Anda di halaman 1dari 41

04 Buku
Serial


Revitalisasi

PEMBINAAN

KEROHANIAN

Disusun
oleh:
IIP
ICHSANUDIN
LAODE
M.
APDY
POTO

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020
Pengarah:
Dr.
Ir.
M.
Bakrun,
M.M.
Direktur
SMK
Arfah
Laidiah
Razik,
S.H.,
M.A
Kasubbag
Tata
Usaha
Dr.
Abdul
Haris,
M.Si
Koordinator
Bidang
Tata
Kelola
Mochamad
Widiyanto,
S.Pd.,
M.T
Koordinator
Bidang
Penilaian
Drs.
Haryono,
M.M
Koordinator
Bidang
Peserta
Didik
Arie
Wibowo
Khurniawan,
S.Si.,
M.Ak
Koordinator
Bidang
Sarana
dan
Prasarana

Chrismi
Widjajanti,
S.E.,
M.B.A
Koordinator
Bidang
Program
dan
Evaluasi

Penulis:
Iip
Ichsanudin
Laode
M.
Apdy
Poto

Penyunting:
Huda
Saifullah
Kamalie
Tim
Dit.
SMK

Desain
Sampul:
Sonny
Rasdianto

Layout:
Winih
Wicaksono

ISBN:
978-602-5517-66-2

©
Hak
Cipta
Dilindungi
Undang-Undang
Dilarang
memperbanyak
karya
tulis
ini
dalam
bentuk
dan

dengan
cara
apapun
tanpa
izin
tertulis
dari
Direktorat

04 Buku
Serial

Revitalisasi

PEMBINAAN

KEROHANIAN

Disusun
oleh:
Iip
Ichsanudin
Laode
M.
Apdy
Poto

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

KATA
PENGANTAR
Pengembangan
 dan
 penerapan
 pendidikan
 karakter
 kerja
 siswa

Sekolah
 Menengah
 Kejuruan
 (SMK)
 merupakan
 urgensi
 dalam
 upaya

meningkatkan
kapasitas
dan
kualitas,
sebagaimana
tertuang
dalam
penjelasan

Pasal
 15
 Undang
 Undang
 nomor20
 Tahun
 2003
 tentang
 Sistem
 Pendidikan

Nasional,
Sekolah
Menengah
Kejuruan
merupakan
pendidikan
menengah
yang

mempersiapkan
peserta
didik
terutama
untuk
bekerja.
Perpres
No.
87
tahun

2018
 tentang
 Penguatan
 Pendidikan
 Karakter,
 kemudian
 dalam
 Peraturan

Menteri
Pendidikan
dan
Kebudayaan
Nomor
34
Tahun
2018
tentang
Standar

Nasional
 Pendidikan
 SMK/MAK,
 khususnya
 Standar
 Kompetensi
 Lulusan

terdapat
9
(sembilan)
area
kompetensi,
salah
satu
area
kompetensi
tersebut

adalah
Karakter
Pribadi
dan
Sosial
lulusan
SMK/MAK.
Pengembangan
 karakter
 kerja
 bagi
 siswa
 SMK
 merupakan
 aspek

penting
 dalam
 menghasilkan
 lulusan
 yang
 mampu
 bersaing
 dan
 berhasil

dalam
pekerjaannya.
Siswa
SMK
harus
dipersiapkan
untuk
menghadapi
kondisi

dan
tantangan
real-job
yang
ada
di
dunia
usaha
dan
industri.
Bekerja
di
dunia

usaha
dan
industri
berada
dalam
lingkungan
yang
berbeda
dengan
lingkungan

sekolah
sehingga
diperlukan
adanya
pengembangan
karakter
kerja
meliputi

pembinaan
 ketahanan
 mental,
 disiplin
 kerja,
 ketahanan
 fisik,
 dan
 perilaku

positif
siswa.
Oleh
 karenanya
 dalam
 melaksanakan
 pelaksanaan
 pembentukan

karakter
kerja
di
SMK,
diperlukan
adanya
materi
pembinaan
ketarunaan
yang

memuat
tentang
materi
Kesamaptaan,
Tata
Tertib
Taruna,
dan
Pembentukan

Organisasi
 Senat
 Taruna
 tentang
 bagaimana
 pembentukan
 karakter
 kerja

untuk
 kesiapan
 kerja
 yang
 terintegrasi
 dalam
 proses
 pembelajaran
 dengan

melibatkan
 pihak
 internal
 maupun
 eksternal
 sekolah.
 Dalam
 rangka
 inilah

Direktorat
 SMK
 pada
 tahun
 2020menyusun
 Dokumen
 Pembinaan
 Karakter

Kerja
 berbasis
 Ketarunaan,
 yang
 meliputi,
 Pedoman
 Pelaksanaan,
 Materi

Pembinaan
 Ketarunaan,
 dan
 Panduan
 Training
 of
 Trainer
 (ToT)
 sebagai

dokumen
 yang
 utuh
 dan
 menyeluruh,
 untuk
 membentuk
 dan
 pembiasaan

karakter
kerja
lulusan
SMK.
Dokumen
pembinaan
ketarunaan
ini
diharapkan

dapat
digunakan
bagi
SMK
bersama
pihak
terkait
yang
berkepentingan
baik

langsung
 maupun
 tidak
 langsung,
 untuk
 menyiapkan
 kemampuan
 dan

membangun
karakter
utama
para
peserta
didiknya
yang
pada
akhirnya
tercipta

suatu
 budaya
 yang
 disiplin,
 maju,
 modern
 dan
 kompetitif
 mengenai

pentingnya
karakter
kerja.

Direktur
SMK

Dr.
Ir.
M.
Bakrun,
M.M.

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 iii
PEMBINAAN
KEROHANIAN

KATA
PENGANTAR

 
iii
DAFTAR
ISI

 iv
BAB
I

PENDAHULUAN

 1
A. Latar
Belakang
 1
B. Tujuan
 3
C. Ruang
Lingkup
 3
D. Manfaat
 4

BAB
II

PELAKSANAAN


 5
A. Strategi

Pelaksanaan
 5
B. Metode
Pelaksanaan
 5

BAB
III

MATERI

 6
A.
Prinsip-prinsip
Universal
Penerapan

 6
Pembinaan
Karakter
Kerja
Siswa
SMK
B.
Karakter
Rohani
Siswa
SMK
 9
C.
Metode
Penerapan
Pembinaan
Kerohanian
 14

Karakter
Kerja
SIswa
SMK
D.
Implementasi
Pembinaan
Kerohanian
di
Sekolah
 19
E.
Karakter
Moral
Sebagai
Landasan
Karakter
Kerja
Siswa
SMK
 20

BAB
IV
PENUTUP

 30
DAFTAR
PUSTAKA

 31
LEMBAR
KERJA
1


 35
LEMBAR
KERJA
2

 35
LEMBAR
KERJA
3

 35

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
iv 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

BAB
I

PENDAHULUAN

Gambar
1.1.
Tokoh
Agama

A.
Latar
Belakang
Dimensi
rohani
sebagai
komponen
peneguh
nilai
spiritualisme
seseorang

menjadi
 sangat
 penting
 untuk
 dipahami
 agar
 dapat
 secara
 lestari

dikembangankan
 sesuai
 dengan
 tuntutan
 zaman
 serta
 diaplikasikan
 secara

konsisten.
Melalui
program
pendidikan
karakter
kerja
lulusan
SMK
kekuatan

kerohanian
dipandang
sebagai
salah
satu
pilar
utama
penopang
terciptanya

sumberdaya
 manusia
 lulusan
 SMK
 Indonesia
 yang
 berkarakter
 religius
 dan

berkualitas.
Sebagaimana
diketahui
bahwa
terdapat
lima
nilai
karakter
utama

yang
bersumber
dari
Pancasila,
yang
menjadi
prioritas
pengembangan
gerakan

Pengembangan
 Pendidikan
 Karakter;
 yaitu
 religius,
 nasionalis,
 integritas,

kemandirian,
 dan
 kegotongroyongan.
 Masing-masing
 nilai
 tidak
 berdiri
 dan

berkembang
sendiri-sendiri,
melainkan
saling
berkorelasi
antar
satu
dengan

lainnya,
 berkembang
 secara
 dinamis
 dan
 membentuk
 keutuhan
 pribadi.

Sedangkan
proses
internalisasinya
melalui
pendidikan
karakter
yang
diinisiasi

dari
empat
dimensi
pendidikan
karakter
oleh
Ki
Hajar
Dewantara
yaitu
olah

hati
atau
rasa,
olah
pikir,
olah
karsa,
dan
olah
raga.
Kehidupan
 modern
 dewasa
 ini
 telah
 tampil
 dalam
 dua
 wajah
 yang

antagonistik.
Di
satu
sisi
modernisme
telah
berhasil
mewujudkan
kemajuan

yang
spektakuler,
khususnya
dalam
bidang
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi.

Di
 sisi
 lain,
 ia
 telah
 menampilkan
 wajah
 kemanusiaan
 yang
 buram
 berupa

kemanusiaan
 modern
 sebagai
 kesengsaraan
 rohaniah.
 Modernitas
 telah

menyeret
 manusia
 pada
 kegersangan
 spiritual.
 Dampak
 ini
 merupakan

konsekuensi
 logis
 dari
 paradigma
 modernisme
 yang
 terlalu
 bersifat


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 1
PEMBINAAN
KEROHANIAN

materialistik
 dan
 mekanistik,
 dan
 unsur
 nilai-nilai
 normatif
 yang
 telah



terabaikan.
Hingga
melahirkan
problem-problem
kejiwaan
yang
variatif.
Dari
 persepktif
 lain,
 kerohanian
 kerap
 juga
 diartikulasikan
 sebagai

dimensi
religius.
Hal
ini
disebabkan
oleh
pemahaman
dan
cara
pandang
atau

asumsi
 kebanyakan
 orang
 bahwa
 segala
 yang
 berhubungan
 dengan
 urusan

rohani
 atau
 kerohanian
 itu
 merupakan
preseden
 yang
 diarahkan
pada
 nilai-
nilai
religiusitas
atau
spriritualisme.
Oleh
karenanya
dalam
hal
ini
pembinaan

kerohanian
 pun
 memiliki
 kesamaan
 dengan
 dimensi
 religius
 (religi)
 dan

spiritual.
Lebih
jauhnya,
religi
terdiri
dari
beberapa
dimensi,
yakni:
(1)
dimensi

kredial
 atau
 keimanan,
 (2)
 dimensi
 ritual
 atau
 peribadatan,
 dan
 (3)
 dimensi

moral
 atau
 akhlak.
 Kemudian
 dalam
 UUD
 1945
 (hasil
 amandemen)
 dan

Undang-Undang
nomor
20
Tahun
2003
tentang
Sistem
Pendidikan
Nasional

terdapat
 juga
 karakter
 takwa
 yang
 dapat
 dikategorikan
 sebagai
 dimensi

keempat.
 Selain
 itu,
 khusus
 bagi
 pelajar
 yang
 beragama
 Islam,
 perlu
 juga

ditambahkan
 kemampuan
 siswa
 dalam
 membaca
 Al-Quran.
 Jadi,
 kajian

karakter
 religius
 yang
 perlu
 dikembangkan
 di
 sekolah
 harus
 mencakup

karakter
tersebut
ditambah
karakter
terampil
membaca
Al-Quran
bagi
siswa

muslim.


Sementara
itu,
jika
dibuat
kesinambungan
dalam
konteks
implementasi

dan
 pengembangan
 karakter,
 Lickona
 mengungkapkan
 bahwa
 “character

education
 is
 the
 deliberate
 effort
 to
 develop
 virtues
 that
 are
 good
 for
 the

individual
 and
 good
 for
 society”.
 Pengertian
 ini
 mengacu
 pada
 usaha
 sadar,

terencana
 untuk
 mengembangkan
 kebaikan
 bagi
 individu
 maupun

masyarakat.
 Pendidikan
 karakter
 ditujukan
 untuk
 membentuk
 kepribadian

seseorang
 melalui
 pendidikan
 budi
 pekerti
 yang
 hasilnya
 terlihat
 dalam

tindakan
 nyata
 seseorang
 yaitu
 tingkah
 laku
 yang
 baik,
 jujur,
 bertanggung

jawab,
menghormati
hak
orang
lain,
kerja
keras,
dan
sebagainya.
Pendidikan

karakter
 dapat
 dimaknai
 sebagai
 pendidikan
 budi
 pekerti
 yang
 melibatkan

aspek
pengetahuan
(cognitive)
sikap
perasaan
(affection
feeling),
dan
tindakan.

Tanpa
ketiga
aspek
tersebut,
pendidikan
karakter
tidak
akan
efektif.
Dengan

pendidikan
 karakter
 yang
 diterapkan
 secara
 sistematis
 dan
 berkelanjutan,

peserta
didik
akan
menjadi
cerdas
emosinya.
Kecerdasan
emosi
menjadi
bekal

penting
 bagi
 siswa
 dalam
 meraih
 masa
 depan,
 dan
 berhasil
 menghadapi

tantangan
 kehidupan,
 termasuk
 tantangan
 untuk
 berhasil
 secara
 akademis.

Tujuan
 pendidikan
 karakter
 adalah
 saling
 memahami
 (to
 help
 people

understand),
saling
menjaga
(care
about),
dan
bersikap
sesuai
nilai-nilai
etika

(act
upon
core
ethical
values)
(Lickona,
2013:
5,
18).
Dalam
rangka
“Membangun
Bangsa
Berkarakter
yang
Mengacu
pada
Nilai

Agama”
perlu
melalui
pengkajian,
dan
pengembangan
karakter
dengan
fokus

menanamkan
9
pilar
nilai-nilai
luhur
universal,
yaitu:
(1).
Cinta
Tuhan
dan
alam

semesta
beserta
isinya;
 
(2)
Tanggung
jawab,
Kedisiplinan,
dan
Kemandirian;

(3)
 Kejujuran;
 4)
 Hormat
 dan
 Santun:
 (5)
 Kasih
 Sayang,
 Kepedulian,
 dan


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

Kerjasama;
 (6)
 Percaya
 Diri,
 Kreatif,
 Kerja
 Keras,
 dan
 Pantang
 Menyerah;
 7)

Keadilan
dan
Kepemimpinan;
(8)
Baik
dan
Rendah
Hati;
dan
(9)
Toleransi,
Cinta

Damai
dan
Persatuan.
Kesembilan
 pilar
 karakter
 itu,
 diajarkan
secara
 sistematis
 dalam
 model

pendidikan
holistik
menggunakan
metode
knowing
the
good,
feeling
the
good,

dan
 acting
 the
 good.
 Knowing
 the
 good
 bisa
 mudah
 diajarkan
 sebab

pengetahuan
 bersifat
 kognitif
 saja.
 Akan
 tetapi,
 setelah
 knowing
 the
 good

harus
ditumbuhkan
feeling
loving
the
good,
yakni
bagaimana
merasakan
dan

mencintai
 kebajikan
menjadi
 engine
 (mesin
 penggerak)
 yang
 bisa
 membuat

orang
 senantiasa
 mau
 berbuat
 sesuatu
 kebaikan.
 Dengan
 demikian
 tumbuh

kesadaran
bahwa,
orang
mau
melakukan
perilaku
kebajikan
karena
cinta
akan

perilaku
 kebajikan
 itu.
 Selanjutnya
 setelah
 terbiasa
 melakukan
 kebajikan,

maka
acting
the
good
itu
berkembang
menjadi
kebiasaan.
Pada
akhirnya
relasi
yang
positif
dalam
konstruksi
pembinaan
kerohanian

yang
basisnya
adalah
pemahaman
beragama,
melalui
pendidikan
karakter
ini

terdapat
pada
pengamalan
nilai-nilai
luhur
falsafah
Negara
Republik
Indonesia

yaitu
 Pancasila.
 Kesepakatan
 utama
 yang
 menjadi
 landasan
 penting
 bahwa

seluruh
warga
Negara
Indonesia
adalah
mahluk
berketuhanan
tertuang
dalam

sila
 pertama
 yang
 berbunyi
 “Ketuhanan
 Yang
 Maha
 Esa”.
 Oleh
 karena
 itu,

pembinaan
 kerohanian
 ini
 berkorelasi
 erat
 dengan
 frame
 of
 thinking
 nya

pengamalan
praktis
dari
makna
norma
dan
nilai
luhur
sila
tersebut.
Sehingga
di

dalam
bangsa
Indonesia
tidak
boleh
ada
pertentangan
dalam
hal
Ketuhanan

Yang
Maha
Esa.
Kita
seharusnya
menghindari
sikap
atau
perbuatan
yang
anti

terhadap
 Tuhan
 Yang
 Maha
 Esa,
 anti
 agama.
 
