Anda di halaman 1dari 15

PENYAKIT EBOLA

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
“Keperawatan Medikal Bedah”

Dosen Pengampu :
Nikmatul Fadilah, S.Kep.Ns, M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 1 Reguler B

1. Adinda Thalia Salsabila P27820320051


2. Alifia Putri Purwita P27820320052
3. Annisa Nur Rohmah P27820320053
4. Anita Dwi Septiana P27820320054
5. Annida Qurrotu Ayyun P27820320055
6. Aqsha Aurora Fitrohini P27820320056
7. Aufaa Lailatul Ardhin P P27820320057
8. Aura Dewi Larasati P27820320058
9. Ayu Kholifatul Hidayah P27820320059

TINGKAT 2 REGULER B
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SUTOPO
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Penyakit Ebola”, yang di susun dalam
rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari sebagai
dosen pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Selain itu, tujuan lain dibuatnya makalah
ini adalah untuk memahami dan mempelajari materi Ilmu Keperawatan Medikal Bedah yaitu
Ebola.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nikmatul Fadilah, S.Kep.Ns, M.Kep selaku
dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Ponorogo, 25 Juli 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2

BAB I .............................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 4

1.3 Tujuan ............................................................................................................................. 4

BAB II ............................................................................................................................................ 6

PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6

2.1 Definisi Ebola ....................................................................................................................... 6

2.2 Prevelensi di Indonesia dan Dunia .................................................................................... 6

2.3 Penyebab dan Gejala .......................................................................................................... 8

2.4 Pemeriksaan Diagnostik ..................................................................................................... 8

2.5 Komplikasi ......................................................................................................................... 10

2.6 Penatalaksanaan dan Pencegahan Ebola ........................................................................ 10

2.7 Upaya Pemerintah Indonesia Dalam Pengendalian Penyakit Ebola ...................... 11

BAB III......................................................................................................................................... 13

PENUTUP .................................................................................................................................... 13

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 13

3.2 Saran................................................................................................................................... 13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wabah penyakit Ebola di negara-negara Barat benua Afrika yang diyakini sebagai salah
satu letusan besar yang disebabkan oleh infeksi virus Ebola. Dalam skenario ini ebola telah
ditularkan ke wilayah Eropa dan Amerika melalui para pelancong dari negara-negara yang
tersebar luas seperti Guinea, Liberia, Sierra Leone dan Nigeria. Penyakit virus menyebar melalui
kontak dalam bentuk apa pun oleh orang atau pasien yang terinfeksi dan menciptakan risiko
besar bagi manusia. Gejala yang berhubungan dengan virus ebola seringkali sangat patogen;
sekitar 70-80% kasus kematian dilaporkan karena demam berdarah kritis.

Pada awal infeksi, virus ebola menginfeksi makrofag dan sel endotel. Ini terutama
menghasilkan Viral Protein 24 (eVP24) yang mencegah sinyal berbasis interferon yang penting
untuk penghancuran virus. Bagaimana virus ebola memanipulasi fungsi sistem kekebalan tubuh
masih belum jelas. Karena kurangnya pengetahuan ini, tidak ada pengobatan yang disetujui
tersedia. Dalam ulasan ini, kami telah mencoba menyusun epidemiologi, patogenesis dan
pengobatan infeksi virus ebola. Ligan yang menjanjikan terhadap virus ebola juga telah dibahas
yang akan membantu peneliti untuk merancang obat untuk pengobatan penyakit virus ebola.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian Ebola?
2. Plevelensi di Indonesia dan dunia ?
3. Bagaimana penyebab dan gejala Ebola ?
4. Bagaimana pemeriksaan diagnostic Ebola ?
5. Bagaimana komplikasi Ebola ?
6. Bagaimana cara penatalaksanaan dan pencegahan Ebola ?
7. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengendalian penyakit Ebola ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Ebola
2. Untuk mengetahui prevelensi ebola di Indonesia dan Dunia
3. Untuk mengetahui penyebab dan gejala Ebola
4. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostic Ebola
5. Untuk mengetahui komplikasi ebola
6. Untuk mengetahui bagamaina penatalaksaan Ebola
7. Untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah dalam pengendalian penyakit Ebola.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ebola


