Laporan Praktikum Identifikasi Borkas Dan Formalin
Laporan Praktikum Identifikasi Borkas Dan Formalin
1
PRAKTIKUM I
A. TANGGAL PRAKTIKUM
Sabtu, 27 Mei 2017
B. TUJUAN
1. Mengetahui cara mengidentifikasi borak pada bahan makanan.
2. Mengetahui ada tidaknya kandungan formalin dalam beberapa makanan yang diuji.
C. LANDASAN TEORI
Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat ( NaB4O7 ) atau
natrium tetraborat dekahidrat ( Na2B4O710H2O ). Boraks berbentuk padat dan
apabila
terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida ( NaOH ) dan asam borat
( H3BO3 ).
Dengan demikian, bahaya boraks identik dengan bahaya asam borat ( Cahanar,
2006 ).
Boraks menimbulkan efek racun pada manusia, toksisitas boraks yang
terkandung
di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks sering
disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mi basah, pisang
molen, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan,
boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki
penampilan makanan ( Cahyadi, 2008 ).
Metode analisis kandungan senyawa boraks pada sampel dapat dianalisis dengan
metode kertas kurkumin. Analisis positif ditandai dengan perubahan warna pada
kertas
kurkumin dari kuning menjadi merah kecoklatan. Perubahan warna pada kertas
kurkumin
dari kuning menjadi merah kecoklatan disebabkan karena kunyit mengandung kurkumin
(warna kuning pada kunyit). Kurkumin pada kondisi asam akan berwarna kuning dan
akan berubah menjadi merah kecoklatan pada kondisi basa. Oleh karena itu, apabila
kertas kurkumin bereaksi dengan senyawa basa, diantaranya adalah boraks, yang
mana
boraks merupakan senyawa yang bersifat basa, maka akan membentuk senyawa boro
kurkumin. Senyawa borokurkumin tersebut berwarna merah kecoklatan. Reaksinya
adalah sebagai berikut ( Muharrami. 2015 ):
2
Boraks + Kurkumin → Rosocyanine
Na2B4O7 + C21H20O6→B[C21H19O6]2Cl
Formalin adalah bahan kimia pucat dari 37-50 persen larutan terlarut
formaldehida
(CH2O) dalam air. Zat ini mudah terbakar, sangat reaktif dengan banyak zat dan
mudah
mengalami polimerisasi, gas tidak berwarna pada suhu dan tekanan normal. Di udara,
formalin mudah rusak oleh sinar matahari, dengan waktu paruh sekitar 30-50 menit.
Tapi
dalam bentuk cair, itu stabil dari waktu ke waktu. Paparan melalui pernafasan
menyebabkan formalin cepat berdifusi ke dalam banyak jaringan, termasuk otak,
testis,
dan hati. Formaldehid cepat diserap dari saluran pencernaan setelah proses
pencernaan
dan dari saluran pernapasan yang membuatnya menjadi bahan kimia berbahaya untuk
digunakan sebagai pengawet (Mamun, 2014).
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), lembaga khusus
dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang mengkhususkan pada
keselamatan penggunaan bahan kimiawi, secara umum disebutkan bahwa batas toleransi
formaldehida yang dapat diterima tubuh dalam bentuk air minum adalah 0,1 mg/liter
(1
ppm setara 1 mg/liter) atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0.2 mg.
Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang
dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. National Institute for Occupational
Safety
and Health (NIOSH) menyatakan formaldehida berbahaya bagi kesehatan pada kadar 20
ppm. Sedangkan dalam Material Safety Data Sheet (MSDS), formaldehida dicurigai
bersifat kanker (Singgih, 2013).
Berat molekul formalin adalah 30,03 dengan rumus molekul H2CO. Karena
kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya kedalam sel tubuh. Gugus
karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus –NH2 dari
protein
yang ada terdapat pada tubuh membentuk senyawa yang mengendap ( Harmita, 2006 ).
Penggunaan formalin antara lain sebagai pembunuh kuman sehingga digunakan
sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, pembasmi lalat dan serangga
lainnya, bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak.
Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas,
bahan pembentuk pupuk berupa urea, bahan pembuatan produk parfum, bahan pengawet
produk kosmetik dan pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur minyak, bahan untuk
isolasi busa, bahan perekat untuk produk kayu lapis (playwood), dalam konsentrasi
yang
3
sangat kecil ( < 1 % ) digunakan sebagai pengawet, pembersih rumah tangga, cairan
pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet
(Astawan,2006
).
