Anda di halaman 1dari 111

BUKU REFERENSI

KEHAMILAN DAN GANGGUAN PENGLIHATAN

(Pregnancy and visual disorder)

Penyusun:
1. dr. Supriyatiningsih, SpOG, M.Kes, bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
2. dr. Nur Shani Meida, SpM, M.Kes, bagian Ilmu Penyakit Mata

ISBN: 978-623-223-101-6

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER,


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2020

i
DAFTAR ISI

Buku Referensi ................................................................................................................ i


Daftar Isi .......................................................................................................................... ii
Daftar Tabel Dan Gambar ............................................................................................ iii
Daftar Gambar ................................................................................................................ iv
Kata Pengantar ................................................................................................................ vi
BAB I Pengantar Kehamilan Dan Gangguan Penglihatan............................................ 1
BAB II Fisiologi Kehamilan Dan Organ Mata.............................................................. 5
BAB III Perubahan Fisiologi Selama Kehamilan ....................................................... 15
BAB IV Patologi Kehamilan Yang Berakibat Gangguan Penglihatan........................ 18
BAB V Perubahan Hormonal Selama Kehamilan ..................................................... 41
BAB VI Efek Kehamilan Terhadap Segmen Anterior Mata ..................................... 46
BAB VII Perubahan Tekanan Intra Okuler (Tio)...................................................... 49
BAB VIII Efek Kehamilan Terhadap Segmen Posterior Mata ................................. 51
BAB IX Preeklampsia Dan Eklampsia Sebagai Penyebab Visual Disorder.............. 55
BAB X Pengelolaan Preeklampsia .............................................................................. 60
BAB XII Miopia Dalam Kehamilan (Diagnosis, Komplikasi Dan Pencegahan) ...... 69
BAB XIII Cara Persalinan Pada Beberapa Kasus ...................................................... 79
BAB XIV Obat Glaukoma Pada Kehamilan .............................................................. 83
BAB XV Aktivitas Self-Care Bagi Ibu Hamil Selama Kehamilan, Persalinan Dan
Menyusui ....................................................................................................................... 92
Daftar Pustaka ............................................................................................................... 99

ii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1. Perubahan Mammae Selama Kehamilan 10


Tabel 2. Angka Kejadian Preeklamsia dan Eklamsia Dibeberapa Rumah Sakit di
Indonesia 56
Tabel 3. Klasifikasi Miopia 70

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Dry Eye Sindrom 2
Gambar 2. Vogt-Koyanagi-Harada Syndrome 4
Gambar 3. Proses Kehamilan 5
Gambar 4. Perubahan Sistem Reproduksi 7
Gambar 5. Perubahan Payudara Selama Kehamilan 9
Gambar 6. Bagian Dalam Payudara 10
Gambar 7. Struktur Anantomi Mata dan Barrier Okuler 12
Gambar 8. Lapisan-lapisan dari Kornea 13

Gambar 9. Spindel Krunkenberg 16

Gambar 10. Exudative Retinal Detachment 19

Gambar 11. Endema Makula 22

Gambar 12. Kelainan Refraksi pada Mata 23

Gambar 13. Pappiloedema VS Normal 26

Gambar 14. Tumor Hipofisis 27

Gambar 15. Meningioma 29

Gambar 16. Taxoplasma dan Siklus Hidupnya 31


Gambar17. Atrofi Papil Nervus Opticus 34
Gambar 18. Central Serous Retinopathy 37
Gambar 19. Grafik Kadar Hormon Plasenta Selama Kehamilan 41
Gambar 20. Kornea dengan Gambaran Krunkenberg Spindels 47
Gambar 21. Perbandingan Gambaran Normal Retina dan Diabetic 51
Gambar 22. Central Serous Chorioretinopati 52
Gambar 23. Retinitis Pigmentosa 53
Gambar 24. Retinopati Hipertensi dengan Gambaran Perubahan Pembuluh 58
Darah
Gambar 25. Hipertensive Retinopathy Grade – 4 66
Gambar 26. Ablasio Retina karena Hipertensi dalam Kehamilan 67

iv
Gambar 27. Miopia Cresent 67
Gambar 28. Fundus Trigroid 71
Gambar 29. Robekan Retina yang Terlokalisasi Dikelilingi Perut Laser 72
Gambar 30. Alat Oftalmokopi dan Cara Pemerikasaan Funduskopi 75
Gambar 31. Alat Bantu Persalinan Vakum 77
Gambar 32. Alat Bantu Persalinan Forsep 80
Gambar 33. Beta Blocker 81

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Alloh SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga buku referensi ini dapat disusun untuk memperkaya khasanah
referensi para petugas kesehatan.

Penglihatan menjadi kabur adalah gangguan yang sering terjadi pada


ibu hamil. Apabila ibu hamil selama sebelum hamil sudah menggunakan alat
bantu kacamata atau lensa kontak, dan penglihatan kabur, kemudian selama
hamil sering menjadi lebih parah, hal itu terjadi karena perubahan hormon
tubuh yang mempengaruhi fokus pandang mata pada saat hamil.

Buku referensi ini mengupas tentang fisiologi kehamilan, perubahan


pada kerja fisiologi mata saat kehamilan dan berbagai penyakit kehamilan
yang menyebabkan parahnya gangguan pada mata serta berbagai alternatif
mode of delivery saat ibu melahirkan.

Buku ini disusun oleh penulis dari bagian ilmu Obstetri dan Ginekologi
dan bagian Ilmu Penyakit Mata sebagai bentuk kolaborasi multidisiplin untuk
memberikan pengetahuan dan pelayanan yang lebih baik kepada para pasien
di fasilitas kesehatan.

Yogyakarta, ........... 2020

Tim Penyusun

vi
BAB I
PENGANTAR KEHAMILAN DAN GANGGUAN
PENGLIHATAN

☺☺☺

Selama kehamilan sejumlah besar wanita mengalami perubahan


dalam organ tubuhnya misalnya pada kedua mata (okular), perubahan
sistemik terkait hormonal, metabolisme, hematologik, sistem
kardiovaskular dan sistem imunologi. 13 Pada proses kehamilan akan
banyak terjadi perubahan fisiologis pada seluruh tubuh, salah satunya
mata. Kehamilan sering dikaitkan dengan perubahan okular yang
mungkin lebih sering bersifat sementara, tetapi juga bisa permanen. Hal
ini mungkin terkait dengan perkembangan dari kondisi-kondisi okular
yang baru, atau kondisi okular yang sudah ada sebelum kehamilan. 24
Efek okular kehamilan mungkin fisiologis atau patologis atau
mungkin modifikasi dari kondisi sebelumnya. Perubahan segmen
anterior termasuk penurunan aliran kapiler daerah konjungtiva dan
peningkatan granularitas konjungtiva terjadi pada venula dan
kelengkungan kornea, perubahan ketebalan kornea, indeks bias,
akomodasi dan bias kesalahan, dan penurunan tekanan intraokular. 20, 21
Perubahan segmen posterior termasuk memburuknya retinopati, Pusat
serous korioretinopati, peningkatan risiko perifer terjadinya distrofi
vitreokorioretinal dan pelepasan retina, dan efek yang menguntungkan
pada non menular uveitis. Efek okular pada kehamilan dapat dibagi
menjadi perubahan fisiologis, kondisi patologis atau modifikasi dari
kondisi yang sudah ada. 20, 22

Pengaruh Kehamilan terhadap Fisiologi Okular

Pengaruh kehamilan terhadap fungsi mata telah diteliti secara luas.


Perubahan kornea kebanyakan dikaitkan dengan retensi cairan
termasuk penurunan sensitivitas kornea serta peningkatan kedua
lengkungan dan ketebalan kornea. 23 Untuk itu, meskipun dengan
penggunaan lensa kontak namun kebanyakan pasien agak kesulitan
dalam menggunakannya selama kehamilan sehingga cara terbaik adalah

1
menunda penggunaan kontak lensa hingga beberapa minggu setelah
melahirkan. Perubahan kornea terjadi biasanya pada trimester ketiga
atau minggu akhir kehamilan dan dapat terjadi perubahan refraksi
sementara. Kehamilan juga memicu dry-eyes sindrom berkaitan dengan
gangguan sel asinar lakrimal. 22

Gambar. 1. Dry-Eye Sindrom

Berbagai perubahan terjadi baik secara fisiologis dan patologis pada


mata karena kehamilan, yaitu: 35
1. Perubahan fisiologis:
 Kornea : sensitifitas kornea menurun dan peningkatan
kelengkungan kornea pada kebanyakan ibu hamil trimester
ketiga dan kembali normal setelah melahirkan berhubungan
dengan penebalan ringan pada kornea karena edema.
 Tekanan intraokuler : penurunan tekanan intraokuler dapat
timbul selama kehamilan dan kadang bertahan hingga beberapa
bulan setelah melahirkan. Berbagai teori telah dikemukakan
untuk menjelaskan mekanisme ini, tapi sampai sekarang masih
belum ada yang memuaskan. Penurunan tekanan intraokuler
inilah yang dipercaya meningkatkan insiden ablasio retina pada
persalinan ibu hamil pervaginam yang menderita miopia sedang-
berat.

2
 Perubahan lapangan pandang : terdapat spekulasi yang meluas
mengenai stadium dan mekanisme defek lapangan pandang
yang dapat timbul pada ibu hamil. Defek lapangan pandang ini
dapat berupa defek bitemporal, konsentrik, atau pembesaran
bintik buta. Apabila defek lapangan pandang menjadi berat,
dibutuhkan pemeriksaan yang lebih lanjut dan teliti.
2. Perubahan patologis:
 Pada pre-eklampsia : pada satu dari tiga kasus, terdapat kelainan
pada mata, dimana pasien dapat mengeluhkan pandangan
buram, silau, skotoma, dan penglihatan ganda. Kelainan ini
dapat bermanifestasi menjadi retinopati hipertensi, neuropati
optik, ablasio retina, perubahan kortikooksipital, dan kebutaan
kortikal.
 Retinopati sentral berat : kebanyakan timbul pada trimester
ketiga, dan sembuh pada beberapa bulan setelah melahirkan
dan akan kambuh kembali pada kehamilan berikutnya, pada
mata yang sama, dimana mekanisme penyebabnya masih tidak
jelas.
 Peningkatan tekanan intracranial : umumnya timbul pada ibu
hamil yang gemuk dan berumur 30-an tahun, tapi dapat pula
timbul pada wanita yang tidak hamil.
 Kelainan vaskular oklusif : disebabkan oleh keadaan darah ibu
hamil yang hiperkoagulasi, yang mencakup berbagai perubahan
pada platelet, faktor pembekuan, dinamika aliran darah pada
arteriovena. Kelainan tersebut dapat menyebabkan sumbatan
pada arteri dan vena retina, disseminated intravascular
coagulation, purpura trombositopenik trombotik, emboli cairan
ketuban, dan trombosis vena cerebral.
 Kelainan lain : pada beberapa kasus, dapat terjadi ptosis yang
unilateral setelah persalinan pervaginam.
 Kehamilan dapat memperberat sejumlah kelainan yang sudah
ada sebelumnya, seperti : retinopati diabetik, adenoma pituitari,
meningioma, penyakit grave, retinitis pigmentosa; sedangkan
pada miopia berat dapat menetap; dan pada Vogt-Koyanagi-
Harada syndrome menjadi lebih ringan, bahkan dapat sembuh
sempurna.

3
Gambar. 2. Vogt-Koyanagi-Harada Syndrome

4
BAB II
FISIOLOGI KEHAMILAN DAN ORGAN MATA

☺☺☺

A. FISIOLOGI KEHAMILAN

Fisiologi kehamilan adalah seluruh proses fungsi tubuh


pemeliharaan janin dalam kandungan yang disebabkan pembuahan sel telur
oleh sel sperma, saat hamil akan terjadi perubahan fisik dan hormon yang
sangat berubah drastis. 35 Organ reproduksi interna wanita adalah alat
pembuahan atau kandungan bagian dalam yang meliputi ovarium, tuba
falopi, uterus, dan vagina. Organ reproduksi eksterna wanita adalah alat
pembuahan atau kandungan bagian luar yang meliputi mons veneris, labia
mayor, labia minor, klitoris, introitus vagina, introitus uretra, kelenjar
bartholini dan anus. Payudara/mamae/susu adalah kelenjar yang terletak di
bawah kulit dan di atas otot dada. 35, 52

Proses kehamilan adalah mata rantai yang berkesinambungan dan


terdiri dari ovulasi pelepasan ovum, terjadi migrasi spermatozoa dan ovum,
terjadi konsepsi dan pertumbuhan zigot, terjadi nidasi (implantasi) pada
uterus, pembentukan plasenta, tumbuh kembang hasil konsepsi sampai
aterm. 58

Gambar 3. Proses Kehamilan

5
Proses Kehamilan

1. Ovulasi

Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh


system hormonal yang kompleks.

2. Spermatozoa

Proses pembentukan spermatozoa merupakan proses yang


kompleks. Spermatogonium berasal dari sel primitive tubulus, menjadi
spermatosit pertama, menjadi spermatosit kedua, menjadi spermatid,
akhirnya menjadi spermatozoa. Pada setiap hubungan seks
ditumpahkan sekitar 3 cc sperma yang mengandung 40-60 juta
spermatozoa tiap milliliter. Bentuk spermatozoa seperti cabang yang
terdiri atas kepala (lonjong sedikit gepeng mengandung inti), leher
(penghubung antara kepala dan ekor), ekor (panjang sekitar 10x kepala,
mengandung energy sehingga dapat bergerak). Sebagian kematian dan
hanya beberapa ratus yang mencapai tuba falopi. Spermatozoa yang
masuk ke dalam genetalia wanita dapat hidup selama 3 hari, sehingga
cukup waktu untuk mengadakan konsepsi.

3. Fertilisasi

Pembuahan terjadi umumnya di ampula tuba. Ovum dibuahi


dalam 12 jam setelah ovulasi, atau bila tidak akan segera mati dalam 24
jam. Dalam saluran reproduksi wanita, spermatozoa mengalami
kapasitasi sebelum membuahi ovum à dilepaskan enzim Corona
Penetrating Enzyme (CPE) untuk mencerna korona radiata dan
hialuronidase untuk mencerna zona pellusida

4. Implantasi

Perubahan dari fase proliferatif ke fase sekresi endometrium


merupakan bagian yang penting dalam menyiapkan kondisi reseptif
untuk terjadinya implantasi. Ketebalan endometrium pada fase
midluteal berkisar 10-14 mm. Pada saat ini aktivitas sekresi mencapai
puncaknya. Implantasi didefinisikan sebagai proses melekatnya embrio

6
pada dinding uterus dan menembus epitel serta sistem sirkulasi ibu
untuk membentuk plasenta. Implantasi terjadi 5-7 hari sesudah
terjadinya fertilisasi. Tempat terjadinya implantasi biasanya pada fundus
uteri bagian posterior.

5. Sirkulasi plasenta

Darah venosa (tanpa oksigen) meninggalkan janin melalui a


umbilikalis dan masuk ke dalam plasenta Darah arteri (teroksigenasi)
masuk ke dalam janin melalui v umbilikalis. Tidak terdapat
percampuran darah antara darah ibu dan janin. Terdapat barrier
plasenta yang terdiri dari 4 lapisan: sinsitiotrofoblas, sitotrofoblas,
jaringan ikat dalam core, dan endothelium kapiler janin.

Adaptasi Ibu Terhadap Kehamilan

Adaptasi secara anatomi, fisiologi dan biokimia. Perubahan


terjadi oleh karena perubahan fungsi endokrin maternal. Beberapa
perubahan terjadi segera sesudah terjadinya fertilisasi dan berlanjut selama
kehamilan. 65

Gambar 4. Perubahan Sistem Reproduksi

7
Perubahan Sistem Reproduksi
1. Uterus
a. Terjadi pertambahan ukuran sel-sel otot uterus
b. Terjadi lightening pada akhir-akhir kehamilan
c. Pengaruh hormon estrogen dan progesteron :

 Hipertrofi dan dilatasi otot


 Penumpukan jaringan fibrosa dan elastik untuk
menambah kekuatan dinding uterus
 Penambahan jumlah dan ukuran pembuluh darah vena
 Dinding uterus semakin lama semakin menipis
 Uterus kehilangan kekakuan dan menjadi lunak dan tipis
bersamaan dengan bertambahnya umur kehamilan

2. Serviks

Terjadi pelunakan dan sianosis pada serviks. Kelenjar pada


servik mengalami proliferasi. Segera setelah terjadi konsepsi mucus
yang kental akan diproduksi dan menutup kanalis servikalis. Pada
onset persalinan akan dihasilkan mucus plug yang ditandai dengan
adanya bloody show.

3. Ovarium

Biasanya hanya korpus luteum tunggal akan ditemukan pada


ovarium ibu hamil. Berfungsi maksimal pada usia kehamilan 6-7
minggu (4-5 minggu pasca ovulasi), memberikan konstribusi
terhadap produksi progesteron. korpus luteum mengalami regresi
pada minggu ke-8.

4. Vagina dan perineum

 terjadi peningkatan vaskularitas dan hiperemia pada kulit dan


otot pada perineum dan vulva.
 Jaringan ikat mengalami perlunakan.
 Chadwick sign disebabkan oleh hiperemia.
 adanya keputihan oleh karena sekresi serviks yang meningkat
sebagai akibat stimulasi estrogen.

8
5. Vulva
 Vaskularisasi meningkat
 Warna menjadi lebih gelap

Perubahan Payudara

1. Pada 3-4 minggu ada sensasi rasa nyeri, duktus dan alveoli
membesar
2. Pada 6 minggu ukuran payudara bertambah besar
3. Pada 8 minggu mulai tampak 12-13 nodul kecil disekitar areola,
merupakan kelenjar sebasea yang terdapat pada nipple (puting
susu) yang mengalami perubahan, serta menghasilkan sebum
(kelenjar keringat yang ada di puting) yang menjaga agar mammae
tetap lembut dan kenyal
4. Pada 12 minggu puting susu membesar dan melunak, areola
meluas, terjadi pigmentasi (berwarna lebih gelap) dengan
diameter awal 4 cm, diameter maksimal 7 cm
5. Pada 16 minggu terdapat pengeluaran kolostrum

Gambar 5. Perubahan Payudara Selama Kehamilan

9
Gambar 6. Bagian Dalam Payudara

Umur Kehamilan (minggu) Perubahan


3-4 minggu Rasa penuh pada payudara

6 minggu Terjadi pembesaran dan sedikit


nyeri
8 minggu
Pelebaran pembuluh darah vena
8 minggu disekitar mammae

12 minggu Kelenjar montgomery mulai


tampak
16 minggu
Penggelapan disekitar areola dan
putting

Colostrum sudah mulai


dikeluarkan

Tabel 1. Perubahan Mammae Selama Kehamilan

10
Perubahan Sistem Pencernaan

1. Terjadi perubahan posisi lambung dan usus akibat


perkembangan uterus
2. Penurunan tonus dan motilitas saluran gastro intestinal
menyebabkan waktu pengosongan lambung menjadi lebih lama
3. Penyerapan makanan meningkat
4. Terjadi konstipasi yang dapat meningkatkan terjadinya
haemoroid
5. Adanya refluks sekret-sekret asam ke esofagus menyebabkan
terjadinya pirosis (nyeri ulu hati)
6. Gusi menjadi melunak dan mudah berdarah (hiperemi)

Perubahan Sistem Muskuloskeletal

1. Terdapat peningkatan mobilitas sendi sakroiliaka,


sakrokoksigeal dan sendi pubis karena pengaruh hormonal
2. Perubahan postur menyebabkan rasa tidak nyaman di punggung
bagian bawah
3. Peningkatan volume darah, bersamaan dengan distensi pada
vena dan tekanan uterus menyebabkan oedema pada kaki, vulva
dan saluran anal, sehingga beresiko terjadi varises vena dan
sering hemoroid

B. ORGAN MATA

Mata adalah salah satu organ yang paling kompleks pada tubuh
manusia. Pada mata manusia, terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan paling
luar terdiri atas kornea dan sklera. Kornea berfungsi mengumpulkan
dan meneruskan cahaya menuju lensa yang selanjutnya akan diteruskan
ke retina serta sebagai barier atau pelindung dari agen infeksi dan
kerusakan struktural akibat trauma. Sedangkan sklera berfungsi
membentuk jaringan penyambung yang mampu melindungi mata dari
trauma yang berasal dari internal maupun eksternal serta
mempertahankan bentuk bola mata. Kornea dan sklera dihubungkan di
limbus. 29,72

11
Gambar 7. Struktur Anatomi Mata dan Barrier Okular

1. Kornea

Kornea merupakan bagian paling terdepan dari mata,


terletak di depan iris dan pupil. Kornea memiliki jaringan saraf
yang paling tebal di antara organ dalam tubuh, nervus yang paling
banyak adalah nervus sensorik, merupakan kelanjutan dari cabang
nervus optalmika dari nervus trigeminus. Diameter horizontal
kornea manusia berkisar 11.5 mm dan diameter vertikal berkisar
10.5 mm.

Daerah optik (pre papiller-kornea) yang berfungsi sebagai


media refraksi berdiameter 4 mm dan berlokasi di pusat kornea,
bagian depan dari pupil. Kornea bersifat avaskular dan cabang dari
arteri siliaris anterior berakhir di limbus.

12
Gambar 8. Lapisan-Lapisan dari Kornea

Terdapat lima lapisan yaitu : lapisan epitelium, membran


Bowman’s, stroma lamellar, membran Descemet’s serta
endotelium. Permukaan dari epitel kornea dibungkus oleh air
mata, yang melindungi mata dari zat kimiawi, zat toksik, dan benda
asing serta dari invasi mikroba.

