Penyusun:
1. dr. Supriyatiningsih, SpOG, M.Kes, bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
2. dr. Nur Shani Meida, SpM, M.Kes, bagian Ilmu Penyakit Mata
ISBN: 978-623-223-101-6
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Dry Eye Sindrom 2
Gambar 2. Vogt-Koyanagi-Harada Syndrome 4
Gambar 3. Proses Kehamilan 5
Gambar 4. Perubahan Sistem Reproduksi 7
Gambar 5. Perubahan Payudara Selama Kehamilan 9
Gambar 6. Bagian Dalam Payudara 10
Gambar 7. Struktur Anantomi Mata dan Barrier Okuler 12
Gambar 8. Lapisan-lapisan dari Kornea 13
iv
Gambar 27. Miopia Cresent 67
Gambar 28. Fundus Trigroid 71
Gambar 29. Robekan Retina yang Terlokalisasi Dikelilingi Perut Laser 72
Gambar 30. Alat Oftalmokopi dan Cara Pemerikasaan Funduskopi 75
Gambar 31. Alat Bantu Persalinan Vakum 77
Gambar 32. Alat Bantu Persalinan Forsep 80
Gambar 33. Beta Blocker 81
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Alloh SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga buku referensi ini dapat disusun untuk memperkaya khasanah
referensi para petugas kesehatan.
Buku ini disusun oleh penulis dari bagian ilmu Obstetri dan Ginekologi
dan bagian Ilmu Penyakit Mata sebagai bentuk kolaborasi multidisiplin untuk
memberikan pengetahuan dan pelayanan yang lebih baik kepada para pasien
di fasilitas kesehatan.
Tim Penyusun
vi
BAB I
PENGANTAR KEHAMILAN DAN GANGGUAN
PENGLIHATAN
☺☺☺
1
menunda penggunaan kontak lensa hingga beberapa minggu setelah
melahirkan. Perubahan kornea terjadi biasanya pada trimester ketiga
atau minggu akhir kehamilan dan dapat terjadi perubahan refraksi
sementara. Kehamilan juga memicu dry-eyes sindrom berkaitan dengan
gangguan sel asinar lakrimal. 22
2
Perubahan lapangan pandang : terdapat spekulasi yang meluas
mengenai stadium dan mekanisme defek lapangan pandang
yang dapat timbul pada ibu hamil. Defek lapangan pandang ini
dapat berupa defek bitemporal, konsentrik, atau pembesaran
bintik buta. Apabila defek lapangan pandang menjadi berat,
dibutuhkan pemeriksaan yang lebih lanjut dan teliti.
2. Perubahan patologis:
Pada pre-eklampsia : pada satu dari tiga kasus, terdapat kelainan
pada mata, dimana pasien dapat mengeluhkan pandangan
buram, silau, skotoma, dan penglihatan ganda. Kelainan ini
dapat bermanifestasi menjadi retinopati hipertensi, neuropati
optik, ablasio retina, perubahan kortikooksipital, dan kebutaan
kortikal.
Retinopati sentral berat : kebanyakan timbul pada trimester
ketiga, dan sembuh pada beberapa bulan setelah melahirkan
dan akan kambuh kembali pada kehamilan berikutnya, pada
mata yang sama, dimana mekanisme penyebabnya masih tidak
jelas.
Peningkatan tekanan intracranial : umumnya timbul pada ibu
hamil yang gemuk dan berumur 30-an tahun, tapi dapat pula
timbul pada wanita yang tidak hamil.
Kelainan vaskular oklusif : disebabkan oleh keadaan darah ibu
hamil yang hiperkoagulasi, yang mencakup berbagai perubahan
pada platelet, faktor pembekuan, dinamika aliran darah pada
arteriovena. Kelainan tersebut dapat menyebabkan sumbatan
pada arteri dan vena retina, disseminated intravascular
coagulation, purpura trombositopenik trombotik, emboli cairan
ketuban, dan trombosis vena cerebral.
Kelainan lain : pada beberapa kasus, dapat terjadi ptosis yang
unilateral setelah persalinan pervaginam.
Kehamilan dapat memperberat sejumlah kelainan yang sudah
ada sebelumnya, seperti : retinopati diabetik, adenoma pituitari,
meningioma, penyakit grave, retinitis pigmentosa; sedangkan
pada miopia berat dapat menetap; dan pada Vogt-Koyanagi-
Harada syndrome menjadi lebih ringan, bahkan dapat sembuh
sempurna.
3
Gambar. 2. Vogt-Koyanagi-Harada Syndrome
4
BAB II
FISIOLOGI KEHAMILAN DAN ORGAN MATA
☺☺☺
A. FISIOLOGI KEHAMILAN
5
Proses Kehamilan
1. Ovulasi
2. Spermatozoa
3. Fertilisasi
4. Implantasi
6
pada dinding uterus dan menembus epitel serta sistem sirkulasi ibu
untuk membentuk plasenta. Implantasi terjadi 5-7 hari sesudah
terjadinya fertilisasi. Tempat terjadinya implantasi biasanya pada fundus
uteri bagian posterior.
5. Sirkulasi plasenta
7
Perubahan Sistem Reproduksi
1. Uterus
a. Terjadi pertambahan ukuran sel-sel otot uterus
b. Terjadi lightening pada akhir-akhir kehamilan
c. Pengaruh hormon estrogen dan progesteron :
2. Serviks
3. Ovarium
8
5. Vulva
Vaskularisasi meningkat
Warna menjadi lebih gelap
Perubahan Payudara
1. Pada 3-4 minggu ada sensasi rasa nyeri, duktus dan alveoli
membesar
2. Pada 6 minggu ukuran payudara bertambah besar
3. Pada 8 minggu mulai tampak 12-13 nodul kecil disekitar areola,
merupakan kelenjar sebasea yang terdapat pada nipple (puting
susu) yang mengalami perubahan, serta menghasilkan sebum
(kelenjar keringat yang ada di puting) yang menjaga agar mammae
tetap lembut dan kenyal
4. Pada 12 minggu puting susu membesar dan melunak, areola
meluas, terjadi pigmentasi (berwarna lebih gelap) dengan
diameter awal 4 cm, diameter maksimal 7 cm
5. Pada 16 minggu terdapat pengeluaran kolostrum
9
Gambar 6. Bagian Dalam Payudara
10
Perubahan Sistem Pencernaan
B. ORGAN MATA
Mata adalah salah satu organ yang paling kompleks pada tubuh
manusia. Pada mata manusia, terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan paling
luar terdiri atas kornea dan sklera. Kornea berfungsi mengumpulkan
dan meneruskan cahaya menuju lensa yang selanjutnya akan diteruskan
ke retina serta sebagai barier atau pelindung dari agen infeksi dan
kerusakan struktural akibat trauma. Sedangkan sklera berfungsi
membentuk jaringan penyambung yang mampu melindungi mata dari
trauma yang berasal dari internal maupun eksternal serta
mempertahankan bentuk bola mata. Kornea dan sklera dihubungkan di
limbus. 29,72
11
Gambar 7. Struktur Anatomi Mata dan Barrier Okular
1. Kornea
12
Gambar 8. Lapisan-Lapisan dari Kornea
2. Retina
13
3. Lensa
14
BAB III
PERUBAHAN FISIOLOGI SELAMA KEHAMILAN
☺☺☺
15
selama kehamilan, dan sebaiknya ditunda sampai beberapa bulan setelah
melahirkan. Operasi refraktif merupakan kontraindikasi selama kehamilan.