Ebolavirus adalah agen patogen yang terkait dengan penyakit sistemik yang parah,
berpotensi fatal, pada manusia dan kera besar. Empat spesies ebolavirus telah diidentifikasi di
Afrika barat atau khatulistiwa. Begitu bentuk yang lebih ganas memasuki populasi manusia,
penularan terjadi terutama melalui kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi dan dapat
mengakibatkan epidemi besar di rangkaian yang kekurangan sumber daya. Virus ini
menyebabkan penyakit yang ditandai dengan replikasi virus sistemik, penekanan kekebalan,
respon inflamasi abnormal, kehilangan cairan dan elektrolit yang besar, dan kematian yang
tinggi. Terlepas dari kemajuan vaksin baru - baru ini, dan tanpa profilaksis atau pengobatan
berlisensi yang tersedia, manajemen kasus pada dasarnya mendukung dengan manajemen
kegagalan organ multipel yang parah akibat kerusakan sel yang dimediasi imun. Penyakit virus
Ebola (EVD) adalah penyakit parah dan sering mematikan yang disebabkan oleh virus Ebola
(EBOV).

2.2 Prevelensi di Indonesia dan Dunia


Virus ebola pertama kali diidentifikasi pada tahun 1976 di dua tempat secara simultan
yakni di Yambuku, sebuah desa tidak jauh dari sungai ebola di Republik Demokratik Kongo dan
di Nzara, Sudan Selatan. Wabah di Afrika Barat (kasus pertama pada Maret 2014) adalah yang
terbesar dan paling kompleks sejak virus ebola pertama kali ditemukan pada tahun 1976. Negara
yang terkena dampak paling parah yakni, Guinea, Liberia dan Sierra Leone. Enam negara di
Afrika Barat yang mengalami kejadian luar biasa (KLB) yaitu Liberia, Guinea, Sierra Leone,
Nigeria, Sinegal, dan Mali dengan jumlah 28.652 kasus, dan 11.325 kematian, dengan total
kematian/total kasus 39,52% (data WHO per 10 Juni 2016). Berdasarkan hal tersebut WHO
menyatakan penyakit virus Ebola sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan
Dunia (KKMMD). Kemudian ditemukan beberapa kasus kluster yang sumber penularannya dari
survivor Ebola baik di Liberia, Guinea, dan Sierra Leone. Penularan tersebut diketahui karena
adanya kontak dengan cairan tubuh survivor.
Situasi di Indonesia, sampai saat ini belum pernah dilaporkan kasus konfirmasi penyakit
virus ebola di Indonesia. Sedangkan, pada situasi global saat ini penyakit virus ebola sedang
mewabah di negara Republik Demokratik Kongo. Jumlah kasus yang dilaporkan hingga 18
September 2018, sebanyak 142 kasus PVE (111 kasus konfirmasi dan 31 kasus probable) dengan
97 kematian (66 kematian dari kasus konfirmasi dan 31 dari kasus probable). Dilaporkan juga
sebanyak 19 kasus terjadi pada petugas kesehatan (18 kasus konfirmasi dan 1 kasus probable
dengan tiga kematian). Keseluruhan kasus berasal dari tujuh zona kesehatan di Provinsi Kivu
Utara ( Mabalako, Beni, Butembo, Oicha, Musienene, Masereka dan Kalunguta) dan satu zona
kesehatan Provinsi Ituri ( Mandima) Hingga 11 September 2018 sebanyak 5.306 kontak berada
dalam pemantauan. (EVD External Situation Report No.7, tanggal 18 September 2018).