 Untuk
 itulah
 sebagai
 generasi

penerus
 bangsa,
 kita
 wajib
 mengkaji,
 
 memahami,
 dan
 menerapkan
 sila

pertama
Pancasila.
Diharapkan

melalui
pemahaman
sila
Ketuhanan
Yang
Maha

Esa
 ini,
 
 akan
 terwujud
 generasi-generasi
 penerus
 bangsa
 Indonesia
 yang

menjunjung
tinggi
nilai-nilai
Ketuhanan
dan
berbudi
luhur.

B.
 Tujuan
Materi
 ini
 merupakan
 bagian
 terintegrasi
 dari
 proses
 pendidikan
 dan

pengembangan
 karakter
 kerja
 Siswa
 SMK
 yang
 menjadi
 prioritas

programnya.
Secara
berurutan
tujuan
materi
ini
sebagai
berikut:
1. Membekali
 pemahaman
 dan
 keyakinan
 peserta
 akan
 pentingnya

melaksanan
peran
dan
fungsi
diri
sebagai
mahluk
Tuhan.
2. Menumbuhkembangkan
 kesadaran
 peserta
 akan
 rasa
 cinta
 dan

pengabdiannya
terhadap
Tuhan
Yang
maha
Esa.
3. Memperkuat
rasa
cinta
terhadap
Tanah
Air
dan
Bangsa.
4. Memberikan
 gambaran
 umum
 tentang
 implementasi
 Ketuhanan
 ke

dalam
kehidupan
berbangsa,
bertanah
air,
serta
bermasyarakat
dalam

bentuk
serta
manifestasi
gotong
royong.

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 3
PEMBINAAN
KEROHANIAN

5. Menanamkan
nilai
dasar
tentang
kerberagaman
dan
toleransi.

6. Membangun
 kesehatan
 karakter
 yang
 mencakup
 psikomotorik
 dan

kognisi
 individu
 untuk
 menjalin
 keharmonisan
 yang
 sehat
 antara

individu
dengan
dirinya
sendiri
sekaligus
dengan
lingkungannya.

C.
 Ruang
Lingkup
Ruang
lingkup
materi
Pembinaan
Kerohanian
meliputi:
1. Prinsip-Prinsip
 Universal
 Penerapan
 Pembinaan
 Karakter
 Kerja
 Siswa

SMK
2. Karakter
Rohani
bagi
Siswa
SMK
3. Metode
Penerapan
Pembinaan
Karakter
Kerja
Siswa
SMK
4. Penerapan
 Nilai
 –
 Nilai
 Kerohanian
 dalam
 kehidupan
 berbangsa
 dan

bernegara
5. Implementasi
Pembinaan
Kerohanian
di
Sekolah
6. Karakter
Moral
sebagai
Landasan
Karakter
Kerja
Lulusan
SMK

D.
 Manfaat
Pembinaan
 Kerohanian
 memiliki
 manfaat
 dan
 implikasi
 sebagaimana

tercantum
di
bawah
ini:
1. Proses
pembinaan
kerohanian
sebagai
bagian
dari
pendidikan
karakter

kerja
 diupayakan
 agar
 sumberdaya
 manusia
 lulusan
 SMK
 dapat

menyadari
 sebagai
 mahluk
 ciptaan
 Tuhan,
 mencintai
 Tuhan
 dan

memiliki
moralitas
yang
baik.

2. Kegiatan
pembinaan
kerohanian
ini
diharapkan
menghasilkan
individu

yang
memiliki
karakter
baik
sesuai
dengan
pengamalan
Pancasila
sila

Ketuhanan
Yang
Maha
Esa.

3. Nilai-nilai
 relijiusitas
 yang
 disampaikan
 diharapkan
 lulusan
 SMK

mampu
 melahirkan
 keteguhan
 dan
 pembelaan
 terhadap
 Negara

Kesatuan
 Republik
 Indonesia
 sebagai
 wujud
 patriotisme
 dan

nasionalisme.

4. Penguatan
 karakter
 kerja
 peserta
 didik
 dalam
 mempersiapkan
 daya

saing
 melalui
 kompetensi
 abad
 21,
 yaitu:
 berpikir
 kritis,
 kreativitas,

komunikasi,
dan
kolaborasi

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
4 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

BAB
II

PELAKSANAAN

A.
 Strategi

Pelaksanaan
Melalui
tahapan
Training
of
Trainer
(ToT),
baik
Instruktur
Inti
maupun

Instruktur
 Sekolah,
 diorientasikan
 pada
 proses
 collaborative
 dan
 atau

participatory
 learning.
 Hal
 ini
 didasarkan
 atas
 pertimbangan
 pemaduan

kekuatan
 belajar
 dan
 pemahaman
 peserta
 ToT
 yang
 secara
 resiprokatif

dianggap
mampu
menghasilkan
kondisi
pelatihan
yang
cenderung
aktif
dan

dinamis.
 Dalam
 hal
 ini
 para
 calon
 instruktur
 dikelola
 dalam
 kelompok-
kelompok
 klasikal
 dan
 forum-forum
 diskusi
 agar
 kesetaraan
 pemahaman

tentang
 subtansi
 pembinaan
 kerohanian
 yang
 sama
 dimiliki
 oleh

seluruhnya.
 Sehingga
 ketika
 proses
 delivery
 content
 yang
 merupakan

tanggungjawab
para
trainers
pasca
ToT
ini
dapat
terwujud
sesuai
dengan

target
dan
sasaran
program.


B.
 Metode
Pelaksanaan

Proses
 pengelolaan
 pembelajaran
 menggunakan
 Model
 Latihan

Partisipatif
 (Participatory
 Training
 Model).
 Penggunaan
 metode
 ini

dilatarbelakangi
oleh
keuntungan
jika
menggunakan
model
pembelajaran

partisipatif
yang
menekankan
pada
proses
pembelajaran,
di
mana
kegiatan

belajar
 dalam
 pelatihan
 dibangun
 atas
 dasar
 partisipasi
 aktif

(keikutsertaan)
para
peserta.
Peserta
pelatihan
(ToT)
terlibat
dalam
semua

aspek
kegiatan,
mulai
dari
kegiatan
merencanakan,
melaksanakan,
sampai

pada
tahap
menilai
kegiatan
pembelajaran
dalam
pelatihan.
Materi
ini
dirancang
untuk
melengkapi
peserta
dengan
konsep
karakter

kerja
 lulusan
 SMK
 dan
 kegiatan
 yang
 praktis
 untuk
 diterapkan
 di
 kelas

pelatihan.
 Modul
 ini
 juga
 memberikan
 pengalaman
 belajar
 aktif
 dan

relevan.
Dengan
demikian,
pelatihan
ini
banyak
menerapkan
pendekatan

partisipatori
 dan
 reflektif.
 Dalam
 proses
 pelaksanannnya,
 diterapkan

Variasi
 metodologi
 seperti
 penjelasan/presentasi,
 brainstorming,
 sharing

expertise,
diskusi,
kerja
dalam
kelompok/berpasangan,
studi
kasus,
diskusi

tayangan
video,
tanya
jawab,
simulasi,
demonstrasi,
dan
main
peran
(role

play).


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 5
PEMBINAAN
KEROHANIAN

BAB
III

MATERI
A.
Prinsip-prinsip
Universal
Penerapan


 Pembinaan
Karakter
Kerja
Siswa
SMK

Gambar
3.1.
Prinsip-prinsip
universal



 
 Thomas
 Lickona
 mengatakan
 “seorang
 anak
 hanyalah
 wadah
 di
 mana



seorang
 dewasa
 yang
 bertanggung
 jawab
 dapat
 diciptakan”.
 Karenanya,

mempersiapkan
anak
 adalah
 sebuah
 strategi
investasi
 manusia
 yang
 sangat

tepat.
 Sebuah
 ungkapan
 terkenal
 mengungkapkan
 “Anak-anak
 berjumlah

hanya
 sekitar
 25%
 dari
 total
 populasi,
 tapi
 menentukan
 100%
 dari
 masa

depan”.
Sudah
terbukti
bahwa
periode
yang
paling
efektif
untuk
membentuk

karakter
 anak
 adalah
 sebelum
 usia
 10
 tahun.
 Diharapkan
 pembentukan

karakter
 pada
 periode
 ini
 akan
 memiliki
 dampak
 yang
 akan
 bertahan
 lama

terhadap
pembentukan
moral
anak.

Selanjutnya,
dalam
konteks
usia
remaja,
pada
masa
ini
disebutkan
bahwa

usia
remaja
adalah
sosok
yang
sangat
berperan
dalam
proses
pembangunan

bangsa
dan
mental
bangsa.
Banyak
harapan
yang
diletakkan
di
pundak
remaja.

Sementara
itu,
banyak
tantangan
yang
dihadapi
oleh
remaja,
ke
dalam
ia
harus

menghadapi
dirinya
sendiri
yang
sedang
mencari
jati
diri,
dan
keluar
dia
harus

menghadapi
 dunia
 dengan
 tantangan
 yang
 begitu
 beragam.
 Pada
 era

globalisasi
 yang
 ditandai
 dengan
 perubahan
 yang
 begitu
 cepat
 dan
 tak

terduga,
akibat
kemajuan
teknologi
komunikasi
dan
informasi,
bumi
menjadi

sempit,
 begitupun
 batas
 negara.
 Nilai-nilai
 asing,
 baik
 yang
 positif
 maupun

yang
 negatif
masuk
 tanpa
 bisa
 disensor,
 mulai
 dari
 cara
 hidup
 materialistis,

film-film
 yang
 menampilkan
 kekerasan,
 pornografi,
 dan
 sebagainya.
 Dan

remajalah
kelompok
yang
cukup
rentan
terhadap
berbagai
pengaruh
negatif.

Apalagi
 dengan
 semakin
 luas
 dan
 canggihnya
 teknologi
 komunikasi,
 yang

memudahkan
remaja
untuk
mengakses
informasi
tentang
apa
saja,
dan
dari

mana
saja,
tanpa
ada
filternya.

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
6 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

Terdapat
 dua
 macam
 tipe
 remaja
 pada
 masa
 keremajaannya.
 Pertama,



remaja
 yang
 memiliki
 identitas
 diri,
 yaitu
 remaja
 yang
 memiliki
 keyakinan

bahwa
apa
yang
mereka
miliki
dan
apa
yang
mereka
lakukan
sesuai
dengan

kaidah
dan
kebiasaan
yang
berlaku
di
suatu
lingkungan
sosial
tertentu.
Dengan

keyakinan
 ini,
 dia
 dapat
 diterima
 oleh
 lingkungannya
 tanpa
 harus
 terjadi

pertentangan.
 Kedua,
 remaja
 yang
 tidak
 memiliki
 identitas
 diri,
 remaja
 ini

mudah
terbawa
arus
perubahan
oleh
lingkungannya.
Dia
tidak
punya
kekuatan

untuk
menghindar
dari
pengaruh
lingkungan.
Dia
mudah
larut,
tidak
memiliki

pendirian,
sehingga
mudah
tergoyahkan
oleh
keadaan.
Dunia
 remaja
 dewasa
 ini,
 semakin
 sering
 dihadapkan
 pada
 berbagai

masalah
 yang
 kompleks
 dan
 perlu
 mendapat
 perhatian
 kita.
 Salah
 satu

masalah
 tersebut,
 adalah
 semakin
 menurunnya
 tatakrama
 sosial
 dan
 moral

remaja
 dalam
 perilaku
 kehidupannya,
 baik
 di
 rumah,
 di
 sekolah,
 maupun
 di

lingkungan
masyarakat.
Hal
ini
mengakibatkan
timbulnya
efek
negatif,
seperti

maraknya
 penyimpangan
 berbagai
 norma
 kehidupan
 baik
 agama
 maupun

sosial,
 tawuran,
 penyalahgunaan
 narkoba,
 penganiayaan,
 serta
 berbagai

perbuatan
amoral
lainnya.
Semua
itu
berakibat
pada
menurunnya
nilai-nilai

karakter
yang
menjadi
benteng
mental
para
remaja.
Sebagaimana
 halnya
 program
 pendidikan
 karakter
 secara
 umum,

pembinaan
 kerohanian
 yang
 dilakukan
 di
 sini
 pun
 menggunakan
 prinsip-
prinsip
pengembangan
dan
implementasi
yang
relatif
sejalan,
sebagai
berikut:

1.
 Prinsip
1
–
Nilai-nilai
Moral
Universal.
Pembinaan
karakter
kerja
yang
berfokus
pada
penguatan
nilai-nilai
moral

universal
 yang
 prinsip-prinsipnya
 dapat
 didukung
 oleh
 segenap
 individu

dari
berbagai
macam
latar
belakang
agama,
keyakinan,
kepercayaan,
sosial,

dan
budaya.

2.
 Prinsip
2
–
Holistik.

Menyeluruh
 dalam
 arti
 pengembangan
 fisik
 (olah
 raga),
 intelektual
 (olah

pikir),
estetika
(olah
rasa),
etika
dan
spiritual
(olah
hati)
dilakukan
secara

utuh-menyeluruh
 dan
 serentak,
 baik
 melalui
 proses
 pembelajaran

intrakurikuler,
 kokurikuler,
 dan
 ekstrakurikuler,
 berbasis
 pada

pengembangan
 budaya
 sekolah
 maupun
 melalui
 kolaborasi
 dengan

komunitas-komunitas
di
luar
lingkungan
pendidikan.


3.
 Prinsip
3
–
Terintegrasi.
Pembinaan
 Pendidikan
 Karakter
 Kerja
 sebagai
 poros
 pelaksanaan

pendidikan
nasional
terutama
pendidikan
dasar
dan
menengah
(kejuruan)

y a n g 
 d i ke m b a n g k a n 
 d a n 
 d i l a k s a n a k a n 
 d e n g a n 
 m e m a d u k a n ,


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 7
PEMBINAAN
KEROHANIAN

menghubungkan,
 dan
 mengutuhkan
 berbagai
 elemen
 pendidikan,
 bukan



merupakan
 program
 tempelan
 dan
 tambahan
 dalam
 proses
 pelaksanaan

pendidikan.
 Implementasi
 Pembinaan
 Pendidikan
 Karakter
 Kerja
 di
 SMK

diselenggarakan
terintegrasi
dengan
kurikulum
sekolah
yang
berlaku
tanpa

harus
 membuat
 program
 khusus
 untuk
 menambah
 jam
 pembelajaran.

Namun
Pembinaan
Pendidiksn
karakter
Kerja
merupakan
bagian
penyiapan

kompetensi
Kerja
secara
utuh
dan
menyeluruh.


4.
 Prinsip
4
–
Partisipatif.
Proses
 pelibatan
 para
 pihak
 dan
 komponen
 pendukung
 yakni
 dilakukan

dengan
 mengikutsertakan
 dan
 melibatkan
 publik
 seluas-luasnya
 sebagai

pemangku
 kepentingan
 pendidikan
 menjadi
 pelaksana.
 Kepala
 sekolah,

pendidik,
tenaga
kependidikan,
komite
sekolah,
dan
pihak-pihak
lain
yang

terkait
 dari
 kalangan
 masyarakat
 luas
 dapat
 menyepakati
 prioritas
 nilai-
nilai
 utama
 karakter
 dan
 kekhasan
 sekolah
 yang
 diperjuangkan
 dalam

pengembangan
karakter
Siswa
SMK,
untuk
selanjutnya
menyepakati
bentuk

dan
strategi
pelaksanaan,
bahkan
dukungan
pembiayaan.

5.
 Prinsip
5
–
Kearifan
Lokal.
Pentingnya
 melihat
 dan
 memaksimal
 keunggulan
 serta
 potensi
 dengan

bertumpu
 dan
 responsif
 pada
 kearifan
 lokal
 nusantara
 yang
 demikian

beragam
 dan
 majemuk
 agar
 kontekstual
 dan
 membumi.
 Program

pengembangan
ini
harus
bisa
mengembangkan
dan
memperkuat
kearifan

lokal
 nusantara
 agar
 dapat
 berkembang
 dan
 berdaulat
 sehingga
 dapat

memberi
indentitas
dan
jati
diri
peserta
didik
sebagai
bangsa
Indonesia.

Budaya
setempat
yang
menjadi
keunggulan
di
daerah
dapat
dimenfaatkan

secara
 maksimal
 untuk
 memberikan
 ciri
 khusus
 penyelenggaraan
 untuk

pencapaian
tujuan
universal.


6.
 Prinsip
6
–
Kecakapan
Abad
21.

Program
 pendidikan
 karakter
 kerja
 Siswa
 SMK
 ini
 juga
 mengembangkan

kecakapan-kecakapan
 yang
 dibutuhkan
 oleh
 peserta
 didik
 untuk
 hidup

pada
 abad
 21
 (21st
 century
 skills),
 antara
 lain
 kecakapan
 berpikir
 kritis

(critical
 thinking),
 berpikir
 kreatif
 (creative
 thinking),
 kecakapan

berkomunikasi
 (communication
 skill),
 termasuk
 penguasaan
 bahasa

internasional,
dan
kerjasama
dalam
pembelajaran
(collaborative
learning).