Spindel Krukenberg dapat muncul dalam dua trimester pertama;
dengan semakin mudahnya aliran keluar pada trimester terakhir dan pasca
persalinan, spindel menyusut dan menghilang. 51
16
Perubahan dalam bidang visual dapat terjadi. Kelenjar pituitari
tumbuh secara fisiologis selama kehamilan; ini dapat menyebabkan
perubahan seperti defek bidang visual konsentris bitemporal dalam kasus-
kasus hubungan anatomis abnormal antara kelenjar hipofisis dan chiasma
optik.
17
BAB IV
PATOLOGI KEHAMILAN YANG BERAKIBAT
GANGGUAN PENGLIHATAN
☺☺☺
18
makulopati hemoragik atau eksudatif. Ablasi retina yang parah adalah
komplikasi yang jarang terjadi pada kurang dari 1% pasien dengan
eklampsia.
19
ketajaman penglihatan sangat turun. 40 Detasemen retina serosa sebagai
komplikasi pree-clampsia dapat terjadi pada periode antepartum atau
postpartum bahkan hanya dengan hipertensi ringan dan tidak adanya
kelainan vaskular retina yang signifikan. Namun biasanya muncul pada
pasien dengan pcleklampsia berat atau eklampsia. Telah dilaporkan
pada 1% hingga 2% pasien dengan preeklamsia berat dan pada 10%
pasien dengan eklampsia. Meskipun kerusakan vaskular retina dan
roidoid telah terlibat dalam patogenesis, mekanisme pasti pelepasan
retina yang terkait dengan preeklampsia masih belum jelas. 37, 40
20
2) Dabetes Melitus
21
Gambar 11. Endema Makula
3) Rabun Jauh
22
beberapa penelitian wanita hamil dengan miopia ada kaitannya dengan
efek hormonal. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa hormon
androgen, estrogen, dan atau reseptor progesteron yang terdapat di
jaringan okular seperti kelenjar lakrimal, kelenjar meibom, konjungtiva,
kornea, iris atau badan siliaris, lensa, retina atau uvea. 47, 55
Selama kehamilan peningkatan risiko miopia atau mengarah ke
keadaan miopia biasanya terjadi. Namun keadaan sebaliknya
berkebalikan saat melahirkan atau tahap menyusui. 55 Adanya estrogen
reseptor telah diajukan sebagai penyebab perubahan fisiologi pada
kornea dan lensa selama kehamilan. Selain itu juga menjadi pemicu
terjadinya keadaan miopia yang memburuk dan penurunan akomodasi.
Kornea menjadi menebal antara 1 dan 16 µm disertai edematosa
sekunder terhadap resistensi cairan dalam kehamilan. Terdapat bukti
bahwa selama kehamilan kornea menebal dan terjadi pengeluaran
cairan pada stroma yang dikaitkan dengan aktivasi dari reseptor estrogen
dan juga karena peningkatan hormonal yang menyebabkan elastisitas
dan biomekanikal dari jaringan kornea. 56, 69
23
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa perubahan
refraktif selama kehamilan ditemukan pada 14% kasus wanita hamil
yakni ketajaman penglihatan, gangguan refraktif serta terjadinya miopia,
perubahan yang bersifat sementara dan akan kembali seperti sebelum
hamil dalam beberapa bulan setelah persalinan. 73 Kesepakatan umum
bahwa terjadinya miopia disebabkan oleh pertambahan lengkungan
lensa, di mana perubahan refraktif berkembang seiring dengan
perubahan lengkungan kornea ataupun ketebalannya. Penelitian lain
juga mengemukakan bahwa seseorang yang hamil dengan riwayat
gangguan refraktif sebelumnya maka akan memperburuk fungsi
refraktif pada pertengahan usia kehamilan.
Patologi okular telah dianggap sebagai hal yang penting dalam
menentukan metode persalinan. Miopia dan faktor risiko untuk
pelepasan retina (retinal detachment) jarang digunakan sebagai indikasi
dilakukan seksio sesarea sebelumnya. Miopia merupakan gangguan
refraksi dengan -6 D diklasifikasikan sebagai miopia tinggi dan di sisi
lain juga sebagai miopia patologis dengan komplikasi seperti katarak,
glaukoma, makula degeneratif, dan pelepasan retina (retinal
detachment) yang dapat memicu kebutaan. Pada kehamilan terjadi
perubahan hormonal, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
hormon androgen, estrogen, dan atau reseptor progesteron yang
terdapat di jaringan okular seperti glandula lakrimal, glandula
meibomian, konjungtiva, kornea, iris atau badan siliaris, lensa, retina
atau uvea. 56, 77
Selama kehamilan, berbagai perubahan fisiologi terjadi pada
tubuh akibat dari perubahan hormonal yang berasal dari plasenta.
Adanya plasenta ini menyebabkan perubahan baik secara sistemik
maupun lokal termasuk pada mata. Ketajaman mata rata-rata berkurang
dari trimester pertama hingga trimester terakhir. Pada keadaan setelah
persalinan, ketajaman penglihatan akan kembali seperti sebelum
kehamilan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pizzarel,
melaporkan bahwa seseorang yang menderita miopia gejala yang timbul
semakin memburuk selama kehamilan dibanding dengan yang tidak
menderita miopia. 28, 56
Meskipun terdapat gangguan refraksi yang berbeda sepanjang
kehamilan dan setelah persalinan, perubahan ini tidak begitu berarti.
Perubahan pada ketajaman mata dan gangguan refraksi ini dianggap
24
berkaitan dengan peningkatan kadar estrogen. Estrogen merupakan
hormon yang bersifat menahan cairan. Selain itu, selama hamil terjadi
peningkatan sekresi aldosteron dan mencapai puncaknya pada akhir
kehamilan. Oleh karena pengaruh dari estrogen menyebabkan
reabsorbsi natrium berlebih dari tubulus renalis dan terjadi tahanan
cairan maka volume darah ibu meningkat hingga 30% di atas normal.
Selain itu, sum-sum tulang meningkat aktif dan memproduksi sel darah
merah seiring dengan peningkatan volume cairan. Kornea juga
mengalami edema yang dikaitkan dengan retensi cairan dari jaringan
okular. Hal ini akan memicu penurunan sensitivitas kornea ibu hamil,
yang dapat menyebabkan masalah misalnya trauma pada pengguna
lensa kontak hingga terjadi iritasi pada mata. Kecenderungan retensi
cairan juga mengakibatkan pengaruh bias yang berarti yaitu dengan
penggunaan kaca mata atau lensa kontak sesering mungkin. Perubahan
ini akan berakibat pada ketajaman penglihatan. 35, , 37, 41, 46
Peningkatan cairan pada mata dapat berakibat terjadinya miopia
yang bersifat sementara, akibatnya lengkungan kornea menjadi tajam,
sehingga sinar yang datang jatuh di depan retina yang disebut dengan
keadaan “Miopia” yang mengakibatkan perubahan ketajaman
penglihatan. Hormon steroid seperti estrogen dan
dehidroepiandrosteron (DHEA, termasuk kelompok hormon
androgen) berfungsi dalam mengatur MMPs ( Matriks
Metalloproteinase). Pada percobaan tikus dan sel manusia, estrogen
mampu meningkatkan pengaturan MMP-2 dan/atau MMP-9.
Peningkatan aktivitas dari MMP-2 mempengaruhi perkembangan
terjadinya miopia.
