis
sesuatu
yang
hendak
dibiasakannya,
oleh
karena
itu
pembiasaan
hal-hal
yang
baik
perlu
dilakukan
sedini
mungkin
sehingga
dewasa
nanti
hal-hal
yang
baik
telah
menjadi
kebiasaannya.
Dalam
implementasi
Pembinaan
pendidikan
karakter
Kerja
lulusan
SMK,
diperlukan
kegiatan
kerohanian
yang
dilaksanakan
secara
rutin
yang
dilakukan
di
sekolah
mapupun
di
rumah.
Untuk
kegiatan
di
sekolah
bisa
dilakukan
secara
bersama-sama
dengan
peserta
didik
lainnya
dengan
keyakinan
yang
sama,
sedangkan
peserta
didik
dengan
keyakinan
berbeda
dapat
melakukan
kegiatan
bersama
yang
sejenis
dengan
sesama
peserta
didik
yang
menganut
keyakinan
yang
sama.
Kegiatan
pembiasaan
juga
dapat
dilakukan
di
rumah
bersama
keluarga
dengan
pemantauan
yang
dilakukan
melalui
kerjasama
dengan
orangtua/
keluarga.
Untuk
melakukan
pemantauan,
sekolah
perlu
melakukan
kegiatan
refleksi
secara
berkala
agar
peserta
didik
dapat
mengungkapkan
pengalaman
pribadi
melakukan
aktivitas
pembisaan
di
bidang
kerohanian.
Biasanya
secara
kreatif
guru
menyiapkan
jurnal,
portofolio
atau
rubrik
yang
harus
diisi
dan
dilengkapi
oleh
para
peserta
didik
dalam
rangka
mempermudah
proses
pemantauan
serta
evaluasinya.
Penerapan
Nilai
–
Nilai
Kerohanian
dalam
kehidupan
berbangsa
dan
bernegara
1)
Membina
Kerukunan
Hidup
Diantara
Sesama
Umat
Beragama
&
Kepercayaan
Terhadap
Tuhan
Yang
Maha
Esa.
Manusia
selain
merupakan
mahluk
ciptaan
Tuhan
juga
merupakan
mahluk
sosial,
yang
berarti
bahwa
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 17
PEMBINAAN
KEROHANIAN
manusia
memerlukan
pergaulan
dengan
manusia
lainnya.
Setiap
manusia
perlu
bersosialisasi
dengan
anggota
masyarakat
lainnya.
2)
Saling
tolong
menolong.
Tidak
perlu
melakukan
permusuhan
ataupun
diskriminasi
terhadap
umat
yang
berbeda
agama,
berbeda
keyakinan
maupun
berbeda
adat
istiadat.
3)
Hanya
karena
merasa
berasal
dari
agama
mayoritas
tidak
seharusnya
bersikap
merendahkan
umat
yang
berbeda
agama
ataupun
membuat
aturan
yang
secara
langsung
dan
tidak
langsung
memaksakan
aturan
agama
yang
dianut
atau
standar
agama
tertentu
kepada
pemeluk
agama
lainya
dengan
dalih
moralitas.
4)
Tidak
menggunakan
standar
sebuah
agama
tertentu
untuk
dijadikan
tolak
ukur
nilai
moralitas
bangsa
Indonesia.
Karena
akan
terjadi
chaos
dan
timbul
gesekan
antar
agama.
Renungan:
mungkin
lirik
lagu
berikut
dapat
menginspirasi.
Lagu
Indonesia
Tanah
Air
Beta
Cipt
Ismail
Marzuki
Bait
2
Sungguh
Indah
tanah
air
beta
Tiada
bandingnya
di
dunia
Karya
indah
Tuhan
Maha
Kuasa
Bagi
bangsa
yang
memujaNya
Reff:
Indonesia
Ibu
Pertiwi
Kau
kupuja
kau
kukasihi
Tenaga
bahkan
pun
jiwaku
Kepadamu
rela
kuberi
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
18 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
D.
Implementasi
Pembinaan
Kerohanian
di
Sekolah
Implementasi
pendidikan
karakter
Siswa
SMK
merujuk
pada
lima
nilai
utama
yang
telah
disampaikan
oleh
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan,
meliputi;
(1)
religius;
(2)
nasionalis;
(3)
mandiri;
(4)
gotong
royong;
(5)
integritas.
Secara
garis
besarnya
lima
karakter
utama
inilah
yang
menjadi
target
pembentukan
karakter
kerja
yang
diharapkan
dapat
dimiliki
oleh
seluruh
Siswa
SMK.
Sehingga
perlu
diproyeksikan
dengan
tepat
mengenai
strategi
dan
teknis
pengimplementasiannya
di
satuan
pendidikan
masing-masing.
Strategi
implementasi
di
satuan
pendidikan
dapat
dilakukan
melalui
kegiatan
berikut
ini.
1.
Kegiatan
intrakurikuler
adalah
kegiatan
pembelajaran
yang
dilakukan
oleh
sekolah
secara
teratur
dan
terjadwal,
yang
wajib
diikuti
oleh
setiap
peserta
didik.