Adanya krisis kemanusiaan dan buruknya keamanan di sebelah utara Provinsi Kivu ini
membuat respon terhadap outbreak PVE menjadi lebih sulit. Jalur penghubung (jalur udara,
perairan, ataupun darat) antara wilayah terjangkit dengan negara tetangga DRC (berbatasan
dengan Uganda dan Rwanda) menjadi salah satu potensi penyebaran PVE tingkat regional,
mengingat adanya pergerakan pengungsi dari DRC menuju beberapa negara tetangga. WHO
menilai risiko penyebaran PVE saat ini tergolong tinggi pada level nasional dan regional, dan
tergolong rendah di level global.

Epidemiologi :

Virus ebola adalah anggota keluarga Filoviridae merupakan indera negatif RNA. Nama
family berasal dari kata latin filum (benang), terkait dengan virion yang terlihat seperti benang
bila dilihat di bawah mikroskop elektronik. Filoviruses dibagi menjadi dua turunan: VE seperti
galur: Zaire, Sudan, Reston, Cote d’Ivoire dan Bundibugyo dan virus Marburg yang merupakan
spesies tunggal terkait. Semua ini dihubungkan dengan demam berdarah yang ditandai dengan
perdarahan dan kelainan koagulasi yang sering menyebabkan kematian.

Inang atau reservoir virus Ebola belum dapat dipastikan, namun telah diketahui bahwa
kelelawar buah adalah salah satu inang alami virus Ebola. Virus Ebola juga telah dideteksi pada
daging simpanse, gorila, dan kijang liar. Beberapa hipotesis mengatakan terjadi penularan dari
hewan terinfeksi ke manusia. Kemudian dari manusia, virus bisa ditularkan dengan berbagai
cara. Manusia dapat terinfeksi karena kontak dengan darah dan/ atau sekret orang yang
terinfeksi. Selain itu, manusia juga bisa terinfeksi karena kontak dengan benda yang
terkontaminasi oleh orang terinfeksi. Penularan nosokomial juga dapat terjadi bila tenaga medis
tidak memakai alat pelindung diri yang memadai.

Penyebaran virus Ebola skala global masih terbatas. Hal ini berkaitan dengan
transmisinya yang tidak melalui udara dan juga waktu yang diperlukan virus Ebola untuk
menginfeksi dari satu individu ke individu lainnya. Selain itu, onset yang relatif cepat
mempercepat diagnosis, sehingga dapat mengurangi penyebaran penyakit melalui penderita yang
bepergian. Penyakit ini dapat dikaitkan dengan kebiasaan manusia, terutama di daerah Afrika
yang memiliki kebiasaan mengonsumsi daging hewan liar. Daging hewan liar yang
terkontaminasi akan menjadi media efektif penularan Ebola pada manusia.

2.3 Penyebab dan Gejala


Penyakit akibat infeksi virus mematikan, yang bisa menyebabkan demam, diare, serta
perdarahan di dalam tubuh penderitanya. Hanya 10% penderita Ebola yang selamat dari
infeksi virus ini, tetapi penyakit ini jarang terjadi. Hingga saat ini, belum ditemukan
kasus Ebola di Indonesia. Penyakit Ebola awalnya ditularkan dari binatang kelompok primata ke
manusia dengan kelelawar sebagai perantaranya. Setelah terjadi wabah Ebola di Afrika,
penyebaran virus Ebola juga terjadi dari satu orang ke orang lain.

Tak semua orang berisiko mengalami Ebola. Orang yang berisiko mengalami Ebola
adalah orang yang bepergian ke benua Afrika saat wabah Ebola dan tenaga medis atau keluarga
yang merawat penderita Ebola.

Gejala Ebola terjadi dalam waktu 14-21 hari setelah tertular, berupa demam tinggi, sakit
kepala, nyeri tenggorokan, nyeri sendi, diare, muntah, kram perut. Setelah terjadi gejala tersebut
selama beberapa hari, mulai timbul perdarahan di berbagai tempat (mata, telinga, hidung, atau
perdarahan di organ dalam tubuh), kejang, kesadaran menurun, dan syok.