25
Gambar 13. Papilloedema vs Normal
26
Tumor
Adenoma hipofisis
27
sebagai adenoma> 1,0 cm, beresiko mengalami pembesaran yang
signifikan secara klinis. 23
28
Meningioma
29
parah pada kehamilan yang dekat dengan aterm, janin harus segera
dilahirkan melalui operasi caesar, diikuti dengan reseksi bedah tumor.
Untuk pasien dengan gejala awal kehamilan, terapi medis (misalnya,
steroid dan agen hiperosmotik) dapat digunakan untuk mengurangi
edema serebral. Hal ini memungkinkan menunda operasi sampai janin
cukup matang untuk melahirkan. 15, 75, 76
Uveal Melanoma
Penyakit Graves
30
Toksoplasmosis
31
direkomendasikan. Pada tahap akhir kehamilan, penggunaan
kombinasi sulfametoksazol/trimetoprim harus dihindari karena risiko
kernikterus neonatal. Sebagai pilihan pengobatan saat ini, penggunaan
injeksi klindamisin intravitreal (1,0mg/0,1ml) dan injeksi deksametason
(400μg/0,1 ml) untuk menghindari toksisitas sistemik telah dilaporkan.
Multiple Sclerosis
32
Hipertensi Intrakranial Idiopatik
33
selama kehamilan. Ini bisa asimptomatik atau dapat menyebabkan sakit
kepala atau gejala visual. Cacat bidang visual adalah gangguan visual yang
paling umum. Hasil visual pada yang tidak hamil. Itu tidak memiliki
dampak negatif utama pada kehamilan. Perawatan medis BICH dalam
kehamilan adalah sama seperti pada pasien yang tidak hamil dengan
beberapa pengecualian.
34
sebagai etiologi untuk kebutaan terkait laktasi akut nifas ketika tidak ada
penyebab anatomi atau infeksi yang jelas. Neuritis optik juga dapat
terjadi karena kekurangan vitamin B kompleks (Hyperemesis
gravidarum). Ini karena kehilangan vitamin atau asupan yang tidak
mencukupi. Palsi saraf transien dapat terjadi karena polineuritis. 13, 64
Uveitis
Selama kehamilan, telah dilaporkan bahwa peningkatan steroid
endogenik bersama dengan mekanisme multifaktorial dan kompleks
menyebabkan tanda okular dan sistemik uveitis non-infeksi mereda dan
frekuensi serangan menurun.
Scleritis posterior
35
Neovaskularisasi Choroidal
36
Cortical blindness
37
Kehamilan diyakini sebagai faktor risiko untuk pengembangan
chorioretinopathy serous sentral (CSCR). Retinopati serosa sentral
(CSR) dicirikan oleh detasemen retina neuro-sensoris, dengan
detasemen epitel pigmen retina terkait, kebocoran RPE, serta RPE dan
permeabilitas hiper koroid. Pada wanita hamil sering dikaitkan dengan
eksudasi sub-retina yang mungkin fibrinous di alam. Ini paling sering
terlihat pada trimester ketiga, meskipun mungkin juga muncul pada
trimester pertama dan kedua. Dalam satu penelitian, 90% pasien CSCR
hamil memiliki eksudat subretinal fibrinous, sementara angka ini adalah
20% pada pasien CSCR yang tidak hamil. Diagnosis mudah dibuat
dengan tomografi koherensi optik segmen posterior. Regresi spontan
diamati pada akhir kehamilan atau setelah kelahiran; Namun, mungkin
ada kecenderungan untuk kambuh pada mata yang sama pada
kehamilan berikutnya. 26, 34, 56
38
berkembang pada kehamilan dengan komplikasi seperti abruptio
plasenta, preeklampsia / eklampsia, kelahiran rumit, emboli cairan
ketuban, infeksi intrauterin, dan kematian intrauterin. DIC adalah
kondisi serius yang ditandai dengan trombosis pembuluh darah kecil
difus dan perdarahan selanjutnya serta nekrosis jaringan. 14 Pada mata,
lapisan koroid paling terpengaruh; trombosis pada choriocapillaris yang
mengganggu epitel pigmen retina dapat menyebabkan ablasi retina
serosa oleh keterlibatan koroid, yang sembuh dengan resolusi DIC,
meninggalkan perubahan pigmen retina sebagai fitur permanen. Gejala
mata membaik dengan pengobatan DIC, meskipun perubahan pigmen
ringan dapat bertahan. 34,52
39
arteri cilioretinal, peningkatan tortuosity vena, perdarahan retina, dan
eksudat lunak. Selain itu, trombosis vaskular dapat terjadi pada koroid,
saraf optik, jalur visual, dan saraf motorik okuler.
40
BAB V
PERUBAHAN HORMONAL SELAMA KEHAMILAN
☺☺☺
41
merupakan organ endokrin, namun juga menyediakan nutrisi bagi fetus yang
sedang berkembang dan membuang zat sisa fetus. Unit fetoplasenta
memproduksi banyak hormon yang dilepaskan oleh aksis hipotalamus-
hipofisis-gonad. 43, 58
42
darah ke plasenta dan diubah oleh sel-sel trofoblast menjadi estradiol, estron
dan estriol. 43, 27
43
Kondisi selama kehamilan dapat mengakibatkan perubahan di mata,
yang bersifat sementara dan kadang –kadang berubah menjadi permanen. Efek
kehamilan terhadap perubahan pada okuler dapat bersifat ringan sampai berat.
Pada kasus berat (tahap lanjut) jika terjadi komplikasi dan tidak ditangani
dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan kebutaan.
44
Efek kehamilan terhadap kondisi mata dapat dibagi 2 :
45
BAB VI
EFEK KEHAMILAN TERHADAP SEGMEN
ANTERIOR MATA
☺☺☺
PERUBAHAN PALPEBRA
A. Ptosis
Kejadian ptosis merupakan peristiwa normal selama kehamilan. Hal ini sering
dihubungkam dengan timbunan cairan dan perubahan hormonal. Ptosis selama
kehamilan tidak membutuhkan terapi. Gangguan gerak bola mata kadang
terjadi selama kehamilan (Garg and Aggarwal, 2012). 23
B. Proptosis
PERUBAHAN KORNEA
Ketebalan kornea meningkat sampai terjadi edem kornea. Pada kondisi ini
pasien mengeluh mata kabur. Penggunaan lensa kontak pada kondisi ini sangat
46
terganggu. Sensitivitas kornea selama kehamilan akan menurun dan menjadi
normal setelah 8-9 minggu postpartum.
Perubahan visus dan kelainan refraksi selama kehamilan diduga adanya retensi
akuos yang dapat menyebabkan perubahan kelengkungan kornea. Akibat nya
fokus bayangan benda ada di depan retina dan terjadi miop (Ebeigbe 2011;
Jagdish, 2007). Selain itu kemungkinan adanya penurunan akomodasi dan lensa
mata yang bengkak (Louis, 2003; Garg, 2012). 41
47
Beberapa penelitian tentang perubahan visus dan kelainan refraksi selama
kehamilan masih berbeda-beda. Ada penelitian yang menyatakan terdapat
perubahan visus dan kelainan refraksi yang bermakna dan ada yang tidak
bermakna. Ebeigbe (2012) melaporkan adanya perubahan visus dan kelainan
refraksi selama kehamilan dan sesudah kehamilan (6 minggu) tetapi tidak
berbeda bermakna. Louis (2003) melaporkan terdapat perubahan visus selama
kehamilan dan terjadi pergeseran ukuran miop selama hamil sebesar 0,87 ± 0,3
Dioptri pada mata kanan dan 0,98 ± 0,3 Dioptri pada mata kiri dan berbeda
bermakna (p<0,0001). Mohammad Khalaj (2009) melaporkan terdapat
hubungan antara kehamilan dengan miop dan ada risiko terjadi miop
meningkat bermakna pada trisemester 2. 41
48
BAB VII
PERUBAHAN TEKANAN INTRA OKULER (TIO)
☺☺☺
49
menunjukkan terdapat penurunan signifikan TIO antara wanita hamil trimester
3 dibanding wanita tidak hamil.