2. Retina

Retina merupakan jaringan yang terletak di permukaan


dalam dari mata, yang mengelilingi cavum vitreus. Selama
embriogenesis, retina vertebra berkembang dari mangkok optik.
Bagian belakang terbentuk dari proses invaginasi vesikel optikus.
Retina terlindungi oleh sklera dan kornea.

Neural dari retina terdiri atas enam kelas yaitu fotoreseptor,


sel bipolar, sel horizontal, sel amakrin, serta sel ganglion, yang akan
menangkap dan memproses signal cahaya. Sel fotoreseptor terdiri
atas dua yaitu sel kerucut dan sel batang. Pada manusia, jumlah sel
batang lebih banyak dari sel kerucut. Sel fotoreseptor bertanggung
jawab terhadap fototransduksi, yakni mengubah cahaya menjadi
signal listrik.

13
3. Lensa

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk


lensa di dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata
terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan)
berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi.

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di


dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang
membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan
membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan
memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk
nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling
dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa.

Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan


dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda
dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan
nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya
korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras
dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa
terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya
pada badan siliar. Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:

 Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam


akomodasi untuk menjadi cembung
 Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media
penglihatan,
 Terletak ditempatnya, yaitu berada antara camber posterior dan
badan vitreus yang berada di sumbu mata.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:


 Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
keruh atau apa yang disebut katarak,
 Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi
 Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi
bertambah besar dan berat

14
BAB III
PERUBAHAN FISIOLOGI SELAMA KEHAMILAN
☺☺☺

Perubahan fisiologis akibat kehamilan yang paling sering adalah


peningkatan pigmentasi di sekitar mata. Gelap wajah selama kehamilan
disebut sebagai cloasma atau melasma dan berkembang melalui peningkatan
estrogen, progesteron, dan hormon perangsang melanosit. Ptosis unilateral
biasanya selama kehamilan dan setelah persalinan normal. Ptosis diyakini
berkembang sebagai akibat dari cairan dan efek hormonal pada levator
aponeurosis, dan akan sembuh setelah melahirkan.4

Penurunan kapiler konjungtiva dan peningkatan granularitas pada


venula konjungtiva dapat terjadi, dan dapat sembuh pada periode postpartum.
Kehamilan juga dapat mempengaruhi fisiologi film air mata dan menyebabkan
mata kering. Ini mungkin disebabkan oleh peningkatan reaksi kekebalan
dalam sel-sel duktus lakrimal dan penghancuran langsung sel asinar oleh
prolaktin, mengubah faktor pertumbuhan beta-1 dan epidermal faktor
pertumbuhan. Mata kering dapat diperparah oleh dehidrasi akibat mual dan
muntah dan penggunaan obat anti mual. 10 Selama kehamilan mungkin ada
penurunan sensitivitas kornea yang akan menjadi lebih jelas menjelang akhir
kehamilan. Kornea menebal sebagai respons terhadap edema kornea.
Perubahan kelengkungan kornea dapat terjadi, meningkat pada akhir
kehamilan dan membaik setelah berakhirnya periode kelahiran dan
menyusui. Perubahan edema terkait dengan ketebalan kornea dan indeks bias
dapat terjadi, hal ini dapat mempengaruhi refraksi. Perubahan pada kornea
dan sistem lakrimal selama kehamilan dapat menyebabkan intoleransi lensa
kontak. 10, 22, 23

Peningkatan kelengkungan lensa dapat menyebabkan pergeseran


rabun. Kehilangan akomodasi sementara dan ketidakcukupan selama
kehamilan dan periode menyusui setelah melahirkan telah dilaporkan. Oleh
karena itu, penggunaan kacamata dan lensa kontak baru harus dihindari

15
selama kehamilan, dan sebaiknya ditunda sampai beberapa bulan setelah
melahirkan. Operasi refraktif merupakan kontraindikasi selama kehamilan.
Spindel Krukenberg dapat muncul dalam dua trimester pertama;
dengan semakin mudahnya aliran keluar pada trimester terakhir dan pasca
persalinan, spindel menyusut dan menghilang. 51

Gambar 9. Spindel Krukenberg

Tekanan intraokular (TIO) menurun selama kehamilan. Penurunan


19,6% untuk individu dengan TIO normal dan penurunan 24,4% untuk
pasien hipertensi okular. Berbagai mekanisme telah diusulkan untuk
menjelaskan pengurangan TIO terkait kehamilan, termasuk peningkatan
aliran air, tekanan vena episkleral yang lebih rendah karena penurunan
resistensi vaskuler sistemik, kekakuan skleral yang lebih rendah sebagai
akibat dari peningkatan elastisitas jaringan, dan asidosis umum selama
kehamilan. Glaukoma yang ada biasanya membaik selama kehamilan,
meskipun ada laporan kasus di mana TIO sulit diatur. Pasien hamil mungkin
tidak ingin menggunakan obat glaukoma karena efek teratogeniknya; dalam
situasi itu, kebutuhan untuk pengobatan dapat dikurangi dengan laser
trabeculoplasty sebelum pasien berencana untuk hamil. Selama kehamilan
normal, tidak ada perubahan fisiologis pada arteriol retina, venula dan
kapiler bed telah diamati. 41

16
Perubahan dalam bidang visual dapat terjadi. Kelenjar pituitari
tumbuh secara fisiologis selama kehamilan; ini dapat menyebabkan
perubahan seperti defek bidang visual konsentris bitemporal dalam kasus-
kasus hubungan anatomis abnormal antara kelenjar hipofisis dan chiasma
optik.

17
BAB IV
PATOLOGI KEHAMILAN YANG BERAKIBAT
GANGGUAN PENGLIHATAN

☺☺☺

Patologi kehamilan adalah penyulit atau gangguan atau komplikasi yang


menyertai ibu saat hamil. Patologi merupakan cabang bidang kedokteran yang
berkaitan dengan ciri-ciri dan perkembangan penyakit melalui analisis
perubahan fungsi atau keadaan bagian tubuh. Bidang patologi terdiri atas
patologi anatomi dan patologi klinik. Ahli patologi anatomi membuat kajian
dengan mengkaji organ sedangkan ahli patologi klinik mengkaji perubahan pada
fungsi yang nyata pada fisiologis tubuh.34

Perubahan patologis yang sering terjadi pada kehamilan adalah


pembengkakan di pusat penglihatan (macula). 34 Ini terjadi karena kebocoran di
lapisan saraf mata (retina) yang kemudian cairannya terkumpul di pusat
penglihatan, istilah medisnya, Central Serous Retinophaty. Umumnya, gejala
yang dikeluhkan oleh ibu adalah penurunan tajam penglihatan atau penglihatan
bagian tengah lebih kabur. Kasus ini akan membaik walapun tanpa pengobatan,
mengingat pemberian obat pada ibu hamil juga berisiko pada janin yang
dikandung. 34, 42

Perubahan patologis juga bisa diakibatkan oleh beberapa penyakit


pemicu, seperti: 5,14,16,17,37, 40,49

1) Preeklamsia atau Eklamsia

Gangguan penglihatan adalah kejadian umum pada kasus pre-


klampsia dan terlihat pada 25% wanita dengan pre-eklampsia dan 50%
wanita dengan eklampsia. 14 Ini mungkin terkait dengan insufisiensi
vaskular serebral atau oftalmik sekunder akibat komplikasi hipertensi
pada kehamilan seperti neuropati optik, ablasi retina serosa dan

18
makulopati hemoragik atau eksudatif. Ablasi retina yang parah adalah
komplikasi yang jarang terjadi pada kurang dari 1% pasien dengan
eklampsia.

Gambar 10. Exudative Retinal Detachment

Pada beberapa kasus kehamilan dengan preeklamsia/eklamsia,


bisa terjadi penumpukan cairan di bawah lapisan saraf mata secara
menyeluruh (exudative retinal detachment), sehingga menyebabkan

19
ketajaman penglihatan sangat turun. 40 Detasemen retina serosa sebagai
komplikasi pree-clampsia dapat terjadi pada periode antepartum atau
postpartum bahkan hanya dengan hipertensi ringan dan tidak adanya
kelainan vaskular retina yang signifikan. Namun biasanya muncul pada
pasien dengan pcleklampsia berat atau eklampsia. Telah dilaporkan
pada 1% hingga 2% pasien dengan preeklamsia berat dan pada 10%
pasien dengan eklampsia. Meskipun kerusakan vaskular retina dan
roidoid telah terlibat dalam patogenesis, mekanisme pasti pelepasan
retina yang terkait dengan preeklampsia masih belum jelas. 37, 40

Kelainan yang paling umum terlihat pada sistem visual adalah


kejang dan penyempitan pembuluh retina yang dilaporkan pada 70%
kasus toksemia. Perdarahan retina dan papilloedema pada
preeklampsia menjadi ciri pasien dengan peningkatan tekanan darah
akut dan parah. 40 Kebutaan sementara yang terkait dengan
preeklampsia berasal dari difus, spasme umum dari arteriol retina,
trombosis daerah sentral, papiloflebitis, spasme otak, dan edema.
Mungkin salah satu yang paling terkenal, meskipun jarang, penyebab
kehilangan penglihatan terkait dengan preeklampsia adalah ablasi retina
serosa. Iskemia koroid akibat vasospasme arteriol terminal
mempengaruhi epitel pigmen retina dan mengarah pada pemecahan
sawar retina darah, kebocoran protein dan cairan dari choriocapillaris
ke ruang subretinal dan pelepasan retina eksudatif. Ketinggian retina
berbentuk kubah fokus mencirikan ablasi retina eksudatif. 40, 49

Umumnya, setelah kehamilan selesai dan eklamsia teratasi,


dengan sendirinya cairan akan hilang dan lapisan saraf kembali normal.
Tetapi tak menutup kemungkinan pula kalau ketajaman penglihatan
tidak kembali seperti semula, bahkan ada beberapa kasus sudah
mengalami kebutaan. Untuk mengatasinya, biasanya tak ada
penanganan khusus di bagian mata, misalnya dengan memberikan obat
atau terapi. Yang diatasi adalah masalah eklamsianya. Ini merupakan
jalan terbaik, selain untuk kesehatan mata juga untuk kesehatan secara
umum mengingat eklamsia berbahaya bagi ibu maupun janin. Jika
eklamsia tak ditangani dengan baik, bukan saja mengakibatkan
gangguan pada mata, melainkan juga jantung, metabolisme tubuh,
sistem hormonal, bahkan kelainan pada pertumbuhan janin.

20
2) Dabetes Melitus

Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling umum. Selama


kehamilan, retinopati diabetik (DR) dapat berkembang dengan cepat.
Pembengkakan kondisi tergantung pada beberapa faktor seperti tingkat
retinopati pada awal kehamilan, berapa lama pasien telah diabetes,
kontrol glikemik dan hipertensi penyerta. Karena diabetes gestasional
membawa risiko yang sangat kecil untuk mengembangkan retinopati,
pemeriksaan oftalmologis tidak diperlukan. Penelitian telah
menunjukkan bahwa 10% pasien tanpa DR pada awal kehamilan
mengalami perubahan nonproliferatif, dan sebagian kecil pasien
tersebut mengalami proliferasi.

Oleh karena itu, pemeriksaan awal pada trimester pertama


sudah cukup tanpa adanya gejala visual. Pada pasien dengan DR
nonproliferatif (NPDR), temuan retinopati selama kehamilan
menunjukkan perkembangan 50%. Temuan ini umumnya mengalami
kemunduran pada trimester ketiga dan pada periode postpartum. Di
antara pasien dengan NPDR parah, transisi 5-20% menjadi retinopati
diabetik proliferatif (PDR). Perkembangan hingga 45% dapat dilihat
dalam kasus PDR. Namun, dengan perawatan laser pra-kehamilan,
risiko perkembangan berkurang 50%. Terapi laser pra-kehamilan
direkomendasikan untuk pasien dengan PDR atau NPDR parah. PDR
dapat mengalami kemunduran pada trimester ketiga dan periode
postpartum; pasien-pasien ini memerlukan pemeriksaan bulanan.

Faktor hematologis, hormonal, metabolik, kardiovaskular, dan


imunologis memiliki peran patofisiologis. Peningkatan aliran darah
kapiler retina telah ditunjukkan pada wanita diabetes selama kehamilan.
Telah dikemukakan bahwa peningkatan ini dapat menyebabkan
kerusakan sel endotel pada tingkat kapiler. Selama kehamilan,
pelepasan beberapa faktor angiopoietic juga meningkat. Progesteron
dapat meningkatkan produksi faktor pertumbuhan endotel vaskular
(VEGF) dan faktor angiopoietic lainnya.

21
Gambar 11. Endema Makula

Edema makula diabetik (DME) dapat berkembang atau


memburuk selama kehamilan. DME umumnya diamati pada pasien
hamil dengan proteinuria atau hipertensi yang berhubungan dengan
diabetes. Terapi laser direkomendasikan untuk edema makula yang
signifikan secara klinis. Tidak ada penelitian di mana pengobatan
dimulai selama kehamilan, dan karena ada banyak kasus koreksi
spontan pada periode postpartum, pengamatan sudah cukup.

3) Rabun Jauh

Etiologi dan patogenesis pada miopia secara umum tidak


diketahui secara pasti dan banyak faktor memegang peranan penting
dari waktu ke waktu misalnya konvergen yang berlebihan, akomodasi
yang berlebihan, lapisan okular kongestif, kelainan pertumbuhan
okuler, avitaminosis dan disfungsi endokrin. Teori miopia menurut
sudut pandang biologi menyatakan bahwa miopia ditentukan secara
genetik. Pengaruh faktor herediter telah diteliti secara luas. Macam-
macam faktor lingkungan sebelum hamil, saat hamil dan setelah
melahirkan telah didapatkan untuk operasi penyebab myopia. Namun

22
beberapa penelitian wanita hamil dengan miopia ada kaitannya dengan
efek hormonal. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa hormon
androgen, estrogen, dan atau reseptor progesteron yang terdapat di
jaringan okular seperti kelenjar lakrimal, kelenjar meibom, konjungtiva,
kornea, iris atau badan siliaris, lensa, retina atau uvea. 47, 55
Selama kehamilan peningkatan risiko miopia atau mengarah ke
keadaan miopia biasanya terjadi. Namun keadaan sebaliknya
berkebalikan saat melahirkan atau tahap menyusui. 55 Adanya estrogen
reseptor telah diajukan sebagai penyebab perubahan fisiologi pada
kornea dan lensa selama kehamilan. Selain itu juga menjadi pemicu
terjadinya keadaan miopia yang memburuk dan penurunan akomodasi.
Kornea menjadi menebal antara 1 dan 16 µm disertai edematosa
sekunder terhadap resistensi cairan dalam kehamilan. Terdapat bukti
bahwa selama kehamilan kornea menebal dan terjadi pengeluaran
cairan pada stroma yang dikaitkan dengan aktivasi dari reseptor estrogen
dan juga karena peningkatan hormonal yang menyebabkan elastisitas
dan biomekanikal dari jaringan kornea. 56, 69

Gambar 12. Kelainan Refraksi pada Mata

23
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa perubahan
refraktif selama kehamilan ditemukan pada 14% kasus wanita hamil
yakni ketajaman penglihatan, gangguan refraktif serta terjadinya miopia,
perubahan yang bersifat sementara dan akan kembali seperti sebelum
hamil dalam beberapa bulan setelah persalinan. 73 Kesepakatan umum
bahwa terjadinya miopia disebabkan oleh pertambahan lengkungan
lensa, di mana perubahan refraktif berkembang seiring dengan
perubahan lengkungan kornea ataupun ketebalannya. Penelitian lain
juga mengemukakan bahwa seseorang yang hamil dengan riwayat
gangguan refraktif sebelumnya maka akan memperburuk fungsi
refraktif pada pertengahan usia kehamilan.
Patologi okular telah dianggap sebagai hal yang penting dalam
menentukan metode persalinan. Miopia dan faktor risiko untuk
pelepasan retina (retinal detachment) jarang digunakan sebagai indikasi
dilakukan seksio sesarea sebelumnya. Miopia merupakan gangguan
refraksi dengan -6 D diklasifikasikan sebagai miopia tinggi dan di sisi
lain juga sebagai miopia patologis dengan komplikasi seperti katarak,
glaukoma, makula degeneratif, dan pelepasan retina (retinal
detachment) yang dapat memicu kebutaan. Pada kehamilan terjadi
perubahan hormonal, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
hormon androgen, estrogen, dan atau reseptor progesteron yang
terdapat di jaringan okular seperti glandula lakrimal, glandula
meibomian, konjungtiva, kornea, iris atau badan siliaris, lensa, retina
atau uvea. 56, 77
Selama kehamilan, berbagai perubahan fisiologi terjadi pada
tubuh akibat dari perubahan hormonal yang berasal dari plasenta.
Adanya plasenta ini menyebabkan perubahan baik secara sistemik
maupun lokal termasuk pada mata. Ketajaman mata rata-rata berkurang
dari trimester pertama hingga trimester terakhir. Pada keadaan setelah
persalinan, ketajaman penglihatan akan kembali seperti sebelum
kehamilan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pizzarel,
melaporkan bahwa seseorang yang menderita miopia gejala yang timbul
semakin memburuk selama kehamilan dibanding dengan yang tidak
menderita miopia. 28, 56
Meskipun terdapat gangguan refraksi yang berbeda sepanjang
kehamilan dan setelah persalinan, perubahan ini tidak begitu berarti.
Perubahan pada ketajaman mata dan gangguan refraksi ini dianggap

24
berkaitan dengan peningkatan kadar estrogen. Estrogen merupakan
hormon yang bersifat menahan cairan. Selain itu, selama hamil terjadi
peningkatan sekresi aldosteron dan mencapai puncaknya pada akhir
kehamilan. Oleh karena pengaruh dari estrogen menyebabkan
reabsorbsi natrium berlebih dari tubulus renalis dan terjadi tahanan
cairan maka volume darah ibu meningkat hingga 30% di atas normal.
Selain itu, sum-sum tulang meningkat aktif dan memproduksi sel darah
merah seiring dengan peningkatan volume cairan. Kornea juga
mengalami edema yang dikaitkan dengan retensi cairan dari jaringan
okular. Hal ini akan memicu penurunan sensitivitas kornea ibu hamil,
yang dapat menyebabkan masalah misalnya trauma pada pengguna
lensa kontak hingga terjadi iritasi pada mata. Kecenderungan retensi
cairan juga mengakibatkan pengaruh bias yang berarti yaitu dengan
penggunaan kaca mata atau lensa kontak sesering mungkin. Perubahan
ini akan berakibat pada ketajaman penglihatan. 35, , 37, 41, 46
Peningkatan cairan pada mata dapat berakibat terjadinya miopia
yang bersifat sementara, akibatnya lengkungan kornea menjadi tajam,
sehingga sinar yang datang jatuh di depan retina yang disebut dengan
keadaan “Miopia” yang mengakibatkan perubahan ketajaman
penglihatan. Hormon steroid seperti estrogen dan
dehidroepiandrosteron (DHEA, termasuk kelompok hormon
androgen) berfungsi dalam mengatur MMPs ( Matriks
Metalloproteinase). Pada percobaan tikus dan sel manusia, estrogen
mampu meningkatkan pengaturan MMP-2 dan/atau MMP-9.
Peningkatan aktivitas dari MMP-2 mempengaruhi perkembangan
terjadinya miopia.

a. Patologi okular yang terkena dampak kehamilan

Venous sinus thrombosis

25
Gambar 13. Papilloedema vs Normal

Kehamilan dan masa nifas telah diakui sebagai periode


peningkatan kerentanan terhadap sinus vena trombosis. Trombosis
sinus sagital superior atau sinus lateral akan menghasilkan peningkatan
ketegangan intrakranial yang menyebabkan papilloedema. Dalam kasus
sinus lateral dan trombosis sinus kavernosa, adalah unilateral untuk
memulai tetapi dapat menjadi bilateral dengan penyebaran trombosis ke
sisi berlawanan yang cukup umum. Pasien dapat datang dengan tanda-
tanda klinis trombosis sinus Cavernous seperti Proptosis, Chemosis,
Edema kelopak mata; Saraf kranial III, IV, dan VI yang mengarah ke
ptosis dan ophthalmoplegia eksternal lengkap, pupil tetap dan melebar
karena keterlibatan serat pupil. Ditandai oleh tekanan pada vena
jugularis interna dari sisi yang berlawanan yang akan menyebabkan
pembengkakan vena retina. Hemianopia homonim mungkin ada. Buta
kortikal dapat terjadi akibat perluasan trombosis oleh sinus utama ke
vena kortikal lobus oksipital. Perawatan awal harus heparin intravena,
dengan trombolisis disediakan untuk wanita yang mengalami kerusakan
sekunder.

26
Tumor
Adenoma hipofisis

Gambar 14. Tumor Hipofisis


Adenoma hipofisis atau mikroadenoma hipofisis asimptomatik
sebelumnya dapat tumbuh selama kehamilan dan menyebabkan
berbagai gejala opthalmologis. Sakit kepala, perubahan bidang visual
(paling sering adalah cacat bitemporal), penurunan ketajaman visual dan
jarang terjadi diplopia. Setelah kehamilan, adenoma menyusut dan tidak
meninggalkan gejala sisa visual. Pada pasien dengan adenoma yang
diketahui, pemeriksaan oftalmologi bulanan dan pemantauan lapang
pandang diperlukan untuk memantau pertumbuhan tumor. 3, 42, 62

Adenoma hipofisis menghadirkan risiko potensial selama


kehamilan karena kelenjar hipofisis menunjukkan pertumbuhan
fisiologis selama kehamilan. Berat Garg P et al. Perubahan okular pada
kehamilan Nepal J Ophthalmol 2012; 4 (7): 150-161 156 kelenjar
meningkat 30% dan volumenya 100% akibat hiperplasia seluler
laktotrofik (Foyouzi et al, 2004). Pasien dengan mikro-prolaktinoma -
didefinisikan sebagai adenoma <1,0 cm - jarang menunjukkan gangguan
visual (<2,3%). Para pasien dengan makroprolaktinoma, didefinisikan

27
sebagai adenoma> 1,0 cm, beresiko mengalami pembesaran yang
signifikan secara klinis. 23

Sakit kepala biasanya merupakan gejala presentasi pertama,


diikuti oleh gangguan lapang pandang progresif. Hemianopia bi-
temporal paling sering terlihat. Hemi-anopia homonim juga dapat
dilihat pada kasus lanjut. Kelainan mata lainnya termasuk atrofi optik
sekunder karena iskemia, serta strabismus. Tanda-tanda neurologis
fokal seperti kelumpuhan saraf kranial juga dapat ditemukan. Adenoma
hipofisis yang tidak diobati tampaknya meningkatkan risiko keguguran
dengan insidensi 27%. Untuk pasien yang diobati dengan bromocriptine
di awal kehamilan, kejadian aborsi spontan menurun hingga 7%.