Program
intrakurikuler
berisi
berbagai
kegiatan
untuk
meningkatkan
Standar
Kompetensi
Lulusan
melalui
Kompetensi
Dasar
yang
harus
dimiliki
peserta
didik
yang
dilaksanakan
sekolah
secara
terus-
menerus
setiap
hari
sesuai
dengan
kalender
akademik.
Dalam
program
intrakurikuler,
nilai-nilai
karakter
diintegrasikan
pada
setiap
mata
pelajaran
baik
teori
maupun
praktik
sebagai
bagian
penting
dalam
pencapaian
kompetensi.
Dalam
proses
pembelajaran
guru
secara
terus
menerus
dan
intensif
mengeksplorasi
aspek
karakter
dalam
aktivitas
pemahaman
teori,
sikap
dalam
praktik
dan
kaidah-kaidah
proses
berproduksi/berkarya.
2.
Kegiatan
kokurikuler
adalah
kegiatan
pembelajaran
yang
terkait
dan
menunjang
kegiatan
intrakurikuler,
yang
dilaksanakan
di
luar
jadwal
intrakurikuler
dengan
maksud
agar
peserta
didik
lebih
memahami
dan
memperdalam
materi
intrakurikuler.
Kegiatan
kokurikuler
dapat
berupa
penugasan,
proyek,
ataupun
kegiatan
pembelajaran
lainnya
yang
berhubungan
dengan
materi
intrakurikuler
yang
harus
diselesaikan
oleh
peserta
didik.
Dalam
penyelesaian
tugas
maupu
pembuatan
karya/proyek,
guru
secara
terus
menerus
menekankan
implementasi
karakter
seama
proses
maupun
penyelesaiannya.
Penerapan
nilai
karakter
displin
misalnya,
tercermin
dalam
disiplin
waktu,
disiplin
mutu
maupun
disiplin
prosedur
yang
disertai
dengan
kartu/
form
kontrol
untuk
pelaporan.
3.
Kegiatan
ekstrakurikuler
adalah
kegiatan
pengembangan
karakter
yang
dilaksanakan
di
luar
jam
pembelajaran
(intrakurikuler).
Aktivitas
ekstrakurikuler
berfungsi
menyalurkan
dan
mengembangkan
minat
dan
bakat
peserta
didik
dengan
memperhatikan
karakteristik
peserta
didik,
kearifan
lokal,
dan
daya
dukung
yang
tersedia.
Kegiatan
ekstrakurikuler,
bukan
saja
merupakan
kegiatan
kesenangan,
namun
kegiatan
tersebut
dapat
memperkuat
penggunaan
minat
dan
bakat
untuk
menghasilkan
karya-karya
yang
lebih
baik.
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 19
PEMBINAAN
KEROHANIAN
Beberapa
contoh
Implementasi
di
Sekolah:
a)
Unit
Kegiatan
Peserta
didik
yang
menjadi
wadah
berkumpulnya
peserta
didik
yang
berbeda
latar
belakang
suku,
ras,
budaya
dan
agama.
Misalnya
saja
perkumpulan
Siswa
Budha,
Kristen,
Katolik,
Protestan,
Islam
dan
Hindhu.
b)
Mentoring
semua
peserta
didik
melalui
Guru
dan
Kakak
Kelas
(tingkat).
c)
Jam-jam
pembelajaran
di
buat
tidak
mengganggu
dalam
melaksanakan
ibadah.
d)
Menyelenggarakan
kegiatan
perayaan
hari-hari
besar
keagamaan.
e)
Bersikapp
toleran
dengan
menjaga
kekhidmatan
saat
pemeluk
agama
lain
melakukan
ibadah.
Beberapa
contoh
Implementasi
di
masyarakat
a)
Pengadaan
pengajian
(Islam)
atau
kebaktian
(Kristen/
Katholik)
maupun
persembahyangan
(Hindu)
secara
berkala
dan
berkesinambungan
b)
Saling
menghormati
dan
membantu
perayaan
keagamaan
c)
Memberikan
kebebasan
setiap
orang
memeluk
agama
sesuai
kepercayaannya.
E.
Karakter
Moral
Sebagai
Landasan
Karakter
Kerja
Siswa
SMK
Hampir
disepakati
bersama
bahwa
karakter
moral
merupakan
landasan
mendasar
dari
karakter
kerja.
Karakter
moral
yang
paling
utama
dalam
perspektif
pembentukan
dan
pengembangan
karakter
kerja
Siswa
SMK
yang
disampaikan
sebagai
bagian
dari
perspektif
pimpinan
SMK
adalah:
(1)
religius
(terutama
taat
beribadah),
(2)
rendah
hati
(tidak
sombong
dan
tidak
juga
rendah
diri),
(3)
sopan-santun
dan
hormat
(kepada
orang
tua,
guru,
tenaga
kependidikan,
dan
sesama),
dan
(4)
peduli.
Kiranya
perlu
ditambahkan
satu
karakter
lagi,
yakni
(5)
toleransi.
Adapun
secara
lebih
rinci
karakter
moral
yang
dikembangkan
di
sekolah
sebagai
berikut.
1.
Karakter
Religius
Karakter
religius
yang
dimaksudkan
oleh
pimpinan
SMK
adalah
taat
beribadah.
