Anda di halaman 1dari 59

BacnN XIV

Sistem Imunologis
dan Gangguannya
Limfosit T dan B merupakan satu-satunya komponen
I Bee 116 sistem imun yang mempunyai kemampuan pengenalan antigen
spesifik, yaitu dengan menimbulkan imunitas adaptif. Sel NK
adalah limfosit yang berasal dari sel induk hematopoetik; me-
Sistem Sel T-, B-, dan NK- reka diduga mempunyai peran pertahanan hospes terhadap in-
feksi virus, pada pengawasan tumor, dan pada pengaturan
Rabecca H. Buckley imun. Protein disintetis dan disekresi oleh sel-sel T, B, dan
NK, dan oleh sel yang berinteraksi dengannya, disebut sebagai
sitokin (cytokines). Beberapa protein demikian diberi tatanama
Pertahanan tubuh terhadap agen infeksi selalu melewati
resmi sebagai interleukin atau IL (Tabel 116-2). Sitokin mem-
kombinasi penghalang fisik, termasuk kulit, membran mukosa,
punyai kemampuan bekerja dengan cara autokrin, parakrin,
lapisan mukosa, dan sel epitel bersilia serta berbagai kompo-
dan/atau endokrin untuk menaikkan dan memudahkana dife-
nen sistem imun. Komponen sistem imun ini terdiri atas sel-sel
rensiasi dan proliferasi sel-sel sistem imun.
T, R, dan pembunuh alami (natural killer = Nr'f)i sel fagosit;
GEMBANGAN DAN DIFERENSIASISEL-T. Awal mulanya ti-
dan pr6tein-protein komplemen. Sistem imun juga berperan
mus primitif dibentuk dari ektoderm celah brankial ketiga
melindungi kita terhadap penyakit autoimun dan keganasan.
dana endoderm kantong brankial ketiga pada kehamilan 4
Bab ini meninjau limfosit T, B, dan NK, sementara sistem sel
minggu. Mulai pada 7-8 minggu, sisa organ kanan dan kiri
fagosit diuraikan dalam Bab 122 dan sistem komplemen pada
bergerak ke kaudal dan berfusi di linea mediana. Pendahulu
Bab 120. Cacat genetika yang menyebabkan defisiensi sel T-
sel-T yang dibawa darah dari hati janin kemudian mulai me-
,B-, dan/atau sel NK- dibahas pada Bab 117-119. nempati mesenkim peritimik pada kehamilan 8 minggu. Sel
pendahulu ini (pro-T) dikenali oleh protein permukaan yang
diberi nama sebagai CD7 dan CD34. Pada kehamilan 8-8,5
LIMFOPOIESIS PADA JANIN minggu, sel CD7+ ditemukan dalam timris, dan beberapa sel
juga memperlihatkan CD4, suatu protein yang ada pada per-
SEL LIMFOID DAN PROSiS ORGANOGENESIS. SiStEM iMUN mukaan sel-T penolong (helper), dan CD8, suatu protein yang
manusia timbul dalam embrio dari jaringan terkait usus. Sel terdapat pada sel sitotoksik dewasa dan sel NK. Lagipula be-
induk pluripotensial hematopoetik mula-mula tampak dalam berapa sel membawa satu reseptor (T cell receptot=TCR) sel-
kantong kuning telur (yolk) pada umur kehamilan 2,5-3 T (p, 6, atau y) tetapi tidak membawa TCR yang kompler.
minggu dan bermigrasi ke hati janin pada kehamilan 5 TCR dewasa adalah heterodimer dua rantai, u dan B atau y
minggu; kemudian menetap dalam sumsum tulang selamanya dan 6; sel ini tampak bersama pada permukaan sel dengan
(seumur hidup). Sel induk limfoid berkembang dari sel penda- CD3, suatu kompleks lima rantai polipeptida (y, 5, e, (, n). Pe-
huiu tersebut dan berdiferensiasi menjadi sel T, B, atau sel nyusunan kembali gen TCR terjadi dengan suatu proses pe-
NK, tergantung pada organ-organ atau jaringan apa yang dile- nyambungan bersama blok DNA besar yang tidak berdam-
wati sel induk tersebut. Perkembangan organ limfoid primer pingan. Segmen-segmen ini dikenal sebagai V (vaiiabel;, n
(timus, sumsum tulang) mulai selama pertengahan trimester (diversity = aneka ragqr-n), dan J Qoinireg = gabungan),
pertama dan berjalan dengan cepat; perkembangan organ lim- masing-masing mempunyai sejumlah varian. Segmen VDJ di-
foid sekunder (limpa, limfonodi, tonsil, lempeng Peyer, lamina gabung pada daerah konstan gen o, segmen VJ digabung de-
pro-pria) segera mengikuti. Organ-organ ini terus berperan se- ngan gen p untuk menyempurnakan gen reseptor polipeptida.
bagai tempat diferensiasi limfosit T, B, dan NK dari sel induk Kombinasi acak segmen-segmen tersebut menyebabkan keba-
selama"ya. Organogenesis awal maupun diferensiasi sel lan- nyakan dari keanekaragaman TCR yang sangat besar yang
jutannya terjadi sebagai akibat interaksi susunan molekul per- memungkinkan manusia mengenali berjuta-juta dari berbagai
mukaan sel limfosit dan mikro lingkungan yang sangat luas antigen. Penyu-sunan kembali gen TCR memerlukan adanya
serta protein yang disekresikan oleh sel yang terlibat. Kerumit- gen penggerak rekombinase (recombinase activating genes =
an dan jumlah molekul permukaan sel demikian membawa RAG) RAG-l dan RAG-2, dan mungkin komponen rekombi-
pada pengembangan tatanama dan klasifikasi internasional nase lain. Proses ini dirusak pada tikus yang menderita imuno-
diferensiasi antigen ini, yang sekarang disebut sebagai kelom- defisiensi gabungan berat (s ev ere c ombined immunodejlc ie ncy
pot (cluster) dferensiasi atau CD (Tabel 1 16-l). =aSCID) dan pada beberapa manusia dengan SCID. Penyusu-
116 I Sisfem Sel T-, B-, dan NK- 695

TABEL 116-1 Klasifikasi CD Beberapa Molekul Permukaan Limfosit

cDl,, Tf ..,'.::,, Timosit koitelsi $e-tilMee-$.4ns Penyaj.lqq,antigenBadar:s eR {,:,,


Reseptot sRB.0 Sel tr dan NK Ikatan LFA-3 1CD58); jalur alrernaril aktivasi
"CP?'r:l l
sel T
. ,:;ii: .:::::::
eD} .,:r. T3; Ueri ,. ,,".. s,g]rrTi, Terkait TCR; transduksi sinyal dari TCR
eD4 ,l, T4;.[,eu 3Ai. iitl sab*e1 s$=f:T1p'drt Olo& (trblper) Reseptor unruk antigen HLA kelas II; disertai
dengan p56 tck tirosin kinise
CD? . 3A:1+eu 9. Sel T dan NK dan pendahulunya :
Komitogenik untuk limlosir T
CD8;.,.,, irf8riLeU:?4 :,,. , Subset sel T sitotoksik: juga pada 307o NK Reseptor untuk antigen HLA kelas I: disertai
::.::: ::. dengan p56 lck tirosin kinase
e-D10r .,; cALLA :',:r, ,:,:-::,
.::::.
Celah peptida
,CDlla', iRgrir?l LEA-La. Sei T, B, dan NK pengan eD'!8, /iga[d untuk IOAM
cDtlb, c MA94lCRa; CR+-.,. SeI-:NKrr.:.i, ,
Dengan CD I 8. resepror unruk C3bi
CD16 IIl-,r,:, r
F.bR. :r,,,,':l;,:: sulNK FcR untuk IgC
CDl9':.::: B4 ",:';; :-:a..,
::t:::,:::1. ' .Sel B I
Aktivasi pengaturan sel-B
.''
cnlo ,Bt ';;':,',t,
dUH,, I .,
,
Aktivasi menengahi sel-B
CD2i1 ... n.zll .:t,.,.t- :$ 81,1i1,,, ,',..',, Reseptor C3d/EBV; CR2
CDB4 Myf0, ;;.-, '1:,.ri: Sdl.BidKurs.-on= ? ' ,:::t:lll :ia i:::-:
CD4,5 ,' An$g94 I ai11*
T20O,
s i {,,b.

,
$,
:,.:::-.a..
Ssffia lenkosla Tiiosin fosfatase yang mengatui aktivasi limto-
sit: CD45RO isoform pada memori sel T,
CD45RA isoform pada sel T polos.
}IKH.1 Menengahi adhesi hemotipik NK

nan kernbali gen TCR rnenandakan ranggung jawab sel pro-T dang membelah dengan cepat dalam tubuh; mereka bertambah
sampai perkembangan keturunan-'I, yaitu sampai menjadi sel jumlahnya dengan 100.000-kali lipar dalam 2 minggu Sesudah
pre-T. Penyusunan kembali gen TCR dimulai segera sesr.rdah sel induk masuk tiinus. Ketika sel ini dewasa, proses seleksi
penempatan sel induk dalam timus, yaitu pembentukan acara yang disebutkan di atas terjadi, dan sebagai akibatnya, gTc/a
sel T (T-cell repertoire) mulai pada kehamilan 8-10 minggu. dari seluruh timosit korteks mati. Sel yang bertahan hidup ti-
Pada minggu 9,5-10, lebih daripada 957o timosit adalah anti, dak lagi positif secara rangkap unruk CD4 dan CD8 tetapi po-
gen CD7+, CD2+, CD4+, CDS+ dan c' tsitoplasmik; CD3+, sitif tunggal untuk salah satu atau yang lain dan mereka ber-
dan sekitar 307o membawa antigen CDI korteks sebelah da- migrasi ke medula.
iam timosit. Pada rninggu 10,25% timosit membawa TCR Fungsi sel T didapat secara bersamaan dengan perkem-
Sel Ti + makin lama makin bertambah jumlahnya selama bangan timosit positif-tunggal, tetapi mereka tidak sepenuhnya
kehidupan embrional dan mewakili lebih daripada 95Vo timosit berkembang sampai sel beremigrasi dari timus. Diperkirakan
pascalahir. satu sel induk menumbuhkan sekitar 3000 timosit medula de-
Karena timosit korteks imatur mulai mengeluarkan TCR, wasa. Sel medula yang demikian resisten terhadap ef'ek litil.
terjadi proses seleksi positifdan negatif. Seleksi positifterjadi kortikosteroid. Sel T mulai beremigrasi dari timus ke limpa,
melalui interaksi timosit imatur (yang mengeluarkan kadar limfonodi, dan apendiks pada kehidupan embrio ll-12 ming-
TCR rendah) dengan antigen kompleks histokompatibilitas gu dan ke tonsil pada minggual4-15. Mereka meninggalkan ti-
rnayor (nrujor histocompatibil.iy, complex = MHC) yang ada mus melalui aliran darah dan tersebar ke seluruh badan, de-
pada sel epitel korteks timus. Akibatnya, timosit dengan TCR ngan kadar tertinggi di daerah parakorteks limfonodi, daerah
mampu berinteraksi dengan antigen asing yang disajikan pada peri-arteroler iimpa, dan duktus torasikus. Kembalinya limfo-
antigen MHC diri yangadiaktifkan dan berkembang menjadi sit ke organ limfoid perifer diarahkan oleh interaksi adhesi
dewasa (mature). Timosit dewasa yang bertahan hidup pada molekul permukaan limfosit, L-selektin, dengan karbohidrat
proses seleksi adalah CD4+ dan terbatas pada antigen HLA yang terbagi pada daerah organ limfoid khusus di pembuluh
kelas II diri atau CD8+ dan terbatas pada antigen HLA kelas I darah, disebut venula endotelial tinggi. Pada kehamilan I2
diri bila mereka berinteraksi dengan antigen asing yang disaji- minggu, sel T dapat berproliferasi dalam responsnya terhadap
kan oleh molekul-molekul MHC ini. Seleksi negatif terjadi se- lektin turnbuhan (fitohemaglutinin dan konkanavalin A) dan
lanjutnya dan ditengahi oleh interaksi timosit yang bertahan pada sel alogenik; sel-T pengikat antigen ciiternukan pada ke-
hidup (yang rnernpunyai tingkat pengeluaran TCR jauh lebih hamilan 20 minggu. Benda-benda Hassal (pusaran-pusaran sel
tinggi) dengan peptida hospes yang disajikan olehaantigen epitel medula yang berdeferensiasi akhir) pertamakali ditemu-
HLA kelas I atau II yang ada pada makrofag timus yang ber- kan di medula timus pada minggual6-18 kehidupan embrio-
asal dari sumsum tulang, sel dendritik dan mungkin sel B, In- nal.
teraksi ini menengahi kematian sei yang terprogram dari ti- PERKEMBANGAN DAN DIFERENSIASI SEL-B. Sesrrai de-
mosit autoreaktif tersebut oleh proses yang disebut apoptosis. ngan diferensiasi sel T, perkembangan sel-B dimulai di dalam
Timosit korteks janin ada diantara kebanyakan sel yang se- hati janin sebelum minggu ke 7. Sel induk CD34+ hati janin
696 BAGIAN XIV J Sistem Imunologis dan Gangguannya

TABEL 116-2. Klasifikasi Sitokin Fungsional* ditanam ke sumsum tulang klavikula pada kehidupan embrio-
Sito!,i4.ya4g1Eer{ba!flalam Responr [11rft AIH*iarr nal 8 minggu dan ke sumsum tulang panjang pada minggu ke
Interf,erq$ tipe I -+ IfNi
dan IFN: :+mengharnbat r.epLikasi vi 10 (Gambar ll6-1). Perkembangan sel B stadium tidak ter-
rus. menghambat prolil'erasi sel. dan mengaklivasi sel NK, gantung antigen telah ditegaskan sesuai.dengan pola penyu-
mengatur kenaikan pengeluaran molekut MHC kclas I sunan kembali gen imunoglobulin dan protein permukaan
TNF- respons hospes terhadapbakreri gram negatif yang dibawa sel. Sel pro-B adalah turunan pertama sel induk
-menengalri
dan agen infeksi Iain
pluripotensial yang berkaitan dengan perkembangan keturunan
IL-l -
dan --menengahi respons radang hospes terhadap agen
sel B dan terdeteksi oleh adanya CD34 dan CD10 pada permu-
i n feksi
-
IL- 1Ra-merupakan antagonis.alamiah IL, I,, nremhlQ,l<ade',. ::
kaannya; di dalarnnya gen imunoglobulin tetap berupa lapisan
isyaratyang,dihantalkanoleh-Il--1 .',,;;':',; ;'i;i;):
sel (Gambar 116-2). Stadium berikutnya adalah sel pre-pre-B,
lL6-menengahi dan mengatur respons radang dimana gen imunoglobulin disusun kembali tetapi tidak ada
Keniokin r tL-8, protein kemorakrik monosit-l arau MCP- I , RRN tampak sitoplasma rantai panjang atau IgM permukaan
TES, dan lflintly-,4)*rneneqgahi ksmotak5iC dan ffi vasi leukosit (sIgM); sel-sel ini lebih lanjut ditandai dengan adanya CD34,
Sitokin Pengatur Limfosit CD10, CD19, dan CD40 membran, dan (agak lebih kemudian)
I ntw r o s im u ln to r a t a u P e do ro n g- P e rt um b uh un
rt
dengan tambahan adanya CD73, CD22, CD24, dan CD38.
Il.-l-.1ikut merangsang,aktivasi se1 T i l' Stadium sel pre-B adalah berikurnya; sel-sel ini dibedakan
lL-2-t'aktorperlumbuhan sel T. B, NKI mengaktifkan sel efek{.or
berdasarkan terdapatnya rantai panjang pada sitoplasma te-
lL-zt-faktor pertumbuhan sel T dan B; merangsang produksi lgE:
mel'gatua:.11loleku}Ml. C,kelhs:I dan Ii an tnng,6luararr FcR I
tapi tidak ada sIgM, karena saat ini belum dihasilkan imuno-
pada makrofag; perluasan subset TH2 globulin rantai pendek. Antigen CD, yang terlihat pada sta-
tL-5-pertumbuhan dan al'tivasi sel B dium sel pre-pre-B, juga terus dikeluarkanakecuali CD34 dan
lL-6-faktor pertumbuhan sel B CD10 (yang hilang); lagipula mereka mengeluarkan CD21.
Il-*7*,flaktor sel stt a;,fakror pertumbuhan prekursor sel B daiiiT:.: Selanjutnya adalah stadium sel B imatur, yang selama waktu
IL- l0-laktor pertumbuhanadan diferensiasi sel B
IL-9-f aktor pertumbuhan sel T
IL' 1 2-perl uasan Sub set:Tn I ; men gakli fkan iei-e lbr
IL- 1 3--faktor,pertumbuhan d diter*Siasi se1.*1 rnerangsang
produksi IgE: mengatur peflambahan molekul MHC kelas I dan Tangkai Korion
II daqpengeluaran FcR II pada makrolag antong Kuning Telur
Tl{F- Tme gpang fungsi sel efektor ii ,,
Hematopoiesis
mulaj pada
IF\- makrofag, sel NK; mengatur peningkaran 3 minggu
-mengakti{kan
pengeluaian molekul MHC-,kelas l.dan II, menglambat
pl oduksi lL4,atau IgE terimtas;IL.-1 3 1
I

Pembenihan hepar janin dengan


!tnunorupresif
sel induk hematopoietik pada 5 minggu
lL- I Ra-merrgatur aktivitas lL- I

TCF- respons Iimfosit


-rnengantagonis
IL*i0*penghqrylat aklivitas,qel [61,, , ,r,.
Sitokin Fengatur - Hemsfbpoesig ,1. ,t, l .
i Hati Janin
GM-CSF, C-CSF, M-CSF+faktof:faktor pelgngs$f koloni Hepatopoiesis mulai
Eritropoet i n ( EPO)-di lerensiasi pcndahul u eritroid
lL 3, sCF, reseptor c-kii-mengatur perkembangan sel induk
lL-4-perkembangan sel mast
IL-5*-di1-erensiasi dan proliferasi *osinofiI ',, :,,

Pembenihan Sel-sel lnduk via Sirkulasi Embrio

Sitokin Proradang ,/ * \
IL-1. TNF-, ll-6-berperan sefti pada responss lase akul dan
Sumsum Tulang Timus Lien Kel. Limfe
8 minggu 8 minggu 8 minggu 11 minggu
beker.la sinergis terhadap radang sedang, syok, dan kematiar
Sitokin anti-radang \?, Klavikula
IL-4-mengurangr produksi TNF rerimbas-endoktoksin dan tL- I

Il t5-menghambat'produksi TNF '::':::


IL- l0-menekan fungsi limfosit c.lan mengatur penurunan
protJuksi srtokin proradang
lL- l3-mengatur penumnnn fungsi makrolag; menekan pro-
ff Tulang panjang
10 minggu ."rn# n.r*^./
Kelenlar Limfe dan Apendiks
duksi
sitokin proradang ,

TGF- mempunyai pengaruh imunosupiesif, rneaghambat IL-l


jj Tonsil

6\
pada 11-12 minggu

Apendiks
Sel T bermigrasl ke
Tonsil pada 14-15 minggu
IL- I Ra-bersaing, dengan ikatan II*, I pada ieseptor permuksan

I IL- tTNfsR-rescpror TNF larut; dengan mengikat TNF, meng Gambar 116-1. Gambaran migrasi sel induk hematopoetik dan limfosit de-
, t
"muai++ry*wl:l
=lnr bukan daftar yang lengkap.
I

wasa selama perkembangan janin manusia (Dari Haynes BF, Denning SM:
Limphopoiesis. Dalam: Stamttoyannopoulis G, Nienhuis A, Majerus p. Var-
(Dirnodifikasi dari Whiteside TL: Cytokine
r)reasurements and interpretatibns of cytokines assays in human disease. J Clin mus H [eds]: Molecular Basis of Blood Diseases, 2nd ed. Philadelphia. WB
Irnnrunol 14:329" 1994.) Saunders, 1994, hal 429, dengan izin.)
116 I Sistem Sel T-, B-, dan NK- 697

Manusia
Sel induk Pro B Pre-Pre-B Pre-Pre-B B imatur B dewasa

o*o*o*o*o*o-'o
cD34 cD34 cD34 cD34
cD10 cD10 cD10
cD19 cD19 cD19 CD19 cD19
cD40 cD40 cD40 cD40 cD40
cD73 cD73 CD73 cD73
Gambar 116-2. Perkembangan sel-
cD22 cD22 cD22 cD22 B manusia yang tidak tergantungan-
cDz4 cD24 cO24 cDz4 tigen. (Dari Haynes BF, Denning
cD38 cD38 SM: Lymphopoiesis. Dalam: Stama-
toyannopoulis G, Nienhuis A, Maje-
cD21 CD21 cD21
rus P, Vrmus H [eds]: Molecular
cD-23 Basis of Blood Diseases. 2nd ed.
Reseptor lL-7 + Philadelphia, WB Saunders, 1994,
Reseptor lL-3 + + hal 429, dengan izin.)
Reseptor lL-4 + +

Penyusunan kembali Gen + + +


lmunoglobulin

Timbulnya lgM sitoplasma perm!kaan permukaan


permukaan
Timbulnya lgD

tersebut dikeluarkan sIgM (karena gen rantai pendek sekarang globulin (uga ditentukan oleh antigen rantai panjang unik
telah disusun kembali) tetapi bukan sIgD; CD38 hilang, tetapi yang terdapat pada masing-masingnya, di samping antigen
semua antigen CD sel pre-B lainnya tetap. Stadium terakhir rantai panjang spesifik terhadap kelasnya), termasuk empat
p"-kembangan sel B tidak tergantung-antigen adalah sel B de- subkelas IgG: IgGl, IgG2,IgG3, dan IgG4 serta dua subkelas
wasa atau sel B peraw?n, yang disertai bersama sIgM dan IgA: IgAl dan IgA2. Subkelas ini masing-masing mempunyai
slgD; CD23 juga didapat pada stadium ini, dan semua antigen peran biologis yang berbeda; misalnya aktivitas antibodi anti-
CD lain yang ada pada sel B imatur tetap. Sel pre-B dapat dite- polisakarida ditemukan terutama pada subkelas IgG2. IgM dan
mukan dalam hati janin pada kehamilan 7 minggu, sel-B IgE yang telah disekresikan telah ditemukan dalam janin abor-
sIgM+ dan sIgG+ pada antara I dan 11 minggu, sel B sIgD+ tus usia 10 minggu, dan IgG seawal I l-12 minggu. Walaupun
dan sIgA+ pada minggu 12-13. Pada minggu 14 kehidupan stadium perkembangan sel B ini telah dibahas dalam kaitan-
embrional, persentase limfosit dalam sirkulasi yang membawa nya dengan ontogeni sel-B. luga penting untuk mengenali sta-
slgM dan sIgD sama dengan yang ada dalam darah tali pusat dium proses perkembangan sel B dari sel induk pleuripotensial
dan sedikit lebih tinggi daripada dalam darah orang dewasa. yang berlanjut terus selama kehi-dupan perinatal.
Stadium perkembangan sel B yang tergantung antigen adalah Walaupun kemampuan limfosit B janin untuk berdiferensi-
yang berkembang sesudah dewasa atau sel B perawan dirang- asi menjadi sel pensintesis imunoglobulin dan sel pensekresi,
sang oleh antigen melalui reseptor antigennya (slg); hasilnya sel plasma biasanya tidak ditemukan dalam jaringan limfoid
adalah diferensiasi sel dan keturunannya menjadi sel B me- janin sampai sekitar kehamilan 20 minggu, kemudian ada, wa
mori slg+ (untuk antigen tertentu tersebut) dan sel plasma, laupun jarang, karena lingkungan uterus yang steril. Lempeng
yang mensintesis dan meirsekresi imunoglobulin spesifik- Peyer telah ditemukan dalam jumlah yang berarti pada bulan
antigen, yaitu antibodi. Ada lima isotipe imunoglobulin lditen- kelima intrauterin, dan sel plasma telah terlihat di dalam la-
tukan oleh antigen rantai panjang unik yang ada pada masing- mina propria pada kehamilan 25 minggu. Sebelum lahir mung-
rn--sing): IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE. IgG dan IgM, satu- kin ada folikel primer dalam limfonodi, tetapi folikel sekunder
satunya isotipe pelekat-komplemen (complemen-fixing), meru- biasanya tidak ada.
pakan imunoglobulin paling penting dalam darah dan cairan Janin manusia mulai mendapat sejumlah IgG ibu yang ber-
dalam tubuh lain untuk proteksi terhadap agen infeksi; IgM arti melalui transplasenta pada sekitar usia kehamilan 12
terbatas terutama pada ruangan intravaskuler karena ukuran- minggu, dan jumlahnya naik secara mantap sampai pada saat
nya besar, sedang IgG ada dalam semua cairan tubuh, IgA ada- lahir, dimana serum tali pusat mengandung IgG dengan kadar
lah imunoglobulin protektif utama sekresi eksterna, yaitu yang sama atau lebih besar dari kadar IgG serum ibu. IgG me-
sekresi saluran gastrointestinal, respirasi, dan urogenital, tetapi rupakan satu-satunya kelas yang melewati plasenta sampai
juga ada dalam sirkulasi. IgE ada dalam cairan tubuh interna suatu tingkat yang berarti, keempat sub kelas ini dapat mele-
maupun eksterna, memainkan peran utama dalam pertahanan wati plasenta, tetapi IgG2 paling sedikit. Sejumlah kecil IgM
hospes melawan parasit. Namun, karena reseptor IgE berafini- (10Vo dari kadar dewasa) dan beberapa nanogram IgA, IgD,
tas tinggi pada basofil dan sel mast, IgE, jika bukan satu-satu- dan IgE secara nofinal ditemukan dalam serum tali pusat; ka-
nya mediator reaksi alergi tipe cepat, adalah yang terpenting. rena tidak satupun protein ini yang dapat melewati plasenta,
Manfaat IgD masih belum jelas. Ada juga subkelas imuno- mereka diduga berasal dari janin. Pengamatan ini menimbul
698 BAGIAN XIV I Sisfem Imunologis dan Gangguannya

kan kemungkinan bahwa rangsangan antigenik tertentu secara Dua fungsi utama sel T adalah (1) memberi isyarat pada
normal melewati plasenta untuk membangkitkan respons, bah- sel B untuk membuat antibodi dengan menghasilkan sitokin
kan pada janin yang tidak terinfeksi sekalipun. Beberapa bayi dan molekul membran yang dapat berperan sebagai ligand
atopik kadang-kadang mempunyai antibodi reaginik terhadap bagi molekul permukaan sel-B, dan (2) untuk membunuh sel
antigen (seperti putih telur) yang belum terpapar selama kehi- yang terinfeksi virus atau sel tumor. Agar dapat menjalankan
dupan postnatal, memberi kesan bahwa sintesis antibodf IgG kedua fungsi ini sel T mula-mula harus melekat pada APC
ini mungkin telah terimbas di dalam janin oleh antigen yang atau sel sasaran. Karena afinitas perlekatan sel-T tinggi terha-
ditelan oleh ibunya. dap APC atau sel sasaran, ada beberapa molekul pada sel T, di
PERKEMBANGAN SEL PEMBUNUH ALAMI (NK). Aktivitas samping TCR, yang mengikat molekul pada APC atau sel
sel-NK telah ditemukan dalam sel hati janin pada kehamilan 8- sasaran. Misalnya, molekul CD4 yang ada pada sel T pe-
i 1 minggu, Limfosit NK juga berasal dari pendahulu sumsum nolong melekat secara langsung pada molekul MHC kelas II
tulang. Pemrosesan timus tidak diperlukan pada perkembang- pada APC, CD8 pada sel pembunuh mengikat molekul kelas I
an sel-NK, walaupun sel NK telah ditemukan dalam timus. MHC pada sel sasaran. Baik molekul CD4 maupun CDS seca-
Mereka ditentukan oleh kapasitas fungsionalnya dalam me- ra langsung terlib4t pada pengaturan aktivasi sel-T dan secara
nengahi sitotoksisitas terbatas non-MHC, Tidak seperti sel T fisik terikat secara intraseluler pada protein tirosin kinase p56-
dan B, sel NK tidak menyusun kembali gen reseptor anrigen lck. Tepi sitoplasma CD45 adalah tirosin fosfarase yang
selama perkembangannya. Sebenarnya semua sel NK menge- mampu mengatur kejadian-kejadian transduksi isyarat sel-T
luarkan CD56 dan 90% di antaranya membawa molekul berdasarkan atas kenyataan bahwa p56-lck telah terbukti me-
CD16 (Fc RIII) pada permukaan selnya. Antigen CD lain dite- rupakan substrat untuk aktivitas CD45 fosfatase. Tergantung
mukan pada sel NK termasuk CD57 (pada 50-60Vo), CD7 dan pada isoform CD45 yang mana yang terdapat pada sel T
CD2 (70-90Vo), dan CD8 (30-40Vo) (lihat Tabel 116-1). Kare- (CD45RO pada sel T memori. CD45RA pada sel T seder-
na sel NK memiliki antigen permukaan bersamaan dengan T hana), telah dikemukakan beberapa mekanisme CD45 yang
dan sel mieloid, hubungan silsilah sel NK dengan yang kedua dapat mengatur penambahan atau pengurangan pemicuan sel-
masih belum jelas. Manusia yang mengalami defisiensi sel T T. LFA-1 pada sel T mengikat protein yang disebut ICAM-I
dan B sering mempunyai sel NK berlebihan, dan yang tidak (adhesi molekul intraseluler 7 = intracellular adhesion mole-
mempunyai sel NK perkembangan sel T dan B dapat normal. cule 7), kini dinamai CD54, pada APC. CD2 pada sel T meng-
Sesudah lepas dari sumsum tulang, sel NK masuk sir-kulasi ikat LFA-3 (CD58) pada APC tersebut. Dengan melekatnya
atau bermigrasi ke limpa; terdapat sangat sedikit jumlah sel sel T pada sel penyaji antigen, sel T penolong dirangsang un-
NK dalam nodus limfatikus. Sel NK dapat secara spesifik tuk membuat interleukin dan molekul permukaan sel, seperti
n-rengenali sel alogenik normal pada empat pola reaktivitas. ligand CD40 atau gp39, yang memberi bantuan pada sel B,
Lokus genetik yang mengendalikan pola ini berbeda dari lokus dan sel T sitotoksik dirangsang untuk membunuh sasarannya.
aloantigenik MHC konvensional, walaupun telah dipetakan Pada respons qntibodi primer, antigen alami dibawa ke
pada kromosom 6 pada daerah gen MHC kelas I. Pada indi- limfonodi yang mengaliri sisi tersebut, diambil oleh sel khusus
vidu normal sel NK terdiri dari 10% limfosit; persentase ini yang disebut sel perangsang folikel (follicle stimulating cells =
sering agak lebih rendah pada darah tali pusat. FCS), dan terdapat pada permukaannya. Sel B awal membawa
INTERAKSI SEL IMUN. Iriteraksi sel imun sangat penting slg yang spesifik bagi antigen tersebut kemudian mengikat-
pada semua fase respons imun adaptif.. Tidak seperti reseptor kannya pada permukaan FCS. Jika afinitas antibodi slg sel B
(Ig) antigen sel B, yang dapat mengenali antigen alami, TCR untuk antigen yang ada pada FCS cukup tinggi, danjika isya-
hanya dapat mengenali peptida antigen yang terpapar padanya rat yang lain diberikan oleh sel T penolong yang diaktifkan,
oleh molekul MHC seperti antigen HLA-A, -B, dan C (MHC sel B akan berkembang menjadi sel plasma penghasil antibodi.
kelas I) molekulaHlA-DR, -DP, dan -DQ (MHC kelas II) Jika afinitasnya tidak cukup tinggi atau jika isyarat sel T tidak
yang ada pada sel penyaji antigen (antigen-presenting cells = diterima, sel B akan mati karena apoptosis. Isyarat yang di-
APC). Molekul MHC mempunyai celah pada struktur protein- berikan oleh sel-T penolong yang diaktifkan termasuk isyarat
nya yang sesuai untuk peptida. Molekul MHC kelas I ditemu- dari sitokin yang mereka sekresikan (IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-
kan pada kebanyakan sel berinti dalam tubuh. Molekul MHC 13; lihat Tabel 116-2), dan isyarat dari permukaan molekul
kelas II ditemukan pada makrofag dan sel B. Peptida ini terda- sel-T, gp39, yang pada kontak sel T dengan sel B, mengikat
pat dalam celah molekul HLA kelas I yang berasal dari protein CD40 pada permukaan sel B-nya. CD40 adalah glikoprotein
dibuat yang secara normal di dalam sel dan kemudian dide- membran integral tipe 1 yang terdapat pada sel B, monosit, be-
gradasi dan diselipkan ke dalam celah tersebut. Peptida terse- berapa karsinoma, dan beberapa tipe sel lain. CD40 ini ter-
but mencakup peptida virus jika sel terinfeksi virus. Peptida masuk keluarga reseptor faktor nekrosis tumor (tumor necrosis
yang ada dalam celah molekul kelas II berasal dari antigen ek- factor = TNF)/faktor pertumbuhan saraf. Ikatan-silang CD40
sogen alamiah seperti vaksin dan protein bakteri. Protein ini pada sel B dengan cara menginteraksikan CD40 dengan gp39
diambil oleh APC (makrofag dan sel B), didegradasi, dan ter- pada sitokin tertentu menyebabkan sel B mengalami prolifera-
dapat pada permukaan sel dalam celah molekul HLA kelas IL si dan memulai sintesis imunoglobulin. pada respons imun
Kemudian TCR berinteraksi dengan molekul HLA pembawa- primer, biasanya hanya dibuat antibodi IgM, dan kebanyakan
peptida. Melalui sifat fisik dan fungsional yang berkaitan de- darinya berafinitas relatif rendah. Beberapa sel B akan men-
ngan kompleks CD3 dari molekul yang mentransdusi-isyarat, jadi sel B memori selama respons imun primer. Sel-sel ini
TCR mengirim isyarat ke sel T untuk menghasilkan sitokin akan mengalihkan gen imunoglobulinnya sedemikian rupa se-
yang akhirnya menimbulkan aktivasi dan proliferasi sel T. hingga anti-bodi IgG, IgA, dan/arau IgE dari afinitas yang le-
116 I Sistem Sel T-, B-, dan NK- 699