Prolaktinoma yang tidak diobati juga meningkatkan risiko


prematuritas. Pasien tanpa gejala harus melakukan uji lapang pandang
setiap 3 bulan untuk memantau pertumbuhan tumor dan kompresi jalur
visual. Bromocriptine, agonis dopamin, telah terbukti menghambat
produksi prolaktin, menurunkan volume tumor dan, akibatnya,
mengurangi cacat lapang pandang. Bromocriptine tampaknya aman
pada kehamilan, tanpa peningkatan morbiditas atau mortalitas ibu atau
janin. Oleh karena itu, dapat diberikan kepada pasien tanpa gejala
sebagai tindakan pencegahan. Pada pasien bergejala, yang dicurigai
ekspansi tumor, konfirmasi dapat dilakukan melalui MRI dan pengujian
lapang pandang. Meskipun terapi medis jika kehilangan bidang visual
menjadi progresif, dekompresi bedah trans-sphenoidal saraf optik
intrakranial dan kiasme mungkin diperlukan selama kehamilan. Setelah
melahirkan, pengurangan tumor dan penurunan produksi prolaktin
telah dijelaskan. Penting juga untuk dicatat bahwa menyusui tidak
meningkatkan risiko pertumbuhan tumor.

28
Meningioma

Gambar 15. Meningioma


Meningioma yang sudah ada sebelumnya dapat mengalami
vaskularisasi dan tumbuh pada paruh kedua kehamilan. Dipercayai
bahwa estrogen dan progesteron dapat menjadi mediator. Meningioma
merupakan 15% -20% dari semua tumor intrakranial dan lebih sering
terjadi pada wanita, dengan rasio wanita terhadap pria 3:1. Walaupun
insidensinya tidak meningkat pada kehamilan, meningioma
menunjukkan percepatan pertumbuhan yang dapat menyebabkan gejala
visual akut. Ini mungkin disebabkan oleh adanya reseptor progesteron
dan estrogen dalam sel tumor. Meningioma telah ditemukan untuk
mengirimkan postpartum. 15, 75

Penatalaksanaan meningioma pada kehamilan harus dilakukan


secara individual dan didasarkan pada beberapa faktor termasuk lokasi
tumor, ukuran tumor, derajat kehilangan penglihatan, tahap kehamilan,
kelangsungan hidup janin, dan keinginan pasien untuk melanjutkan
kehamilan. Eksisi bedah tetap menjadi pengobatan pilihan. Untuk
gangguan penglihatan ringan dan kehamilan mendekati istilah, tidak
diperlukan perawatan. Dalam hal terjadi kehilangan penglihatan yang

29
parah pada kehamilan yang dekat dengan aterm, janin harus segera
dilahirkan melalui operasi caesar, diikuti dengan reseksi bedah tumor.
Untuk pasien dengan gejala awal kehamilan, terapi medis (misalnya,
steroid dan agen hiperosmotik) dapat digunakan untuk mengurangi
edema serebral. Hal ini memungkinkan menunda operasi sampai janin
cukup matang untuk melahirkan. 15, 75, 76

Uveal Melanoma

Kejadian melanoma okular yang lebih tinggi dan tingkat


reaktivasi telah dilaporkan pada wanita hamil dibandingkan dengan
wanita tidak hamil pada usia yang sama. Dalam sebuah studi, korelasi
hormonal dengan melanoma uveal tidak dapat ditentukan.

Penyakit Graves

Penyakit Graves adalah penyebab paling umum dari


hipertiroidisme selama kehamilan. Eksaserbasi dapat terjadi pada
trimester pertama. Kondisi ini dapat mereda selama sisa kehamilan,
tetapi diperburuk lagi pada periode postpartum. Pasien membutuhkan
pemantauan multi-disiplin. Jarang, janin dapat dipengaruhi karena
perjalanan transplasental IgG ibu (Brown, 1996). Kasus-kasus ringan
dapat dipantau, tetapi kasus-kasus sedang hingga berat harus dirawat.
Inhibitor tiroid seperti propylthiouracil, methimazole dan carbimazole
semuanya melewati plasenta dan diekskresikan dalam ASI, tetapi obat
pilihan pada wanita hamil adalah propylthiouracil.

30
Toksoplasmosis

Gambar 16. Taxoplasma dan Siklus Hidupnya

Infeksi primer selama kehamilan (melalui transmisi


transplasental dari ibu ke bayi) dapat menyebabkan infeksi bawaan.
Toksoplasmosis okular laten dapat aktif kembali selama kehamilan
pada ibu. Toxoplasmic retino-choroiditis adalah penyebab paling
umum dari uveitis posterior pada pasien imunokompeten. Janin sangat
terpengaruh ketika infeksi terjadi pada trimester pertama; Namun,
penularan ke janin lebih sering terlihat pada trimester ketiga, ketika
sirkulasi ibu dan janin berada dalam kontak terbesar. Infeksi laten pada
ibu dapat menjadi aktif. Dengan presentasi retinochoroiditis yang khas,
toksoplasmosis mudah didiagnosis. Retinochoroiditis toksoplasma aktif,
retinochoroiditis biasanya muncul sebagai nekrosis retina kelabu-putih
dengan koroiditis, vaskulitis, dan vitritis Namun, presentasi atipik seperti
neuroretinitis, papilitis, skleritis dan nekrosis retina akut juga telah
dilaporkan.

Wanita dengan infeksi aktif selama kehamilan harus dipantau


setiap tiga bulan dengan skrining dan keturunan mereka ditindaklanjuti
secara sistematis. Perawatan oral dengan antibiotik makrolide spiramisin

31
direkomendasikan. Pada tahap akhir kehamilan, penggunaan
kombinasi sulfametoksazol/trimetoprim harus dihindari karena risiko
kernikterus neonatal. Sebagai pilihan pengobatan saat ini, penggunaan
injeksi klindamisin intravitreal (1,0mg/0,1ml) dan injeksi deksametason
(400μg/0,1 ml) untuk menghindari toksisitas sistemik telah dilaporkan.

Multiple Sclerosis

Seperti halnya kondisi peradangan lainnya, tingkat serangan


multiple sclerosis menurun selama kehamilan, meskipun dapat
meningkat dalam tiga bulan pertama pascapersalinan. Serangan neuritis
optik dapat terjadi sebagai akibat dari perubahan yang dimediasi
kekebalan selama periode ini. Multiple sclerosis yang muncul pertama
kali selama kehamilan juga telah dilaporkan.

Sindrom Pituitary Apoplexy-Sheehan

Sindrom Pituitary Apoplexy-Sheehan adalah pembesaran


kelenjar hipofisis akibat infark mendadak atau perdarahan pada
adenoma hipofisis. Kehamilan adalah salah satu faktor risiko untuk
kondisi ini, dan terjadi sebagai akibat pendarahan postpartum yang
serius. Kondisi ini merupakan komplikasi yang mengancam penglihatan
dan ditandai dengan sakit kepala mendadak, kehilangan penglihatan
(52%) dan kehilangan bidang visual (64%) dan / atau ophthalmoplegia.
Kehilangan bidang penglihatan yang umum adalah cacat kuadran
superior bitemporal. Kompresi sinus kavernosa paling sering
memengaruhi saraf kranial ketiga, diikuti oleh yang keempat dan jarang
keenam. Ptosis, diplopia, anisocoria (midriasis) dan deviasi lateral-
inferior dari dunia terlihat pada kasus keterlibatan saraf kranialis ketiga.
Sindrom Horner juga dapat timbul sebagai akibat dari kerusakan pada
serat simpatis.

Berikut adalah pathogenesis of Sheehan Syndrom:

32
Hipertensi Intrakranial Idiopatik

Selama kehamilan, hipertensi intrakranial idiopatik diketahui


berkembang dengan bertambahnya berat badan. Kondisi ini terjadi
dengan obesitas dan ditandai oleh peningkatan tekanan intrakranial
yang tidak diketahui penyebabnya. 7 Sakit kepala adalah gejala yang
paling umum, dan dapat disertai dengan mual dan muntah. Temuan
mata termasuk penglihatan kabur, skotoma, fotopsia, diplopia dan nyeri
retrobulbar. Edema papiler tampak jelas selama pemeriksaan fundus.
Menjaga agar kenaikan berat badan tetap terkendali ditekankan dalam
pengobatan. 7, 30, 47

Benign Intracranial Hypertension (BICH)

Benign Intracranial Hypertension (BICH) didefinisikan sebagai


peningkatan tekanan intrakranial (ICP), dengan tidak adanya massa
intrakranial atau pembesaran ventrikel akibat hidrosefalus. BICH
biasanya muncul pada trimester pertama, tetapi dapat terjadi kapan saja

33
selama kehamilan. Ini bisa asimptomatik atau dapat menyebabkan sakit
kepala atau gejala visual. Cacat bidang visual adalah gangguan visual yang
paling umum. Hasil visual pada yang tidak hamil. Itu tidak memiliki
dampak negatif utama pada kehamilan. Perawatan medis BICH dalam
kehamilan adalah sama seperti pada pasien yang tidak hamil dengan
beberapa pengecualian.

• pembatasan kalori dan pengurangan berat badan harus


dihindari karena efek buruk dari ketosis pada janin
• kortikosteroid harus digunakan dengan hati-hati karena dapat
menyebabkan berat badan lahir rendah
• Tusukan lumbal berulang dapat menyebabkan aborsi spontan
• elektrolit harus dipantau secara ketat ketika menggunakan
diuretik

Jika perawatan medis gagal, opsi bedah termasuk pirau lumbo-


peritoneal dan dekompresi selubung saraf optik, keduanya telah
terbukti aman pada kehamilan. 60, 61, 67

Neuritis optik dan neuropati

Gambar 17. Atrofi Papil Nervus Opticus


Neuritis optik dapat disebabkan oleh multiple sclerosis (MS).
Tingkat kekambuhan MS menurun selama kehamilan, dan meningkat
secara signifikan selama tiga bulan pertama post partum. 8 Kehamilan
tidak tampak sebagai periode dengan risiko lebih besar untuk
eksaserbasi tetapi, sebaliknya tampaknya bertindak, secara keseluruhan,
sebagai peristiwa pelindung. Multiple sclerosis harus dipertimbangkan

34
sebagai etiologi untuk kebutaan terkait laktasi akut nifas ketika tidak ada
penyebab anatomi atau infeksi yang jelas. Neuritis optik juga dapat
terjadi karena kekurangan vitamin B kompleks (Hyperemesis
gravidarum). Ini karena kehilangan vitamin atau asupan yang tidak
mencukupi. Palsi saraf transien dapat terjadi karena polineuritis. 13, 64

Uveitis
Selama kehamilan, telah dilaporkan bahwa peningkatan steroid
endogenik bersama dengan mekanisme multifaktorial dan kompleks
menyebabkan tanda okular dan sistemik uveitis non-infeksi mereda dan
frekuensi serangan menurun.

Perbaikan pada gejala okular dan sistemik dari sarkoidosis,


spondiloartropati dan artritis reumatoid telah diamati. Namun, enam
bulan setelah melahirkan mungkin ada kekambuhan. Perbaikan yang
berhubungan dengan kehamilan ini dapat berfungsi sebagai keuntungan
bagi wanita hamil dengan uveitis yang mengancam penglihatan kronis.
Dimungkinkan untuk mengurangi atau menangguhkan penggunaan
obat-obatan imunosupresif yang digunakan untuk mengobati uveitis
yang data keamanannya kurang atau diketahui memiliki efek
teratogenik. Serangan potensial dapat diobati dengan kortikosteroid
lokal.

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada, yang ditandai dengan uveitis


granulomatosa bilateral, detasemen retina eksudatif, gejala meningeal,
gangguan pendengaran, dan kehilangan pigmen terbukti menurun dan
dalam beberapa kasus sembuh sepenuhnya selama kehamilan dan
periode postpartum.

Scleritis posterior

Skleritis posterior memburuk dan rekurensi meningkat selama


kehamilan. Meskipun pengobatan standar adalah steroid oral, injeksi
triamcinolone sub-tenon posterior direkomendasikan untuk pasien
hamil.

35
Neovaskularisasi Choroidal

Ada laporan kasus neovaskularisasi koroid (CNV) selama


kehamilan. Kasus-kasus ini didiagnosis dengan miopia, choroidopathy
punctate bagian dalam (PIC), dugaan sindrom histoplasmosis okular
(POHS) dan CNV idiopatik.

b. Patologi mata yang muncul selama kehamilan

Preeklampsia dan Eklampsia

Pada wanita hamil normotensif, trias tekanan darah sistemik


lebih dari 140/90 mmHg, edema dan proteinuria setelah minggu ke 20
kehamilan didefinisikan sebagai preeklampsia. Dengan penambahan
kontraksi tanpa sebab lain, kondisinya disebut eklampsia. Insidensi
preeklampsia sekitar 5%, dan sekuel okular telah dilaporkan pada satu
dari tiga pasien ini. 14 Meskipun pasien sering mengeluhkan penglihatan
kabur, mereka juga mungkin mengalami fotopsia, skotoma dan
diplopia. Perubahan retinopati terkait preeklampsia mirip dengan
retinopati hipertensi. Temuan yang paling umum adalah penyempitan
arteriol retina, yang biasanya fokal tetapi juga bisa digeneralisasi.
Perubahan lain termasuk perdarahan retina, edema, eksudat, infark
lapisan serat saraf dan perdarahan intravitreal sekunder akibat
neovaskularisasi. Ada korelasi positif antara tingkat keparahan
preeklampsia dan tingkat retinopati. Sebagian besar temuan ini kembali
normal setelah resolusi preeklampsia. Kasus retinopati terkait
preeklampsia dengan diabetes, hipertensi kronis, dan penyakit ginjal
mungkin lebih parah. 5,14, 16, 19, 50

Temuan saraf optik pada preeklampsia adalah edema papiler,


neuropati optik iskemik, dan atrofi optik. Ablasi retina eksudatif terlihat
pada 1% pasien preeklampsia dan 10% pasien eklampsia. 19 Dalam
sebuah penelitian di Turki oleh salah satu penulis naskah ini (RBK)
termasuk 47 pasien dengan preeklampsia, 3 pasien menunjukkan ablasi
retina eksudatif; dua dari kasus diselesaikan secara spontan setelah
kelahiran, sementara satu membutuhkan terapi steroid sistemik
postpartum karena ketajaman visual yang sangat rendah. 59

36
Cortical blindness

Kebutaan kortikal mengacu pada berkurangnya penglihatan dari


kerusakan bilateral ke setiap bagian dari jalur visual posterior ke nukleus
geniculate lateral. 5 Pemeriksaan mata biasanya normal, termasuk refleks
cahaya pupil normal. Ini terjadi pada hingga 15% dari preeklampsia dan
eklampsia. Ini dapat menyajikan anteand postpartum yang berlangsung
dari beberapa jam hingga beberapa hari. Gejala penyajian lainnya
termasuk sakit kepala, kejang, dan kehilangan kesadaran. MRI
menunjukkan sinyal hiperintens pada gambar T2 dan sinyal hipointense
pada gambar T1 di korteks oksipital. Temuan ini konsisten dengan
kejadian iskemik sementara sebagai akibat edema serebral. Kedua
edema vasogenik dan sitotoksik telah diamati pada pasien dengan
kebutaan kortikal. 5, 19, 40

Penatalaksanaan meliputi magnesium sulfat untuk profilaksis


kejang, anti-hipertensi untuk hipertensi berat, pembatasan cairan untuk
menghindari memburuknya edema serebral, konsultasi oftalmologis
dan neurologis, serta neuroimaging. Persalinan cepat adalah kuratif,
dengan resolusi temuan neuroimaging. Perubahan visual akut dapat
terjadi sebelum kejang eklampsia, setiap kehilangan penglihatan pada
pasien dengan pre-eklampsia harus dianggap sebagai tanda eklampsia
yang akan datang. 26

Korioretinopati Serosa Sentral

Gambar 18. Central Serous Retinopathy

37
Kehamilan diyakini sebagai faktor risiko untuk pengembangan
chorioretinopathy serous sentral (CSCR). Retinopati serosa sentral
(CSR) dicirikan oleh detasemen retina neuro-sensoris, dengan
detasemen epitel pigmen retina terkait, kebocoran RPE, serta RPE dan
permeabilitas hiper koroid. Pada wanita hamil sering dikaitkan dengan
eksudasi sub-retina yang mungkin fibrinous di alam. Ini paling sering
terlihat pada trimester ketiga, meskipun mungkin juga muncul pada
trimester pertama dan kedua. Dalam satu penelitian, 90% pasien CSCR
hamil memiliki eksudat subretinal fibrinous, sementara angka ini adalah
20% pada pasien CSCR yang tidak hamil. Diagnosis mudah dibuat
dengan tomografi koherensi optik segmen posterior. Regresi spontan
diamati pada akhir kehamilan atau setelah kelahiran; Namun, mungkin
ada kecenderungan untuk kambuh pada mata yang sama pada
kehamilan berikutnya. 26, 34, 56

Kondisi khusus kehamilan, termasuk perubahan hemodinamik,


biologis dan psikologis dapat menyebabkan wanita yang rentan untuk
mengembangkan korioretinopati serosa sentral. Oleh karena itu,
penting untuk mempertimbangkan CSR pada pasien hamil yang
mengalami gejala berikut: penurunan ketajaman visual, skotoma sentral,
mikropsia, atau metamorfopsia. Investigasi termasuk angiogram
fluorescein intravena (IVFA) atau optical coherence tomography
(OCT). OCT memiliki keunggulan teoritis dibandingkan IVFA karena
janin tidak terpapar pada pewarna fluorescein. 53, 67

Penyakit Okuler Vaskular

Kelompok kondisi ini meliputi oklusi arteri retina, oklusi vena


retina, koagulopati intravaskular diseminata (DIC), purpura
trombositopenik (TTP) hrombotik, sindrom antibodi antifosfolipid
(APS), emboli cairan ketuban, dan trombosis vena serebral. Seperti yang
ditunjukkan sebelumnya, hiperkoagulabilitas terjadi pada kehamilan.
Oklusi arteri retina sentral dan cabang terkait kehamilan jarang terjadi.
Oklusi vena retina lebih jarang dari pada oklusi arteri. 65

Kehamilan dikaitkan dengan keadaan hiper-koagulatif dan ini


dapat memengaruhi retina dan koroid. Koagulasi intravaskular
diseminata (DIC) dapat terjadi dengan pre-eklampsia berat. DIC dapat

38
berkembang pada kehamilan dengan komplikasi seperti abruptio
plasenta, preeklampsia / eklampsia, kelahiran rumit, emboli cairan
ketuban, infeksi intrauterin, dan kematian intrauterin. DIC adalah
kondisi serius yang ditandai dengan trombosis pembuluh darah kecil
difus dan perdarahan selanjutnya serta nekrosis jaringan. 14 Pada mata,
lapisan koroid paling terpengaruh; trombosis pada choriocapillaris yang
mengganggu epitel pigmen retina dapat menyebabkan ablasi retina
serosa oleh keterlibatan koroid, yang sembuh dengan resolusi DIC,
meninggalkan perubahan pigmen retina sebagai fitur permanen. Gejala
mata membaik dengan pengobatan DIC, meskipun perubahan pigmen
ringan dapat bertahan. 34,52

Sekitar 10% wanita dengan preeklampsia berat mengembangkan


sindrom HELLP. Sindrom ini dikaitkan dengan buruk hasil ibu dan
janin. Sindrom HELLP adalah suatu kondisi yang ditandai oleh
hemolisis, peningkatan enzim hati dan penurunan jumlah trombosit;
biasanya terlihat pada pasien preeklampsia dan umumnya muncul
dengan DIC. 34 Ablasi retina serosa bilateral dengan kekeruhan sub-
retina kuning / putih, perdarahan vitreous, oklusi vena sentral retina,
dan retinopati seperti Purtscher telah dilaporkan pada pasien ini.

TTP adalah penyakit langka, dan perubahan okular diamati


pada 10% pasien TTP dan umumnya terkait dengan ablasi retina serosa,
penyempitan arteriol dan edema diskus optik. Perubahan fundus terjadi
dalam bentuk ablasi retina serosa, perdarahan retina, eksudat dan
penyempitan arteriol. 34 Keterlibatan pembuluh darah yang memasok
saraf optik dapat menyebabkan atrofi optik. Anisocoria, perdarahan
subconjunctival, scotoma gemilang, paresis otot ekstraokular dan
hemianopia homonim dapat terjadi. Gejala visual terjadi pada sekitar
10% dari wanita ini.