Untuk
membina
karakter
ini
pihak
sekolah
telah
membangun
rumah-rumah
ibadah
seperti
masjid,
Kapel
dan
pura.
Di
semua
SMK
yang
diteliti
di
Jawa
Barat
(Kota
Bandung,
Kota
Cimahi,
dan
Kota
Tasikmalaya),
Daerah
Istimewa
Yogyakarta,
Jawa
Timur
(Kota
Surabaya),
dan
Sumatera
Utara
(Kota
Medan)
semuanya
berdiri
masjid.
Pada
semua
SMK
di
Kota
Denpasar
Bali
berdiri
Pura;
sementara
di
SMKN
Bali
Mandara
Singaraja
didirikan
Pura
dan
Masjid.
Rumah-rumah
ibadah
ini
digunakan
untuk
pembinaan
sembahyang
bagi
siswa.
Masjid-masjid
sekolah
diramaikan
dengan
Shalat
Dhuha,
Shalat
Dzuhur,
dan
Shalat
Ashar
secara
berjamaah;
juga
pengajian-pengajian.
Sementara
di
Pura
diramaikan
dengan
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
20 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
sembahyang
pada
pagi
hari,
siang
hari,
dan
sore
hari.
Guru-guru
pun
memberikan
teladan
melakukan
sembahyang
bersama
siswa,
baik
di
masjid,
gereja
ataupun
di
pura.
Kepala
SMK
di
Denpasar
menceritakan,
awal
mula
dibisaakannya
sembahyang
di
sekolah
ini
sangat
memberatkan
sebagian
siswanya.
Dalam
upaya
menyadarkan
siswa
untuk
merasa
ringan
menjalankan
sembahyang
tiga
waktu,
Kepala
Sekolah
di
Denpasar
menjelaskan
dengan
membandingkannya
sembahyang
pada
agama
Islam.
Siswa!
Kata
Kepala
Sekolah.
Kalian
itu
hanya
sembahyang
tiga
waktu.
Coba
bandingkan
dengan
agama
Islam
yang
penganutnya
menjalankan
sembahyang
lima
waktu.
Masa
kalian
merasa
berat?
Dengan
penjelasan
dan
pembisaaan
yang
terus-
menerus
akhirnya
siswa
pun
terbisaa
menjalankan
sembahyang
tiga
waktu.
Efek
lainnya,
terutama
dengan
dibisaakannya
sembahyang
pagi
di
sekolah,
adalah
semakin
berkurangnya
jumlah
siswa
yang
terlambat
datang
di
sekolah.
Bahkan
nyaris
sudah
tidak
ada
lagi
siswa
yang
terlambat
datang.
Pengembangan
karakter
religius
ini
sudah
bagus,
terlebih-lebih
untuk
pembisaaan
beribadah.
Di
semua
SMK
sudah
berdiri
rumah-rumah
ibadah
dan
diramaikan
dengan
sembahyang
berjamaah.
Tapi
alangkah
lebih
baiknya
jika
disertai
penyadaran
beribadah
(bukan
sekedar
pembisaaan).
Mengapa
demikian?
Di
salah
satu
SMPN
Kota
Bandung
seorang
guru
Pendidikan
Agama
Islam
(PAI)
mengadakan
studi
khusus
tentang
kesadaran
shalat
di
kalangan
siswanya.
Guru
ini
bertugas
di
kelas
VII.
Dia
adalah
pre-
test.
Hasilnya
hanya
30%
siswa
yang
bisa
mengerjakan
shalat
(tahu
syarat-
rukun
shalat,
hapal
bacaan
dan
gerakan
shalat,
serta
serasi
antara
gerakan
dan
bacaan
shalat).
Dia
ingin
agar
seluruh
siswa
muslim
(100%)
bisa
mengerjakan
shalat.
Maka
dia
fokus
pembelajaran
agama
untuk
mengentaskan
agar
semua
siswa
bisa
mengerjakan
shalat.
Ancaman
pun
diterapkan,
“Siapa
saja
yang
tidak
bisa
shalat
maka
tidak
akan
lulus
PAI.
Konsekuensinya
tidak
akan
naik
kelas.
Di
akhir
tahun
dilakukan
post-test.
Hasilnya,
100%
siswa
bisa
mengerjakan
shalat.
Semua
siswa
tahu
syarat
dan
rukun
shalat,
hapal
bacaan
dan
gerakan
shalat,
serta
serasi
antara
gerakan
dan
bacaan
shalatnya.
Tahun
berikutnya
guru
PAI
itu
meminta
Kepala
Sekolah
menugaskan
dirinya
di
kelas
VIII.
Maksudnya,
dia
ingin
menguji
kembali
apakah
seluruh
siswa
masih
bisa
mengerjakan
shalat?
Hasilnya
sangat
mengagetkan.
Ternyata,
setelah
libur
kenaikan
kelas
sekitar
satu
setengah
bulan,
hanya
30%
siswa
yang
masih
bisa
mengejakan
shalat.
Sebanyak
70%
siswa
kembali
ke
asal
(ketika
pre-test)
yakni
tidak
bisa
mengerjakan
shalat.
Ketika
ditanya,
mengapa
hasilnya
seperti
itu?