Kecakapan-kecakapan
 tersebut
 dieksplorasi
 dalam
 pelatihan
 dan

implementasi,
sehingga
Siswa
SMK
lebih
siap
menghadapi
perkembangan

dan
menjadi
berdaya
saing
sebagai
pribadi
yang
unggul.

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
8 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

7.
 Prinsip
7
–
Adil
dan
Inklusif.
Prinsip
ini
dikembangkan
dan
dilaksanakan
berdasarkan
prinsip
keadilan,

non-diskriminasi,
 non-sektarian,
 menghargai
 kebinekaan
 dan
 perbedaan

(inklusif),
dan
menjunjung
harkat
dan
martabat
manusia.


8.
 Prinsip
8
–
Selaras
dengan
Perkembangan
Siswa.
Harus
 terwujud
 keselarasan
 antara
 kebutuhan
 dengan
 tuntutan

perkembangan
 Siswa,
 baik
 perkembangan
 biologis,
 psikologis,
 maupun

sosial,
agar
tingkat
kecocokan
dan
keberterimaannya
tinggi
dan
maksimal.

Dalam
 hubungan
 ini
 kebutuhan-kebutuhan
 perkembangan
 peserta
 didik

perlu
memperoleh
perhatian
intensif.


9.
 Prinsip
9
–
Terukur.

Berlandaskan
prinsip
keterukuran
agar
dapat
diamati
dan
diketahui
proses

dan
 hasilnya
 secara
 objektif.
 Dalam
 hubungan
 ini
 komunitas
 sekolah

mendeskripsikan
 nilai-nilai
 utama
 karakter
 yang
 menjadi
 prioritas

pengembangan
 di
 sekolah
 dalam
 sebuah
 sikap
 dan
 perilaku
 yang
 dapat

diamati
 dan
 diukur
 secara
 objektif;
 mengembangkan
 program-program

penguatan
 nilai-nilai
 karakter
 bangsa
 yang
 mungkin
 dilaksanakan
 dan

dicapai
oleh
sekolah;
dan
mengerahkan
sumber
daya
yang
dapat
disediakan

oleh
sekolah
dan
pemangku
kepentingan
pendidikan.

B.
Karakter
Rohani
Siswa
SMK
Rohani
 dalam
 arti
 lain
 sebagai
 Religi
 terdiri
 dari
 beberapa
 dimensi,

yakni:
(1)
dimensi
kredial
atau
keimanan,
(2)
dimensi
ritual
atau
peribadatan,

dan
 (3)
 dimensi
 moral
 atau
 akhlak.
 Kemudian
 dalam
 UUD
 1945
 (hasil

amandemen)
 dan
 Undang-Undang
 nomor
 20
 Tahun
 2003
 tentang
 Sistem

Pendidikan
 Nasional
 terdapat
 juga
 karakter
 takwa.
 Selain
 itu,
 khusus
 bagi

pelajar
 yang
 beragama
 Islam,
 perlu
 juga
 ditambahkan
 kemampuan
 siswa

dalam
 membaca
 Al-Quran.
 Jadi,
 kajian
 karakter
 religius
 yang
 perlu

dikembangkan
 di
 sekolah
 harus
 mencakup
 keempat
 karakter
 tersebut

ditambah
karakter
trampil
membaca
Al-Quran
bagi
siswa
muslim.
1. Karakter
Kredial
atau
Keimanan.

Karakter
ini
berkaitan
dengan
kepercayaan
manusia
akan
adanya
Tuhan

Yang
 Maha
 Esa.
 Sesuai
 dengan
 sila
 pertama
 Pancasila,
 maka
 para
 pelajar

Indonesia
 harus
 beriman
 kepada
 Tuhan
 Yang
 Maha
 Esa.
 Karakter
 ini

merupakan
karakter
inti
yang
paling
sulit
untuk
ditanamkan
tapi
perlu
dan

harus
 ditanamkan.
 Mengapa
 sulit,
 karena
 menyangkut
 dimensi
 hati

(kepercayaan),
 yakni
 bagaimana
 agar
 hati
 para
 peserta
 didik
 dapat

mempercayai
keberadaan
Tuhan
Yang
Maha
Esa.
Sulitnya
membina
dimensi


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 9
PEMBINAAN
KEROHANIAN

hati
ini
karena
ada
manusia-manusia
yang
cuek
atau
acuh
tak
acuh
terhadap

keberadaan
 Tuhan,
 ada
 juga
 manusia-manusia
 yang
 tidak
 percaya
 akan

adanya
 Tuhan
 Yang
 Maha
 Esa,
 bahkan
 ada
 juga
 manusia-manusia
 yang

berani
menantang
Tuhan.
2. Karakter
Ritual
atau
Ibadah.

Karakter
 ini
 berkaitan
 dengan
 ritual-ritual
 atau
 ibadah-ibadah
 yang

perlu
dilakukan
oleh
umat
beragama
untuk
menyembah
Tuhan
Yang
Maha

Esa.
Bentuk
ibadah
yang
paling
pokok
dan
ada
pada
semua
agama
adalah

sembahyang,
berdo`a,
dan
berpuasa.
Ibadah
dan
do`a
ada
yang
ditentukan

waktunya
dan
ada
juga
yang
tidak
ditentukan
waktunya.
Maksudnya
bisa

dilakukan
kapan
saja
tergantung
keperluan
penganut
agama.


Dalam
 konteks
 yang
 lebih
 implementatif,
 karakter
 ritual
 atau

peribadatan
 secara
 umum
 dapat
 diaplikasikan
 kepada
 hal
 yang
 banyak

dirasakan
oleh
manusia.
Contohnya
adalah
dengan
melakukan
pekerjaan

atau
 bekerja.
 Setiap
 orang
 yang
 bekerja
 pada
 hakikatnya
 adalah

melaksanakan
salah
satu
pertintah
Tuhan
dengan
sungguh-sungguh
agar

dapat
 memperoleh
 imbalan
 sesuai
 dengan
 yang
 diharapkan,
 baik
 itu

imbalan
 duniawi
 berupa
 gaji/honor
 atau
 penghasilan
 lainnya,
 maupun

imbalan
yang
bersifat
ukhrawi
sebagai
bekal
bagi
kehidupan
di
masa
datang

sesudah
kematian.
Ketika
memulai
bekerja
kita
diharuskan
berdoa,
dalam

prosesnya
 kita
 tetap
 memperhitungkan
 banyak
 hal
 seperti
 etika

berkomunikasi,
berdiskusi,
berdebat,
dan
lain
sebagainya.
Secara
eksplisit

semua
 menyadari
 akan
 eksistensi
 Tuhan
 yang
 telah
 memberikan

pengaturan
 dan
 bimbinganNYA
 dalam
 pelaksanaan
 ibadah
 melalui

penuntasan
tanggungjawab
pekerjaan
masing-masing.



Secara
lahiriah
mengenai
nilai
relasi
antara
Tuhan
dengan
hambanya

akan
dapat
terlihat
dari
perilaku
dan
kebiasaan
manusia
sehari-hari.
Karena

menyadari
bahwa
Tuhan
sedang
melihat
dan
memantau
seluruh
aktifitias

kehidupannya,
maka
manusia
akan
selalu
berusaha
untuk
tidak
menentang

aturan
 dan
 perintah-NYA.
 Sehingga
 pada
 akhirnya
 akan
 dipahami
 dan

bahkan
 diyakini
 bahwa
 melakukan
 tanggungjawab
 adalah
 ibadah
 yang

sejati.
 Memberi
 perhatian
 kepada
 sesama
 dan
 memanusiakan
 manusia

adalah
 wujud
 dari
 ibadah.
 Beribadah
 adalah
 menjalankan
 perintahNya

untuk
 memikul
 tanggungawab
 pribadi
 dan
 sosial
 sebagai
 wujud

penyembahan
 kepada
 Alloh.
 Memberi
 perhatian
 kepada
 yang
 kecil
 dan

lemah,
 mendahulukan
 yang
 tua
 dan
 layak
 mendapat
 penghormatan
 juga

merupakan
ibadah.
Sikap
menjauhkan
diri
dari
keserakahan,
pementingan

diri
sendiri
juga
perlu
dijauhkan.


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
10 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

3. Karakter
Moral
atau
Akhlak.

Pendidikan
 tidak
 hanya
 memberikan
 kepada
 peserta
 didik

pengetahuan,
tetapi
juga
membentuk
karakter
luhur
bangsa.
Sebagai
upaya

mewujudķan
 hal
 tersebut,
 Kementerian
 Pendidikan
 dan
 Kebudayaan

(Kemendikbud)
 mulai
 mengimplementasikan
 pendidikan
 yang

berintegritas
 dan
 berkarakter
 melalui
 penumbuhan
 budi
 pekerti
 luhur.

Dimana
mayoritas
pendekatan
budi
pekerti
berequivalensi
dengan
akhlak.

Karakter
atau
budi
pekerti
bukan
materi
pelajaran,
tetapi
perbuatan
yang

harus
ditanamkan
dari
generasi
awal
ke
generasi
berikutnya
hingga
akhir

zaman.
Karakter
tidak
perlu
diajarkan
dalam
bentuk
pembelajaran,
karena

terbentuknya
karakter
adalah
perbuatan
rutin
dan
latah
dilakukan
setiap

hari.
Guru
tidak
perlu
mengajarkan
dalam
kelas
secara
teoritik
karena
sudah

masuk
 dalam
 pembelajaran
 semua
 mata
 pelajaran
 dan
 kehidupan
 sosial.

Nilai-nilai
karakter
berdasarkan
budaya
bangsa
Indonesia
sepert:
religius,

jujur,
toleransi,
disiplin,
kerja
keras,
kretif,
mandiri,
demokratis,
rasa
ingin

tahu.
 Semangat
 kebangsaan,
 cinta
 tanah
 air,
 menghargai
 prestasi,

bersahabat/berkomunikasi,
 cinta
 damai,
 gemar
 membaca,
 peduli

lingkungan
dan
sosial,
serta
tanggung
jawab
bisa
tertanam
dalam
jiwa
siswa

jika
 hal
 itu
 dibiasakan
 dalam
 kehidupan
 sehingga
 tumbuh
 menjadi

kebiasaan.
Mengacu
pada
ajaran
Islam,
akhlak
mulia
terdiri
dari
akhlak
yang
baik,

terutama
taubat
(mengakui
dosa-dosa
dan
bertekad
tidak
akan
mengulangi

lagi
dosa),
qona`ah
(mengurangi
watak
hewan
dalam
dirinya,
juga
merasa

cukup
dengan
pemberian
Allah),
`uzlah
(siap
beramal
baik
sendirian,
walau

orang-orang
 lain
 beramal
 buruk),
 sabar
 (memaksa
 jiwa-raga
 untuk

beribadah
dan
menghindari
maksiat),
dan
tawakkal
(menyerahkan
urusan

kepada
 Allah
 dan
 menerima
 keputusanNya,
 walau
 hasilnya
 tidak

menyenangkan,
 dengan
 keyakinan
 bahwa
 keputusan
 itu
 justru
 kebaikan

bagi
kita);
juga
akhlak
yang
dikenal
baik
seperti
birrul
walidain
(berbakti

kepada
 kedua
 orang
 tua),
 berbuat
 adil,
 berbuat
 ihsan
 (seperti
 senang

memberi
 pertolongan),
 pemaaf,
 meminta
 maaf
 atas
 kesalahannya,

berterima
kasih
atas
kebaikan
orang,
toleran,
hingga
membuang
duri
yang

membahayakan
para
pejalan
kaki.


Juga
 menghindari
 akhlak
 yang
 buruk,
 terutama:
 takabur
 (sombong),

ujub
(bangga
diri),
riya
(ketinggian
derajatnya
ingin
diakui
orang
lain,
juga

pamer
 dengan
 amal
 baik),
 dan
 sum`ah
 (berusaha
 agar
 kebaikan
 kita

terdengar
 oleh
 orang
 lain).
 Keempat
 karakter
 ini
 jika
 dilakukan
 dapat

menghapus
pahala
amal-amal
baik,
bagai
api
yang
membakar
habis
kayu

kering.
 Juga
 menghindari
 iri
 dengki,
 pemarah,
 bengis,
 hasud,
 jail,
 senang

mengganggu,
senang
membuat
ujaran
kebencian,
dusta,
bicara
kasar,
dan

intoleransi.
 Karakter-karakter
 moral
 lainnya
 akan
 dibahas
 secara
 khusus

setelah
karakter
takwa.


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 11
PEMBINAAN
KEROHANIAN

Gambar
3.2
Jiwa
Berkarakter
Moral/Berbudi
Pekerti
Mulia

Terakhir
 adalah
 bagaimana
 menanamkan
 jiwa
 berkarakter



moral/berbudi
pekerti
mulia?
Beberapa
hal
yang
harus
dilaksanakan
secara

serentak
dan
berkoordinasi
antara
lain
melalui:

a. Konsistensi
terhadap
sistem
peraturan
dan
tata
tertib
yang
berlaku
b. Ketegasan
penegak
aturan
oleh
pihak
yang
berwenang

c. Keteladanan

d. Kesadaran
 seluruh
 warga
 sekolah
 terhadap
 implementasi
 norma

agama,
 norma
sosial,
dan
kelestarian
lingkungan

e. Menciptakan
 kerukunan
 hidup
 bermasyarakat
 secara
 mikro
 maupun

makro

f. Penanaman
 akhlaqul
 karimah
 dan
 kaidah
 kehidupan
 bermasyarakat

sejak
dini

g. Pembiasaan
 akhlaqul
 karimah
 dalam
 kehidupan
 rumah,
 sekolah,
 dan

masyarakat

h. Melestarikan
sikap
tolong
menolong
dan
gotong
royong

i. Membiasakan
 sopan
 santun
 dalam
 segala
 bentuk
 berkomunikasi
 dan

bertingkah
laku

j. Menghargai
dan
melestarikan
budaya
bangsa

k. Mengutamakan
musyawarah
dalam
mencapai
mufakat

l. Saling
menghargai
dan
menghormati
sesama
warga
negara.

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
12 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

4. Karakter
Takwa.
Karakter
ini
sering
dimaknai
takut
kepada
Allah.
Makna
ini
benar
tapi

dalam
pembelajaran
kurang
operasional.
Kalau
sudah
paham
makna
iman

dan
 ibadah
 akan
 lebih
 mudah
 memahami
 makna
 takwa.
 Orang
 bertakwa

adalah
 orang
 beriman
 yang
 bersungguh-sungguh
 menjalankan
 ibadah

dengan
benar
dan
ikhlas.
Level
orang
bertakwa
berada
di
atas
level
orang

beriman.
Oleh
karena
itulah
orang
yang
bertakwa
dipuji
oleh
Allah
sebagai

orang
 yang
 paling
 mulia
 di
 sisiNya.
 Jika
 ibadah
 harus
 dilakukan
 dengan

benar
 dan
 ikhlas,
 maka
 bagi
 orang
 yang
 bertakwa
 mereka
 bersungguh-
sungguh
dalam
ibadahnya
dengan
benar
dan
ikhlas.


Orang
bertakwa
pasti
beriman,
orang
beriman
pasti
yakin
bahwa
suatu

hari
pasti
akan

kembali
kepada
Tuhan,
bagimana
orang
bisa
kembali
kepada

Tuhan
 jika
 tidak
 kenal
 dengan
 Tuhan.
 Selain
 kenal
 dengan
 Tuhan,
 orang

bertakwa
 itu
 meyakini
 Hari
 Akhir
 karena
 ia
 telah
 beribadah
 dengan

sungguh-sungguh
 secara
 benar
 dan
 ikhlas,
 sehingga
 ia
 yakin
 dapat

memasuki
Hari
Akhir
(yakni
mati)
dengan
selamat,
yakni
mati
yang
husnul

khotimah
dan
dimasukkan
ke
surgaNya.


Secara
 umum
 prinsip
 yang
 mendasari
 bagian
 ini
 adalah
 kemampuan

untuk
 menanamkan
 keihklasan
 atau
 tanpa
 pamrih,
 rela
 berserah
 pada

Tuhan,
 bersungguh-sungguh
 dalm
 berbuat
 kebaikan.
 Melakukan
 semua

tanggungjawab
 semata-mata
 untuk
 ibadah
 dan
 disertai
 niat
 baik.
 Bila

berbagi
 benar-benar
 ikhlas,
 bukan
 untuk
 mencari
 pujian
 dan
 dan

menimbulkan
 tekanan
 kepada
 pihak
 lain.
 Bila
 mempunyai
 rejeki
 atau

keberuntungan
tidak
dinikmati
sendiri,
namun
senantiasa
ingat
orang
lain

yang
membutuhkan.
Orang
yang
bertakwa
berbuat
baik
dimana
saja
dan

kapan
saja
meski
tanpa
diawasi
dan
dituntut
untuk
suatu
penilaian.
Berbuat

baik
dan
benar
atas
inisiatif
sendiri
dan
mempertimbangkan
kepentingan

terbaik
bagi
sesama
dan
hidup
bersama.