50
BAB VIII
EFEK KEHAMILAN TERHADAP SEGMEN
POSTERIOR MATA
☺☺☺
RETINOPATI DIABETIK
51
CENTRAL SEROUS CHORIORETINOPATI (CSCR)
52
RETINITIS PIGMENTOSA
NEUROOPHTHALMOLOGY
NEURITIS OPTIK
53
vitamin B komplkes. Hal ini dapat terjadi karena banyak kehilangan vitamin
tersebut atau intake yang kurang. Kelemahan saraf sementara dapat terjadi
akibat polineuritis.
54
BAB IX
PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA SEBAGAI
PENYEBAB VISUAL DISORDER
☺☺☺
DEFINISI
55
Indonesia angka ini sangat bervariasi seperti yang terlihat pada tabel di bawah
ini. 50
56
Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen
resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna.
Penetrasi mungkin tergantung pada genotip janin.
4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity
Preventing Activity (TxPA). Sebagai kompensasi untuk peningkatan
energi selama kehamilan, asam lemak non-esterifikasi akan
dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah,
pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan
lemak ke dalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin
sampai pada titik di mana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL
melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul. Dalam
perjalanannya keempat faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang
saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan
terjadinya iskemia plasenta. 16
57
Gambar 24. Skema Patogenesis Preeklampsia (Robson S. C.,1999)
Menurut Jaffe dkk. (1995) pada preeklampsia ada dua tahap perubahan
yang mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang
terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. 34 Hal ini terjadi
karena kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal
kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak
dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam
58
ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia
plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin,
radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan
akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan di mana
radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan (Robert J.
M., 2004). 59 Oxidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis
yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel
pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada
seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita
preeklampsia. Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-
zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida,
dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan
angiotensin II sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah
hipertensi.
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem
koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus.
Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita
preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan
organ seperti:
- Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
- Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.
- Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema
paru dan oedema menyeluruh.
- Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan coagulopathi.
- Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
- Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang,
kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan.
- Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin,
hipoksia janin, dan solusio plasenta.
59
BAB X
PENGELOLAAN PREEKLAMPSIA
☺☺☺
60
- Trombositopenia < 100.000/mm3
- Munculnya komplikasi sindroma HELLP
4. Dan disebut eklampsia jika pada penderita preeklampsia berat dijumpai
kejang klonik dan tonik dapat disertai adanya koma. Pada dasarnya
penanganan penderita preeklampsia dan eklampsia yang difinitif adalah
segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam
penatalaksanaannya kita harus mempertimbangkan keadaan ibu dan
janinnya, antara lain umur kehamilan, proses perjalanan penyakit, dan
seberapa jauh keterlibatan organ (Sibai B. M., 2005). Tujuan
penatalaksanaan preeklampsia dan eklampsia adalah:
- Melahirkan bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping
- itu mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada ibu.
- Mencegah terjadinya kejang/eklampsia yang akan memperburuk
keadaan ibu hamil.
61
atau betamethasone untuk pematangan paru harus dilakukan. Pada penderita
preeklampsia berat obat-obat yang dapat diberi untuk memperbaiki keadaan
ibu dan janinnya adalah:
1. Magnesium sulfat
2. Anti hipertensi
3. Kortiko steroid: dexamethasone atau betamethasone untuk
pematangan paru. 14, 45, 62
ANTI HIPERTENSI
62
Sebenarnya banyak pilihan anti hipertensi yang dapat diberikan, tetapi pilihan
yang pertama adalah hydralazine. Mekanisme kerja hydralazine adalah dengan
merelaksasi otot pada arteriol sehingga terjadi penurunan tahanan perifer.
Hydralazine dapat diberikan peroral atau parentral. Kerjanya cepat, bila
diberikan intravena sudah dapat dilihat efeknya dalam 5–15 menit. Efek
samping hydralazine adalah sakit kepala, tachycardia, dan perasaan gelisah.
Obat anti hipertensi yang juga banyak digunakan adalah labetalol, obat ini
termasuk beta-bloker, dapat diberikan peroral atau intravena. Kalau diberi
intravena efeknya sudah terlihat dalam 2-5 menit dan mencapai puncaknya
setelah 15 menit. Kerja obat ini dapat berlangsung 4 jam. Bekerja menurunkan
tahanan perifer dan tidak menurunkan aliran darah ke otak, jantung, dan ginjal.
32, 56, 61
KORTIKO STEROID
63
PENGELOLAAN EKLAMPSIA
64
hanya ditemukan perubahan pada salah satu atau lebih, tetapi tidak semua dari
parameter di atas (Audibert, dkk., 1996). Sedangkan Martin (1991), hanya
mengelompokkan sindroma HELLP berdasarkan jumlah trombosit:
- disebut kelas I jika jumlah trombosit ≤ 50.000/mm3,
- disebut kelas II jika jumlah trombosit > 50.000/mm3 - ≤
100.000/mm3
- disebut kelas III jika jumlah trombosit > 100.000/mm3 - ≤
150.000/mm3. 41
65
BAB XI
KOMPLIKASI PADA WANITA HAMIL DENGAN
HIPERTENSI
☺☺☺
1. RETINOPATI HIPERTENSI
Retinopati hipertensi pada kehamilan sering terjadi bersama dengan
kejadian preklampsia atau eklampsia (60%). 23 Gangguan visual yang
terjadi antala lain skotoma, diplopia, mata kabur dan fotopsia. Tingkat
keparahan retinopati hipertensi berhubungan dengan keparahan
preeklampsia. Perubahan retina terjadi dengan diastole lebih dari 100
mmHg dan sistole di atas 150mmHg. Pada retina nampak gambaran
penyempitan arteri, edem retina, perdarahan, eksudat dan cotton wool
spot. Penyempitan arteri bersifat reversibel pada sebagian besar pasien
kehamilan dengan preklampsia. 48, 51
66
Gambar 25. Hypertensive Retinopathy-Grade 4
3. KEBUTAAN KORTIKAL
Kebutaan kortikal terjadi pada 15% kasus preeklampsia dan
eklampsia. 58 Kebutaan bisa terjadi pada saat kehamilan atau beberapa
jam atau beberapa hari postpartum. Keluhan diawali dengan pusing,
kejang dan kehilangan kesadaran. Pada pemeriksaan MRI tampak
67
hilangnya signal kortek occipitale. Penemuan ini secara nyata nampak
adanya iskemi sebagai hasil edem serebral. Gangguan vasogenik
maupun sitotoksik akibat edem diamati pada pasien dengan dengan
kebutaan kortikal. 43
68
BAB XII
MIOPIA DALAM KEHAMILAN (DIAGNOSIS,
KOMPLIKASI DAN PENCEGAHAN)
☺☺☺
KLASIFIKASI MIOPIA
69
Tabel 3. Klasifikasi Miopia
GEJALA KLINIS
Gejala klinis terdiri atas :
Gejala subjektif miopia antara lain:
a. Kabur bila melihat jauh
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai
dengan
akomodasi )
d. Astenovergens yakni titik mata tidak berakomodasi tetapi
berkonvergensi sangat kuat, gejalanya seperti lekas lelah, silau, dan
pusing.