2.4 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosis pada orang yang baru terinfeksi virus Ebola cukup sulit karena gejala awal,
seperti demam, tidak spesifik dan sering terlihat sebagai penyakit yang lebih umum, seperti
malaria dan demam tifoid. Namun, jika seseorang memiliki gejala awal EVD dan memiliki
riwayat kontak dengan darah atau cairan tubuh penderita EVD, kontak dengan benda-benda yang
telah terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh dari penderita EVD, atau kontak dengan
hewan terinfeksi, mereka harus diisolasi dan petugas kesehatan masyarakat diinformasikan.
Sampel pasien dikumpulkan dan diuji untuk konfirmasi infeksi virus Ebola.

Sebagian besar pasien EVD memiliki konsentrasi virus tinggi di dalam darah. Teknik
deteksi antigen ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) sensitif mendeteksi virus di dalam
darah. Pemeriksaan dengan cara isolasi virus dan RT – PCR (reverse transcription polymerase
chain reaction) juga efektif dan sensitif untuk mendeteksi virus Ebola pada beberapa kasus.
Pasien dalam masa pemulihan menghasilkan antibodi IgM dan IgG yang dapat dideteksi
menggunakan ELISA dan beberapa tes antibodi lain. Biopsi kulit sangat bermanfaat untuk
menegakkan diagnosis postmortem karena terdapat antigen dalam jumlah besar di kulit.

Rentang Waktu Setelah Tes Diagnostik


Terinfeksi
Beberapa hari setelah  Antigen ELISA
Onset  IgM ELISA
 Polymerase Chain
Reaction (PCR)
 Isolasi Virus

Tahap akhir atau setelah  Antibodi IgG dan


pemulihan IgM

Pada Jenazah Penderita  Tes


Immunohistochemi
stry
 Polymerase Chain
Reaction (PCR)
 Isolasi Virus

Tabel. Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis EBV


2.5 Komplikasi
Selama epidemi virus ebola 2013-2016 di afrika, nyeri muskuloskeletal, sakit kepala,
ensefalitis, dan masalah mata terjadi setelah seseorang terkena penyakit ebola. Pendarahan juga
sering terjadi pada penyakit virus ebola, biasanya penderita akan memerlukan transfuse darah
untuk mengganti darah yang sudah keluar. Adapun beberapa komplikasi yang disebabkan oleh
penyakit virus ebola, yaitu ada komplikasi ocular dan komplikasi neurologis.

Komplikasi okular dilaporkan terjadi pada 3 (15%) dari 20 pasien yang bertahan hidup
dari wabah ebola pada tahun 1995 di DRC (Republik Demokrasi Congo). Komplikasi berupa
nyeri pada bola mata, fotofobia, peningkatan lakrimasi, dan penurunan visus. Selain komplikasi
tersebut juga mengalami uveitis. Uveitis adalah temuan yang paling umum selama pemulihan
EVD dan dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang parah atau kebutaan.

Pada fase akut, pasien dengan Ebola Virus Disease dapat hadir dengan sejumlah tanda
dan gejala neurologis. Paling umum, pasien akan mengeluh sakit kepala nonspesifik, yang sering
hadir sebagai gejala awal. Status mental yang diubah, dari kebingungan ringan hingga delirium
dengan halusinasi, juga dapat terjadi, termasuk kelainan elektrolit dan syok. Selama Ebola Virus
Disease akut, kejang juga telah dilaporkan.

2.6 Penatalaksanaan dan Pencegahan Ebola


Sampai saat ini belum ada terapi spesifik yang terbukti efektif, sehingga prinsip
penatalaksaannya berupa terapi suportif. Penatalaksanaan syok juga harus dipikirkan karena
kebocoran vaskuler pada sirkulasi sistemik. Rehidrasi cairan baik oral maupun parenteral harus
segera diberikan untuk mencegah ataupun memperbaiki kondisi syok. Pengobatan lain bersifat
simptomatis.