2. Bahan-bahan praktikum
a. Aquadest
b. Bakso
c. Fehling A ( uji formalin )
d. Fehling A ( uji formalin )
e. Formalin standar
f. Mie basah
g. Standar boraks
h. Tahu
4
E. CARA KERJA
1. Identifikasi Borak
a. Preparasi sampel
Sampel kunyit
Dihaluskan sebanyak 5 ruas
Diberi air secukupnya
Ekstrak kunyit
Diletakkan kertas whatman dalam ekstrak
Diambil
Dijemur
Hasil
b. Pengujian
- Dengan menggunakan kertas whatman
Sampel bakso
Ditumbuk hingga menjadi ekstrak
Diberi air
Ditetesi air ekstrak pada kertas whatman
Hasil positif yaitu kertas whatman berwarna coklat
2. Identifikasi Formalin
Sampel
Dihaluskan dengan mortar
Dilarutkan dengan aquadest
Disaring dan diambil filtratnya
Filtrat
5
Dimasukkan dalam tabung reaksi
Dimasukkan masing-masing 1 mL Fehling A
dan
Fehling B
Dipanaskan di penangas air
Diamati
Hasil
F. HASIL PENGAMATAN
Perlakuan Hasil Pengamatan
Keterangan
1. Identifikasi boraks - Kertas whatman
berwarna
- Penyiapan kertas whatman kuning
yang sudah menyerap air
kunyit
6
menjadi warna coklat berarti
sampel mie basah positif
boraks
2. Identifikasi Formalin
- Semua sampel satu persatu - Sampel bakso, tahu, dan mie
dihaluskan dengan mortir basah dihaluskan
7
- Sampel tahu - Terdapat 3 lapisan warna
yaitu dari atas ke bawah :
hijau-biru-keunguan-orange-
kecoklatan
- Terlihat cincin ungu ditengah
dan saat dicuci terdapat
bekas warna orange pada
dinding tabung
- Positif formalin
- Sampel bakso - Terdapat 3 lapisan warna
yaitu secara berturut-turut
dari atas ke bawah : biru-biru
tua-biru
- Tidak ada cincin ungu dan
saat dicuci tidak ada bekas
berwarna orange yang
menempel pada dinding
tabung, hal ini menandakan
negatif formalin
- Sampel mie basah - Terdapat 5 lapisan warna
yaitu secara berturut-turut
dari atas ke bawah : biru-
hijau-coklat kekuningan-
ungu-bening
- Tidak ada cincin ungu dan
saat di cuci tidak ada bekas
yang menempel pada dinding
tabung
- Hal ini berarti negatif
formalin
8
G. ANALISIS DATA
a. Persamaan reaksi idenifikasi boraks
Boraks + Kurkumin → Rosocyanine
Na2B4O7 + C21H20O6→B[C21H19O6] 2Cl
H. PEMBAHASAN
9
Perubahan warna pada kertas whatman yang sudah dibasahi ekstrak kunyit, yang
awalnya
dari kuning kemudian setelah ditetesi ekstrak sampel mie basah berubah menjadi
kecoklatan, ini disebabkan karena kunyit mengandung kurkumin (warna kuning pada
kunyit). Kurkumin pada kondisi asam akan berwarna kuning dan akan dapat berubah
menjadi merah kecoklatan pada kondisi basa. Oleh karena itu, apabila kertas
kurkumin
bereaksi dengan senyawa basa, diantaranya adalah boraks, yang mana boraks merupakan
senyawa yang bersifat basa, maka akan membentuk senyawa boro kurkumin. Senyawa
borokurkumin tersebut berwarna merah kecoklatan ( Muharrami. 2015 ). Reaksinya
adalah sebagai berikut :
10
(larutan) dan kemudian disaring untuk memisahkan larutan sampel (filtrat) dengan
endapan-endapannya sehingga yang terambil hanya larutannya saja. Karena apabila
endapannya juga ikut dalam proses pengujiannya, akan sangat berpengaruh dalam
proses
pengamatan selanjutnya. Setelah diambil filtratnya, kemudian ditambahkan fehling
A dan
fehling B pada masing-masing sampel. Selanjutnya, dilakukan proses pemanasan
dimana
tujuan dari pemanasan ini adalah agar gugus aldehid yang mungkin ada pada sampel
dapat cepat bereaksi dengan fehling sehingga membentuk suatu asam karboksilat.
Pada
reaksi ini, gugus aldehid pada formalin akan bereaksi dengan gugus OH dari
pereaksi
Fehling dengan membentuk asam karboksilat. Sedangkan Cu2O yang terbentuk
merupakan hasil samping dari pembentukan asam karboksilat dimana apabila terdapat
endapan Cu2O yang terbentuk dengan warna merah bata, mengindikasikan bahwa benar
dalam sampel makanan yang kita uji positif mengandung formalin. Hal ini terjadi
karena
senyawa aldehid (formaldehid) yang ada dalam sampel makanan dapat mereduksi Cu2+
dari pereaksi fehling menjadi Cu+ membentuk Cu2O berupa endapan merah bata, maka
dapat dikatakan sampel yang diuji mengandung formalin. Dari hasil percobaan yang
dilakukan, dari 3 sampel yang diuji, sampel bakso dan mie basah setelah
ditambahkan
fehling A dan fehling B kemudian dipanaskan, tidak terbentuk endapan merah bata
pada
dinding tabung reaksi, walaupun terjadi perubahan warna yang terbentuk tidak sama
dengan dengan standar formalin yaitu terbentuk endapan merah bata, perubahan
warna
yang terjadi dapat diakibatkan karena kurang bersih saat menyaring sampel,
sehingga
endapannya ikut dalam proses pemanasan dan mengganggu dalam pengamatan.
Sedangkan pada sampel tahu, terjadi perubahan warna setelah proses pemanasan
yaitu
terbentuk endapan merah bata, yang dimana setelah dibandingkan dengan standar
hampir
sama, jadi dapat dikatakan pada sampel bakso dan mie basah yang diuji tidak
mengandung formalin, sedangkan pada sampel tahu yang diuji dapat dikatakan
positif
mengandung formalin, dikarenakan terjadi perubahan warna dan terbentuk endapan
merah bata, yang mengindikasikan terbentuknya endapan Cu2O. Jadi sampel tahu
berbahaya bila dikonsumsi oleh tubuh kita.
I. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Uji boraks pada bahan makanan dapat dilakukan dengan metode menggunakan kertas
whatman yang telah terserap ekstrak kunyit. Hasil positif mengandung boraks
apabila
11
kertas whatman yang awalnya kuning berubah menjadi coklat, ini disebabkan karena
kunyit mengandung kurkumin (warna kuning pada kunyit). Kurkumin pada kondisi
asam akan berwarna kuning dan akan dapat berubah menjadi merah kecoklatan pada
apabila bereaksi dengan senyawa basa, diantaranya adalah boraks, yang mana
boraks
merupakan senyawa yang bersifat basa, maka akan membentuk senyawa boro
kurkumin. Dari ketiga sampel yang diuji yaitu bakso, tahu, dan mie basah, yang
mengandung boraks yaitu mie basah karena terjadi perubahan warna menjadi warna
coklat warna pada kertas whatman.