70
b) Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal
atau dapat disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di
sekitar papil saraf optik.
2. Miopia patologik :
a) Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia
simpleks
b) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa
kelainan-kelainan pada badan kaca : dapat ditemukan
kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang terlihat
sebagai floaters atau luapan, atau benda-benda yang mengapung
dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasio badan
kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan
miopia.
c) Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia,
papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian
temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran papil
sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi
dan pigmentasi yang tidak teratur.
71
e) Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian
perifer
f) Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan
koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid
tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus trigroid.5,10
DIAGNOSIS
Diagnosis suatu miopia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. 34
a. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan berdasarkan riwayat sebelumnya, keluhan
utama pasien, serta perjalanan penyakitnya, riwayat keluarga, penggunaan
obat-obatan, pekerjaan dan lingkungan tempat tinggal.
- Miopia simpleks, keluhan dan gejala yang paling sering hanya pandangan
kabur. Hal yang penting ditanyakan adalah apakah keluhan kabur itu
bersifat menetap atau hanya sementara. Pada miopia simpleks,
pandangan kabur bersifat sementara.
- Miopia nokturnal, gejala dan keluhan berupa pandangan kabur pada saat
di tempat yang gelap atau kurang cahaya misalnya di malam hari. Pasien
biasanya mengeluhkan sulit melihat jalanan ketika sedang mengemudi.
- Pseudomiopia, pandangan kabur hanya bersifat sementara, tidak
permanen
72
- Miopia degeneratif, pada jenis ini pandangan kabur oleh karena derajat
dari miopia yang khas dan berarti. Pada pasien ini dilakukan
pengoreksian alat bantu berupa kacamata dengan koreksi yang tinggi.
- Miopia terinduksi, miopia yang timbul akibat suatu induksi atau ada
penyebabnya. Pupil akan berkonstriksi ketika terpapar oleh suatu agen
induksi misalnya obat-obat agonis kolinergik.
73
3. Jika ada kelengkungan, pendataran dan penipisan retina cukup parah,
persalinan harus dilakukan secara seksio sesarea.
4. Jika terjadi ablasio retina saat hamil atau bersalin, retina harus
dilekatkan kembali secepatnya melalui operasi.
a. Laki-laki dewasa 40 kg
b. Wanita dewasa 15-20 kg
c. Laki-laki (16-18 thn) 15-20 kg
d. Wanita (16-18 thn) 12-15 kg
KOMPLIKASI
74
Risiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 D s/d - 4,75 D
sekitar 1/6662. Sedangkan pada - 5D s/d -9,75 D risiko meningkat
menjadi 1/1335. Lebih dari -10 D risiko ini menjadi 1/148. Dengan
kata lain penambahan faktor risiko pada miopia rendah tiga kali
sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali. 22
Pengurangan volume vitreus yang normal terjadi pada proses
penuaan, dapat menyebabkan penarikan pada retina yang akan
menyebabkan ablasio retina. Faktor risikonya mencakup: miopia,
ablasio retina pada mata sebelahnya, trauma mata, dan mempunyai
riwayat keluarga dengan ablasio retina. Meskipun demikian, hanya
10% pasien dengan faktor risiko tersebut yang mendapatkan ablasio
retina. 3, 45, 58
Apabila pasien telah datang dengan ablasio retina, pasien ini
dapat ditangani dengan laser atau cryopexy disekeliling ablasio
retinanya untuk menginduksi adhesi retina disekeliling robekan. Selain
itu, ablasio retina juga dapat ditangani secara bedah dengan vitrectomy
dan scleral buckling. 3
75
Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga
kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan berisiko untuk
terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment
pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat
memanjangnya bola mata. 25
3. Makulopati Miopia
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh
darah kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga
lapanagn pandang berkurang. Dapat juga terjadi perdarahan retina dan
koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan pandang. Miopia
vaskular koroid/degenerasi makular miopia juga merupakan konsekuensi
dari degenerasi makular normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah
yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina. 37, 47
4. Glaukoma
Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada
miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia
terjadi dikarenakan stress akomodasi dan konvergensi serta kelainan
struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula. 6
5. Katarak
Lensa pada miopiaa kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa
pada orang dengan miopia onset katarak muncul lebih cepat. 77
76
Meskipun demikian, hubungan dan patogenesis antara kehamilan itu
sendiri dengan miopia masih belum jelas. Fletcher dan Brandon
mengemukakan hubungan tersebut merupakan komplikasi dari retrolental
fibroplasia pada kehamilan terutama bentuk abortif, tapi hingga kini masih
dipertentangkan.
77
topikal. Tonometer ditera pada tes blok yang bila baik, jarum
menunjukkan angka nol pada skala dan “plunger” dapat bergerak bebas
dalam silindernya. Pada pemeriksaan pertama dipilih beban terkecil 5,5
gram. Kemudian “foot plate”di desinfeksi dengan mengusapnya dengan
kapas alkohol 70%. Kedua mata difiksasi dengan melihat lurus ke atas. Bila
mata kanan yang akan diukur, pemeriksa berdiri disebelah kiri atau
dibelakang pasien. Begitu pula untuk mata kanan. 34
Tonometer dipegang vertikal beberapa saat lurus di atas kornea
penderita setelah sebelumnya kelopak mata pasien dibuka secukupnya
dengan jari tangan pemeriksa lainnya tanpa menekan bola mata. Setelah
mata penderita menyesuaikan diri, tonometer diturunkan perlahan-lahan
sampai “foot plate” diturunkan sampai di tengah-tengah silinder. Angka
skala yang ditunjuk jarum pada saat itu, diingat dan dicatat dan tonometer
diangkat dari kornea. Bila angka yang ditunjuk kurang dari angka 3,
tonometer diulangi dengan beban 7,5 gram. Mungkin pula perlu memakai
beban 10 gram. 2, 14
Nilai tekanan intra okuler selanjutnya pada tabel kalibrasi.
78
BAB XIII
CARA PERSALINAN PADA BEBERAPA KASUS
☺☺☺
1. Persalinan Normal
79
dilakukan saat mulut rahim telah terbuka penuh dan kepala bayi berada di
bagian bawah panggul. 38
80
Gambar 31. Alat Bantu Persalinan Forsep
3. Persalinan caesar
81
Persalinan di dalam air, merupakan metode persalinan normal
dengan sedikit modifikasi, yaitu ibu berendam di dalam bak atau kolam
berisi air hangat saat sedang melahirkan. Persalinan yang awalnya populer
di Eropa ini ditujukan untuk memudahkan bayi lahir dan mengurangi rasa
stres pada ibu. Selain itu, persalinan di dalam air ini juga bertujuan untuk
memberikan kondisi yang serupa seperti di dalam kandungan bagi bayi saat
lahir untuk menghindari munculnya stres pada bayi.