5. Karakter
terampil
membaca
Kitab
Suci.

Terampil
membaca
Kitab
Suci
merupakan
salah
satu
tujuan
pendidikan

agama
sejak
SD
hingga
SMP
dan
SMA/SMK.
Keterampilan
dasar
agama
dapat

dipakai
salah
satu
 
petunjuk
baik/buruknya
akhlak/karakter
peserta
didik.


Dalam
hal
pemenuhan
kriteria
keberhasilan
dalam
Pembinaan
Pendidikan

karakter
Kerja
Keterampilan,
mambaca
Kitab
Suci
menjadi
penting,
karena

sebagai
 orang
 yang
 beriman
 dan
 bertaqwa,
 harus
 senantiasa
 belajar
 dan

menekuni
 perintah
 Tuhannya
 agar
 hidup
 keberagamaan
 makin
 kuat
 dan

mendasari
segala
pikir,
ucapan
dan
perilaku.
Keterampilan
membaca
Kitab

Suci
 dan
 memahami
 penerapannya
 dalam
 kehidupan
 akan
 memperkaya

individu
 dalam
 menyiapkan
 diri
 menghadapi
 perkembangan.
 Dengan

pemahaman
yang
benar
akan
ajaran
yang
tertuang
dalam
Kitab
Suci
melalui


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 13
PEMBINAAN
KEROHANIAN

kajian-kajian,
maka
akan
menjadikan
individu
tetap
eksis
dan
update
dalam

menghadapi
perkembangan
zaman.


C.
Metode
Penerapan
Pembinaan
Kerohanian


 Karakter
Kerja
SIswa
SMK

1.


Metode
Keteladanan
Dalam
Dalam
Kamus
Besar
Indonesia
disebutkan,
bahwa
keteladanan

dasar
kata
katanya
“teladan”
yaitu
perihal
yang
dapat
ditiru
atau
dicontoh

(Purwadarminta,
1993,
hlm.1036).
Oleh
karena
itu
keteladanan
adalah
hal-
hal
 yang
 dapat
 ditiru
 dan
 dicontoh.
 Dalam
 bahasa
 Arab
 keteladanan

diungkapkan
 dengan
 kata
 “uswaħ”
 dan
 “qudwaħ”.
 Kata
 “uswaħ”

terbentuk
 dari
 huruf-huruf
 hamzah,
 as-sin
 dan
 al
 waw.
 Secara
 etimologi

setiap
kata
bahasa
Arab
yang
terbentuk
dari
ketiga
huruf
tersebut
memiliki

persamaan
arti
yaitu
“pengobatan
dan
perbaikan”
(Armai
A.,
2002,
hlm.117)
Keteladanan
 dalam
 pendidikan
 merupakan
 bagian
 dari
 sejumlah

metode
 yang
 paling
 ampuh
 dan
 efektif
 dalam
 mempersiapkan
 dan

membentuk
 anak
 secara
 moral,
 spiritual,
 dan
 sosial.
 Sebab,
 seorang

pendidik
merupakan
contoh
ideal
dalam
pandangan
anak,
yang
tingkah
laku

dan
 sopan
 santunnya
 akan
 ditiru,
 disadari
 atau
 tidak,
 bahkan
 semua

keteladanaan
 itu
 akan
 melekat
 pada
 diri
 dan
 perasaannya,
 baik
 dalam

bentuk
 ucapan,
 perbuatan,
 hal
 yang
 bersifat
 material,
 inderawi,
 maupun

spritual.
Dari
 
 definisi
 
 di
 
 atas,
 
 maka
 
 dapat
 
 diketahui
 
 bahwa
 
 metode


keteladanan
 merupakan
 suatu
 cara
 atau
 jalan
 yang
 ditempuh
 seseorang

dalam
 proses
 pendidikan
 melalui
 
 perbuatan
 
 atau
 
 tingkah
 
 laku
 
 yang


patut

ditiru

(modeling).


Sebagai
 salah
 satu
 referensi,
 dalam
 pendidikan
 Islām
 konsep

keteladanan
 yang
 dapat
 dijadikan
 sebagai
 cermin
 dan
 model
 dalam

pembentukan
 kepribadian
 seorang
 muslim
 adalah
 ketauladanan
 yang

dicontohkan
 oleh
 Rasūlullāh.
 Rasūlullāh
 mampu
 mengekspresikan

kebenaran,
 kebajikan,
 kelurusan,
 dan
 ketinggian
 pada
 akhlaknya.
 Dalam

keadaan
 seperti
 sedih,
 gembira,
 dan
 lain-lain
 yang
 bersifat
 fisik,
 beliau

senantiasa
 menahan
 diri.
 Bila
 ada
 hal
 yang
 menyenangkan
 beliau
 hanya

tersenyum.
Bila



tertawa,



beliau




tidak



terbahak-bahak.



Diceritakan




dari
 
 
 
Jabir
 
 
 
bin
Samurah:
“beliau
tidak
tertawa,
kecuali
tersenyum.”
Jika

menghadapi
sesuatu
yang
menyedihkan,



beliau
 


menyembunyikannya




serta



menahan



amarah.
Jika
kesedihannya
terus
bertambah
beliau
pun

tidak
mengubah
tabiatnya,
yang
penuh
kemuliaan
dan
kebajikan
(Hasyim,

2004,
hlm.
29).

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
14 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

Berkaitan


dengan


makna


keteladanan


An-Nahlawi


(1996,


hlm.



263)
 mengemukakan
 bahwa
 
 
 
 keteladanan
 
 
 
 mengandung
 
 
 
 nilai




pendidikan
 yang
 teraplikasikan,
 sehingga
 keteladanan
 memiliki
 azas

pendidikan
sebagai
berikut:
a. Pendidikan
 Islām
 merupakan
 konsep
 yang
 senantiasa
 menyeru
 pada

jalan
Allāh.
Dengan
demikian,
seorang
pendidik
dituntut
untuk
menjadi

teladan
dihadapan
peserta
didik.
Karena
sedikit
banyak
peserta
didik

akan
 meniru
 apa
 yang
 dilakukan
 pendidiknya
 (guru)
 sebagaimana

pepatah
 jawa
 “guru
 adalah
 orang
 yang
 digugu
 dan
 ditiru”.
 Sehingga

prilaku
 ideal
 yang
 diharapkan
 dari
 setiap
 peserta
 didik
 merupakan

tuntutan
realistis
yang
dapat
diaplikasikan
dalam
kehidupan
sehari-hari

yang
bersumber
dari
Al-Qur'ān
dan
As-sunnaḥ.
b. Sesungguhnya
 Islām
 telah
 menjadikan
 kepribadian
 Rasūlullāh
 SAW

sebagai
 teladan
 abadi
 dan
 aktual
 bagi
 pendidikan.
 Islām
 tidak

menyajikan
 keteladanan
 ini
 untuk
 menunjukkan
 kekaguman
 yang

negatif
 atau
 perenungan
 imajinasi
 belaka,
 melainkan
 Islām

menyajikannya
 agar
 manusia
 menerapkannya
 pada
 dirinya.

Demikianlah,
 keteladanan
 dalam
 Islām
 senantiasa
 terlihat
 dan

tergambar
 jelas
 sehingga
 tidak
 beralih
 menjadi
 imajinasi
 kecintaan

spiritual
tanpa
dampak
yang
nyata
dalam
kehidupan
sehari-hari
Dapat
 disimpulkan
 bahwa,
 dalam
 penerapan
 pendidikan
 Islām,

hendaknya
 mencontoh
 pribadi
 Rasūlullāh
 SAW
 dan
 beliau-beliau
 yang

dianggap
 representatif.
 Sebagaimana
 telah
 difirmankan
 dalam
 Al-Qu'ān:

“Sesungguhnya
telah
ada
suri
tauladan
yang
baik
bagimu
pada
nabi
Ibrahim

dan
orang-orang
yang
bersama
dengan
beliau”
(Al-Mumtaḥanaħ:
ayat
4).

Begitupula
 dengan
 penganut
 Agama
 lain
 selain
 Islam.
 Masing-masing

memiliki
 acuan
 perilaku
 baik
 untuk
 diterapkan
 dalam
 keseharian.
 Maka,

pentingnya
 menjadikan
 sesorang
 atau
 sesuatu
 untuk
 dapat
 dijadikan

teladan
sangatlah
diharapkan
adanya
dalam
rangka
membentuk
karakter

kerja
yang
baik
secara
ruhaniah.


2.


Metode
Praktik/Latihan

 
 
 Pernyataan
 filosofis
 bahwa
 'kita
 bisa
 karena
 biasa
 dan
 biasanya
 kita

karena
dipaksa/terpaksa'
sebagai
upaya
untuk
menanamkan
kemampuan

melalui
 proses
 natau
 tahapan
 tertentu
 dapat
 diubah
 kepada
 'kita
 bisa

karena
 biasa
 dan
 biasanya
 kita
 karena
 diajarkan
 melalui
 latihan/praktik'.

Dalam
proses
belajar
konsep
repetisi
atau
pengulangan
merupakan
bagian

dari
pemahaman
behavioristik
yang
menginginkan
terjadinya
pemerolehan

pengetahuan
 atau
 kompetensi
 yang
 dapat
 dimaknai
 oleh
 setiap
 individu

pembelajar.


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 15
PEMBINAAN
KEROHANIAN

Pengunaan
 metode
 dalam
 kegiatan
 pembelajaran
 sangat
 perlu
 agar



dapat
mempermudah
proses
pembelajaran
sehingga
dapat
mencapai
hasil

yang
optimal.
Tanpa
adanya
metode
yang
jelas,
maka
proses
pembelajaran

tidak
 akan
 terarah
 sehingga
 tujuan
 pembelajaran
 yang
 telah
 ditetapkan

sulit
tercapai
secara
optimal.
Metode
sangat
berguna
bagi
guru
dan
peserta

didik,
 dimana
 bagi
 guru
 metode
 dapat
 di
 jadikan
 pedoman
 dan
 acuan

bertindak
 yang
 sistematis
 dalam
 pelaksanaan
 pembelajaran,
 dan
 bagi

peserta
 didik
 dapat
 mempermudah
 proses
 belajar
 yang
 pada
 akhirnya

mereka
lebih
mudah
untuk
mampu
menyerap
materi
yang
diajarkan
oleh

seorang
guru
serta
tetap
tertanam
dalam
diri
setaip
indvidu
peserta
didik.

Maka
 metode
 praktiklah
 yang
 sesuai
 karena
 setelah
 siswa
 mendapatkan

materi
 kemudian
 siswa
 langsung
 mempraktikkanya.
 Dalam
 konteks
 ini

metode
praktik
adalah
suatu
metode
belajar
dengan
memberikan
materi

pendidikan
 baik
 menggunakan
 alat
 atau
 benda,
 seperti
 diperagakan,

dengan
 harapan
 peserta
 didik
 menjadi
 jelas
 dan
 mudah
 sekaligus
 dapat

mempraktikkan
 materi
 yang
 dimaksudkan.
 Metode
 ini
 memberikan
 jalan

kepada
 para
 peserta
 didik
 untuk
 dapat
 menerapakan,
 menguji
 dan

menyesuaikan
 teori
 dengan
 kondisi
 sesungguhnya
 melalui
 paktik
 atau

kerja,
 sehingga
 dalam
 kesempatan
 inilah
 seluruh
 peserta
 didik
 yang

melaksanakan
 praktik
 atau
 latihan
 akan
 mampu
 mendapatkan
 pelajaran

yang
 sangat
 baik
 sehinga
 dapat
 mengembangkan
 dan
 menyempurnakan

keterampilan
untuk
tujuan
yang
diperlukan.
Ketuntasan
 dari
 beberapa
 tujuan
 keterampilan
 memerlukan
 latihan

(praktik).
Menurut
Bulter
(1982)
praktek
yang
dilakukan
secara
kontinuakan

menghasilkan
 kesempurnaan
 keterampilan
 motorik.
 Siswa
 melakukan

latihan
dengan
tugas
yang
diberikan
dengan
tujuan
untuk
mengembangkan

dan
 mendemonstrasikan
 keterampilan.
 Kegiatan
 praktik
 memungkinkan

siswa
untuk
lebih
efektif
terlibat
dalam
kegiatan
belajar.

3.

Metode
Pembiasaan
Pembiasaan
 merupakan
 salah
 satu
 metode
 pendidikan
 yang
 sangat

penting,
 terutama
 bagi
 anak-anak.
 Mereka
 belum
 menyadari
 apa
 yang

disebut
baik
dan
buruk
dalam
arti
susila.
Mereka
juga
belum
mempunyai

kewajiban-kewajiban
 yang
 harus
 dikerjakan
 seperti
 pada
 orang
 dewasa.

Sehingga
 mereka
 perlu
 dibiasakan
 dengan
 tingkah
 laku,
 keterampilan,

kecakapan
dan
pola
pikir
tertentu.
Anak
perlu
dibiasakan
pada
sesuatu
yang

baik
sercara
terus
menerus.
Lalu
mereka
akan
mengubah
seluruh
sifat-sifat

baik
 menjadi
 kebiasaan,
 sehingga
 jiwa
 dapat
 menunaikan
 kebiasaan
 itu

tanpa
 terlalu
 payah,
 tanpa
 kehilangan
 banyak
 tenaga,
 dan
 tanpa

menemukan
banyak
kesulitan
(Nata,
1997,
hlm.
101)

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
16 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

Menurut


Arief


(2002,


hlm.114-115)


ada


beberapa


syarat


yang



perlu
 diperhatikan
 dalam
 melakukan
 metode
 pembiasaan
 kepada
 anak-
anak,
yaitu:
a. Mulailah
 pembiasaan
 itu
 sebelum
 terlambat,
 jadi
 sebelum
 anak
 itu

mempunyai
kebiasaan
lain
yang
berlawanan
dengan
hal-hal
yang
akan

dibiasakan.
b. Pembiasaan
itu
hendaklah
terus-menerus
(berulang-ulang)
dijalankan

secara
 tertatur
 sehingga
 akhirnya
 menjadi
 suatu
 kebiasaan
 uang

otomatis.
c. Pendidikan
 hendaklah
 konsekuen,
 bersikap
 tegas
 dan
 tetap
 teguh

terhadap
 pendiriannya
 yang
 telah
 diambilya.
 Jangan
 memberi

kesempatan
 kepada
 anak
 untuk
 melanggar
 pembiasaan
 yang
 telah

ditetapkan
itu.
d. Pembiasaan
 
 
yang
 
 
mula-mulanya
 
 
mekanistis
 
 
itu
 
 
harus
 
 
makin



menjadi
pembiasaan
yang
disertai
kata
hati
anak
sendiri
Pembentukan
 kebiasaan-kebiasaan
 tersebut
 terbentuk
 melalui

pengulangan
dan
memperoleh
bentuknya
yang
tetap
apabila
disertai
dengan

kepuasan.
Menanamkan
kebiasaan
itu
sulit
dan
kadang-kadang
memerlukan

waktu
yang
lama.
Kesulitan
itu
disebabkan
pada
mulanya
sesorang
atau
anak

belum
 mengenal
 secara
 praktis
 sesuatu
 yang
 hendak
 dibiasakannya,
 oleh

karena
 itu
 pembiasaan
 hal-hal
 yang
 baik
 perlu
 dilakukan
 sedini
 mungkin

sehingga
dewasa
nanti
hal-hal
yang
baik
telah
menjadi
kebiasaannya.
Dalam
implementasi
Pembinaan
pendidikan
karakter
Kerja
lulusan
SMK,

diperlukan
kegiatan
kerohanian
yang
dilaksanakan
secara
rutin
yang
dilakukan

di
sekolah
mapupun
di
rumah.
Untuk
kegiatan
di
sekolah
bisa
dilakukan
secara

bersama-sama
 dengan
 peserta
 didik
 lainnya
 dengan
 keyakinan
 yang
 sama,

sedangkan
 peserta
 didik
 dengan
 keyakinan
 berbeda
 dapat
 melakukan

kegiatan
bersama
yang
sejenis
dengan
sesama
peserta
didik
yang
menganut

keyakinan
 yang
 sama.
 Kegiatan
 pembiasaan
 juga
 dapat
 dilakukan
 di
 rumah

bersama
 keluarga
 dengan
 pemantauan
 yang
 dilakukan
 melalui
 kerjasama

dengan
 orangtua/
 keluarga.
 Untuk
 melakukan
 pemantauan,
 sekolah
 perlu

melakukan
 kegiatan
 refleksi
 secara
 berkala
 agar
 peserta
 didik
 dapat

mengungkapkan
 pengalaman
 pribadi
 melakukan
 aktivitas
 pembisaan
 di

bidang
kerohanian.
Biasanya
secara
kreatif
guru
menyiapkan
jurnal,
portofolio

atau
 rubrik
 yang
 harus
 diisi
 dan
 dilengkapi
 oleh
 para
 peserta
 didik
 dalam

rangka
mempermudah
proses
pemantauan
serta
evaluasinya.