bih tinggi akan terbentuk pada pemaparan sekunder terhadap fungsi sel-T mungkin tertekan pada bayi dengan cacat sel-T
antigen yang sama. Respons imun sekunder terjadi bila sel B berat yang tidak diketahui, kebanyakan rumah sakit sekarang
memori ini bertemu lagi dengan antigen tersebut. Sel plasma secara rutin menyinari (iradiasi) semua produk darah yang
akan terbentuk, tepat seperti respons primer; namun, lebih ba- diberikan pada bayi muda.
nyak sel yang dengan cepat terbentuk dan antibodi IgG, IgA SEL B DAN IMUNOGLOBULIN. Bayi neonatus sangat renran
serta IgE akan terbentuk. Lagipula perubahan genetik pada gen terhadap infeksi organisme gram-negatif, karena belum men-
imunoglobulin (mutasi somatik) akan menyebabkan penam- dapat antibodi IgM (yaitu opsonin stabil-panas) terhadap or-
bahan afinitas antibodi tersebut. Pola pasti respons isotip ter- ganisme ini dari ibunya. Jumlah opsonin labil-panas, C3b da-
hadap antigen akan bervariasi. tergantung pada tipe antigen Iam serum juga lebih rendah pada neonatus dibandingkan
dan sitokin yang ada dalam lingkungan mikro. orang dewasa. Faktor-faktor ini mungkin menjelaskan adanya
Karena lisis ditengahi oleh NK, perlekatan pada sasaran sa- fagositosis yang terganggu dari beberapa organisme oleh sel
ngat penting. Ini merupakan contoh terbaik yang dijelaskan polimorfonuklear neonatus. Antibodi IgG yang diturunkan ibu
oleh manusia dengan mutasi pada CDl8, atau rantai dari tiga cukup berperan sebagai opsonin stabil-panas pada kebanyakan
adhesi molekul yang berbeda, yang juga kekurangan fungsi bakteri gram-positif, dan antibodi IgG terhadap virus membe-
NK. Dengan demi\ian, pengikatan sel NK pada sasarannya rikan proteksi yang cukup terhadap agen-agen tersebut. Na-
dipermudah oleh interaksi LFA-1 ICAM (intracelluler adhe- mun karena adanya defisiensi relatif subkelas IgG2, antibodi
sion molecul = adhesi molekul intraseluler). CD56 atau terhadap antigen polisakarida kapsul mungkin kurang. Karena
NCAM (neural cell adhesion molecule = adhesi molekul sel bayi prematur mendapat lebih sedikit IgG ibu pada saat lahir
saraf) juga menengahi adhesi homotipik sel NK. Fc RIII, atau dibandingkan dengan bayi cukup bulan, aktivitas opsonik se-
reseptor IgG berafinitas rendah, mempunyai afinitas lebih rumnya rendah untuk semua tipe organiime.
tinggi untuk IgG bila berada pada sel NK daripada bila berada Limfosit B pada darah tali pusat kadarnya yang sedikit le-
pada neutrofil; reseptor ini memungkinkan sel NK untuk me- bih tinggi, tetapi sangat lebih besar dibandingkan dengan yang
nengahi juga sitotoksisitas seluler yang tergantung antibodi terdapat dalam darah anak dan dewasa, karena angka limfosit
(ADCC - antibody dependent celluLar toxicity). Pada reaksi absolut pada semua bayi normal lebih tinggi. Namun, sel-B
ini, antibodi diikat melalui daerah Fc-nya pada Fc RIIL Bagi- darah tali pusat tidak mensintesa deretan isotip imunoglobulin
an IgG penggabung antibodi melekat pada sasaran. Sel NK, yang dibuat oleh sel B anak dan orang dewasa bila dirangsang
yang sekarang dilekatkan pada sasaran oleh antibodi, mem- dengan mitogen pokeweed atau anti-CD4O plus IL-4 atau IL-
bunuh sel sasaran. 10, yang terutama menghasilkan IgM dan dengan jumlah yang
sangat kurang.

LIMFOPOIESIS PASCANATAL
Bayi neonatus mulai mensintesis antibodi kelas IgM de-
ngan lebih cepat segera sesudah lahir, dalam responsnya terha-
T DAN SUBSET SEL-T. Walaupun persentase sel T CD3+ dap rangsangan antigenik yang sangat besar dari lingkungan
dalam darah tali pusat agak kurang daripada dalam darah peri- barunya. Bayi prematur tampaknya sama mampunya melaku-
fer anak dan orang dewasa, sel T sebenarnya terdapat dalam kan sintesis ini seperti halnya bayi cukup bulan. Pada sekitar 6
jumlah yang lebih tinggi karena angka limfosit absolut lebih hari sesudah lahir, kadar IgM serum naik dengan cepat. Ke-
tinggi pada semua bayi normal. Perbedaan lain adalah bahwa naikan ini berlanjut sampai kadar dewasa dicapai pada sekitar
rasio sel T CD4+ dengan CDS+ biasanya lebih tinggi (3,5-4: l) umur I tahun. Serum tali pusat biasanya tidak mengandung
dalam darah tali pusat daripada dalam darah anak dan orang IgA dalam kadar yang dapat terdeteksi. lgA serum normalnya
dewasa (1,5- 2:1). Sebenarnya semua sel T dalam darah tali pertama kali terdeteksi pada sekitar hari ke 13 kehidupan pas-
pusat membawa isoform CD45RA (sederhana), dan dominasi calahir; makin lama makin bertambah selama awal masa anak-
sel T CD45RA+ terhadap sel T CD45RO+ menetap selama anak, dan kadar dewasa dicapai dan dipertahankan antara
usia 2-3 tahun pertama, sesudah waktu tersebut sedikit demi umur 6 tahun dan 7 tahun. Serum tali pusat berisi kadar IgG
sedikit terdapat penyamaan jumlah sel yang membawa dua yang sama dengan atau lebih besar daripada kadar IgGaserum
isoform ini. Sel T penolong (TH) dapat dibagi lebih lanjut se- ibu. IgG dari ibu makin lama makin menghilang selama ke-
suai dengan sitokin yang mereka hasilkan bila diaktifkan. Sel hidupan 6-8 bulan pertama, sementara angka sintesis IgG bayi
THI menghasilkan IL-2 dan IFN- , yang menaikkan respons bertambah (IgGl dan IgG3 lebih cepat daripada IgG2 dan
sel-T sitotoksik atau hipersensitivitas tipe lambat, sedangkan IgG4 selama tahun pertama) sampai kadar IgG total dewasa
sel TH2 menghasilkan IL-4,IL-5,IL-6, dan IL-13 (lihat Tabel dicapai dan dipertahankan dari umur 7-8 tahun. Namun, IgGl
116-2), yang menaikkan respons sel B dan sensitisasi alergi. dan IgG4 pertamakali mencapai dewasa, disertai dengan IgG3
Sel T darah tali pusat mempunyai kapasitas untuk berespons pada umur 10 tahun dan IgG2 pada umur 12 tahun. Kadar
secara norrnal terhadap dua mitogen sel-T, fitohemaglutinin imunoglobulin total pada bayi biasanya mencapai titik rendah
(PHA) dan konkanavalin A (Con A), dan keduanya mampu pada sekitar 4-5 bulan kehidupan pascalahir. Angka perkem-
mempersiapkan respons leukosit campurananormal. Dengan bangan IgE, umumnya ditemukan sesudah angka perkembang.
demikian, tidak adanya respons ini dalam uji limfosit darah an IgA. Sesudah kadar dewasa dari masing-masing tiga
tali pusat merupakan bukti disfungsi primer sel-T berat. Bayi imunoglobulin ini dicapai, kadarnya menetap dan konstan un-
neonatus normal juga mempunyai kapasitas mengembangkan tuk individu normal. Kapasitas untuk menghasilkan antibodi
respons sel T antigen-spesifik pada saat lahir, seperti dibukti- spesifik terhadap antigen protein utuh pada saat lahir. Namun
ki..r dengan reaktivitas tuberkulin yang kuat beberapa minggu bayi normal tidak dapat menghasilkan antibodi terhadap anti-
sesudah vaksinasi BCG pada usia satu hari. Karena tingkat gen polisakarida biasanya sampai sesudah umur 2 tahun kecu-
700 BAGIAN XM Srsfern lmunologis dan Gangguannya

ali kalau polisakarida dikonyugasikan dengan pembawa pro- dan IgG normal tidak mengesampingkan defisiensi IgA, hipo-
tein, sebagaimana halnya vaksin Haemophilus influenzae tipe gamaglobulinemia sementara masa bayi, atau keadaan kehi-
B rHIBt. langan protein. Defisiensi IgA selektif, cacat sel-B yang paling
SEL NK. Persentase sel NK dalam darah tali pusat biasanya sering, dapat dikesampingkan dengan cara mengukur kadar
lebih rendah daripada dalam darah anak dan orang dewasa. te- IgA serum. Jika kadar IgA normal, ini juga mengesampingkan
tapi jumlah sel NK absolut kurang-lebih sama karena angka kebanyakan dari hipogamaglobulinemia tipe perrnanen, karena
limfosit lebih tinggi. Kapasitas sel NK darah tali pusat untuk IgA biasanya juga amat rendah atau tidak ada pada keadaan-
menengahi lisis sasaran pada pengujian (assay) sel NK atau keadaan tersebut. Jika IgA rendah, IgG dan IgM harus juga
pengujian ADCC secara kasar adalah dua pertiga kapasitas sel diukur. Penderita yang sedang mendapat pengobatan dengan
NK orang dewasa. steroid seringkali mempunyai kadar IgG yang rendah tetapi
PERKEMBANGAN ORGAN LlMFOlD Secara proporsional ja- membuat antibodi secara norrnal. Jika terdeteksi adanya de-
ringan limfoid kecil, tetapi berkembang baik pada saat lahir fisiensi antibodi walaupun kadar imunoglobulin normal, maka
dan menjadi matang dengan cepat pada periode pascalahir. Ti- pengukuran subklas IgG dapat'membantu. Penderita yang ke-
mus relatif terbesar untuk ukuran tubuh selama kehidupan kurangan IgG2 biasanya tidak mampu membuat antibodi ter-
janin dan pada saat lahir biasanya dua pertiga berat dewa- hadap antigen polisakarida; namun, hal ini dapat rerjadi bah-
sanya, yang dicapai selama umur tahun pertama. Masa pun- kan pada mereka dengan IgG2 normal sekaiipun, dan ada juga
caknya dicapai tepat sebelum dewasa, kemudian se.dikit demi orang-orang yang sehat dengan defisiensi banyak subkelas.
sedikit menurun. Pada umur 1 tahun, semua bangunan limfoid Dengan demikian pengukuran antibodi jauh lebih hemat biaya
matang secara histologis. Angka limfosit absolut dalam darah dibandingkan dengan penentuan subkelas IgG. Kadar satu atau
perifer juga mencapai puncaknya selama usia tahun pertama. lebih kelas imunoglobulin dalam serum yang sangar tinggi
Jaringan limfoid perifer massanya bertambah dengan cepat se- memberi kesan infeksi virus imunodefisiensi manusia (human
lama masa bayi dan awal masa anak. Organ ini mencapai immunodeficiency virus = HIV) atau penyakit granulomatosa
ukuran dewasa pada sekitar umur 6 tahun, melebihi ukurannya kronis.
selama tahun-tahun prapubertas, dan kemudian mengalami ke- Kapasitas limfosit B darah untuk berdiferensiasi menjadi
mu,rduran bersamaan dengan pubertas. Namun, limpa, sedikit sel plasma yang mensintesis dan mensekresi imunoglobulin
demi sedikit menambah massanya selama pendewasaan dan ti- dapat dinilai dalam biakan in-vitro yang padanya ditambahkan
dak mencapai berat penuh sampai masa dewasa. Rata-rata mitogen pokeweed atau anti-CD40 plus sitokin sebagai agen
jumlah lempeng Peyer adalah setengah jumlah dewasa pada pendiferensiasi. Jika semua dari tes ini normal dan imuno-
saat lahir dan sedikit demi sedikit bertambah sampai angka globulin masih rendah, pemeriksaan protein serum yang di-
rata-rata dewasa terlampaui selama umur-umur remaja. beri tanda harus dilakukan untuk memastikan bahwa imuno-
PENILAIAN FUNGSI SEL-T, -B DAN -NK. Adalah sangar pen-
globulin tidak hilang melalui kencing atau saluran gastrointes-
ting bahwa uji yang dipilih untuk penilaian fungsi-fungsi ini tinal, seperti pada sindroma nefrotik, enteropati kehilangan
protein atau limfangiektasia intestinal.
sangat .nformatif, dapat dipercaya dan hemat dalam biaya. Hi-
tung darah lengkap dan angka sedimentasi darah (laju endap Fungsi Sel-T. Uji kulit Candida adalahauji yang paling he-
darah) merupakan uji skrining yang paling hemat-biaya. Jika mat biaya. Orang dewasa atau anak yang umurnya lebih tua
angka laju endap darah normal, tidak mungkin terdapat infeksi dari 6 tahun harus diuji secara intradermal dengan 0,1 ml la-
bakteri kronis. Jika angka limfosit absolut normal, penderita ti- rutan l:1000 ekstrak Candida albicans yang kekuatannya te-
dak mungkin menderita cacat sel-T berat. Angka limfosit nor- lah diketahui. Jika uji negatif pada 24, 49, dan t2jam, uji dite-
mal pada masa bayi dan pada awal masa anak sangat tinggi. ruskan dengan larutan 1:100. Kadar kedua ini dapat digunakan
Misalnya, pada umur 9 bulan umur tersering ditemukannya pada uji permulaan anak umur dibawah 6 tahun. Jika uji po-
bayi yang terkena imunodefisiensi sel-T berat batas teren- sitif, yang ditandai dengan adanya eritema dan indurasi l0 mm
dah angka normal adalah 4.500 limfosit/mm3. Pemeriksaan sel atau lebih pada 48 jam, sebenarnya semua cacat sel-T primer
darah merah untuk benda-benda Howell-Jolly akan membantu dapat disingkirkan, dan ini akan menghindari perlunya uji ir
mengesampingkan asplenia kongenital. Jika angka trombosit vitro yang lebih mahal.
normal, sindrom Wiskott-Aldrich dapat dikesampingkan.
Penderita yang ditemukan mempunyai kelainan pada uji
Fungsi Sel-8. Uji skrining sederhana digunakan untuk me- skrining tersebut harus ditandai selengkap mungkin sebelum
nentukan titer dan adanya antibodi terhadap antigen poli- dimulai jenis pengobatan imunologik apapun, kecuali bila me-
sakarida sel darah merah tipe A dan B. Seperti yang dilakukan rupakan penyakit yang sangat berat. Beberapa',kelainan', da-
pada kebanyakan bank darah, uji ini mengukur antibodi IgM pat terbukti merupakan "artefak" laboratorium, dan sebalik-
yang menonjol. Pengukuran antibodi terhadap toksoid difteria nya, apa yang mungkin tampak berupa diagnosis langsung
atau tetanus sebelum dan 2 minggu sesudah booster D-T pe- mungkin terbukti merupakan gangguan yang jauh lebih kom-
diatri dan dewasa membantu dalam menilai kemampuan mem- pleks. Misalnya, mereka yang ditemukan menderita agama-
bentuk antibodi IgG terhadap antigen protein. Untuk meng- globulinemia seharusnya sel B darahnya dihitung dengan anti-
evaluasi kemampuan berespons terhadap antigen polisakarida, bodi monoklonal yang digabung dengan zat pewarna terhadap
antibodi antipneumokokus dapat diukur sebelum dan 3 minggu sel-B-spesifik CD (biasanya CDlg arau CD20) pad,aflow si-
sesudah imunisasi dengan Pneumovax. Penderita dengan defek tometri. Biasanya sekitar 10Vo dari limfosit yang bersirkulasi
sel-B yang berarti atau pernanen tidak menghasilkan antibodi adalah sel-B. Pada agamaglobulinemia rerikat-X (XLA), sel-
IgM atau IgG secara normal. Namun, penemuan antibodi IgM sel demikian biasanya tidak ada, sedang pada imunodefisiensi
116 I Sisfem Sel T-, B-, dan NK- 701

variabel yang sering (Common variable immunodeficiency - nyelamat purin, adenosin deaminase (ADA, dikode oleh gen
CIVD), sel B biasanya ada. Pemisahan ini penting, karena pen- pada kromosom 20q13-ter) atau purin nukleosicla fosforilase
derita dengan dua jenis hipogamaglobulinemia yang berbeda (PNP, dikode oleh gen kromosom 14q13.1) dan (2) murasi
ini dapat mempunyai masalah klinis yang berbeda, dan dua ca- pada gen yang mengkode ZAP-10 (terbatas pada kromosom
cat dengan jelas mempunyai pola pewarisan yang berbeda. Se- 2ql2),keluarga protein tirosin kinase non-src yang penring da-
perti dikemukakan pada Bab 117, sekarang ada uji molekuler lam pengisyaratan sel T. Dasar molekuler ke empat penyakit
yang spesifik untuk XLA, dan hal ini akan diperlukan pada imunodefisiensi terkait-X (X-linked) yang mengenai sel T, B,
kasus-kasus dimana tidak terindikasi riwayat keluarga dan dan/atau NK telah dilaporkan: imunodefisiensi terkait-X de_
pada konseling genetika. XL,A, juga mempunyai kerentanan ngan peningkatan kadar IgM, agamaglobulinemia terkait_X.
yang diperbesar terhadap infeksi enterovirus menetap, sedang imunodefisiensi kombinasi berat terkait-X, dan sindrom
mereka yang dengan CIVD mempunyai lebih banyak masalah Wiskott-Aldrich (lihat Bab 117-119). Identifikasi dan kloning
dengan penyakit autoimun dan hiperplasia limfoid. gen untuk beberapa penyakit imunodefisiensi primer mempu-
Jumlah dan fungsi sel-T harus juga dievaluasi karena bebe- nyai maksud yang jelas untuk kemungkinan terapi gen sel so-
rapa penderita dengan CIVD mempunyai kelainan demikian. matik lebih lanjut pada penderita ini.
Sel T dan subpopulasi s6l-T dihitung dengan cara mereaksi-
kannya dengan antibodi monoklonal yang digabung dengan
zat pewarna yang dapat mengenali antigen CD yang ada pada
DIAGNOSIS PRENATAL DAN DETEKSI PEMBAWA
sel T (yaitu CD2, CD3, CD4, dan CD8) dan kemudian meng-
hitungnya dengan flow sitometri. Biasanya sel positif CD3 me- Diagnosis defisiensi ADA dan PNP intrauterin dapat dibu-
nempati 70Vo dari limfosit perifer. Sel T mempunyai CD4 atau at dengan menganalisis enzim pada sel amnion (baru atau
CD8 pada permukaannya; biasanya jumlah secara kasar adalah dibiakkan) yang diperoleh sebelum kehamilan 20 minggu. Di
dua kali jumlah sel T (penolong) positif-CD4 adalah sel T (si- agnosis beberapa cacat terkait-X dapat dibuat dengan peneli-
totoksik) positif-CD8. Karena ada contoh imunodefisiensi be- tian fragmen polimorfisme yang panjangnya dibatasi (restric-
rat yang padanya ada sel T dengan petanda diferensiasi matur, tion fragment length polymorphisme = RFLP) kromosom-X
uji fungsi sel T jauh lebih informatif dan hemat daripada uji dalam sel amnion bayi laki-laki yang ibunya telah diketahui
yang baru saja disebutkan. Sel T secara normal dirangsang sebagai pembawa sifat dan yang heterozigot untuk poli-
melalui TCRnya oleh antigen pada celah molekul MHC; na- morfisme DNA informatif. Diagnosis defisiensi SCID enzim-
mun; TCR dapat juga dirangsang secara langsung dengan mi- normal atau defisiensi sel-T berat lain, defisiensi antigen MHC
togen seperti fitohemaglutinin, konkanavalin A. atau mitogen kelas I dan/ atau kelas II, CGD, atau sindrom Wiskott-Aldrich
pokeweed. Sesudah rnasa inkubasi 3-5 hari dengan mitogen, (dengan ukuran trombosit) dapat dibuat dengan uji fenotip
proliferasi sel T diukur dengan penyatuan timidin radiolabel dan/atau fungsi yang sesuai pada sampel darah sedikit yang
pada DNA. Stimulan lain yang dapat digunakan untuk menilai diperoleh dengan fetoskopi pada kehamilan 18-22 minggu, te-
fungsi sel T pada jenis uji yang sama adalah antigen (misal- tapi prosedur ini membawa risiko yang berarti. Pengidap de-
nya, Candida atau tetanus) dan sel alogenik. Uji tambahan fisiensi ADA dan PNP dapat dideteksi dengan analisis enzim
lungsi sel T adalah penentuan kemampuan sel alogenik untuk kuantitatif sampel darah. Pengidap agamaglobulinemia terkait-
merangsang generasi sel sitotoksik dan pengukuran produksi X, SCID terkait-X, atau sindrom WiskotrAldrich dapat dike-
sitokin oleh limfosit T yang dirangsang dengan salah satu agen nali dengan teknik yang dirancang bangun untuk mendeteksi
yang disebut diatas (lihat Tabel I 16-2). inaktivasi kromosom-X nonrandom pada satu atau lebih ketu-
Sel NK dapat dihitung dengan antibodi monoklonal pada runan sel darah.
antigen CD spesifik-NK, biasanya CD16 atau CD56, danflow
sitometri. Fungsi NK dinilai dengan uji pelepasan kromium
radioLabel, dengan menggunakan deretan sel yang disebut
K562, yang dengan segera dibunuh oleh sel NK.
Anonymous: Primary immunodeficiency diseases-report oi a WHO Scien_
tific Group meeting. Clin Exp Immunol 99(5):2, 1995.
Buckley RH: Breakthroughs in the understanding and therapy of primary im-
munodeficiency. Pediatr Clin North Am 4l :665, 1994.
PEWARISAN KELAINAN PERKEMBANGAN SEL.T, .B DAN .NK Burke F, Naylor MS, Davies B, et al: The cytokine wall charr. Immunol To-
day 14:165,1993.
Lebih dari 50 sindroma imunodefisiensi telah diuraikan se- Haynes BF, Denning SM: Lymphopoiesis. Dalam: Stamatoyannopoulis G,
Nienhuis A, Majerus P, Varmus II (eds): Molecular Basis of Blood Dis-
lama 40 tahun terakhir. Sampai sekarang ada sedikit penger-
eases, 2nd ed. Philadelphia, WB Saunders, 1994, pp 425-462.
tian pada masalah-masalah dasar yang mendasari kebanyakan Noelle RJ, Roy M. Shepherd DM, et al: A 39-kDa protein on activated helper
keadaan' ini. Beberapa dari penyakit imunodefisiensi primer T cells binds CD40 and transduces the signal for cogncte acrivation of B
melibatkan sel T, B, dan/atau NK telah dipetakan pada lokasi cells. Proc Natl Acad Sci USA 89:6550.1992.
Puck JM: Molecular and genetic basis of Xlinked immunodeficiency disor_
kromosom spesifik, dan kesalahan biologis yang mendasar te-
ders. J Clin Immunol 14:81,1994.
lah diketahui pada sejumlah penyakit yang makin bertambah. Schlossman SF, Boumsell L, Gilks W, et al (eds): Leucocyte Typing V: White
Kebanyakan bersifat resesif, beberapa darinya disebabkan oleh Cell Differentiation Antigens. Oxford, Oxford University press, 1995.
mutasi pada gen pada kromosom X dan yang lain oleh mutasi Zurawski G, de Vries JE: Interleukin 13, ar interleukin 4-like cytokine that
acts on monocytes and B cells but not on T cells. Immunol Today 15:19.
pada kromosom autosom. Contoh dari yang kedua adalah (1)
1994
imunodefisiensi kombinasi karena kelainan jalur enzim pe-
702 BAGIAN XIV I Sistem Imunologis dan Gangguannya

globulinemia bayi sementara. Hipoplasia adenoid, tonsil, da

I BEn Ill limfonodi perifer lazim terjadi; pusat germinativum tidak ditr
mukan, dan sel plasma jarang ditemukan.
GENETIK. Kelainan gen pada agamaglobulinemia terkait-l
Penyakit Sel B-Primer dipetakan padaq22 pada lengan panjang kromosom X dan d
temukan mengkode protein tirosin kinase sel-B, disebut tirosi
kinase .Bruton (atau BTK) untuk menghomati penemuny
Rebecca H. Buckley
(Tabel 117-1 dan lll-2). BTK merupakan anggota keluarg
tirosin kinase non-reseptor terkait-Src, yang meliputi Lcl
Dari semua penyakit imunodefisiensi primer, penyakit Fyn, dan Lyn, dan yang diduga terlibat pada isyarat perubaha
yang mengenai fungsi sel-B adalah yang paling sering. Hi- (transduksi) pada banyak sel hemapoetik. BTK diungkapka
langnya IgA secara selektif dalam serum dan yang disekresi- pada kadar yang tinggi pada semua sel keturunan-B. termasu
kan merupakan cacat yang paling sering, dengan insidens sel pre-B; BTK ini tidak terdeteksi pada semua sel keturuna
dilaporkan berkisar dari 1:333 sampai 1:16.000 pada berbagai T, tetapi ditemukan pada sel mieloid. BTK dihipotesiska
ras. Sebaliknya diperkirakan bahwa agamaglobulinemia terjadi mempunyai peranan pada diferensiasi sel-B pada semua sti
dengan frekuensi hanya 1:50.000. Kebanyakan cacat sel-B bu- dium. Sel pre-B ditemukan di dalam sumsum tulang; namu
kan karena tidak adanya gen yang mengkode imunoglobulin limfosit B pada darah tidak ditemukan atau ada dalam jumla
rantai panjang. Penderita dengan defisiensi antibodi biasanya yang amat kecil. Sejauh ini, semua laki-laki dengan XLA yan
dikenali karena mereka menderita infeksi berulang akibat bak- telah diketahui (dengan riwayat keluarga) mempunyai BT
teri berkapsul atau adanya riwayat gagal berespons terhadap mRNA dan kerja kinase yang rendah sampai tidak dapat terdr
pengobatan antibiotika, tetapi beberapa individu dengan defisi- teksi. Pewarisan terkait-X tercatat pada beberapa anak lak
ensi IgM selektif atau bayi dengan hipogamaglobulinemia se- laki agamaglobulinemia tanpa riwayat keluarga yang mempl
mentara mungkin tidak atau hanya sedikit yang menderita nyai kelainan BTK sebagai mutasi baru. Namun, penentuan t(
infeksi. patnya mutasi, memerlukan isolasi dan penyusunan gen BT
setiap penderita (Gambar 117-1). Carrier terdeteksi dengz
penemuan inaktivasi kromosom-X nonrandom di dalam sel
1 1 7. 1 Agamaglobulin emia T erkait-X pada penelitian pembatasan panjang fragmen polimorfisn
(restriction fragment length polymorphisnz = RFLP) hibrid s
(XLA atau Bruton)
B hamster-manusia atau dengan membedakan dalam po
metilasi. Diagnosis prenatal janin laki-laki yang terkena d
MANIFESTASI KLlNlS. Kebanyakan laki-laki yang menderi-
mungkinkan dengan menggunakan alat cobh (probe) yang ter
ta XLA tetap sehat sampai umur 6-9 bulan pertama karena
kat erat dan analisis RFLP.
menggunakan antibodi IgG yang diturunkan dari ibu. Sesu-
dahnya, mereka secara berulang-ulang menderita infeksi aki-
bat organisme piogenik ekstra seluler seperti pneumokokus,
TAIIEL 117-l Penyakit lmunodellsrensi Sel-B Primer
streptokokus dan Haemophilus jlka tidak diberi antibiotika
profilaksis atau terapi gamaglobulin. Infeksi jamur kronis bia-
sanya tidak ada, dan pneumonia karena Pneumocystis carinii
.jarang terjadi jika tidak disertai neutropenia. Infeksi virus bia-
sanyajuga ditangani secara norrnal, dengan pengecualian virus
hepatitis dan enterovirus. Beberapa contoh paralisis sesudah
pemberian vaksin polio telah terjadi, agaknya karena terjadi
mutasi bentuk vaksin enterovirus ini menjadi bentuk yang le-
bih neurotropik ketika ia masuk. Infeksi sistem syaraf pusat
progresif kronis, yang biasanya mematikan, akibat berbagai 'r ii
:itli.:rirli:l ri,1r1;= , rili;rJl lriiti:i
ekhovirus telah terjadi pada lebih dari 40 penderita. Pengamat-
an rni memberi kesan peranan utama antibodi, terutama IgA
#*mffi .'Tnt=4,+k4it* allliulit'L l
pada:Qqerah MFIC
yang disekresikan, pada pertahanan hospes terhadap enterovi- Keld$ Ill':rr,.,

rus, karena fungsi sel T nonnal telah ada pada agamaglo-


bulinemia terkait-X dengan infeksi menetap tersebut. Infeksi i.Ttii, 'ltt
i, jii iii.;.:l:r l
dengan mikoplasma juga merupakan masalah utama pada pen-
r.:j: r.: irj.:::::::i.::: i

ii,ridtl!:aiter4llli
derita ini. .
in@afu$a$!j ;.
DIAGNOSIS. Diagnosis XLA dicurigaijika kadar IgG, IgA,
11"::itaht=d.i; 4lF[?F.
IgM. dan IgE serum jauh di bawah batas 95% yang diakui un-
tuk umur dan ras yang yang sesuai dengan kontrol (yaitu, bia- bulin ..':= rl
=rdngaE=ifi.u,-nqgl€
sanya l00mg/dl imunoglobulin total). Uji untuk antibodi nr si$1ft$lrilu.+l;1i
terhadap antigen yang diberikan selama pemberian imunisasi
baku, misalnya, difteria, tetanus, alau Haemophilus influenzae,
berguna dalam membedakan gangguan ini dari hipogama-
117 I Penyakit Sel B-primer
703