82
BAB XIV
OBAT GLAUKOMA PADA KEHAMILAN
☺☺☺
83
OBAT-OBATAN
Secara umum, <20% dari semua obat yang diklasifikasikan oleh FDA
termasuk dalam kategori A atau B. Kebanyakan obat antiglaucoma topikal
termasuk dalam Kategori C, dan tidak ada yang ditempatkan dalam Kategori A
atau X. Kategori A menunjukkan bahwa penelitian terkontrol pada wanita gagal
menunjukkan risiko pada janin dan obat-obatan memiliki risiko rendah untuk
menyebabkan kerusakan janin sementara Kategori X jelas tidak aman. Satu-
satunya obat glaukoma dalam Kategori B adalah brimonidine dan dipivefrine.
Keselamatan yang dianggap sebagai brimonidine dan dipivefrine hanya
didasarkan pada penelitian pada hewan. Oklusi nasolacrimal, penutupan
kelopak mata, atau menghilangkan kelebihan tetes selama administrasi, dan
penyumbatan tepat waktu harus didiskusikan dengan wanita hamil pada obat
antiglaucoma topikal. Dengan menggunakan oklusi tepat waktu setelah aplikasi
obat, jumlah obat yang diserap ke dalam darah dapat dikurangi hingga dua
pertiga. Untuk keselamatan janin, jumlah paling sedikit, konsentrasi terendah,
jumlah terkecil setiap hari tetes harus digunakan. 17, 34,77
84
BETA-BLOCKER
85
prematur, retardasi pertumbuhan intrauterin, bradikardia, polisitemia, apnea
saat lahir, hipoglikemia, dan hiperbilirubinemia. 45, 67
PARASYMPATHOMIMETICS
86
INHIBITOR CARBONIC ANHYDRASE TOPIK
ORAL
87
melengkapi perkembangan embrio. 22 Jelas bahwa hasil dari studi teratogenesis
pada hewan laboratorium tidak dapat diekstrapolasi ke manusia, tetapi untuk
mencegah kemungkinan hipokalemia janin atau neonatal, asidosis, dan risiko
teratogenesis, pemantauan kadar plasma kalium dianjurkan saat memodifikasi
diet pada pasien hamil pada ini agen. Jika situasi klinis memerlukan penggunaan
acetazolamide, obat mungkin dapat diberikan dengan persetujuan yang tepat.
PROSTAGLANDIN
AGEN OSMOTIK
88
Namun, di antara metode medis untuk menginduksi trimester kedua, aborsi
adalah pemberian mannitol dan urea secara intra-amnion. Mannitol dan gliserol
dapat digunakan selama kehamilan ketika manfaatnya melebihi risiko. 43
AGONIS ALPHA-2
89
/ brimonidine mungkin merupakan rejimen pengobatan yang cocok pada
pasien yang perlu menggunakan dua obat termasuk beta-blocker. Apakah
benzalkonium klorida dapat mempengaruhi pematangan paru janin belum
ditentukan. Dalam sebuah studi pada tikus, peningkatan dosis terkait resorpsi
janin, kematian, dan pengurangan ukuran dan berat sampah diamati setelah
terpapar benzalkonium klorida. Namun, itu tidak terkait dengan malformasi
visceral yang terlihat meskipun defek sternum minor terjadi pada janin yang
terpajan dosis tunggal 100 dan 200 mg/kg. Konsentrasi BAK dalam tetes mata
antiglaucoma sangat kecil dibandingkan dengan penelitian di atas. Bentuk bebas
pengawet dari obat antiglaucoma berikut tersedia dan tampaknya menjadi
pilihan yang lebih baik pada pasien hamil dibandingkan dengan senyawa yang
mengandung pengawet: timolol, dorzolamide-timolol, dan tafluprost. 13, 18, 43
90
bukti berasal dari laporan kasus tunggal atau penelitian pada hewan dengan
batasan yang diberlakukan. Ketika membahas kemungkinan opsi untuk
manajemen glaukoma dengan pasien hamil, penting untuk menekankan
kurangnya penelitian definitif. Pasien mungkin terlibat dalam proses
pengambilan keputusan terapeutik. 24, 56, 65, 66
91
BAB XV
AKTIVITAS SELF-CARE BAGI IBU HAMIL
SELAMA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN
MENYUSUI
☺☺☺
A.
Panduan Umum dan Tips untuk Aktivitas Self-Care bagi Ibu Hamil 7, 13
1. Get educated, pelajari tentang seluk beluk proses kehamilan,
persalinan dan menyusui:
Sangat penting bagi setiap ibu hamil, terutama yang untuk
pertama kalinya, untuk mendapatkan informasi yang cukup dan
memadai dalam menjalani suatu proses yang sangat penting dalam
kehidupan seorang wanita ini. Perbanyak bacaan tentang kehamilan,
92
persalinan dan menyusui yang sudah banyak tersedia di buku-buku
tentang kehamilan, artikel kesehatan di majalah,bahkan juga di
internet. 7 Mungkin juga, ibu dan saudara Anda, sahabat, dan teman
kerja perempuan lainnya yang telah berpengalaman dalam
menjalani proses alamiah ini banyak memberikan nasihat kepada
Anda terkait dengan kehamilan Anda. Manfaatkan juga setiap
pertemuan dan jadwal konsultasi dengan dokter atau tenaga
kesehatan yang merawat kehamilan Anda untuk banyak bertanya
dan berdiskusi dengan mereka. Seperti kata pepatah “Knowledge is
power” atau “Pengetahuan adalah kekuatan”, maka langkah
pertama ini akan memperluas wawasan Anda dan membekali
persiapan Anda dalam menghadapi suatu proses yang sangat luar
biasa ini.
2. Persiapan fisik ibu hamil dengan melakukan gaya hidup yang sehat:
Hal ini dimulai dengan makan makanan yang seimbang dan
sehat, serta mengkonsumsi micronutrients yang sangat diperlukan
untuk mendukung proses kehamilan yang sehat. Juga menghindari
zat-zat yang berbahaya bagi tubuh ibu hamil dqn bayi, seperti: rokok,
alcohol dan obat-obatan terlarang. Aktivitas fisik yang cukup dan
olah raga ringan juga sangat diperlukan untuk manjaga kebugaran
tuuh selama proses kehidupan yang sangat penting ini. Selain itu,
perbanyak waktu istirahat. Selain waktu tidur malam yang cukup
sekitar 6-8 jam, juga diperlukan beberapa waktu istirahat saat siang
hari. Dengarkan dan amati kebutuhan tubuh masing-masing
terhadap waktu istirahat yang diperlukan, yang bisa berbeda-beda
pada setiap wanita hamil.
3. Mengenali dan mengelola gejala fisik yang muncul pada kehamilan,
persalinan dan menyusui:
Kenali bebagai gejala fisik yang mungkin terjadi dalam setiap
tahapan kehamilan (trimester pertama hingga ketiga), juga pada saat
persalinan dan menyusui. Selain itu juga pelajari berbagai strategi
untuk mengatasinya.
4. Persiapan mental dan psikologis ibu hamil dengan manajemen stres
yang baik:
Kelola stres dalam kehidupan Anda. Jaga komunikasi
terbuka dengan pasangan Anda. Bangun sistem pendukung
93
(support system) di sekitar Anda. Belajar dan berlatihlah teknik
meditasi. Pelajari teknik manajemen stres seperti pernapasan lambat
dan dalam, atau strategi relaksasi lainnya, misal kelas yoga prenatal,
kelas pelatihan melahirkan Lamaze.