Guru
PAI
menjawab,
karena
sebanyak
70%
siswa
itu
tidak
mengerjakan
shalat.
Artinya,
penyadaran
tentang
sembahyang
jauh
lebih
penting.
Pembisaaan
sembahyang
saja
tanpa
penyadaran
tentang
pentingnya
sembahyang
kurang
bermakna.
Atas
dasar
fakta
seperti
ini
maka
pihak
sekolah
sudah
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 21
PEMBINAAN
KEROHANIAN
2.
Karakter
Rendah
Hati
Rendah
hati,
tidak
sombong,
dan
tidak
rendah
diri.
Rendah
hati
adalah
suatu
sikap
di
mana
seorang
siswa
memiliki
kelebihan
(cerdas,
berbakat,
kaya,
keturunan
ningrat)
namun
tidak
menonjolkannya
di
hadapan
orang
lain.
Sementara
sombong
merupakan
kebalikan
dari
rendah
hati.
Siswa
yang
sombong
ia
memiliki
kelebihan
(cerdas,
berbakat,
kaya,
keturunan
ningrat)
lalu
ia
menonjolkan
kelebihannya
itu
di
hadapan
orang
lain.
Pihak
sekolah
selalu
mengingatkan
jika
pada
siswa
ada
tanda-tanda
kesombongan.
Kepala
Sekolah
ataupun
guru
segera
mengingatkan
dengan
penuh
kasih
sayang
(bahasa
santun
dan
mimik
muka
yang
menyenangkan,
bisa
diterima
oleh
siswa),
“Kamu
jangan
sombong!”
“Orang-orang
itu
tidak
suka
dengan
orang
yang
sombong!”
Sekolah
pun
mencegah
karakter
rendah
diri,
yakni
menganggap
dirinya
tidak
memiliki
kelebihan
apa
pun,
selalu
merasa
ada
yang
kurang
dalam
dirinya,
sehingga
tidak
berani
tampil
di
hadapan
orang
lain.
Karakter
rendah
diri
ini
menonjol
pada
siswa
yang
berasal
dari
keluarga
kelas
bawah
dan
miskin
harta.
Upaya
menghilangkan
karakter
ini
banyak
diungkapkan
oleh
SMKN
Bali
Mandara.
Sekolah
milik
Provinsi
Bali
ini
memang
sengaja
didirikan
untuk
mendidik
siswa
berbakat
dan
berkepribadian
dari
kalangan
keluarga
miskin.
Seleksinya
pun
sangat
ketat
hingga
kunjungan
ke
rumah-rumah
dan
coss-check
kepada
pihak
yang
dapat
dipercaya.
Kendalanya
siswa
ini
di
awal-awal
masuk
sekolah
memiliki
karakter
rendah
diri.
Pimpinan
sekolah
dan
para
guru
bekerja
keras
untuk
menghilangkan
karakter
negatif
ini.
Tapi
seiring
dengan
waktu
dan
pembinaan
karakter
yang
intensif
siswa
pun
akhirnya
percaya
diri.
Mereka
rendah
hati
dan
tidak
sombong.
Rendah
hati,
atau
tawadhu`
(Arab)
dan
humble
(Inggris),
adalah
suatu
sikap
di
mana
seseorang
memiliki
kelebihan
atas
kepemilikan
materi,
bakat
atau
kemampuannya
namun
tidak
menonjolkannya
di
hadapan
orang
lain.
Kebalikan
dari
karakter
mulia
ini
adalah
sombong,
atau
takabur
(Arab)
dan
arrogant
(Inggris).
Pengembangan
karakter
rendah
hati,
tidak
sombong,
dan
tidak
rendah
diri
yang
dilakukan
sekolah
ini
sudah
bagus.
Tapi
ada
juga
tindakan-tindakan
sekolah
yang
terkesan
mengembangkan
juga
karakter
rekanan
sombong,
yakni
bangga
diri.
Misalnya,
bangga
dengan
citra
sekolah,
bangga
dengan
prestasi-prestasi
yang
diraih
sekolah.
Oleh
karena
itu
jika
ingin
mengembangkan
karakter
rendah
hati
dan
tidak
sombong
yang
maksimal
perlu
dikembangkan
juga
karakter-karakter
inti
yang
lebih
komprehensif.
Dalam
Islam
karakter
inti
orang
beriman
adalah
memiliki
jiwa
al-faqir.
Maksud
al-faqir
di
sini
bukan
miskin
harta
melainkan
memiliki
rasa
hati
yang
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
22 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
serba
kurang
sehingga
bersungguh-sungguh
memohon
pertolongan
Tuhan.
Orang
yang
memiliki
jiwa
al-faqir
merasa
dirinya
banyak
melakukan
dosa-
dosa
(terutama
dosa
hati,
misal
melupai
Tuhan)
dan
kesalahan-kesalahan
(baik
kesalahan
yang
disengaja
atau
tidak
disengaja),
sehingga
banyak
memohon
ampunan
(beristighfar)
kepada
Tuhan,
padahal
sebenarnya
dia
berusaha
keras
untuk
berbuat
yang
baik
dan
benar.