PATOF|S|OLOGI. Fungsi polimorfonuklear biasanya nor_


mal, tetapi tampak neutropenia sementara (intermittent). Ke_ Mutasi-mutasi yang dikenal
nyataan bahwa BTK juga diungkapkan dalam sel keturunan
mieloid terasa menarik, karena anak laki-laki dengan XLA se_ XLA XLA
xtD Atipik tipikat
ring menderita neutropenia pada puncak infeksi akut. Adalah
mungkin bahwa BTK merupakan saru-satunya molekul pengi_ ol
,t 100 200 300 sool 600 659
syarat yang berperan serta dalam maturasi mieloid dan bahwa 'l
neutropenia terdapat dalam XLA hanya ketika diperlukan
duksi cepat sel tersebut. pada kebanyakan penderita, persen_
pro_ Tak Diketahui i lnteraksi i
Katalitik
I protein_protein i
i

tase sel T bertambah, rasio subset sel-T normal, dan fungsi


sel_
T utuh. Timus secara morfologis tampak normal pada kasus
yang diautopsi. Tidak adanya sel-B yang bersirkulasi yang se_ Fungsi
cara fenotip dan fungsional menyerupai XLA juga dilapoikan Gambar 117-1. Lokasi mutasi pada domain fungsional protein
BTK.
pada anak wanita. Dasar molekuler cacat yang tampaknya Penghapusan dan titik mutasi pada BTK yang dikenali
be_ sekarang pada bebera_
sifat autosomal resesif ini belum diketahui. XLA dilaporkan pa lakiJaki dengan XLA klasik ada dalarn domain
kinase, sedang tikus
CBA/N -rld dengan cacat sel-B kurang berat mempunyai titik
berkaitan dengan defisiensi hormon pertumbuhan. mutasi yong ,._
nyebabkan penggantian asam amino pada posisi za oaam
domain N-terminal.
Laki-laki dengan cacat sel-B yang kurang berat daripada pada
XLA klasik
mempunyai titik mutasi pada posisi 36r dalam domiin sH2.
Namun. anak
laki-laki yang lebih baru dengan XLA klasik juga dilaporkan mengalami
I 17.2 Variabel Imunodefisiensi yang tasi pada tempat mutasi xjd dan dalam domain SH2 (Dari
mu_
Buckley RH: Break-
S ering (Common Variable Immunodefi- throughs in the understanding and therapy of primary immunodeficiency
Pediatr Clin North Am 4l:665-690, lgg4, dengan izin.)
ciency = CVID)
CVID, juga dikenal sebagai hipogamaglobulinemia ,,dida-
pat", secara klinis serupa dengan XLA llihat Tabel 1 17_l). In-
feksi dan bakteri patogen yang terdapat biasanya sama pada
bersama sel T normal, walaupun jumlah limfosit B yang
kedua cacat ini. Namun, meningoensefalitis virus ekho jarang
ditemui pada penderita dengan CVID. Sebaliknya membawa imunoglobulin yang bersirkulasi normal Oan
dengan
adanya folikel korteks limfoid normal. Namun, penelitian
XLA, distribusi kelamin pada CVID hampir sama, umur mu_
baru-baru ini menunjukkan bahwa sel B CVID dapat dirang_
lainya lebih lambat dan infeksinya kurang berat.
sangkan pada kedua isotipe yang telah diubah dan dapat men-
MANIFESTASI KLlNlS, Penderita dengan CVID sering me-
sintesis serta mensekresi imunoglobulin bila dirangsang de_
ngalami pembentukan autoantibodi, tonsil dan limfonodi besar
ngan anti-CD40 dan Il-4-atau IL-10. Sel T dan subset sel-T
normal atau membesar, dan sekitar 25Vo kasus menderita sple_
biasanya ada dalam persentase normal, walaupun fungsi sel T
nomegali. CVID juga disertai dengan sindroma seperti saria_
ditekan pada beberapa penderita. Sel T yang diaktifkan oleh
wan, dengan atau tanpa hiperplasi limfoid noduler folikuler in-
proses mitogen dari beberapa penderita CVID kurang meng_
testinum; timoma; alopesia arcata; anemia hemolitik; atrofi
ungkapan gen pada beberapa limfokin saat mempertahankan
gaster; aklorhidria; dan anemia pernisiosa. Juga terjadi pneu_
kapasitas untuk berproliferasi normal. Beberapa penderita de_
monia interstisial limfoid, pseudolimfoma, amiloidosis, dan
ngan CVID, CD40 ligand mRNA dan protein permukaan pada
granulomata paru-paru, limpa, kulit, dan hati tanpa perkijuan.
limfosit T yang diaktifkannya tertekan secara bermakna (tetapi
Ada kenaikan limfoma 438 kali pada wanita yang terkena pada
masih ada), memberi kesan bahwa isyarat yang diberikan oleh
dekade ke 5 dan ke 6.
CD40 ligand pada sel T yang kurang bermakna dapat menye
PATOFISIOLOGI. Imunoglobulin serum dan defisiensi anri-
babkan kegagalan sel B untuk berdiferensiasi. CVID dilapor_
bodi pada CVID mungkin seberar pada XLA. Limfosit B pada
kan berkurang sementara atau secara perrnanen pada penderita
darah penderita CVID tidak berdiferensiasi secara normal
infeksi virus imunodefisiensi manusia (human immunoclefl_
menjadi sel penghasil-imunoglobulin ketika dirangsang de-
ciency.virus = HIta.
ngan mitogen pokeweed invitro, bahkan juga ketika dikultur
GENETIK. Karena gangguan ini terjadi pada keluarga pen-
derita tirlgkat pertama dengan defisiensi IgA selektif, dan be-
TABEL 117-2 Lokasi Pemetaan Kromosom karena Gen Tidak Sem_
berapa penderita dengan defisiensi IgA yang kemudian men-
purna pada Penyakit Imunodelisiensi Sel-B jadi panhipogamaglobulinemia, penyakit-penyakit ini mung_
kin mempunyai dasar genetik yong 'ru-a. Insidens kadar
imunoglobulin abnormal yang tinggi, autoantibodi, penyakit
autoimun, dan keganasan dalam keluarga dari kedua tipe pen_
derita juga memberi kesan pengaruh herediter bersama. Kon_
sep ini didukung oleh penemuan insidens penghilangan gen
C4-A dan alel gen C2 yangjarang pada daerah kompleks his_
tokompatibilitas mayor kelas III (MHC) pada individu dengan
A Def atau CVID yang ringgi, memberi kesan bahwa gen
(gen) yang rentan ada di daerah ini pada kromosom (lihat
6
Tabel 117-1 dan 117-2). Sejumlah kecil haptotipe HLA digu_
704 BAGIAN XM Sisfem lmunologis dan Gangguannya

nakan bersama oleh individu yang terkena CVID dan A Def, rat IVIG berisi IgA yang dapat menyebabkan reaksi ana-
dengan sekurang-kurangnya satu dari dua haplotipe tertentu filaksis.
ada pada 77Vo dari mereka yang terkena. Pada satu keluarga GENETIKA DAN PATOFlSl0LOGl. Sebagaimana halnya
besar dengan 13 anggota, dua orang menderita A Def dan tiga CVID, cacat dasar yang menyebabkan defisiensi IgA tidak di-
orang menderita CVID. Semua penderita imunodefisiensi ketahui (lihat Tabel 117-1 dan 111-2). Fenotip sel B darah
mempunyai sekurang-kurangnya satu kopi haplotipe MHC normal pada kedua keadaan tersebut. Defisiensi IgA diketahui
yang secara abnormal sering terdapat pada A Def dan CVID: dapat mempengaruhi penghentian terapi dilantin berikutnya
HLA DQBl 'k0201, HLA-DR3, C4B-Sf, C4A-hilang, G11-15, atau secara spontan. Kejadian defisiensi IgA pada laki-laki
Bf-04, CZa, HSP70-7,5, TNF -5, HLA-B8, dan HLA-AI. Na- maupun wanita dan pada keluarga, memberi kesan adanya pe-
mun, empat anggota dari silsilah keluarga Qtedigree) yang se- warisan autosom. Pada beberapa keluarga, pewarisan ini tam-
cara imunologis normal juga memiliki haplotipe ini. menun- pak dominan dengan berbagai cara pengungkapan. Defek ini
jukkan bahwa hal ini tidak cukup untuk pengungkapan cacat. biasanya ditemukan pada silsilah yang terdapat individu de-
Faktor-faktor lingkungan, terutama obat-obatan seperti feni- ngan CVID. Sebenarnya, defisiensi IgA telah dilaporkan ber-
toin, D-penisili-namina, emas, dan sulfa salazin, dicurigai kembang pada CVID, dan penemuan alel yang jarang, baru-
menjadi pemicu timbulnya penyakit pada individu yang mem- baru ini, serta penghapusan gen MHC kelas III pada kedua ke-
punyai dengan latar belakang genetik. adaan tersebut memberi kesan bahwa kerentanan gen untuk
kedua cacat ini dapat menetap dalam daerah MHC kelas III
pada kromosom 6 (lihat Tabel 117-1 dan 111-2). Defisiensi
IgA juga terdapat pada penderita yang diobati dengan obat-
117.3 Defisiensi IGA Selektif obat yang sama yang dapat menghasilkan CVID, memberi ke-
,san bahwa faktor lingkungan dapatjuga mengungkapkan cacat
Tidak ada atau hampir tidak ada defisiensi IgA serum dan ini.
IgA sekletori murni (yaitu 10 mg/dl-) yang merupakan gang-
guan imunodefisiensi yang paling sering dikenali dengan baik.
Frekuensinya 1:333, dan dilaporkan pada beberapa donor da-
rah yang tampaknya sehat. Namun, keadaan ini biasanya diser- 11 7.4 Hipogamaglobulinemi.e Masa
tai juga dengan kesehatan yang buruk.
B ayi S ementara (Transient Hyp ogam-
MANIFESTASI KLlNlS. Infeksi terjadi terutama pada saluran
perrrop&San, gastrointestinal, dan saluran urogenital. Agen bak-
maglobulinemia of Infancy - THI)
teri yang menyebabkannya adalah sama seperti pada sindroma
Tidak seperti penderita dengan agamaglobulinemia terkait-
defisiensi antibodi lain. Tidak ada bukti yang jelas bahwa pen-
X atau CVID, penderita dengan THI mensintesis antibodi ter-
derita dengan gangguan ini menderita kerentanan berlebihan
hadap eritrosit tipe A dan B manusia dan terhadap toksoid dif-
terhadap agen virus. Anak dengan defisiensi IgA yang divaksi-
nasi dengan virus poiio mati intranasal menghasilkan antibo-
teria dan tetanus, biasanya pada umur 6-11 bulan, dan
membaik sebelum kadar imunoglobulin menjadi normal (lihat
di IgM dan IgG lokal. Kadar imunoglobulin serum lain biasa-
Tabel I 17- I ). Terapi IVIG pada keadaan ini tidak terindikasi.
nya normal pada penderita dengan defisiensi IgA selektif, wa-
laupun dilaporkan adanya defisiensi subkelas IgG2 (dan yang
lainnya), dan IgM (biasanya naik) yang mungkin monometrik.
Penderita dengan defisiensi IgA sering mempunyai anti- 117.5 Defisiensi Subkelas IgG
bodi IgG terhadap susu sapi dan protein serum ruminansia (bi-
natang memamah biak). Antibodi antiruminansia ini dapat me- Beberapa penderita menderita defisiensi satu atau lebih
nimbulkan hasil positif palsu pada imunoassay untuk IgA yang subkelas IgG, walaupun kadar IgG serum total normal atau
menggunakan antiserum kambing (tetapi bukan kelinci). Sin- naik (lihat Tabel 1 17-l). Kebanyakan penderita dengan kadar
droma seperti sariawan terjadi pada orang dewasa dengan ca- IgG2 yang sangat rendah atau tidak ada menderita A Def. Pen-
cat rni, yang dapat atau tidak dapat berespons terhadap diet derita lain dengan defisiensi IgG2 yang mempunyai pola pe-
bebas-zat perekat (gluten-free). Dilaporkan insidens penyakit ngembangan imunodefisiensi (seperti CVID), memberi kesan
auroantibodi dan autoimun tinggi, dan insidens kegahasan ber- bahwa adanya defisiensi subkelas IgG dapat merupakan pe-
tambah. Antibodi serum terhadap IgA dilaporkan pada seba- tanda untuk disfungsi imun yang lebih umum. Arti biologis
nyak 44Vo penderita dengan defisiensi IgA selektif. Jika ber- defisiensi subkelas IgG sedang multipel dilaporkan sukar un-
asal dari isotip IgE, antibodi ini dapat menimbulkan reaksi tuk dinilai, terutama karena pengukuran subkelas IgG labora-
anafilaksis yang berat dan mematikan sesudah pemberian pro- torium komersial masih merupakan kendala. Masalah yang
duk-produk darah yang berisi IgA secara intravena. Kare- lebih relevan adalah kemampuan penderita membuat antibodi
nanya, hanya eritrosit donor normal yang dicuci lima kali (se- spesifik terhadap antigen protein dan polisakarida, karena de-
banyak 200 mL) atau produk darah dari individu lain yang fisiensi antibodi antipolisakarida berat dilaporkan walaupun
bebas r3A yang harus diberikan pada penderita-penderita ini. pada adanya kadar IgG2 normal. IVIG tidak boleh diberikan
Globulin imun serum (IVIG; yang mengandung 99% IgG) ti- pada penderita yang menderita defisiensi subkelas IgG jika
dak diindikasikan karena kebanyakan penderita defisiensi IgA mereka tidak terbukti menderita defisiensi antibodi terhadap
membuat aniibodi IgG secara normal' Lagipula, banyak prepa- sederetan antigen yang luas.
117 I Penyakit Sel B-Primer 705

117.6 Penghapus&n Rantai Pendek dan 117.8 Penangansn Cq,cat Sel-B


Berqt Imunoglobulin
Penggunaan antibiotika yang bijaksana dan pemberian
Beberapa individu yang sama sekali tidak bergejala tidak antibiotika secara teratur merupakan satu-satunya pengobatan
mempunyai samasekali IgG1, IgGz, IgGa dan/atau IgAl akibat yang efektif untuk gangguan sel-B. Bentuk terapi penggantian
penghapusan gen (lihat Tabel 117-l dan 111-2). Kelainan ini yang paling sering adalah dengan preparat IVIG intravena.
ditemukan secara kebetulan pada 16 individu, 15 darinya tidak Defisiensi antibodi yang luas harus dicarat dengan teliti sebe-
mempunyai riwayat kerentanan berlebihan terhadap infeksi. lum terapi IVIG dimulai. Alasan utama penggunaan preparat
Mereka menghasilkan antibodi dari semua isotip lain dalam ini adalah memberi antibodi yang hilang, bukan menaikkan
jumlah normal. Penderita ini menggambarkan pentingnya pe- kadar IgG serum. Pengembangan IVIG yang aman dan efektif
nilaian pembentukan ahtibodi spesifik sebelum memutuskan merupakan kemajuan besar dalam pengobatan penderita de-
untuk memulai terapi IVIG. ngan defisiensi antibodi berat, walaupun obat ini mahal. Tujuh
preparat imunoglobulin intravena yang telah disetujui oleh
Food and Drug Administration dan tersedia di Amerika Seri-
kat; lebih dari tiga lusin ada dalam pengamatan atau dipasar-
117.7 Penyakit Limfoproffiratif kan di luar negeri. Hampir semua preparat pada mulanya dii-
T erkait- X (X - Link e d Ly mpho - solasi dari plasma normal dengan metode fraksinasi alkohol
prolifurative Disease - XLP). Cohn atau modifikasinya. Fraksi Cohn II kemudian selanjut- .
nya dimodifikasi dengan pengobatan pada pH rendah atau de-
ngan menambahkan glikol polietilen, DEAE-Sephadex, atau
Penyakit limfoproliferatif terkait-X (XLP), juga disebut se-
etanol pada kekuatan ion rendah untuk memisahkan IgG yang
bagai penyakit Duncan (menurut keluarga aslinya dimana pe-
mengelompok. Agen penstabil tambahan, seperti gula, glisin,
nyakit ini dibahas), adalah bersifat resesif yang ditandai oleh
dan albumin, ditambahkan untuk mencegah pengelompokan
respons imun terhadap infeksi virus Epstein-Barr (EBV) yang
kembali dan untul< melindungi molekul tgC selama liofilisasi
tidak memadai (lihat Tabel I l7- 1). Gen yang cacat dalam XLP
HIV diinaktifkan dengan etanol yang digunakan pada preparat
tel'ah diisolasi pada daerah Xq25-26 dekat DXS42 dan DXS37
(lihat Tabel lll-2). Laki-laki yang terkena tampak sehat sam- ISG dan IVIG; deterjen juga ditambahkan untuk membunuh
virus hepatitis. Semua preparat ini dikumpulkan dari plasma
pai mereka mendapat infeksi EBV. Dengan penggunaan probe
3000-6000 donor dan karenanya berisi antibodi spektrum luas.
RFLP dalam kaitan dengan XLP, kita dapat mengenali anak
Setiap kumpulan harus mengandung antibodi terhadap anrigen
laii-laki yang terkena sebelum mereka terinfeksi EBV primer.
dalam kadar yang memadai dalam bentuk berbagai vaksin, se-
Pemeriksaan imunologis menghasilkan kenaikan IgA atau IgM
perti tetanus dan campak. Namun tidak ada pembakuan yang
dan/atau berbagai defisiensi IgG, IgG1, dan IgG3 pada 13/13
didasarkan pada titer antibodi terhadap organisme yang secara
positif-RFlP tetapi tidak ada kenaikan pada anak laki-laki
klinis lebih relevan, seperti Streptococcus pneumoniae atau
negatif-EBv. Dengan demikian, imunodefisiensi pada anak
H e mop hi I u s i nflu e nza e .
laki-laki yang terkena mungkin tidak semua karena infeksi
Preparat IVIG yang sekarang tersedia di Amerika Serikat
EBV, dan kelainan yang ada sebelumnya yang ditemukan,
mempunyai kemanjuran dan keamanan yang sama. Belum ada
mungkin akibat respons terhadap EBV yang tidak cukup.
catatan penularan infeksi HIV oleh salah satu dari preparat ini;
Rata-rata umur terkenanya kurang dari 5 tahun. Bentuk yang
namun selama tahun 1994, infeksi virus hepatitis C ditularkan
paling sering (75Vo) adalah infeksi EBV berat mematikan,
oleh beberapa preparat dari dua diantaranya. Masalah kedua
terutama karena nekrosis hati yang luas yang disebabkan oleh
ini telah diselesaikan dengan penambahan deterlen. IVIG, 400
sel T sitotoksik aloreaktif yang diaktifkan secara poliklonal
mg/kg/bulan, mencapai kadar IgG terendah yang mendekati
yang mengenali sel B autolog yang terinfeksi EBV. Kebanyak-
kisaran normal. Reaksi sistemik terhadap IVIG dapat terjadi
an penderita yang bertahan hidup pada infeksi primer timbul
tetapi jarang merupakan reaksi anafilaktik yang sebenarnya.
cacat imunoseluler menyeluruh iglobal) yang melibatkan sel
Namun reaksi anafilaktik yang disebabkan oleh penderita anti-
T, B, dan pembunuh alami (natural killer cell = NK cells);
bodi IgE terhadap IgA dalam preparat IVIG dapar terjadi pada
limfoma; dan/atau hipogamaglobulinemia. Ada gangguan
penderita dengan CVID atau defisiensi IgA. Semua penderita
yang mencolok dalam produksi antibodi terhadap antigen nuk-
CVID yang baru didiagnosis harus diperiksa antibodi anti-
leus EBV (EBV nuclear antigen = EBNA), sedang titer anti-
IgA-nya melalui Palang Merah Amerika sebelum menialani
bodi terhadap antigen kapsid virus berkisar antara nol sampai
terapi IVIG. Jika antibodinya terdeteksi, terapi IVIG masrh da-
kenaikan mencolok. Sitotoksisitas yang ditengahi-sel tergan-
pat mungkin dilakukan dengan menggunakan satu preparat
tung-antibodi (antibody-dependent cell-mediated cytotoxicity
IVIG yang tersedia yang hampir tidak mengandung IgA
= ADCC) terhadap sel yang terinfeksi EBV rendah pada keba- (Gammagard, Baxter-Hyland); kumpulan yang diperiksa de-
nyakan penderita, dan fungsi NK juga tertekan. Juga ada de-
ngan hati-hati sehingga dapat digunakan dengan aman pada
fisiensi pada imunitas sel T memori terhadap EBV. Persentase
penderita yang mempunyai antibodi terhadap IgA.
sel T positif-CD8 sering naik. Sintesis imunoglobulin dalam
responsnya terhadap rangsangan mitogen pokeweed in vivo sa-
ngat tertekan. Dengan demikian, kelainan imunologis EBV- Buckley RH: Breakthroughs in the understanding and therapy of primary im-
spesifik maupun nonspe- sifik terjadi pada penderita ini. munodeficiency. Pediatr Clin North Am 4l:665, 1994.
Buckley RH, Schiff RI: The use of intravenous immunoglobulin in immuno-
deficiency diseases. N Engl J Med 325:110, 1991.
706 BACIAN XIV a Sisfem Imunotogis dan Gangguannya

Cunningham-Rundles C: Clinical and immunologic analyses of 103 patients


kali terkena, menimbulkan anomali pembuluh darah besar (ar_
with common variable immunodeficiency. J Clin Immunol 9:22,19g9.
Nonoyama S, Farrington M, Ochs HM: Activated B cells from patients with kus aorta sisi kanan), atresia esofagus, uvula bifida, penyakit
comr:ln variable immunodeficiency proliferate and synthesize immuno- jantung kongenital (defek sekat atrium dan ventrikel), filtrum
globulin. J Clin Invest 92:1281,1993. bibir atas pendek, hipertelorisme, kemiringan mata antimo_
Puck JM: Molecular and genetic basis of x-linked immunodeficiencv disor-
ngoloid, hipoplasia mandibula, dan telinga ietak rendah atau
ders. J Clin Immunol 14:81,1994.
Schaffer FM, Palermos J,.Zhu ZB, et al: Individuals with IgA dehciency and seringkali berlekuk. Diagnosis pertamakali dipikirkan ber_
common variable immunodeficiency share complex polymorphisms of ma- dasarkan adanya kejang hipokalsemia selama masa neonatal.
jor histocompatibility complex class III genes. proc Natl Acad Sci g6:g015, Gambaran pada wajah yang serupa dan lesi konbtrunkus jan_
I 989.
tung ditemukan pada sindroma alkohol janin.
Spickett GP, Webster ADB, Fanant J: Cellular abnormalities in common vari-
able immunodefi ciency. Immunodef Rev 2: 199, 1990. MANIFESTASI KLlNlS. Berbagai ringkar hipoplasia kelenj ar
Tsukada S, Saffran DC, Rawlings DJ, et al: Deficient expression of a B cell
tfmus dan paratimus lebih sering terjadi daripada aplasia total.
cytoplasmic tyrosine kinaie in human X-linked agammaglobulinemia. Cell
7):279.1993. Penderita dengan berbagai hipoplasia dirujuk karena menderi_
Vetrie D, Vorechowsky I, Sideras p, et al: The gene involved in Xlinked ta sindroma DiGeorge parsial; mereka mungkin menderita in_
agammaglobulinaemia is a member of the src family of proteintyrosine ki- feksi ringan dengan pertumbuhan normal. penderita dengan
nases. Nature 361.226. 1993.
sindroma DiGeorge sempurna menyerupai penderita dengan
imunodefisiensi kombinasi berat (severe combined immuno-
deficiency = SCID) dalam kerentanannya terhadap infeksi de_
ngan patogen tingkat-rendah atau oportunis, termasuk jamur,.
virus, dan Pneumocystis carinii dan pada penyakit cangkok_
I Ban 118 lawan-hospes (graft-versus-host disease = GVHD) dari darah
transfusi yang tidak diiradiasi (Tabel llg-1). Kadar imuno_
globulin serum biasanya mendekati normal sesuai umur, tetapi
Penyakit Sel-T Primer IgA dapat menurun dan IgE meningkat (Tabel 11g-1). Jumlah
limfosit absolut biasanya hanya agak rendah menurut umur_
Rebecca H. Buckley nya. Sel T positif-CD3 secara bervariasi jumlahnya menurun
sesuai dengan tingkat hipoplasia timus; sebagai akibatnya per_
B naik. Porporsi sel positif-CD4 dan -CDg biasa_
sentase sel
Pada umumnya, penderita dengan gangguan fungsi sel T
nya nonnal. Respons limfosit terhadap rangsangan mitogen,
menderita infeksi atau masalah klinis lainnya secara lebih be-
seperti respons hipersensitivitas intradermal lambat, tidak ada,
rat daripada penderita dengan gangguan defisiensi anribodi. berkurang, atau normal, tergantung pada tingkat defisiensi ti_
Individu ini jarang bertahan hidup melewati masa bayi atau mus. Jaringan timus, bila ditemukan, berisi korpus Hassall dan
masa anak. Namun, ada kekecualian pada penderita gangguan
timosit dengan densitas norrnal; terdapat pemisahan kortiko-
sel-T primer yang dengan segera diketahui, seperti imunode- meduler. Folikel limfosit biasanya ada, tetapi limfonodi daerah
fisiensi terkait-X dengan peningkatan kadar IgM dan defisiensi parakorteks dan daerah limpa yang tergantung timus menun-
CD3. jukkan tingkat kehitangan yang berbeda-beda.
GENETIK. Sindroma DiGeorge terjadi pada laki-laki mau-
pun wanita. Karena kejadian familial jarang, cacat ini diduga
118.1 Hipoplasia Timus tidak diturunkan. Namun, penghapusan kromosom submikros-
(Sindroma DiGeorge) kopik pada 22q11 diidentifikasi pada lebih dari 95Zo kasus
(Tabel 118-1 dan 118-2).
Hipoplasia timus akibat dari dismorfogenesis kantong fa- PENANGANAN. Defisiensi imun pada sindroma DiGeorge
ring ke 3 dan ke 4 selama awal masa embriogenesis, menye- komplet telah dikoreksi oleh jaringan transplan timus dan oleh
babkan hipoplasia atau aplasia kelenjar timus dan paratimus. transplantasi sumsum tulang yang identik dengan HLA yang
Struktur lain ynng terbentuk pada umur yang sama juga sering- tidak difraksionasi.

TABEL 118-1. Penyakit Imunodefisiensi Sel-T Primer

.$ilsisla.i$gji riii
i$

#
NF-AT, .faktor nuklear sel T yang diaktiftar? (Nuclear factor of activated T cells).
118 ) Penyakit Sel-T Primer 707

tifikasi pada ujung gen 3' tidak berubah bentuk untuk ligand
118.2 Imunodffisiensi Terkait-X CD40. Sekitar SOEI wanita adalah heterozigot untuk poli-
dengan Hiper IgM (Hiper ISM) morfisme ini, terdiri atas 8 alel. Petanda ini dapat digunakan
untuk mendeteksi pembawa hiper IgM terkait-X, dan dapat di-
Gangguan ini ditandai dengan kadar serum IgG dan IgA gunakan untuk membuat diagnosis prenatalnya. Namun tidak
yang sangat rendah dengan kadar poliklonal IgM normal atau semua laki-laki dengan hiper IgM mempunyai mutasi pada
lebih sering sangat naik. Sampai akhir-akhir ini penyakit ini CD40L; sel B dari penderita tersebut gagal menukar isotipe
digolongkan sebagai cacat sel-B. dengan antibodi monoklonal terhadap CD40, dan beberapa
MANIFESTASI KLINIS: Seperti penderita dengan agama^ penderita adalah wanita, yang memberi kesan bahwa fenotip
globulinemia terkait-X, anak laki-laki yang terkena menam- ini mempunyai lebih dari satu penyebab genetik.,
pakkan gejala selama umur tahun pertama atau kedua dengan
infeksi piogenik berulahg, termasuk otitis media, sinusitis,
pneumonia, dan tonsilitis. Berbeda dengan penderita agama-
118.3 Ekspresi Kompleks Sel T
globulinemia terkait-X, adanya hiperplasia limfoid yang sering
dapat menjauhkan penegakkan diagnosis imunodefisiensi. Ja- Res eptor-CD3 (Ti-CD3) y ang
ringan limfoid yang tergantung timus dan fungsi sel-T biasa- Tidak Sempurnu
nya normal, tetapi beberapa anak laki-laki yang terkena ter-
bukti fungsi sel-T-nya menurun. Titer antibodi IgM yang Jenis pertama gangguan ini ditemukan pada dua laki-laki
tinggi terhadap substansi golongan darah dan terhadap antigen bersaudara pada keluarga Sepanyol. Orang percobaan Qtro-
O salmonella yang ditemukan pada beberapa penderita, tetapi band) datang dengan infeksi berat dan meninggal pada umur
laporan lainnya menyatakan tidak adanya titer antibodi IgM 31 bulan dengan anemia hemolitik autoimun dan pneumonia
atau amat rendah. Frekuensi gangguan autoimun bahkan lebih virus. Linfositnya berespons jelek terhadap mitogen dan ter-
tinggi daripada frekuensi sindroma defisiensi antibodi lainnya. hadap anti-CD3 in vitro dan tidak dapat dirangsang untuk
Anemia hemolitik dan trombositopenia dapat terjadi, dan juga mengembangkan sel T sitotoksik. Namun, respons antibodinya
netropenia sementara, menetap, atau siklik merupakan tanda terhadap antigen protein normal menunjukkan bahwa fungsi
yang lazim. Jumlah limfosit B normal ditemukan dalam darah sel-T penolong normal. Saudaranya yang berumur 12 tahun
penderita ini. sehat tetapi hampir tidak mempunyai sel T pembawa-CD3 dan
GENETIKA. Sel B anak laki-laki dengan bentuk terkait-X menderita defisiensi IgG2 serupa dengan saudaranya. Cacat
pada kelainan ini mampu mensintesis tidak hanya IgM, tetapi pada keluarga ini akibat mutasi pada rantai CD3y (Tabel I 18- 1
juga IgA dan IgG bila dikultur bersamaan dengan deretan sel dan 118-2)" Jenis kedua gangguan ini didiagnosis pada anak
T yang "ditukar", sehingga menunjukkan bahwa cacatnya ada laki-laki Perancis berumur 4 tahun yang menderita pneumonia
dalam turunan sel-T. Gen abnormal dilokalisir padaXq26, dan akibat Haemophilus influenzae berulang dan otitis media pada
produk gen, gp36, atau CD40L merupakan ligand untuk CD40 usia dini, tetapi sekarang sehat. Adanya cacat parsial dalam
pada sel B; gen ini diatur kenaikannya pada sel T yang diak- pengungkapan Ti-CD3, dan dengan demikian persentase sel
tifkan (lihat Tabel 118-1 dan ll8-2). Mutasi CD40L pada sel CD3+ ada sekitar setengah-normaL tetapi kadar ungkapannya
T yang diaktifkan dari anak laki-laki dengan hiper IgM terkait- sangat menurun. Sel T-nya tidak berproliferasi dalam respons-
X mengakibatkan ketidakmampuan sel B memberi isyarat un- nya dengan anti-CD3 atau anti-CD2, atau mereka tidak meng-
tuk mengalami perubahan isotip, sehingga mereka hanya ungkapkan reseptor IL-2 atau mempunyai influks kalsium nor-
menghasilkan IgM. Fungsi sel T yang tidak sempurna dapat mal pasca pengobatan ini. Namun, mereka tidak berespons
menjelaskan pneumonia P. carinii dan lesi veruka vulgaris secara normal terhadap rangsangan dengan anti CD28 atau an-
yang luas pada beberapa penderita dengan keadaan ini. tigen, seperti tetanus. Cacat dianggap berasal dari protein CD3
Setidak-tidaknya diketahui ada 16 titik mutasi atau penghapus- pada permukaan se1 T yang tidak stabil, tetapi dasar mo-
an terpisah dalam gen untuk CD40L yang menimbulkan per- lekulernya tidak diketahui.
geseran kerangka, penghentian prematur codon, dan substitusi
asam amino tunggal, semuanya kecuali satu yang dikelompok-
kan dalam bidang kegiatan (domain) homologi TNF yang ter-
118.4 Produksi Sitokin yqng Tidak Sem-
letak dalam daerah karboksiterminal. Daerah ulangan mikro-
satelit dinukleotida (CA) yang sangat polimorfik telah diiden- purna
Ada dua cacat produksi sitokin utama yang diketahui flihat
TABEL 118-2. Peta Lokasi Krgmosom untuk Gen-gen yang Tidak Tabel 118-1). Yang pertama adalah kemampuan selektif untuk
Sempurna pada Penyakit Imunodefisiensi Sel T menghasilkan IL-2. Pada dua kasus yang dilaporkan, penderita
menderita infeksi berat berulang pada masa bayi. Gen IL-2
ada pada keduanya tetapi tidak ada pesan atau protein IL-2
yang dihasilkan. Sitokin sel T lain dihasilkan secara normal.
Jenis kedua ditemukan pada satu penderita yang juga datang
selama masa bayi dengan infeksi berulang yang berat dan ga-
gal tumbuh. Penderita ini mempunyai rekaman beberapa gen
limfokin yang tidak sempurna! meliputi IL-z, IL-3,IL-4, dan
*Gen diklon dan diurutkan, produk gen diketahui. IL-5, mungkin karena kelainan pengikatan faktor nuklear sel T
708 BAGIAN XIV a Sistem lmunologis dan Gangguannya