Penatalaksaan lain :

1. Pasien dirawat di ruang isolasi


2. Berikan terapi simptomatis sesuai dengan temuan klinis yaitu pemberian obat penurun
panas, pemasangan infus (terapi cairan kristaloid atau koloid sesuai klinis),
transfusi darah (jika perlu lakukan hemodialisa dengan menggunakan hemofilter khusus
virus), pemberian O2, dan mengatasi infeksi sekunder
3. Dilakukan pemantauan ketat untuk perdarahan dan komplikasi lainnya
4. Terapi definitif sampai saat ini belum ada
5. Kriteria pasien diperbolehkan pulang:
6. Pasien dirawat sampai dinyatakan sembuh oleh klinisi dan bebas dari virus Ebola
berdasarkan konversi hasil laboratorium menjadi negatif.
7. Bebas tanda dan gejala 3 hari berturut – turut.
8. Pada saat pulang pasien diberikan surat keterangan bebas Ebola yang ditembuskan ke
Dinas Kesehatan setempat dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan (fasyankes)/unit yang
merujuk.
1.7 Upaya Pemerintah Indonesia Dalam Pengendalian Penyakit Ebola

Pada masa belum adanya kasus di Indonesia, maka kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini
menjadi factor kunci. Ketika sudah terdapat kasus konfirmasi dan atau penularan lokal, maka
respon menjadi faktor kunci disamping tetap melakukan kesiapsiagaan dan kewaspadaan
dini. Respon yang diperlukan pada kondisi ini terutama adalah 1) penemuan kasus dan
penelusuran kontak 2) isolasi dan tatalaksana kasus 3) mobilisasi sosial 4) pemulasaran
jenazah yang aman. Dalam kesiapsiagaan, kewaspadaan dini dan respon menghadapi
penyakit virus Ebola, diperlukan suatu pusat komando operasional yang melibatkan lintas
kementerian/unit/lembaga dengan konsep one health. Dalam lingkup kementerian kesehatan,
fungsi ini dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)
melalui Public Health Emergency Operation Center (PHEOC). PHEOC menjadi bagian
tidak terpisahkan dengan sistem penanggulangan krisis kesehatan Kementerian Kesehatan
dan komando pada rencana kontingensi penanggulangan penyakit virus Ebola. Pedoman ini
menjadi panduan petugas kesehatan dalam melakukan kewaspadaan dini dan respon yang
adekuat dalam upaya mencegah dan mengendalikan penyakit virus Ebola, terdiri dari 6
komponen yaitu:

1. Komando dan koordinasi

2. Surveilans

3. Tatalaksana kasus

4. Pengambilan, pengepakan, pengiriman spesimen dan pemeriksaan laboratorium

5. Pencegahan dan pengendalian infeksi


6. Komunikasi risiko

Pedoman ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kontijensi Penyakit
virus Ebola. Mobilitas dari dan ke negara terjangkit merupakan faktor risiko penyebaran
penyakit di Indonesia. Diperlukan pengawasan ketat di pintu masuk negara dan di wilayah,
mengingat masa inkubasi penyakit ini (2 – 21 hari) yang memungkinkan ditemukannya
kasus baik di pintu masuk negara maupun di komunitas (wilayah). Pada masa belum ada
kasus di Indonesia, maka kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini menjadi faktor kunci. Ketika
sudah terdapat kasus konfirmasi dan atau penularan lokal, maka respon menjadi faktor kunci
disamping tetap melakukan kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini. Respon yang diperlukan
pada kondisi ini terutama adalah 1) penemuan kasus dan penelusuran kontak; 2) isolasi dan
tatalaksana kasus; 3) mobilisasi sosial; 4) pemulasaran jenazah yang aman. Faktor kunci
keberhasilan dalam kesiapsiagaan, kewaspadaan dini dan respon adalah 1) penguatan
surveilans dengan memanfaatkan sistem yang sudah ada; 2) dilakukan di semua level baik
nasional maupun daerah; 3) alur informasi yang jelas.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ebolavirus adalah agen patogen yang terkait dengan penyakit sistemik yang parah,
berpotensi fatal, pada manusia dan kera besar. Empat spesies ebolavirus telah diidentifikasi
di Afrika barat atau khatulistiwa. Begitu bentuk yang lebih ganas memasuki populasi
manusia, penularan terjadi terutama melalui kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi dan
dapat mengakibatkan epidemi besar di rangkaian yang kekurangan sumber daya. Virus ini
menyebabkan penyakit yang ditandai dengan replikasi virus sistemik, penekanan kekebalan,
respon inflamasi abnormal, kehilangan cairan dan elektrolit yang besar, dan kematian yang
tinggi. Terlepas dari kemajuan vaksin baru-baru ini, dan tanpa profilaksis atau pengobatan
berlisensi yang tersedia, manajemen kasus pada dasarnya mendukung dengan manajemen
kegagalan organ multipel yang parah akibat kerusakan sel yang dimediasi imun. Penyakit
virus Ebola (EVD) adalah penyakit parah dan sering mematikan yang disebabkan oleh virus
Ebola (EBOV).