APS adalah kondisi trombofilik; pasien cenderung mengalami


trombosis arteri dan vena dan morbiditas kehamilan terkait antibodi
antifosfolipid diamati. Temuan segmen anterior yang menyertai
sindrom ini dapat mencakup telangiectasia konjungtiva dan
mikroaneurisma, episkleritis, keratitis limbal atau filamen, dan iritis.
Temuan segmen posterior dapat mencakup vitreitis, ablasi retina,
skleritis posterior, oklusi vena sentral, oklusi cabang vena retina, oklusi

39
arteri cilioretinal, peningkatan tortuosity vena, perdarahan retina, dan
eksudat lunak. Selain itu, trombosis vaskular dapat terjadi pada koroid,
saraf optik, jalur visual, dan saraf motorik okuler.

Emboli cairan ketuban, meskipun jarang, adalah kondisi serius


dengan komplikasi fatal; 85% kasus berakhir dengan kematian. Gejala
termasuk menggigil, sianosis, kejang dan syok. Saraf optik, jalur visual
dan korteks oksipital dapat dipengaruhi dan oklusi arteri retina sentral
dapat berkembang. Risiko vena dan trombosis sinus meningkat selama
kehamilan karena perubahan hormon. Antara 5-20% dari kasus
trombosis vena serebral adalah wanita yang sedang hamil atau dalam
periode postpartum dan papilledema ditemukan pada 35% dari

40
BAB V
PERUBAHAN HORMONAL SELAMA KEHAMILAN

☺☺☺

Plasenta pada kehamilan akan menghasilkan sejumlah besar hormon,


yaitu human chorionic gonadotropin (hCG), estrogen, progesteron dan human
chorionic somatomammotropin. Keempat hormon tersebut penting untuk
berlangsungnya kehamilan normal.

Gambar 19. Grafik kadar hormon plasenta selama kehamilan

Plasenta, yang mengambil alih produksi hormon kehamilan dari korpus


luteum, merupakan bagian yang dinamakan unit fetoplasenta. Plasenta
mencapai struktur matur pada akhir trisemester pertama kehamilan. Unit
fungsionalnya adalah vili korionik, terdiri dari inti tengah berupa jaringan ikat
longgar, dilapisi kapiler yang berhubungan dengan sirkulasi fetus. Di sekitar inti
terdapat dua lapisan trofoblas, yang lapisan dalam yang terdiri dari sel-sel
sitotrofoblas dan lapisan luar berupa sinsitium. Plasenta bukan hanya

41
merupakan organ endokrin, namun juga menyediakan nutrisi bagi fetus yang
sedang berkembang dan membuang zat sisa fetus. Unit fetoplasenta
memproduksi banyak hormon yang dilepaskan oleh aksis hipotalamus-
hipofisis-gonad. 43, 58

Jika ovum mengalami fertilisasi dan terimplantasi, korpus luteum tidak


mengalami regresi, namun terus mensekresikan progesteron, dan pada hari ke
10 sampai 12 setelah ovulasi, sinsitiotrofoblas mulai mensekresikan human
chorionic gonadotrophin (hCG) ke dalam ruang antarvili. Sebagian besar tes
kehamilan didasarkan pada tes deteksi hCG, yang mengambil alih peran
hormon luteinisasi (LH) dan mestimulasi produksi progesteron, 17-
hidroksiprogesteron, dan estradiol oleh korpus luteum. Kadar hCG plasma
mencapai puncak antara minggu ke 9 dan ke 10 kehamilan, ketika fungsi luteal
mulai berkurang, dan pada minggu ke 20 baik fungsi luteal maupun hCG
plasma telah berkurang. 43

Hormon hCG merupakan glikoprotein yang mempunyai berat molekul


sekitar 39.000 dan mempunyai fungsi yang sama dengan hormon lutein yang
disekresikan oleh kelenjar hipofisis. 43 Fungsi terpenting hormon ini adalah
mencegah involusi korpus luteum pada akhir siklus bulanan wanita. Sebaliknya,
hormon ini menyebabkan korpus luteum menyekresikan lebih banyak lagi
hormon progesteron dan estrogen. Estrogen dan progesteron mencegah
menstruasi dan menyebabkan endometrium terus tumbuh dan menyimpan
nutrisi dalam jumlah besar dan tidak dibuang menjadi darah menstruasi. Di
bawah pengaruh hCG, kopus luteum di ovarium ibu menjadi kira-kira dua kali
dari ukuran awalnya menjelang satu bulan atau lebih setelah kehamilan dimulai.

Plasenta, seperti korpus luteum, mensekresikan estrogen dan


progesteron. Penelitian histokimia dan fisiologi menunjukan bahwa kedua
hormon ini juga disekresikan oleh sel-sel sinsial trofoblas plasenta. Menjelang
akhir usia kehamilan, pembentukan estrogen plasenta semakin meingkat
menjadi 30 kali kadar produksi wanita tidak hamil. Estrogen yang disekresikan
plasenta tidak disintesis secara de novo dari zat-zatdasar dalam plasenta.
Sebaliknya hampir seluruhnya dibentuk dari senyawa steroid androgen,
dehidroepiandrosteron dan 16-hidroksidehidroepiandrosteron, yang dibentuk
di kelenjar adrenal ibu juga kelanjar adrenal fetus (kelenjar androgen fetus
sangat besar, sekitar 80% terdiri dari zona fetus yang menyekresikan
dehidroepiandrosteron). Androgen yang lemah ini kemudian di transport oleh

42
darah ke plasenta dan diubah oleh sel-sel trofoblast menjadi estradiol, estron
dan estriol. 43, 27

Selama kehamilan, jumlah estrogen yang besar akan menyebabkan


pembesaran uterus, pembesaran payudara dan pertumbuhan struktur duktus
payudara ibu, juga pembesaran genitalia eksterna wanita. Estrogen juga
merelaksasikan ligamentum pelvis sehingga persendian sakroiliaka menjadi
relatif lentur dan simpisis pubis menjadi elastis. Sebagian peningkatan estrogen
menyebabkan peningkatan volume darah ibu sesaat sebelum aterm sekitar 30%
di atas normal, bersama dengan peningkatan aldosteron yang menyebabkan
retensi cairan di ginjal (Guyton, 2008; Greenstein, 2007). 27

Konsentrasi progesteron meningkat secara progresif selama kehamilan.


Selain disekresikan dalam jumlah cukup banyak oleh korpus luteum pada awal
kehamilan, progesteron juga disekresikan dalam jumlah banyak oleh plasenta,
peningkatan terjadi sekitar 10 kali lipat selama kehamilan.

Pengaruh progesteron yaitu menyebabkan sel-sel desidua tumbuh di


endometrium uterus yang berperan dalam nutrisi embrio awal, menurunkan
kontraktilitas uterus gravid yang berperan mencegah kontraksi uterus yang
menyebabkan abortus spontan, membantu perkembangan hasil konsepsi
karena progesteron secara khusus meningkatkan sekresi tuba fallopii dan uterus
ibu untuk menyediakan bahan nutrisi sesuai untuk perkembangan morula dan
blastokista dan membantu estrogen mempersiapkan payudara ibu untuk laktasi.

Korpus luteum selama kehamilan juga mensitesis relaksin, berfungsi


untuk merelaksasikan otot uterus. Hormon ini terdeteksi dalam vena ovarika,
yang ada selama kehamilan dan meningkat pada akhir kehamilan, namun jarang
ditemukan dalam plasma wanita yang tidak hamil. Relaksin bekerja pada
simfisis pubis, yaitu titik fusi tulang pubis, membuatnya lembut dengan
menkorvensi jaringan ikatnya dari konsitensi keras menjadi agak cair. Hal ini
memfasilitasi pelebaran pubis unuk memungkinkan fetus lewat. Relaksin
menimbulkan efek ini dengan meningkatkan sekresi dua enzim, yaitu
kolagenase dan aktivator plaminogen, keduanya menghancurkan kolagen. Pada
akhir kehamilan, relaksin dapat disintesis oleh miometrium, desidua (membran
mukosa yang melapisi uterus saat kehamilan), dan oleh plasenta (Guyton, 2008;
Greenstein, 2007). 27

43
Kondisi selama kehamilan dapat mengakibatkan perubahan di mata,
yang bersifat sementara dan kadang –kadang berubah menjadi permanen. Efek
kehamilan terhadap perubahan pada okuler dapat bersifat ringan sampai berat.
Pada kasus berat (tahap lanjut) jika terjadi komplikasi dan tidak ditangani
dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan kebutaan.

Beberapa perubahan okuler selama kehamilan antara lain perubahan


visus dan kelainan refraksi, perubahan kondisi kornea (sensibilitas kornea,
kelengkungan kornea dan kekuatan refraksi kornea), tekanan intraokuler (TIO)
mata, mata kering (dry eye), dan korioretinopati serosa sentral (CSCR)
(Ebeighe, 2012). Perubahan fisiologis seperti perubahan status refraksi,
perubahan kornea dan penurunan tekanan intraokuler (TIO) akan membaik
setelah persalinan. Sementara itu beberapa penyakit seperti retinitis pigmentosa
dan neuritis optik akan remisi atau relaps selama kehamilan. Kondisi retinopati
diabetik dan central serous chorioretinopathy (CSCR) akan memburuk selama
kehamilan (Garg and Aggarwal, 2012). 27, 36, 43

Perubahan di mata selama kehamilan dapat karena efek fisiologis


kehamilan akibat perubahan hormonal, efek patologis atau kombinasi
keduanya. Selama proses kehamilan terjadi perubahan hormon-hormon di
dalam tubuh seperti estrogen dan progesterone. Peningkatan hormon ini dapat
menyebabkan retensi akuos di kamera okuli anterior akibatnya kornea bisa
menjadi lebih melengkung. Kornea merupakan salahsatu media refrakta. Jika
kondisi kornea berubah maka indeks refraksi, visus dan kelainan refraksi juga
akan berubah. Akibat yang lain kornea dapat berkurang kejernihannya atau
terjadi edem sehingga sensibiltas kornea akan menurun. 32

Hormon estrogen menyebabkan produksi akuos menurun dan


outflow meningkat. Hal ini disebabkan karena hormon estrogen dapat
menyebabkan vasodilatasi dan tahanan perifer menurun, akibatnya tekanan
intraokuler akan menurun. Pada kelenjar lakrimal, hormone ini berpengaruh
merusak sel aciner kelenjar lakrimal sehingga produksi air mata menjadi
menurun dan dapat terjadi dry eye. Pada segmen posterior kehamilan
merupakan factor risiko CSCR. Kehamilan dapat menyebabkan eksudasi
pembuluh darah koroid dan ablasi neurosensori retina akibat adanya defek
RPE, sehingga timbul CSCR (Garg and Aggarwal, 2011; Moh khalaq, 2010;
Pitta, 2011).

44
Efek kehamilan terhadap kondisi mata dapat dibagi 2 :

1. Efek kehamilan terhadap segmen anterior mata


2. Efek kehamilan terhadap segmen posterior mata 23

45
BAB VI
EFEK KEHAMILAN TERHADAP SEGMEN
ANTERIOR MATA

☺☺☺

PERUBAHAN PALPEBRA

A. Ptosis

Kejadian ptosis merupakan peristiwa normal selama kehamilan. Hal ini sering
dihubungkam dengan timbunan cairan dan perubahan hormonal. Ptosis selama
kehamilan tidak membutuhkan terapi. Gangguan gerak bola mata kadang
terjadi selama kehamilan (Garg and Aggarwal, 2012). 23

B. Proptosis

Pada kehamilan kejadian unilateral atau bilateral proptosis sering disebabkan


oleh penyakit Grave’s (Grave’s disease). Penyakit Grave’s cenderung menurun
pada akhir kehamilan dan akan terjadi relaps setelah postpartum (Garg and
Aggawal, 2012). 23

PERUBAHAN KORNEA

Afekhide (2008) melaporkan bahwa selama kehamilan kurvatura kornea


meningkat secara bermakna selama trisemester 2 dan 3 dan akan kembali
normal setelah melahirkan. Ketebalan kornea akan sedikit meningkat karena
edem yang terjadi selama kehamilan dan edem juga akan menyebabkan
sensititas kornea menurun. 1
Ebeigbe (2011) melaporkan edem kornea terjadi karena retensi air di
jaringan okuler akibat peningkatan hormon estrogen yang bersifat retensi air.
Hormon ini akan mereabsorbsi air dan menarik air sehingga terjadi retensi air
. Volume darah ibu hamil akan meningkat 30%. 21

Ketebalan kornea meningkat sampai terjadi edem kornea. Pada kondisi ini
pasien mengeluh mata kabur. Penggunaan lensa kontak pada kondisi ini sangat

46
terganggu. Sensitivitas kornea selama kehamilan akan menurun dan menjadi
normal setelah 8-9 minggu postpartum.

Terdapat gambaran krukenberg spindles pada kornea pada awal kehamilan


akibat penurunan hormon progesteron. Pada trimester akhir dan postpartum
gambaran krukenberg spindles akan menurun (Garg and Aggarwal, 2012). 23

Gambar 20. Kornea dengan gambaran krukenberg spindels


Penelitian yang dilakukan Dahyanto dan Meida NS (2013) melaporkan ada
perbedaan bermakna rata-rata peningkatan kelengkungan kornea mata kanan
dan kiri pada wanita hamil dibandingkan wanita tidak hamil dengan nilai P =
0.029 ( P < 0.05 ) untuk mata kanan dan nilai P = 0.012 ( P < 0.05 ) untuk mata
kiri. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya penurunan kekuatan refraksi
dengan nilai P = 0,018 (P < 0.05) untuk mata kanan dan nilai P = 0.006 (P<0.05
) untuk mata kiri. Sedangkan penelitian terkait sensitivitas kornea pada wanita
hamil tidak terdapat perbedaan bermakna sensitivitas kornea mata kanan dan
kiri pada wanita hamil.

PERUBAHAN STATUS REFRAKSI

Perubahan visus dan kelainan refraksi selama kehamilan diduga adanya retensi
akuos yang dapat menyebabkan perubahan kelengkungan kornea. Akibat nya
fokus bayangan benda ada di depan retina dan terjadi miop (Ebeigbe 2011;
Jagdish, 2007). Selain itu kemungkinan adanya penurunan akomodasi dan lensa
mata yang bengkak (Louis, 2003; Garg, 2012). 41

47
Beberapa penelitian tentang perubahan visus dan kelainan refraksi selama
kehamilan masih berbeda-beda. Ada penelitian yang menyatakan terdapat
perubahan visus dan kelainan refraksi yang bermakna dan ada yang tidak
bermakna. Ebeigbe (2012) melaporkan adanya perubahan visus dan kelainan
refraksi selama kehamilan dan sesudah kehamilan (6 minggu) tetapi tidak
berbeda bermakna. Louis (2003) melaporkan terdapat perubahan visus selama
kehamilan dan terjadi pergeseran ukuran miop selama hamil sebesar 0,87 ± 0,3
Dioptri pada mata kanan dan 0,98 ± 0,3 Dioptri pada mata kiri dan berbeda
bermakna (p<0,0001). Mohammad Khalaj (2009) melaporkan terdapat
hubungan antara kehamilan dengan miop dan ada risiko terjadi miop
meningkat bermakna pada trisemester 2. 41

Status refraksi selama kehamilan berubah. Terdapat fluktuasi perubahan


refraksi. Peresepan kacamata pada kondisi ini sebaiknya ditunda sampai
beberapa minggu postpartum. Tindakan bedah refraksi pada saat kehamilan
merupakan kontraindikasi operasi (Garg and Aggarwal, 2012). 23

48
BAB VII
PERUBAHAN TEKANAN INTRA OKULER (TIO)

☺☺☺

Pada kehamilan terjadi penurunan TIO pada pertengahan kehamilan


dan kondisi ini bertahan sampai beberapa bulan postpartum. Penurunan TIO
terjadi karena kenaikan aliran humor aquos melalui beberapa jalur temasuk
kenaikan aliran uveosklera akibat perubahan hormonal dan penurunan tekanan
vena episklera serta penurunan tekanan vena di extremitas atas. Glaukoma pada
kondisi hamil menjadi lebih baik karena TIO menurun secara alami (Garg and
Aggarwal, 2012). 23

Pitta (2011) Pitta melaporkan tekanan intraokuler pada kehamilan


trisemester 2 lebih tinggi secara bermakna dibandingkan trisemester 3 .
Penurunan tekanan intraokuler selama kehamilan diduga terjadi karena
peningkatan aliran outflow (efek progesteron) dan penurunan tahanan vaskuler
perifer (efek estrogen) (Pitta, 2011; Garg, 2012). Produksi humor akuos
menurut Pitta tetap. 54

Ebeigbe (2011) melaporkan terdapat penurunan tekanan intraokuler


secara bermakna selama kehamilan dan sesudah melahirkan akan meningkat
kembali. Hal ini terjadi karena perubahan hormonal dan sirkulasi darah selama
kehamilan. 21 Estrogen menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, yang
selanjutnya tekanan arteri menurun dan produksi humor aquos menurun
Jumlah estrogen yang meningkat akan melepaskan relaxin suatu substansi yang
dapat menyebabkan penurunan korneoskleral rigidity dan tekanan intraokuler
menurun.

Peneliti lain Mohamad Khalaj (2009) juga melaporkan tekanan


intraokuler pada kehamilan trisemester 1 lebih tinggi secara bermakna
dibandingkan trisemester dua dan akan kembali normal sesudah melahirkan.
45

Isna dan Meida NS (2014) melaporkan penelitian tentang perbedaan


TIO 30 wanita hamil trimester 3 dan 30 wanita tidak hamil . Hasilnya

49
menunjukkan terdapat penurunan signifikan TIO antara wanita hamil trimester
3 dibanding wanita tidak hamil.

PERUBAHAN PRODUKSI AIR MATA

Kehamilan merupakan fakor risiko dry eye. Pada kehamilan dapat


terjadi kerusakan sel aciner lakrimal. Kehamilan memicu perubahan ekspresi
faktor pertumbuhan kelenjar lakrimal dan redistribusi limfosit dari periduktal
sampai ke interaciner (Afekhide, 2008). 1 Garg and Aggarwal (2012)
melaporkan terjadinya dry eye pada kehamilan kemungkinan karena efek
sensitifitas kornea yang menurun sehingga penguapan menjadi lebih besar dan
timbul mata kering (dry eye). Selain itu selama kehamilan , produksi kelenjar
air mata juga menjadi menurun sehingga dapat menyebabkan mata kering. 23

Rina dan Meida NS (2014) melakukan penelitian tentang mata kering


pada 30 wanita hamil trimester 3 usia 20-40 tahun dibanding 30 wanita tidak
hamil pada usia yang sama. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan
signifikan mata kering pada wanita hamil timester 3 dibandingkan wanita tidak
hamil dengan risiko 2,8x lebih tinggi kejadian pada wanita hamil.

50
BAB VIII
EFEK KEHAMILAN TERHADAP SEGMEN
POSTERIOR MATA

☺☺☺

RETINOPATI DIABETIK

Kehamilan menjadi faktor risiko progresifitas retinopati diabetik


terutama yang tipe IDDM (insulin Dependent Diabetes Mellitus) jika
dibandingkan dengan pasien Diabetes Mellitus yang tidak hamil. Progresifitas
akan nampak nyata pada penderita retinopati DM tipe sedang dan berat
sebanyak 54,8%. Progresifitas retinopati DM akan membaik setelah
postpartum. Progresifitas retinopati DM tergantung pada beratnya retinopati,
adekuat terapi, lama menderita DM, kontrol metabolik sebelum hamil dan
kelainan vaskuler seperti hipertensi. 34

Gambar 21. Perbandingan Gambaran Normal Retina dan Diabetic Retina

51
CENTRAL SEROUS CHORIORETINOPATI (CSCR)

Kehamilan merupakan faktor risiko CSCR dan hal ini sering


dihubungkan dengan eksudasi subretinal yang membaik di akhir kehamilan
(Afekhide, 2008; Jagdish, 2007; Garg and Aggarwal, 2011 ). 1, 23, 35 Kenaikan
kadar steroid dalam tubuh akan meningkatkan risiko terjadinya CSCR. Stress
juga merupakan salahsatu risiko CSCR (AAO, 2004). 4

Menjelang akhir usia kehamilan, pembentukan estrogen plasenta


semakin meingkat menjadi 30 kali kadar produksi wanita tidak hamil. Estrogen
yang disekresikan plasenta tidak disintesis secara de novo dari zat-zatdasar
dalam plasenta. Sebaliknya hampir seluruhnya dibentuk dari senyawa steroid
androgen, dehidroepiandrosteron dan 16-hidroksidehidroepiandrosteron, yang
dibentuk di kelenjar adrenal ibu juga kelanjar adrenal fetus (kelenjar androgen
fetus sangat besar, sekitar 80% terdiri dari zona fetus yang menyekresikan
dehidroepiandrosteron). Androgen yang lemah ini kemudian di transport oleh
darah ke plasenta dan diubah oleh sel-sel trofoblast menjadi estradiol, estron
dan estriol (Guyton, 2008; Greenstein, 2007). 27

Pada kehamilan sering terjadi CSCR yang ditandai dengan lepasnya


serabut sensori retina dari retinal pigment epitelial (RPE). Keluhan mata pada
kasus ini ditandai dengan mata kabur, skotoma sentral, mikropsia, atau
metamorpopsia. Kondisi CSCR biasanya sembuh spontan pada akhir
kehamilan atau setelah persalinan. Pada kondisi kehamilan terjadi perubahan
hemodinamik, biologi dan psikologi yang menyebakan timbulnya CSCR.

Gambar 22. Central serous chorioretinopati

52
RETINITIS PIGMENTOSA

Pada beberapa kasus retinitis pigmentosa selama kehamilan menjadi


progresif. Perubahan tidak selalu sama, ada yang ringan dan ada yang memberat
menjadi lebih buruk.

Gambar 23. Retinitis Pigmentosa

NEUROOPHTHALMOLOGY

Perubahan lapang pandang selama kehamilan masih kontroversial.


