Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
“Keperawatan Medikal Bedah”
Dosen Pengampu :
Nikmatul Fadilah, S.Kep.Ns, M.Kep
Disusun Oleh :
Kelompok 1 Reguler B
TINGKAT 2 REGULER B
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SUTOPO
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Penyakit Ebola”, yang di susun dalam
rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari sebagai
dosen pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Selain itu, tujuan lain dibuatnya makalah
ini adalah untuk memahami dan mempelajari materi Ilmu Keperawatan Medikal Bedah yaitu
Ebola.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nikmatul Fadilah, S.Kep.Ns, M.Kep selaku
dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4
BAB II ............................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6
BAB III......................................................................................................................................... 13
PENUTUP .................................................................................................................................... 13
3.2 Saran................................................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
Wabah penyakit Ebola di negara-negara Barat benua Afrika yang diyakini sebagai salah
satu letusan besar yang disebabkan oleh infeksi virus Ebola. Dalam skenario ini ebola telah
ditularkan ke wilayah Eropa dan Amerika melalui para pelancong dari negara-negara yang
tersebar luas seperti Guinea, Liberia, Sierra Leone dan Nigeria. Penyakit virus menyebar melalui
kontak dalam bentuk apa pun oleh orang atau pasien yang terinfeksi dan menciptakan risiko
besar bagi manusia. Gejala yang berhubungan dengan virus ebola seringkali sangat patogen;
sekitar 70-80% kasus kematian dilaporkan karena demam berdarah kritis.
Pada awal infeksi, virus ebola menginfeksi makrofag dan sel endotel. Ini terutama
menghasilkan Viral Protein 24 (eVP24) yang mencegah sinyal berbasis interferon yang penting
untuk penghancuran virus. Bagaimana virus ebola memanipulasi fungsi sistem kekebalan tubuh
masih belum jelas. Karena kurangnya pengetahuan ini, tidak ada pengobatan yang disetujui
tersedia. Dalam ulasan ini, kami telah mencoba menyusun epidemiologi, patogenesis dan
pengobatan infeksi virus ebola. Ligan yang menjanjikan terhadap virus ebola juga telah dibahas
yang akan membantu peneliti untuk merancang obat untuk pengobatan penyakit virus ebola.
PEMBAHASAN
Adanya krisis kemanusiaan dan buruknya keamanan di sebelah utara Provinsi Kivu ini
membuat respon terhadap outbreak PVE menjadi lebih sulit. Jalur penghubung (jalur udara,
perairan, ataupun darat) antara wilayah terjangkit dengan negara tetangga DRC (berbatasan
dengan Uganda dan Rwanda) menjadi salah satu potensi penyebaran PVE tingkat regional,
mengingat adanya pergerakan pengungsi dari DRC menuju beberapa negara tetangga. WHO
menilai risiko penyebaran PVE saat ini tergolong tinggi pada level nasional dan regional, dan
tergolong rendah di level global.
Epidemiologi :
Virus ebola adalah anggota keluarga Filoviridae merupakan indera negatif RNA. Nama
family berasal dari kata latin filum (benang), terkait dengan virion yang terlihat seperti benang
bila dilihat di bawah mikroskop elektronik. Filoviruses dibagi menjadi dua turunan: VE seperti
galur: Zaire, Sudan, Reston, Cote d’Ivoire dan Bundibugyo dan virus Marburg yang merupakan
spesies tunggal terkait. Semua ini dihubungkan dengan demam berdarah yang ditandai dengan
perdarahan dan kelainan koagulasi yang sering menyebabkan kematian.
Inang atau reservoir virus Ebola belum dapat dipastikan, namun telah diketahui bahwa
kelelawar buah adalah salah satu inang alami virus Ebola. Virus Ebola juga telah dideteksi pada
daging simpanse, gorila, dan kijang liar. Beberapa hipotesis mengatakan terjadi penularan dari
hewan terinfeksi ke manusia. Kemudian dari manusia, virus bisa ditularkan dengan berbagai
cara. Manusia dapat terinfeksi karena kontak dengan darah dan/ atau sekret orang yang
terinfeksi. Selain itu, manusia juga bisa terinfeksi karena kontak dengan benda yang
terkontaminasi oleh orang terinfeksi. Penularan nosokomial juga dapat terjadi bila tenaga medis
tidak memakai alat pelindung diri yang memadai.