yang diaktifkan (nuclear factor of activated T cells = NF-A'I) Disanto JP, Keever CA, Small TN, et al: Absence of interleukin 2 production
in a severe combined immunodeficiency disease syndrome with T cells. J
untuk respons elemen pada penguatlL-2 dan IL-4.Ia diobati Exp Med l'7 1:1697, 1990.
dengan IL-2 rekombinan dengan suatu perbaikan klinis. Disanto JP, Markiewicz S, Gauchat J, et al: Briefreport: prenatal diagnosis of
Xlinked hyper IgM syndrome. N Engl J Med 330:969, 1994.
Driscoll DA, Budarf ML, Emanuel BS: A genetic etiology for DiGeorge syn-
drome: consistent deletions and microdeletions of 22ql l. Am J Hum Genet
118.5 Limfositopenia CD8 50:924,1992.
Elder ME, Lin D, Clever J, et al: Human severe combined immunodeficiency
Penderita dengan keadaan yang baru dapat dijelaskan ini due to a defect in ZAP-10, a T cell tyrosine kinase. Science 264:1596.
t994.
datang selama masa bayi dengan infeksi berat berulang dan Mayer L, Swan SP, Thompson C: Evidence for a defect in "switch" T cells in
sering mematikan. Enam kasus telah dilaporkan, dan sebagian patients with immunodeficiency and hyperimmunoglobulinaemia M- N
besar adalah Mennonite. Mereka mempunyai jumlah sel B da- Engl J Med 314:409, 1986.
lam darah yang normal atau meningkat, dan kadar imuno- Rijkers GT, Scharenberg JGM, VanDongen JJM, et al: Abnormal signal trans-
duction in a patient with severe combined immunodeficiency disease. Pedi-
glooulin serum yang juga meningkat (lihat Tabel I 18- 1). Lim- atr Res 29:306, 199 l.
fosit darahnya menunjukkan ungkapan normal antigen permu- Weinberg K, Parkman R: Severe combined immunodeficiency due to a spe-
kaan CD3 dan CD4 sel T, tetapi sel CD8+ hampir tidak ada. cific defect in the production ofinterleukin-2. N Engl J Med 322:1718.
990.
Sel ini gagal berespons terhadap mitogen atau terhadap alel I

alogeneik in vitro atau terhadap pembentukan limfosit T sito-


toksik. Sebaliknya, aktivitas NK normal. Timus dari satu pen-
derita menunjukkan arsitektur normal dengan jumlah timosit
CD4;CDS positif ganda normal, tetapi tidak ada timosit CD8
positif iunggal. Keadaan ini akibat mutasi gen yang mengkode
T Bns 119
ZAP-10, keluarga non-src protein tirosin kinase yang penting
pada pengisaratan sel-T. Gen dilokalisasi pada kromosom Penyakit Kombinasi SeI B dan T
2ql2 (Tabel118-2). Hipotesis mengenai mengapa jumlah sel
T CD4:CD8 positif-ganda normal adalah bahwa timosit dapat Rebecca H. Buckley
menggunakan anggota keluarga tirosin kinase yang sama, Syk,
untuk mempermudah seleksi positif. Kadar Syk empat kali le-
bih tinggi dalam timosit daripada dalam sel T perifer, kemung- Penderita dengan cacat kombinasi sel B dan T menderita
kinan menyebabkan kurangnya respons normal oleh sel T infeksi berat, seringkali oportunis yang menyebabkan kemati-
CD4+ darah. an pada masa bayi atau anak yang tidak menjalani transplan-
tasi sumsum tulang pada kehidupan awal. Penyakit ini meru-
pakan cacat yang jarang; misalnya defisiensi SCID kombinasi
berat diperkirakan mengenai l:100.000 sampai 1:500.000 ke-
118.6 Cacut Aktivusi Sel-T lahiran hidup.
Keadaan ini ditandai oleh adanya jumlah sel T darah yang
normal atau meningkat, yang secara fenotip tampak normal te-
tapi gagal berproliferasi atau menghasilkan sitokin dalam res- 119.1 Imunodefisiensi Kombinasi
ponsnya terhadap rangsangan mitogen, antigen, atau isyarat (Sindroma CID atau Nezelofl
lain yang disampaikan pada reseptor antigen selT (T-cell anti'
gen receptor = TCR) karena transduksi isyarat dari TCR ke Penderita dengan sindroma Nezelof menderita infeksi
Jalur meiabolik intra seluler tidak sempurna (lihat Tabel I l8- paru-paru berulang atau kronis, gagal tumbuh, kandidiasis oral
1). Penderita ini mempunyai masalah yang serupa dengan ma- atau kutan, diare kronis, infeksi kulit berulang, sepsis gram ne-
salah individu dengan defisiensi sel-T lain, dan beberapa yang gatif, infeksi saluran kencing, dan/atau varisela berat pada
dengan cacat aktivasi sel-T berat dapat menyerupai penderita masa bayi. Neutropenia dan eosinofilia sering ada. Imuno-
SCID secara klinis. globulin serum mungkin norrnal atau meningkat pada semua
kelas, tetapi defisiensi IgA selektif, kenaikan IgE yang men-
colok, dan kadar IgD yang naik terjadi pada beberapa kasus.
Walaupun kapasitas pembentukan antibodi terganggu pada ke-
Allen RC, Armitage RJ, Conley ME, et al: CD40 ligand gene defects responsi-
ble for X-linked hyper IgM syndrome. Science 259:990, 1993. banyakan penderita, antibodi ini bukannya tidak ada (Tabel
Arnaiz-Villena A, Timon M, Corell A, et al: Brief report: primary immunode- 119-1). Lagipula, sel plasma biasanya melimpah pada lamina
ficiency caused by mutations in the gene encoding theCD3- subunit ofthe propia dan limfonodi.
T lymphocyte receptor. N Engl J Med 32'1:529, 1992.
Penelitian fungsi imunitas seluler menampakkan anergi ku-
Arpaia E, Shahar M, Dadi H, et al: Defective T cell receptor signaling and
CD8+ thymic selection in humans lacking zap-70 kinase. Cell 76:947, lit terlambat terhadap antigen yang terdapat dimana-mana,
t994. limfopenia, responS proliferatif limfosit terhadap mitogen, an-
Callard RE, Armitage RJ, Fanslow WC, et al: CD40 ligand and its role in X- tigen, sel alogeneik in vitro yang sangat rendah tetapi bukan-
linked hyper IgM syndrome. Immunol Today 14:559, 1993.
nya tidak ada (Tabel 119-1). Sindroma Nezelof merupakan
Chatila T, Wong R, Young M, et al: An immunodeficiency characterized by
defective signal transducti6n in T lymphocytes. N Engl J Med 320:696' gangguan imunodefisiensi primer yang paling mungkin diran-
I 989. cukan dengan sindroma imunodefisiensi didapat (AIDS) pada
1 19 I Penyakit Kombinasi Sel B dan T 709

TABEL ll9-1 Penyakit Kombinasi Sel-B dan -T


GanBFtaiil Oiiat MotUtutrCi...,,, i,
;ris,,fr'e$"t=ns=q$
Imunodefisiensi Kombinasi (Sindroma CID
atau Nezelof)
il sft;i , au eacullaid!' im ,oi:
ketahuj
Sindroma imunodefi siensi kombinasi berat Defisiensi ADA; IL2ii pada terkait-X; ? de-
(seve re combin ed immunod efic i ency syn -
fisiensi rekombinase pada ripe T-B-NK+
dromes = SC/D) l!:ii;::::: :iiii:::' I rii=
Defisiensi MHC kelas I dan/arau ll Mutasi dalam RFX dan:faktor-flaktor ffans-
r :r kripsi.CllTA yang terikat pada prorpotor
.
Sindroma Omen
gen MHC kelas ll
Antibodi:.seperti de'fisiensi TH l, seperti ke- Tidak dikerahui
:
TH2 (lgE dan eosinofilia mening-
i:b,]t*
Sindroma *'
rUon*OrOrirt
Ataksia teleangiektasia
aniinooi; set r Protein kaya-prolin (WASp)
Antibodi; sel T Tidak diketahui
Hiperi munoglobulinemia E Respon imun spesifik; seperti defisiensi il;"k;tkffi;;
, TH l, seperri ketebihan TH2 (lgE dan
eosinofilia meningkdt; ::::

WASP. sindromtt pnttein Wiskott-Aldrich: TH 1, .sel T penolong tipe I ; TH-2, sel T penoltsng tipe 2; PNP, purin nukleosida .fosforilase: ADA, adenosin deamina.se

kelompok umur anak-anak. Penderita Nezelof menderita de-


fisiensi sel T CD3-positif yang luas tetapi biasanya proporsi 119.3 Hipoplasia Rambut Tulang Ra-
sel CD4- dan CD8-positif normal. Jaringan limfoid perifer me- wan (Kartilago)
nampakkan penghapusan parakorteks. Timus amat kecil dan
mempunyai sedikit timosit serta biasanya tidak ada badan Has- Pada tahun 1965, bentuk tubuh cebol dengan tu.ngkai pen-
sal. Pola pewarisan autosomal resesif sering ditemukan. dek yang tidak biasa disertai dengan infeksi yang sering dan
berat dilaporkan pada Pensilvania Amish; setelah itu kasus
non-Amish juga dikemukakan.Tanda-tandanya meliputi ta-
119.2 Defisiensi Purin Nukleosid ngan pendek dan gemuk; kulit berlebihan; sendi-sendi tangan
dan kaki dapat dihiperekstensikan, tetapi tidak mampu meng-
F o sforilas e (Purine Nucleoside
ekstensikan siku secara sempurna; dan rambut serta alis halus,
Phosphorilase - PNP) sedikrt dan warna terang. Secara radiografis tulang menam-
pakkan perubahan seperti kulit kerang dan sklerotik atau kistik
Lebih dari 33 penderita dengan sindroma Nezelof ternyata pada metafase dan pelebaran sambungan kostokondrial iga.
menderita defisiensi PNP (Tabel 119-1). Titik-tirik mutasi Infeksi varisela berat dan mematikan, vaksinia progresif, dan
yang diidentifikasi dalam gen PNP pada kromosom 14q13.1 poliomielitis akibat vaksin telah diamati.
yang menyebabkan defisiensi ini (Tabel I 19-2). Berbeda de- Keparahan imunodefisiensi ben'ariasi; pada satu seri, 1l
ngan penderita defisiensi adenosin deaminase (ADA), asam dari 7'7 penderita meninggal sebelum umur 20 tahun, tetapi
urat pada serum dan urin biasanya sangat kurang, dan tidak dua masih hidup pada umur 76 tahun. Tiga pola disfungsi
ada kelainan khas fisik atau tubuh yang ditemukan. Kematian imun telah muncul: imunitas humoral (ditengahi antibodi) ti-
te4adi karena vaksinia generalisata, varisela, limfosarkoma dak sempurna, sindroma Nezelof (bentuk yang paling sering),
dan GVHD yang ditengahi oleh sel T alogenik pada darah atau dan imunodefisiensi kombinasi berat. Pada penelitian in vitro
sumsum tulang yang tidak diiradiasi. Dua pertiga penderita terbukti jumlah sel T dan proliferasi sel T tidak sempurna me-
mempunyai kelainan neurologis, berkisar dari spastisitas sam- nurun karena cacat intrinsik akibat fase Gl, menyebabkan si-
pai pada retardasi mental. Sepertiga penderita menderita pe- klus sel untuk sel-sel individu lebih lama. Kelainan ini juga ter-
nyakit autoimun, yang paling sering darinya adalah anemia jadi pada fibroblas penderita. Namun jumlah dan fungsi sel NK
henolitik autoimun. Trombositopenia purpura idiopatik dan bertambah. Hipoplasia rambut tulang rawan diturunkan sebagai
lupus eritematosus sistemik juga dilaporkan. Limfopenia men- keadaan resesif autosom dengan penetrasi yang berbeda-beda.
colok terutama akibat defisiensi sel T dan subset sel T yang
mencolok; fungsi sel T menurun sampai tingkat yang berbeda'
beda. Sel-sel .yang dengan fenotip dan fungsi pembunuh aiami I 19.4 Imunodefisiensi Kombinasi Berat
(NK) bertambah. Dimungkinkan dilakukan diagnosis prenatal.
Upaya untuk mengoreksi defisiensi imunologis dan enzimatik (Severe Combined Immunodeficiency =
penderita defisien-PNP dengan pemberian enzim atau terapi SCID)
deoksisitidin gagal dilakukan. Terapi gen merupakan suatu ke-
mungkinan untuk masa yang akan datang, tetapi sejauh ini Sindroma SCID ditandai oleh (1) tidak ada fungsi sel-T
transplantasi sumsum tulang merupakan bentuk terapi satu- dan -B sejak lahir dan (2) keaneka ragaman genetik yang besar
satunva yang berhasil. (lihat Tabel I 19-l). Penderita pada kelompok gangguan ini
710 BAGIAN XM Sisterrt Imunologis dan Gangguannya

TABEL 1L9-2 Lokasi Peta Kromosom untuk Gen-gen yang Tidak pun parakorteks limfonodi perifer tidak terdapat limfosit; ton-
Sempurna pada Penyakit Sel-B dan -T Kombinasi sil, adenoid, dan lempeng Peyer tidak ada atau sangat tidak
berkembang.
PENGOBATAN. Semua bentuk SCID manusia dapat diko-
reksi dengan transplantasi sumsum tulang. Kenyataan bahwa
sel induk sumsum tulang haploidentik kosong sel-T dapat me-
ngoreksi cacat ini, menunjukkan bahwa timus pada kebanyak-
an SCID manusia mempunyai kemampuan mendiferensiasi sel
T yang normal. Proses ini memerlukan 90-120 hari rergantung
apakah sel induknya identik-HlA atau haploidentik.
a Gen dikLon dan disusun, produk gen diketahui. WASP, sindroma protein
Wi: Lurr-AIdrit'h.
lIg.5 SCID Resesif Autosom

Gangguan ini merupakan bentuk sindroma SCID pertama


menderita imunodefisiensi yang paling berat dan semua rmu- yang dapat dikenali. Secara klinis, fungsi dan histopatologi
nodefisiensi yang telah diketahui. Kecuali bila pembentukan penderita dengan bentuk resesif autosom biasanya serupa de-
kembali sistem imunologis dapat dicapai melalui transplantasi ngan penderita dengan bentuk terkait-X, kecuali bahwa mere-
sumsum tulang atau terapi penggantian enzim, kematian biasa- ka mempunyai persentase sel B yang lebih rendah dan per-
nya terjadi pada umur I tahun pertama dan hampir selalu sebe- sentase sel NK yang lebih tinggi. Mereka yang kekurangan sel
lum akrrir tahun kedua. B (disebut SCID-T, -B) mempunyai kelainan pola gen penyu-
MANIFESTASI KLlNlS. Bayi yang terkena biasanya berumur sunan kembali rantai panjang imunoglobulin, mengingatkan
beberapa bulan pertama dengan diare, pneumonia, otitis. sep- pada kelainan SCID pada tikus. Dasar molekul bentuk SCID
sis, dan infeksi kulit. Pertumbuhan mungkin pada mulanya ini, juga bentuk molekul subgrup SCID laki-laki tanpa riwayat
tampak normal, tetapi kelemahan yang sangat biasanya terjadi keluarga, sedang dalam penelitian yang intensif (lihat Tabel
sesudah infeksi dan mulai diare. Infeksi persisten dengan or- 1 19- 1).
ganisme oportunis seperti Candida albicans, Pneumocystis
carinii, varisela, campak, parainfluenza 3, sitomegalovirus, vi-
rus Epstein-Barr, dan basilus Calmette-Gudrin menyebabkan 119.6 Defisiensi Adenosin Deaminus e
ker.ratian. Bayi ini juga kurang mampu menolak jaringan asing
(Adenosine Deaminuse - ADA)
dan karenanya berisiko untuk terkena penyakit cangkok-
lawan-hospes dari sel T ibu yang tidak kompeten yang mele-
Tidak adanya enzim ADA diamati pada sekitar l5%o pen-
wati plasenta atau dari limfosit T pada produk-produk darah
derita SCID (lihat Tabel 119-1), hasil dari berbagai titik dan
yang tidak diiradiasi atau sumsum tulang alogenik.
penghapusan mutasi dalam gen ADA (pada kromosom 20q13-
Bayi dengan SCID menderita limfopenia berat; tidak ada- ter) (lihat Tabel 119- 2). Penumpukan adenosin, 2'-deoksiade-
nya respons proliferasi limfosit terhadap mitogen, antigen, dan nosin, dan 2'-0- metiladenosin yang mencolok menyebabkan
sel alogenik in vitro; dan anergi kulit lambat. Kadar imuno- toksisitas limfosit baik secara langsung atau tidak langsung,
globulir serum berkurang sampai tidak ada, dan tidak terjadi yang menyebabkan imunodefisiensi. Adenosin dan deoksiade-
pembentukan antibodi pasca imunisasi. Analisis populasi dan nosin jelas merupakan inaktivator bunuh diri enzim S-adeno-
subpopulasi limfosit memperagakan heterogenitas yang men- silhomosistein (SAH) hidrolase, yang menyebabkan akumu-
colok pada penderita SCID. Penderita dengan defisiensi ADA lasi SAH. SAH adalah inhibitor kuat dari semua reaksi meti-
mempunyai angka.limfosit absolut terendah, biasanya kurang lasi seluler yang sebenarnya. Penderita ini biasanya menderita
daripada 500/mm'. Walaupun secara seragam kekurangan defisiensi berat semua jenis limfosit. Tanda-tanda pembeda
fungsi sel-B berat, banyak penderita (terutama mereka yang lain dari SCID defisien-ADA adalah adanya kelainan kerang-
dengan SCID terkait-X) telah menaikkan presentase sel B. Sel ka iga yang serupa dengan tasbih rakitis (rachitis rosary) dan
dan subset sel T sangat rendah atau tidak ada pada semua kelainan skelet multipel displasia kondro-oseosa, yang terjadi
jenis; bila ada, ada banyak kasus sel T ibu yang didapat secara terutama pada sambungan kostokondral, apofisis tulang iliaka,
transplasenta. Semua atau kebanyakan limfosit yang bersirku- dan batang vertebra. Terapi penggantian enzim dengan ADA
lasi pada beberapa bayi dengan defisiensi SCID-non-ADA sapi (PEG-ADA) yang dimodifikasi dengan polietilen glikol
autosom. resesif merupakan limfosit bergranula besar yang secara subkutan setiap minggu menghasilkan perbaikan klinis
memiliki fenotip dan fungsi sel-NK; sebaliknya sel NK dan dan imunologis pada 29 penderita defisien-ADA. Namun,
fungsinya sangat rendah pada SCID terkait-X. terapi ini tidak boleh dimulai jika transplantasi sumsum tulang
PATOLOGI. Tanda khas penderita SCID adalah timus yang mungkin dilakukan, karena akan menimbulkan penolakan
amat kecil (kurang dari 1 g) yang biasanya gagal turun dari le- cangkok. Terapi gen telah dicoba pada sel T dewasa dari seku-
her, berisi sedikit timosit, dan kurang dapat dibedakan secara rang-kurangnya dua penderita defisien-ADA, juga pada sel da-
kortikomeduler serta sedikitnya butir-butir Hassal. Epitel ti- rah tali pusat tujuh penderita lain yang tidak menunjukkan ha-
mus secara histologis tampak normal. Baik area folikuler mau- sil yang mencolok.
119 I Penyakit Kombinasi Sel B dan T 711

119.7 Imunodefisiensi Kombinssi Berat 119.9 Ekspresi Antigen Kompleks


Terkait-X (X- Linke d S ev ere Combine d His tokomp atibilitas May or ( M aj or
Immunodeficiency = XSCID) Histocompatibility Complex = MHC)
XSCID diduga merupakan bentuk SCID yang paling sering
yang Tidak Sempurna
terdapat di Amerika Serikat (Tabel 119-l). persentase sel B
darah biasanya lebih tinggi pada defek ini daripada pada Ada tiga bentuk gangguan ini; (l) defisiensi antigen MHC
kelas I (sindroma timfosit gundul), (2) defisiensi antigen MHC
bentuk-bentqk SCID lain, tetapi jumlah dan fungsi sel NK
kelas II, dan (3) defisiensi antigen MHC ketas I dan II (lihat
sama rendahnya dengan pada defisiensi ADA, dan pengga-
bungan NK rendah atau tidak ada. Gen abnormal pada XSCID
Tabel 119-1). Serum bayi dengan defisiensi anrigen kelas II
dinetakan dengan analisis RFLP pada Xq13 (lihat Tabel 119- berisi jumlah antigen MHC kelas I dan mikroglobulin- 2 nor_
2). Gen ini mengkode rantai gama resepror IL-2 (IL-2RJ) (1i- mal. Penderita (biasanya keturunan Afrika Utara) datang de_
ngan diare menetap pada awal masa bayi dan kandidiasis oral,
hat Tabel 119-1 dan ll9-2). IL-2, dahulu dikenal sebagai fak-
pneumonia bakterial, pneumonitis, septikemia, dan kerentanan
tor pertumbuhan sel-T, memainkan peranan utama dalam
yang berlebihan terhadap enterovirus, herpes, dan virus_virus
pengisyaratan intraseluler sel T, dan akibatnya pada fungsi dan
pengaturan sistem imun. Namun, karena defisiensi IL-2 pada
lain. Penderita dengan defisiensi antigen kelas I maupun kelas
manusia dan tikus yang direkayasa secara genetik mempunyai
II juga menderita malabsorbsi. Ada hipogamaglobulinemia
yang berubah-ubah, dengan penurunan serum IgM dan IgA,
sel T dan imunodefisiensi yang jauh kurang berat daripada
dan produksi antibodi sedikit sampai tidak ada. persentase sel-
pada SCID, pada mulanya sukar untuk menemukan bagaimana
B biasanya normal, tetapi sel plasma tidak ada dalam jaringan.
kelainan pada IL-2RJ yang disebabkan imunodefisiensi dapat
Limfopenia sedang; fungsi sel T berkurang secara in vivo dan
sedemikian merusak. IL-2RJ terbukti merupakan komponen
reseptor untuk beberapa sitokin lain yang mengatur fungsi dan
in vitro, tetapi bukannya tidak ada. Tinius dan organ limfoid
perkembangan sistem imun, termasuk IL-4, IL-'l , dan mungkin
lain mengalami hipoplastik berat. Kebanyakan penderita me-
juga lainnya. IL-2,IL-4, dan IL-7 adalah fasilitator semua sta- ninggal pada umur 3 tahun pertama. Cacat imunitas sel-B
maupun sel-T dan ungkapan HLA yang menyertainya, mene-
dium pertumbuhan dan perkembangan sel T maupun sel B.
kankan pentingnya peranan biologi dalam penentuan HLA,
Ketidakberdayaan reseptor untuk semua sitokin yang perkem-
dalam kerjasama sel imun yang efektif. Namun, penelitian pe-
bangannya sangat penting ini dengan mutasi genetik pada ran-
ngenalan yang lain dan pemilihan deretan sel-T pada penderita
tai gama biasanya menjelaskan keparahan imunodefisiensi
pda XSCID. Semua bayi XSCID sampai saat ini mempunyai defisiensi antigen MHC kelas II menunjukkan kemampuan
yang normal untuk pembedaan diri dan nondiri oleh sel-T. pe-
titik atau penghapusan mutasi pada IL-2RJ. Pengidap dapat
ngamatan ini memberi kesan bahwa yang kedua ini tidak seca-
dideteksi dengan memperagakan inaktivasi kromosom-X non-
random dalam limfosit T-nya. Hasil penelitian inaktivasi kro-
ra absolut tergantung pada ugkapan HLA kelas II normal
dalam mendiferensiasi lingkungan mikro timus pada manusia.
mosom-X pada ibu yang membawa sifat secara obligat juga
Keadaan ini diwariskan dalam pola resesif autosom. Cacat ti-
memberi kesan bahwa cacat genetik juga mengenai sel-B dan
dak terkait pada gen yang dikode antigen MHC pada kromo-
NK, juga sel-T. Pengamatan ini sesuai dengan pengamatan pe-
som 6. Kelainan protein pengikat kotak-X telah dilaporkan
nulis mengenai fungsi sel-B dan -NK yang sangat buruk pada
(lihat Tabel 119-1). Dua cacat molekuler yang berbeda telah
bayi dengan SCID terkait-X pasca transplantasi sel sumsum
ditentukan. Pada yang satu, ada mutasi pada gen yang meng-
tulang tanpa pengikisan, walaupun pembentukan kembali
kode protein yang disebut RFX, faktor perekaman yang mele-
fungsi sel T oleh sel-T berasal dari donor sangat baik.
kat pada promotor gen MHC kelas II. pada yang lain ada mu-
tasi dalam gen yang mengkode transaktivator MHC kelas II,
C11TA, adalah faktor perekam lain yang melekat pada daerah
gen promotor MHC kelas II.
119.8 Degenesis Retikuler
Keadaan ini pertama kali diuraikan pada tahun 1959 pada
bayi laki-laki kembar identik yang menunjukkan kekurangan
119.10 Sindromu Omenn
toLal limfosit maupun granulosit dalam darah perifer dan sum-
Sindroma Omenn yaitu imunodefisiensi yang bersamaan
sum tulangnya (lihat Tabel 119-11). Tujuh dari delapan bayi
dengan hipereosinofilia yang diwariskan secara autosomal re-
dengan cacat ini meninggal antara umur 3 sampai 119 hari ka-
sesif, keadaan ini fatal dan ditandai dengan kerentanan yang
rena infeksi yang menumpangi; tujuh bayi telah diobati de-
sangat terhadap infeksi, disertai infiltrasi sel T pada kulit,
ngan transplantasi sumsum tulang. Granulosit dewasa yang
usus, hati, dan limpa, menimbulkan eritroderma mengelupas,
tampak normal (walaupun jumlahnya sangat berkurang) dite-
limfadenopati, hepatosplenomegali, dan diare yang berkef an-
mukan pada tiga penderita, tidak sesuai dengan kegagalan total
jangan. Bayi begitu terkena menderita leukositosis menetap
diferensiasi sel induk pada cacat ini. Kelenjar timus semuanya
dengan eosinofilia yang mencolok; IgE serum naik; IgG, IgA,
mempunyai berat kurang dari 1 g, tidak ada benda-benda
dan IgM rendah; dan fungsi sel-T terganggu karena hetero_
Hassal, dan sedikit atau bahkan tidak ada timosit yang ditemu-
genitas deretan sel T hospes terbatas. pengaruh sel seperti
kan.
TH2 juga ditemukan pada penderita dengan sindroma Omenn,
712 BAGIAN XIV I Sislem Imunologis dan Gangguannya

dan dilaporkan bayi dapat ditangani dengan baik dengan iFN- tivasian kromosom-X non- random pada beberapa turunan sel
(lihat Tabel ll9-1). Pada penderita lain seperti ini, populasi hematopoetik.
sel-T V l4 positif CD3+CD4-CD8-ganda-negatif yang di-
kembangkan secara klonal, secara spontan mensekresi IL-5 da-
lam kadar tinggi, tetapi mempunyai ungkapan IL-4 maupun 1 1 9. 1 2 Ataksia-T elangiektasia
IFN- mRNA yang rendah.
Ataksia telangiektasia merupakan sindroma kompleks de-
ngan kelainan neurologis, imunologis, endokinologis, hati,
I 19.t 1 Imunodefi.siensi dengan dan kulit.
Trombositopenia dan Ekzema MANIFESTASI KLlNlS. Tanda-tanda klinis yang paling me-
nonjol adalah ataksia serebelar progresif, telangiektasia okulo-
( S in dr oma Wis k o tt- Aldric h)
kutaneus, penyakit sinopulmonaris kronis, insidens keganasan
tinggi, dan imunodefisiensi humoral dan seluler yang berubah-
Sindroma resesif terkait-X ini ditandai dengan dermatitis ubah. Ataksia khas menjadi jelas segera sesudah anak mulai
atopik, purpura trombositopenia dengan megakariosit yang berjalan dan memburuk sampai ia ditempatkan pada kursi ro-
tampak normal tetapi sedikit trombosit tidak sempurna, dan da, biasanya pada umur l0-12 tahun. Telangiektasia terjadi an-
kerentanan berlebihan terhadap infeksi. tara umur 3 dan 6 tahun. Infeksi sinopulmonalis, biasanya bak-
MANIFESTASI KLlNlS. Seringkali ada perdarahan lama dari terial dan berulang, terjadi secara kasar 80% dari penderita ini.'
bekas sirkumsisi atau diare berdarah selama masa bayi. Trom- Sedang infeksi virus yang lazim biasanya tidak menimbulkan
bositopenia tampaknya disebabkan oleh kelainan intrinsik gejala sisa yang berat, varisela yang mematikan pernah terjadi
51C, pada salah satu pasien penulis.
trombu"it; waktu hidup, trombosit halogenik terlabel t"tu-
pi tidak autolog, awalnya normal pada penderita ini. Dermati- PATOF|S|OLOGI DAN DIAGNOSIS. Sel-sel dari penderita
iis atopik dan infeksi berulang biasanya terjadi selama umur serta mereka yang membawa sifat heterozigot, sensitivitas ter-
tahun pertama. Infeksi yang disebabkan oleh pneumokokus hadap radiasi penguraian ionnya meningkat, perbaikan DNA
dan bakteri lain yang mempunyai kapsul polisakarida, menye- tidak sempurna, dan seringkali ada kelainan kromosom. Tem-
babkan otitis media, pneumonia, meningitis dan/atau sepsis. pat-tempat kerusakan kromosom mencakup kromosom 7 dan
Kemudian, infeksi dengan agen seperti Pneumocystis carinii 14 pada lebih dari 507o kasus. Tempat-tempat pecah melibat-
dan herpes virus menjadi lebih sering. Ketahanan hidup sesu- kan gen yang mengkode reseptor sel T dan rantai berat imuno-
dah umur belasan tahun jarang, infeksi atau perdarahan meru- globulin, yang paling mungkin menjelaskan kelainan sel-T
pakan penyebab utama kematian, tetapi kematian akibat ke- dan -B kombinasi yang ditemukan. Keganasan yang dilapor-
ganasan mempunyai insidens 12Vo pada keadaan ini. kan pada keadaan ini biasanya tipe limforetikuler, tetapi dapat
jug"a adenokarsinoma, dan ada kenaikan insidens keganasan
PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS. Penderita dengan cacat
pada keluarga yang terkena. Kelainan imunologis humoral
ini secara seragam mempunyai respons imun humoral terhadap
yang paling sering adalah tidak adanya IgA secara selektif, di-
antigen polisakarida, seperti dibuktikan oleh tidak adanya atau
temukan pada 50-807o penderita ini; juga terjadi hiperkata-
mengurangnya isohemaglutinin yang mencolok, dan respons
bolisme IgA (lihat Tabel 119-1). Kadar IgE biasanya rendah,
antibodi yang jelek atau tidak ada sesudah imunisasi dengan
dan IgM mungkin terdiri dari dari varietas dengan berat mole-
vaksin polisakarida, Titer antibodi terhadap protein kemudian
kul rendah. Kadar IgG2 atau IgG total mungkin menurun. Titer
juga menurun, respons anamnestik (memori) sering buruk atau
antibodi spesifik mungkin turun atau normal. Uji in vitro fung-
tidak ada. Penelitian metabolisme imunoglobulin menunjuk-
si limfosit umumnya menunjukkan respons proliferatif terha-
kan kecepatan sintesis yang dipercepat, hiperkatabolisme albu-
dap mitogen sel-T dan -B yang agak tertekan. Persentase sel T
min; IgG, IgA, dan IgM yang menimbulkan kadar berbagai positif-CD3 dan -.CD4 agak menurun, tetapi persentase CD8+
imunoglobulin sangat berubah-ubah, bahkan pada penderita
normal atau bertambah dan kenaikan jumlah sel Ti / +. Peme-
yang sama. Pola yang dominan adalah IgM pada serum ren-
riksaan sintesis imunoglobulin menunjukkan cacat sel T-
dah, IgA dan IgE meningkat, dan kadar IgG yang normal atau
penolong dan sel-B intrinsik (lihat Tabel ll9-1). Timus amat
sedikit rendah. Anehnya, kadar subkelas IgG2 notmal. Analisis
hipoplastik, menunjukkan pola yang buruk, dan kurangnya
limfosit darah menunjukkan persentase sel T yang bereaksi de-
benda-benda Hassall.
ngan antibodi monoklonal terhadap CD3, CD4, dan CDS agak
GENETIK. Pewarisan mengikuti pola autosomal-resesif. Gen
beri.urang. Respon limfosit terhadap mitogen agak tertekan,
abnormal telah dipetakan pada lengan atas kromosom 11 (l1q-
dan sering ditemukan anergi kutan.
22-23) tetapi belum dapat diidentifikasi (lihat Tabel I l9-2).
GENETIK, Gen abnormal, pada lengan proksimal kromo-
som-X pada Xp1l.22-11.23 dekat sentomer, baru-baru ini dii-
solasi dan ternyata dikode oleh protein sitoplasma kaya-prolin 119.13 Sindroma Hiperimunoglo-
asam amino 501 yang dibatasi ungkapannya pada keturunan
sel limfosit dan megakariosit (lihat Tabel 119-1). Protein ini, bulinemia E (Hiper IgE)
sekarang disebut sebagai protein sindroma Wiskott-Aldrich (lihat Bab'130)
(Wiskoa-ALdrich syndrome prbtein -- WASP), diduga merupa-
kan pengatur fungsi limfosit dan trombosit yang penting (lihat Sindroma hiper IgE merupakan sindroma imunodefisiensi
Tabel 1 l9-2). Pembawa sifat dapat dideteksi dengan penginak- yang relatif jarang yang ditandai dengan abses stafilokokus
119 I Penyakit Kombinasi Sel B dan T 713