Penerapan
Nilai
–
Nilai
Kerohanian
dalam
kehidupan
berbangsa
dan
bernegara
1) Membina
 Kerukunan
 Hidup
 Diantara
 Sesama
 Umat
 Beragama
 &

Kepercayaan
 Terhadap
 Tuhan
 Yang
 Maha
 Esa.
 Manusia
 selain
 merupakan

mahluk
ciptaan
Tuhan
juga
merupakan
mahluk
sosial,
yang
berarti
bahwa


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 17
PEMBINAAN
KEROHANIAN

manusia
memerlukan
pergaulan
dengan
manusia
lainnya.
Setiap
manusia

perlu
bersosialisasi
dengan
anggota
masyarakat
lainnya.
2) Saling
 tolong
 menolong.
 Tidak
 perlu
 melakukan
 permusuhan
 ataupun

diskriminasi
 terhadap
 umat
 yang
 berbeda
 agama,
 berbeda
 keyakinan

maupun
berbeda
adat
istiadat.
3) Hanya
 karena
 merasa
 berasal
 dari
 agama
 mayoritas
 tidak
 seharusnya

bersikap
merendahkan
umat
yang
berbeda
agama
ataupun
membuat
aturan

yang
secara
langsung
dan
tidak
langsung
memaksakan
aturan
agama
yang

dianut
atau
standar
agama
tertentu
kepada
pemeluk
agama
lainya
dengan

dalih
moralitas.
4) Tidak
menggunakan
standar
sebuah
agama
tertentu
untuk
dijadikan
tolak

ukur
nilai
moralitas
bangsa
Indonesia.
Karena
akan
terjadi
chaos
dan
timbul

gesekan
antar
agama.

Renungan:

mungkin
lirik
lagu
berikut
dapat
menginspirasi.

Lagu
Indonesia
Tanah
Air
Beta
Cipt
Ismail
Marzuki

Bait
2
Sungguh
Indah
tanah
air
beta
Tiada
bandingnya
di
dunia
Karya
indah
Tuhan
Maha
Kuasa
Bagi
bangsa
yang
memujaNya

Reff:
Indonesia
Ibu
Pertiwi
Kau
kupuja
kau
kukasihi
Tenaga
bahkan
pun
jiwaku
Kepadamu
rela
kuberi

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
18 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

D.
Implementasi
Pembinaan
Kerohanian
di
Sekolah
Implementasi
pendidikan
karakter
Siswa
SMK
merujuk
pada
lima
nilai

utama
 yang
 telah
 disampaikan
 oleh
 Kementerian
 Pendidikan
 dan

Kebudayaan,
 meliputi;
 (1)
 religius;
 (2)
 nasionalis;
 (3)
 mandiri;
 (4)
 gotong

royong;
(5)
integritas.
Secara
garis
besarnya
lima
karakter
utama
inilah
yang

menjadi
target
pembentukan
karakter
kerja
yang
diharapkan
dapat
dimiliki

oleh
 seluruh
 Siswa
 SMK.
 Sehingga
 perlu
 diproyeksikan
 dengan
 tepat

mengenai
 strategi
 dan
 teknis
 pengimplementasiannya
 di
 satuan

pendidikan
 masing-masing.
 Strategi
 implementasi
 di
 satuan
 pendidikan

dapat
dilakukan
melalui
kegiatan
berikut
ini.

1. Kegiatan
 intrakurikuler
 adalah
 kegiatan
 pembelajaran
 yang
 dilakukan

oleh
sekolah
secara
teratur
dan
terjadwal,
yang
wajib
diikuti
oleh
setiap

peserta
 didik.
 Program
 intrakurikuler
 berisi
 berbagai
 kegiatan
 untuk

meningkatkan
 Standar
 Kompetensi
 Lulusan
 melalui
 Kompetensi
 Dasar

yang
harus
dimiliki
peserta
didik
yang
dilaksanakan
sekolah
secara
terus-
menerus
setiap
hari
sesuai
dengan
kalender
akademik.
Dalam
program

intrakurikuler,
 nilai-nilai
 karakter
 diintegrasikan
 pada
 setiap
 mata

pelajaran
 baik
 teori
 maupun
 praktik
 sebagai
 bagian
 penting
 dalam

pencapaian
kompetensi.
Dalam
proses
pembelajaran
guru
secara
terus

menerus
 dan
 intensif
 mengeksplorasi
 aspek
 karakter
 dalam
 aktivitas

pemahaman
 teori,
 sikap
 dalam
 praktik
 dan
 kaidah-kaidah
 proses

berproduksi/berkarya.

2. Kegiatan
 kokurikuler
 adalah
 kegiatan
 pembelajaran
 yang
 terkait
 dan

menunjang
 kegiatan
 intrakurikuler,
 yang
 dilaksanakan
 di
 luar
 jadwal

intrakurikuler
 dengan
 maksud
 agar
 peserta
 didik
 lebih
 memahami
 dan

memperdalam
materi
intrakurikuler.
Kegiatan
kokurikuler
dapat
berupa

penugasan,
 proyek,
 ataupun
 kegiatan
 pembelajaran
 lainnya
 yang

berhubungan
dengan
materi
intrakurikuler
yang
harus
diselesaikan
oleh

peserta
 didik.
 Dalam
 penyelesaian
 tugas
 maupu
 pembuatan

karya/proyek,
 guru
 secara
 terus
 menerus
 menekankan
 implementasi

karakter
 seama
 proses
 maupun
 penyelesaiannya.
 Penerapan
 nilai

karakter
displin
misalnya,
tercermin
dalam
disiplin
waktu,
disiplin
mutu

maupun
disiplin
prosedur
yang
disertai
dengan
kartu/
form
kontrol
untuk

pelaporan.


3. Kegiatan
ekstrakurikuler
adalah
kegiatan
pengembangan
karakter
yang

dilaksanakan
 di
 luar
 jam
 pembelajaran
 (intrakurikuler).
 Aktivitas

ekstrakurikuler
berfungsi
menyalurkan
dan
mengembangkan
minat
dan

bakat
peserta
didik
dengan
memperhatikan
karakteristik
peserta
didik,

kearifan
lokal,
dan
daya
dukung
yang
tersedia.
Kegiatan
ekstrakurikuler,

bukan
 saja
 merupakan
 kegiatan
 kesenangan,
 namun
 kegiatan
 tersebut

dapat
 memperkuat
 penggunaan
 minat
 dan
 bakat
 untuk
 menghasilkan

karya-karya
yang
lebih
baik.


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 19
PEMBINAAN
KEROHANIAN


 Beberapa
contoh
Implementasi
di
Sekolah:
a) 
Unit
Kegiatan
Peserta
didik
yang
menjadi
wadah
berkumpulnya
peserta

didik
 yang
 berbeda
 latar
 belakang
 suku,
 ras,
 budaya
 dan
 agama.

Misalnya
 saja
 perkumpulan
 Siswa
 Budha,
 Kristen,
 Katolik,
 Protestan,

Islam
dan
Hindhu.
b) 
Mentoring
semua
peserta
didik
melalui
Guru
dan
Kakak
Kelas
(tingkat).
c) 
Jam-jam
pembelajaran
di
buat
tidak
mengganggu
dalam
melaksanakan

ibadah.
d) 
Menyelenggarakan
kegiatan
perayaan
hari-hari
besar
keagamaan.

e) 
 Bersikapp
 toleran
 dengan
 menjaga
 kekhidmatan
 saat
 pemeluk
 agama

lain
melakukan
ibadah.

 Beberapa
contoh
Implementasi
di
masyarakat
a) 
Pengadaan
pengajian
(Islam)
atau
kebaktian
(Kristen/
Katholik)
maupun

persembahyangan
(Hindu)
secara
berkala
dan
berkesinambungan
b) 
Saling
menghormati
dan
membantu
perayaan
keagamaan
c) 
 Memberikan
 kebebasan
 setiap
 orang
 memeluk
 agama
 sesuai

kepercayaannya.

E.
Karakter
Moral
Sebagai
Landasan
Karakter
Kerja
Siswa
SMK
Hampir
 disepakati
 bersama
 bahwa
 karakter
 moral
 merupakan
 landasan

mendasar
 dari
 karakter
 kerja.
 Karakter
 moral
 yang
 paling
 utama
 dalam

perspektif
pembentukan
dan
pengembangan
karakter
kerja
Siswa
SMK
yang

disampaikan
sebagai
bagian
dari
perspektif
pimpinan
SMK
adalah:
(1)
religius

(terutama
 taat
 beribadah),
 (2)
 rendah
 hati
 (tidak
 sombong
 dan
 tidak
 juga

rendah
 diri),
 (3)
 sopan-santun
 dan
 hormat
 (kepada
 orang
 tua,
 guru,
 tenaga

kependidikan,
 dan
 sesama),
 dan
 (4)
 peduli.
 Kiranya
 perlu
 ditambahkan
 satu

karakter
lagi,
yakni
(5)
toleransi.
Adapun
secara
lebih
rinci
karakter
moral
yang

dikembangkan
di
sekolah
sebagai
berikut.

1.
 Karakter
Religius
Karakter
 religius
 yang
 dimaksudkan
 oleh
 pimpinan
 SMK
 adalah
 taat

beribadah.
 Untuk
 membina
 karakter
 ini
 pihak
 sekolah
 telah
 membangun

rumah-rumah
ibadah
seperti
masjid,
Kapel
dan
pura.
Di
semua
SMK
yang

diteliti
di
Jawa
Barat
(Kota
Bandung,
Kota
Cimahi,
dan
Kota
Tasikmalaya),

Daerah
 Istimewa
 Yogyakarta,
 Jawa
 Timur
 (Kota
 Surabaya),
 dan
 Sumatera

Utara
 (Kota
 Medan)
 semuanya
 berdiri
 masjid.
 Pada
 semua
 SMK
 di
 Kota

Denpasar
 Bali
 berdiri
 Pura;
 sementara
 di
 SMKN
 Bali
 Mandara
 Singaraja

didirikan
 Pura
 dan
 Masjid.
 Rumah-rumah
 ibadah
 ini
 digunakan
 untuk

pembinaan
 sembahyang
 bagi
 siswa.
 Masjid-masjid
 sekolah
 diramaikan

dengan
Shalat
Dhuha,
Shalat
Dzuhur,
dan
Shalat
Ashar
secara
berjamaah;

juga
 pengajian-pengajian.
 Sementara
 di
 Pura
 diramaikan
 dengan


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
20 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

sembahyang
 pada
 pagi
 hari,
 siang
 hari,
 dan
 sore
 hari.
 Guru-guru
 pun

memberikan
 teladan
 melakukan
 sembahyang
 bersama
 siswa,
 baik
 di

masjid,
gereja
ataupun
di
pura.
Kepala
SMK
di
Denpasar
menceritakan,
awal

mula
 dibisaakannya
 sembahyang
 di
 sekolah
 ini
 sangat
 memberatkan

sebagian
siswanya.

Dalam
 upaya
 menyadarkan
 siswa
 untuk
 merasa
 ringan
 menjalankan

sembahyang
tiga
waktu,
Kepala
Sekolah
di
Denpasar
menjelaskan
dengan

membandingkannya
 sembahyang
 pada
 agama
 Islam.
 Siswa!
 Kata
 Kepala

Sekolah.
Kalian
itu
hanya
sembahyang
tiga
waktu.
Coba
bandingkan
dengan

agama
 Islam
 yang
 penganutnya
 menjalankan
 sembahyang
 lima
 waktu.

Masa
kalian
merasa
berat?
Dengan
penjelasan
dan
pembisaaan
yang
terus-
menerus
akhirnya
siswa
pun
terbisaa
menjalankan
sembahyang
tiga
waktu.

Efek
lainnya,
terutama
dengan
dibisaakannya
sembahyang
pagi
di
sekolah,

adalah
 semakin
 berkurangnya
 jumlah
 siswa
 yang
 terlambat
 datang
 di

sekolah.
Bahkan
nyaris
sudah
tidak
ada
lagi
siswa
yang
terlambat
datang.


Pengembangan
 karakter
 religius
 ini
 sudah
 bagus,
 terlebih-lebih
 untuk

pembisaaan
beribadah.
Di
semua
SMK
sudah
berdiri
rumah-rumah
ibadah

dan
 diramaikan
 dengan
 sembahyang
 berjamaah.
 Tapi
 alangkah
 lebih

baiknya
jika
disertai
penyadaran
beribadah
(bukan
sekedar
pembisaaan).

Mengapa
 demikian?
 
 Di
 salah
 satu
 SMPN
 Kota
 Bandung
 seorang
 guru

Pendidikan
Agama
Islam
(PAI)
mengadakan
studi
khusus
tentang
kesadaran

shalat
di
kalangan
siswanya.
Guru
ini
bertugas
di
kelas
VII.
Dia
adalah
pre-
test.
Hasilnya
hanya
30%
siswa
yang
bisa
mengerjakan
shalat
(tahu
syarat-
rukun
shalat,
hapal
bacaan
dan
gerakan
shalat,
serta
serasi
antara
gerakan

dan
 bacaan
 shalat).
 Dia
 ingin
 agar
 seluruh
 siswa
 muslim
 (100%)
 bisa

mengerjakan
 shalat.
 Maka
 dia
 fokus
 pembelajaran
 agama
 untuk

mengentaskan
 agar
 semua
 siswa
 bisa
 mengerjakan
 shalat.
 Ancaman
 pun

diterapkan,
 “Siapa
 saja
 yang
 tidak
 bisa
 shalat
 maka
 tidak
 akan
 lulus
 PAI.

Konsekuensinya
tidak
akan
naik
kelas.
Di
akhir
tahun
dilakukan
post-test.

Hasilnya,
100%
siswa
bisa
mengerjakan
shalat.
Semua
siswa
tahu
syarat

dan
 rukun
 shalat,
 hapal
 bacaan
 dan
 gerakan
 shalat,
 serta
 serasi
 antara

gerakan
 dan
 bacaan
 shalatnya.
 Tahun
 berikutnya
 guru
 PAI
 itu
 meminta

Kepala
 Sekolah
 menugaskan
 dirinya
 di
 kelas
 VIII.
 Maksudnya,
 dia
 ingin

menguji
 kembali
 apakah
 seluruh
 siswa
 masih
 bisa
 mengerjakan
 shalat?

Hasilnya
sangat
mengagetkan.
Ternyata,
setelah
libur
kenaikan
kelas
sekitar

satu
setengah
bulan,
hanya
30%
siswa
yang
masih
bisa
mengejakan
shalat.

Sebanyak
 70%
 siswa
 kembali
 ke
 asal
 (ketika
 pre-test)
 yakni
 tidak
 bisa

mengerjakan
shalat.
Ketika
ditanya,
mengapa
hasilnya
seperti
itu?
Guru
PAI

menjawab,
 karena
 sebanyak
 70%
 siswa
 itu
 tidak
 mengerjakan
 shalat.

Artinya,
penyadaran
tentang
sembahyang
jauh
lebih
penting.
Pembisaaan

sembahyang
 saja
 tanpa
 penyadaran
 tentang
 pentingnya
 sembahyang

kurang
 bermakna.
 Atas
 dasar
 fakta
 seperti
 ini
 maka
 pihak
 sekolah
 sudah


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 21
PEMBINAAN
KEROHANIAN

bagus
 membangun
 rumah
 ibadah.
 Tapi
 pimpinan
 sekolah,
 mewajibkan



khususnya
 lagi
 guru
 agama,
 jangan
 berhenti
 pada
 pembisaaan
 saja,

melainkan
perlu
dilakukan
penyadaran
tentang
pentingnya
sembahyang.



2.
 Karakter
Rendah
Hati

Rendah
hati,
tidak
sombong,
dan
tidak
rendah
diri.
Rendah
hati
adalah

suatu
sikap
di
mana
seorang
siswa
memiliki
kelebihan
(cerdas,
berbakat,

kaya,
keturunan
ningrat)
namun
tidak
menonjolkannya
di
hadapan
orang

lain.
Sementara
sombong
merupakan
kebalikan
dari
rendah
hati.
Siswa
yang

sombong
ia
memiliki
kelebihan
(cerdas,
berbakat,
kaya,
keturunan
ningrat)

lalu
ia
menonjolkan
kelebihannya
itu
di
hadapan
orang
lain.
Pihak
sekolah

selalu
mengingatkan
jika
pada
siswa
ada
tanda-tanda
kesombongan.
Kepala

Sekolah
 ataupun
 guru
 segera
 mengingatkan
 dengan
 penuh
 kasih
 sayang

(bahasa
santun
dan
mimik
muka
yang
menyenangkan,
bisa
diterima
oleh

siswa),
“Kamu
jangan
sombong!”
“Orang-orang
itu
tidak
suka
dengan
orang

yang
 sombong!”
 Sekolah
 pun
 mencegah
 karakter
 rendah
 diri,
 yakni

menganggap
dirinya
tidak
memiliki
kelebihan
apa
pun,
selalu
merasa
ada

yang
kurang
dalam
dirinya,
sehingga
tidak
berani
tampil
di
hadapan
orang

lain.
Karakter
rendah
diri
ini
menonjol
pada
siswa
yang
berasal
dari
keluarga

kelas
bawah
dan
miskin
harta.
Upaya
menghilangkan
karakter
ini
banyak

diungkapkan
 oleh
 SMKN
 Bali
 Mandara.
 Sekolah
 milik
 Provinsi
 Bali
 ini

memang
 sengaja
 didirikan
 untuk
 mendidik
 siswa
 berbakat
 dan

berkepribadian
dari
kalangan
keluarga
miskin.
Seleksinya
pun
sangat
ketat

hingga
 kunjungan
 ke
 rumah-rumah
 dan
 coss-check
 kepada
 pihak
 yang

dapat
dipercaya.
Kendalanya
siswa
ini
di
awal-awal
masuk
sekolah
memiliki

karakter
rendah
diri.
Pimpinan
sekolah
dan
para
guru
bekerja
keras
untuk

menghilangkan
 karakter
 negatif
 ini.
 Tapi
 seiring
 dengan
 waktu
 dan

pembinaan
karakter
yang
intensif
siswa
pun
akhirnya
percaya
diri.
Mereka

rendah
 hati
 dan
 tidak
 sombong.
 