Secara klasik lapang pandang berubah menjadi hemianopsia bitemporal.
Perubahan yang lain adalah adanya kontraksi temporal ringan sampai
konsentrik dan hemianopsia homonim komplet. Mekanisme ini dipacu adanya
perubahan di kelenjar pituitari di chiasma optikum . Perubahan lapang pandang
ini bersifat reversibel dan akan kembali setelah postpartum. Jika terdapat tumor
hipofise seperti adenoma hipofise maka akan tumbuh selama kehamilan. Berat
kelenjar akan meningkat 30% dan volume meningkat 100% karena mengalami
hiperplasia.

NEURITIS OPTIK

Neuritis optik dapat terjadi akibat multipel sklerosis. Selama kehamilan,


kejadian neuritis optik menurun karena kejadian relaps multiple sklerosis juga
menurun. Beberapa bulan sesudah post partum, kejadian neuritis secara
signifikan akan meningkat. Neurits optik juga dapat terjadi karena kekurangan

53
vitamin B komplkes. Hal ini dapat terjadi karena banyak kehilangan vitamin
tersebut atau intake yang kurang. Kelemahan saraf sementara dapat terjadi
akibat polineuritis.

54
BAB IX
PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA SEBAGAI
PENYEBAB VISUAL DISORDER

☺☺☺

DEFINISI

Menurut Report on The National High Blood Pressure Education


Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy (AJOG Vol
183, 5. July 2000). Hipertensi dalam kehamilan diklasifikasi sebagai berikut:
1. Hipertensi Gestasional
Pada kehamilan dijumpai tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, tanpa disertai
proteinuria dan biasanya tekanan darah akan kembali normal sebelum 12
minggu pasca-persalinan.
2. Preeklampsia
Apabila dijumpai tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah kehamilan 20
minggu disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau pemeriksaan
dengan dipstick ≥ 1 +.
3. Eklampsia
Ditemukan kejang-kejang pada penderita preeklampsia, dapat disertai koma.
4. Hipertensi Kronik
Dari sebelum hamil, atau sebelum kehamilan 20 minggu, ditemukan tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg dan tidak menghilang setelah 12 minggu
pascapersalinan.
5. Hipertensi Kronis dengan Super Imposed Preeklampsia
Pada wanita hamil dengan hipertensi kronis, muncul proteinuria ≥ 300
mg/24 jam setelah kehamilan 20 minggu, dapat disertai gejala dan tanda
preeklampsia lainnya.

PREVALENSI PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA


Angka kejadian preeklampsia dan eklampsia adalah 6%-8% di antara
seluruh wanita hamil (Norwitz E. R. dkk., 1999) di beberapa rumah sakit di

55
Indonesia angka ini sangat bervariasi seperti yang terlihat pada tabel di bawah
ini. 50

Tabel 2. Angka Kejadian Preeklampsia dan Eklampsia di Beberapa Rumah


Sakit di Indonesia (Girsang E., 2004)

Sampai sekarang penyebab preeklampsia dan eklampsia masih tanda


tanya, penyakit ini masih disebut disease of theory (Chesley, 1978), beberapa
faktor risiko pada penyakit ini antara lain adalah:
- Nullipara, terutama usia ≤ 20 tahun, dan kehamilan yang langsung
terjadi setelah perkawinan (Robillard P. Y., 1994)
- Sejarah pernah menderita preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan
terdahulu.
- Sejarah penderita preeklampsia dan eklampsia dalam keluarga.
- Kehamilan ganda, diabetes mellitus, hydrops foetalis, mola hidatidosa,
dan anti phospolipid antibodies, infeksi saluran kemih.
- Riwayat penderita hipertensi dan penyakit ginjal.
- Multipara dengan umur lebih dari 35 tahun.

PATOGENESIS PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA


Pada saat ini ada 4 hipotesa yang mendasari patogenesa dari
preeklampsia (Dekker G.A., Sibai B. M., 1998) sebagai berikut:
1. Iskemia Plasenta
Peningkatan deportasi sel tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan
invasi ke arteri sperialis dan akan menyebabkan iskemia pada plasenta.
2. Mal Adaptasi Imun
Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel
tropoblast pada arteri spiralis. Dan terjadinya disfungsi endothel yang
dipicu oleh pembentukan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas.
3. Genetic Inprenting

56
Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen
resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna.
Penetrasi mungkin tergantung pada genotip janin.
4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity
Preventing Activity (TxPA). Sebagai kompensasi untuk peningkatan
energi selama kehamilan, asam lemak non-esterifikasi akan
dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah,
pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan
lemak ke dalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin
sampai pada titik di mana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL
melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul. Dalam
perjalanannya keempat faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang
saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan
terjadinya iskemia plasenta. 16

57
Gambar 24. Skema Patogenesis Preeklampsia (Robson S. C.,1999)

Menurut Jaffe dkk. (1995) pada preeklampsia ada dua tahap perubahan
yang mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang
terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. 34 Hal ini terjadi
karena kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal
kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak
dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam

58
ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia
plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin,
radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan
akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan di mana
radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan (Robert J.
M., 2004). 59 Oxidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis
yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel
pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada
seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita
preeklampsia. Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-
zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida,
dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan
angiotensin II sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah
hipertensi.
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem
koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus.
Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita
preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan
organ seperti:
- Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
- Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.
- Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema
paru dan oedema menyeluruh.
- Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan coagulopathi.
- Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
- Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang,
kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan.
- Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin,
hipoksia janin, dan solusio plasenta.

59
BAB X
PENGELOLAAN PREEKLAMPSIA

☺☺☺

Oleh kelompok kerja penyusunan pedoman pengelolaan hipertensi


dalam kehamilan di Indonesia dari himpunan Kedokteran Feto Maternal
POGI pada bulan Juli 2005 pada PIT XV di Batam, telah diterbitkan buku
Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Diharapkan
buku tersebut dapat digunakan sebagai pedoman pengelolaan preeklampsia di
Indonesia.
Dalam pengelolaan klinis, preeklampsia dibagi sebagai berikut:
1. Disebut preeklampsia ringan jika ditemukan:
- Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg
- Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam, atau pemeriksaan dipstick ≥ 1 + c
2. Ditegakkan diagnosa preeklampsia berat jika ditemukan tanda dan
gejala sebagai berikut (Sibai B. M., 2003):
- Tekanan darah pasien dalam keadaan istirahat: sistolik ≥ 160 mmHg
- dan diastolik ≥ 110 mmHg
- Proteinuria ≥ 5 gr/24 jam atau dipstick ≥ 2 +
- Oligourie < 500 ml/24 jam
- Serum kreatinin meningkat
- Oedema paru atau cyanosis
3. Dan disebut impending eklampsia apabila pada penderita ditemukan
keluhan seperti (Lipstein, 2003):
- Nyeri epigastrium
- Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur (gangguan
- susunan syaraf pusat)
- Gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau aspartate
- amino transferase
- Tanda-tanda hemolisis dan micro angiopatik

60
- Trombositopenia < 100.000/mm3
- Munculnya komplikasi sindroma HELLP
4. Dan disebut eklampsia jika pada penderita preeklampsia berat dijumpai
kejang klonik dan tonik dapat disertai adanya koma. Pada dasarnya
penanganan penderita preeklampsia dan eklampsia yang difinitif adalah
segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam
penatalaksanaannya kita harus mempertimbangkan keadaan ibu dan
janinnya, antara lain umur kehamilan, proses perjalanan penyakit, dan
seberapa jauh keterlibatan organ (Sibai B. M., 2005). Tujuan
penatalaksanaan preeklampsia dan eklampsia adalah:
- Melahirkan bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping
- itu mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada ibu.
- Mencegah terjadinya kejang/eklampsia yang akan memperburuk
keadaan ibu hamil.

Morbiditas dan mortalitas penderita preeklampsia sangat ditentukan


umur kehamilan saat ditemukan, beratnya penyakit, kualitas penanganan, dan
adanya penyakit penyerta lainnya (Sibai B. M., 2003). 34 Preeklampsia ringan
yang ditemukan pada kehamilan > 36 minggu biasanya tidak bermasalah dan
prognosenya baik, sebaliknya preeklampsia berat yang ditemukan pada
kehamilan < 34 minggu akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu,
apalagi jika dijumpai penyakit penyerta lainnya. Gambaran klinis penderita
preeklampsia sangat bervariasi, dari penderita tanpa gejala klinik sampai
penderita dengan gajala klinik yang sangat progresif, berkembang dengan cepat
dan membahayakan nyawa penderita. Pada preeklampsia umumnya perubahan
patogenik telah lebih dahulu terjadi mendahului manifestasi klinik. Pada
dasarnya pada pengelolaan preeklampsia berat, kita sedapat mungkin harus
berusaha mempertahankan kehamilan sampai aterm. Pada kehamilan aterm
persalinan pervaginam adalah yang terbaik bila dibandingkan dengan seksio
sesarea. Jika perjalanan penyakitnya memburuk dan dijumpai tandatanda
impending eklampsia, kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan. Di samping itu pemeriksaan terhadap kesejahteraan janin harus
dilakukan secara ketat. Biometri janin, biophisical profile janin harus dievaluasi
2 x seminggu, bila keadaan janin memburuk terminasi kehamilan harus segera
dilakukan, tergantung dari keadaan janinnya apakah persalinan dapat dilakukan
pervaginam atau perabdominal. Pada kehamilan preterm ≤ 34 minggu yang
akan dilakukan terminasi pemberian kortiko steroid seperti dexamethasone

61
atau betamethasone untuk pematangan paru harus dilakukan. Pada penderita
preeklampsia berat obat-obat yang dapat diberi untuk memperbaiki keadaan
ibu dan janinnya adalah:
1. Magnesium sulfat
2. Anti hipertensi
3. Kortiko steroid: dexamethasone atau betamethasone untuk
pematangan paru. 14, 45, 62

Tujuan utama pemberian magnesium sulfat adalah untuk mencegah


dan mengurangi terjadinya kejang. Di samping itu juga untuk mengurangi
komplikasi yang terjadi pada ibu dan janin (Sibai B. M., 2004). 34 Cara kerja
magnesium sulfat sampai saat ini tidak seluruhnya diketahui, diduga ia bekerja
sebagai N-methyl D Aspartate (NDMA) reseptor inhibitor, untuk menghambat
masuknya kalsium ke dalam neuron pada sambungan neuro muskuler (neuro
musculer junction) ataupun pada susunan syaraf pusat. Dengan menurunnya
kalsium yang masuk maka penghantaran impuls akan menurun dan kontraksi
otot yang berupa kejang dapat dicegah. Magnesium sulfat dapat diberikan
menurut Regim Prichart. Awalnya diberikan 4 gram secara intravena selama 4-
5 menit dan 10 gram secara intra-muskuler. Selanjutnya diberikan 5 gram setiap
4 jam secara intramuskuler. Sedangkan menurut Regim Zuspan, magnesium
sulfat seluruhnya diberikan secara intra-vena dengan dosis sebagai berikut:
Awalnya diberikan 6 gram secara intra-vena selama 5–10 menit,
kemudian dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 gram/jam melalui infus.
Pada pemberian magnesium sulfat kita harus berhati-hati terhadap gejala
keracunan yang dapat ditandai dengan munculnya:
- Reflex patella yang menurun ataupun hilang
- Pernafasan < 16 x per menit
- Rasa panas di muka, bicara sulit, kesadaran menurun, dan
- Cardiac arrest
- Antidotum pada keracunan magnesium sulfat adalah kalsium gluconat
10% dalam 10 cc diberikan secara intravena. 2, 17, 54

ANTI HIPERTENSI

Pada preeklampsia berat anti hipertensi diberikan jika tekanan darah


180/110 mmHg. Tujuan pemberian anti hipertensi adalah untuk mencegah
terjadinya cardiovaskuler atau cerebrovaskuler accident (Zhang J., 2003). 77

62
Sebenarnya banyak pilihan anti hipertensi yang dapat diberikan, tetapi pilihan
yang pertama adalah hydralazine. Mekanisme kerja hydralazine adalah dengan
merelaksasi otot pada arteriol sehingga terjadi penurunan tahanan perifer.
Hydralazine dapat diberikan peroral atau parentral. Kerjanya cepat, bila
diberikan intravena sudah dapat dilihat efeknya dalam 5–15 menit. Efek
samping hydralazine adalah sakit kepala, tachycardia, dan perasaan gelisah.
Obat anti hipertensi yang juga banyak digunakan adalah labetalol, obat ini
termasuk beta-bloker, dapat diberikan peroral atau intravena. Kalau diberi
intravena efeknya sudah terlihat dalam 2-5 menit dan mencapai puncaknya
setelah 15 menit. Kerja obat ini dapat berlangsung 4 jam. Bekerja menurunkan
tahanan perifer dan tidak menurunkan aliran darah ke otak, jantung, dan ginjal.
32, 56, 61

Obat anti hipertensi yang juga banyak digunakan adalah nifedipine


(Brown, 2002). 10 Nifedipine adalah satu-satunya pilihan obat untuk hipertensi
dalam kehamilan yang terdapat di Indonesia. Obat ini mudah didapat, harganya
murah, dan mudah penggunaannya. Nifedipine termasuk calcium channel
antagonist, hanya diberikan peroral dengan dosis 10-20 mg, dapat diulang setiap
30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping obat ini adalah sakit kepala, rasa
panas, sesak nafas, dan sakit di dada. Tidak mengganggu aliran darah utero
plasenta. Kalau diberi peroral, efek kerjanya sudah terlihat dalam 5-10 menit
dan mencapai puncaknya setelah 60 menit dan dapat bekerja sampai 6 jam.
Mekanisme kerja nifedipine adalah dengan vasodilatasi arteriol.

KORTIKO STEROID

Pada preeklampsia berat kortiko steroid hanya diberikan pada


kehamilan preterm < 34 minggu dengan tujuan untuk mematangkan paru janin
(Magan E. F., dkk., 1993). Semua kehamilan ≤ 34 minggu yang akan diakhiri
diberikan kortiko steroid dalam bentuk dexamethasone atau betamethasone.
National Institute of Health (NIH, 2000) menganjurkan pemberian kortiko
steroid pada semua wanita dengan usia kehamilan 24-34 minggu yang berisiko
melahirkan preterm, termasuk penderita preeklampsia berat. Pemberian
betamethasone 12 mg intra-muskuler dua dosis dengan interval 24 jam, atau
pemberian dexamethasone 6 mg intra-vena empat dosis dengan interval 12 jam.
14

63
PENGELOLAAN EKLAMPSIA

Penderita preeklampsia berat yang tidak mendapat penanganan yang


memadai atau terlambat mendapat pertolongan bisa mendapat serangan kejang-
kejang yang disebut eklampsia. Eklampsia sering terjadi pada kehamilan
nullipara, kehamilan kembar, kehamilan mola, dan hipertensi dengan penyakit
ginjal (Ramin K. D., 1999). 55 Lebih kurang 75% penderita eklampsia terjadi
antepartum dan 25% sisanya terjadi pasca-melahirkan. Eklampsia biasanya
terjadi akibat oedema otak yang luas, yang terjadi akibat peningkatan tekanan
darah yang mendadak dan tinggi yang akan menyebabkan kegagalan
autoregulasi aliran darah. Sebelum serangan kejang pada eklampsia biasanya
didahului oleh kumpulan gejala impending eklampsia yang dapat berupa: nyeri
kepala, mata kabur, mual, muntah, dan nyeri epigastrium. 34, 43

Diperhitungkan eklampsia menyebabkan 50.000 kematian maternal di


seluruh dunia (Ramin K. D., 1999) 55 dalam satu tahun, di samping itu kematian
janin dalam kandungan dan kematian neonatal mencapai angka 34/1000. Pada
penanganan penderita eklampsia kita harus bertindak lebih aktif. Stabilisasi
keadaan ibu, pembebasan jalan nafas, sirkulasi udara, dan stabilisasi sirkulasi
darah harus segera dilakukan, terutama bila dijumpai hipoksemia dan acidemia.
Kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan
keadaan janin setelah stabilisasi keadaan ibu tercapai. Gambaran klinik
penderita eklampsia biasanya lebih berat dan dapat disertai berbagai komplikasi
seperti: koma, oedema paru, gagal ginjal, solusio plasenta, gangguan
pertumbuhan janin, dan kematian janin. Oleh karena itu penanganan penderita
eklampsia harus komprehensif dan melibatkan berbagai disiplin ilmu.13

PENGELOLAAN SINDROMA HELLP

Diperkenalkan oleh Luis Weinstein tahun 1982, merupakan satu


kumpulan gejala multisistem pada penderita preeklampsia berat yang ditandai
dengan adanya: hemolisis, peningkatan kadar enzim hati dan penurunan jumlah
trombosit. Sindroma HELLP dapat terjadi antara 2–12% pada penderita
preeklampsia berat. Bisa terjadi antepartum pada 69% kasus dan sisanya pada
31% kasus terjadi pasca-persalinan. Kriteria diagnosis sindroma HELLP
ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Disebut sindroma
HELLP komplit bila dijumpai SGOT > 70 iu/l, LDH > 600 iu/l, bilirubin > 1,2
mg/dl, trombosit < 100.000/mm3, dan disebut sindroma HELLP parsial jika

64
hanya ditemukan perubahan pada salah satu atau lebih, tetapi tidak semua dari
parameter di atas (Audibert, dkk., 1996). Sedangkan Martin (1991), hanya
mengelompokkan sindroma HELLP berdasarkan jumlah trombosit:
- disebut kelas I jika jumlah trombosit ≤ 50.000/mm3,
- disebut kelas II jika jumlah trombosit > 50.000/mm3 - ≤
100.000/mm3
- disebut kelas III jika jumlah trombosit > 100.000/mm3 - ≤
150.000/mm3. 41

Pada umumnya penanganan penderita sindroma HELLP lebih sulit bila


dibandingkan dengan penanganan penderita preeklampsia berat, karena pada
penderita sindroma HELLP umumnya telah terjadi multiorgan disfungsi.
Prioritas utama penanganannya adalah stabilisasi kondisi ibu terutama terhadap
tekanan darah, keseimbangan cairan, dan gangguan pembekuan darah. Kontrol
terhadap tekanan darah yang tinggi perlu segera dilakukan terutama bila
dijumpai tanda-tanda iritabilitas syaraf pusat dan kegagalan ginjal. Seperti
penanganan preeklampsia, pemberian magnesium sulfat masih merupakan
pilihan utama. Transfusi darah dan pemberian trombosit harus diperhitungkan
untuk memberantas anemia, atau jika ditemui kadar trombosit ≤ 50.000/mm3.
Pemberian kortiko steroid dapat dipertimbangkan terutama untuk pematangan
paru, meningkatkan kadar trombosit dan memperbaiki fungsi hepar. Terminasi
kehamilan harus segera dilakukan, tanpa memandang usia kehamilan terutama
setelah stabilitas keadaan ibu tercapai. Pemberian kortiko steroid pasca-
persalinan dapat diulangi dengan tujuan untuk mempercepat perbaikan
laboratorium dan keadaan penderita (Martin J. N., dkk., 1997). 44

65
BAB XI
KOMPLIKASI PADA WANITA HAMIL DENGAN
HIPERTENSI

☺☺☺

Komplikasi pada mata :

1. RETINOPATI HIPERTENSI
Retinopati hipertensi pada kehamilan sering terjadi bersama dengan
kejadian preklampsia atau eklampsia (60%). 23 Gangguan visual yang
terjadi antala lain skotoma, diplopia, mata kabur dan fotopsia. Tingkat
keparahan retinopati hipertensi berhubungan dengan keparahan
preeklampsia. Perubahan retina terjadi dengan diastole lebih dari 100
mmHg dan sistole di atas 150mmHg. Pada retina nampak gambaran
penyempitan arteri, edem retina, perdarahan, eksudat dan cotton wool
spot. Penyempitan arteri bersifat reversibel pada sebagian besar pasien
kehamilan dengan preklampsia. 48, 51

Gambar 24. Retinopati Hipertensi dengan Gambaran Perubahan


Pembuluh Darah

66
Gambar 25. Hypertensive Retinopathy-Grade 4

2. ABLASIO RETINA EKSUDATIVA


Kejadian ablasi retina eksudativa pada penderita preeklampsia
sebanyak 1 % dan pada eklampsia sebanyak 10%. Hal ini kemungkina
terjadi karena iskemi koroid.3 Prognosis penyakit ini baik dan aka
kembali spontan dalam beberapa minggu postpartum.

Gambar 26. Ablasio Retina karena Hipertensi dalam Kehamilan

3. KEBUTAAN KORTIKAL
Kebutaan kortikal terjadi pada 15% kasus preeklampsia dan
eklampsia. 58 Kebutaan bisa terjadi pada saat kehamilan atau beberapa
jam atau beberapa hari postpartum. Keluhan diawali dengan pusing,
kejang dan kehilangan kesadaran. Pada pemeriksaan MRI tampak

67
hilangnya signal kortek occipitale. Penemuan ini secara nyata nampak
adanya iskemi sebagai hasil edem serebral. Gangguan vasogenik
maupun sitotoksik akibat edem diamati pada pasien dengan dengan
kebutaan kortikal. 43

68
BAB XII
MIOPIA DALAM KEHAMILAN (DIAGNOSIS,
KOMPLIKASI DAN PENCEGAHAN)

☺☺☺

Miopia dapat disebabkan oleh panjang bola mata antero-posterior yang


terlalu besar atau kekuatan pembiasan pada media refraksi terlalu kuat.5

KLASIFIKASI MIOPIA

Dikenal dua bentuk miopia, yaitu:

1. Miopia refraktif, yang disebabkan oleh pertambahan indeks bias atau


kekuatan pembiasan pada media penglihatan.
2. Miopia aksial, yang disebabkan oleh pertambahan panjang sumbu
anteroposterior mata.