2. Uji formalin pada bahan makanan dapat dilakukan dengan mereaksikan bahan
mekanan tersebut dengan fehling A dan fehling B disertai dengan pemanasan yang
akan memberikan uji positif berupa endapan merah bata Cu2O yang merupakan hasil
sampingan dari pembentukan asam karboksilat. Dari ketiga sampel yang diuji yaitu
bakso, tahu, dan mie basah, yang positif mengandung formalin yaitu tahu
dikarenakan
terbentuk endapan merah bata Cu2O.
12
DAFTAR PUSTAKA
Cahanar, P. & Suhanda, I. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta: Buku Kompas.
Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehaan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi FMIPA
Universitas Indonesia.
Muharrami, L., Khamsatul. 2015. Analisis Kualitatif Kandungan Boraks pada Krupuk
Puli di Kecamatan Kamal. Bangkalan: Universitas Trunojoyo Madura.
Singgih, Haryadi. 2013. Uji Kandungan Formalin pada Ikan Asin Menggunakan Sensor
Warna dengan Bantuan FMR (Formalin Main Reagent). Malang: Politeknik Negeri
Malang.
13
PRAKTIKUM II
14
PRAKTIKUM II
IDENTIFIKASI RHODAMIN PADA MAKANAN
A. TANGGAL PELAKSANAAN
Sabtu, 10 Juni 2017
B. TUJUAN
Mengidentifikasi adanya Rhodamin B pada sampel makanan dan minuman
dengan metode kromatografi sederhana.
C. LANDASAN TEORI
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
No.239/MenKes/Per/V/85 disebutkan ada 30 jenis pewarna yang dinyatakan sebagai
bahan berbahaya bagi kesehatan dan dilarang untuk digunakan sebagai bahan
tambahan makanan. Salah satunya yaitu zat warna sintesis Rhodamin B yang
merupakan pewarna yang dilarang digunakan untuk zat tambahan makanan.
Rhodamin B adalah zat pewarna buatan yang digunakan dalam industri tekstil dan
kertas. Rumus molekul dari Rhodamin B adalah C1NCl dengan berat molekul sebesar
479.000. Zat Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu kemerah-merahan,
sangat larut dalam air dan akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan
berflouresensi kuat. Rhodamin B dapat larut dalam alcohol, HCl, dan NaOH selain
mudah larut dalam air (Wisnu, 2008).
Rhodamin B adalah zat pewarna sintesis yang digunakan pada industri
tekstil
dan kertas, zat pewarna sintesis ini sangat berbahaya apabila terhirup, mengenai
mata
dan kulit serta tertelan. Pengaruh buruk bagi kesehatan antara lain menimbulkan
iritasi
pada saluran pencernaan dan air seni menjadi berwarna merah atau merah muda. Pada
kondisi yang lebih akut dapat mengganggu fungsi hati dan menimbulkan kanker hati
(Wijaya, 2011).
Identifikasi adanya zat tambahan Rhodamin B dalam makanan dapat dilakukan
dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Tahap identifikasi dengan KLT
dimulai dengan sampel ditotolkan pada plat KLT dan totolkan larutan baku Rhodamin
B. Plat KLT yang mengandung cuplikan dimasukkan kedalam chamber yang lebih
dahulu telah dijenuhi fase gerak berupa n-butanol : etil asetat : ammonia (10 : 4
: 5).
15
Biarkan hingga lempeng terelusi sempurna kemudian plat KLT diangkat dan
dikeringkan. Ketika pelarut naik akibat dari aksi kapiler pada adsorben, komponen
sampel terbawa dengan kecepatan yang berbeda dan dapat dilihat sebagai deretan
titik-
titik setelah platnya dikeringkan dan diwarnai atau dilihat dibawah cahaya
ultraviolet.
Mengamati warna secara visual dan dibawah sinar UV 254 nm. Jika secara visual
noda berwarna merah jambu dan dibawah sinar UV 254 nm warna kuning dan 366 nm
merah muda hal tersebut menunjukkan adanya Rhodamin B (Kumalasari, 2015).
Pemakaian bahan pewarna sintesis dalam pangan walaupun mempunyai
dampak positif bagi produsen dan bagi konsumen, diantaranya dapat membuat suatu
pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan mengembalikan warna dari
bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak
negative terhadap kesehatan manusia. Penggunaan pewarna sintesis oleh para
pedagang makanan tradisional di pasar-pasar atau dikantin atau kios pada makanan
disebabkan kurangnya pengetahuan terhadap bahaya pewarna sintesis yang dilarang.
Selain itu pertimbangan harga relatif murah sehingga para pedagang menggunakan
pewarna yang tidak diizinkan tersebut (Abdurrahmansyah, 2017).
16
2. Bahan-bahan Praktikum
a. Standar Rhodamin B
b. Methanol
c. Asam asetat glacial 10 %
d. Propanol
e. Ammonia
f. Aquadest
g. Sampel ( Terasi dan minuman Ale-ale)
E. PROSEDUR KERJA
a. Pembuatan larutan Rhodamin B (sebagai standar )
1 gram Rhodamin B
Dimasukkan dalam beaker 50 ml
Dilarutkan dengan aquadest
Dimasukkan ke dalam labu takar
Diencerkan sampai tanda batas dengan
aquadest
Larutan standar
17
d. Pengujian Rhodamin B pada sampel
Plat KLT
Ditotolkan masing-masing larutan Rhodamin B,
sampel
uji pada plat KLT
Dimasukkan plat KLT ke dalam chamber
Dielusikan sampai pelarut merambat sampai garis
tanda
batas
Dikeringkan plat dan mengamati bercak noda yang
terbentuk
Hasil
F. HASIL PENGAMATAN
No. Perlakuan Hasil pengamatan
1. Menghaluskan terasi dengan Warna terasi : merah kecoklatan
mortir, kemudian menambahkan Warna asam asetat glacial : bening
asam asetat glacial encer. Warna campuran : merah kecoklatan
18
ammonia (9:1) kemudian
dijenuhkan.