 Rendah
 hati,
 atau
 tawadhu`
 (Arab)
 dan

humble
(Inggris),
adalah
suatu
sikap
di
mana
seseorang
memiliki
kelebihan

atas
 kepemilikan
 materi,
 bakat
 atau
 kemampuannya
 namun
 tidak

menonjolkannya
di
hadapan
orang
lain.
Kebalikan
dari
karakter
mulia
ini

adalah
 sombong,
 atau
 takabur
 (Arab)
 dan
 arrogant
 (Inggris).


Pengembangan
karakter
rendah
hati,
tidak
sombong,
dan
tidak
rendah
diri

yang
dilakukan
sekolah
ini
sudah
bagus.
Tapi
ada
juga
tindakan-tindakan

sekolah
 yang
 terkesan
 mengembangkan
 juga
 karakter
 rekanan
 sombong,

yakni
bangga
diri.
Misalnya,
bangga
dengan
citra
sekolah,
bangga
dengan

prestasi-prestasi
 yang
 diraih
 sekolah.
 Oleh
 karena
 itu
 jika
 ingin

mengembangkan
karakter
rendah
hati
dan
tidak
sombong
yang
maksimal

perlu
dikembangkan
juga
karakter-karakter
inti
yang
lebih
komprehensif.


Dalam
 Islam
 karakter
 inti
 orang
 beriman
 adalah
 memiliki
 jiwa
 al-faqir.

Maksud
al-faqir
di
sini
bukan
miskin
harta
melainkan
memiliki
rasa
hati
yang


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
22 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

serba
kurang
sehingga
bersungguh-sungguh
memohon
pertolongan
Tuhan.

Orang
yang
memiliki
jiwa
al-faqir
merasa
dirinya
banyak
melakukan
dosa-
dosa
(terutama
dosa
hati,
misal
melupai
Tuhan)
dan
kesalahan-kesalahan

(baik
 kesalahan
 yang
 disengaja
 atau
 tidak
 disengaja),
 sehingga
 banyak

memohon
ampunan
(beristighfar)
kepada
Tuhan,
padahal
sebenarnya
dia

berusaha
keras
untuk
berbuat
yang
baik
dan
benar.
Para
Nabi
adalah
orang-
orang
 yang
 paling
 memiliki
 jiwa
 al-faqir
 sehingga
 mereka
 paling
 banyak

memohon
 ampunan
 Tuhan
 (ber-istighfar),
 padahal
 para
 Nabi
 adalah

manusia-manusia
suci.
Selain
itu
orang
yang
memiliki
jiwa
al-faqir
merasa

dirinya
paling
sedikit
mengerjakan
ibadahnya,
sehingga
banyak
memohon

ampunan
 (beristighfar)
 kepada
 Tuhan,
 padahal
 sebenarnya
 dia
 rajin

beribadah.
 Para
 Nabi
 adalah
 manusia-manusia
 yang
 paling
 rajin
 dan

bersungguh-sungguh
dalam
mengerjakan
ibadahnya,
tapi
mereka
merasa

kurang
dalam
ibadahnya
sehingga
mereka
banyak
ber-istighfar.
Mengapa

demikian?
 Karena
 perspektif
 Islam
 Tuhan
 menyukai
 orang-orang
 yang

berjiwa
al-faqir.
 
Adapun
sub-sub
karakter
yang
perlu
dimiliki
oleh
orang-
orang
yang
memiliki
jiwa
al-faqir
adalah:
taubat,
zuhud,
uzlah,
qona`ah,
dan

tawakkal.
Sub-sub
karakterkarakter
inilah
yang
perlu
dikembangkan
dalam

pendidikan
agama
di
sekolah.
Subkarakter
taubat
sudah
dijelaskan,
yakni

sering
memohon
ampunan
Tuhan
karena
banyaknya
melakukan
dosa-dosa

dan
 kesalahan
 serta
 kurangnya
 beribadah.
 Tuhan
 menyukai
 orang-orang

yang
 bertaubat.
 Makna
 zuhud
 adalah
 berorientasi
 akherat.
 Maksudnya,

segala
 tindakan
 yang
 dilakukan,
 termasuk
 belajar
 dan
 mengajar,
 diniati

lillahi
 Ta`ala
 (karena
 Allah
 dan
 untuk
 Allah
 semata).
 Dengan
 niat
 suci
 ini

maka
tujuantujuan
dunia
pun
akan
diberikan
juga
oleh
Tuhan.
Siswa
yang

zuhud
dia
akan
belajar
sungguh-sungguh
tapi
niatnya
lillahi
Ta`ala,
bukan

mengejar
 prestasi.
 Tapi
 siswa
 yang
 berniat
 demikian
 oleh
 Tuhan
 akan

dijadikan
 juga
 orang
 yang
 berprestasi.
 Jadi
 dia
 dapat
 dunia
 sekaligus

akherat.
 Makna
 uzlah
 adalah
 siap
 sendirian
 melakukan
 kebaikan
 walau

dicemooh
orang
lain.
Misal,
di
saat
banyak
siswa
lain
yang
menyontek
dalam

ujian
 dia
 berani
 berbuat
 fair
 (tidak
 menyontek)
 walau
 sendirian,
 walau

dicemooh
juga
oleh
teman-temannya
sebagai
siswa
sok
jujur.
Siswa
yang

memiliki
sub-karakter
uzlah
tidak
peduli
dengan
ocehan
orang
lain
ketika

dia
 yakin
 melakukan
 kebaikan.
 Makna
 qona`ah
 adalah
 merasa
 cukup

dengan
 pemberian
 Tuhan.
 Siswa
 diberi
 bekal
 oleh
 orang
 tuanya

(hakekatnya
 dari
 Tuhan)
 sekecil
 apa
 pun
 merasa
 cukup,
 tidak
 mengeluh.

Siswa
yang
qona`ah
dia
akan
memaanfaatkan
sumber
belajar
(guru-guru,

laboran,
buku-buku
dan
laboratorium)
yang
ada
di
sekolah
secara
maksimal,

tidak
 mengeluhkan
 akan
 kekurangannya.
 Bukan
 berarti
 juga
 siswa
 yang

demikian
tidak
kritis.
Dia
tetap
kritis.
Misalnya
mengusulkan
penambahan

sumber
belajar.
Tapi
ketika
penambahan
itu
belum
ada
dia
qona`ah,
yakni

menerima
 kekurangan
 sumber
 belajar
 dan
 memanfaatkannya
 secara


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 23
PEMBINAAN
KEROHANIAN

maksimal
 dengan
 senang
 hati.
 Makna
 tawakkal
 adalah
 mewakilkan



(menyerahkan)
urusan
yang
sudah
dikerjakannya
secara
maksimal
kepada

Tuhan.
 Misal,
 seorang
 siswa
 menghadapi
 ujian
 dengan
 terlebih
 dahulu

belajar
 sungguh-sungguh.
 Setelah
 ikut
 ujian
 dia
 tidak
 memikirkan

bagaimsiswaah
 hasil
 ujian
 itu
 melainkan
 menyerahkannya
 kepada
 Allah.

Jika
hasilnya
bagus
dia
bersyukur.
Adapun
jika
hasilnya
jelek
dia
bersabar

dan
 yakin
 bahwa
 Tuhan
 justru
 memberikan
 kebaikan
 dengan
 hasil
 yang

jelek
itu.
Sebabnya,
apa
yang
dipandang
buruk
oleh
manusia
bisa
jadi
justru

dijadikan
 kebaikan
 oleh
 Tuhan.
 Lalu
 dia
 bangkit
 untuk
 mengoreksi

kekurangan
 dirinya
 dalam
 mempersiapkan
ujian.
 Jadi
 tidak
 menyalahkan

pihak
lain.
Tidak
menyalahkan
guru
dengan
menuduhnya
tidak
fair.
Orang

yang
tawakkal
tidak
akan
menyalahkan
siapa
pun
di
luar
dirinya,
karena
dia

yakin
 bahwa
 keputusan
 Tuhan
 itu
 adalah
 kebaikan
 bagi
 dirinya.
 Tentu

menanamkan
 sub-sub
 karakter
 inti
 ini
 sangat
 berat.
 Tapi
 dengan

kesungguhan
dan
metode
yang
tepat
para
guru
bisa
menanamkan
karakter-
karakter
inti
ini.

Sombong
(takabbur)
merupakan
karakter
inti
negatif
yang

harus
dihilangkan
dalam
diri
siswa.
Sombong
merupakan
karakter
iblis
yang

harus
 dihindari
 oleh
 manusia
 yang
 beriman.
 Dosa
 terbesar
 iblis
 justru

sombong.
Ia
merasa
dirinya
lebih
baik
daripada
Nabi
dan
Rasul.
Ia
merasa

lebih
 mengerti
 agama
 daripada
 Nabi
 dan
 Rasul.
 Padahal
 Tuhan
 hanya

memilih
Nabi/Rasul-Nya
sebagai
utusan-utusan
Tuhan.
Adapun
benih
benih

kesombongan
adalah
perasaan
dirinya
lebih
baik
daripada
orang
lain.
Bisa

merasa
 lebih
 pintar,
 lebih
 kuat,
 lebih
 hebat,
 lebih
 jagoan,
 lebih
 taat

beragama,
 dan
 perasaanperasaan
 lebih
 lainnya.
 Ciri-ciri
 lain
 dari
 orang

sombong
 adalah
 tidak
 terima
 dibicarakan
 kekurangannya,
 tersinggung

ketika
dijelekkan
oleh
orang
lain.
Bangkit
amarahnya
ketika
di-bully.
Para

Nabi
 adalah
 manusia
 yang
 paling
 al-faqir.
 Mereka
 dijelek-jelekkan
 dan

difitnah
sebesar
apa
pun
tidak
pernah
tersingguh
dan
marah-marah.
Tapi

mereka
tetap
tersenyum
mendengarkan
fitnahan,
karena
segala
fitnahan

yang
 menimpa
 manusia
 jika
 dihadapi
 dengan
 sikap
 sabar
 akan

mendatangkan
 pahala
 yang
 besar
 dari
 Tuhan.
 Tapi
 para
 Nabi
 tetap

meluruskan
 cara
 pandang
 orang-orang
 yang
 memfitnahnya.
 Misal,
 Nabi

Yusuf
 difitnah
 hendak
 memperkosa
 Julaiha
 (istri
 Menteri
 saat
 itu).
 Nabi

Yusuf
 tidak
 marah-marah.
 Beliau
 hanya
 menjawab
 bahwa
 apa
 yang

dituduhkan
 kepada
 dirinya
 itu
 tidak
 benar.
 Ketika
 Hakim
 meminta
 bukti

bahwa
dirinya
tidak
berusaha
memperkosa
Julaiha,
Nabi
Yusuf
menjawab

bahwa
dirinya
tidak
punya
bukti.
Sayyidina
Ali
melaporkan
seorang
pencuri

kepada
 Hakim.
 Ketika
 Hakim
 bertanya,
 siapa
 saksinya
 bahwa
 benda

berharga
 kamu
 dicuri?
 Sayyidina
 Ali
 menyebutkan,
 bahwa
 barang
 itu

miliknya
tapi
saya
tidak
punya
saksi.
Akhirnya
Hakim
membebaskan
pencuri

itu
dari
segala
tuduhan.
Tapi
si
pencuri
akhirnya
kagum
dengan
sikap
tenang

dan
rendah
hati
Sayyidina
Ali.
Akhirnya
dia
sadar
dan
benda
berharga
itu


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
24 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

dikembalikannya
kepada
Sayyidina
Ali.
 
Karakter
inti
negatif
lainnya
yang

mirip
 dengan
 sombong
 adalah
 ujub
 (bangga
 diri).
 Orang
 yang
 ujub
 dia

kagum
 dan
 bangga
 dengan
 dirinya,
 bisa
 bangga
 dengan
 kecantikannya,

bangga
 dengan
 kepintarannya,
 bangga
 dengan
 prestasinya,
 atau
 bangga

dengan
 kehebatannya.
 Sikap
 ujub
 ini
 jika
 dipelihara
 bisa
 berubah
 juga

menjadi
 sombong.
 Seharusnya
 bukan
 ujub
 melainkan
 bersyukur.
 Beda

orang
 yang
 ujub
 dengan
 orang
 yang
 bersyukur,
 orang
 yang
 ujub
 akan

menonjolkan
kehebatan
dirinya
itu
untuk
kepentingan
dunia,
misalnya
agar

mendapat
 pujian
 orang.
 Adapun
 orang
 yang
 bersyukur
 dia
 akan

menggunakan
 kelebihan
 dirinya
 itu
 untuk
 lebih
 banyak
 melakukan

kebaikan-kebaikan.
 Misalnya,
 siswa
 yang
 cerdas
 akan
 memanfaatkan

kecerdasan
dirinya
untuk
membantu
mencerdaskan
teman-temannya
yang

kurang
cerdas
dengan
niat
lillahi
Ta`ala
(tidak
untuk
mendapat
pujian
dari

orang
lain,
walaupun
orang
lain
tentu
akan
memberinya
juga
pujian,
tapi
dia

tidak
terpengaruh
oleh
pujian
itu).
Karakter
inti
negatif
lainnya
yang
mirip

dengan
sombong
adalah
riya
(sering
dimaknai
pamer).
Maksudnya
pamer

dengan
 amal
 saleh
 dan
 kebaikan-kebaikannya.
 Orang
 yang
 riya
 akan

menyebut-nyebut
 kehebatan
 dirinya,
 dan
 dia
 berharap
 agar
 orang
 yang

mendengarnya
mau
mengakui
kehebatan
dirinya.
Bisaanya
orang
yang
riya

itu
akan
menonjol
ketika
dia
berselisih
dengan
orang-orang
yang
pernah
dia

bantu.
Misalnya,
“Kamu
berani-beraninya
menjelek-jelekkan
saya,
padahal

kamu
dulu
dibantu
oleh
saya!.
Dulu
kamu
dibantu
dimasukkan
kerja
oleh

saya!
Dulu
kamu
dibantu
diberi
modal
oleh
saya!
Dan
seterusnya.

Karakter

inti
 negatif
 lainnya
 yang
 mirip
 dengan
 sombong
 tapi
 lebih
 halus
 adalah

sum`ah
(rasa
hati
bahwa
kebaikan
dirinya
ingin
terdengar
oleh
orang
lain).

Misal
seseoran
yang
mengerjakan
shalat
tahajud
sendirian
di
malam
hari

yang
sunyi
dan
gelap
gulita
di
saat
semua
manusia
tidur
nyenyak.
Kemudian

terbersit
dalam
hatinya
keinginan
agar
amal
salehnya
itu
(shalat
tahajud)

ada
yang
mengetahuinya.
Tapi
dia
tidak
bercerita
kalau
dirinya
pada
malam

itu
shalat
tahajud.
Kalau
bercerita
dia
berkarakter
riya.
Jadi
sum`ah
saja
di

sisi
 Tuhan
 sudah
 buruk,
 sama
 dengan
 buruknya
 sombong,
 ujub,
dan
 riya.

Itulah
yang
dikenal
dengan
syirik
khafiy
(syirik
yang
tersembunyi).
Taubat-
taubat
 terhadap
 karakter
 semacam
 sum`ah
 inilah
 yang
 perlu
 sering

dilakukan
 oleh
 orang-orang
 yang
 beriman
 (Rahmat,
 M.,
 2016,
 2017).

Menghilangkan
 karakter-karakter
 inti
 negatif
 ini
 tentu
 sangat
 berat.
 Tapi

dengan
kesungguhan
dan
metode
yang
tepat
para
guru
bisa
menghilangkan

karakter-karakter
inti
negatif
ini.