berat berulang dan kadar serum IgE naik mencolok. Gangguan untuk penyembuhan SCID dah sindroma imunodefisiensi yang
ini perlama kali dilaporkan penulis terdapat pada dua anak mematikan lain. Teknik ini menggunakan inkubasi lektin ke-
laki-laki muda pada tahun 1912; sejak itu lebih dari 50 pende- delai disertai dengan hilangnya eritrosit kambing yang berben-
rita dengan kondisi tersebut telah dievaluasi. tuk roset atau inkubasi dengan antibodi monoklonal terhadap
MANIFESTASI KLlNlS. Penderita ini mempunyai riwayat ab- sel-T plus komplemen. Kedua metode ini memperkaya sus-
ses stafilokokus sejak masa bayi yang melibatkan kulit, paru- pensi sel akhir untuk sel induk. Penderita dengan bentuk
paru, sendi, dan tempat-tempat lain; pneumatokel menetap ter- imunodefisiensi seluler yang tidak begitu berat, seperri sin-
jadi sebagai akibat pneumonia berulangnya. Dermatitis pruritis droma Nezelof, sindroma WiskotrAldrich, defisiensi sitokin,
yang terjadi tidak khas untuk ekzema atopik, dan tidak selalu atau defisiensi antigen MHC, akan mengadakan reaksi peno-
menetap, dan gejala-gejala alergi pernafasan biasanya tidak ada. lakan walaupun dilakukan cangkok sumsum tulang HLA yang
Kenyataan bahwa baik laki-laki maupun wanita dapat ter- identik, kecuali kalau mereka diobati dengan agen imunosu-
kpna, seperti halnya anggota keluarga generasi berikutnya, presif sebelum transplantasi. Beberapa penderita dengan sin-
memberi kesan bentuk pewarisan autosomal-dominan dengan droma WiskotrAldrich, defisiensi adhesi leukosit 1 (leukocyte
penetrasi tidak sempurna. adhesion deficiency I = LADI), dan bentuk defisiensi imuno-
Tanda-tanda laboratorium termasuk kadar serum IgE yang seluler parsial lain telah diobati dengan transplantasi sumsum
sangat tinggi; kadar serum IgD naik; biasanya kadar IgG, IgA, tulang identik-HLA pasca imunosupresi.
dan IgM normal; eosinofilia darah dan sputum nyata; respons Dari tahun 1968 sampai tahun 1977 hanya 14 (atau 29Vo)
antibodi anamnestik (memori) abnormal rendah; dan respons dari 48 bayi SCID di seluruh dunia yang berrahan hidup lama
humoral dan seluler terhadap neoantigen buruk (lihat Tabel setelah dilakukan transplantasi sumsum tulang HLA kelas II
119-1). Pemeriksaan in vitro menunjukkan persentase limfosit- yang cocok dan berhasil. Mungkin karena diagnosis dilakukan
CD2, -CD3, -CD4, dan -CD8 positif normal. Namun, secara lebih awal sebelum berkembangnya infeksi oporrunis yang ri-
paradoks, sel B penderita ini menunjukkan kadar sintesis IgE dak dapat diobati, hasil transplantasi sumsum tulang telah sa-
yang terangsang IL-4 secara in vitro amat rendah, memberi,ke- ngat membaik selama dekade terakhir ini. Survai di seluruh
san bahwa mereka telah dirangsang secara, maksimal oleh ka- dunia akhir-akhir ini yang dilakukan oleh penulis menunjuk-
dar IL-4 endogen yang tinggi. Penyebab utama gangguan ini kan bahwa 195 dari 243, atau 807o penderita dengan imunode
tetap tidak diketahui, walaupun telah diduga karena ketidakse- fisiensi primer yang ditransplantasi dengan sumsum tulang
imbangan sel tipe THI dan TH2. Kebanyakan penderita mem- HlA-identik dapat bertahan hidup selama 26 tahun terakhir.
punyai respons proliferatif limfosit T terhadap mitogen yang Namun, yang paling membesarkan hati adalah hasil transplan-
normal, tetapi respons terhadap antigen atau sel alogenik dari tasi sumsum tulang haploidentik (setengah-cocok) yang ko-
anggota keluarga sangat rendah atau tidak ada. Ada penurunan song-sel-T pada penderita dengan imunodefisiensi primer.
persentase sel T dengan fenotip (CD45RO) memori dalam da- Dari survei yang sama dipastikan bahwa 535 transplan telah
rah penderita ini. Darah, sputum, dan potongan histologis lim- dilakukan selama 12 tahun terakhir, dan 291 (atau 54Vo) dari-
fbnodi, limpa, dan kista paru menunjukkan eosinofilia yang nya bertahan hidup. Yang lebih mengesankan, kebanyakan
mencolok. Benda Hassal dan arsitektur timus normal. Ingesti dari 535 resipien ini dapat meninggal, bila teknik pengosongan
sel fagosit, metabolisme, dan pembunuhan serta aktivitas kom- sel T ini belum dikembangkan. Terapi penggantian enzim de-
plemen hemolitik total normal pada semua penderita. Cacat ngan ADA bovin yang dimodifikasi dengan polietilen glikol
kemotaksis mononuklear dan/atau polinuklear yang berubah- (polyethylene glycol-modified bovine ADA * PEG-ADA) yang
ubah ada pada beberapa penderita tetapi hanya beberapa dian- diberikan secara subkutan sekali seminggu telah menghasilkan
taranya, dan karenanya bukan merupakan masalah dasar. perbaikan klinis dan imunologis pada sekitar 30 penderita
defisien-ADA. Namun transplantasi sumsum tulang tetap me-
PENGOBATAN. Terindikasi pemberian penisilin resisten-
rupakan obat pilihan, sehingga terapi PEG-ADA tidak boleh
penisilinase jangka panjang, dengan tambahan zat antibiotika
dimulai pada saat pertamakali, karena akan memberikan ke-
lain dan anti jamur seperlunya.untuk infeksi spesifik. IVIG ha-
mampuan penolakan terhadap cangkok. Sampai terapi gen sel
rus diberikan pada penderita defisien-antibodi, dan pembedah-
somatik lebih berkembang sepenuhnya, transplantasi sumsum
an torak yang sesuai harus diberikan untuk pneumatokel yang
tulang tetap merupakan terapi yang paling penting dan efektif
mengalami superinfeksi atau yang menetap lebih dari 6 bulan.
untuk cacat sistem imun sejak lahir ini.

1 14 Pengobatun Imunodefisiensi
19. Se-
Buckley RH, Wray BB, Belmaker EZ: Extreme hyperimmunoglobulinemia E
luler and undue susceptibility to infection. Pediatrics 49:59,1972.
Buckley RH, Schiff SE, Schiff RI, et al: Haploidentical bone marrow stem
Transplantasi MHC yang cocok atau sumsum tulang ha- 'cell transplantation in human severe combined immunodefici€ncy. Semin
Hematol 30:92,1993.
ploidal parentral merupakan pengobatan pilihan untuk pende-
Deny JMJ, Ochs HD, Fancke U: lsolation of a novel gene mutated in
rita dengan cacat sel-T atau sel-T dan -B kombinasi yang me- Wiskott-Aldrich syndrome. Cell 78:635. 1994.
matikan. Risiko utama pada resipien transplan sumsum tulang Fischer A, Landais P; Friedrich W: European experience of bone marrow
adalah risiko penyakit cangkok-lawan-hospes. Perkembangan transplantation for severe combined immunodeficiency. Lancet 336:850,
I 990.
teknik untuk pengosongan semua sel T pasca-timus dari sum-
Hershfield MS, Buckiey RH, Greenberg ML, et al: Treatment of adenosine
sum tulang donor memungkinkan penggunaan sel sumsum tu- deaminase deficiency with polyethylene glycol-modified adenosine deami-
lang haploidentik (setengah-cocok) yang aman dan berhasil nase (PEG-ADA). N Engl J Med 3 l6:589, 1987.
714 BAGIAN XM Sistem Imunologis dan Gangguannya

Klein C, Lisowska-Grospierre B, LeDeist F, et al: Major histocompatibility TABEL 120-1 Unsur-unsur Sistem Komplemen*
complex class II deficiency: clinical manifestations, immunologic features,
and ourcome. J Pediatr 123921,1993.
Marken ML: Purine nucleoside phosphorylase deficiency. Immunodefic Rev
3:45.1991.
Noguchi M, Nakamura Y, Russell SM, et al: Interleukin-2 receptor gamma
chain: a functional component of the interleukin-7 receptor. Science
262:1971 . 1993.
Noguchi M, Yi H, Rosenblatt HM, et al: Interleukin-2 receptor gamma chain
mutation results in X-linked severe combined immunodeficiency in hu_
mans. Cel[ 73:147, 1993.
Puck JM. Deschenes SM, Porter JC, et al: The interleukin-2 receptor gamma
chain maps to Xql3.l and is mutated in X-linked severe combined immu_
nodeficiency, SCIDXL Hum Mol Genet 2:1099. 1993.
Russell SM, Keegan AD, Harada N, et al: Interleukin-2 receptor gamma
chain: a functional component of the interleukin-4 receptor. Science
262:1880.1993.
Voss SD, Hong R, Sondel PM: Severe combined immunodehciency,
interleukin-2 (IL-2), and theIL-2 receptor.: experiments ofnature continue
to point the way. Blood 83:626,1994.

t Bee I20
Sistem Komplemen

Richard B. Johnston, .Ir

KOMPLEMEN

Komplemen mulanya ditentukan melalui pemeriksaan bak- * CR, reseptor komplemen; IL, interleukin
teriolisis, yang memerlukan antibodi spesifik maupun nonspe-
sifik, prinsip saling melengkapi yang labil-panas, sekarang di-
sebut komplemen. Pada tahun 1960, sembilan komponen kom-
plemen diketahui, salah satu darinya mempunyai tiga subkom- ponen-komponen yang lain bereaksi sesuai urutan angka yang
ponen. Pada awal tahun 1970 jalur utama aktivasi komplemen tepat, C56789. C1 mempunyai tiga subkomponen, Clq, Clr,
kedua, jalur alternatif telah diuraikan. Sistem yang kedua dan Cls. Fragmen-fragmen komponen hasil pemecahan kom-
mempunyai dua faktor unik. Lagipula, setidak-tidaknya tujuh ponen lain berperan sebagai enzim yang ditandai dengan huruf
(mungkin 10) pengatur yang mengendalikan aktivitas salah kecil (a, b, c, d, atau e); dengan pengecualian fragmen C2, po-
satu atau kedua jalur ada dalam serum, dan setidak-tidaknya tongan yang lebih kecil yang dilepaskan ke dalam cairan seke_
lima pengatur protein tersebut ada pada permukaan sel. Sistem lilingnya ditandai dengan huruf kecil a, dan bagian molekul
yang semula empat komponen, C1423, sekarang disebut seba- utama, terikat pada komponen lain atau pada beberapa bagian
gai jalur klasik. Istilah sistem komplemen, seperti yang seka- kompleks imun, ditandai dengan b, misalnya C3a dan C3b.
rang telah dikonsepkan secara luas merujuk pada kedua jalur, Bila komponen diaktifkan (menjadi enzim aktif), di atas angka
yang berinteraksi dan aktivitas penuhnya tergantung satu sama ditempatkan batang (garis) misalnya C l.
lain, kompleks serangan membran (C5b6759), dibentuk dari Komponen jalur alternatif ditandai dengan huruf besar: B
aktivitas salah satu jalur, lima protein pengatur membran, pro- dan D, seperti halnya pengendali protein I dan H, yang meng-
tein pengatur serosa, dan delapan reseptor sel membran yang atur penurunan kedua jalur. Faktor B mempunyai bentuk aktif
me;igikat komponen-komponen atau fragmen-fragmen kom- yang ditandai Bb. C3 (terutama fragmen utamanya, C3b), me-
plemen (Tabel 120-1). Semua dari20 komponen dan pengatur rupakan komponen jalur klasik maupun alternatif.
serum adalah protein. Bersama-sama mereka menyusun sekitar KONSEP UMUM. Komplemen adalah sistemprorein yang se-
107o fraksi globulin serum. Kadar normal komponen komple- dang berinteraksi. Fungsi biologis sistem tergantung pada in-
men serum pada anak diberikan dalam Kisaran Rujukan untuk teraksi komponen-komponen satu persatu, yang terjadi dengan
Uji Laboratorium, Bab 670. cara berurutan. Keadaan ini disebut sebagai kaskade, analogi
TATANAMA. Istilah yang dipakai unruk komplemen terasa dengan sistem pembekuan darah; aktivasi dari setiap kompo_
aneh, tetapi logis dan terdiri atas hanya beberapa aturan: Kom- nen (kecuali yang pertama) tergantung pada aktivasi kompo_
ponen ditandai dengan angka-angka dalam urutan penemuan- nen sebelumnya atau komponen-komponen yang berurutan.
nya dan didahului dengan huruf C. Sayangnya, empat kompo- Interaksi terjadi sepanjang dua jalur: jalur klasik, dalam
nen pertama yang berurutan saat ditemukan tidak saling mem- urutan antigen-antibodi-C1 42356789; dan jalur alternatif, da_
pengaruhi, tetapi lebih tepatnya dalam urutan C1423. Kom- lam urutan aktivaror-(antibodi)-C3bBD-C356799. Anribodi
120 I Sisfem Komplemen 715

SISTEM KOMPLEMEN
JALUR KLASIK JALUR ALTERNATIF

Gambar 120-1. Urut-urutan akti-vasi


komponen komplemen jalur klasik (C-CRP) C4a 'C-kinin l"; "Pl ft
dan lnteraksi dengan jarur
(Ag = antigen [bakteri, virus 1':$i.;i AsAogg: ssAbg i%il1ilt3"16%. snubclzs;+-r lJlcmno -r--rz-- ea

mor, atau eritrositl; Ab = antibodi Properdin Permukaan


{
--l-
tcl lN[l I Faktor D "pengaktif'
[hanya kelas IgG atau IgM]; C-CRp
B ------1
C3 Faktor B-----1
= karbohidrat-pro- tein-c-reaktif; c1
il\,tl = cl inhibitor [penghambail: I
= l-c9b
protein
faktor I; C4-bp = C4-binding
I - Granulositosis C3e
H).
= protein pengikatc4; H = fa'ktor
dikurung
Protein pengatur hambatan -Tfi;IEin_--l
TT%Tel-n-l f-_ Anafitaroksin c3a
r

da-lam kotak. Protein S adalah r---F::----r I inhibisi


''penghambat prolein" yanl ' l Proteln I

C 14b2a3b Fasositosis dn sitotoksisitas


I . --T- AgAb "
baik yang bekerja pada u"''o'.li'lXi ur cs|oz
us^dtrrvd ca s"Lier
'"ningkar
rangan membran (C5b6789). I "",,."r"ji,1?n"?lr"
:1'5cr \ r:z l^"
ngisb-s --€€-agc5b67 Yagcso6 . c6 iubanafitatoksin
Kemotaksis
CSa
Sitoiisis

J mempercepat frekuensi aktivasi jalur alternatif, tetapi aktivasi lain yang dapat mengaktifkan Cl secara langsung, tanpa perlu
dapat terjadi pada permukaan yang tepat bila tidak ada anti-bodi. antibodi, adalah bakteri tertentu, mikoplasma dan virus RNA,
Jalur klasik dan alternatif saling mempengaruhi satu sama lain kristal asam urat, komponen lipid A endotoksin bakteri, dan
melalui kemampuan keduanya unuk mengaktifkan C3. membran organela intraseluler tertentu.
Interaksi komponen-komponen komplemen yang bekerja- pada
dua langkah jalur klasik berikutnya, fragmen-fiag-
atyal lclQ3) menghasilkan pembentukan sederetan enzim ak-
men polipeptioa aipecarr dari c4 dan C2 selama aktivasi dan
tif' c I' cAZ danc423'Dengan demikian "aktivasi" menunjuk fiksasinya dengan kerja enzimatis
pada penyusunan kembali (transformasi) kompon:"
cr. Salah satunya, peprida
serupa kinin yang merupakan pecahan dari c2,dapat mengim-
,:tit:?"]
menjadi bagian dari enzim yang aktif' t"outtLlll;,]":1?f"l bas permeabilitas
vaskuler dan edema melatui kerja tangsung
antara c5b' c6' c] c8, dan c9 adalah nonenzimatis' Dalam pada
' venula pasca kapiler. peptid c4a mempunyai aktivitas
hasil dari interaksinya dengan an- anafilatoksin;
llt 9.1'.ikli"u:i T."t1!akan
tibodi' Aktivasi C4' C2' c3, dan c5 serta faktor B jalur alterna- diaior kimia
bereaksi dengan sel masr dengan melepaskan me-
hipersensitivitas cepat, termasuk histamin. Fiksasi
tif' adalah akibat pemecahan oleh komponen yang diaktifkan c4b pada kompleks memungkinkannya
melekat pada berbagai
sebelumnya' Dengan demikian aktivasi komponen awal meng-
sel mamaria, termasuk neutrofil, monosit, dan eritrosit.
hasilkan enzim yang melekat pada kompleks antigen-anribodi
dan mengkatalisis reaksi pada komponen berikuirya, sedang Pemecahan C3 dan pembentukan C3b merupakan langkah
komponen yang bekerja kemudian (C6- C9) -eietat paal berikut dalam urutan dan yang paling penting berkenaan de-
kompleks atau pada sel yang mendasari dehgan interaksi yang ngen aktivitas biologi' Pecahan C3 dapat diperoleh melalui
tergantung pada perubahan konfigurasinya. Cl4Z konvertase C3 jalur klasik, atau melalui konvertase C3
Prinsip dasaiini dapat digambarkan dengan analisis urut-
jalur alternatif' C3bBb (lihat di belakang)' Bila melekat pada
urutan aktivasi yang lebih rinci. kompleks, C3b memungkinkan perlekatan kompleks antigen-
URUT-URUTAN AKTIVASI. Urur-urutan interaksi komponen antibodi pada sel dengan reseptor untuk C3b (reseptor kompo-
jalurklasik, interdigitasi antarajalurklasikdan alternatif, hasil nen 1, meliputi limfosit B, eritrosit, dan sel fagosit
^9ntl'
(neulrofil, monosit, dan makrofag), pada yang terakhir, me-
samping kimia dan beberapa fungsi reaksi ini, serta pengatur
sistem tersebut dirangkum pada Gambar 120-1.
" nimbulkan fagositosis. Tanpa C3 terikat pada mereka, fagosi-
Urut-urutan dimulai dengan fiksasi Cl, melalui Clq, pada tosis pada kebanyakan mikroorganisme in vitro, terutama oleh
bagian pengikat Fc non-antigen molekul antibodi ,.ruduh in- neutrofil, amat tidak efisien'-Infeksi piogenik berat yang biasa-
reraksi antigen-antibodi. Trikompleks Cl mengubah konfigu- nya terjadi pada penderita yang kekurangan C3 menunjukkan
rasinya, dan subkomponen Cls menjadi enziri aktif, CT
"es- b{ya tanpa C3, fagositosis juga tidak efisien secara in vivo.
- Aktivitas biologi C3b dikendalikan oleh pemecahan faktor I
rerase.
Protein C-reaktif (C-reactive protein = CRp), yang be-. (inaktivator C3b) menjadi ic3b, yang dihancurkan lebih lanjut
reaksi dengan C karbohidrat mikroorganisme dan meni*ngkat oleh faktor I dan serum atau enzim jaringan menjadi C3c,
pada keadaan radang terlentu, dapat menggantikan anti|odi yang dilepaskan, menjadi C3dg dan C3d yang tetap teri-
{an
dalam fiksasi Clq dan memulai reaksi di seluruh urutan. pro- kat. iC3b meningkatkan fagositosis pada ikatan terhadap re-
tein C-reaktif beriungsi seperti antibodi, walaupun dapat ber- septor iC3b (CR3) pada fagosit. Reseptor untuk C3dg dan C3d
gabung dengan hanya sedikit "antigen" spesifik, uku*n se.tu terdapat pada limfosit B (CR2) dan fagosit (CR4). Pemecahan
strukturnya sangat berbeda. Reaksilni mempunyai kemampu- C3c lebih lanjut membentuk C3e, yang mengimbas pelepasan
an untuk memulai reaksi radang bila tidak ada antibodi. Alen granulosit dari sumsum tulang'
716 BAGIAN XM Sistem lmunologis dan Gangguannya

Peptida C3a, dihasilkan ketika C3 diaktifkan melalui salah yang dapat dipecah menjadi 86 oleh D, yang ada sebagai
satujalur, mempunyai aktivitas anafilatoksin. Peran C423 utuu enzim proteolitik aktif. Kompleks C3bBb menjadi suatu kon-
konvertase C5 jalur alternatif pada C5 yang melepaskan C5a, vertase C3 yang efisien, yang menghasilkan lebih banyak C3b
suatu anafilatoksin kuat yang dapat bereaksi dengan neutrofil, melalui "putaran tambahan" (lihat Gb.120-l). p dapat mengi-
makrofag, sel mast, sel otot polos, dan sel T tertentu untuk kat C3bBb, menambah stabilitas enzim dan melindunginya
mengimbas pelepasan berbagai mediator radang. Peptida yang dari inaktivasi oleh faktor I dan H, yang berperan untuk meng-
sama ini berperan sebagai penarik kimia yang kuat untuk sel atur perputaran. Pemecahan B melepaskan Ba, yang mempu-
fagosit. nyai aktivitas kemotaktik lemah.
urut-urutan "serangan membran" menimbulkan sitolisis Bahan-bahan tertentu menambah aktivasi jalur alternatif
mulai dengan perlekatan C5b pada enzim pengaktif-C5 dari jika C3b dilekatkan pada permukaannya, misalnya asam
jalur klasik, C4b2a3b, atau dari jalur alternarif, C3bBb3b. C6 teikoat dari dinding sel bakteri, lipopolisakarida endotoksik.
terikat pada C5b tanpa dipecah, menstabilkan fragmen C5b. atau kumpulan imunoglobulin, terutama kelas IgA. Aktivasi
Kompleks C5b6 kemudian berpisah dari C423 dan bereaksi de- ini tergantung pada kemampuan kompleks enzim C3bBb mela-
ngan C7. Kompleks C5b67 harus melekat pada membran sel kukan pengendalian yang efisien selain itu digunakan oleh
segera atau kehilangan aktivitasnya dan tetap dalam fase cair. faktor-faktor I dan H. Permukaan sel darah merah kelinci juga
Selanjutnya, C8 melekat, dan kompleks C5b678 kemudian melindungi C3bBb dari inaktivasi. Fenomena ini berperan se-
mendorong penambahan molekul C9 multipel. Polimer C9 bagai dasar untuk analisis aktivitas jalur alternatif serum. En-
dari sekurang-kurangnya tiga sampai enam molekul memben- dotoksin dapat mengubah permukaan sel "yang tidak aktif in
tuk saluran transmembran, dan terjadi lisis. vivo secara normal sehingga C3bBb relatif terlindungi dari
Mekanisme pengendalian bekerja pada beberapa titik untuk inaktivasi, merupakan sebagian penjelasan aktivasi jalur alter-
mencegah sistem dalam aktivitas merusak diriny^a sendiri yang natif pada penderita dengan bakteremia gram-negatif. Asam
tidak perlu atau merugikan hospes. Globulin- '. penghambat sialat pada permukaan mikroorganisme atau sel mencegah
Cl (Cl INH), menghambat aktivitas enzim CJs dan dengan pembentukan konvertase C3 jalur alternatif efektif dengan me-
demikian, pemecahan C4 dan C2. C2 yang diaktivasi mempu- naikkan aktivitas I dan H.
nyai waktu paruh sekitar 8 menit pada 37 _C, dan ketidak sta- Walaupun C3bBb dapat mengatifkan C3 secara efisien
bilan relatif ini membatasi umur efektif C42 dan C423. Enzim pada hanya beberapa varietas yang permukaannya terbatas,
.ialur alternatif yang mengaktifkan C3. C3bBb. juga mempu- aktivasi C3 yang bermakna dapat terjadi melalui jalur ini, dan
nyai waktu paruh pendek, meskipun waktu paruh ini dapat hasil aktivitas biologisnya secara kualitatif sama seperti ak-
diperpanjang dengan pengikatan properdin (P) pada kompleks tifvitas yang diperoleh melalui aktivitas dengan Crzq, seperri
enzlm. Serum berisi protein "anafilatoksin inaktivator", suatu yang terdapat pada Gambar 120-1.
enzim yang memecah arginin karboksiterminal dan C4a, C3a, PERAN SERTA DALAM PERTAHANAN HOSPES. Nerralisasi
dan C5a, dengan demikian penurunan aktivitas anafilatoksik virus oleh antibodi dapat diperbesar dengan Cl dan C4. Bila
dan kemotaktik C5-nya mencolok. Faktor I menginaktifkan kadar antibodi rendah. fiksasi tambahan C3b pada kompleks
C4b dan C3b, dengan demikian berperan sebagai cara yang antigen virus-antibodi melalui jalur klasik atau alternatif mem-
penting dalam mengendalikan kedua jalur. Faktor H memper- perbaiki netralisasi; C5 dan C6 sedikit menambah pengaruh
cepat inaktivasi C3b oleh I. Faktor analog, C4 pengikat protein ini. Karenanya, komplemen terutama penting pada fase awal
(C4-bp), mempercepat pemecahan C4b oleh faktor L Tiga pro- infeksi virus ketika antibodi masih terbatas. Antibodi dan
tein peryusun membran sel, CRl, protein kofaktor rnembran, komplemen dapat juga melenyapkan kemampuan menginfeksi
dan faktor yang mempercepat kerusakan (decay accelerating dari, setidak-tidaknya, beberapa virus, dengan menimbulkan
factor = DAF), menambah perpecahan C3 dan konvertase C5 "lubang" komplemen yang khas dalam virus, seperti terlihat
yang disatukan pada membran tersebut. Protein terkait-mem- dengan mikroskop elektron. Virus tumor RNA binatang berin-
bran sel lain (protein pengikat C8 dan CD59) dapat mengikat teraksi secara langsung dengan Clq manusia bila tidak ada an-
C8 atau C8 maupun C9, karenanya mengganggu penyisipan tibodi dengan akibat aktivasi jalur klasik dan lisis virus. Kea-
kompleks-serangan-membran (C5b6789). Protein serum ter- daan ini mungkin merupakan mekanisme pertahanan alamiah
tentu (protein S, atau vitronektin, yang paling baik yang se- yang membatasi infektivitas virus ini pada manusia. Fiksasi
dang diteliti) dapat menghambat perlekatan kompleks C5b67 C1q dapat mengopsonisasi (menaikkan fagositosis) melalui
pada membran sel, mengikat C8 atau C9 pada kompleks perlekatan pada salah satu dari dua tipe reseptor C1q.
serangan-membran penuh, atau kalau tidak mengganggu pem- C4a, C3a, dan C5a dapat melekat pada sel mast dan ka-
bentukan atau pemasukan kompleks ini. renanya memicu pelepasan histamin dan mediator lain, me-
JALUR ALTERNATIF. Jalur alternatif dapat diaktifkan oleh nyebabkan vasodilatasi dan pembengkakan serta kemerahan
C3b yang dihasilkan melalui aktivitas jalur klasik, melalui pro- radang. C5adapat mengimbas monosit untuk melepaskan sito-
tease leukosit yang dilepaskan oleh proses degranulasi atau kin, faktor nekrosis tumor dan interleukin 1, yang memperbe-
mungkin melalui aktivasi trombin atau plasmin selama koa- sar respons radang. C5a merupakan rangsangan kimia utama
gulasi darah. Dapatjuga.diaktifkan oleh bentuk C3 yang dicip- untuk influks neutrofil, monosit, dan eosinofil kedalam
takan oleh reaksi C3 alami. spontan, tingkat rendah dengan tempat-tempat radang yang dapat secara efisien memfagosito-
molekul air, yang terjadi secara konstan dalam plasma. Bila sis mikroorganisme yang diselimuti (diopsonisasi) dengan
terbentuk, C3b atau C3 yang terhidrolisis ini dapat melekat C3b atau pecahan C3b (ic3b). Inaktivasi C3b terikat sel lebih
pada setiap sel didekatnya atau pada faktor B. Faktor B mele- lanjut dengan memecah C3d melepaskan aktivitas opsonisasi-
kat pada C3b dalam plasma atau pada permukaan partikel nya. Fiksasi C3b pada sel sasaran dapat memperbesar lisisnya
121 I Penyakit Sistem Komplemen 717