G. ANALISIS DATA
Menghitung nilai Rf
Standar
Jarak migrasi standar : 5,9 cm
Jarak migrasi eluen : 8 cm
19
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑚𝑖𝑔𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
Rf = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑚𝑖𝑔𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛
5,9 𝑐𝑚
= 8 𝑐𝑚
= 0,737
= 0,7
Sampel terasi
Jarak migrasi terasi : 5,5 cm
Jarak migrasi eluen : 8 cm
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑚𝑖𝑔𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖
Rf = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑚𝑖𝑔𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛
5,5 𝑐𝑚
= 8 𝑐𝑚
= 0,687
H. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini membahas tentang identifikasi Rhodamin B dalam sampel
makanan dengan tujuan dapat mengidentifikasi adanya kandungan Rhodamin B dalam
sampel makanan dengan menggunakan metode kromatografi sederhana, yaitu
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Rhodamin B merupakan pewarna sintesis berbentuk
serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau dan dalam
larutan
akan berwarna merah terang berpendar/berfluoresensi. Rhodamin B merupakan zat
warna golongan xanthenes dyes yang digunakan pada industri tekstil dan kertas,
sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut dan sabun. Nama lain
Rhodamin B adalah D dan C Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamin B, Aizen
Rhodamin dan Brilliant Pink (Maryadele, 2006).
Pada praktikum ini dilakukan identifikasi Rhodamin B pada sampel Terasi
dan
minuman Ale-ale dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Percobaan
20
pertama yaitu membuat larutan standar Rhodamin B sebagai pembanding sampel,
tetapi standar Rhodamin B sudah tersedia di Laboratorium sehingga tidak dibuat
lagi.
Selanjutnya masing-masing sampel dilarutkan dengan asam asetat glacial encer
dengan tujuan untuk mendestruksi senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel dan
menstabilkan Rhodamin B agar tidak berubah dari bentuk terionisasi menjadi bentuk
netral. Kemudian dilakukan penyiapan eluen sebagai pelarut atau fase gerak.
Digunakan propanol dan ammonia dengan perbandingan 9:1 . Penggunaan eluen ini
disesuaikan dengan sifat polar Rhodamin B karena memiliki gugus karboksil dengan
pasangan electron bebas dan gugus amina pada struktur molekulnya. Gugus karboksil
dan amina ini akan membentuk ikatan hydrogen intermolecular dengan pelarut polar
sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti alcohol. Sehingga digunakan
campuran eluen polar agar dapat mengelusikan Rhodamin B dengan baik. Berikut
struktur dari Rhodamin B :
(Wisnu, 2008).
Setelah dibuat eluen, maka larutan eluen tersebut dijenuhkan terlebih
dahulu.
Tujuan penjenuhan adalah untuk memastikan partikel fase gerak terdistribusi merata
pada seluruh bagian chamber sehingga proses pergerakan spot diatas fase diam oleh
fase gerak berlangsung optimal, dengan kata lain penjenuhan digunakan untuk
mengoptimalkan naiknya eluen. Kemudian dilakukan penotolan larutan baku dan
sampel menggunakan pipa kapiler. Tujuannya yaitu supaya diperoleh hasil penotolan
yang kecil, karena dalam kromatografi kertas penotolan yang baik diusahakan sekecil
mungkin untuk menghindari pelebaran spot dan jika sampel yang digunakan terlalu
banyak akan menurunkan resolusi. Lalu plat dimasukkan dengan hati-hati ke dalam
chamber tertutup yang berisi fase gerak dengan posisi fase gerak berada dibawah
garis. Fase gerak perlahan-lahan bergerak naik, setelah mencapai jarak tempuh,
kertas
diangkat dan dibiarkan kering diudara, untuk menguapkan sisa pelarut.
Dari hasil pengamatan diperoleh sampel terasi terlihat adanya spot dengan
jarak 5,5 cm sedangkan pada sampel minuman ale-ale spotnya 5,6 cm dan spot untuk
standar Rhodamin B yaitu 5,9 cm. Dengan jarak migrasi eluen 8 cm, sehingga
diperoleh nilai Rf untuk sampel terasi sebesar 0,687 , untuk sampel minuman ale-ale
21
sebesar 0,7 dan untuk standar Rhodamin B sebesar 0,737. Berdasarkan perolehan
nilai
Rf maka sampel minuman ale-ale memiliki nilai Rf yang sama dengan nilai Rf
standar
Rhodamin B. Namun setelah diamati dibawah sinar UV 254 nm terlihat yang
berpendar/berflouresensi hanya standar Rhodamin B sedangkan untuk kedua sampel
tidak berfluoresensi. Sehingga hal tersebut belum bisa membuktikan bahwa sampel
yang diuji positif mengandung Rhodamin B walaupun memiliki nilai Rf yang sama.
Kemiripan nilai Rf mungkin disebabkan karena adanya senyawa lain, bukan karena
adanya zat Rhodamin B tersebut. Suatu sampel dikatakan sama dengan standar harus
memiliki nilai Rf yang sama dan jika dilihat dibawah sinar UV 254 nm akan
berfluoresensi dengan warna yang sama.
I. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, untuk
mengidentifikasi adanya Rhodamin B dalam sampel makanan dapat dilakukan dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Sampel yang digunakan yaitu Terasi dan
minuman Ale-ale. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh nilai Rf untuk sampel
terasi sebesar 0,687 , untuk sampel minuman ale-ale sebesar 0,7 dan untuk standar
Rhodamin B sebesar 0,737. Sampel minuman ale-ale memiliki nilai Rf yang sama
dengan standar Rhodamin B tetapi tidak berfluoresensi di bawah sinar UV 254 nm.
Sehingga dari kedua sampel tidak ada yang positif mengandung Rhodamin B.