3.2 Saran
Mobilitas dari dan ke negara terjangkit merupakan faktor risiko penyebaran penyakit di
Indonesia. Diperlukan pengawasan ketat di pintu masuk negara dan di wilayah, mengingat
masa inkubasi penyakit ini (2 – 21 hari) yang memungkinkan ditemukannya kasus baik di
pintu masuk negara maupun di komunitas (wilayah). Pada masa belum ada kasus di
Indonesia, maka kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini menjadi faktor kunci. Ketika sudah
terdapat kasus konfirmasi dan atau penularan lokal, maka respon menjadi faktor kunci
disamping tetap melakukan kesiapsiagaan dan kewaspadaan dini. Respon yang diperlukan
pada kondisi ini terutama adalah 1) penemuan kasus dan penelusuran kontak; 2) isolasi dan
tatalaksana kasus; 3) mobilisasi sosial; 4) pemulasaran jenazah yang aman. Faktor kunci
keberhasilan dalam kesiapsiagaan, kewaspadaan dini dan respon adalah 1) penguatan
surveilans dengan memanfaatkan sistem yang sudah ada; 2) dilakukan di semua level baik
nasional maupun daerah; 3) alur informasi yang jelas.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi


Penyakit Virus Ebola (https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/penyakit-
virus-ebola-pve-evd)

National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Disease. Ebola fact sheet: Ebola
hemorrhagic fever. Center for Disease Control. 2014

Olivia, Femi. 2014. Virus Mematikan Ebola. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Adiyta, Muhammad. 2014. EBOLA HEMORRHAGIC FEVER: CLINICAL


MANAGEMENT AND PREVENTION. JUKE 4: 8

Billioux, B.J., Smith, B. &Nath, A. 2016. Neurological Complications of Ebola Virus


Infection. The Journal of the American Society for Experimental Neurotherapeutics 13:
461-470. https://doi.org/10.1007/s13311-016-0457-z

Hebert, E. H., Bah, M. O., Etard, J. F., Sow, M. S., Resnikoff, S., Fardeau, C., Toure, A.,
et al. 2016. Ocular Complications in Survivors of the Ebola Outbreak in Guinea.
American Journal of Ophthalmology 175: 114-121. Doi:
https://doi.org/10.1016/j.ajo.2016.12.005

https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/penyakit-virus-ebola-pve-evd

http://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/Pedoman_Kesiapsiagaan_Menghadapi_Vi
rus_Ebola.pdf

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30777297/
Jayanegara PA, Ebola Virus Disease – Masalah diagnosis dan tatalaksana;

1. Erbay A, Cevik MA, Onguru P, Gözel G, Akinci E, Kubar A, et al. Breastfeeding in


Crimean-Congo haemorrhagic fever. Scand J Infect Dis. 2008; 40: 186-8
2. Bray M, Mahanty S. Ebola hemorrhagic fever and septic shock. J Infect Dis. 2003;
188(11): 1613-7

Anda mungkin juga menyukai