5. Menjadwalkan periksa kehamilan di praktik dokter atau bidan
secara teratur:
Jadwal kunjungan perawatan prenatal (antenatal care)akan
tergantung pada keadaan khusus atau faktor risiko yang mungkin
dimiliki ibu hamil. Secara umum, disarankan untuk melakukan
kunjungan tindak lanjut sebagai berikut:
• Setiap empat minggu hingga usia kehamilan 28 minggu
• Setiap dua-tiga minggupada usia kehamilan 28-36 minggu
• Setiap minggu mulai 36 minggu hingga saat persalinan
6. Membangunemotional bonding dengan janin:
Sangat penting bagi ibu hamil untuk mulai berbicara dengan
janinyang dikandung dan menikmati ikatan emosi yang
berkembang. Penelitian menunjukkan bahwa bayi bereaksi
terhadap indera sentuhan sejak usiakehamilan 10 minggu. Beberapa
saat kemudian, janin dapat bereaksi terhadap cahaya, suara, musik,
dan suara lainnya.
7. Jalani dan nikmati semua proseskehamilan, persalinan dan
menyusui dengan gembiradan membuat jurnal kehamilan pribadi.
Nikmati waktu istimewa dalam kehidupan seorang wanita
ini. Proses kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan tahapan
kehidupan yang sangat penting dan luar biasa bagi seorang wanita,
maka sangat perlu utuk dijalani dan dinikmati dengan
penuhkegembiraan..! Percayalah pada kemampuan tubuh Anda
untuk tumbuh, memberi makan dan melahirkan bayi ini seperti
yang dilakukan oleh wanita selama berabad-abad.
Selain itu, penting bagi ibu hamil untuk menuliskan semua
pengalaman dan perubahan yang terjadi secara fisik dan emosi
selama kehamilan, sehinggaakan menjadi suatu dokumentasi
pengalaman kehidupan luar biasa yang tak terlupakan di masa
mendatang.
B. Self-Care dalam Proses Kehamilan
94
Pada saat Anda mengetahui bahwa Anda hamil, terutama untuk
pertama kalinya…menandai awal dari suatu perjalanan kehidupan yang
fantastis. Selama beberapa bulan mendatang, tubuh Anda akan
mengalami perubahan besar saat janin di dalam tubuh Anda tumbuh
dan berkembang.Calon putra atau putri Anda akan berkembang dari
embrio kecil menjadi bayi yang menggemaskan. Dan ketika saatnya tiba
bagi Anda untuk membawa kehidupan makhluk baru ini ke dunia,
Anda juga akan memulai babak baru sebagai seorang ibu. 6
Secara umum rata-rata durasi kehamilan adalah 280 hari atau
40 minggu, atau 9 bulan 10 hari. Hal ini dihitung dari hari pertama
menstruasi terakhir (HPM). Durasi kehamilan ini terbagi menjadi tiga
periode 3 bulan atau disebut juga sebagai trimester, sehingga terdapat
trimester pertama, trimester kedua dua dan trimester ketiga. 6 Setiap
periode trimester menggambarkan pertumbuhan dan transisi yang
terjadi dalam tubuh seorang ibu hamil. Maka, penting sekali bagi ibu
hamil untuk mempelajari dan mengenali berbagai perubahan tubuh
beserta gejala fisik yang terjadi dari minggu ke minggu. Apalagi jika
kemudian menuliskan semua perubahan fisik tersebut dalam suatu
jurnal kehamilan, maka akan menjadi suatu dokumentasi pengalaman
kehidupan luar biasa yang tak terlupakan di masa mendatang.
Trimester Pertama
95
Ini hari-hari awal, tapi itu yang penting. Anda sangat gembira
dengan prospek memiliki bayi tetapi tiga bulan pertama bisa
mengkhawatirkan. Ini adalah 12 minggu pertama yang banyak wanita
merasa stres.
Karena gagasan hamil begitu baru, Anda mungkin ingin
menyimpannya untuk diri sendiri. Terlepas dari pasangan Anda dan
keluarga dekat serta teman-teman, sebagian besar wanita memilih untuk
merahasiakan berita mereka sampai 12 minggu pertama yang penting
berakhir.
Selama trimester pertama, Anda mungkin tidak melihat terlalu
banyak perubahan, semua pekerjaan nyata diam-diam terjadi di dalam
diri Anda, tersembunyi dari pandangan! Dari luar, tubuh Anda tidak
akan terlalu banyak berubah. Anda mungkin merasa jauh lebih lelah
dari biasanya dan menderita mual. Kembung juga cukup umum.
Pastikan Anda tetap positif. Beberapa ketidaknyamanan fisik
kecil merupaka hal biasa dan layak diterima dengan pemikiranbahwa
Anda sedang menciptakan kehidupan yang sangat baru. Ini adalah saat
penyesuaian karena tubuh Anda mempersiapkan diri untuk pekerjaan
yang super penting di depan…!
Trimester Kedua
96
di awal kehamilan telah menghilang. Begitu juga dengan
kegelisahanterkait kemungkinan keguguran, telah mereda.
Meskipun masalah tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan,
memang benar bahwa tahap kehamilan ini banyak risiko mulai
berkurang. Saat ini juga muncul beberapa bukti pertama kehamilan,
berupa gerakan bayi pertama, dan kemungkinan kesempatan untuk
mengetahui jenis kelamin bayi (jika ingin diketahui sebelumnya). Ibu
hamil mungkin akan menemukan bahwa hubungan ibu hamil dengan
bayinya benar-benar mulai tumbuh ketika bayi mengembangkan ritme
dan rutinitasnya sendiri selama trimester ini.
Trimester Ketiga
97
banyak. Jangan panik tentang hal ini. Trimester terakhir ini adalah
saat bayi Anda menambahkan sebagian besar berat tubuhnya untuk
mempersiapkan hidup di dunia yang luas dan penuh tantangan ini,
98
DAFTAR PUSTAKA
99
12. Chiodini P, Liuzzi A, Cozzi R et al (1981). Size reduction of
macroprolactinomas by bromocriptine or lisuride treatment. J Clin
Endocrinol Metab; 53: 737-743.
13. Confavreux C, Hutchinson M, Hours M, Cortinovis-Tourniaire P,
Grimaud J, Moreau T (1999). Multiple sclerosis and pregnancy: clinical
issues. Rev Neurol (Paris); 155:186-191.
14. Cunningham FG, Fernandez CO, Hernandez C (1995). Blindness
associated with preeclampsia and eclampsia. Am J Obstet Gynecol;
172:1291- 1298.
15. Cushing HW (1938).Meningiomas: their classification, regional
behaviour, life history and surgical end results. Springfield, Illinois:
Charles C. Thomas.
16. Dekker G. A. “Risk Factor for Preeklampsia” in Clinical Obstetrics and
Gynecology, Vol 42:422, 1999.
18. Digre KB, Varner MW, Corbett JJ (1984). Pseudotumor cerebri and
pregnancy. Neurology 34:721-729.
19. Do DV, Rismondon V, Nguyen QD (2002). Reversible cortical blindness
in preeclampsia. Am J Ophthalmology 134(6): 916-918.
20. Ebeigbe J.A., Ebeigbe P.N., Ighoroje A.D.A. 2011. Intraocular Pressure
in Pregnant and Non-Pregnant Nigerian Women. African Journal of
Reproductive Health, December 2011 ; 15 (4).
21. Ebeigbe, ADA Ighoroje, Ocular Changes in Pregnant Nigerian Woman,
Nigerian Journal of Clinical Practice, 2012 ; vol. 15 no 3.
22. Friederike Mackensen, Wolfgang E Paulus, Regina Max, Thomas Ness.
Ocular Changes During Pregnancy. Deutsches Arzteblatt International.