melalui sel "pembunuh" pada sistem sitotoksisitas sehrler, ter- SLE tanpa serologi SLE khas, ruam kronis yang pada biopsi
gantung pada antibodi. menunjukkan dasar vaskulitis, atau glomerulonefritis mem_
Kompleks imun yang tidak larur dapat dilarutkan jika kom- branoprolifertif (membranoprolferative glomerulonefritis =
pleks ini mengikat C3b, tampaknya karena C3b mengganggu MPGI\D. Tiga anak dengan defisiensi Clq menderita infeksi
kisi-kisi antigen-antibodi yang rapi. Pengikatan C3b ke kom- serius, dua dari anak ini meninggal karena meningitis_sep_
pleks juga memungkinkannya melekat pada reseptor C3 (CRl) tikemia. Defi-siensi Clr dapat terjadi sebagai kelainan tung
sel darah merah, yang kemudian mengangkut kompleks pada gal atau bersama dengan defisiensi C1s:
makrofag menetap untuk dibuang. Penemuan ini memberi
Seperti individu dengan defisiensi C1q, penderira dengan
penjelasan terbaik karena penyakit kompleks imun ditemukan
defisiensi Clr, Clr/Cls, C4, C2, dan C3 mempunyai in_
pada penderita yang kekurangan C1, C4, C2, atau C3.
sidens sindroma vaskulitis tinggi (lihat Tabel 121-l), terurama
Sistem komplemen dapat dilibatkan pada segi-segi tertentu
SLE atau sindroma seperti SLE yang antibodi antinuklearnya
imunitas seluler spesifik limfosirB dan T. partikel-partikel
tidak meningkat. Beberapa penderita dengan defisiensi C5,
yang diselimuti C3b dan C3d dapat melekat pada limfosit B,
C6, C7, atau C8 juga menderita gangguan serupa, tetapi in-
yang tampak mengaktifkan meieka dan memperbesar respons
feksi akibat neiseria yang berulang jauh lebih mungkin meru-
antibodi primer. C3a dapat menekan pembentukan antibodi,
pakan masalah utama pada kelompok ini. Alasan untuk keja_
sedang C5a dan Clq tampak memperbesar respons ini. C3e,
dian yang bersamaan dari defisiensi komponen-komponen
produk pecahan yang dihasilkan selama inaktivasi C3, meng-
komplemen dan penyakit "autoimun" ini tidak seluruhnya je-
imbas penambahan granulosit dalam sirkulasi.
las, tetapi pengendapan kompleks autoimun C3 mempermudah
Netralisasi endotoksin in vitro dan proteksi dari pengaruh pembuangannya dari sirkulasi melalui pengikatan ke reseptor
mematikannya pada binatang percobaan memerlukan kompo-
komplemen I (CR) pada eritrosit dan pengangkutan ke limpa
nen-komponen komplemen yang bekerja lebih lambat, setidak-
dan hati. Tidak efisiennya proses ini merupakan penjelasan pa-
tidaknya melalui C6. Akhirnya aktivasi seluruh deretan kom-
ling baik dari kecenderungan (predisposisi) tertentu terhadap
plemen dapat menghasilkan lisis sel yang terinfeksi virus, sel
penyakit kolagen-vaskuler pada individu dengan cacat pada
tumor, dan kebanyakan jenis mikroorganisme. Aktivitas bak- jalur klasik.
terisidal komplemen tampaknya tidak penting pada pertahanan
Beberapa penderita dengan defisiensi C2 menderita penya-
hospes, kecuali pada infeksi Neisseria pada penderita yang ke-
kurangan komponen-komponen komplemen yang bekerja le-
kit septikemia berulang yang membahayakan, yang paling se-
bih lama (Bab 121).
ring karena pneumokokus. Kebanyakan diantaranya tidak
mempunyai masalah dengan bertambahnya kerentanan terha_
dap infeksi; agaknya karena fungsi protektif jalur alternatif.
Berger M, Frank MM: The serum complemenr system. /,- Stiehm ER (ed): Im- Gen C2, faktor B, dan C4 terletak berdekatan saru sama lain
munologic Disorders in Infants and Children. 4th ed. Philadelphia, WB pada kromosom 6, dan penurunan kadar faktor B dapat terjadi
Saunders, in press.
bersamaan dengan defisiensi C2. Orang yang menderita de-
Johnston RB Jr: The complement system in host defense and inflammation:
the cutting edges of a double edged sword. Pediatr Infect Dis J 12:933, fisiensi kedua protein ini mungkin berada pada risiko tertentu.
r 993. Karena C3 dapat diaktifkan oleh Cl42 atau oleh jalur alrer-
Kinoshita T, Farries TC, Atkinson JP, et al: The biology of complement. Im-
natif, cacat pada fungsi salah satu jalur dapat dikompensasi,
munol Today t2:291. 1991.
Mtiller-Eberhard HJ: Complement: chemistry and pathways. ra, Gallin JI, sekurang-kurangnya sampai batas-batas tertentu. Namun, tan-
Goldstein IM, Snyderman R (eds): Inflammation: Basic Principles and pa C3, fragmen kemotaktik dari C5 (C5a) tidak dihasilkan,
Clinical Conelates,2nd ed. New York, Raven Press, 1992,p.33. dan opsonisasi bakteri tidak efisien. Beberapa organisme harus
diopsonisasi dengan baik agar dapat dihilangkan, dan defisi-
ensi C3 genetik dikaitkan dengan infeksi piogenik berat beru-
lang akibat pneumokokus dan meningokokus. Beberape.
penderita defisien-C3 mempunyai respons neutrofilik terhadap

I Bee I2l infeksi yang lambat, sesuai dengan laporan bahwa pemecahan
faktor C3 menimbulkan kenaikan neutrofil darah.
Lebih dari setengah individu yang dilaporkan menderira
P enyakit Sistem Komplemen defisiensi C5, C6, C7, atau C8 kongenital menderita meningi-
tis meningokokus atau infeksi gonokokus ekstragenital. Sedi-
Richard B. Johnston, Jr. kit diantaranya menderita penyakit kolagen-vaskuler. pada
tujuh penelitian dengan penyakit meningokokus sistemik, se-
kitar l5Vo menderita defisiensi genetik C5, C6, C7, Cg, atau
C9. Tidak jelas mengapa penderita dengan defisiensi salah
121.1 Defisiensi Primer Komponen satu komponen yang bekerja lambat menderita kencenderung-
Komplemen an tertentu untuk infeksi neiseria; kemungkinan bahwa bakte-
riolisis serum sangat penting dalam pertahanan melawan or-
Defisiensi kongenital semua dari I I protein jalur klasik ganisme ini, tetapi beberapa orang dengan defisiensi demikian
dan jalur serangan membran serta faktor D jalur alternatif telah tidak mnderita penyakit yang berarti. penderita dengan defisi_
diuraikan (Tabel l2l - I ). ensi C9 mempertahankan titer komplemen hemolitik sekitar
Kebanyakan penderita dengan defisiensi CLq primer men- setengah-normal; sepertiga dari penderita ini telah pernah
derita lupus eritematosus sistemik (SLE), sindroma seperti menderita penyakit akibat neiseria.
7',t8 BAGIAN XM .Slsfem Imunologis dan Gangguannya

TABEL 121-1 Defisiensi Genetik Komponen Komplemen Plasma dan Tanda-tanda Klinis yang Menyertai

E $lp f, fffiilitill i:ii::

c,]ql lrn:fr"t#,tr,tr,w pv/DliE


;::::=::ij.piogenik lain, i i ili
l6t{U.ii1:t+11iiifl
it .,
Clr Piogenik lain . Pnzumokokus B/M. 1r.ii.ilii,iiiFN=i'i
":I"DGI
enf.'g
*,
Prnoenik
Piosenik
,:."
Iain
larn " :
:].ii:]*t:::;:::;.;:.:::
llli,li-i::::::=;::ir .i':
.t :ljlt

0a.
C?,.
',P=..i ,1i.l!rii
r:$nitru-}g$i1iii ill
..
iii
SLE. CN. DV/
.:iii'tir|tilig :

,ffir,$fio'ffq'X$;$/;11 1'
pLi.'Cvo tain
I Bffi'ffifilh$-€;!= a

::.::-:j,:::,::=::' l':l:+lllll I i:
_ kbkuSM
C3 .':=
:."iogen]k
faig.,.. rneumoKoKus
rr=!.i
, iliitltit. : l i'.
GN. DV/DLE SLE, CVD lain
l.rtr r ;i'.!:l;;;: ii;i.m:l$l#e!,l$gu:
,,k6ku$rM;:Z;r r,,,,rir,;
,C5r Nrler ngtli usiM;:,-DgI
c6 ., Fl.$=. . SLE.CN,CVD
.nC-$&p$,U9rc.DS-J
Iain
Lr SLE, CVD lain
'
08,, '. ',' SLE, GN
Cg:.r'':i
1-
Patlnt O
.

*Sebuah temuan dikatakart "lazim" jika terjadi pada 50Vo atau lebih dari kasus yang dilaporkan, "kurang lazim" jika dilaporkan pada sekitar 5-50% kasus, 4an
"kadang-kadang"jikaadupadasatuatduduakasusatau 5Vodaridefisiensiyangpalinglazim(KasusdiambildariFigueroaJE,Densenp: Infectiousdiseases
associated with complement deficiencies. Clin Microbiol Rev 4:359, 1991; dan dari Ross SC, Densen P: Complement deficiency states and infection; Epidemiol-
ogy, pathogenesis and consequences of neisserial and other infections in an immune deficiency. Medicine 63 243,1984; tabel dimodifikasi dari Johnston RB Jr:
Disorde." of complement sistem. In: Stiehem ER (ed): Immunologic Disorder in Infants and Children, lth ed. PhiladeLphia, WB Saunders, 1985).
fTiduk ada defisiensi genetik total faktor B yang tehh dilaporkan sampai sekarang.
B/M = Bakteremia atau meningitis; DGI = infeksi gonokokus tersebar (disseminated gonococcal infection),' DV/DLE = vaskulitis dermal atau lupus eritemutusus
diskoid khas (dermal vasculitis or typical discoid lupus erythematosus),' GN = glomerulonefritis dalam berbagai bentuk, seringkali membrarutpr.lferatif; M
=
nteningitis; CVD lain = penyakit kolagen vaskuler lain (hampir semua kemttngkinan diagnosis telah dilaporkan); pi6genik lain = infeksi berat, dalam atau
sistentik karena, dtau khas disebabkan olelt, bakteri piogenik (abses, osteomielitis, pneumonia, bakteremia selain pneumokokus, meningitis selain rneningctkokus
Ltau pneumokokus, selulitis, mioperikarditis dan peritonitis; SLE = Iupus eritematosus sistemik khas atau sindroma seperti SLE tanpa penemuan serobgis yang
khas.

Tiga orang menderita defisiensi faktor-D jalur alternatif. lebih lanjut menunjukkan bahwa defisiensi primernya adalah
Semuanya menderita infeksi ulang. Aktivitas komplemen he- defisiensi faktor I, pengatur kedua jalur yang sangat penting.
molitik dalam serumnya normal, tetapi aktivitas jalur alternatif Defisiensi ini memungkinkan adanya C3b yang lama pada
sangat berkurang, atau tidak ada. konvertase C3 jalur alternatif, C3bBb, menyebabkan aktivasi
Defisiensi C1r, C1rs, C4, C2, C3, C5, C6, C7, C8, dan C9 terus menerus jalur alternatif dan pemecahan C3 ke C3b lebih
diturunkan dengan sifat resesif autosom, dari varietas "kodo- banyak, dengan cara sirkuler. Infus intravena plasma atau fak-
minan autosomal"; yaitu setiap orangtua menurunkan gen tor I yang dimurnikan mengimbas kenaikan kadar C3 serum
yang mengkode untuk sintesis setengah kadar komponen se- segera pada penderita dan mengembalikan fungsi rergantung
rum. Cara penurunan defisiensi Clq dan faktor D, H dan I C3 secara in vitro seperti opsonisasi ke normal.
mungkin juga resesif autosomal. Defisiensi properdin ditu- faktor H serupa dengan pengaruh de-
Pengaruh defisiensi
runkan dengan sifat terkait-X. Bentuk defisiensi C4 yang ja- fisiensi fakor I H membantu dalam membuka
karena faktor
rang dapat diwariskan dengan sifat dominan autosom. konvertase C3 jalur alternatif. Kadar C3, faktor B, aktivitas
hemolitik total, dan aktivitas jalur alternatif rendah atau tidak
dapat terdeteksi pada uji semua penderita. penderita telah
121.2 Defisiensi Protein Pengendalian menderita infeksi sistemik karena bakteria piogenik, terutama
meningokokus; dan glomerulonefritis telah terjadi pada ham-
Komplemen Plasma, Membran, pir setengah kasus. Tiga penderita yang dilaporkan sekarang
atau Serosa dengan defisiensi protein yang mengikat C4 mempunyai se-
kitar 25% kadar protein norrnal dan tidak ada tanda penyakit
Defisiensi fakfor I pada mulanya dilaporkan sebagai de- yang khas.
fisiensi C3 karena hiperkatabolismenya. Penderita pertama Orang dengan defisiensi properdin mempunyai kecende-
digambarkan telah menderita sederetan infeksi piogenik berat rungan terhadap meningitis meningokokus. Semua penderita
yang serupa dengan infeksi piogenik yang ditemukan pada yang dilaporkan adalah laki-laki, dan keluarganya mempunyai
agamaglobulinemia atau defisiensi C3 kongenital. Penelitian riwayat kematian laki-laki yang mencolok karena meningitis.
121 I Penyakit Sistem Komplemen 719

Kecenderungan terhadap infeksi pada penderita ini menunjuk- Penderita dengan lupus eritematosus sistemik (SLE) dan
kan perlunya jalur alternatif pada pertahanan hospes melawan anggota keluarganya yang tidak bergejala menderita defisiensi
infeksi bakteri. Aktivitas komplemen hemolitik serum normal CRL parsial, yang mungkin diwariskan. Defisiensi ini dapat
pada penderita ini, dan adanya antibodi spesifik akan meng- menambah risiko terjadinya penyakit kompleks imun, karena_
hindari perlunya jalur alternatif dan properdin. Beberapa pen- nya turut membantu patogenesis SLE.
derita menderita vaskulitis kulit atau lupus diskoid.
Ada bukti yang kuat yang menunjukkan bahwa cairan se_
Angioedema herediter terjadi pada orang-orang yang dila- rosa sekarang berisi komplemen lain yang mengendalikan pro_
hirkan tanpa kemampuan mensintesis penghambat (inhibitor) tein, suatu protease yang secara normal menghancurkan ak-
C1 yang berfungsi secara nonnal (Cl INH). PadaBSVo keluar- tivitas kemotaktik C5a dan inrerleukin g (IL-g), faktor_fakror
ga yang terkena anggota yang terkena kadar penghambat telah kemotaktik penting untuk neutrofil. Cacat genetik pada pro_
sangat menurun (5-30% normal); pada yang lain l5%o normal tease ini dalam cairan peritoneum dan sinovia menyebabkan
atau terjadi kenaikan kadar protein yang bereaksi silang secara demam Mediterran familial (DMF). penderita dengan DMF
imunologis tetapi tidak fungsional. Kedua bentuk penyakit di- menderita episode demam berulang bersama dengan radang
turunkan dengan sifat dominan autosomal. sendi dan kavum pleura serta peritoneum yang nyeri. Dengan
Bila Cl INH tidak berfungsi, aktivasi Cl membawa pada demikian tampak bahwa C5a atau IL-g atau keduanya ainaiit_
aktiyitas Cl yang tidak terkontrol, dengan pemecahan C4 dan kan pada permukaan serosa pada keadaan normal dan bahwa
C2 dan pelepasan peptid vasoaktif (kinin) dari C2. Edema epi- cairan serosa berisi penghambat agen kemotaktik ini yang ber-
sc4ik, terlokalisasi nonpiting akibat pengaruh vasodilator kinin peran mencegah respons radang yang kalau tidak akan terjadi..
pada venula pascakapiler. Mekanisme bagaimana Cl diakti-
vasi pada penderita ini belum diketahui.
Pembengkakan bagian yang terkena mengelompok dengan 121.3 Gangguan Komplemen Sekunder
cepat, tanpa urtikaria, gatal, perubahan warna, atau kemerahan
dan sering tanpa nyeri berat. Namun pembengkakan dinding Defisiensi Clq parsial terjadi pada penderita dengan pe_
usus dapat menyebabkan kejang abdomen yang kuat, kadang- s i n s i komb inas i atau h i p o g ama g I o b ul i n mi a,
ny akit imuno d efi e e

kadang dengan muntah atau diare; sering tidak bersama edema yang tampaknya akibat defisiensi IgG, yang secara normal
subkutan, dan penderita telah pernah mengalami pembedahan melekat pada C1q seczua reversibel dan mencegah kata_
abdomen atau pemeriksaan psikiatrik sebelum dibuat diagno- bolisme cepalnya.
sis yang benar. Edema laring dapat mematikan. Serangan bera- Serum penderita glomerulonefritis membrqnoprotiferatif
khir 2-3 hari, kemudian sedikit demi sedikit mereda. Serangan kronis berisi protein yang disebut faktor nefritis (NeF) yang
ini dapat terjadi pada tempat trauma, sesudah latihan fisik mendorong aktivasi jalur alternatif. Faktor nefritis, merupakan
yang berat, pada menstruasi, atau pada stres emosi. Serangan antibodi IgG terhadap enzim pemecah-C3 jalur alternatif,
dapat mulai pada usia 2 tahun pertama tetapi biasanya tidak C3bBb, yang melindungi enzim dari inaktivasi. Hasilnya ada-
berat sampai masa anak akhir atau remaja. Keadaan ini mung- lah konsumsi C3 bertambah. Namun kadar C3 serum sangat
kin didapat bersama dengan kanker limfoid atau autoantibodi bervariasi dari penderita ke penderita. Infeksi piogenik, ter_
terhadap Cl INH. Lupus eritematosus sistemik telah dila- rnasuk meningitis dapat terjadi jika kadar C3 serum turun di_
porkan pada penderita dengan penyakit kongenital. Defisiensi bawah sekitar 10Vo normaT. Gangguan ini ditemukan pada
C1 INH didapat dapat terjadi bersamaan dengan gangguan anak dan orang dewasa dengan lipodistrofi parsial. Adiposit
limfoproli-feratif sel B atau autoantibodi terhadap penghambat dapat mensintesis C3, faktor D, dan faktor B; pemaparan pada
(inhibitor). NeF berakibat lisisnya. Faktor IgG nefritis yang melekat dan
Tiga dari komplemen pengendali protein membran, kom- memproteksi C42, konvertase C3 jalur klasik, telah diuraikan
plemen reseptor 1 (CRl), protein kofaktor membran, dan fak- pada nefritis pascainfeksi akut dan pada lupus eritematosus
tor percepatan perusakan (dgcay accelerating factor = DAI), sistemik. Konsumsi C3 yang menandai nefritis pascastrep-
mencegah pembentukan enzim pemecah-C3 keseluruhan, tokokus dan lupus dapat diakibatkan oleh faktor ini, untuk
C3bBb, yang dipicu oleh pengendapan C3b. Dua yang lain, mengaktivasi komplemen oleh kompleks imun, atau kedua-
peghambat lisis reaktif membran (CD59) dan protein pengikat nya. Gangguan yang terkait menggambarkan pentingnya fak-
C8 (C8bp), mencegah perkembangan penuh kompleks serang- tor H dalam menandai kembali konversi C3 yang tidak
an membran yang membentuk lubang. Hemoglobinuria nok- terkendali. Penderita yang telah diuraikan mempunyai peng-
turnal paroksismal merupakan anemia hemolitik yang terjadi hambat faktor H dalam sirkulasi dan glomerulonefritis hi-
ketika DAF, CD59, dan CSbp tidak diungkapkan pada pennu- pokomplementemik membranoproliferatif.
kaan eritrosit. Keadaan ini didapat sebagai mutasi somatik Bayi neonatus diketahui menderita defisiensi ringan sam_
pada sel induk hematopoetik gen PIG-A pada kromosom-X. pai sedang semua komponen sistem komplemen plasma.
Produk dari gen ini diperlukan untuk sintesis normal molekul Opsoni-sasi dan pembentukan aktivitas kemotaktik dalam se_
glikosilfosfatidilinositol yang memasang sekurang-kurangnya rum neo-natus cukup bulan mungkin kadarnya berkurang se_
40 protein membran sel, termasuk DAF, CD59, dan C8bp. cara men- colok baik melalui jalur klasik atau alternatif.
Satu kasus defisiensi CD59 genetik murni menderita penya- Aktivitas kom-plemen bahkan lebih rendah pada bayi preterm
kit seperti PNH ringan walaupun ungkapan DAF membran daripada pada bayi cukup bulan. penderita dengan malnutrisi
normal. Sebaliknya defisiensi DAF genetik murni tidak me- atau anoreksia neruosa dapat juga mengalami pengosongan
nimbulkan anemia hemolitik. komponen dan aktivitas fungsional komplemen yang berarti.
720 BAGIAN XIV f Slsfern lmunologis dan Gangguannya

Walaupun sintesis komponen tertekan pada keadaan ini, serum komplemen, menghasilkan aktivitas khemotaktik. Fototoksisi-
dari beberapa penderita dengan malnutrisi juga tampak berisi tas terkait secara histologis dengan lisis sel endotelial kapiler,
kompleks imun yang dapat mempercepat pengosongan. Sirosis degranulasi sel mast, dan munculnya neutrofil dalam dermis.
hati dan gagal hati kronis berat dapat juga menyebabkan pe-
nurunan sintesis C3.
Penderita dengan penyakit sel sabit mempunyai aktivitas 121.4 Diagnosis Gangguan Sistem
jalur klasik normal, tetapi beberapa mempunyai fungsi jalur al- Komplemen
ternatif yang tidak sempurna pada opsonisasi pneumokokus,
pada bakteriolisis dan opsonisasi salmonela, dan pada lisis eri- Uji untuk aktivitas komplemen hemolitik total 1CH50) me-
trosit kelinci. Deoksigenasi eritrosit penderita dengan penyakit rupakan prosedur skrining yang berguna pada kebanyakan pe-
sel sat;it mengubah. membrannya dengan menambah pema- nyakit sistem komplemen. Hasil normal pada pengujian ini
paran fosfolipid yang dapat mengaktifkan jalur alternatif dan tergantung pada kemampuan semua 11 komponen protein ja-
menghabiskan komponen-komponennya. Cacat jalur alternatif lur klasik dan kompleks serangan membran untuk berinteraksi
telah digambarkan pada sekitar 10% individu yang telah dan melisis eritrosit-terbungkus antibodi. Pengenceran serum
mengalami splenektomi dan pada beberapa penderita dengan yang melisis 50Vo sel menentukan titik akhir. Pada defisiensi
talasemia mayor- Mekanisme yang mendasari cacat pada C1 sampai C8 kongenital, nilai CH50 akan sekirar 0; pada de-
dua gangguan terakhir ini belum ditegaskan. Anak dengan sln- fisiensi C9, nilainya akan mendekati setengah normal. Nilai
droma nefrotik dapat mempunyai aktivitas opsonisasi serum pada defisiensi didapat, tentu saja akan bervariasi sesuai de-
subnormal bersama dengan menurunnya kadar faktor B serum; ngan keparahan gangguan yang mendasari. Pengujian ini tidak
faktor D mungkin juga rendah. akan mendeteksi defisiensi komponen-komponen jalur alter-
Kompleks imun, termasuk mereka yang dicetuskan oleh natif B atau D, atau properdin. Defisiensi faktor I dan H (Bab
mikroorganisme atau produk-sampingnya, dapat mengimbas 120) akan konsumsi C3, dengan pengurangan
i"t":"F1t:Ian
sebagian pada nilai CH'" nya.
konsumsi komponen-komponen komplemen. Aktivasi terjadi
terutama melalui fiksasi Cl ke antibodi dengan demikian , Pada angioedema herediter,-depresi C4 dan C2 selama se-
mencetuskan jalur klasik. Pada lupus eritematosus sistemik, rangan sangat mengurangi CH)0. Kadar C4 dan C3 serum da-
kompleks imun mengaktifkan jalur klasik, dan C3 diendapkan pat ditentukan dengan imunodifusi radial. Pada angioedema
pada tempat cedera jaringan, termasuk ginjal dan kulit, juga herediter, C4 secara khas rendah dan C3 normal. Kadar peng-
ditemukan sintesis C3 yang tertekan. Pembentukan kompleks hambat Cl dapat ditentukan dengan antibodi, tetapi hasil nor-
imun oan konsumsi komplemen telah diperagakan pada lepra mal dapat diharapkan pada sekitar 15% kasus (Bab 120).
Leprotnatosa, endokarditis bakterialis subakul, pintas ventri' Karena C1 bekerja sebagai esterase, diagnosis spesifik dapat
kulojuguler yang terinfeksi, malaria, mononukleosis infek' dibuat dengan menunjukkan kenaikan kapasitas serum pende-
siosa, demam berdarah dengue, dan hepatitis B akut. Nefritis rita menghidrolisis ester sintetik.
atau artritis dapat terjadi sebagai akibat pengendapan kom- Kadar C4 maupun C3 serum yang menurun memberi kesan
pleks imun dan aktivasi komplemen pada infeksi ini. Sindrom aktivasi jalur klasik oleh kompleks imun. Sebaliknya, kadar
urtikaria, angioedema, eosinofilia dan hipokomplementemia C3 yang menurun dan kadar C4 normal memberi kesan akti-
berulang akibat aktivasi jalur klasik dapat dikarenakan adanya vasi jalur alternatif. Perbedaan ini terutama berguna dalam
kompleks imun dalam sirkulasi. Kompleks imun dan ponurun. membedakan nefritis akibat pengendapan kompleks dengan
an C3 dalam sirkulasi telah dilaporkan pada beberapa penderi- nefritis karena NeF (faktor nefritis). Pada keadaan kedua dan
ta dermatitis herpetformis, penyakit seliak, sirosis biliaris pada defisiensi faktor I atau H, faktor B dihabiskan, dan kadar
prhner dan sindroma Reye. serumnya rendah ketika diukur dengan imunodifusi radial.
Pada penderita dengan syok bakteremia, produk-produk Aktivitas jalur alternatif dapat diukur dengan relatif sederhana
bakteri tampak mencetuskan aktivasi jalur alternatif langsung. dan uji hemolitik yang dapat diulangi tergantung pada kapasi-
tnjeksi intravena menggunakan bahan kontras jodium rontge- tas eritrosit kelinci untuk berperan sebagai permukaan "yang
nografi dapat mengimbas aktivasi jalur alternatif cepat dan mengaktifkan" (pemisif) maupun sebagai sasaran aktivitas
berarti, yang dapat menjelaskan sekurang-kurangnya beberapa jalur alternatif.
reaksi sekali-sekali yang terjadi pada penderita yang menga- Cacat fungsi komplemen harus dicurigai pada setiap pen-
lami prosedur ini. derita dengan penyakit kolagen-vaskuler atau nefritis kronis,
Luka bakar dapat mengimbas aktivasi masif sistem kom- atau dengan infeksi piogenik berulang, infeksi neiseria, angio-
plemen, terutama jalur alternatif dalam beberapa jam pasca je- edema, lipodistrofi parsial, atau episode kedua septikemia
jas. Terjadi pembentukan C3a dan C5a, yang merangsang neu- pada umur berapapun. Gangguan komplemen seringkali terde-
trofil dan mengimbas pengasingannya dalam paru-paru. Keja- teksi dengan cara uji komplemen hemolitik yang relatif seder-
dian-kejadian ini dapat memainkan bagian yang penting dalam hana; prosedur ini harus selalu tersedia sebagai uji skrining.
kejadian syok paru-paru pasca jejas luka bakar. Pintas kardio-
pulmonal, pertukaran plasma, atau hemodialisis dengan meng-
gunakan membran selofan dapat disertai dengan sindroma 121.5 Pengobatan Gangguan Sistem
yarg serupa karena aktivasi komplemen plasma, dengan mele- Komplemen
paskan C3a dan C5a. Pada penderita dengan protoporfiria eri-
tropoetik atau porfiria kutaneus tarda, pemaparan kulit pada Tidak ada terapi spesifik yang sekarang tersedia untuk de-
cahaya dengan panjang gelombang tertentu mengaktifkan fisiensi genetik sistem komplemen, tetapi banyak yang dapat
122 I Sisfem Fagosit 721