3.
 Karakter
Sopan-Santun
dan
Hormat

Pengembangan
karakter
sopan-santun
dan
hormat
(kepada
orang
tua,

guru,
tenaga
kependidikan,
sesama,
dan
masyarakat).
Dalam
Kamus
Besar

Bahasa
Indonesia
(KBBI)
kata
sopan
berarti:
(1)
hormat
dan
takzim
(akan,

kpd);
 tertib
 menurut
 adat
 yang
 baik.
 Contoh:
 “dengan
 sopan
 ia


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 25
PEMBINAAN
KEROHANIAN

mempersilakan
 tamunya
 duduk”,
 “kepada
 orang
 tua
 kita
 wajib
 berlaku



sopan”;
 (2)
 beradab
 (tentang
 tingkah
 laku,
 tutur
 kata,
 pakaian
 dsb);
 tahu

adat;
baik
budi
bahasanya.
Contoh:
“ia
berlaku
amat
sopan
kepada
kedua

orang
tuanya”;
dan
(3)
baik
kelakuannya
(tidak
lacur,
tidak
cabul).
Contoh:

“sekarang
 ini
 kita
 sukar
 untuk
 membedakan
 perempuan
 yang
 sopan
 dan

yang
 lacur”.
 Sementara
 kata
 santun
 berarti:
 (1)
 halus
 dan
 baik
 (budi

bahasanya,
tingkah
lakunya);
sabar
dan
tenang;
sopan;
dan
(2)
penuh
rasa

belas
kasihan;
suka
menolong.


Adapun
 sopan-santun
 dan
 hormat
 kepada
 orang
 tua
 yang
 perlu

dilakukan
dalam
 kehidupan
 sehari-hari,
 terutama:
 (a).
 Memuliakan
kedua

orang
 tua;
 (b).
 Mendengarkan
 dengan
 baik
 dan
 penuh
 perhatian
 ketika

kedua
orang
tua
berbicara,
seperti
ketika
memberikan
perintah,
larangan,

atau
nasehat;
(c).
Berbicara
kepada
kedua
orang
tua
secara
sopan
dan
santun

dan
 dengan
 bahasa
 yang
 halus.
 Tidak
 berbicara
 kasar
 dan
 kurang
 sopan

kepada
 mereka.
 Tidak
 juga
 memperlihatkan
 muka
 yang
 kurang

menyenangkan
mereka
(seperti
judes
dan
bermuka
masam);
(d).
Meminta

izin
ketika
ada
keperluan
ke
luar
rumah
di
luar
jadwal
sehari-hari
sekolah.

Misal
ketika
akan
mengerjakan
tugas
bersama,
mengikuti
kegiatan
ekstra

kurikuler,
 ataupun
 keperluan
 lainnya
 di
 luar
 belajar;
 (e).
 Meringankan

pekerjaan
sehari-hari
kedua
orang
tua
di
rumah.
Misal,
merapikan
tempat

tidur
sendiri.
Mencuci
dan
merapikan
pakaian
sendiri.
Mencuci
piring
dan

gelas
 bekas
 makan
 dan
 minum
 sendiri.
 Bahkan
 lebih
 baik
 lagi
 jika

membantu
pekerjaan
sehari-hari
lainnya;
(f).
Jika
kedua
orang
tua
meminta

bantuan
 secara
 bersamaan
 maka
 dahulukanlah
 membantu
 ibu,
 baru

kemudian
 membantu
 ayah.
 Kecuali
 jika
 ibu
 mengizinkan
 untuk

mendahulukan
membantu
ayah;
(g).
Tidak
memerintah
kedua
orang
tua;
(h).

Tidak
menyusahkan
kedua
orang
tua.
Tidak
meminta
yang
orang
tua
tidak

sanggup
memenuhinya.
(i).
Tidak
membantah
kedua
orang
tua.
Jika
terjadi

perbedaan
 pendapat
 dengan
 kedua
 orang
 tua,
 maka
 sampaikanlah

argumentasi
dengan
baik
dan
sopan.

Sopan-santun
dan
hormat
kepada
guru,
terutama:
(a).
Menghormati
ibu-
bapak
 guru;
 (b).
 Senyum
 dan
 mengucapkan
 salam
 dengan
 penuh

penghormatan
 jika
 berjumpa
 dengan
 ibu
 dan
 bapak
 guru;
 (c).

Mendengarkan
dan
menyimak
dengan
penuh
perhatian,
tidak
mengobrol

dan
 berperilaku
 yang
 mengganggu
 belajar,
 ketika
 guru
 sedang

menerangkan
 pelajaran;
 (d).
 Mengerjakan
 tugas-tugas
 pelajaran
 sesuai

waktu
 yang
 telah
 ditetapkan
 oleh
 guru.
 Jika
 terlambat
 mengerjakannya

maka
 segeralah
 meminta
 maaf
 kepada
 guru
 disertai
 janji
 akan

menyelesaikannya,
misal,
besok
hari;
(e).
Berbicara
kepada
ibu
dan
bapak

guru
 secara
 sopan
 dan
 santun.
 Tidak
 berbicara
 kasar
 dan
 kurang
 sopan

kepada
 mereka.
 Tidak
 juga
 memperlihatkan
 muka
 yang
 kurang


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
26 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

menyenangkan
mereka
(seperti
judes
(ketus)
dan
bermuka
masam).



Sopan-santun
 dan
 hormat
 kepada
 tenaga
 kependidikan
 sekolah,

terutama:
 
(a).
Menghormati
ibu-bapak
tenaga
kependidikan;
(b).
Senyum

dan
 mengucapkan
 salam
 dengan
 penuh
 penghormatan
 jika
 berjumpa

dengan
ibu
dan
bapak
tenaga
kependidikan;
(c).
Jika
ada
keperluan
maka

berbicaralah
kepada
ibu
dan
bapak
tenaga
kependidikan
secara
sopan
dan

santun.



Sopan-santun
dan
hormat
kepada
sesama,
terutama:
(a).
Menghormati

teman
sekelas,
kakak
kelas,
dan
adik
kelas;
(b.
Senyum
dan
mengucapkan

salam
 jika
 berjumpa
 dengan
 sesama
 teman;
 (c).
 Berperilaku
 yang
 wajar

(tidak
dibuat-buat)
dan
baik;
(d).
Tidak
mengucapkan
kata-kata
yang
kasar,

tidak
 sopan,
 dan
 mem-bully
 teman;
 (e).
 Membantu
 teman-teman
 yang

mendapat
 kesulitan
 belajar,
 tentu
 semampu
 masingmasing
 siswa;
 (f).

Mengkritik
 pendapat
 teman
 secara
 sopan
 dengan
 argumentasi
 yang

berbeda;
(g).
Menjenguk
teman
yang
sakit
atau
mendapat
musibah.



4.
 Karakter
Peduli

Peduli
 adalah
 sebuah
 nilai
 dasar
 dan
 sikap
 memperhatikan
 dan

bertindak
 proaktif
 terhadap
 kondisi
 atau
 keadaan
 di
 sekitar
 kita.
 Peduli

adalah
 sebuah
 sikap
 keberpihakan
 kita
 untuk
 melibatkan
 diri
 dalam

persoalan,
keadaan
atau
kondisi
yang
terjadi
di
sekitar
kita.
Orang-orang

peduli
 adalah
 mereka
 yang
 terpanggil
 melakukan
 sesuatu
 dalam
 rangka

memberi
inspirasi,
perubahan,
kebaikan
kepada
lingkungan
di
sekitarnya.

Ketika
 ia
 melihat
 suatu
 keadaan
 tertentu,
 ketika
 ia
 menyaksikan
 kondisi

masyarakat
 maka
 dirinya
 akan
 tergerak
 melakukan
 sesuatu.
 Apa
 yang

dilakukan
 ini
 diharapkan
 dapat
 memperbaiki
 atau
 membantu
 kondisi
 di

sekitarnya.
 Sikap
 peduli
 adalah
 sikap
 keterpanggilan
 untuk
 membantu

mereka
 yang
 lemah,
 miskin,
 membantu
 mengatasi
 penderitaan,
 dan

kesulitan
yang
dihadapi
orang
lain.
Orang-orang
peduli
adalah
orang-orang

yang
 tidak
 bisa
 tinggal
 diam
 menyaksikan
 penderitaan
 orang
 lain.
 Sikap

peduli
 adalah
 sikap
 yang
 terpanggil
 untuk
 mengajak
 dan
 mengingatkan

orangorang
kaya
yang
selama
ini
lalai
terhadap
penderitaan
orang-orang

miskin
 yang
 ada
 di
 sekitarnya.
 Sikap
 peduli
 adalah
 sikap
 untuk
 pro
 aktif

dalam
 mengatasi
 masalah-masalah
 di
 masyarakat
 dengan
 menggunakan

dan
 memanfaatkan
 sumber
 daya
 yang
 ada
 di
 masyarakat.
 Sikap
 peduli

adalah
 sikap
 kesediaan
 untuk
 memberi
 solusi
 terhadap
 persoalan

masyarakat.
Agar
masyarakat
dapat
mau
berdonasi,
agar
masyarakat
mau

menyumbang,
 agar
 masyarakat
 memilih
 kerelawanan
 sehingga
 mau

membantu
 kesulitan
 saudara-saudara
 kita.
 Peduli
 Adalah
 sikap
 untuk

memperhatikan
 nilai-nilai
 kemanusiaan,
 selalu
 tergerak
 membantu

kesulitan
 manusia
 lainnya.
 Sikap
 peduli
 adalah
 sikap
 untuk
 berusaha


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 27
PEMBINAAN
KEROHANIAN

membangkitkan
 kemandirian
 yang
 ada
 di
 masyarakat.
 Orangorang
 yang



peduli
adalah
orang-orang
yang
tidak
bisa
tinggal
diam,
melihat
kelemahan,

sikap
 berpangku
 tangan
 dan
 membiarkan
 keadaan-keadaan
 yang
 buruk

terus
 terjadi
 di
 masyarakat.
 Sikap
 peduli
 adalah
 suatu
 sikap
 untuk

senantiasa
ikut
merasakan
penderitaan
orang
lain,
ikut
merasakan
ketika

penderitaan
sebagian
masyarakat
lain
sedang
sakit,
ikut
merasa
bersedih

ketika
sebagian
saudara-saudara
kita
di
timpa
musibah
bencana,
kesulitan

atau
 ditimpa
 keadaan-keadaan
 yang
 memberatkan
 dan
 membangkitkan

rasa
kasihan
dan
iba
(Juwaini,
A,
2010).


Bentuk
 kepedulian
 yang
 perlu
 dilakukan
 oleh
 siswa,
 pertama,

kepedulian
terhadap
kedua
orang
tua,
antara
lain:
(a).
Ketika
ibu
dan
bapak

tampak
 sedang
 sibuk
 seorang
 siswa
 menawarkan
 diri
 bahwa
 ia
 siap

memberikan
bantuan.
Tanya
kepada
orang
tua,
pekerjaan
apa
yang
dapat

dilakukan
 untuk
 meringankan
 beban
 pekerjaan
 mereka
 sehari-hari;
 (b).

Ketika
ibu
dan
bapak
sakit
seorang
siswa
menawarkan
diri
bahwa
ia
siap

membantu
 menemani
 atau
 membelikan
 obat
 ke
 apotik.
 Ketika
 ibu
 dan

bapaknya
 sakit
 yang
 berat
 dan
 dirawat
 di
 rumah
 sakit
 seorang
 pun

menyatakan
kesiapannya
untuk
menunggui
mereka
di
rumah
sakit.


Kedua,
 kepedulian
 kepada
 saudara
 dan
 teman
 yang
 sedang
 sakit,

terkena
musibah,
atau
sedang
menghadapi
kesulitan
antara
lain:
(a)
Ketika

saudara
dan
teman
sakit
menengoknya,
mendo`akan
kesembuhannya,
dan

kalau
 ada
 membawakan
 makanan
 (sebagaimana
 umumnya
 masyarakat

menengok
orang
yang
sakit).
Lebih
baik
lagi
jika
semacam
teman
sekelas

mengadakan
 urunan
 untuk
 disumbangkan
 kepada
 teman
 yang
 sakit.

Demikian
 juga
 ketika
 saudara
 atau
 teman
 terkena
 musibah
 adalah

menengoknya,
mendo`akan
semoga
Tuhan
meringankan
penderitaannya,

dan
kalau
ada
membawakan
makanan
(sebagaimana
umumnya
masyarakat

menengok
 orang
 yang
 terkena
 musibah).
 Lebih
 baik
 lagi
 jika
 semacam

teman
 sekelas
 mengadakan
 urunan
 untuk
 disumbangkan
 kepada
 teman

yang
mendapatkan
musibah
itu;
(b)
Ketika
saudara
dan
teman
menghadapi

kesulitan,
 bisaanya
 mereka
 mengutarakan
 kesulitan
 yang
 dihadapinya.

Kepedulian
yang
perlu
dilakukan
adalah
mau
mendengarkan
dengan
baik

keluhan
 yang
 dihadapi
 oleh
 saudara
 atau
 teman
 itu.
 Kemudian
 bertanya

solusi
 apa
 yang
 sudah
 diambil
 atau
 sedang
 dipikirkan
 oleh
 saudara
 atau

teman
 itu
 untuk
 menghilangkan
 kesulitannya.
 Kalau
 punya
 solusi
 yang

dirasa
 lebih
 baik,
 bisa
 juga
 dengan
 menawarkan
 solusi.
 Tapi
 sekedar

menawarkan,
tidak
memaksakan.


Ketiga,
 kepedulian
 terhadap
 kaum
 yang
 lemah
 dan
 bencana
 alam,

antara
lain:

(a)
Di
hari-hari
tertentu,
misalnya
di
hari-hari
besar,
mendatangi

panti
 asuhan
 dengan
 memberikan
 sumbangan
 kelas
 atau
 sumbangan

sekolah
 yang
 sebelumnya
 dikumpulkan
 oleh
 panitia
 hari-hari
 besar
 atau

OSIS.
 Bisa
 juga
 dalam
 bentuk
 survey
 sosial
 kelompok-kelompok
 kecil


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
28 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

dengan
 memberikan
 sumbangan
 sosial
 alakadarnya
 kepada
 anggota



masyarakat
 yang
 ditemui
 paling
 miskin;
 (b)
 Ketika
 terjadi
 bencana
 alam

bisaanya
selalu
ada
pihak-pihak
yang
dapat
dipercaya
menghimpun
dana.

Siswa
 melalui
 OSIS
 atau
 panitia
 khusus
 dapat
 mengumpulkan
 dana

semampu
masing-masing
kemudian
menyumbangkannya
via
pihak-pihak

yang
dapat
dipercaya
itu.




5. Karakter
Toleransi

Konstitusi
 Negara
 kita
 menjamin
 kebebasan
 beragama
 dan

berkeyakinan
 religius
 bagi
 setiap
 warga
 negara.
 Para
 tokoh
 bangsa
 dan

pemuka
 agama
 sering
 mendengungkan
 perlunya
 masing-masing
 warga

untuk
 menjalankan
 ajaran
 agama
 sesuai
 dengan
 keyakinan
 religiusnya

masing-masing
serta
menghargai
agama
dan
keyakinan
religius
yang
dianut

oleh
 warga
 lainnya.
 Di
 dunia
 persekolahan
 terminologi
 kerukunan
 hidup

beragama
 ini
 merupakan
 salah
 satu
 tujuan
 dan
 kompetensi
 inti
 (KI)

pendidikan.
Dalam
 Kurikulum
2013
 (Permendiknas
 No.
69/2013
 tentang

Struktur
 Kurikulum
 SMA-MA),
 juga
 dalam
 Struktur
 Kurikulum
 SMK,
 sikap

'toleran
 dan
 rukun'
 tertuang
 dalam
 KI-2,
 yang
 tentunya
 wajib

diimplementasikan
dalam
pembelajaran.


 Hubungan
 antara
 karakter
 moral
 dan
 karakter
 kerja
 dengan

mengadaptasi
 hirarki
 nilai
 dasar,
 instrumental,
 dan
 praksis
 yang
 dapat

digambarkan
sebagai
berikut.

WUJUD
KONGKRIT
KARAKTER
KERJA
SISWA
SMK

KARAKTER

KERJA

KARAKTER

MORAL

Gambar
3.3.
Hubungan
antara
Karakter
Moral,
Karakter
Kerja

dan
Wujud
Kongkrit
Karakter
Moral
dan
Kerja

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 29
PEMBINAAN
KEROHANIAN

BAB
IV

PENUTUP

Pembinaan
 aktifitas
 dan
 pembinaan
 kerohanian
 idealnya
 dilakukan



secara
 sinergis,
 baik
 oleh
 guru,
 perangkat
 sekolah,
 masyarakat
 dan
 dengan

keterlibatan
aktif
para
siswa.
Adanya
partisipasi
guru-guru
yang
lain,
komite

dan
 lingkungan
 merupakan
 bentuk
 dukungan
 penuh
 terhadap
 pembinaan

aktivitas
 keberagamaan.
 Partisipasi
 aktif
 peserta
 didik
 juga
 menjadi
 bagian

penting
 pembinaan
 karena
 pembinaan
 yang
 hanya
 sekedar
 formalitas
 tidak

akan
 memberikan
 perubahan
 besar
 terhadap
 perilaku
 siswa.
 Pembinaan

aktivitas
 kerohanian
 sebagai
 manifestasi
 keyakinan
 terhadap
 Tuhan
 YME

seyogyanya
 mencakup
 berbagai
 dimensi
 keberagamaan,
 baik
 pengetahuan,

ideologi,
sikap
dan
ritual,
serta
komitmen.