Dtsch Arztebl Int 2014; 111 :567-76.
23. Garg P. , Aggarwal P., Ocular Changes in Pregnancy, Nepal J.Ophthalmol
2012;4(7):150-161
24. Girsang E. Analisa Tekanan Darah dan Proteinuria sebagai Faktor
Prognosa. Kematian Maternal dan Perinatal pada Preeklampsia Berat
dan Eklampsia. Tesis Bagian Obgin FK. USU RSUP. H. Adam
Malik/RSUD Dr. Pirngadi Medan, 2004.
100
25. Greenstein, Ben, Diana Wood. 2007. At a Glance Sistem Endokrin Edisi
Kedua. Jakarta : EMS.
26. Greogory DG, Pelak VS, Bennet JL (2003). Diffusion-weighted magnetic
resonance imaging and the evaluation of cortical blindness in
preeclampsia. Surv Ophthalmol; 48(6): 647-650.
27. Guyton AC., Hall EJ, 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed 11, EGC,
Jakarta.
28. Halle AA, Drewry RD, Robertson JT (1983). Ocular manifestations of
pituitary adenomas. Southern Med J; 76(6): 732-735.
29. Hartono, 2001, Anatomi dan Fisiologi Mata, Bagian IP mata Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
30. Huna-Baron R, Kupersmith MJ (2002). Idiopathic intracranial
hypertension in pregnancy. J Neurology; 249:1078-1081.
31. Ilyas, S. (1997). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
32. Ilyas, S. (2012). Dasar-Dasar teknik pemeriksaan dalam ilmu penyakit
mata edisi ke 4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia
33. Jack J. Kansky, 1994, Clinical Ophthalmology,Butterworth-Heinemann,
London.
34. Jaffe R, Dorgan, A. Abramowitz J. S. 1995. Color Doppler Imaging of the
Utero Placental Circulation in the First Trimester: Value in Inpredicting
Pregnancy Failure or Complication. Am. J. Obst. Gynecol 130 (2 PT
1):102 – 5.
35. Jagdish Bhatia, Mohammad Naqaish Sadiq, Tagdees Anwar Chaudary,
Aqdish Bhatia, Eye Changes and Risk of Ocular Medications During
Prgenancy and Their Management, Pak J. Ophthalmol 2007;vol.23 no1.
37. Khawla Abu Samra. MD. The eye and visuall system in the
preeclampsia/eclampsia syndrome What to expect? Saudi Journal of
Ophthalmology (2013) 27, 51-53.
38. Krupp P, Monka C (1987). Bromocriptine in pregnancy: safety aspects.
Klin Wochenschr; 65: 823-827.
101
39. Kupersmith MJ, Rosenberg C, Kleinberg D (1994). Visual Loss in
pregnant women with pituitary adenomas. Ann Intern Med; 12(7): 473-
477.
40. Llovera I, Roit S, Johnson A, Sherman L (2005). Cortical blindness, a
rare complication of preeclampsia. J Emerg Med; 29(3): 295-297.
41. Louis D. Pizzarello, Refractive Changes in Pregnancy, Graefe’s Arch Clin
Exp Ophthalmol 2003; 241:484-488
42. Magyar DM, Marshall JR (1978). Pituitary tumors and pregnancy. Am J
Obstet Gynecol; 132:739-748.
49. Na SJ, Hong JM, Park JH, Chung TS, Lee K.Y. (2004). A case of
reversible postpartum cytotoxic edema in preeclampsia. J Neurol Scien;
22: 83-87.
50. Norwitz E. R., Robinson J. N., Rifke J.T. Prevention of Preeclampsia: Is
it Possible? Clin Obstet Ginecology 1999, 42 (3) 436 – 54.
51. Nursal Melda Yenerel, Rciha Beril Kucumen. Pregnancy and the Eye.
Turkish Journal Ophthalmology. 2015. DOI: 10.4274/tjo.43815.
52. Paun Vanessa A, Ionescu Zamfir-Radu, et al. Ocular posterior pole
pathological modifications related to complicated pregnancy. A review.
102
Rumanian Journal of Ophthalmology, Volume 61, Issue 2, April-June
2017, pp:83-89.
53. Pedro Marcos-Figueiredo, Ana Marcos-Figueiredo, et al. Ocular Changes
During Pregnancy. Review article. Theme open Access. DOI
https://doi.org/10.1055/s-0037-1605366.ISSN 0100-7203
54. Pitta Paramjyothi, ANR Lakshmi, D. Surekha, Physiological Changes of
Intraokuler Pressure (IOP) in the Second and Third Trimesters of
Normal Pregnancy, J. Clinical Diagnostc Research 2011; vol 5 no 5.
55. Pleyer U, Torun N, Liesenfeld O (2007). Ocular toxoplasmosis.
Ophthalmologe; 104:603- 616.
56. Razai KA, Eliott D (2004). Optical coherence tomographic findings in
pregnancy associated central serous chorioretinopathy. Graefes Arch
Clin Exp Ophthalmol; 242: 1014-1016.
57. Retzloff M.G., Kobylarz E.J., Eaton C. (2001). Optic neuritis with
transient total blindness during lactation. Obstet Gynecol; 98: 902-904.
103
66. Schaefer PW, Buonanno FS, Gonzalez GR, Schwamm LH (1997).
Diffusion-weighted imaging discriminates between cytotoxic and
vasogenic edema in patients with eclampsia. Stroke; 28: 1082-1085.
67. Schwartz RB, Jones KM, Kalina P et al (1992). Hypertensive
encephalopathy: findings on CT, MR imaging, and SPECT imaging in 14
cases. AJR Am J Roentgenol; 159:379-383.
68. Shapiro S, Yee R, Brown H (1995). Surgical management of
pseudotumor cerebri in pregnancy: case report. Neurosurgery; 37(4):
829-831.
69. Sharma S, Wuntakal R, Anand A, Sharma TK, Downey G (2006).
Pregnancy and the eye. The Obstetrician & Gynaecologist; 8: 141–146.
70. Sohel Somani. Pregnancy Special Considerations.
Emedicine.medscape.com, Ophthalmology Unclassified. 2015
71. Solahuddin, G. (2019). Gangguan Penglihatan Rentan pada Ibu Hamil,
Aneka Perubahan ini Biang Keladinnya.
https://health.grid.id/read/351646174/gangguan-penglihatan-rentan-pada-
ibu-hamil-aneka-perubahan-ini-biang-keladinya?page=all. Diambil pada
tanggal 24 Agustus 2019 pukul 13:15.
72. Suhardjo, 2007, Ilmu Kesehatan Mata, Bagian IP mata Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
73. Sunness JS, Haller JA, Fine SL (1993). Central serous chorioretinopathy
and pregnancy. Arch Ophthalmol; 111:360-364.
74. Vukusic S, Confavreux C (2006). Multiple sclerosis and pregnancy. Rev
Neurol (Paris); 62: 299-309.
75. Wan WL, Geller JL, Feldon SE, Sadun AA (1990). Visual loss caused
by rapidly progressive intracranial meningiomas during pregnancy.
Ophthalmology; 97: 18-21.
76. Whab M, Al-Azzawi F (2003). Meningioma and hormonal influences.
Climacteric; 6: 285-292.
77. Yakov Goldich, MD, Michael Cooper, et al. Ocular anterior segment
changes in pregnancy. J Cataract Refract Surg 2014; 40:1868-1871
104