Oilututun untuk melindungi penderita dengan gangguan ini


dari komplikasi yang serius, Orang dewasa dengan angio-
edema herediter berespons terhadap danazol, androgen sintetik
I Bas 122
dengan virilisasi lemah dan kemampuan anabolik lemah. Obat
tersebut diberikan secara oral, menaikkan kadar penghambat Sistem Fagosit
C1 beberapa kali dan mencegah serangan. Obat ini digunakan
untuk profilaksis jangka pendek, misalnya, untuk bedah mulut,
Robert L. Baehner
dengan memberikannya selama I mingu sebelum pembedah-
an. Belum direkomendasikan untuk penggunaan pada anak. C1
INH murni sedang diteliti untuk penggunaannya selama se-
rangan akut dan untuk profilaksis jangka panjang. 122.1 Fisiologi Normal Respons Fagosit
Hanya manajemen pendukung yang tersedia bagi penyakit Radang
sistem komplemen primer lain. Namun harus ditekankan, bah-
wa identifikasi cacat spesifik pada sistem komplemen mung- Pemahaman gangguan fungsi fagosit memerlukan pengeta-
kin dapat mempunyai dampak yang penting pada kesehatan huan fisiologi normal respons radang sistem fagosit. Fagosit
penderita. Perhatian pada komplikasi yang terkait (penyakit utama adalah neutrofil dan monosit; yang pertama lebih ba-
vaskuler kolagen dan infeksi) harus sangat mendorong upaya nyak dilibatkan pada radang akut dan pembunuhan bakteri dan
diagnostik dan pemberian terapi lebih awal. Dengan mulainya yang kedua pada radang kronis. Eosinofil, walaupun rhampu
demam yang tidak terjelaskan, biakan harus dilakukan dan memfagosit pembunuhan mikroba, berperan serta pada res-
terapi antibiotik diberikan lebih cepat dan dengan indikasi pons alergi dan parasit tertentu. Makrofag yang menetap di ja-
yang kurang ketat daripada pada anak normal. Penderita dan ringan hati, limpa dan paru-paru serta sumsum tulang disiap-
kontak rumah tangga dekat harus diimunisasi dengan vaksin kan oleh sitokin limfosit T untuk mengambil kompleks imun,
untuk pneumo-kokus, H aemop hilus influenzae, dan N eis s eria antibodi, dan sel darah merah serta mikroba yang tersensitisasi
meningitidis. Titer tinggi antibodi spesifik dapat mengop- komple-men, dan puing-puing partikel lain dari sirkulasi.
sonisasi secara efektif tanpa sistem komplemen penuh, dan Neutrofil, eosinofil dan monosit berasal dari sel induk le-
imunisasi anggota rumah tangga dapat mengurangi risiko pe- luhw pluripolen (mampu berkembang dalam berbagai cara)
maparan penderita pada patogen-patogen yang sangat memba- dalam sumsum tulang, yang lebih lanjut didiferensiasi menjadi
hayakan. keturunan spesifik yang ditegaskan dengan biakan in vitro dan
dipengaruhi oleh kelompok sitokin limfosit dan monosit (Gb.
122-1).
Proliferasi sel induk pluripoten optimal memerlukan rang-
Ayesh SK, Azar Y, Bablor BM, et al: Inactivation of interleukin-8 by C5a-
sangan oleh sitokin multipel, termasuk faktor sel induk, inter-
inactivating protease from serosal fluid. Blood 81:1424, 1993.
Colten HR, Rosen FS: Complement deficiencies. Annu Rev Immunol 10:809, leukin (IL)-3, IL-1, IL-6, IL-12, dan faktor perangsang koloni-
t992. granulosit-makrofag (granulocyte-macrophage -colony stimu-
Davis AE III: C1 inhibitor and hereditary angioneurotic edema. Annu Rev Im- lating factor = GM-CSF). Pendahulu mieloid-eritroid multipo-
munol 6:595, 1988.
ten memerlukan pengatur hematopoetik spesifik tambahan, se-
Eichenfield LF, Johnston RB Jr: Secondary disorders of the complement sys-
tem. Am J Dis Child 143:595, 1989. perti eritropoetin untuk perkembangan eritrosit, IL-5 untuk
Fi;reroa JE, Densen P: Infectious diseases associated with complement defi- perkembangan eosinofil, IL-9 dan IL-11 untuk perkembangan
ciensies. Clin Micrbbiol Rev 4:359, 1991. megakariosit, faktor perangsang koloni-makrofag (macro-
Johnston RB Jr: Disorders of the complement system. Dalan: Stiehm ER (ed):
phage-colony stimulating factor = M-CS\ untuk perkem-
Immunologic Disorders in Infants and Children. 4th ed. Philadelphia, WB
Saunders,1995. bangan monosit makrofag, dan faktor perangsang koloni gra-
Kdlble K, Reid KBM: Genetic deficiencies of the complement system and as- nulosit (granulocyte-colony stimulating factor = G-CSF) un-
sociation with disease----early components. Int Rev Immunol 10:17, 1993. tuk perkembangan granulosit. Granulosit neutrofil berprolife-
Notarangelo LD, Chirico G, Chiaia A, et al: Activity of classical and alterna-
tive pathways of complement in preterm and small for gestational age in-
rasi dan dewasa dalam sumsum tulang selama masa 10-12
fants. Pediatr Res l8:281, 1984. hari. Sel-sel ini, berbeda dengan sel-sel induk, dapat dikenali
Ross SC, Densen P: Complement deficiency states and infection: Epidemiol- pada pulasan tercat Wright-Giemsa dengan mikroskop cahaya.
ogy, pathogenesis and consequences of neisserial and other infections in an Proliferasi terdiri atas sekitar lima bagian yang terjadi hanya
immune deficiency. Medicine 63:243, 1984.
selama tiga stadium pertama pematangan neutrofil (mieloblast,
Tedesco F, Niirnberger W, Perissutti S: Inherited deficiencies of the terminal
complement components. Int Rev Immunol 10:51, 1993. promielosit, dan mielosit). Sesudah stadium mielosit, sel-sel
Wang RH, Phillips G Jr, Medof ME, et al: Activation of the altemative com- tersebut menjadi "sel akhir", yang tidak mampu lagi bermito-
plement pathway by exposure of phosphatidylethanolamine and phos- sis dan selanjutnya matang menjadi neutrofil metamielosit, ba-
phatydylserine on erythocytes from sickle cell disease patients. J Clin
lnvest 92:1326, 1993.
tang, dan segmen polimorfonuklear (PMN). Mereka tetap da-
Wiizner R, Orren A, Lachmann PJ: Inherited deficiencies of the terminal com- lam kumpulan penyimpanan yang lebih besar ini selama se-
ponents of human complement. Immunodefic Rev 3:123, 1992. kitar 5 hari pada keadaan normal dan kemudian dilepaskan ke
Yeh ETH, Rosse WF: Perspecfives: Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria and dalam darah, dimana mereka bersirkulasi selama sekttar 8-10
the glycophosphatidylinositol anchor. J Clin Invest 93:2305,1994.
jam dan kemudian bermigrasi ke jaringan dan hidup selama 1

atau 2 hari (Gb.l22-2). Pematangan PMN disertai dengan pe-


rubahan dalam inti dan dengan produksi azurofilik atau gra-
nula primer, atau granula sekunder yang lebih ringan, spesifik,
722 BAGIAN XIV a Sistem lmunologis dan Gangguannya

dan kurang padat. Mieloblas relatif merupakan sel yang tidak Walaupun kemampuan se fagosit bermigrasi ke tempat in-
berdiferensiasi dengan nukleus ovai besar, nuklei yang cukup feksi dan/atau radang telah diketahui lebih dari seabad yang
besar dan tidak bergranula. Promielosit mendapatkan granula lalu, sifat biologik kemoatraktan dan pengaruhnya pada akti-
azurofllik peroksidase-positif dan mielosit mendapatkan.gra- vitas sel fagosit setelah melekat pada reseptor permukaan spe-
nula spesifik (lihat Bab 125). Kondensasi (pengenralan) kro- sifik hanya baru-baru ini mulai dimengerli. Berbagai faktor
matin, kehilangan nukleolus, dan perubahan bentuk nukleus kemotaktik berasal dari sel atau plasma. Aktivasi komplemen
menghasilkan sifat-sifat morfometrik PMN. menghasilkan C5a, pembekuan menghasilkan trombin, mem-
Simpanan PMN yang besar dalam sumsum tulang berpin- bran sel fosfolipid menghasilkan faktor pengaktif-trombosit,
dah ke dalam sirkulasi sebagai respons terhadap mediator ra- limfosit T terangsang menyediakan faktor kemotaktik yang
dang yang larut seperti endotoksin, faktor nekosis tumor, in- berasal limfosit, makrofag yang diaktifkan, dan limfosit mele-
ierleukin l, dan komplemen yang diaktifkan produk-samping paskan IL-8, dan PMN yang diaktifkan menghasilkan leuko-
C3e. Pasca pemberian intravena endotoksin 4 ngkg pada ma- trren 84. Kemampuan berbagai molekul kemoatraktan untuk
nusia, sesudah penurunan awal neutrofil darah perifer pada I mengaktrfkan respons leukosir direngahi oleh reseptor spesi-
jam, angka neutrofil naik tiga kali pada 6-8 jam dengan ke- fik, yang bila ditempati oleh faktor kemotaktik spesifik, meng-
naikan pada bentuk batang. Bentuk batang tidak bertambah se- aktifkan fosfolipase C untuk menghasilkan inositol trifosfat
sudah satu dosis glukokortikoid oral atau intravena, arau neu- (iP3) dan diasilgliserol. IP3 selanjutnya menaikkan respons
trofil sumsum tulang positif antibodi monoklonal-31D4 dite- intra-seluler tergantung-kalsium yang disertai dengan aktivasi
mukan dalam sirkul3si, yang menimbulkan dugaan bahwa ste- fagosit, seperti protein kinase C untuk fosforilase beberapa
roid menaikkan angka neutrofil dengan menyebabkan penge- protein intraseluler yang penring yang diperlukan untuk akti-
luaran neutrofil sumsum tulang. Neutrofilia steroid mungkin vasi sel dan penggabungan aktin dan protein kontraktil ter-
disebabkan oleh penundaan pengeluarannya ke dalam jaring- kait. Bertambahnya ungkapan kelompok protein pelekat, mi-
an, pelepasan kumpulan yang terbatas, dan peningkatan pro- salnya, iC3b, dan penggabungan aktin dan protein terkait yang
duksinya. Pada keadaan normal, neutrofil secara acak keluar dapat dipendekkan memungkinkan fagosit melekat pada per-
dari sirkulasi dengan waktu paruh 4-6 jam, dan besar kumpu- mukaan endotel dan bergerak secara ameboid ke tempat in-
lan tepi mendekati besar kumpulan dalam sirkulasi. Aktivasi feksi atau radang. Jalur dilicinkan dengan menaikkan perbe-
adenilat siklase oleh adrenalin dan agonis adrenergik lain daan kemoatraktan yang mencapai puncaknya pada saat akti-
mengakibatkan pelepasan neutrofil dan melipatkan jumlah vasi tertinggi fagosit atau pengikatan mikroba yang diop-
neutrofil dalam sirkulasi yang disertai dengan kenaikan se- sonisasi.
mentara AMP siklik.

Gambar 122-1 Diferensiasi jalur sel hematolimfoid. Sel induk


pluripoten tumbuh menjadi leluhur mieloid-eritroid multipoten
yang melakukan pendahuluan terbatas ketu-runan mieloid dan
eritroid. Leluhur dan pendahulu eri-troid-mieloid rerbatas teru-
tama ditentukan melalui kapa- sitasnya menimbulkan koloni
pada rangsangan oleh sitokin tertentu dan ditandai unit pem-
bentuk koloni (colony fonning unit = CFA. Huruf(-hurufl se-
sudah CFU menunjuk pada pembatasan ksturunan (silsilah); E,
.\ -'-.* eritrosit; M, makrofag; G, granulosit; Eo, eosinofil. BFU-E
)r--\ granulosit (unit pembentukan ledakan eritroid) adalah pendahulu awal
( W) 'r----'6\ yang terbatas pada keturunan eritroid. Pendahulu menimbulkan
\7l
-!-/
proqenllor
.. \
r\ \
6 ^ megakariosit koloni yang berisi satu tipe sel dewasa. Koloni yang berasal
mieloid-eritroid \ \ \CFU-Eo
-(d o dari leluhur yang dapat disusun dari dua tipe sel atau lebih.
multiPoten \
murtipoten
\ \\ /'^\ 1^gt Pendahulu limfoid diduga dipisahkan dari leluhur mieloid-

\ \--
@ ^ltrombosit eritroid pada awal kaskade dife-rensiasi. Diferensiasi limfosit-
T maupun-B tergantung pada pengaturan sel stroma dalam ti-
\ \_ mus dan sumsum tulang (Dari Cooper EL, Nisbet-Brown E

@-@
sel mast eosinofil
[eds]: Developmental Immunology. New York, Oxford Univer-
sity Press, 1993.)

@*@-g-",,
BFU-E
122 ll Sistem Fagosit 723

Gambar 122-2 Gambann diagram siklus hidup dan stadium


sumsum
tulang :l:*::.::ll
pematangan granulosit neutrohl manusia. Mieloblast merupakan
sel yang relatif tidak terdiferensiasi dengan nukleus oval beszu,
I
i" oir."t'"r,ril nukleoli besar, dan sitoplasma tidak bergranula. Ia berasal dari
E lhl kumpulan pendahulu sel leluhur yang diaktifkan dan disenai
(E

E6
lz
oleh dua stadium sekretori: promielosit dan mielosit. Selarna
setiap stadium ini dihasilkan tipe granula sekretori yang ber,
N
o beda-azurofil (hitam padat) selama stadium promielosit dan
x4 granula spesifik (bentuk lingkaran putih) selama stadium mielo
a) sit. Bentuk metamielosit dan bentuk batang merupakan sel non-
a
a proliferatif, nonsekretori, yang berkembang menjadi neutrofil
=a polimorfonuklear dewasa. Bentuk dewasa ditandei oleh nukleus
u-
multilobuler dan sitoplasma berisi terutama glikogen dan
granula. Waktu yang ditunjukkan untuk berbagai bagian dipero-
leh dengan tehnik pelabelan isotop (Cronkite and Vincent.
1969). Ordinat menunjukkan aliran melalui setiap ruangan. dan
aksis menunjukkan waktu pada tiap ruangan. Area setiap ruang-
an tidak terbagi memberikan jumlah sel dalarn ruangan tersebut.
Penambahan yang terjadi selangkah demi selangkah dalamjum-
lah sel melalui pembagian ruangan menggambarkan pembagian
secara seri. Perhatikan bahwa tidak terjadi mitosis sesudah sta.
dium mielosit (Dari Bainton DF: 1n: Weissman G [ed]: Cell
Biology of Inflammation. New York, Elsevier, I 980. )

Mikroba diopsonisasi (dipersiapkan untuk ingesti) oleh masuk produk-produk sekretori pemapasan, anion superok-
faktor-faktor stabil-panas dan labil-panas pada serum manusia sida, hidrogen peroksida, radikal hidroksil, serra asam hipok-
yang juga meliputi imunoglobulin G dan C3. Leukosit manu- lor dan kloramin berdaya lebih lama (Gb. 122-3). Mielope-
sia mempunyai tiga reseptor yang dapat dibedakan karena roksidase, unsur pokok granula azurofilik berperan serta da-
masing-masing dari ernpat subkelas imunoglobulin G (IgG1-4) lam penguatan sistem ini dengan halida seperti jodium dan
dan empat reseptor untuk C3 (CRl-4). CRI dan CR3 merupa- klorida. Sistem ini dapat juga menghambat faktor-faktor ke-
kan reseptor opsonin terpisah pada neutrofil, monosit, dan motaktik dan komponen-komponen granula lisosom yang da-
makrofag yang masing-masing mengikat C3b dan iC3b, dan pat mengurangi proses radang. Luapan pernafasan dibahas
mempermudah fagositosis mikroba dan partikel atau sel lain iebih rinci dalam Bab 129 mengenai etiologi dan parogenesis
yang diopsonisasi oleh mereka. Berbeda dengan reseptor IgG, penyakit granulomatosa kronis.
FcR, dan reseptor CR1 (yang tidak memerlukan kation divalen
untuk ligand pengikatnya), CR3 memerlukan 0,5 mM kadar
ion kalsium dan magnesium untuk mengikat iC3b. Kepenting- 122.2 Leukosit Radang Jenis Lain
an reseptor CR3 in vivo untuk pertahanan hospes akan dibahas
pada kesempatan lain. Pemicu penelanan oleh fagosit dan mik- NEUTROFIL, Seperti dibahas sebelumnya, neurrofil meru-
roba atau sel yang terikat CRI dan CR3 tampaknya melibatkan pakan tipe granulosit yang dominan. Inti sel mempunyai tiga
fosforilase reseptor dengan protein kinase yang diaktifkan. sampai lima segmen, dan disebut leukosit polimorfonuklear
Protein pelekat yang terdapat dalam kandungan plasma dan (PMN). Secara kualitatif merupakan sel fagosit yang paling
matriks jaringan (seperti fribonektin, laminin, dan perangsang penting yang mempertahankan hospes terhadap infeksi bakteri
protein kinase C forbolmiristat asetat) terbukti memicu penela- akut. Ada beberapa kelainan struktur neutrofil yang diwaris-
nan sel fagosit. Penelanan merupakan proses aktif yang diser- kan dan ini dibahas pada Bab 130.
tai dengan penggabungan dan penguraian elemen-elemen kon- EOS|NOFIL. Eosinofil ditandai oleh granula warna merah
traktil lebih lanjut karena pseudopoda menyelimuti mangsanya jelas (dengan pewarnaan Romanowsky), kasar, besar, dan me-
saat membentuk fagosom. Granula berfusi dengan membran miliki inti dengan satu atau dua segmen. Normalnya, jumlah
fagosom dan mengeluarkan isinya ke dalam fagosom. Di da- sel ini kurang dari 5Vo jumlah seluruh leukosit di dalam sirku-
lam neutrofil, granula spesifik beririteraksi dengan fagosom le- lasi. Eosinopenia dapat ditimbulkan oleh sekurang--kurangnya
bih awal daripada yang dilakukan granula azurofil. Proses dua mekanisme: (1) stres akut, dengan akibat rangsangan adre-
degranulasi ini terjadi pada semua sel fagogit dan mendorong nokortikoid atau pelepasan epinefrin, atau keduanya; dan (2)
pembunuhan atau pencernaan mikroba. Sebaliknya, pengobat- keadaan radang akut. Jumlah eosinofil bertambah pada infeksi
an sel dengan sitokalasin B mengganggu penggabungan mi- parasit, fenomena alergi, atau keadaan-keadaan dermatologis.
krofilamin, memblokade penelanan, dan membuat sekretori Penyebab eosinofilia lainnya adalah gangguan gastrointestinal,
fagosit. Pada keadaan ini, aktivasi penuh rnengimbas pelepas- penyakit Hodgkin, dan penyakit defisiensi imun, dan eosino-
an isi granula ke luar sel. Perangsang ke-motaktik dalam ben- filia dapat terjadi selama masa penyembuhan penyakit virus.
tuk terlarut dapat mengimbas sekresi granula dalam jumlah Eosinofilia yang paling mencolok ditemukan di Amerika Seri-
besar pada tempat radang dan memperluas proses radang. La- kat menyertai invasi jaringan oleh cacing parasit, dan dari pe-
gipula, sistem fagosit penghancur mikroba dan sitotoksik ter- nyakit seperti larva migrans viseral dan trikinosis. Sindroma
724 BAGIAN XIV a S/'stem lmunologis dan Gangguannya

Peroksidasi lipid membran

.oH Degranulasi

/
l:...
\

SITOSOL

Gt--6-P Pirai heksosa


Pirai heksosa

Gambar 122-3. Mekanisme produksi, aksi, dan detoksifikasi peroksida dalam neutrofil. Oksigen direduksi menjadi superoksida (Or) oleh proses oksidase.
NADPH dibentuk baru dari NADP oleh pintas heksosa monofosfat. Superoksida dapat secara spontan berurai menjadi hidrog"n peroksida dan singlel oksigen
{'O,). Hidrogen peroksidase dapat bereaksi dengan superoksida membentuk radikal hidroksil dan menghasilkan aldehida bakterisidal (RCHO) d"ngui ."ngoiri-
dasi unsur-unsur bakteri bila ada ion halida dan mieloperoksidase yang dihantarkan ke fagosom melalui degranulasi. Radikal hidroksil (OH) dapu1 memperoksi-
dase asam lemak tidak jenuh pada membran fagosom dan dengan demikian menghasilkan aldehid yang memiliki kemampuan bakterisidal. Superoksida yang
keluar dari fagosom secara kebetulan dapat diubah dengan cepat menjadi hidrogen peroksida oleh superoksida dismutase (SOD). Hidrogen peroksida dalam sito-
sol diharlurkan oleh katalase atau glutation yang tereduksi (GSH). GSH diperbaiki oleh gabungan reaksi yang merangsang aliran glukose-6-fosfat (G-6-p) men-
jadi ppintas heksosa monofosfat.

hipereosinofilia merujuk pada rangkaian penyakit yang luas MONOSIT. Sel fagosit besar ini dirandai dengan nukleus
yang bervariasi dari sindrom Loffler sampai leukemia eosino- berlobus besar dan sitoplasma abu-abu yang banyak yang ber-
filik berat kronis yang mematikan. isi granula azurofilik halus. Mereka normalnya merupakan 1-
BASOFIL. Leukosit ini ditandai oleh granula kasar, biru tua 5% leukosit yang bersirkulasi. Monosit darah adalah kompo-
yang mengisi sitoplasma dan mengaburkan nukleus. Granula nen penting sistem fagosit dan berasal dari sel induk sumsum
berisi sejumlah besar lleparin dan histamin. Jumlah basofil tulang. Tidak ada cadangan kumpulan monosit sumsum tulang
adalah 0,5Vo leukosit total. Kenaikan terjadi pada penderita yang besar, dan monosit dewasa dilepaskan kedalam aliran da-
leukemia mielogenik kronis, kolitis ulserativa, artritis rematoid rah beberapa hari lebih awal daripada neutrofil sumsum tu-
juvenilis, defisiensi besi, dan gagal jantung kronis serta pasca lang. Akibatnya selama penyembuhan dari aplasia sumsum
terapi radiasi. tulang atau hipoplasia monositosis relatif darah perifer dapat
L|MF0S|T. Limfosit merupakan 30-60Vo dari seluruh leu- menandakan kembalinya neutrofil. Keadaan ini paling sering
kosit darah. Kebanyakan berupa sel kecil yang berdiameter ditemukan pada penderita yang sembuh setelah penggunaan
9 m dengan nukleus biru tua, gelap, bundar, dan sitoplasma agen kemoterapeutik.
biru muda. Limfosit bergerak secara aktif tetapi tidak fagosi- Dalam aliran darah monosit berfungsi sebagai sel fagosit
tik. Limfosit dapat dibedakan atas limfosit T atau B atau sel serupa dengan neutrofil. Waktu paruh monosit darah adalah 8
pembunuh alami, atas dasar sifat-sifat fisik dan imunolo- jam. Tidak seperti neutrofil, monosit pada tempat radang me-
gisnya. Limfositosis absolut yang mencolok dapat ditemukan ngalami variasi fungsi fagosit yang luas dalam responsnya ter-
pada infeksi akut tertentu seperti pertusis, mononukleosis in- hadap produk-produk bakteri, terutama lipopolisakarida. Wa-
feksiosa, dan limfositosis infeksius akut. Infeksi akut dengan laupun kemampuannya yang mengesankan untuk memper-
limfositosis relatif sedang meliputi eksantema anak-anak biasa besar fungsi fagositiknya; monosit tidak dapat menggantikan
dan penyakit virus iain, bruselosis, dan demam tifoid serta neutrofil sebagai sel fagosit primer, karena gerakannya lebih
paratifoid. Infeksi kronis, reaksi obat dan alergi, leukemia, ti- lambat daripada neutrofil.
rotoksikosis dan penyakit Addison dapat juga disertai dengan Sesudah meninggalkan aliran darah monosit masuk jaring-
limfositosis. Alimfoplasia timik dikaitkan juga dengan limfo- an, dimana dan kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag
penia berat. jaringan. Makrofag jaringan ini tetap hidup selama 2 tahun
123 I Neutrofilia 725

dan melakukan fungsi makrofag seperti memakan debris dan 3. Mungkrn ada perluasan kumpulan neutrofil yang ber-
menelan bakteri. Disamping fungsi fagositik biasanya, makro- sirkulasi sebagai akibat bertambahnya proliferasi se.l
fag jaringan terutama khusus menangani mikroorganisme dan pendahulu dan diferensiasi terminal melalui deretan
parasit seperti LegioneLLa pneumophila, Listeria monocyto- neutrofil, kenaikan aktivitas mitosis pendahulu sel neu-
genes dan Toxoplasma gondii. Monosit bertambah pada pe- trofil, atau pemendekan siklus mitosis sel pendahulu
nyakit seperti tuberkulosis, mikosis sistemik, endokarditis bak- neutrolil.
terialis, penyakit radang usus kronis, dan infeksi protozoa ter- Neutrofilia akut menyertai latihan fisik atau reaksi akibat-
tentu. Angka monosit yang tinggi juga sering ditemukan pada epinefrin, seperti respon panik. Reaksi akibat-epinefrin meng-
penderita dengan neutropenia murni. gambarkan mobilisasi kumpulan neutrofil pinggiran kedaiam
kumpulan dalam sirkulasi. Onset neutrofilia akut yang lebih
lambat dapat terjadi setelah pemberian glukotiroid atau seba-
GANGGI,.TAN NEUTROFIL KUANTITATIF
gai respon terhadap radang atau infeksi yang disertai dengan
Angka neutrofil normal sangat bervariasi pada orang nor- pembentukan endotoksin. Respon maksimal biasanya terjadi
mal. Perbandingan relatif neutrofil dan limfosit dalam darah dalam 4- 24 jam dan mungkin akibat pelepasan neutrofil keda-
berubah-ubah sesuai perubahan umur. Neutrofil meningkat pa- lam sirkulasi dari ruang penyimpanan sumsum tulang. Glu-
da saat lahir tetapi menurun dengan cepat pada usia beberapa kokortikoid dapat juga merintangi pelepasan neutrofil dan
hari pertama. Selama masa bayi sel ini meliputi 20-3OVo leu- sirkulasi ke-dalam jaringan.
kosit yang bersirkulasi. Proporsi neutrofil dan limfosit yang Neutrofilia kronis mungkin terjadi akibat rangsangan pro-
serupa terjadi pada sekitar umur 5 tahun, tetapi jumlahnya duksi neutrofil terus menerus, atau melalui hambatan mekanis-
yang 70% dari seluruh leukosit seperti pada orang dewasa ti- me umpan balik sumsum tulang. Neutrofilia kronis dapat me-
dak dicapai sampai pubertas. Karenanya pada anak sehat nor- rupakan akibat pemberian glukokortikoid yang lama, reaksi
mal, dari 20-10Vo sel darah putih total yang bersirkulasi dapat radang konis. atau kecemasan kronis.
berupa neutrofil. Pada keadaan absolut jumlahnya 1.500- Reaksi leukemoid atau leukositosis reaktif yang menyeru-
2.500/mm'. Jumlah yang melebihi kisaran ini disebut neutro- pai gambaran darah leukemia adalah akibat sepsis, mikotik
filia atau leukositosis polimorfonuklear. sistemik dan infeksi protozoa, gagal hati, asidosis diabetikum,
azotemia, dan gangguan akibat keganasan yang melibatkan
sumsum tulang. Kadang-kadang reaksi leukemoid dapat me-
Bainton DF: The cells of inflammation: A general view. l,: Weissman G (ed): nyerupai leukemia mielogenik kronis. Namun neutrofil pada
The Cell Biology of Inflammation. Vol 2. New York, Elsevier/North Hol-
reaksi leukemoid mengalami kenaikan aktivitas fosfatase al-
land, 1980, pp.l-25.
Cooper EL, M6ller-Seiburg CE, Spangrude GJ: Stem cells. rn: Cooper EL, kali, sedang aktivitas enzim ini rendah pada leukemia mie-
Nisbet-Brown E (eds): Developmental Immunology. Oxford, Oxford Uni- logenik kronis.
versity Press. 1993, pp 177-197. Neutrofilia dapat juga menyertai berbagai gangguan hema-
Gallin JL, Goldstein IM, Snyderman R: Inflammation. Basic Principles and
tologis seperti anemia hemolitik kronis, perdarahan, reaksi
. Clinical Correlates. New York, Raven Press, 1988.
Shurin SB: Pathologic states associated with activation of eosinophils and transfusi, reaksi pascasplenektomi, dan gangguan mieloproli-
with eosinophilia. Hematol Oncol Clin North Am 2:171, 1988. feratif. Neutrofilia juga telah dilaporkan pada gangguan fung-
sional neutrofil akibat defisiensi adhesi leukosit dihat Batr
I 25).

T Bas 123

Neutrofilia I Bes 124


Robert L. Bachner Neutropenia

Kenaikan kadar neutrofil dalam sirkulasi adalah akibat Robert L, Bachner


gangguan keseimbangan yang melibatkan produksi neutrofil
sumsum tulang, perpindahan ke dalam dan ke luar ruangan Neutropenia adalah defisiensi neutrofil dan bentuk-bentuk
sumsum tulang masuk ke dalam sirkulasi, dan penghancuran batang dalam sirkulasi yang didefinisikan sebagai angka neu-
neutrofil. Tiga mekanisme, baik secara sendiri atau kombi- trofil absolut (absolute neutrophil count = ANC) kurang dari
nasinya, sebagian besar bertanggung jawab pada neutrofilia. 1.500im1. ANC dihitung dari jumlah leukosit dan hitung je-
1. Bertambahnya jumlah neutrofil mungkin akibat mobi- nisnya. Neutropenia disebabkan karena perubahan dalam pro-
lisasi baik dari ruang penyimpanan sumsum tulang duksi sumsum tulang atau kehilangan neutrofil yang berlebi-
maupun kumpulan yang barada di perifer ke dalam han dari sirkulasi. Status neutropenia sementara karena pe-
kumpulan yang bersirkulasi. nyakit yang didapat berlangsung hanya beberapa hari sampai
2. Mungkin ada kenaikan ketahanan hidup neutrofil dalam beberapa minggu, sedang status kronis biasanya karena sebab-
darah karena jalan keluar neutrofil ke dalam jaringan sebab imun, kongenital, atau genetik, dan dapat berlangsung
terganggu. selama beberapa bulan atau seumur hidup. Pada umumnya
726 BAGIAN XIV a Slstern Imunologis dan Gangguannya

risiko infeksi pada status neutropenia kronis secara kasar se- pada molekul-1 adhesi leukosit (endothelial leucocyte adhe-
banding dengan ANC dan pada cadangan neutrofil yang ada sion molecule-l = ELAM-1, selectin Q pada permukaan en-
dalam sumsum tuiang. Secara normal jumlah simpanan sum- dotel vaskuler. Waktu paruh normal neutrofil yang bersir-
sum tulang adalah 10 kali cadangan neutrofil yang dihasilkan kulasi adalah sekitar 6-8 jam, tetapi dipelpendek oleh infeksi,
dari pendahulu sel mieloid (lihat Gb. 122-l) yang diatur oleh radang, atau perkembangan antibodi antineutrofil.
faktor pertumbuhan surnsum tulang spesifik dan sitokin. Dife- Penderita dengan neutropenia dapat tetap asimptomatik
rensiasi sel induk yang tidak terikat kedalam keturunan mie- atau dapat mengalami infeksi kulit dan membrana mukosa ri-
loid memerlukan peran faktor sel induk (s/en celL factor = ngan. Namun, mereka dengan bentuk neutropenia berat beri-
SCF) yang terkoordinasi, interleukin (IL)-I, IL-3, IL-6, dan siko menderita infeksi yang dapat mengancam jiwa. Tabel
faktor pe-rangsang koloni granulosit-makrofag (g ranulocyte - 124-1 berisi penyebab neutropenia padabayi dan anak.
macrophage colony s'timulating factor = GM-CSn Diferensi-
asi neutrofil dewasa lebih lanjut memerlukan faktor perang-
sang koloni-granulosit (granulo cyte - co lo ny stimulating facto r 124.1 Neutropenia Sementqra
= G-CSR. Eosinofil memerlukan IL-5 dan IL-11, dan monosit
memerlukan faktor perangsang koloni monosit. Perlekatan VIRUS. Penyebab neutropenia paling sering pada masa
faktor pertumbuhan ini pada reseptor spesifik permukaan sel anak adalah infeksi virus. Virus yang sering menyebabkan
mieloid yang sedang berkembang mencetuskan isyarat secara neutropenia adalah hepatitis A dan B, virus sinsitial saluran
intraseluler untuk meningkatkan proliferasi dan diferensiasi. napas, influenza A dan B, campak, rubela, dan varisela. Neu-
Neutrofil dilepaskan dari sumsum tulang sebagi responsnya tropenia terjadi selama 24-48 jam pertarna sakit dan dapat me-
terhadap berbagai bahan, termasuk endotoksin, kortikosteroid, netap selama 3-6 hari. Neutropenia biasanya sesuai dengan
dan komponen-komponen komplemen yang diaktifkan. Neu- rnasa viremia akut dan dapat merupakan akibat dari penyebar-
trofil meninggalkan sirkulasi secara acak dan berdasarkan an kembali neutrofil yang terimbas virus dari sirkulasi ke da-
keperluan bila ada rangsangan infeksi atau radang lain. Neu- rah tepi, ke pengumpulannya di dalam limpa atau organ reti-
trofil meninggalkan sirkulasi dengan cara berguling menem- kuloendotelial lain, atau bertambahnya pengambilan ke dalam
bus endotel vaskuler, melekat padanya, dan keluar di antara sel jaringan ekstraseluler yang rusak karena virus. Imunisasi de-
endotel ke dalam sela ekstraseluler. Isyarat kemotaktik dile- ngan vaksin virus seperti MMR juga dapat menimbulkan neu-
paskan oleh mikroba penginfeksi atau sel jaringan. yang tropenia sementara. Neutropenia ringan dapat disertai dengan
mengaktifkan komplemen untuk menghasilkan C5a, mengem- eritroblastopenia anak sementara pada sekitar 50% kasus; neu-
bangkan leukotrien, IL-8, dan zat kemotaksis lain. Adhesi mo- tropenia ini tidak disertai dengan risiko infeksi dan hilang
lekul pada neutrofil temasuk selektin dan integrin, dapat dia- ketika anemia mulai sembuh.
tur dan mengakibatkan netrofil mendekati dinding dan melekat
NUTRISI. Neutropenia dapat terjadi pada keadaan defisiensi
nutrisi vitaminBl2, asam folat, atau tembaga. Gambaran sum-
TABEL 124-1 Neutropenia pada Bayi dan Anak sum tulang dan gambaran hematologis pada anemia makrosi-
S$tndhlkiiii-li,ii=.j tik dan megaloblastik berespons terhadap terapi dengan folat
atau vitamin B12. Defisiensi tembaga tampak terkait dengan
,,.tVi$s ,,,t,,,,,,,
,

...8 tEiiri I
produksi antibodi anti-neutrofil. Sesudah penambahan tem-
., Aft,{! r t",,1, baga, titer antibodi menjadi negatif dan ANC (angka neutrofil
1.o}At'
Nu triSi:r:tr:,:.:::-= absolut) kembali normal.
, Neo,naru*1df,d,$ iu o
lgi BAKTERI. Infeksi dengan Staphylococcus aureus, bruse-
,1::!{$aatusi ,nc sffp.lJ$ ..='
.I(nd$i losis, tularemia, riketsia, salmonela lifi, ShigeLla sonnei, dan
My c o b ac t e rium tub e rc u lo sls dapat menyebabkan ne utrope ni a
ili ai sedang. Neutropenia berat sering menandakan permulaan sep-
Bentqk masa anak berugri (autoimun)
Disertai dengan penyakit imun primei' sis yang disertai dengan demam tinggi, gemetar kedinginan,
Aloimun neonatal (isoimun) dan syok. Gambaran klinis adalah purpura mendadak (fulmi-
Artpialu.{l,rrreb.natal:*,1p.terrial nan) dengan koagulasi intravaskuler difus yang mungkin ada.
Kongefii'f ,',',.,i. ,tt,i I l. AKIBAT 0BAT. Banyak zat terapeutik yang menyebabkan
, lwrulp-Sid, iSerlqtjk{p,a-}$ ii *ui1g*n"r neutropenia. Kebanyakan neutropenia akibat obat adalah kare-
t-+-6,,44CI.poesi s *iklik
na supresi sumsum tulang tergantung dosis atau induksi anti-
bodi anti neutrofil terkait hapten. Fenotiazin, penisilin semi-
sintetik, zat anti-inflamasi nonsteroid, derivat aminopirin, dan
obat-obat antitiroid paling sering terlibat. Penyembuhan biasa-
nya mulai dalam beberapa hari sesudah penghentian obat dan
didahului oleh munculnya monosit dan neutrofil imatur dalam
darah. Obat-obat sitotoksik yang digunakan pada terapi kanker
atau pada penekanan respons imun secara teratur juga menye-
babkan penekanan sumsum tulang yang berarti dan dapat me-
nyebabkan status neutropenia sementara.
124 I Neutropenia 727

CSF rekombinan manusia dapat menaikkan ANC penderita.