Kegiatan
 keberagamaan
 merupakan
 manifestasi
 dari
 potensi
 peserta

didik
untuk
menyalurkan
energi
yang
bermanfaat
dalam
bentuk
aktivitas
yang

membawa
pada
peningkatan
kualitas
diri.
Hal
ini
sangat
berguna
bagi
peserta

didik
untuk
menjalani
hidup
dan
kehidupannya
di
masa
mendatang.
Aktivitas

keberagamaan
tidak
hanya
menjadi
sarana
untuk
menghafal
tanpa
dipikir
saja,

melainkan
menyentuh
berbagai
aspek
dalam
diri
peserta
didik
yang
dikaitkan

dengan
kehidupan
sehari-hari
yang
dilakukan
oleh
para
guru
pembimbingnya

masing-masing.
Oleh
karena
itu,
hendaknya
aktifitas
pembinaan
kerohanian

menjadi
 fondasi
 penguatan
 dan
 pengembangan
 karakter
 kerja
 lulusan
 SMK

dalam
kesehariannya.


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
30 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

DAFTAR
PUSTAKA

Akbar,
 S.
 (2010).
 “Efektivitas
 Model
 pendidikan
 nilai
 Lickona
 dalam



Pembelajaran
 Karakter
 di
 Sekolah
 Dasar:
 Berdasarkan
 Uji
 Coba

Model
 di
 SD
 Merjosari
 3
 Malang.”
 Penelitian
 Multy
 Years
 yang

dibiayai
DIKTI.
An-Nahlawi,
 A.
 (1996).
 Prinsip-prinsip
 dan
 Metoda
 Pendidikan
 Islam.

Terjemahan
Herry
Noer
Ali.
(II).
Bandung:
CV
Diponegoro.

Asian
Centre
of
Educational
Innovation
for
Development.
(1977).
The
National

Bureau
of
Curriculum
and
Textbooks
of
Pakistan.


Azra,
 Azyumardi
 (2002),
 Konflik
 Baru
 Antar
 Peradaban:
 Globalisasi,

Radikalisme
&
Pluralisme,
Jakarta:
RajaGrafindo
Persada.

Baedhowi
 -
 Dirjen
 PMPTK
 Kementerian
 Pendidikan
 nasional.
 (2010).

“Pembinaan
Akhlak
dan
Karakter
Bangsa
di
Lingkungan
Sekolah”.

Makalah
yang
disampaikan
dalam
Rapat
Kajian
“Pembinaan
Akhlak

dan
 Karakter
 Bangsa
 di
 Lingkungan
 Sekolah”
 di
 Gedung
 Dewan

Pertimbangan
 Presiden
 Jl.
 Veteran
 III
 No.
 2
 Jakarta,
 tanggan
 1

Oktober
2.


BPUPKI
(1945).
Undang-undang
Dasar
1945.

Buchori,
Mochtar.
(2007).
Evaluasi
Pendidikan
di
Indonesia,
dari
Kweekshool

Sampai
 ke
 IKIP:1815-1998.
 Yogyakarta:
 Insist
 Press.
 
 Bureau
 of

Research
on
International
Educational
Sistems.
(1984).
Educational

Sistem
 of
 The
 Islamic
 Republic
 of
 Iran.
 Teheran:
 Retrieved
 from

Ministry
of
Education.

Direktorat
 Pembinaan
 SMP.
 (2010).
 Panduan
 Pendidikan
 Karakter.
 Ditjen

Dikdas
Kemdikbud.

Dirjen
 Dikdasmen.
 (2017).
 Spektrum
 Keahlian
 SMK
 berdasarkan
 SK
 DIRJEN

DIKDASMEN
Tanggal
2
September
Nomor=
4678/D/KEP/2016.

Ferdiansyah
-
Wakil
Ketua
Komisi
X
DPR
RI.
(2018).
“Lebih
dari
65%
Lulusan

SMK
 Bisnis
 dan
 Manajemen
 Menganggur,
 Ini
 Alasannya.”
 Diakses

dari
http://www.pikiran-rakyat.com,
6
April
2018.


Firdaus,
Endis
(2005),
Pluralisme
Agama:
Keniscayaan
Bagi
Kehidupan
Damai

Dunia
 di
 Era
 Global.
 Jurnal
 Sosio-Religi,
 Vol.
 1
 No.
 2,
 September

2003.


Firdaus,
E.
&
Rahmat,
M.
(2016).
Studi
Model
Pembinaan
Toleransi
Beragama

Dalam
 Pembelajaran
 PAI
 Untuk
 Meningkatkan
 Kerukunan
 Hidup

Beragama
 Bagi
 Siswa
 SMA
 di
 Kota-Kota
 Besar
 dan
 Multi
 Etnik.

Artikel
Hasil
Penelitian,
pada
LPPM
UPI
Bandung.


Fraenkel,
Jack.
R.
(1977).
How
to
Teach
about
Values.
San
Francisco:


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 31
PEMBINAAN
KEROHANIAN

Hasyim,
A.
(1988).
“Pelanggaran
Etis
oleh
Siswa
dan
Alasan
Menghindarinya”.

Tesis
 S2
 pada
 Program
 Pascasarjana
 IKIP
 Bandung.
 Herawan,
 E.,

Kurniady,
 D.
 A.,
 &
 Sururi.
 (2017).
 Pendidikan
 Model
 Manajemen

Mutu
Pendidikan
Pada
SMK
di
Kota
Bandung.
Jurnal
Administrasi

Pendidikan,
Volume
23(No.
2
Maret
2017),
199–208.


Kemdiknas,
 B.
 (2010).
 Bahan
 Pelatihan
 Pendidikan
 Budaya
 dan
 Karakter

Bangsa.


Kirschenbaum,
 Robert
 J.
 (1992).
 An
 Interview
 with
 Julian
 C.
 Stanley.
 Gifted

Child
Today
(GCT).
Volume
15
issue
6
(November
1,
1992),
p.
34-37.

Doi:
10.1177/107621759201500611.


Lickona,
 T.
 (1993).
 “The
 Return
 of
 Character
 Education.”
 Jurnal
 Education

Leadership,
Edisi
November
1993.
Lickona,
T.
(2012).
Educating
for

Character:
 Mendidik
 untuk
 Membentuk
 Karakter.
 Penterjemah

Juma
Wadu
Wamaungu.
(U.
Wahyuddin
&
Suryani,
Eds.).
Jakarta:
PT

Bumi
Aksara.


Makalah.blogspot
 (2011).
 "Nilai
 Dasar
 Nilai
 Instrumental."
 Diakses
 dari

http://makalah-download.blogspot.com/2011/10/nilai-dasar-
nilai-instrumentaldan.html.

Megawangi,
 R.
 (2004).
 Pendidikan
 Karakter:
 Solusi
 yang
 Tepat
 untuk

Membangun
Bangsa.
Jakarta:
Indonesia
Heritage
Foundation.

Miskawaih,
 A.
 A.
 A.
 I.
 (1994).
 Menuju
 Kesempurnaan
 Akhlak:
 Buku
 Daras

Pertama
tentang
Filsafat
Islam.
Bandung:
Mizan.

MPR
RI
(2000).
Undang-undang
Dasar
1945
(Hasil
Amandemen
Keempat).


Mulyana,
 Rohmat
 (2004).
 Mengartikulasikan
 Pendidikan
 Nilai.
 Bandung:
 CV

Alfabeta.

Na-Ayudya,
O.
J.
(2008).
Model
Pembelajaran
Nilai-nilai
Kemanusiaan
Terpadu.

Jakarta:
 Yayasan
 Pendidikan
 Satya
 Sai
 Indonesia.
 Pusat
 Bahasa.

(2008).
Kamus
Bahasa
Indonesia.
Departemen
Pendidikan
nasional

(Vol.
1).
Jakarta:
Pusat
Bahasa
Departemen
Pendidikan
nasional.


al-Qosimi,
Muhammad
Jamaluddin
(1986),
Bimbingan
untuk
Mencapai
Tingkat

Mu`min,
 Ringkasan
 Ihya
 `Ulumiddin
 Al-Ghazali.
 Terjemahan.

Bandung:
CV
Diponegoro.



Rahmat,
 Munawar
 (2010).
 "Implikasi
 Konsep
 Insan
 Kamil
 dalam
 Pendidikan

Umum
 di
 Pondok
 Sufi
 Pomosda."
 Disertasi
 pada
 Program
 Studi

Pendidikan
 Umum
 Sekolah
 Pascasarjana.
 Universitas
 Pendidikan

Indonesia.


Rahmat,
 Munawar
 (2016).
 Pendidikan
 Insan
 Kamil.
 Bandung:
 Celtics
 Press

bekerja
sama
dengan
DPP
Asosiasi
Dosen
Pendidikan
Agama
Islam

Indonesia
(DPP
ADPISI).


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
32 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

Rahmat,
 Munawar
 (2017).
 Filsafat
 Akhlak
 -
 Mengkaji
 Ontologi
 Akhlak
 Mulia



dengan
Epistimologi
Qurani.
Bandung:
Celtics
Press
bekerja
sama

dengan
Program
Studi
Ilmu
Pendidikan
Agama
Islam
FPIPS
UPI.

Rizal,
 A.
 Syamsu
 &
 Rahmat,
 Munawar
 (2016).
 Religiusitas
 dan
 Toleransi

Beragama
Kaum
Remaja
Awal.
Artikel
untuk
Jurnal.

Rokeach,
Milton

(1973).
The
Nature
of
Human
Values.
New
York:
Free
Press.

Sanusi,

A.
 (2004).
 Keteraturan,
 Kompleksitas,
 Kesemrawutan,
 RLS
 dan

Implikasinya
untuk
Belajar.
Bandung:

Sauri,
 S.,
 &
 Nurdin,
 D.
 (2010).
 "Pendidikan
 Model
 Pendidikan
 Nilai
 Berbasis

Sekolah,
 Keluarga,
 dan
 Masyarakat."
 Laporan
 Penelitian
 Hibah

Penelitian
 Tim
 Pascasarjana-HPTP
 (Hibah
 Pasca).
 Dibiayai
 Ditjen

Dikti
Depdiknas.
Bandung:
UPI.


Setiawatty,
 T.
 (2011).
 Manajemen
 Sekolah
 Menengah
 Kejuruan
 yang
 Efektif.

Disertasi
 S3
 pada
 UNY
 Yogyakarta.
 
 Somad,
 M.
 Abdul
 &
 Rahmat,

Munawar
(2017).
Model
Pendidikan
Moral
3in1
Lickona
di
Sekolah.

Artikel
untuk
Jurnal.


Somantri,
 M.
 N.
 (2001).
 Menggagas
 pembaharuan
 pendidikan
 IPS.
 Bandung:

Remaja
Rosdakarya.
Bandung:
Rosdakarya.


Sumber:
 https://www.sekolahdasar.net/2016/01/karakter-moral-atau-budi-
pekerti.html
Supriadi,
 Dedi
 (1994).
 Kreativitas,
 Kebudayaan
 dan
 Perkembangan
 Iptek.

Bandung:
Alfabeta.


Suriasumantri,
J.
S.
(1990).
Ilmu
Dalam
Perspektif.
Jakarta:
Gramedia.
 
Surya,

Moh.
 (1979).
 “Pengaruh
 Faktor-Faktor
 Non
 Intelektual
 Terhadap

Gejala
 Berprestasi
 Kurang”.
 Disertasi
 pada
 Sekolah
 Pascasarjana

IKIP
Bandung.


Tilaar,
 R.
 (1999).
 Pendidikan
 Kebudayaan
 dan
 Masyarakat
 Madani
 Idonesia.

Bandung:
 PT
 Remaja
 Rosdakarya.
 Undang-Undang
 No.
 20
 Tahun

2 0 0 3 
 Te n t a n g 
 S i s t e m 
 Pe n d i d i k a n 
 n a s i o n a l . 
 
 We b s i t e

hype.idntimes.com.
 (2015).
 “Inilah
 15
 SMK
 Terbaik
 di
 Indonesia

Tahun
 2015!
 Apa
 Sekolahmu
 Salah
 Satunya?”
 Diakses
 dari

https://hype.idntimes.com,
20
April
2018.


U w a i n i , 
 A h m a d 
 ( 2 0 1 0 ) . 
 " P e d u a l i 
 A d a l a h 
 . . . " 
 D i a k s e s 
 d a r i

h t t p s : / / n a s i o n a l . k o m p a s . 
 c o m / r e a d /

2010/08/24/01134533/Peduli.Adalah.
 Kamus
 Besar
 Bahasa

Indonesia
(KBBI).

Winataputra,
Udin.
S.
(2006).
Demokrasi
dan
Pendidikan
Demokrasi.
Jakarta:

Direktorat
 Pembinaan
 Pendidikan
 Tenaga
 Kependidikan
 dan

Ketenagaan
Perguruan
Tinggi
Ditjen
DIKTI
Departemen
Pendidikan

Nasional.
YBHI
(2005,
2018).
"Peta
Ketrampilan
Membaca
Al-Quran

Siswa
 SD,
 SMP,
 SMA/SMK,
 dan
 Siswa
 Tingkat
 Pertama."
 Bandung:


DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 33
PEMBINAAN
KEROHANIAN

Yayasan
Baitul
Hikmah
Indonesia.


Zamroni
(2001).
Pendidikan
untuk
Demokrasi
Tantangan
Menuju
Civil
Society.

Yogyakarta:
Bigraf
Publishing.


Zohar,
D.,
&
Marshall,
I.
(2000).
SC:
Spiritual
Intelligence.
Terjemahan.
Bandung:

Mizan.

Sumber:
 https://www.sekolahdasar.net/2016/01/karakter-moral-atau-budi-
pekerti.html

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
34 2020
PEMBINAAN
KEROHANIAN

LEMBAR
KERJA
1
Menganalisis
 kebutuhan
 pengembangan
 pendidikan
 kerohanian
 ke
 dalam

program
kerja
berkelanjutan
(Lk1)
Diskusikan
dan
Kerjakan
secara
berkelompok
sesuai
dengan
arahan
fasilitator
1) Gunakan
 Analisis
 S-W-O-T
 untuk
 melakukan
 analisis
 kebutuhan

pengembangan
 pendidikan
 kerohanian
 ke
 dalam
 program
 kerja

berkelanjutan

2) Tuliskan
 daftar
 kegiatan
 ekstrakurikuler
 yang
 mendukung
 terhadap

program
penidikan
karakter
kerohanian

LEMBAR
KERJA
2
Menerapkan
karakter
spirtualitas
kerohanian
ke
dalam
hidup
bermasyarakat,

berbangsa
dan
bernegara.
(Lk2)
a. Buatlah
 daftar
 aktifitas
 kemasyarakatan
 yang
 berdasarkan
 niliai-nilai

kerohanian
 dan
 kebertuhanan
 yang
 secara
 umum
 berlangsung
 di

masyarakat
Indonesia
yang
diketahui.
b. Buatlah
rancangan
program
untuk:
(1) Penerapan
Karakter
Kerohanian
di
lingkungan
Sekolah
(2) Penerapan
Karakter
Kerohanian
di
lingkungan
Masyarakat
sekitar

LEMBAR
KERJA
3
Mengembangkan
program
kerja
kegiatan
kerohanian
berdasarkan
karakteristik

sekolah.
(Lk3)
Dikerjakan
secara
berkelompok
sesuai
dengan
arahan
fasilitator
Buatlah
 program
 kerja
 kegiatan
 kerohanian
 sesuai
 dengan
 karakteristik
 dan

atau
 ke-khas-an
 yang
 dimiliki
 oleh
 sekolah
 dengan
 mempertimbangkan

keragaman
 masyarakat
 yang
 ada
 dalam
 hal
 keyakinan
 bergamanya
 sesuai

dengan
nilai-nilai
Ketuhanan
Yang
Maha
ESa

DIREKTORAT
SEKOLAH
MENENGAH
KEJURUAN
DIREKTORAT
JENDERAL
PENDIDIKAN
VOKASI
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
2020 35
Untuk
kritik
dan
saran
yang
membangun,
hubungi
kami
di
;
Email


:
pesertadidiksmk@kemdikbud.go.id
No.
Hp
:
08222
-
1001
-
0016
(Bagian
Peserta
Didik)

Anda mungkin juga menyukai