22
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahmansyah, dkk. 2017. Analisis Zat Pewarnan Rhodamin B Pada Saus Cabai Yang
Beredar di Kampus Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Jurnal
Biota
Vol.3 No.1.
Kumalasari, Eka. 2015. Identifikasi dan Penetapan Kadar Rhodamin B dalam Kerupuk
Berwarna Merah yang Beredar di Pasar Antasari Kota Banjarmasin. Jurnal
Ilmiah
Manuntung, 1 (1), 85-89.
Wijaya, D. 2011. Waspadai Zat Aditif Dalam Makananmu. Yogyakarta : Buku Biru.
Wisnu, C. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Bina
Aksara.
23
PRAKTIKUM III
24
PRAKTIKUM III
A. TANGGAL PELAKSANAAN
Sabtu, 27 Mei 2017
B. TUJUAN
Mampu mengidentifikasi senyawa rhodamin B pada lisptik dengan menggunakan
KLT dan instrument Uv-Vis.
C. LANDASAN TEORI
Lipstick adalah sediaan kosmetik yang digunkan unutk mewarnai bibir dengan
sentuhan artistic sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah.
Warna
lipstick dapat menambah daya tarik, mengubah rupa dan menutupi kekurangan apabila
digunakan secara tepat. Salah satu zat utama dalam formulasi lipstick adalah zat
warna.
Pewarna berdasarkan sumbernya ada dua yaitu pewarna alami dan sintetis. Pewarna
alami
diperoleh dari akar, daun, bunga dan buah sedangkan pewarna sintetis berasal dari
reaksi
dua atau lebih senyawa kimia (Afriyeni, 2016).
Rhodamin B merupakan pigment merah yang digunakan secara luas sebagai
pewarna tekstil, kertas dan percetakan. Rhodamin B sangat berbahaya apabila
tertelan
oleh manusia dan hewan, dan dapat menyebabkan iritasi klit, mata dan saluran
pernapasan. Rhodamin B digunakan sebagai pewarna tambahan baik pada makanan
maupun kosmetik (Bakheet, 2017).
Selain itu, Rhodamin B juga bersifat karsinogenik atau memacu pertumbuhan
sel
kanker jika digunkana secara terus menerus. Unsur N+ (nitronium) dan Cl- (klorin)
yang
terkandung pada rhodamin B sangat reaktif dan berbahaya inilah yang menyebabkan
munculnya sifat karsinogenik dari rhodamin B. Rhodamin dalam hati akan
menyebabkan
gangguan fungsi hati berupa kanker hati dan tumor hati (Chen dkk, 2012).
Untuk menganalisis ecara kualitatif keberadaan rhodamin B dalam lipstick
dapat
digunakan metode kromatografi lapis tpis (KLT). Pada dasarnya teknik kromatografi
25
terdiri dari dua fase yatu fase diam (dapat berupa cairan atau padat) dan fase
gerak (berupa
cairan dan gas). Pemisahan komponen campuran dapat terjadi karena adanya
perbedaan
kecepatan migrasi. Sedangkan adanya perbedaan kece[atan migrasi ini timbul karena
adanya perbedaan perbandingan distribusi dari komponen camuran antara dua fase
tersebut (Khopkar, 1990).
Sedangkan analisis kuantitatif senyawa rhodamin B dalam sampel lipstick
dapat
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri Uv-Vis. Spektrofotometri Uv-Vis
adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar Uv-vis yang diabsorbsi
oleh
sampel. Sinar Uv dan caha tampakmemiliki energy yang cukup untuk mempromosikan
electron pada kulit terluar ke tingkat energy yang lebih tinggi. Spektrofotometri
Uv-Vis
biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam
larutan.
Sinar Uv berada pada panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar tampak berada
pada panjang gelombang 400-800 nm. Spektrofotometri Uv-Vis bekerja sesuai dengan
hukum Lambert-Beer dimana absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi sampel.
Konsentrasi dalam sampel dapat dihitung dengan mengukur absorbansi pada panjang
gelombang tertentu (Dachriyanus, 2004).
26
o. Timbangan analitik
2. Bahan-bahan Praktikum
a. Amoniak
b. Baku pembanding Rhodamin B
c. HCl 4 M
d. Methanol
e. Na-Sulfat anhidrat
f. Sampel lipstick
E. PROEDUR KERJA
1. Uji Kualitatif
a. Pembuatan larutan uji
Sampel
- Ditimbang 2 gram
- Ditambahkan 16 tetes HCl 4 M dan 5 ml
methanol
- Dipanaskan selama 5 menit hingga sampel
melarut
- Ditambahkan methanol hingga 30 ml
- disaring
Endapan Filtrate
- Ditambahkan Na-Sulfat
anhidrat
- Dimasukkan ke dalam
botol vial
Hasil
- Ditimbang 5 mg
- Dilarutkan dalam 10 ml methanol
- Dihomogenkan
27
Hasil
c. Identifikasi sampel
Pewarna Rhodamin B
- Disiapkan
- Ditotolkan dengan larutan baku dan sampel
secara
terpisah
- Didiamkan hingga mongering
- Dimasukkan ke dalam chamber yang telah
dijenuhkan
dengan propanol : amoniak (9:1)
- Fase gerak dibiarkan naik hingga tanda batas
- dikeringkan
Hasil
Hasil
2. Analisis Kuantitatif
a. Preparasi sampel
Sampel
- Ditimbang 2 gram
- Ditambahkan 16 tetes HCl 4 M dan 5 ml
methanol
- Dipanaskan selama 5 menit hingga sampel
melarut
- Ditambahkan methanol hingga 30 ml
- disaring
Endapan Filtrate
- Ditambahkan Na-Sulfat
anhidrat
- Dimasukkan ke dalam botol
vial
Hasil
28
b. Pembuatan larutan baku
Pewarna Rhodamin B
- Ditimbang 1 mg
- Dilarutkan dalam 10 ml methanol
- Diencerkan hingga 100 ml
Hasil
Hasil
Larutan sampel
Hasil
- Nilai absorbansi sampel dimasukkan dalam
persamaan garis
- Dihitung konsentrasi sampel
Hasil
29
F. HASIL PENGAMATAN
No. Perlakuan Hasil pengamatan
1. Menimbang sampel lipsktik Sampel 1:
sebanyak 2 gram - Berwarna merah, berbentuk cair
Sampel 2:
- Berwarna hijau muda, berbentuk
padat
30
4. Dipanaskan dengan hot plate Sampel 1:
- Lipstick melarut dan ada sedikit
gumpalan.