Menurut derajat beratnya, miopia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:

1. Miopia ringan, dengan ukuran lebih kecil dari 3 dioptri.


2. Miopia sedang, dengan ukuran antara 3-6 dioptri.
3. Miopia berat, dengan ukuran lebih besar dari 6 dioptri.

Menurut perjalanannya, miopia dikenal dalam 3 bentuk:

1. Miopia stasioner/simpleks, miopia yang menetap setelah dewasa.


2. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa
karena pertambahan panjang bola mata.
3. Miopia maligna/progresif/degeneratif/patologik, miopia yang berjalan
secara progresif, dapat mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan.

Miopia degeneratif atau miopia maligna apabila miopia lebih dari 6


dioptri disertai kelainan pada fundus okuli (penipisan epitel pigmen retina
dan koroid) dan panjangnya bola mata (umumnya > 26,5 cm).

69
Tabel 3. Klasifikasi Miopia

GEJALA KLINIS
Gejala klinis terdiri atas :
Gejala subjektif miopia antara lain:
a. Kabur bila melihat jauh
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai
dengan
akomodasi )
d. Astenovergens yakni titik mata tidak berakomodasi tetapi
berkonvergensi sangat kuat, gejalanya seperti lekas lelah, silau, dan
pusing.

Gejala objektif miopia antara lain:


1. Miopia simpleks :
a) Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil
yang relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak
menonjol.

70
b) Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal
atau dapat disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di
sekitar papil saraf optik.
2. Miopia patologik :
a) Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia
simpleks
b) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa
kelainan-kelainan pada badan kaca : dapat ditemukan
kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang terlihat
sebagai floaters atau luapan, atau benda-benda yang mengapung
dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasio badan
kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan
miopia.
c) Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia,
papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian
temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran papil
sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi
dan pigmentasi yang tidak teratur.

Gambar 27. Miopia Cresent

d) Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang


ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula.

71
e) Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian
perifer
f) Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan
koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid
tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus trigroid.5,10

Gambar 28. Fundus Trigroid

DIAGNOSIS
Diagnosis suatu miopia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. 34
a. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan berdasarkan riwayat sebelumnya, keluhan
utama pasien, serta perjalanan penyakitnya, riwayat keluarga, penggunaan
obat-obatan, pekerjaan dan lingkungan tempat tinggal.
- Miopia simpleks, keluhan dan gejala yang paling sering hanya pandangan
kabur. Hal yang penting ditanyakan adalah apakah keluhan kabur itu
bersifat menetap atau hanya sementara. Pada miopia simpleks,
pandangan kabur bersifat sementara.
- Miopia nokturnal, gejala dan keluhan berupa pandangan kabur pada saat
di tempat yang gelap atau kurang cahaya misalnya di malam hari. Pasien
biasanya mengeluhkan sulit melihat jalanan ketika sedang mengemudi.
- Pseudomiopia, pandangan kabur hanya bersifat sementara, tidak
permanen

72
- Miopia degeneratif, pada jenis ini pandangan kabur oleh karena derajat
dari miopia yang khas dan berarti. Pada pasien ini dilakukan
pengoreksian alat bantu berupa kacamata dengan koreksi yang tinggi.
- Miopia terinduksi, miopia yang timbul akibat suatu induksi atau ada
penyebabnya. Pupil akan berkonstriksi ketika terpapar oleh suatu agen
induksi misalnya obat-obat agonis kolinergik.

b. Pemeriksaan fisis dan penunjang


Pengujian atau test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata secara
umum atau standar pemeriksaan mata, terdiri dari :
1. Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen)
dan jarak dekat (Jaeger).
2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam
pemakaian kaca mata.
3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk meembuktikan
kemungkinan ada atau tidaknya kebutaan.
4. Uji gerakan otot-otot mata
5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di retina
6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata
7. Pemeriksaan retina

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN


Penanganan :

1. Jika pada persalinan sebelumnya terdapat penipisan retina, lakukan


tindakan perlekatan kembali (scleral buckling, vitrectomy, laser atau
cryopexy) jauh sebelum hari persalinan. Bila berhasil dilekatkan
dengan baik kemungkinan bisa melahirkan normal.
2. Pertimbangan boleh melahirkan normal atau tidak, tergantung
besarnya minus mata., besarnya janin, luas panggul, dan faktor lain
yang berhubungan dengan keberadaan penyulit persalinan. Secara
statistik, risiko ablasio retina partus pervaginam pada ibu hamil dengan
miopia 0 D s/d - 4,75 D sekitar 1/6662, pada - 5D s/d -9,75 D risiko
meningkat menjadi 1/1335. Dan lebih dari -10 D risiko ini menjadi
1/148. Dengan kata lain, penambahan faktor risiko pada miopia
rendah tiga kali sedangkan pada miopia tinggi meningkat menjadi 300
kali.

73
3. Jika ada kelengkungan, pendataran dan penipisan retina cukup parah,
persalinan harus dilakukan secara seksio sesarea.
4. Jika terjadi ablasio retina saat hamil atau bersalin, retina harus
dilekatkan kembali secepatnya melalui operasi.

Cara mencegah komplikasi miopia (pada miopia > 6 D):

1. Jangan mengedan saat buang air besar, perbanyak konsumsi serat.


2. Jangan mengangkat beban berat.
3. Sebelum persalinan tiba, pastikan anda memeriksakan dan
mendiskusikan kondisi mata ke dokter spesialis mata dan dokter ahli
kandungan, sehingga dapat menentukan pilihan bersalin yang aman.

Definisi mengangkat benda berat adalah mengangkat beban yang


beratnya melebihi aturan yang ditetapkan International Labour Organization
(ILO) sebagai berikut: 54

a. Laki-laki dewasa 40 kg
b. Wanita dewasa 15-20 kg
c. Laki-laki (16-18 thn) 15-20 kg
d. Wanita (16-18 thn) 12-15 kg

Pencegahan dan penghambat progresifitas miopia:

1. Bila membaca atau melakukan kerja jarak dekat secara intensif,


istirahatlah tiap 30 menit. Selama istirahat, berdirilah dan memandang
ke luar jendela atau objek jauh lainnya.
2. Bila membaca, pertahankan jarak baca yang cukup dari buku (±30cm).
3. Cahaya yang cukup untuk membaca.
4. Batasi waktu bila menonton televisi dan main video game. Duduk
minimal 5-6 kaki dari televisi.

KOMPLIKASI

Komplikasi miopia adalah :


1. Ablasio retina

74
Risiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 D s/d - 4,75 D
sekitar 1/6662. Sedangkan pada - 5D s/d -9,75 D risiko meningkat
menjadi 1/1335. Lebih dari -10 D risiko ini menjadi 1/148. Dengan
kata lain penambahan faktor risiko pada miopia rendah tiga kali
sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali. 22
Pengurangan volume vitreus yang normal terjadi pada proses
penuaan, dapat menyebabkan penarikan pada retina yang akan
menyebabkan ablasio retina. Faktor risikonya mencakup: miopia,
ablasio retina pada mata sebelahnya, trauma mata, dan mempunyai
riwayat keluarga dengan ablasio retina. Meskipun demikian, hanya
10% pasien dengan faktor risiko tersebut yang mendapatkan ablasio
retina. 3, 45, 58
Apabila pasien telah datang dengan ablasio retina, pasien ini
dapat ditangani dengan laser atau cryopexy disekeliling ablasio
retinanya untuk menginduksi adhesi retina disekeliling robekan. Selain
itu, ablasio retina juga dapat ditangani secara bedah dengan vitrectomy
dan scleral buckling. 3

Gambar 29. Robekan Retina yang Terlokalisasi dikelilingi Parut Laser.


2. Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung
98% air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair
secara perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita
miopia tinggi. Hal ini berhubungan denga hilangnya struktur normal
kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil
(floaters). 16

75
Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga
kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan berisiko untuk
terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment
pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat
memanjangnya bola mata. 25
3. Makulopati Miopia
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh
darah kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga
lapanagn pandang berkurang. Dapat juga terjadi perdarahan retina dan
koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan pandang. Miopia
vaskular koroid/degenerasi makular miopia juga merupakan konsekuensi
dari degenerasi makular normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah
yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina. 37, 47
4. Glaukoma
Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada
miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia
terjadi dikarenakan stress akomodasi dan konvergensi serta kelainan
struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula. 6
5. Katarak
Lensa pada miopiaa kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa
pada orang dengan miopia onset katarak muncul lebih cepat. 77

Berdasarkan data statistik, terdapat beberapa faktor predisposisi yang


dapat memudahkan terjadinya komplikasi pada penderita miopia yang hamil,
yaitu:

1. Memiliki kelainan mata rabun yg cukup besar, terutama minus 4-7.


2. Mengalami robekan retina pada salah satu mata.
3. Memiliki riwayat keluarga yang menderita robekan retina.
4. Memiliki kelainan mata jenis lainnya seperti gangguan retina, cairan bola
mata merembes.
5. Pernah operasi katarak
6. Pernah mengalami trauma dan benturan cukup keras di mata.
7. Memiliki aktivitas rutin yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam bola
mata seperti: mengangkat beban berat, sulit buang air besar.

76
Meskipun demikian, hubungan dan patogenesis antara kehamilan itu
sendiri dengan miopia masih belum jelas. Fletcher dan Brandon
mengemukakan hubungan tersebut merupakan komplikasi dari retrolental
fibroplasia pada kehamilan terutama bentuk abortif, tapi hingga kini masih
dipertentangkan.

Penilaian reflek fundus penting untuk membedakan katarak matur dan


immatur. Katarak matur reflek fundus negatif. Selanjutnya untuk melihat retina
dan pupil nervus II, oftalmoskopi didekatkan sedekat mungkin ke mata pasien.
77

Gambar 30. Alat Oftalmoskopi dan Cara Pemeriksaan Funduskopi

1. Pemeriksaan tonometri dengan tonometer schiotz


Pengukuran tekanan intraokular dengan tonometer schiotz .
Pemeriksaan dilakukan pada pasien yang berbaring terlentang atau
setengah duduk. 45 Agar posisi kornea horizontal, usahakan dagu dan dahi
pasien terletak pada satu bidang horizontal. Kedua mata ditetes anestesi

77
topikal. Tonometer ditera pada tes blok yang bila baik, jarum
menunjukkan angka nol pada skala dan “plunger” dapat bergerak bebas
dalam silindernya. Pada pemeriksaan pertama dipilih beban terkecil 5,5
gram. Kemudian “foot plate”di desinfeksi dengan mengusapnya dengan
kapas alkohol 70%. Kedua mata difiksasi dengan melihat lurus ke atas. Bila
mata kanan yang akan diukur, pemeriksa berdiri disebelah kiri atau
dibelakang pasien. Begitu pula untuk mata kanan. 34
Tonometer dipegang vertikal beberapa saat lurus di atas kornea
penderita setelah sebelumnya kelopak mata pasien dibuka secukupnya
dengan jari tangan pemeriksa lainnya tanpa menekan bola mata. Setelah
mata penderita menyesuaikan diri, tonometer diturunkan perlahan-lahan
sampai “foot plate” diturunkan sampai di tengah-tengah silinder. Angka
skala yang ditunjuk jarum pada saat itu, diingat dan dicatat dan tonometer
diangkat dari kornea. Bila angka yang ditunjuk kurang dari angka 3,
tonometer diulangi dengan beban 7,5 gram. Mungkin pula perlu memakai
beban 10 gram. 2, 14
Nilai tekanan intra okuler selanjutnya pada tabel kalibrasi.

Contoh mencatat hasil : tanggal ......., jam.......


TOD (mata kanan) 8/75 = 15,6 mmhg
TOS (mata kiri) 9/25 = 13,1 mmhg (nilai TIO
normal 10-21 mmhg)

Sebelum melakukan tonometri, diyakini tidak ada


kontraindikasi tonometri, lakukan komunikasi yang baik dengan pasien
agar tenang selama pemeriksaan. Kontra indikasi umumnya adalah
infeksi mata.

Setelah dilakukan pemeriksaan pada mata, apabila di temukan


tanda-tanda yang dapat mengarah ke ablasio retina maka pilihan
persalinan dengan dilakukan seksio sesarea misalnya :
1. Miopia yang tinggi (>6 disertai gambaran retina yang berlipat-lipat
dan koroid yang tidak normal pada pemeriksaan oftalmoskopi)
2. Pembuluh darah yang agak gelap, refleks cahaya (-)
3. Penurunan tekanan intraokular dengan pemeriksaan tonomoter
schiotz

78
BAB XIII
CARA PERSALINAN PADA BEBERAPA KASUS

☺☺☺

Hampir semua ibu pasti menginginkan persalinan normal, tetapi ada


sebagian ibu yang harus menjalani proses persalinan dengan cara yang lain
karena mengalami kondisi tertentu yang membuatnya tidak bisa menjalani
persalinan secara normal. Ada juga sebagian ibu yang sengaja memilih metode
tertentu karena merasa lebih nyaman melakukan persalinan dengan cara
tersebut. Dibawah ini adalah cara-cara persalinan: 34

1. Persalinan Normal

Persalinan normal merupakan persalinan yang cenderung aman dan


minim risiko.34 Proses persalinan melalui lubang vagina ini, umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan normal dipengaruhi oleh tiga
faktor penting, yakni kekuatan ibu saat mengejan, keadaan jalan lahir, serta
kondisi janin. Ketiga faktor ini harus berada dalam kondisi yang baik agar
persalinan normal dapat berjalan dengan baik. Jika ada masalah pada salah
satunya, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter terkait
apakah persalinan normal masih dapat dilakukan atau tidak.

2. Persalinan dibantu alat

Jika persalinan normal tidak dapat dilakukan karena kondisi


tertentu, dokter mungkin menyarankan melakukan persalinan dengan alat
bantu, yaitu dengan vakum dan forsep. 34 Umumnya, persalinan dengan alat
bantu dilakukan jika ibu kehabisan tenaga untuk mengejan. Persalinan
dengan bantuan vakum atau disebut ekstrasi vakum dilakukan dengan
menarik bayi keluar menggunakan sebuah cup penghisap yang bekerja
secara lembut. Cara kerjanya adalah dengan meletakkan vakum yang
terhubung dengan mesin listrik atau pompa di atas kepala bayi. Vakum akan

79
dilakukan saat mulut rahim telah terbuka penuh dan kepala bayi berada di
bagian bawah panggul. 38

Gambar 31. Alat Bantu Persalinan Vakum

Persalinan dengan bantuan vakum akan dilakukan jika terjadi


indikasi yang dapat membahayakan kesehatan ibu, bayi, atau keduanya.
Misalnya, ibu memiliki masalah hipertensi yang dapat membahayakan
keselamatan ibu maupun bayi jika melahirkan normal. Meski terlihat
mudah, prosedur vakum ini, berisiko menyebabkan efek samping, berupa
luka dan pendarahan di jalan lahir ibu, serta luka atau lecet di kepala bayi.
41

80
Gambar 31. Alat Bantu Persalinan Forsep

Persalinan dengan alat bantu selanjutnya adalah dengan forsep, alat


bantu yang terbuat dari logam dan menyerupai sendok. 41 Persalinan yang
dibantu forsep dapat dilakukan tanpa ibu harus mengejan. Umumnya, cara
ini dilakukan ketika ibu mengalami keracunan kehamilan, asma, atau
penyakit jantung. Persalinan forsep umumnya lebih berisiko dan lebih sulit
dilakukan dibandingkan dengan persalinan vakum. Namun, cara persalinan
ini memiliki efek samping persalinan yang mungkin terjadi pada bayi, salah
satunya adalah adanya cedera pada kepala, yaitu di tulang wajah dan
tengkorak. Jika efek samping ini terjadi setelah melahirkan, bayi harus
diawasi dengan ketat selama beberapa hari untuk mendapatkan perawatan
optimal. 52

3. Persalinan caesar

Operasi caesar umumnya dilakukan ketika terjadi kemacetan pada


persalinan normal ataupun terjadinya masalah pada proses persalinan yang
dapat mengancam nyawa ibu dan bayi. Pada beberapa kondisi, persalinan
dengan operasi caesar dapat dijadwalkan atau direncanakan jauh-jauh-jauh
hari, terutama jika terjadi masalah pada kesehatan ibu atau janin saat hamil.
Persalinan caesar haruslah disiapkan dengan matang, meski mungkin juga
dilakukan dengan segera ketika terjadi kondisi darurat. 54

4. Persalinan di dalam air

81
Persalinan di dalam air, merupakan metode persalinan normal
dengan sedikit modifikasi, yaitu ibu berendam di dalam bak atau kolam
berisi air hangat saat sedang melahirkan. Persalinan yang awalnya populer
di Eropa ini ditujukan untuk memudahkan bayi lahir dan mengurangi rasa
stres pada ibu. Selain itu, persalinan di dalam air ini juga bertujuan untuk
memberikan kondisi yang serupa seperti di dalam kandungan bagi bayi saat
lahir untuk menghindari munculnya stres pada bayi.

82
BAB XIV
OBAT GLAUKOMA PADA KEHAMILAN

☺☺☺

Manajemen wanita hamil dengan glaukoma membutuhkan


keseimbangan antara risiko pengobatan terhadap janin dan ibu. 2 Tekanan
intraokular (TIO) biasanya menurun selama kehamilan. Namun, banyak pasien
glaukoma terus memerlukan perawatan medis untuk glaukoma dan beberapa
mungkin mengalami peningkatan TIO selama kehamilan sementara telah
mengendalikan glaukoma sebelum konsepsi. Dalam sebuah penelitian
retrospektif pada 28 mata dari 15 pasien glaukoma hamil dengan berbagai
tingkat keparahan dan jenis glaukoma, TIO tetap terkontrol tanpa perubahan
dalam bidang visual di 16 mata. Di lima mata, ada perkembangan di bidang
visual sementara tingkat TIO tetap stabil atau meningkat, dan di lima mata,
tingkat TIO meningkat. Namun, tidak ada perubahan di bidang visual. Data
dua pasien tidak dapat disimpulkan. 2, 17,45

Obat glaukoma digunakan untuk mengendalikan TIO pada 13 dari 15


pasien. Seorang wanita berusia 28 tahun memiliki IOP yang terkontrol dengan
latanoprost selama 5 tahun, tetapi setelah pembuahan, IOP meningkat menjadi
30 mmHg bahkan setelah menambahkan timolol dan dorzolamide dan
menerima trabeculoplasty laser. 17

Ada tingkat ketidakpastian umum tentang manajemen medis di antara


dokter mata dalam mengelola pasien glaukoma hamil. Dalam sebuah survei
dokter spesialis mata di Inggris, 26% sebelumnya telah merawat wanita hamil
dengan glaukoma. Menariknya, 31% tidak yakin bagaimana memperlakukan
wanita hamil yang memiliki TIO yang tidak terkontrol; 40% menggunakan
pengobatan topikal. 17 Di antara mereka yang meresepkan perawatan medis,
45% menggunakan beta-blocker topikal terlebih dahulu, 33% menggunakan
analog prostaglandin topikal terlebih dahulu, dan 22% menggunakan obat lain
terlebih dahulu.

83
OBAT-OBATAN

Klasifikasi Obat dan Makanan (FDA) keamanan obat dalam kehamilan


meliputi:

1. Kategori A: Keamanan ditetapkan dengan menggunakan studi pada


manusia
2. Kategori B: Dianggap aman berdasarkan penelitian pada hewan, tetapi
tidak ada penelitian pada manusia
3. Kategori C: Keamanan tidak pasti, tanpa penelitian pada manusia dan
penelitian pada hewan menunjukkan efek buruk
4. Kategori D: Tidak Aman; bukti risiko yang dalam keadaan klinis
tertentu dapat dibenarkan
5. Kategori X: Jelas tidak aman, dengan risiko penggunaan melebihi
manfaat yang mungkin ada.