Para
Nabi
adalah
orang-
orang
yang
paling
memiliki
jiwa
al-faqir
sehingga
mereka
paling
banyak
memohon
ampunan
Tuhan
(ber-istighfar),
padahal
para
Nabi
adalah
manusia-manusia
suci.
Selain
itu
orang
yang
memiliki
jiwa
al-faqir
merasa
dirinya
paling
sedikit
mengerjakan
ibadahnya,
sehingga
banyak
memohon
ampunan
(beristighfar)
kepada
Tuhan,
padahal
sebenarnya
dia
rajin
beribadah.
Para
Nabi
adalah
manusia-manusia
yang
paling
rajin
dan
bersungguh-sungguh
dalam
mengerjakan
ibadahnya,
tapi
mereka
merasa
kurang
dalam
ibadahnya
sehingga
mereka
banyak
ber-istighfar.
Mengapa
demikian?
Karena
perspektif
Islam
Tuhan
menyukai
orang-orang
yang
berjiwa
al-faqir.
Adapun
sub-sub
karakter
yang
perlu
dimiliki
oleh
orang-
orang
yang
memiliki
jiwa
al-faqir
adalah:
taubat,
zuhud,
uzlah,
qona`ah,
dan
tawakkal.
Sub-sub
karakterkarakter
inilah
yang
perlu
dikembangkan
dalam
pendidikan
agama
di
sekolah.
Subkarakter
taubat
sudah
dijelaskan,
yakni
sering
memohon
ampunan
Tuhan
karena
banyaknya
melakukan
dosa-dosa
dan
kesalahan
serta
kurangnya
beribadah.
Tuhan
menyukai
orang-orang
yang
bertaubat.
Makna
zuhud
adalah
berorientasi
akherat.
Maksudnya,
segala
tindakan
yang
dilakukan,
termasuk
belajar
dan
mengajar,
diniati
lillahi
Ta`ala
(karena
Allah
dan
untuk
Allah
semata).
Dengan
niat
suci
ini
maka
tujuantujuan
dunia
pun
akan
diberikan
juga
oleh
Tuhan.
Siswa
yang
zuhud
dia
akan
belajar
sungguh-sungguh
tapi
niatnya
lillahi
Ta`ala,
bukan
mengejar
prestasi.
Tapi
siswa
yang
berniat
demikian
oleh
Tuhan
akan
dijadikan
juga
orang
yang
berprestasi.
Jadi
dia
dapat
dunia
sekaligus
akherat.
Makna
uzlah
adalah
siap
sendirian
melakukan
kebaikan
walau
dicemooh
orang
lain.
Misal,
di
saat
banyak
siswa
lain
yang
menyontek
dalam
ujian
dia
berani
berbuat
fair
(tidak
menyontek)
walau
sendirian,
walau
dicemooh
juga
oleh
teman-temannya
sebagai
siswa
sok
jujur.
Siswa
yang
memiliki
sub-karakter
uzlah
tidak
peduli
dengan
ocehan
orang
lain
ketika
dia
yakin
melakukan
kebaikan.
Makna
qona`ah
adalah
merasa
cukup
dengan
pemberian
Tuhan.
Siswa
diberi
bekal
oleh
orang
tuanya
(hakekatnya
dari
Tuhan)
sekecil
apa
pun
merasa
cukup,
tidak
mengeluh.
Siswa
yang
qona`ah
dia
akan
memaanfaatkan
sumber
belajar
(guru-guru,
laboran,
buku-buku
dan
laboratorium)
yang
ada
di
sekolah
secara
maksimal,
tidak
mengeluhkan
akan
kekurangannya.
Bukan
berarti
juga
siswa
yang
demikian
tidak
kritis.
Dia
tetap
kritis.
Misalnya
mengusulkan
penambahan
sumber
belajar.
Tapi
ketika
penambahan
itu
belum
ada
dia
qona`ah,
yakni
menerima
kekurangan
sumber
belajar
dan
memanfaatkannya
secara
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 23
PEMBINAAN
KEROHANIAN
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
24 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
dikembalikannya
kepada
Sayyidina
Ali.
Karakter
inti
negatif
lainnya
yang
mirip
dengan
sombong
adalah
ujub
(bangga
diri).
Orang
yang
ujub
dia
kagum
dan
bangga
dengan
dirinya,
bisa
bangga
dengan
kecantikannya,
bangga
dengan
kepintarannya,
bangga
dengan
prestasinya,
atau
bangga
dengan
kehebatannya.
Sikap
ujub
ini
jika
dipelihara
bisa
berubah
juga
menjadi
sombong.
Seharusnya
bukan
ujub
melainkan
bersyukur.
Beda
orang
yang
ujub
dengan
orang
yang
bersyukur,
orang
yang
ujub
akan
menonjolkan
kehebatan
dirinya
itu
untuk
kepentingan
dunia,
misalnya
agar
mendapat
pujian
orang.
Adapun
orang
yang
bersyukur
dia
akan
menggunakan
kelebihan
dirinya
itu
untuk
lebih
banyak
melakukan
kebaikan-kebaikan.