Sampel 2:
- Pada awalnya padat, kemudian mencair
dan terbentuk minyak
31
7. Ditambahkan Na-sulfat - Na-sulfat anhidrat berwarna putih
- Berbentuk serbuk
- Na-sulfat tidak larut dalam kedua
sampel
32
10. Sampel dirunning dengan KLT - Standar dan sampel 1 dan 2 ditotolkan
dalam chamber yang telah jenuh pada plat KLT
- Standar dan sampel terelusi oleh eluen
11. Diamati dibawah sinar Uv 254 nm - Warna sampel dan standar merah
berflourosensi kuning, menunjukkan
hasil positif.
- Jarak spot standar 6.4 cm
- Jarak spot sampel 1 yaitu 6.4 cm
- Jarak spot sampel 2 yaitu 6.7 cm
33
G. ANALISIS DATA
1. Analisis Kualitatif
Jarak spot standar = 6.4 cm
Jarak spot sampel 1 = 6.4 cm
Jarak spot sampel 2 = 6.7
Jarak elusi = 8 cm
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑝𝑜𝑡
Rf =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑒𝑙𝑢𝑠𝑖
6.4 𝑐𝑚
Rf standar = 8 𝑐𝑚
= 0.8
6.4 𝑐𝑚
Rf sampel 1 = 8 𝑐𝑚
= 0.8
6.7 𝑐𝑚
Rf sampel 2 = 8 𝑐𝑚
= 0.837
2. Analisis kuantitatif
a. Tabel data Absorbansi standar
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 0
1 0.2
2 0.3862
3 0.4854
4 0.644
34
b. Kurva Baku Rhodamin B
0.4 2, 0.3862
0.3
0.2 1, 0.2
0.1
0 0, 0
0 1 2 3
4 5
Konsentrasi (ppm)
Y = 0.1573x + 0.0284
0.3283−0.0284
X = 0.1573
X = 1.906 ppm
Faktor pengenceran
Volume sampel yang diambil = 0.15 ml
Volume pengenceran = 10 ml
10 𝑚𝑙
Fp1 = 0.15 𝑚𝑙
= 66.7 kali
Kemudian dari hasil pengenceran diambil 2 ml
10 𝑚𝑙
Fp2 = 2 𝑚𝑙
= 5 kali
35
Total Fp = 66.7 x 5
= 333.5 kali
= 66.7 mg/mL
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑅ℎ𝑜𝑑𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐵
% kadar = 𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0.636 𝑚𝑔/𝑚𝐿
= 𝑥 100%
66.7 𝑚𝑔/𝑚𝐿
= 0.9535%
H. PEMBAHASAN
Praktikum ini dilakukan analisis kandungan rhodamine B dalam sampel
lipstik.
Analisi yang di lakukan yaitu analisis kualitatif dengan uji kromatografi lapis
tipis dan
analisis kuantitatif dengan spektrofotometri UV-Vis. Sampel yang digunakan
merupakan
lipstick dengan dua merek yang berbeda. Analisis ini dilakukan karena rhodamine B
dalam kosmetik terutama lipstick perlu diawasi keberadaannya sebab penggunaan
rhodamine B dalam suatu sediaan telah dilarang, karena dapat menimbulkan dampak
yang
tidak diharapkan seperti gangguan kesehatan.
Analisis kualitatif ini berfungsi untuk mengidentifikasi keberadaan
rhodamine B
dalam sampel lipstick, yaitu menggunakan KLT yang merupakan salah satu teknik
pemisahan suatu senyawa dengan prinsip adsorpsi dan koefesien partisi. KLT
dilakukan
karena metode ini mudan dan murah. Prinsip KLT yaitu perbedaan kepolaran “like
dissolve like” dimana pelarut yang bersifat polar akan berikatan dengan senyawa
yang
36
bersifat polar dan sebaliknya. Semakin dekat kepolaran antar senyawa dengan eluen
maka
senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
Tahap pertama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah preparasi sampel.
Preparasi sampel dilakukan untuk memperoleh larutan sampel sehingga dapat
dianalisis,
karena dalam KLT sampel yang diuji harus dalam bentuk cairan. Sampel yang telah
ditimbang ditetesi dengan HCl 4 M. larutan HCl 4 M digunakan untuk mendestruksi
senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel lipstick dan menstabilkan rhodamine B agar
tidak berubah dari bentuk terionisasi menjadi bentuk netral. Selanjutnya
ditambahkan
methanol 5 M. Fungsi penambahan methanol yaitu sebagai pelarut, karena rhodamine B
bersifat sangat mudah larut dalam alcohol. Setelah ditambahkan pelarut sampel
dipanaskan di atas hot plate. Tujuan dilakukan pemanasan yaitu untuk mempercepat
proses pelarutan lipstick yang berwujud padat sehingga diperoleh warna larutan dari
masing sampel yaitu merah dan hijau muda. Setelah diperoleh warna larutan tersebut
difiltrasi dengan kertas saring yang sebelumnya telah diencerkan hingga 30 ml.
setelah
disaring ditambahkan Na-Sulfat anhidrat yang berfungsi sebagai penyerap air.
Kemudian
dilakukan penyaringan kembali dengan menggunakan kertas saring. Penyaringan ini
dilakukan untuk memisahkan senyawa rhodamine B yang akan di analisis dari senyawa-
senyawa pengotor yang dapat mengganggu proses analisis, misalnya basis lipstick.