Secara umum, <20% dari semua obat yang diklasifikasikan oleh FDA
termasuk dalam kategori A atau B. Kebanyakan obat antiglaucoma topikal
termasuk dalam Kategori C, dan tidak ada yang ditempatkan dalam Kategori A
atau X. Kategori A menunjukkan bahwa penelitian terkontrol pada wanita gagal
menunjukkan risiko pada janin dan obat-obatan memiliki risiko rendah untuk
menyebabkan kerusakan janin sementara Kategori X jelas tidak aman. Satu-
satunya obat glaukoma dalam Kategori B adalah brimonidine dan dipivefrine.
Keselamatan yang dianggap sebagai brimonidine dan dipivefrine hanya
didasarkan pada penelitian pada hewan. Oklusi nasolacrimal, penutupan
kelopak mata, atau menghilangkan kelebihan tetes selama administrasi, dan
penyumbatan tepat waktu harus didiskusikan dengan wanita hamil pada obat
antiglaucoma topikal. Dengan menggunakan oklusi tepat waktu setelah aplikasi
obat, jumlah obat yang diserap ke dalam darah dapat dikurangi hingga dua
pertiga. Untuk keselamatan janin, jumlah paling sedikit, konsentrasi terendah,
jumlah terkecil setiap hari tetes harus digunakan. 17, 34,77

84
BETA-BLOCKER

Gambar 33. Beta Blocker


Timolol, carteolol, levobunolol, dan metipranolol adalah beta-blocker
non-selektif, dan betaxolol adalah beta-1 blocker. Beberapa laporan
menyatakan bahwa meskipun beta-blocker adalah teratogen, dokter kandungan
paling nyaman menggunakan oral untuk mengendalikan hipertensi selama
kehamilan. Jika seorang pasien diberikan timolol 0,5% sekali sehari dan seluruh
tetes diserap, total paparan sistemik harian akan menjadi sekitar 300 μg. 15
Dengan demikian, beban sistemik timolol 0,5% yang digunakan di kedua mata
sekali sehari adalah <3% dari 20 mg takaran oral timolol. Satu laporan
menggambarkan aritmia dan bradikardia pada janin pasien glaukoma hamil
menggunakan timolol. Bayi itu mengalami aritmia postpartum, dan penulis
berspekulasi bahwa penyebab kelainan konduksi jantung adalah timolol.
Namun, laporan lain mendeteksi tidak ada masalah khusus pada bayi baru lahir
dari wanita yang menggunakan timolol topikal. Efek samping yang dilaporkan
dari beta-blocker sistemik pada janin dan neonatus termasuk nyeri persalinan

85
prematur, retardasi pertumbuhan intrauterin, bradikardia, polisitemia, apnea
saat lahir, hipoglikemia, dan hiperbilirubinemia. 45, 67

Dalam sebuah studi berbasis populasi, 244 wanita hamil yang


menggunakan obat antiglaucoma topikal dibandingkan dengan tahun 1952
wanita hamil yang cocok dengan usia, tahun kelahiran, hipertensi ibu, dan
diabetes gestasional. Mayoritas wanita hamil (77,5%) diresepkan beta-blocker.
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam risiko bayi berat lahir rendah antara
ibu yang diresepkan beta-blocker dan kelompok kontrol. 32 Namun, risiko bayi
berat lahir rendah lebih tinggi pada ibu yang diresepkan obat antiglaucoma
topikal selain beta-blocker. Para penulis menyimpulkan bahwa beta-blocker
dapat menjadi obat lini pertama ketika mempertimbangkan perawatan medis
glaukoma pada wanita hamil. Sehubungan dengan data yang tersedia, tidak ada
bukti pasti untuk membatasi penggunaan beta-blocker pada kehamilan. Ada
laporan masalah pernapasan pada bayi baru lahir yang terpapar beta-blocker
sistemik di dekat persalinan. Dengan demikian, bayi baru lahir yang terpapar
timolol sebelum lahir harus diamati dengan seksama selama 2 hari pertama
setelah kelahiran untuk bradikardia dan gejala lainnya. Agen ini harus
dihentikan 2-3 hari sebelum pengiriman untuk menghindari blokade beta pada
bayi. 3, 34,57

PARASYMPATHOMIMETICS

Obat kolinergik bertindak baik secara langsung dengan merangsang


reseptor kolinergik (pilocarpine dan carbachol) atau secara tidak langsung
dengan menghambat enzim cholinesterase (echothiophate dan demecarium). 5
Obat-obat ini dikategorikan sebagai Grup C oleh FDA untuk digunakan pada
kehamilan. Meskipun pilocarpine dan carbachol telah menunjukkan efek janin
teratogenik dan merugikan pada hewan, sebuah studi kolaboratif besar yang
meneliti penggunaan obat kolinergik sistemik tidak menemukan hubungan
antara penggunaannya selama 4 bulan pertama kehamilan dan kelainan bawaan.
Agen kolinergik telah dikaitkan dengan hipertermia neonatal, kegelisahan,
kejang, dan diaforesis ketika diberikan kepada wanita dalam waktu dekat dan
menirukan tanda-tanda meningitis. Mengenai efek samping lokal dan sistemik
dari kelas obat antiglaucoma ini dan munculnya obat yang lebih manjur dengan
efek samping lokal dan sistemik yang lebih sedikit, ini bukan pilihan yang baik
untuk merawat pasien glaukoma hamil. 34

86
INHIBITOR CARBONIC ANHYDRASE TOPIK

Dorzolamide dan brinzolamide diklasifikasikan sebagai Kategori C


untuk digunakan dalam kehamilan. Meskipun ada laporan hubungan antara
penggunaan inhibitor karbonat anhidrase oral dan teratoma sacrococcygeal dan
asidosis tubulus ginjal transien pada neonatus, tidak ada efek samping yang
terkait dengan penggunaan inhibitor karbonat anhidrase topikal selama
kehamilan, telah dilaporkan. Dalam satu-satunya penelitian yang dilaporkan
pada lima pasien hamil yang menerima dorzolamide, tidak ada masalah yang
diamati pada neonatus hingga 2 tahun setelah kelahiran. Dalam sebuah
penelitian, dua dari tujuh ibu yang menggunakan inhibitor karbonat anhidrase
topikal (28,6%) memiliki bayi berat lahir rendah yang lebih tinggi daripada
kelompok kontrol (6,2%). Namun, tidak ada efek samping janin yang diamati
pada sembilan pasien yang menerima inhibitor karbonat anhidrase topikal. 34

ORAL

Bentuk oral yang tersedia dari inhibitor karbonat anhidrase adalah


acetazolamide dan methazolamide. 13 Keduanya berada di Kategori C untuk
digunakan dalam kehamilan. Meskipun ada laporan yang menunjukkan
hubungan antara penggunaan inhibitor karbonat anhidrase oral dan teratoma
sacrococcygeal dan asidosis tubulus ginjal transien pada neonatus, tidak ada
bukti yang menunjukkan hubungan dengan anomali janin mayor atau minor
pada bayi 1024 wanita yang terpapar acetazolamide kapan saja selama
kehamilan. Dalam sebuah studi pada tikus, acetazolamide dengan > 20 kali,
dosis terapi yang biasa dikaitkan dengan kelainan bentuk kaki depan. Aspek
yang tidak dijelaskan dari pekerjaan ini adalah unilaterality (sisi kanan) dari lesi
di 95% dari peserta. Hanya 5% yang memiliki lesi bilateral, tetapi tidak pernah
lesi sisi kiri saja. Dalam sebuah penelitian, 12 pasien hamil yang menerima
acetazolamide untuk pseudotumor cerebri, tidak ada hasil kehamilan yang
merugikan yang diamati. Meskipun banyak yang menyarankan bahwa
acetazolamide harus dihindari pada kehamilan, terutama pada trimester
pertama, ada sedikit bukti klinis untuk mendukung rekomendasi ini dan
mungkin memiliki lebih medikolegal daripada alasan medis. 56, 77

Ellison dan Maren mendemonstrasikan bukti penipisan kalium pada


tikus yang diobati dengan acetazolamide dan menyimpulkan bahwa terapi
penggantian dengan kalium menghasilkan perlindungan parsial untuk

87
melengkapi perkembangan embrio. 22 Jelas bahwa hasil dari studi teratogenesis
pada hewan laboratorium tidak dapat diekstrapolasi ke manusia, tetapi untuk
mencegah kemungkinan hipokalemia janin atau neonatal, asidosis, dan risiko
teratogenesis, pemantauan kadar plasma kalium dianjurkan saat memodifikasi
diet pada pasien hamil pada ini agen. Jika situasi klinis memerlukan penggunaan
acetazolamide, obat mungkin dapat diberikan dengan persetujuan yang tepat.

PROSTAGLANDIN

Analog prostaglandin yang tersedia adalah sebagai berikut: latanoprost,


travoprost, bimatoprost, dan unoprostone. Analog Prostaglandin
diklasifikasikan ke dalam Kategori C dalam kehamilan. Tidak ada efek samping
sistemik yang dikaitkan dengan prostaglandin topikal dalam uji klinis. Ini
mungkin karena waktu paruh pendek 17 menit. Tidak ada efek embrio yang
merugikan yang dilaporkan oleh pabrikan ketika pajanan mencapai 15 kali dosis
manusia. 35 Dari 10 wanita hamil yang menerima latanoprost pada trimester
pertama, satu pasien mengalami keguguran. Pasien adalah primigravida berusia
46 tahun yang memiliki risiko reproduksi yang meningkat terkait usia lanjutnya.
Sembilan pasien lainnya menjalani kehamilan normal dan hasil tanpa
malformasi neonatal.

Secara teoritis, prostaglandin meningkatkan tonus uterus dan dapat


menyebabkan persalinan prematur. Menariknya, dosis yang digunakan untuk
merangsang aborsi setara dengan 400 cc formulasi okular latanoprost. Saat ini,
ada perdebatan mengenai penggunaan kelompok obat ini dalam kehamilan.
Telah diklaim bahwa analog prostaglandin okular memiliki bahan aktif yang
tidak cukup untuk menyebabkan efek buruk pada janin. Namun, beberapa
percaya bahwa penggunaannya merupakan kontraindikasi pada wanita hamil.
Tidak ada bukti kuat untuk menahan kelompok obat ini pada pasien glaukoma
hamil. Karena prostaglandin meningkatkan tonus uterus dan dapat
menyebabkan penurunan perfusi pada janin, disarankan untuk berhati-hati. 43

AGEN OSMOTIK

Agen osmotik termasuk manitol, urea, isosorbide, dan gliserol.


Isosorbide untuk pemberian oral tidak lagi tersedia. Mannitol dan gliserol telah
ditugaskan untuk kehamilan Kategori C. Penelitian pada hewan belum
dilaporkan pada agen ini, dan tidak ada penelitian kehamilan pada manusia.

88
Namun, di antara metode medis untuk menginduksi trimester kedua, aborsi
adalah pemberian mannitol dan urea secara intra-amnion. Mannitol dan gliserol
dapat digunakan selama kehamilan ketika manfaatnya melebihi risiko. 43

AGONIS ALPHA-2

Agonis alpha-2 yang tersedia secara klinis termasuk klonidin,


apraklonidin, dan brimonidin. Brimonidine dikategorikan sebagai B untuk
digunakan dalam kehamilan. Namun, dalam penelitian terhadap 20 pasien
glaukoma hamil yang menerima brimonidine, dua (10%) memiliki bayi berat
lahir rendah. 43 Ada peringatan tentang penggunaan brimonidine pada bayi dan
anak kecil karena memiliki beberapa efek sistem saraf pusat seperti apnea dan
hipotensi. Jadi, jika obat ini digunakan dalam kehamilan, keputusan bijak
adalah menghentikan obat berhari-hari sebelum persalinan karena obat ini
menembus plasenta dan sawar darah-otak dan dapat mengakibatkan depresi
sistem saraf pusat neonatal.

PENGAWET OBAT TETES MATA ANTIGLAUCOMA

Pengawet yang paling umum digunakan dalam formulasi tetes mata


adalah benzalkonium klorida. Dua pengawet lain yang digunakan dalam
pengobatan glaukoma adalah SofZia dan purite. 46 SofZia adalah buffer ionik
yang mengandung borat, sorbitol, propilen glikol, dan seng yang terurai menjadi
bahan-bahan berbahaya setelah aplikasi. Ini digunakan sebagai pengawet di
Travatan-Z. Purite, oxychloro complex yang distabilkan, adalah pengawet tipe
oksidatif yang digunakan di Alphagan-p dan rusak saat bersentuhan dengan
udara. Meskipun purite adalah oksidan kimia, tidak ada bukti in vivo atau in
vitro tentang mutagenisitas atau karsinogenisitasnya. Benzalkonium klorida
menyebabkan bronkokonstriksi melalui kombinasi aktivasi sel mast dan
stimulasi jalur saraf, terutama pada pasien yang menerima lebih banyak dari satu
obat antiglaucoma. Untuk pasien yang membutuhkan lebih dari satu agen
antiglaucoma topikal, produk kombinasi tetap menawarkan lebih sedikit
paparan pengawet. Nilai konsentrasi timolol plasma adalah 20% lebih rendah
pada kelompok perlakuan timolol / brimonidine kombinasi tetap dibandingkan
pada kelompok timolol saja. 46, 57,18

Temuan ini disebabkan oleh penyerapan timolol yang lebih lambat


karena perbedaan konsentrasi benzalkonium klorida. Kombinasi tetap Timolol

89
/ brimonidine mungkin merupakan rejimen pengobatan yang cocok pada
pasien yang perlu menggunakan dua obat termasuk beta-blocker. Apakah
benzalkonium klorida dapat mempengaruhi pematangan paru janin belum
ditentukan. Dalam sebuah studi pada tikus, peningkatan dosis terkait resorpsi
janin, kematian, dan pengurangan ukuran dan berat sampah diamati setelah
terpapar benzalkonium klorida. Namun, itu tidak terkait dengan malformasi
visceral yang terlihat meskipun defek sternum minor terjadi pada janin yang
terpajan dosis tunggal 100 dan 200 mg/kg. Konsentrasi BAK dalam tetes mata
antiglaucoma sangat kecil dibandingkan dengan penelitian di atas. Bentuk bebas
pengawet dari obat antiglaucoma berikut tersedia dan tampaknya menjadi
pilihan yang lebih baik pada pasien hamil dibandingkan dengan senyawa yang
mengandung pengawet: timolol, dorzolamide-timolol, dan tafluprost. 13, 18, 43

Risiko tertinggi kerusakan janin adalah selama trimester pertama, dan


karena wanita sering tidak tahu selama beberapa minggu apakah mereka hamil
atau tidak, penting untuk memberi tahu pasien glaukoma tentang kehamilan
yang tidak direncanakan. Pada wanita glaukoma pada usia subur, jika mungkin,
rencana perawatan harus didiskusikan sebelum mereka hamil, memungkinkan
untuk diskusi tentang opsi perawatan, dan kemungkinan risiko. Dengan strategi
ini, efek samping obat dapat dicegah selama periode organogenesis. Selain itu,
metode penurunan TIO efektif alternatif termasuk pembedahan dapat
dieksplorasi atau dicapai sebelum awal kehamilan. 43

Setiap wanita dalam populasi umum memiliki risiko 3% -5% memiliki


anak dengan cacat lahir atau gangguan kognitif. Paparan obat dan bahan kimia
selama kehamilan hanya sekitar 1% dari malformasi kongenital. 43 Semua pasien
glaukoma takut akan kebutaan sepanjang hidup mereka, dan ketika seorang
wanita hamil, masalah kesehatan bayi ditambahkan pada tekanan ibu. Sampel
ibu berdasarkan populasi menunjukkan bahwa stres kehidupan ibu selama
kehamilan mungkin merupakan faktor risiko umum untuk gangguan kesehatan
anak. Inisiasi terapi medis harus melibatkan diskusi dengan pasien tentang
manfaat, risiko, dan efek samping potensial yang lebih umum dari terapi,
terutama selama 12 minggu pertama kehamilan (organogenesis). Bulan terakhir
kehamilan juga penting karena obat melewati plasenta dan mencapai sirkulasi
janin dan dapat mempengaruhi fungsi jantung, pernapasan, dan fungsi sistem
saraf bayi baru lahir. Tidak ada agen antiglaucoma topikal yang memiliki bukti
kuat keamanan janin berdasarkan penelitian pada manusia. Sebagian besar

90
bukti berasal dari laporan kasus tunggal atau penelitian pada hewan dengan
batasan yang diberlakukan. Ketika membahas kemungkinan opsi untuk
manajemen glaukoma dengan pasien hamil, penting untuk menekankan
kurangnya penelitian definitif. Pasien mungkin terlibat dalam proses
pengambilan keputusan terapeutik. 24, 56, 65, 66

91
BAB XV
AKTIVITAS SELF-CARE BAGI IBU HAMIL
SELAMA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN
MENYUSUI

☺☺☺

Meskipun kehamilan adalah peristiwa normal, namun merupakan suatu


proses fisiologis yang luar biasa kompleks, melibatkan perubahan dalam
anatomi dan fisiologi ibu, serta dalam hubungan seluruh keluarga. Perubahan
yang ditimbulkan oleh kehamilan bisa mengasyikkan dan meresahkan, maupun
menyenangkan dan melelahkan, sehingga diperlukan berbagai persiapan fisik,
mental dan jiwa ibu hamil untuk menjalani suatu perjalanan yang terkadang tak
terduga ini. 7 Kehamilan perlu dilihat dan dipikirkan sebagai kesempatan yang
bagus untuk mengasuh dan memupuk anak Anda dalam segala hal sejak dini.
Maka…ibu hamil, bersiaplah untuk menghadapi berbagai perubahan menarik
dan menantang yang menjelang datang dalam perspektif body, mind and spirit…
Pada dasarnya persiapan adalah kuncinya, dari mengetahui bagaimana
perkembangan bayi Anda, hingga menghadiri perawatan selama kehamilan atau
sebelum kelahiran bayi (antenatal care = ANC), atau membuat rencana
persalinan Anda dan rencana perawatan bayi Anda. Bab iniakan diawali dengan
bahasan tentang panduan dan tips untuk self-care bagi ibu hamil secara umum.
Selanjutnya akan dikupas dengan lebih detil dalam sub bagian self-care selama
kehamilan, self-care dalam persalinan dan self-care ketika menyusui. 7, 13

A.
Panduan Umum dan Tips untuk Aktivitas Self-Care bagi Ibu Hamil 7, 13
1. Get educated, pelajari tentang seluk beluk proses kehamilan,
persalinan dan menyusui:
Sangat penting bagi setiap ibu hamil, terutama yang untuk
pertama kalinya, untuk mendapatkan informasi yang cukup dan
memadai dalam menjalani suatu proses yang sangat penting dalam
kehidupan seorang wanita ini. Perbanyak bacaan tentang kehamilan,

92
persalinan dan menyusui yang sudah banyak tersedia di buku-buku
tentang kehamilan, artikel kesehatan di majalah,bahkan juga di
internet. 7 Mungkin juga, ibu dan saudara Anda, sahabat, dan teman
kerja perempuan lainnya yang telah berpengalaman dalam
menjalani proses alamiah ini banyak memberikan nasihat kepada
Anda terkait dengan kehamilan Anda. Manfaatkan juga setiap
pertemuan dan jadwal konsultasi dengan dokter atau tenaga
kesehatan yang merawat kehamilan Anda untuk banyak bertanya
dan berdiskusi dengan mereka. Seperti kata pepatah “Knowledge is
power” atau “Pengetahuan adalah kekuatan”, maka langkah
pertama ini akan memperluas wawasan Anda dan membekali
persiapan Anda dalam menghadapi suatu proses yang sangat luar
biasa ini.
2. Persiapan fisik ibu hamil dengan melakukan gaya hidup yang sehat:
Hal ini dimulai dengan makan makanan yang seimbang dan
sehat, serta mengkonsumsi micronutrients yang sangat diperlukan
untuk mendukung proses kehamilan yang sehat. Juga menghindari
zat-zat yang berbahaya bagi tubuh ibu hamil dqn bayi, seperti: rokok,
alcohol dan obat-obatan terlarang. Aktivitas fisik yang cukup dan
olah raga ringan juga sangat diperlukan untuk manjaga kebugaran
tuuh selama proses kehidupan yang sangat penting ini. Selain itu,
perbanyak waktu istirahat. Selain waktu tidur malam yang cukup
sekitar 6-8 jam, juga diperlukan beberapa waktu istirahat saat siang
hari. Dengarkan dan amati kebutuhan tubuh masing-masing
terhadap waktu istirahat yang diperlukan, yang bisa berbeda-beda
pada setiap wanita hamil.
3. Mengenali dan mengelola gejala fisik yang muncul pada kehamilan,
persalinan dan menyusui:
Kenali bebagai gejala fisik yang mungkin terjadi dalam setiap
tahapan kehamilan (trimester pertama hingga ketiga), juga pada saat
persalinan dan menyusui. Selain itu juga pelajari berbagai strategi
untuk mengatasinya.
4. Persiapan mental dan psikologis ibu hamil dengan manajemen stres
yang baik:
Kelola stres dalam kehidupan Anda. Jaga komunikasi
terbuka dengan pasangan Anda. Bangun sistem pendukung

93
(support system) di sekitar Anda. Belajar dan berlatihlah teknik
meditasi. Pelajari teknik manajemen stres seperti pernapasan lambat
dan dalam, atau strategi relaksasi lainnya, misal kelas yoga prenatal,
kelas pelatihan melahirkan Lamaze.
5. Menjadwalkan periksa kehamilan di praktik dokter atau bidan
secara teratur:
Jadwal kunjungan perawatan prenatal (antenatal care)akan
tergantung pada keadaan khusus atau faktor risiko yang mungkin
dimiliki ibu hamil. Secara umum, disarankan untuk melakukan
kunjungan tindak lanjut sebagai berikut:
• Setiap empat minggu hingga usia kehamilan 28 minggu
• Setiap dua-tiga minggupada usia kehamilan 28-36 minggu
• Setiap minggu mulai 36 minggu hingga saat persalinan
6. Membangunemotional bonding dengan janin:
Sangat penting bagi ibu hamil untuk mulai berbicara dengan
janinyang dikandung dan menikmati ikatan emosi yang
berkembang. Penelitian menunjukkan bahwa bayi bereaksi
terhadap indera sentuhan sejak usiakehamilan 10 minggu. Beberapa
saat kemudian, janin dapat bereaksi terhadap cahaya, suara, musik,
dan suara lainnya.
7. Jalani dan nikmati semua proseskehamilan, persalinan dan
menyusui dengan gembiradan membuat jurnal kehamilan pribadi.
Nikmati waktu istimewa dalam kehidupan seorang wanita
ini. Proses kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan tahapan
kehidupan yang sangat penting dan luar biasa bagi seorang wanita,
maka sangat perlu utuk dijalani dan dinikmati dengan
penuhkegembiraan..! Percayalah pada kemampuan tubuh Anda
untuk tumbuh, memberi makan dan melahirkan bayi ini seperti
yang dilakukan oleh wanita selama berabad-abad.
Selain itu, penting bagi ibu hamil untuk menuliskan semua
pengalaman dan perubahan yang terjadi secara fisik dan emosi
selama kehamilan, sehinggaakan menjadi suatu dokumentasi
pengalaman kehidupan luar biasa yang tak terlupakan di masa
mendatang.
B. Self-Care dalam Proses Kehamilan

94
Pada saat Anda mengetahui bahwa Anda hamil, terutama untuk
pertama kalinya…menandai awal dari suatu perjalanan kehidupan yang
fantastis. Selama beberapa bulan mendatang, tubuh Anda akan
mengalami perubahan besar saat janin di dalam tubuh Anda tumbuh
dan berkembang.Calon putra atau putri Anda akan berkembang dari
embrio kecil menjadi bayi yang menggemaskan. Dan ketika saatnya tiba
bagi Anda untuk membawa kehidupan makhluk baru ini ke dunia,
Anda juga akan memulai babak baru sebagai seorang ibu. 6
Secara umum rata-rata durasi kehamilan adalah 280 hari atau
40 minggu, atau 9 bulan 10 hari. Hal ini dihitung dari hari pertama
menstruasi terakhir (HPM). Durasi kehamilan ini terbagi menjadi tiga
periode 3 bulan atau disebut juga sebagai trimester, sehingga terdapat
trimester pertama, trimester kedua dua dan trimester ketiga. 6 Setiap
periode trimester menggambarkan pertumbuhan dan transisi yang
terjadi dalam tubuh seorang ibu hamil. Maka, penting sekali bagi ibu
hamil untuk mempelajari dan mengenali berbagai perubahan tubuh
beserta gejala fisik yang terjadi dari minggu ke minggu. Apalagi jika
kemudian menuliskan semua perubahan fisik tersebut dalam suatu
jurnal kehamilan, maka akan menjadi suatu dokumentasi pengalaman
kehidupan luar biasa yang tak terlupakan di masa mendatang.