Misalnya,
siswa
yang
cerdas
akan
memanfaatkan
kecerdasan
dirinya
untuk
membantu
mencerdaskan
teman-temannya
yang
kurang
cerdas
dengan
niat
lillahi
Ta`ala
(tidak
untuk
mendapat
pujian
dari
orang
lain,
walaupun
orang
lain
tentu
akan
memberinya
juga
pujian,
tapi
dia
tidak
terpengaruh
oleh
pujian
itu).
Karakter
inti
negatif
lainnya
yang
mirip
dengan
sombong
adalah
riya
(sering
dimaknai
pamer).
Maksudnya
pamer
dengan
amal
saleh
dan
kebaikan-kebaikannya.
Orang
yang
riya
akan
menyebut-nyebut
kehebatan
dirinya,
dan
dia
berharap
agar
orang
yang
mendengarnya
mau
mengakui
kehebatan
dirinya.
Bisaanya
orang
yang
riya
itu
akan
menonjol
ketika
dia
berselisih
dengan
orang-orang
yang
pernah
dia
bantu.
Misalnya,
“Kamu
berani-beraninya
menjelek-jelekkan
saya,
padahal
kamu
dulu
dibantu
oleh
saya!.
Dulu
kamu
dibantu
dimasukkan
kerja
oleh
saya!
Dulu
kamu
dibantu
diberi
modal
oleh
saya!
Dan
seterusnya.
Karakter
inti
negatif
lainnya
yang
mirip
dengan
sombong
tapi
lebih
halus
adalah
sum`ah
(rasa
hati
bahwa
kebaikan
dirinya
ingin
terdengar
oleh
orang
lain).
Misal
seseoran
yang
mengerjakan
shalat
tahajud
sendirian
di
malam
hari
yang
sunyi
dan
gelap
gulita
di
saat
semua
manusia
tidur
nyenyak.
Kemudian
terbersit
dalam
hatinya
keinginan
agar
amal
salehnya
itu
(shalat
tahajud)
ada
yang
mengetahuinya.
Tapi
dia
tidak
bercerita
kalau
dirinya
pada
malam
itu
shalat
tahajud.
Kalau
bercerita
dia
berkarakter
riya.
Jadi
sum`ah
saja
di
sisi
Tuhan
sudah
buruk,
sama
dengan
buruknya
sombong,
ujub,
dan
riya.
Itulah
yang
dikenal
dengan
syirik
khafiy
(syirik
yang
tersembunyi).
Taubat-
taubat
terhadap
karakter
semacam
sum`ah
inilah
yang
perlu
sering
dilakukan
oleh
orang-orang
yang
beriman
(Rahmat,
M.,
2016,
2017).
Menghilangkan
karakter-karakter
inti
negatif
ini
tentu
sangat
berat.
Tapi
dengan
kesungguhan
dan
metode
yang
tepat
para
guru
bisa
menghilangkan
karakter-karakter
inti
negatif
ini.
3.
Karakter
Sopan-Santun
dan
Hormat
Pengembangan
karakter
sopan-santun
dan
hormat
(kepada
orang
tua,
guru,
tenaga
kependidikan,
sesama,
dan
masyarakat).
Dalam
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
(KBBI)
kata
sopan
berarti:
(1)
hormat
dan
takzim
(akan,
kpd);
tertib
menurut
adat
yang
baik.
Contoh:
“dengan
sopan
ia
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 25
PEMBINAAN
KEROHANIAN
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
26 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
menyenangkan
mereka
(seperti
judes
(ketus)
dan
bermuka
masam).
Sopan-santun
dan
hormat
kepada
tenaga
kependidikan
sekolah,
terutama:
(a).
Menghormati
ibu-bapak
tenaga
kependidikan;
(b).
Senyum
dan
mengucapkan
salam
dengan
penuh
penghormatan
jika
berjumpa
dengan
ibu
dan
bapak
tenaga
kependidikan;
(c).
Jika
ada
keperluan
maka
berbicaralah
kepada
ibu
dan
bapak
tenaga
kependidikan
secara
sopan
dan
santun.
Sopan-santun
dan
hormat
kepada
sesama,
terutama:
(a).
Menghormati
teman
sekelas,
kakak
kelas,
dan
adik
kelas;
(b.
Senyum
dan
mengucapkan
salam
jika
berjumpa
dengan
sesama
teman;
(c).
Berperilaku
yang
wajar
(tidak
dibuat-buat)
dan
baik;
(d).
Tidak
mengucapkan
kata-kata
yang
kasar,
tidak
sopan,
dan
mem-bully
teman;
(e).
Membantu
teman-teman
yang
mendapat
kesulitan
belajar,
tentu
semampu
masingmasing
siswa;
(f).
Mengkritik
pendapat
teman
secara
sopan
dengan
argumentasi
yang
berbeda;
(g).
Menjenguk
teman
yang
sakit
atau
mendapat
musibah.
4.
Karakter
Peduli
Peduli
adalah
sebuah
nilai
dasar
dan
sikap
memperhatikan
dan
bertindak
proaktif
terhadap
kondisi
atau
keadaan
di
sekitar
kita.
Peduli
adalah
sebuah
sikap
keberpihakan
kita
untuk
melibatkan
diri
dalam
persoalan,
keadaan
atau
kondisi
yang
terjadi
di
sekitar
kita.