Penyebaran virus Ebola skala global masih terbatas. Hal ini berkaitan dengan
transmisinya yang tidak melalui udara dan juga waktu yang diperlukan virus Ebola untuk
menginfeksi dari satu individu ke individu lainnya. Selain itu, onset yang relatif cepat
mempercepat diagnosis, sehingga dapat mengurangi penyebaran penyakit melalui penderita yang
bepergian. Penyakit ini dapat dikaitkan dengan kebiasaan manusia, terutama di daerah Afrika
yang memiliki kebiasaan mengonsumsi daging hewan liar. Daging hewan liar yang
terkontaminasi akan menjadi media efektif penularan Ebola pada manusia.
Tak semua orang berisiko mengalami Ebola. Orang yang berisiko mengalami Ebola
adalah orang yang bepergian ke benua Afrika saat wabah Ebola dan tenaga medis atau keluarga
yang merawat penderita Ebola.
Gejala Ebola terjadi dalam waktu 14-21 hari setelah tertular, berupa demam tinggi, sakit
kepala, nyeri tenggorokan, nyeri sendi, diare, muntah, kram perut. Setelah terjadi gejala tersebut
selama beberapa hari, mulai timbul perdarahan di berbagai tempat (mata, telinga, hidung, atau
perdarahan di organ dalam tubuh), kejang, kesadaran menurun, dan syok.
Sebagian besar pasien EVD memiliki konsentrasi virus tinggi di dalam darah. Teknik
deteksi antigen ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) sensitif mendeteksi virus di dalam
darah. Pemeriksaan dengan cara isolasi virus dan RT – PCR (reverse transcription polymerase
chain reaction) juga efektif dan sensitif untuk mendeteksi virus Ebola pada beberapa kasus.
Pasien dalam masa pemulihan menghasilkan antibodi IgM dan IgG yang dapat dideteksi
menggunakan ELISA dan beberapa tes antibodi lain. Biopsi kulit sangat bermanfaat untuk
menegakkan diagnosis postmortem karena terdapat antigen dalam jumlah besar di kulit.
Komplikasi okular dilaporkan terjadi pada 3 (15%) dari 20 pasien yang bertahan hidup
dari wabah ebola pada tahun 1995 di DRC (Republik Demokrasi Congo). Komplikasi berupa
nyeri pada bola mata, fotofobia, peningkatan lakrimasi, dan penurunan visus. Selain komplikasi
tersebut juga mengalami uveitis. Uveitis adalah temuan yang paling umum selama pemulihan
EVD dan dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang parah atau kebutaan.
Pada fase akut, pasien dengan Ebola Virus Disease dapat hadir dengan sejumlah tanda
dan gejala neurologis. Paling umum, pasien akan mengeluh sakit kepala nonspesifik, yang sering
hadir sebagai gejala awal. Status mental yang diubah, dari kebingungan ringan hingga delirium
dengan halusinasi, juga dapat terjadi, termasuk kelainan elektrolit dan syok. Selama Ebola Virus
Disease akut, kejang juga telah dilaporkan.
Penatalaksaan lain :
Pada masa belum adanya kasus di Indonesia, maka kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini
menjadi factor kunci. Ketika sudah terdapat kasus konfirmasi dan atau penularan lokal, maka
respon menjadi faktor kunci disamping tetap melakukan kesiapsiagaan dan kewaspadaan
dini. Respon yang diperlukan pada kondisi ini terutama adalah 1) penemuan kasus dan
penelusuran kontak 2) isolasi dan tatalaksana kasus 3) mobilisasi sosial 4) pemulasaran
jenazah yang aman. Dalam kesiapsiagaan, kewaspadaan dini dan respon menghadapi
penyakit virus Ebola, diperlukan suatu pusat komando operasional yang melibatkan lintas
kementerian/unit/lembaga dengan konsep one health. Dalam lingkup kementerian kesehatan,
fungsi ini dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)
melalui Public Health Emergency Operation Center (PHEOC). PHEOC menjadi bagian
tidak terpisahkan dengan sistem penanggulangan krisis kesehatan Kementerian Kesehatan
dan komando pada rencana kontingensi penanggulangan penyakit virus Ebola. Pedoman ini
menjadi panduan petugas kesehatan dalam melakukan kewaspadaan dini dan respon yang
adekuat dalam upaya mencegah dan mengendalikan penyakit virus Ebola, terdiri dari 6
komponen yaitu:
2. Surveilans
3. Tatalaksana kasus
Pedoman ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kontijensi Penyakit