Trimester Pertama

Selama kehamilan Anda akan mengalami banyak perubahan


luar biasa seiring dengan pertumbuhan bayi Anda. Trimester pertama
ini menandai awal transisi Anda menjadi seorang ibu. Beberapa minggu
pertama ini adalah tentang membiasakan diri dengan kesadaran bahwa
Anda membawa suatu kehidupan baru, seorang bayi. Ini adalah waktu
yang penting dalam perkembangan bayi, jadi sangat penting selama
minggu-minggu pertama ini agar Anda melakukan apa yang dapat Anda
lakukan untuk memastikan tidak ada yang mengganggu bayi saat
tumbuh dan berkembang. 34
Trimester pertama adalah tentang menetapkan kebiasaan yang
baik untuk beberapa bulan ke depan: makan sehat, olahraga yang aman,
dan pemeriksaan medis. 34 Yang terpenting, ini saatnya bagi Anda untuk
terbiasa dengan faktaakanmenjadi calon ibu.

95
Ini hari-hari awal, tapi itu yang penting. Anda sangat gembira
dengan prospek memiliki bayi tetapi tiga bulan pertama bisa
mengkhawatirkan. Ini adalah 12 minggu pertama yang banyak wanita
merasa stres.
Karena gagasan hamil begitu baru, Anda mungkin ingin
menyimpannya untuk diri sendiri. Terlepas dari pasangan Anda dan
keluarga dekat serta teman-teman, sebagian besar wanita memilih untuk
merahasiakan berita mereka sampai 12 minggu pertama yang penting
berakhir.
Selama trimester pertama, Anda mungkin tidak melihat terlalu
banyak perubahan, semua pekerjaan nyata diam-diam terjadi di dalam
diri Anda, tersembunyi dari pandangan! Dari luar, tubuh Anda tidak
akan terlalu banyak berubah. Anda mungkin merasa jauh lebih lelah
dari biasanya dan menderita mual. Kembung juga cukup umum.
Pastikan Anda tetap positif. Beberapa ketidaknyamanan fisik
kecil merupaka hal biasa dan layak diterima dengan pemikiranbahwa
Anda sedang menciptakan kehidupan yang sangat baru. Ini adalah saat
penyesuaian karena tubuh Anda mempersiapkan diri untuk pekerjaan
yang super penting di depan…!

Trimester Kedua

Banyak wanita hamil menemukan dan menganggap bahwa


periode tengah kehamilan ini sebagai masa tenang. Hal ini karena wanita
hamil telah menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, telah
mengadopsiperubahan emosi yang terjadi, dan semua kekhawatiran dari
trimester pertama yang sulit telah terlewati. 34 Bagi banyak wanita, ini
adalah saat ketika mereka 'bersinar'. Berkat darah ekstra yang mengalir
di seluruh tubuh mereka, kulit mereka memiliki tampilan yang segar
dan rambut bisa terlihat lebih berkilau. Ini adalah periode ketika ibu
hamil akan merasakan bayinya menendang untuk pertama kalinya dan
saat ini juga bisa menjadi tahapan di mana mengidam makanan muncul
dan pergi. Nikmati saja prosesnya…!

Masa kehamilan ini adalah yang paling menyenangkan bagi


banyak wanita hamil. Ini adalah saat ketika keluhan-keluhan kesehatan

96
di awal kehamilan telah menghilang. Begitu juga dengan
kegelisahanterkait kemungkinan keguguran, telah mereda.
Meskipun masalah tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan,
memang benar bahwa tahap kehamilan ini banyak risiko mulai
berkurang. Saat ini juga muncul beberapa bukti pertama kehamilan,
berupa gerakan bayi pertama, dan kemungkinan kesempatan untuk
mengetahui jenis kelamin bayi (jika ingin diketahui sebelumnya). Ibu
hamil mungkin akan menemukan bahwa hubungan ibu hamil dengan
bayinya benar-benar mulai tumbuh ketika bayi mengembangkan ritme
dan rutinitasnya sendiri selama trimester ini.

Trimester Ketiga

Pada tahap ini wanita hamil mungkin sudah mulai banyak


berada di rumah! Hanya tinggal beberapa minggu sampai ibu hamil
akhirnya akan membawa bayinya ke dunia. Trimester ini adalah waktu
ketika kebanyakan wanita hamil mulai merasa berat dan lelah, bayinya
telah mengambil lebih banyak ruang. Ini dapat menyebabkan banyak
tanda fisik yang mengganggu ibu hamil dalam beberapa minggu terakhir
seperti mulas, retensi cairan, dan sakit punggung.

Banyak wanita hamil melaporkan merasa muak menjelang


akhir, mereka hanya ingin bayinya tiba, dan segera keluar! Tetapi
beberapa minggu terakhir ini juga sangat penting untuk perkembangan
bayi.
Ibu hamil perlu mengupayakan untuk tidak menjadi terlalu tidak
sabar, bahkan jika minggu-minggu tersebut terasa sangat menguras fisik
dan emosi. Sangat penting bagi bu hamil untuk memanfaatkan hari-hari
berharga ini untuk memastikan diri benar-benar siap secara praktis, baik
fisik maupun emosi, untuk menyambut kelahiran bayi tercinta.
Sangat baik untuk diketahui oleh wanita hamil bahwa. . .

Selama trimester terakhir ini...

 Bersiaplah untuk penambahan berat badan beberapa kilogram.


Sebagian besar wanita hamil berat badannya naik sekitar satu ½
kilogram seminggu, beberapa mungkin lebih sedikit, atau lebih

97
banyak. Jangan panik tentang hal ini. Trimester terakhir ini adalah
saat bayi Anda menambahkan sebagian besar berat tubuhnya untuk
mempersiapkan hidup di dunia yang luas dan penuh tantangan ini,

 Teruslah bergerak. Ketika wanita hamil merasa besar kadang-


kadang sulit untuk mengangkat tubuhnya dari sofa. Tetapi dengan
banyak bergerak dan olahraga ringan membuat wanita hamil
merasa lebih baik. Sangat penting bagi wanita hamil utuk berjalan-
jalan di udara segar atau dalam air dengan melepaskan beban
kakinya di kolam renang.
 Makanlah dengan lebih sedikit namun sering. Saat bayi tumbuh,
rahim wanita hamil menekan perutnya. Maka penting sekali utuk
makandalam porsi kecil lebih sering sehingga perutnya tidak
merasa tidak nyaman.
 Tetaplah terhidrasi. Penting sekali bagi wanita hamil untuk minum
banyak air dan minuman lainnya untuk mencegah sembelit dan
membantu produksi darah.

Ingatlah untuk tidak berlebihan dalam segala sesuatu.Penting bagi


wanita hamil untuk berbaik hati kepada diri sendiri dan jika memiliki
kekhawatiran tentang kesehatan tubuhnya atau bayinya, perlu segera untuk
menemui dokter atau bidan.

98
DAFTAR PUSTAKA

1. Afekhide E.Omoti, Joseph M. Waziri-Erameh and Valentina W.


Okeigbemen, A Review of the Changes in the Ophthalmic and Visual
System in Pregnancy, Afr J.Reprod Health 2008;12(3):185-196.
2. Al Fajar, K. (2017). Gangguan Kesehatan Mental yang dapat Muncul pada
saat Kehamilan.
https://hellosehat.com/kehamilan/kandungan/kesehatan-mental-saat-
hamil/. Diambil pada tanggal 24 Agustus 2019 pukul 12:30.
3. Albrecht BH, Betz G (1986). Prolactin-secreting pituitary tumors and
pregnancy. Contemp Issues Endocrinol Metabol: Prolactinomas; 2: 195-
219.
4. American Academic of Ophthalmologi (AAO), 2004, Retina and
Vitreous, San Francisco, USA.
5. Appollon K.M., Robinson J.N., Schwartz R.B., Norwitz E. (2000).
Cortical blindness in severe preeclampsia: computed tomography,
magnetic resonance imaging, and single photon-emission computed
tomography findings. Obstet Gynecol; 95: 1017-1019.

6. Asrinah Putri, S. S. Sulistyorini, D. Muflihah, I. S. Sari, D. N (2010).


Asuhan Kebidanan Masa Persalinan. Jakarta: Graha Ilmu.

7. Bagga R, Jain V, Das PC, Gupta KR, Gopalan S, Malhotra S (2005).


Choice of therapy and mode of delivery in idiopathic intracranial
hypertension during pregnancy. Med Gen Med; 7(4): 42.
8. Bernardi S, Grasso MG, Bertollini R, Orzi F, Fieschi C (1991). The
influence of pregnancy on Relapses in multiple sclerosis: a cohort study.
Acta Neurol Scand; 84:403-406.

9. Bonfioli AA, Orefice F (2005) Toxoplasmosis. Semin Ophthalmol; 20:


129-141.

10. Bronstein MD (2005). Prolactinomas and pregnancy. Pituitary; 8: 31-38.

11. Canu C, Barinagarrementeria F (1993). Cerebral venous thrombosis


associated with pregnancy and puerperium: a review of 67 cases. Stroke;
24: 1880–1884.

99
12. Chiodini P, Liuzzi A, Cozzi R et al (1981). Size reduction of
macroprolactinomas by bromocriptine or lisuride treatment. J Clin
Endocrinol Metab; 53: 737-743.
13. Confavreux C, Hutchinson M, Hours M, Cortinovis-Tourniaire P,
Grimaud J, Moreau T (1999). Multiple sclerosis and pregnancy: clinical
issues. Rev Neurol (Paris); 155:186-191.
14. Cunningham FG, Fernandez CO, Hernandez C (1995). Blindness
associated with preeclampsia and eclampsia. Am J Obstet Gynecol;
172:1291- 1298.
15. Cushing HW (1938).Meningiomas: their classification, regional
behaviour, life history and surgical end results. Springfield, Illinois:
Charles C. Thomas.
16. Dekker G. A. “Risk Factor for Preeklampsia” in Clinical Obstetrics and
Gynecology, Vol 42:422, 1999.

17. Dekker G. A., Sibai B. M. Ethiology and Pathogenesis of Preeclampsia:


Current Concept. Am. J. Obstet Gynecol 1998; 179: 1359 – 75.

18. Digre KB, Varner MW, Corbett JJ (1984). Pseudotumor cerebri and
pregnancy. Neurology 34:721-729.
19. Do DV, Rismondon V, Nguyen QD (2002). Reversible cortical blindness
in preeclampsia. Am J Ophthalmology 134(6): 916-918.
20. Ebeigbe J.A., Ebeigbe P.N., Ighoroje A.D.A. 2011. Intraocular Pressure
in Pregnant and Non-Pregnant Nigerian Women. African Journal of
Reproductive Health, December 2011 ; 15 (4).
21. Ebeigbe, ADA Ighoroje, Ocular Changes in Pregnant Nigerian Woman,
Nigerian Journal of Clinical Practice, 2012 ; vol. 15 no 3.
22. Friederike Mackensen, Wolfgang E Paulus, Regina Max, Thomas Ness.
Ocular Changes During Pregnancy. Deutsches Arzteblatt International.
Dtsch Arztebl Int 2014; 111 :567-76.
23. Garg P. , Aggarwal P., Ocular Changes in Pregnancy, Nepal J.Ophthalmol
2012;4(7):150-161
24. Girsang E. Analisa Tekanan Darah dan Proteinuria sebagai Faktor
Prognosa. Kematian Maternal dan Perinatal pada Preeklampsia Berat
dan Eklampsia. Tesis Bagian Obgin FK. USU RSUP. H. Adam
Malik/RSUD Dr. Pirngadi Medan, 2004.

100
25. Greenstein, Ben, Diana Wood. 2007. At a Glance Sistem Endokrin Edisi
Kedua. Jakarta : EMS.
26. Greogory DG, Pelak VS, Bennet JL (2003). Diffusion-weighted magnetic
resonance imaging and the evaluation of cortical blindness in
preeclampsia. Surv Ophthalmol; 48(6): 647-650.
27. Guyton AC., Hall EJ, 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed 11, EGC,
Jakarta.
28. Halle AA, Drewry RD, Robertson JT (1983). Ocular manifestations of
pituitary adenomas. Southern Med J; 76(6): 732-735.
29. Hartono, 2001, Anatomi dan Fisiologi Mata, Bagian IP mata Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
30. Huna-Baron R, Kupersmith MJ (2002). Idiopathic intracranial
hypertension in pregnancy. J Neurology; 249:1078-1081.
31. Ilyas, S. (1997). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
32. Ilyas, S. (2012). Dasar-Dasar teknik pemeriksaan dalam ilmu penyakit
mata edisi ke 4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia
33. Jack J. Kansky, 1994, Clinical Ophthalmology,Butterworth-Heinemann,
London.
34. Jaffe R, Dorgan, A. Abramowitz J. S. 1995. Color Doppler Imaging of the
Utero Placental Circulation in the First Trimester: Value in Inpredicting
Pregnancy Failure or Complication. Am. J. Obst. Gynecol 130 (2 PT
1):102 – 5.
35. Jagdish Bhatia, Mohammad Naqaish Sadiq, Tagdees Anwar Chaudary,
Aqdish Bhatia, Eye Changes and Risk of Ocular Medications During
Prgenancy and Their Management, Pak J. Ophthalmol 2007;vol.23 no1.

36. Kemenkes RI. (2012). Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. Edisi


kedua. Jakarta.

37. Khawla Abu Samra. MD. The eye and visuall system in the
preeclampsia/eclampsia syndrome What to expect? Saudi Journal of
Ophthalmology (2013) 27, 51-53.
38. Krupp P, Monka C (1987). Bromocriptine in pregnancy: safety aspects.
Klin Wochenschr; 65: 823-827.

101
39. Kupersmith MJ, Rosenberg C, Kleinberg D (1994). Visual Loss in
pregnant women with pituitary adenomas. Ann Intern Med; 12(7): 473-
477.
40. Llovera I, Roit S, Johnson A, Sherman L (2005). Cortical blindness, a
rare complication of preeclampsia. J Emerg Med; 29(3): 295-297.
41. Louis D. Pizzarello, Refractive Changes in Pregnancy, Graefe’s Arch Clin
Exp Ophthalmol 2003; 241:484-488
42. Magyar DM, Marshall JR (1978). Pituitary tumors and pregnancy. Am J
Obstet Gynecol; 132:739-748.

43. Manuaba, I.B.G. (1998). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan


Keluarga Berencana untuk Bidan. Jakarta: ECG.

44. Martin J, Sheehan H (1941). Primary thrombosis of cerebral veins


(following childbirth). Br Med J; 1:349–353.
45. Mohammad Khalaj, Essa Mohammad Zeidi, Sedigeh Gorbani, Fariba
Hashemi, Assesment of the Prevalence of Rferactive Eye Error and IOP
during Pregnancy and after Delivey in Paient Referred to Ophthalmology
Clinic of Boo-Ali Hospitalof Qazvin in 1387, J. Mazand Univ Med Sci
2009; 20(74):25-31.

46. Mohammad Naderan. Ocular Changes during pregnancy. Journal of


Current Ophthalmology 30 (2018) 202-210

47. Motlich ME( 1985). Pregnancy and hyperprolactinemic woman. N Engl


J Med 312: 1364-1370.

48. Muchtar, R. (1998). Sinopsis Obsetri: Obsentric Fisiologi, Obsentric


Patologi. Jakarta: EGC.

49. Na SJ, Hong JM, Park JH, Chung TS, Lee K.Y. (2004). A case of
reversible postpartum cytotoxic edema in preeclampsia. J Neurol Scien;
22: 83-87.
50. Norwitz E. R., Robinson J. N., Rifke J.T. Prevention of Preeclampsia: Is
it Possible? Clin Obstet Ginecology 1999, 42 (3) 436 – 54.
51. Nursal Melda Yenerel, Rciha Beril Kucumen. Pregnancy and the Eye.
Turkish Journal Ophthalmology. 2015. DOI: 10.4274/tjo.43815.
52. Paun Vanessa A, Ionescu Zamfir-Radu, et al. Ocular posterior pole
pathological modifications related to complicated pregnancy. A review.

102
Rumanian Journal of Ophthalmology, Volume 61, Issue 2, April-June
2017, pp:83-89.
53. Pedro Marcos-Figueiredo, Ana Marcos-Figueiredo, et al. Ocular Changes
During Pregnancy. Review article. Theme open Access. DOI
https://doi.org/10.1055/s-0037-1605366.ISSN 0100-7203
54. Pitta Paramjyothi, ANR Lakshmi, D. Surekha, Physiological Changes of
Intraokuler Pressure (IOP) in the Second and Third Trimesters of
Normal Pregnancy, J. Clinical Diagnostc Research 2011; vol 5 no 5.
55. Pleyer U, Torun N, Liesenfeld O (2007). Ocular toxoplasmosis.
Ophthalmologe; 104:603- 616.
56. Razai KA, Eliott D (2004). Optical coherence tomographic findings in
pregnancy associated central serous chorioretinopathy. Graefes Arch
Clin Exp Ophthalmol; 242: 1014-1016.
57. Retzloff M.G., Kobylarz E.J., Eaton C. (2001). Optic neuritis with
transient total blindness during lactation. Obstet Gynecol; 98: 902-904.

58. Riyadi, Sujono, Biologi Reproduksi, (Yogyakarta: STIKES Yogyakarta,


2012), hlm. 111-116

59. Robert J. M., Carl A Hubel Oxydative Stress in Preeclampsia. AJOG


2004: 190: 117 – 8.
60. Robillard P. Y., Holsey T. C., Perianin J., Janky E., Miri E. H., Papiernik
E Association of Pregnancy – induced Hypertension With Duration of
Sexual Cohabitation Before Conception Lancet 1994; 344: 973 – 975.
61. Robson S. C., Hypertention and Renal Desease in Pregnancy In: Keith
DE, Eds Dewhurt’s Textbook of Obstetrics and Gynecology for Post
Graduate 6th ed. Blackwell Science Inc USA 1999: 165 – 85.
62. Roelvink NC, Kamphorst W, Van Alphen HA, Rao BR (1987).
Pregnancy-related primary brain and spinal tumors. Arch Neurol; 44:
209-215.
63. Rush J (1980). Pseudotumor cerebri. Mayo Clin Proc 55:541-546.
64. Sadovnick AD, Eisen K., Hashimoto SA, Farquhar R, Yee IM, Hooge J
(1994). Pregnancy and multiple sclerosis - A prospective study. Arch
Neurol; 51: 1120–1124.

65. Saufuddin, dkk. (2008). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayaysan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

103
66. Schaefer PW, Buonanno FS, Gonzalez GR, Schwamm LH (1997).
Diffusion-weighted imaging discriminates between cytotoxic and
vasogenic edema in patients with eclampsia. Stroke; 28: 1082-1085.
67. Schwartz RB, Jones KM, Kalina P et al (1992). Hypertensive
encephalopathy: findings on CT, MR imaging, and SPECT imaging in 14
cases. AJR Am J Roentgenol; 159:379-383.
68. Shapiro S, Yee R, Brown H (1995). Surgical management of
pseudotumor cerebri in pregnancy: case report. Neurosurgery; 37(4):
829-831.
69. Sharma S, Wuntakal R, Anand A, Sharma TK, Downey G (2006).
Pregnancy and the eye. The Obstetrician & Gynaecologist; 8: 141–146.
70. Sohel Somani. Pregnancy Special Considerations.
Emedicine.medscape.com, Ophthalmology Unclassified. 2015
71. Solahuddin, G. (2019). Gangguan Penglihatan Rentan pada Ibu Hamil,
Aneka Perubahan ini Biang Keladinnya.
https://health.grid.id/read/351646174/gangguan-penglihatan-rentan-pada-
ibu-hamil-aneka-perubahan-ini-biang-keladinya?page=all. Diambil pada
tanggal 24 Agustus 2019 pukul 13:15.
72. Suhardjo, 2007, Ilmu Kesehatan Mata, Bagian IP mata Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
73. Sunness JS, Haller JA, Fine SL (1993). Central serous chorioretinopathy
and pregnancy. Arch Ophthalmol; 111:360-364.
74. Vukusic S, Confavreux C (2006). Multiple sclerosis and pregnancy. Rev
Neurol (Paris); 62: 299-309.
75. Wan WL, Geller JL, Feldon SE, Sadun AA (1990). Visual loss caused
by rapidly progressive intracranial meningiomas during pregnancy.
Ophthalmology; 97: 18-21.
76. Whab M, Al-Azzawi F (2003). Meningioma and hormonal influences.
Climacteric; 6: 285-292.
77. Yakov Goldich, MD, Michael Cooper, et al. Ocular anterior segment
changes in pregnancy. J Cataract Refract Surg 2014; 40:1868-1871

104

Anda mungkin juga menyukai