Orang-orang
peduli
adalah
mereka
yang
terpanggil
melakukan
sesuatu
dalam
rangka
memberi
inspirasi,
perubahan,
kebaikan
kepada
lingkungan
di
sekitarnya.
Ketika
ia
melihat
suatu
keadaan
tertentu,
ketika
ia
menyaksikan
kondisi
masyarakat
maka
dirinya
akan
tergerak
melakukan
sesuatu.
Apa
yang
dilakukan
ini
diharapkan
dapat
memperbaiki
atau
membantu
kondisi
di
sekitarnya.
Sikap
peduli
adalah
sikap
keterpanggilan
untuk
membantu
mereka
yang
lemah,
miskin,
membantu
mengatasi
penderitaan,
dan
kesulitan
yang
dihadapi
orang
lain.
Orang-orang
peduli
adalah
orang-orang
yang
tidak
bisa
tinggal
diam
menyaksikan
penderitaan
orang
lain.
Sikap
peduli
adalah
sikap
yang
terpanggil
untuk
mengajak
dan
mengingatkan
orangorang
kaya
yang
selama
ini
lalai
terhadap
penderitaan
orang-orang
miskin
yang
ada
di
sekitarnya.
Sikap
peduli
adalah
sikap
untuk
pro
aktif
dalam
mengatasi
masalah-masalah
di
masyarakat
dengan
menggunakan
dan
memanfaatkan
sumber
daya
yang
ada
di
masyarakat.
Sikap
peduli
adalah
sikap
kesediaan
untuk
memberi
solusi
terhadap
persoalan
masyarakat.
Agar
masyarakat
dapat
mau
berdonasi,
agar
masyarakat
mau
menyumbang,
agar
masyarakat
memilih
kerelawanan
sehingga
mau
membantu
kesulitan
saudara-saudara
kita.
Peduli
Adalah
sikap
untuk
memperhatikan
nilai-nilai
kemanusiaan,
selalu
tergerak
membantu
kesulitan
manusia
lainnya.
Sikap
peduli
adalah
sikap
untuk
berusaha
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 27
PEMBINAAN
KEROHANIAN
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
28 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
5.
Karakter
Toleransi
Konstitusi
Negara
kita
menjamin
kebebasan
beragama
dan
berkeyakinan
religius
bagi
setiap
warga
negara.
Para
tokoh
bangsa
dan
pemuka
agama
sering
mendengungkan
perlunya
masing-masing
warga
untuk
menjalankan
ajaran
agama
sesuai
dengan
keyakinan
religiusnya
masing-masing
serta
menghargai
agama
dan
keyakinan
religius
yang
dianut
oleh
warga
lainnya.
Di
dunia
persekolahan
terminologi
kerukunan
hidup
beragama
ini
merupakan
salah
satu
tujuan
dan
kompetensi
inti
(KI)
pendidikan.
Dalam
Kurikulum
2013
(Permendiknas
No.
69/2013
tentang
Struktur
Kurikulum
SMA-MA),
juga
dalam
Struktur
Kurikulum
SMK,
sikap
'toleran
dan
rukun'
tertuang
dalam
KI-2,
yang
tentunya
wajib
diimplementasikan
dalam
pembelajaran.
Hubungan
antara
karakter
moral
dan
karakter
kerja
dengan
mengadaptasi
hirarki
nilai
dasar,
instrumental,
dan
praksis
yang
dapat
digambarkan
sebagai
berikut.
WUJUD
KONGKRIT
KARAKTER
KERJA
SISWA
SMK
KARAKTER
KERJA
KARAKTER
MORAL
Gambar
3.3.
Hubungan
antara
Karakter
Moral,
Karakter
Kerja
dan
Wujud
Kongkrit
Karakter
Moral
dan
Kerja
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 29
PEMBINAAN
KEROHANIAN
BAB
IV
PENUTUP
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
30 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
DAFTAR PUSTAKA
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 31
PEMBINAAN
KEROHANIAN
Hasyim,
A.
(1988).
“Pelanggaran
Etis
oleh
Siswa
dan
Alasan
Menghindarinya”.
Tesis
S2
pada
Program
Pascasarjana
IKIP
Bandung.
Herawan,
E.,
Kurniady,
D.
A.,
&
Sururi.
(2017).
Pendidikan
Model
Manajemen
Mutu
Pendidikan
Pada
SMK
di
Kota
Bandung.
Jurnal
Administrasi
Pendidikan,
Volume
23(No.
2
Maret
2017),
199–208.
Kemdiknas,
B.
(2010).
Bahan
Pelatihan
Pendidikan
Budaya
dan
Karakter
Bangsa.
Kirschenbaum,
Robert
J.
(1992).
An
Interview
with
Julian
C.
Stanley.
Gifted
Child
Today
(GCT).
Volume
15
issue
6
(November
1,
1992),
p.
34-37.
Doi:
10.1177/107621759201500611.
Lickona,
T.
(1993).
“The
Return
of
Character
Education.”
Jurnal
Education
Leadership,
Edisi
November
1993.
Lickona,
T.
(2012).
Educating
for
Character:
Mendidik
untuk
Membentuk
Karakter.
Penterjemah
Juma
Wadu
Wamaungu.
(U.
Wahyuddin
&
Suryani,
Eds.).