virus Ebola. Mobilitas dari dan ke negara terjangkit merupakan faktor risiko penyebaran
penyakit di Indonesia. Diperlukan pengawasan ketat di pintu masuk negara dan di wilayah,
mengingat masa inkubasi penyakit ini (2 – 21 hari) yang memungkinkan ditemukannya
kasus baik di pintu masuk negara maupun di komunitas (wilayah). Pada masa belum ada
kasus di Indonesia, maka kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini menjadi faktor kunci. Ketika
sudah terdapat kasus konfirmasi dan atau penularan lokal, maka respon menjadi faktor kunci
disamping tetap melakukan kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini. Respon yang diperlukan
pada kondisi ini terutama adalah 1) penemuan kasus dan penelusuran kontak; 2) isolasi dan
tatalaksana kasus; 3) mobilisasi sosial; 4) pemulasaran jenazah yang aman. Faktor kunci
keberhasilan dalam kesiapsiagaan, kewaspadaan dini dan respon adalah 1) penguatan
surveilans dengan memanfaatkan sistem yang sudah ada; 2) dilakukan di semua level baik
nasional maupun daerah; 3) alur informasi yang jelas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ebolavirus adalah agen patogen yang terkait dengan penyakit sistemik yang parah,
berpotensi fatal, pada manusia dan kera besar. Empat spesies ebolavirus telah diidentifikasi
di Afrika barat atau khatulistiwa. Begitu bentuk yang lebih ganas memasuki populasi
manusia, penularan terjadi terutama melalui kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi dan
dapat mengakibatkan epidemi besar di rangkaian yang kekurangan sumber daya. Virus ini
menyebabkan penyakit yang ditandai dengan replikasi virus sistemik, penekanan kekebalan,
respon inflamasi abnormal, kehilangan cairan dan elektrolit yang besar, dan kematian yang
tinggi. Terlepas dari kemajuan vaksin baru-baru ini, dan tanpa profilaksis atau pengobatan
berlisensi yang tersedia, manajemen kasus pada dasarnya mendukung dengan manajemen
kegagalan organ multipel yang parah akibat kerusakan sel yang dimediasi imun. Penyakit
virus Ebola (EVD) adalah penyakit parah dan sering mematikan yang disebabkan oleh virus
Ebola (EBOV).
3.2 Saran
Mobilitas dari dan ke negara terjangkit merupakan faktor risiko penyebaran penyakit di
Indonesia. Diperlukan pengawasan ketat di pintu masuk negara dan di wilayah, mengingat
masa inkubasi penyakit ini (2 – 21 hari) yang memungkinkan ditemukannya kasus baik di
pintu masuk negara maupun di komunitas (wilayah). Pada masa belum ada kasus di
Indonesia, maka kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini menjadi faktor kunci. Ketika sudah
terdapat kasus konfirmasi dan atau penularan lokal, maka respon menjadi faktor kunci
disamping tetap melakukan kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini. Respon yang diperlukan
pada kondisi ini terutama adalah 1) penemuan kasus dan penelusuran kontak; 2) isolasi dan
tatalaksana kasus; 3) mobilisasi sosial; 4) pemulasaran jenazah yang aman. Faktor kunci
keberhasilan dalam kesiapsiagaan, kewaspadaan dini dan respon adalah 1) penguatan
surveilans dengan memanfaatkan sistem yang sudah ada; 2) dilakukan di semua level baik
nasional maupun daerah; 3) alur informasi yang jelas.
DAFTAR PUSTAKA
National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Disease. Ebola fact sheet: Ebola
hemorrhagic fever. Center for Disease Control. 2014
Olivia, Femi. 2014. Virus Mematikan Ebola. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Hebert, E. H., Bah, M. O., Etard, J. F., Sow, M. S., Resnikoff, S., Fardeau, C., Toure, A.,
et al. 2016. Ocular Complications in Survivors of the Ebola Outbreak in Guinea.
American Journal of Ophthalmology 175: 114-121. Doi:
https://doi.org/10.1016/j.ajo.2016.12.005
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/penyakit-virus-ebola-pve-evd
http://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/Pedoman_Kesiapsiagaan_Menghadapi_Vi
rus_Ebola.pdf
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30777297/
Jayanegara PA, Ebola Virus Disease – Masalah diagnosis dan tatalaksana;