Filtrate
yang didapat berupa warna merah dan hijau bening kekuningan yang diduga berasal
dari
pewarna yang digunakan yaitu rhodamine B. setelah dibuat larutan sampel maka dibuat
larutan rhodamine B standart dengan pelarut yang sama yaitu methanol. Larutan baku
ini
digunakan sebagai pembanding nilai Rf KLT.
Selanjutnya dilakukan preparasi fase diam dan fase gerak dari system KLT.
Fase
diam yang digunakan adalah silicagel, dalam fase diam terdapat plat tipis alumunium
yang
fungsinya untuk tempat pergerakan adsorben sehingga proses migrasi analit oleh
solventnya bisa berjalan. Sedangkan fase gerak yang digunakan adalah campuran
propanol : ammoniak (90:10) dengan total volume 10 ml. elue yang digunakan bersifat
polar dari fase diamnya agar sampel yang polar tidak terikat kuat pada fase
diamnya.
Penggunaan eluen ini disesuaikan dengan sifat polar rhodamine B, karena rhodamine B
memiliki gugus karboksil dan amina yang akan membentuk ikatan hydrogen
intramolekuler dengan pelarut polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar
seperti
alkohol. Oleh karena itu digunakan campuran eluen polar seperti alkohol agar dapat
mengelusi rhodamine B dengan baik.
37
Setelah eluen dibuat maka eluen tersebut dijenuhkan terlebih dahulu. Tujuan
penjenuhan adalah untuk memastikan partikel fase gerak terdistribusi merata pada
seluruh
chamber sehingga proses pergerakan spot diatas fase diam oleh fase gerak
berlangsung
optimal. Dengan kata lain penjenuhan dilakukan untuk mengoptimalkan naiknya eluen.
Selain itu juga berfungsi untuk menghindari hasil tailing pada plat KLT.
Selama prose penjenuhan, dilakukan persiapan fase diam. Plat KLT yang
digunakan adalah 10 x 5 cm. Plat KLT diberi batas atas dan batas bawah maing-masing
1
cm. Fungsinya yaitu sebagai penanda jarak tempuh eluen. Batas bawah plat dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak terendam oleh eluen. Setelah itu dilakukan penotolan
larutan baku dan sampel dengan menggunakan pipa kapiler. Tujuan penotolan
menggunakan pipa kapiler yaitu agar hasil penotolan yang terbentuk kecil karena
dalam
KLT penotolan yang baik diusahan sekecil mungkin untuk mengindari pelebaran spot
dan
jika sampel yang digunakan terlalu banyak dapat mengganggu nilai Rf karena
memungkinkan terjadinya himpitan puncak. Penotolan dilakukan digaris bawah plat
yang
telah dibuat sebelumnya. Kemudian penotolan dibiarkan mengering. Penotolan plat KLT
juga tidak diperbolehkan dengan jarak yang terlalu dekat, untuk menghindari
bergabungnya spot masing-masing larutan dan juga tidak boleh terlalu pekat untuk
menghindari adanya tailing.
Selanjutnya plat KLT dimasukkan kedalam chamber tertutup yang berisi fase
gerak. KLT ini menggunakan metode ascending (naik). Kemudian fase gerak dibiarkan
naik sampai tanda batas akhir. Meskipun melawan gravitasi, namun eluen tetap dapat
naik
karena adanya afinitas. Dalam proses naiknya fase gerak, komponen-komponen berbeda
dari campuran berjalan pada tingkat yang berbeda sesuai dengan kepolarannya.
Setelah
mencapai batas akhir, plat KLT diangkat dan dibiarkan mongering diudara dengan
tujuan
untuk menguapkan sisa pelarut yang ada.
Kemudian diamati dibawah sinar Uv 254 nm. Uv 254 nm merupkan deteksi
universal yang dapat digunakan untuk senyawa yang berflourosensi seperti rhodamin
B.
hasilnya yaitu terbentuk 2 spot berflourosensi berwarna merah muda kuning dengan
nilai
Rf yang berdekatan. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh jarak spot sampel 1 yitu
6.4
cm dan sampel 2 yaitu 6.7 cm. sedangkan jarak spot standar yaitu 6.4 cm. Dari jarak
spot
tersebut dihitung nilai Rf masing-masing sampel dan standar sehingga didapt nilai
Rf
standar, sampel 1 dan sampel 2 masing-masing berturut-turut adalah 0.8; 0.8; dan
0.873.
38
walaupun nilai Rf sampel 2 sedikit berbeda, akan tetapi masih dalam rentang
toleransi
sehingga kedua sampel mengindikasikan adanyawa rhodamin B.
Dalam KLT, factor-faktor yang dapat mempengaruhi pemisahan komponen
adalah struktur kimia dari senyawa dan penyerapan dan derajat aktifitasnya, tebal
dan
kerapatan zat penyerap, kemurnian pelarut, derajat kejenuhan, teknik percobaan,
jumlah
cuplikan,, temperature dan kesetimbangan.
Selain uji kualitatif, dilakukan juga uji kuantitatif. Analisis kuantitatif
ini
bertujuan unutk mengetahui kadar rhodamin B dalam sampel lipstick karena
berdasarkan
uji kualitatif, sampel mengandung rhodamin B. analisis kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometri Uv-Vis. Metode ini mempunyai prinsip mengikuti hukum
Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa konsentrasi suatu zat berbanding
lurus dengan jumlah cahaya yang diabsorpsi. Dengan demikian, dari pengukuran
spektrofotometri dapat dihitung konsentrasi sampel yang dianalisis.
Alasan menggunakan metode analisis spektrofotometri Uv-Vis adalah karena
senyawa rhodamin B memiliki gugus kromofor yaitu gugus dalam senyawa organic yang
mampu menyerap sinar Uv-Vis seperti gugus karboksil, senyawa aromatic. Selain itu
juga
rhodamin B memiliki gugus auksokrom, alas an lain yaitu karena metode ini mudah
dilakukan.