Jakarta:
PT
Bumi
Aksara.
Makalah.blogspot
(2011).
"Nilai
Dasar
Nilai
Instrumental."
Diakses
dari
http://makalah-download.blogspot.com/2011/10/nilai-dasar-
nilai-instrumentaldan.html.
Megawangi,
R.
(2004).
Pendidikan
Karakter:
Solusi
yang
Tepat
untuk
Membangun
Bangsa.
Jakarta:
Indonesia
Heritage
Foundation.
Miskawaih,
A.
A.
A.
I.
(1994).
Menuju
Kesempurnaan
Akhlak:
Buku
Daras
Pertama
tentang
Filsafat
Islam.
Bandung:
Mizan.
MPR
RI
(2000).
Undang-undang
Dasar
1945
(Hasil
Amandemen
Keempat).
Mulyana,
Rohmat
(2004).
Mengartikulasikan
Pendidikan
Nilai.
Bandung:
CV
Alfabeta.
Na-Ayudya,
O.
J.
(2008).
Model
Pembelajaran
Nilai-nilai
Kemanusiaan
Terpadu.
Jakarta:
Yayasan
Pendidikan
Satya
Sai
Indonesia.
Pusat
Bahasa.
(2008).
Kamus
Bahasa
Indonesia.
Departemen
Pendidikan
nasional
(Vol.
1).
Jakarta:
Pusat
Bahasa
Departemen
Pendidikan
nasional.
al-Qosimi,
Muhammad
Jamaluddin
(1986),
Bimbingan
untuk
Mencapai
Tingkat
Mu`min,
Ringkasan
Ihya
`Ulumiddin
Al-Ghazali.
Terjemahan.
Bandung:
CV
Diponegoro.
Rahmat,
Munawar
(2010).
"Implikasi
Konsep
Insan
Kamil
dalam
Pendidikan
Umum
di
Pondok
Sufi
Pomosda."
Disertasi
pada
Program
Studi
Pendidikan
Umum
Sekolah
Pascasarjana.
Universitas
Pendidikan
Indonesia.
Rahmat,
Munawar
(2016).
Pendidikan
Insan
Kamil.
Bandung:
Celtics
Press
bekerja
sama
dengan
DPP
Asosiasi
Dosen
Pendidikan
Agama
Islam
Indonesia
(DPP
ADPISI).
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
32 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 33
PEMBINAAN
KEROHANIAN
Yayasan
Baitul
Hikmah
Indonesia.
Zamroni
(2001).
Pendidikan
untuk
Demokrasi
Tantangan
Menuju
Civil
Society.
Yogyakarta:
Bigraf
Publishing.
Zohar,
D.,
&
Marshall,
I.
(2000).
SC:
Spiritual
Intelligence.
Terjemahan.
Bandung:
Mizan.
Sumber:
https://www.sekolahdasar.net/2016/01/karakter-moral-atau-budi-
pekerti.html
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
34 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN
LEMBAR
KERJA
1
Menganalisis
kebutuhan
pengembangan
pendidikan
kerohanian
ke
dalam
program
kerja
berkelanjutan
(Lk1)
Diskusikan
dan
Kerjakan
secara
berkelompok
sesuai
dengan
arahan
fasilitator
1)
Gunakan
Analisis
S-W-O-T
untuk
melakukan
analisis
kebutuhan
pengembangan
pendidikan
kerohanian
ke
dalam
program
kerja
berkelanjutan
2)
Tuliskan
daftar
kegiatan
ekstrakurikuler
yang
mendukung
terhadap
program
penidikan
karakter
kerohanian
LEMBAR
KERJA
2
Menerapkan
karakter
spirtualitas
kerohanian
ke
dalam
hidup
bermasyarakat,
berbangsa
dan
bernegara.
(Lk2)
a.
Buatlah
daftar
aktifitas
kemasyarakatan
yang
berdasarkan
niliai-nilai
kerohanian
dan
kebertuhanan
yang
secara
umum
berlangsung
di
masyarakat
Indonesia
yang
diketahui.
b.
Buatlah
rancangan
program
untuk:
(1)
Penerapan
Karakter
Kerohanian
di
lingkungan
Sekolah
(2)
Penerapan
Karakter
Kerohanian
di
lingkungan
Masyarakat
sekitar
LEMBAR
KERJA
3
Mengembangkan
program
kerja
kegiatan
kerohanian
berdasarkan
karakteristik
sekolah.
(Lk3)
Dikerjakan
secara
berkelompok
sesuai
dengan
arahan
fasilitator
Buatlah
program
kerja
kegiatan
kerohanian
sesuai
dengan
karakteristik
dan
atau
ke-khas-an
yang
dimiliki
oleh
sekolah
dengan
mempertimbangkan
keragaman
masyarakat
yang
ada
dalam
hal
keyakinan
bergamanya
sesuai
dengan
nilai-nilai
Ketuhanan
Yang
Maha
ESa
DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 35
Untuk
kritik
dan
saran
yang
membangun,
hubungi
kami
di
;
Email
:
pesertadidiksmk@kemdikbud.go.id
No.
Hp
:
08222
-
1001
-
0016
(Bagian
Peserta
Didik)