Hal pertama yang dilakukan adalah pembuatan laruran baku. Larutan baku
diabuat
denga varian konsentrasi yang berbeda yaitu 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, dan 4 ppm. Setelah
dibuat larutan baku kemudian dibuat larutan sampel. Prosedur dan bahan preparasi
sampel
sama seperti pada analisis kualitatif. Hanya saja sampel diencerkan denga cara
sebanyak
0.15 ml sampel diencerkan hingga 10 ml. kemudian dari 10 ml diambil 2 ml smapel
lalu
diencerkan lagi hingga 10 ml. Tujuan dari pengenceran ini adalah agar absorbansi
tidak
melebihi aborbansi ideala yaitu antara 0.2-0.8
Setelah dilakukan pengenceran, larutan kemudian diukur pada panjang
gelombang, suhu, kuvet dan kondisi pelarut yang sama. Karena jika dilakukan dalam
kondisi yang berbeda maka akan memberikan nilai pengukuran yang berbeda dab tidak
mengikuti hukum Lambert-Beer. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang
memberikan absorbansi maksimum karena pada panjang gelombang yang memberikan
serapan maksimum, kepekaannya juga maksimum. Selain itu disekitar panjang gelombang
maksimum, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi ini hukum Lambert-Beer
39
akan terpenuhi serta jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan
oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan sagat kecil.
Penetuan panjang gelombag maksimum pada rhodamin B dilakukan pada rentang
panjang gelombang 400-800 nm. Hal ini dilakukan karena larutan rhodamin B merupakan
larutan berwarna ehingga dipilih sinar tampak yang mempunyai panjang gelombang 400-
750 nm. Hasil penentuan panjang gelombang dengan serapan maksimum larutan
rhodamin B diperoleh panjang gelombang pada 529 nm. Panjang gelombang maksimum
yang diperoleh akan berbeda-beda tergantung dari alat yang digunakan.
Sebelum melakukan pengukuran, dilakukan pengukuran blnko terlebih dahulu.
Blanko yatu pengukuran absorbansi pelarut yang digunkana yaitu methanol. Tujuannya
yaitu agar alat mengenali pelarut sebagai pengotor. Absorbansi dari pelarut
tersebut di
nolkan. Dengan demikian, pengukuran absorbansi sampel rhodamin B tidak kan
dipengruhi oleh absorbansi pelarutnya. Kemudian masing-masing konsentrasi
dimasukkan
ke dalam kuvet. Kuvet yang digunakan harus bersih dan kering dan sisi bening kuvet
tidak
boleh tersentuh tangn untuk meminimalisir kontaminasi dari jari untuk mencegah
kesalahan pembacaan absorbansi. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 529 nm.
Dalam proses ini, alat spektrofotometri menembakkan energy dengan panjang gelombang
tertentu pada senyawa rhodamin B yang dianalisis. Hal ini membuat electron senyawa
akan tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi. Setelah mengalami eksitasi, electron
tersebut
akan turun kembali ke keadaan dasar, sambil melepaskan emisis yang akan terukur
oleh
detector. Output yang dihasilkan berupa absorbansi.
Dari hasil pengukuran diperoleh absorbansi yang berbeda-beda pada setiap
konsentrasi. Pada konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, dan 4 ppm diperoleh absorbansi
berturut-turut 0.2; 0.3862; 0.4854 dan 0.644. dalam hal ini, absorbansi berbanding
lurus
dengan konsentrasi. Peningkatan konsentrasi diikuti dengan peningkatan absorbansi,
meskipun peningkatannya tidak konstan. Absorbansi yang diperoleh kemudian diplotkan
menjadi kurva baku. Fungsi x dalam kurva yaitu konsentrasi standard an fungsi y
sebagai
absorbansi yang dihasilkan. Sehingga persaman garis yang dihasilkan adalah Y =
0.1573x
+ 0.0284 dengan nilai R2 = 0.9869 atau R = 0.993. dari ilia R yang mendekati 1 maka
dapat dikatakan kurva tersebut linier.
Dari persamaan yang diperoleh dapat dihitung konsentrasi dari sampel. Hasil
perhtungan didapatkan konsentrasi rhodamin B yaitu 635.651 ppm atau setara dengan
40
0.636 mg/mL yang diperoleh dari absorbansi sampel 0.3283. dengan demikian
diperoleh
persentase rhodamin B dalam sampel lipstick tersebut adalah 0.9535%.
I. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yag telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sampel
mengandung rhodamin B dengan nilai Rf sampel 1 dan sampel 2 masing-masing adalah
0.8 dan 0.873, sedangkan nilai Rf standar adalah 0.8. sedangkan secara
kuantitatif,
absorbansi sampel adalah 0.3283 pada panjang gelombang 529 nm. Dengan kadar
rhodamin B sdalam sampel sebesar 0.636 mg/mL dengan persentase 0.95353%.
41
DAFTAR PUSTAKA
Afriyeni, Helmic dan Nila Wie Utari. 2016. Identifikasi Zat Warna Rhodamin B Pada
Lipstick Berwarna Merah Yang Beredar Di Pasar Raya Padang. Jurnal Farmasi
Higea
Vol. 8 No. 1.
Bakheet, A A. dan Xia Shi Zhu. 2017. Determination Of Rhodamin B Pigment In Food
Samples By Ionic Liquid Coated Magneti Core/Shell Fe3O4.SiO2 Nanoparticles
Coupled With Flourosence Spectrophotometry. Science Journal of Chemistry Vol.
5
No. 1.
Hasanah, Aliya Nur, dkk. 2012. Identifikasi Rhodamin B Pada Produk Pangan Dan
Kosmetik
Yang Beredar Di Bandung. JIKI Vol. 12 No. 1.
42