124.2 Neutropenia Neonatul dan Hiper- Bentuk terapi ini harus dicadangkan bagi kasus vang jarang,
tensi lbu anak dengan infeksi bakteri nyata. Infeksi kulit dan infeksi sa-
luran pernapasan atas berespons terhadap pengobatan antibio-
Neutropenia diamati pada sekitar 50% neonatus yang dila- tik standar.
hirkan oleh wanita hipertensi berat akibat kehamilan. Biasanya NEUTROPENIA AKIBAT PENYAKIT IMUN PRIMER. Neutro-
sementara, tidak disertai dengan risiko infeksi yang berarti' penia merupakan kejadian yang lazim pada anak dengan de-
dan lebih sering pada bayi prematur. Produksi neutrofil diham- fisiensi imun bentuk kongenital dan didapat, termasuk agama-
bat oleh faktor plasenta yang ada dalam serum darah tali pusat. globulinemra dan hipogamaglobulinemia. hipergama-globuli-
nemia, cacat sel T, cacat sel pembunuh alami, dan penyakit
autoimun. Banyak dari penderita ini mempunyai riwayat kelu-
124.3 Neutropenia Neonatal dengan arga yang positif neutropenia. Penderita ini biasanya datang
selama masa bayi atau awal masa anak dengan infeksi bakteri
Sepsis
berulang, gagal tumbuh, dan dengan penyakit yang memba-
hayakan jiwa. Pemeriksaan fisik menunjukkan anak yang tam-
Kebanyakan episode neutropenia yang terjadi pada bayi
pak sakit kronis dengan infeksi akut danL/atau kronis, hepato-
cukup bulan, walaupun jarang, adalah akibat infeksi. Sebalik-
splenomegali, dan gagal tumbuh. Terapi untuk gangguan ini'
nya bayi preterm lebih sering mengalami episode neutropenia,
diarahkan pada penyebab yang mendasari, disamping juga
baik akibat infeksi atau noninfeksi. Secara hematologis sepsis
pengobatan agresif terhadap infeksi.
pada neonatus ditandai dengan naiknya rasio neutrofil imatur :
NEUTROPENIA NEONATAL ALOIMUN (Alloimmune neona-
matur dalam darah (> 0,35) dan angka absolut neutrofil (ANC)
tal neutropenia = ANN). Bentuk neutropenia neonatal ini ter-
kurang dari 500/uL. Bayi-bayi tersebut, yang reservoir pe- jadi sesudah pemindahan aloantibodi ibu secara transplasental
nyimpanan dalam sumsum tulangnya berkurang ( 1Vo dari se'
yang diarahkan untuk melawan antigen pada neutrofil bayi,
mua sel sumsum tulang bernukleus adalah polimorfonuklear,
analog dengan penyakit hemolitik Rh. Sensitisasi prenatal
batang, atau metamielosit) terutama rentan terhadap sepsis
mengimbas antibodi IgG ibu terhadap antigen neutrofil pada
yang menumpangi, meningitis, dan akhirnya meninggal. Trans-
sel janin. Antibodi biasanya mengaktifkan komplemen dan se-
fusi granulosit sangat bermanfaat pada neonatus dengan sepsis
ringkali diarahkan pada sistem antigen NA spesifik-neutrofil
dan neutropenia. Kemampuan gamaglobulin dosis-tinggi dan
(NA1, NA2, NB1). Antigen NA terletak pada reseptor Fc III-
G-CSF rekombinan kini sedang diteliti pada pengobatan neo-
I (FcRIII, CD16), reseptor afinitas rendah untuk domain Fc
norus )ang dicurigai atau telah menderita sepsis'
IgG. Diantara berbagai spesifisitas antibodi, NAI memegang
peranan sekitar 34Vo,NA2 dan NB1 masing-masing 12Vo, dan
sisanya mungkin diarnbil oleh tempat-tempat antigenik yang
124.4 Neutropenia Kronis Benigna tidak tertentukan. Baru-baru ini ANN dilaporkan pada dua
bayi yang neutrofil ibunya tidak mengandung Fc R dan di-
NEUTROPENIA BAYI AUTOIMUN. Keadaan ini merupakan masukkan sebagai tipe NA-nol, suatu keadaan yang ditemukan
bentuk neutropenia kronis pada anak yang paling sering ter- pada I dalam 1000 donor darah. Individu NA-nol tidak beri-
jadi. Neutropenia ini adalah keadaan habisnya neutrofil matur siko terkena infeksi, agaknya karena neutrofilnya mengung-
kronis dengan diimbangi naiknya granulosit imatur dalam kapkan dua tipe reseptor Fc lain, Fc RI dan Fc RII. Antibodi
sumsum tulang yang analog dengan hiperplasia eritroid yang yang diarahkan pada antigen HLA, tanpa spesifisitas NA, te-
ditemukan pada anemia hemolitik imun' Median umur deteksi lah terdeteksi pada beberapa kasus ANN. Pada wanita pasca
adalah 8 bulan dan 907o kasus ditemukan sebelum umur 14 partus, insidens antibodi spesifik granulosit adalah l,lVo,teta'
bulan. Ada dominasi penderita wanita dengan perbandingan pi hanya A,4Vo di-arahkan pada antigen granulosit yang diketa-
3:2. Neutropenia biasanya tidak ditemukan pada anggota kelu- hui. Tidak ada bayi dari kelompok ibu ini timbul neutropenia,
arga lain. Neutropenia paling sering terdeteksi sebagai pene- memberi kesan bah-wa insidens yang sebenarnya dari ANN
muan kebetulan selama pemeriksaan menyeluruh pada anak adalah di bawah},lVo.
demam. Pemeriksaan fisik normal, kecuali adanya tanda-tanda
Patogenesis ANN mungkin melibatkan fagositosis neutro-
int'eksi. Infeksr kulit bernanah, ulserasi mulut, abses, atau selu-
fil terselubung-antibodi oleh makrofag dalam hati, limpa,
litrs iabia mayora merupakan gejala yang dijumpai pada bebe-
paru-paru, dan sumsum tulang. Kebanyakan bayi dengan ANN
rapa penderita. Hampir semua anak yang mengalami neutro-
adalah asimptomatis; yang simptomatis menunjukkan gejala
penia benigna murni walaupun angka neutrofil absolutnya
omfalitis, pemutusan tali pusat yang terlambat, infeksi kulit ri-
(ANC) sangat berkurang. Nilai tengah lama neutropenia ada-
ngan, demam, dan pneumonia dalam usia 2 minggu pertama,
lah 20 bulan dang5%o penderita sembuh pada umur 4 tahun.
yang sembuh dengan terapi antibiotik. Sepsis dan kematian te-
ANC biasanya kurang dari 500/ L; eosinofilia sedang atau
lah terjadi pada beberapa bayi, terutama bila penyakit tidak di-
monositosis sering ditemukan. Sumsum tulang memperlihat-
ketahui. Neutropenia dapat berakhir beberapa minggu sampai
kan gambaran seluler dengan penghentian pada stadium meta-
6 bulan.
mielosit akhir atau batang. Biasanya terdapat antibodi anti-
neutrofil, tetapi hal ini tidak dipakai untuk mengesampingkan Diagnosis ditegakkan dengan menemukan aloantibodi
diagnosis.
neutrofil-spesifik ibu. Antibodi spesifik neutrofil harus dite-
Pengobatan yang dikhususkan pada peningkatan ANC ja- mukan pada serum ibu dan neutrofil parentral harus digolong-
rang diperlukan, walaupun gamaglobulin dosis-tinggi serta G-
kan untuk menentukan spesifisitas antigen.
728 BAGIAN XIV a Sistem Imunotogis dan Gangguannya

Gamaglobulin dosis-tinggi memperbaiki neutropenia, teta- pada bentuk penyakit manusia maupun anjing, transplantasi
pi cara ini hanya terindikasi pada bayi yang bergejala. Trans- sumsum tulang yang tidak sempurna menyebabkan peminda-
fusi neutrofil ayah yang tidak mengandung antigen sensitisasi han hemapoetis siklik pada resipien, memberi kesan bahwa ca-
berma,.faat untuk bayi dengan persangkaan sepsis atau infeksi cat bertempat di sel induk hemapoetik. Ungkapan reseptor dan
serius lain. afinitas pengikatan pada G-CSF tampak normal. Kadar neutro-
NEUTROPENIA AUTOIMUN IBU PADA NEONATUS. Ibu de- fil berfluktuasi antara normal sampai kurang dari 200/1tL.
ngan penyakit autoimun dapat melahirkan bayi yang menderita Pemberian dosis farmakologis G-CSF menaikkan ANC teren-
neutropenia sementara. Lama neutropenia tergantung pada dah, walaupun pola siklik hematopoesis tetap" Dengan pengo-
waktu yang dibutuhkan bayi untuk membersihkan antibodi batan G-CSF, episode demam, infeksi mulut dan kulit ber-
IgG dalam sirkulasi yang didapat dari ibu. Pada kebanyakan kurang pada sebagian besar penderita.
kasus kejadian ini berlangsung antara beberapa minggu dan NEUTROPENIA BENIGNA FAMILIAL. Baik bentuk dominan
beberapa bulan. Neonatus hampir selalu tetap tidak bergejala. maupun resesif autosomal telah diuraikan. penyebab genetik
diduga karena kebanyakan kasus terjadi pada yahudi dari ya-
man dan Etiopia. Pada umumnya, orang keturunan Afrika-
124.5 Neutropenia Kongenital Amerika mempunyai rata-rata ANC yang lebih rendah dari-
pada orang Amerika keturunan Eropa, tetapi perbedaannya ti-
AGRANULOSTTOSTS tNFANT|L GENETTK (pENyAKtT KOST. dak menyebabkan suatu kenaikan kerentanan terhadap infeksi.
MANN). Penyakit ini adalah penyakit resesif aurosomal yang Beberapa bentuk neutropenia benigna agaknya karena peng,
jarang terjadi, ditandai dengan neutropenia berat pada saat la- hancuran neutrofil intrameduler yang disertai dengan kelainan
hir dan sering terjadi infeksi bakteri. Kebanyakan penderita morfologi nukleinnya. Sel-sel rersebut mempunyai vakuola si-
meninggal pada umur 3 tahun. Kostmann mengumpulkan 19 toplasma dan helai-helai tipis yang menghubungkan lobus inti,
anak bersaudara di Swedia pada tahun 1975, dan gen tampak suatu istilah yang disebut mielokateksis.
berasal dari jemaat gereja kecil di jauh sebelah utara negeri SINDROMA CHEDhK-H|GASHl. Gangguan resesif autoso-
tersebut. Sejak waktu itu kasus-kasus agranulositosis kongeni- mal ini ditandai oleh albinisme parsial, fotofobia, nistagmus,
tal berat telah ditemukan di Asia, Amerika Utara, dan Eropa. irigmentasi rambut dan mata berkurang, serta kerentanan ter-
Disamping neutropenia menetap dengan angka kurang dari hadap infeksi bertambah (lihat Bab 27).
200luL, dapat ditemukan juga berbagai tingkat monositosis, PENYAKIT PENYIMPANAN GLIKOGEN TIPE 1b" Infeksi dan
eosinofilia, hipergamaglobulinemia, dan trombositosis. Gam- neutropenia berulang merupakan tanda istimewa penyakit
baran sumsum tulang memberi kesan penghentian pematangan penyimpanan glikogen tipe lb. Penyakit penyimpanan gliko-
pendahulu neutrofil pada stadium promielosit. Hubungan de- gen von Gierke klasik (GSDla dan GSDIb) menyebabkan
ng;:r HLA-BI2 telah diuraikan, memberi kesan bahwa gen pembesaran masif hati dan keterlambatan pertumbuhan berat.
yang mengendalikan diferensiasi neutrofil sangat terikat de- Berbeda dengan GSDla, aktivitas glukose-6-fosfatase ada
ngan gen sistem histokompabilitas. Namun, penyebab yang pada uji in vitro tetapi tidak dilepaskan dari glukose-6-fosfat
mendasari penyakit ini tidak diketahui dan mungkin hetero- in vivo pada GSD1b. Di hati G6Pase memerlukan dua kompo-
gen. Penambahan G-CSF rekombinan manusia (filgrastim) nen mikrosomal membran. sistem transport spesifik yang dise-
pada biakan sumsum tulang meghasilkan perkembangan ko- but G6P translokase yang menghantarkan G6P bolak balik
loni neutrofil dewasa normal. dari sitoplasma ke lumen retikulum endoplasma, dan enzim
Pemberian G-CSF subkutan beberapa kali seminggu pada lain yang terikat pada permukaan membran yang berlubang
lima penderita pada tahun 1989 menghasilkan angka neutrofil yang disebut G6P fosfohidrolase. Neutrofil juga tampak mem-
absolut (ANC) lebih besar dari 1000/uL seiama berbulan- punyai sistem transport yang tidak sempurna, tetapi tidak da-
bulan sampai melebihi setahun selama periode pemberian. In- pat menjelaskan cacat pada aktivitas kemotaksis dan bak-
feksi kronis yang ada sebelumnya sembuh dan jumlah episode terisidal neutrofil yang ditemukan pada penderita ini. Kadar
infeksi baru berkurang. Sejak saat itu kebanyakan bayi dan neutrofil membaik dan infeksi berulang berhenti sesudah pro-
anak lain dengan neutropenia kongenital berat telah mencapai sedur operasi pintas portokava pada satu penderita, memberi
kadar neutrofil normal bila diberi G-CSF dengan dosis 3,5-12 kesan bahwa pengasingan t"urut menyebabkan neutropenia.
lt"glkg/24 jam. Bentuk terapi ini telah mengurangi secara Banyak dari penderita yang menderita penyakit radang usus
dramatis insidens dan lama komplikasi infeksi. serta lesi mulut dan abses perianal. Pemberian G-CSF atau
NEUTROPENIA SIKLIK (HEMATOPOESIS SIKLIK). Penyakit GM-CSF telah menyebabkan penyembuhan atau perbaikan
ini penyakit darah yang jarang terjadi yang ditandai de- neutropenia, infeksi berulang, dan radang usus yang bermak-
"dalah na. Pemberian G-CSF jangka lama disertai dengan efek sam-
ngan fluktuasi siklik teratur 18-21 hari dalam jumlah neutrofil,
monosit, eosinofil, limfosit, trombosit, dan retikulosit darah. ping yang lebih kecil, seperti nyeri lokal pada tempat injeksi,
Penderita mengalami demam, malaise, ulkus mukosa, infeksi demam, atau reaksi alergi, dibanding dengan GM-CSF.
periodontal berat, ulserasi mulut, infeksi kulit berulang dan da- SINDROMA SHWACHMAN-DIAMOND Gangguan aurosomal
pat juga terkena infeksi yang membahayakan jiwa selama neu- resesif ini ditandai oleh insufisiensi pankreas dan neutropenia.
tropenia terendah, walaupun jarang. Penyakit ini biasanya di- Uraian pertama sindroma ini pada tahun 1964 adalah pada
diagnosis pada masa anak, sering terjadi pada beberapa gene- sekelompok bayi yang dirujuk karena steatorea yang memberi
rasi dalam keluarga yang sama, dan mengenai laki-laki mau- kesan fibrosis sistik tetapi tanpa gejala-gejala pernafasan dan
pun wanita. Penyakit yang serupa telah ditemukan pada anjing dengan elektrolit keringat normal. Berbeda dengan penderita
Grey Collie, yang diturunkan sebagai resesif autosomal. Baik kistik fibrosis, pada penderita ini biasanya terjadi disostasis
)

124 I Neutropenia 725

metafisis selama usia beberapa tahun pertama, menyebabkan tampak membaik pada masa anak selanjutnya. penelitian lan-
badannya pendek. Kegagalan pertumbuhan juga dibantu oleh jutan dari keluarga yang terkena telah memetakan gen pada
malabsorbsi karena insufisiensi eksokrin pankreas dengan in- Xq2.8. Sindroma ini merupakan penyebab kardiomiopati dila-
filtrasi lemak pankreas yang membebaskan pulau Langerhans. tasi dan neutropenia pada anak laki-laki yang relatif sering se-
Kelainan pankreas dapat dilihat pada CT scan. Kerentanan ter- lama masa bayi dan masa anak awal.
hadap infeksi dan tingkat neutropenia bervariasi, dengan ang- DISKERATOSIS KONGENITAL. Kelainan ini merupakan
ka neutrofil absolut (ANC) biasanya antan 200 dan 400/ L. gangguan multisistem terkait-X kongenital pada bayi laki-laki
Anemia dan/atau trombositopenia kadang-kadang ditemukan. yang ditandai dengan pigmentasi kulit, distrofi kuku, leuko-
Sumsum tulang menampakkan hiperplasia mieloid, dan res- plakia, dan neutropenia yang progresif sampai kegagalan sum-
pons kemotaktik neutrofil darah perifer tidak sempurna. Kulit sum tulang dan infeksi yang membahayakan jiwa selama masa
sering terkena dan meliputi berbagai tingkat kekeringan kulit, bayi awal. Adanya ANC dan infeksi sedang yang berlangsung
dan lesi eksematosa serta iktiosiforme. Cacat kemotaktik telah sementara dilaporkan terjadi pada bayi yang diobati dengan
berhasil diperbaiki pada satu penderita yang diobati dengan GM-CSF. Penderita ini adalah calon untuk transplantasi sum_
lithium, dan agaknya pemberian G-CSF akan efektif dalam sum tulang.
memperbaiki neutropenia jika secara klinis terindikasi. Risiko 0NIKOTRIK0DISPLASIA DAN NEUTR0PENtA. Sindroma
terjadinya leukemia lebih tinggi pada penderita ini. Dua ber- autosomal resesif ini ditandai oleh hipoplasia kuku jari, ram-
saudara (perempuan) yang terkena, umur 8 dan 13, baru-baru but jarang, dan neutropenia. Kebanyakan bayi dan anak yang
ini dilaporkan menderita kelainan neurologi yang mencolok, terkena menderita retardasi mental tingkat sedang. penderita
termasuk apraksia (kehilangan kemauan untuk melakukan ge- menderita infeksi berulang. Rambut kepala tidak ada pada saat
rakan yang terkoordinir), ketrampilan motorik hilang, kele- lahir, dan bulu mata iripoplastik, sehingga menyebabkan kon-
m,han umum. dan hipotonia. jungtivitis kronis. Pada remaja. rambut aksila dan pubis tidak
KONDROpLASTA METAFtStS (Htp0pLAStA KARTtLAc0- ada atau jarang. Secara mikroskopis rambut menunjukkan tri-
BERAMBUT). Bentuk cebol tungkai-pendek ini mula-mula dite- koreksis, dan berbeda dengan bentuk displasia ektodermal
mukan pada tahun 1965 pada populasi Amish di Amerika Seri- lain, kadar sulfurnya rendah. Neutropenia menetap dengan
kat timur, tetapi gennya dilacak di Finlandia, di mana lebih episode ANC yang amat rendah secara intermiten, ditemukan
dari 100 penderita yang terkena diidentifikasi dari 85 keluarga. selama masa infeksi klinis kulit dan membran mukosa.
Sindroma ini terdiri atas berbagai kelainan skelet, rambut ja- NEUTROPENIA AKIBAT KANKER DAN SINDROMA IMUNO.
rang dan berwarna terang, serta cacat imunologis limfosit T. DEFISIENSI DIDAPAT (AIDS). Neutropenia dapat disertai de-
Penderita yang terkena sangat rentan terhadap infeksi varisela ngan keganasan primer seperti leukemia, limfoma, atau tumor
diseminata dan meninggal karena pneumonia. Anemia makro- metastatik dan neuroblastoma. Pada kasus demikian, biopsi
sitik dengan retikulositopenia seringkali tampak selama masa sumsum tulang akan memastikan diagnosis. Darah tepi dapat
bayi, dan sebagian besar penderita juga mengalami limfopenia. menunjukkan respons eritroblastik dengan eritrosit berinti, sel
Sekitar 25Vo terjadi neutropenia. Gennya telah dipetakan pada darah merah yang berbentuk butiran air mata, dan mielosit
kromosom 9 dan tampak ditransmisikan secara resesif dengan muda serta metamielosit. Neutropenia berat dan infeksi yang
daya penembusan yang kurang. Transplantasi sumsum tulang terkait, meliputi bakteri gram positif maupun gram negatif, ja-
memperbaiki imunitas seluler dan memperbaiki neutropenia mur, dan virus DNA sefta protozoa, tetap merupakan ancaman
pada dua orang penderita. perrnanen pada penderita yang mendapat kemoterapi intensif.'
MIOPATI KARDIOSKELETAL (SINDROMA BARTH). Sindro- Bayi dan anak dengan infeksi HIV juga mengalami neutro-
rnr ini pertama kali ditemukan tahun 1981 pada silsilah keluar- penia,.sebagai akibat langsung dari infeksi atau sebagai akibar
ga besar Belanda yang pada laki-lakinya menderita kardiomio- terapi antivirus. Karena supresi sistem imun yang mencolok
pati dilatasi, pertumbuhan terlambat, neutropenia, dan miopati pada kelompok penderita ini, risiko mendapatkan infeksi iku-
skelet. Perjalanan klinis ditandai dengan gagaljantung konges- tan sangat tinggi. Upaya agresif untuk mengurangi risiko in-
tif selama awal masa bayi, infeksi berulang yang disertai de- feksi neutropenia pada penderita demam termasuk memulai
ngan neutropenia dan retardasi pertumbuhan. Tanda awal sin- terapi dengan antibiotika spektrum luas dan antijamur secara
droma ini bervariasi dari kardiomiopati dilatasi kongenital parentral segera sesudah biakan darah dan cairan tubuh lain
sampai neutropenia murni tanpa bukti klinis penyakit jantung. diambil. Pemberian faktor sumsum tulang (GM-CSF, G-CSF,
Kelemahan otot skelet dengan pengecualian otot ekstraokuler IL-3) mengurangi lamanya neutropenia akibat kemoterapi dan
dan bulbar telah ditemukan pada pemeriksaan fisik. Pemerik- dapat mengurangi risiko infeksi.
saan elektron mikroskop biopsi endomiokardium, otot skelet,
pendahulu granulosit sumsum tulang, hati dan ginjal menun-
jukkan adanya kelainan mitokondria dengan krista konsentris
terpampat rapat dan kadang-kadang ada benda- benda inklusi. Bonilla MA, Gillio AP, Ruggeiro M, et al: Effects of recombinant human
granulocyte colony-stimulating factor on neutropenia in patients with con_
Neutropenia ditemukan pada darah tali pusat, dan perkem- genital agranulocytosis. N Engl J Med 320: 1 574, I 989.
bangan sumsum tulang berhenti pada stadium mielosit. Fibro- Boxer LA, Smolen JE: Neutrophile granule constituents and their release in
elastasis endokardial ditemukan pada beberapa orang laki-laki health and disease. Hematol Oncol Clin North Am 2:101, 1988.
yang terkena. Kadar 3-metilglutakonat, 3-metilglutarat, dan 2- Cairo MS: Neutrophil transfusions in the treatment of neonatal sepsis. Review
of G-CSF and GM-CSF effects on neonatal neutrophil kinetics. Am J pedi-
et^ihidrakrilat urin meningkat, ditemukan tahun 1991 pada tu- atr Hematol Oncol ll:227,1989.
juh anak laki-laki yang terkena, beberapa diantaranya mening- Christenson RD: Neutrophil kinetics in the fetus and neonate. Am J pediatr
gal karena sepsis dan/atau penyakit jantung, yang lainnya Hematol Oncol 1 I :215, 1989.
730 BAGIAN XM Sisfem Imunologis dan Gangguannya

Coates T. Baehner R: Leukocytosis and leukopenia. Dalam: Benz EJ, Cohen primer yang mengenai subunit B komunis diperlukan untuk
HJ. Furie B, et al (eds): Hematology: Basic Principles and Practice. New
pemasangan subunit-a normal molekul a-p yang aktif secara
York: Churchill Livingstone, 1990, pp 552-566.
Dale DC. Bonilla MA, Davis MW et al: A randomized controlled phase III fungsional. Deretan asam amino subunit reseptor adhesi leu-
trial of recombinant human granulocyte colony stimulating factor (filgras- kosit memiliki sifat sama yang sangat cocok dengan reseptor-
tlm ) for treatment of severe chronic neutropenia. Blood 8 I : I 496, I 993. reseptor lain untuk matriks protein ekstraseluler yang disebut
I)ale DC, Hammond WP IV: Cyclic neutropenia: A clinical review. Blood
integrin. Deretan asam amino meliputi fibronektin, vitronektin
Rev 2:178. 1988.
Hut^hinson R, Boxer LA: Disorders of granulocyte and monocyte production. dan kolagen, memberi kesan evolusi oleh rangkapan gen dari
Dulum'. Benz EJ, Cohen HJ, Furie B, et al (eds): Hematology: Basic Princi- keturunan gen tunggal subunit u dan B.
ples and Practice. New York, Churchill Livingstone, 1990, pp. 193-204. LAD tipe 2 tampaknya terkait dengan kekurangan ung-
Jonsson OG, Buchanan GR: Chronic neutropenia in a single institution. Am J
kapan sialil-Lewis-X, Iigand karbohidrat pada pemukaan neu-
Dis Child 145:232. 1991.
Metcalf D: Hematopoietic regulators: Redundancy or subtlety? Blood trofil untuk E-selektin, yang selanjutnya terdapat pada permu-
82:35 I 5. kaan sel endotel yang aktif. Sintesis sialil-Lewis X memer,
lukan gen fukosiltransferase, yang mungkin kurang sempurna
karena.sel darah merah pada penderita ini adalah tipe Bombay
akibat defisiensi antigen H, karbohidrat difukosilasi lain. Tipe

I Bae 125 darah penderita yang dilaporkan adalah Lewis negatif dan sek-
relori negatif.
EPIDEMIOLOGI. Penyakit ini relah diamati di Amerika Uta-
Gangguan Defisiensi Adhe si ra, Eropa, Afrika Utara, Iran, dan Jepang dan diwariskan da-
lam pola resesif autosom. Silsilah keluarga dari keluarga
Spanyol, Tunisia, dan Inggris telah dibahas. Sering ada hu-
Robert L. Baehner bungan keturunan yang sama dalam keluarga yang terkena.
dan pengidap yang tidak bergejala menempati sekirar serengah
Sindroma yang diwariskan ini terdiri dari dua jenis gang- jumlah normal subunit p komunis.
guan yang ditandai dengan infeksi kulit, membrana mukosa, PATOGENESIS. Semua tanda dan gejala yang diamati pada
dan subkutan yang berulang atau progresif dengan sedikit penderita yang terkena dapat akibat tidak adanya atau hilang-
pembentukan nanah dan penyembuhan luka yang buruk, ter- nya ungkapan glikoprotein adhesif atau ligand karbohidrat
masuk pelepasan tali pusat tertunda. Ungkapan fenotip defisi, pada permukaan leukosit. Penarikan neutrofil ke tempat ra-
ensi adhesi leukosit tipe I (leucocyte adhesion deficiency = dang tampaknya dicetuskan oleh faktor-faktor yang mengim-
LAD) adalah karena cacat genetik kelompok glikoprotein bas pengguliran neutrofil pada dinding pembuluh darah, di-
membran leukosit yang memberi kemampuan perlekatan pada sertai dengan adhesi yang kuat dan ekstravasasi ke sekeliling
perrnukaan limfosit, monosit, dan neutrofil. Tampilnya I AD jaringan yang terinfeksi atau radang. Pengguliran neutrofil
tipe 2 adalah karena tidak adanya struktur karbohidrat sialil- awal ditengahi oleh anggota keluarga selektin,.termasuk selek-
Lewis X pada permukaan sel neutrofil, yang berperan sebagai tin, -E dan -P, yang diungkapkan pada permukaan sel endotel
ligand selektin sel endotel. LAD tipe 1 telah diuraikan pada le- yang teraktifkan dan selektin-L, yang terutama diungkapkan
bih dari 50 penderita, sedang LAD tipe 2 pertama kali digam- pada neutrofil. Ligand karbohidrat untuk selektin-E, dan -P di-
barkan pada tahun 1992 pada dua anak yang tidak ada kait- kandung dalam struktur sialil-Lewis X. Dengan demikian pada
annya. keduanya mempunyai orangtua yang saling bersaudara. LAD tipe 2, kemampuan bergulir neutrofil yang terkena akan
ET|OLOG|. LAD tipe 1 disebabkan oleh ekspresi tidak sem- terganggu, suatu prasyarat untuk mengatur kenaikan ungkapan
purna dari tiga molekul cr-B heterodimerik glikoprotein yang adhesi molekul LFA-1 dan MAC-1, dua anggota keluarga in-
bersifat khusus terhadap leukosit yang disebut MAC-1, LFA- tegrin yang ada pada neutrofil yang melekat pada adhesi intra-
l, dan p150,95. Leukosit ini menggunakan subunit B secara seluler molekul I (ICAM-I) pada sel endotel. LFA-I dan
ber.ama-sama (95 kd, juga ditandai CDl8) tetapi mempunyai MAC- I tidak terungkap pada LAD tipe 1. Interaksi ini sangat
subunit o( yang khas dari berbagai berat molekul dan rangkaian penting pada adhesi kuat terhadap dinding"pembuluh darah
asam amino, sehingga memberikan berbagai sifat fisikokimia maupun pada migrasi kemotaktik neutrofil yang akan datang
dan distribusi sel. MO-l atau MAC-1 (CD11a), merupakan re- terhadap tempat-tempat infeksi dan radang ekstravaskuler.
septor komplemen (CR3) yang penting secara fisiologis yang Perbedaan gambaran klinis dari hitung granulosit darah
mengikat komponen iC3b dari komplemen yang diaktifkan ke yang tinggi bila ada ulkus kulit dan jaringan lunak nekrorik
granulosit dan monosit. Tempat lain pada MAC- I bertanggung aseluler, memberi kesan adanya migrasi sel radang yang tidak
jawab pada kepastian perlekatan sel pada permukaan dan juga sempurna dari pembuluh darah sampai tempat-tempat ekstra-
menaikkan motilitas, kemotaksis, dan fagositosis mikroba vaskuler. Ir{igrasi leukosit in vivo seperti dipantau dengan pe-
yang teropsonisasi-komplemen. Sebaliknya, LFA-l (CDl 1b) masangan seri gelas penutup pada kulit yang baru digosok
terletak pada semua limfosit tetapi tidak pada sel-sel fagosit, (abraded) (uji jendela kulit Rebuck) menunjukkan gangguan
dan adhesi interseluler molekul ICAM-1 berperan sebagai sa- invasi granulosit dan monosit yang mencolok pada tempat-
lah satu lfgand-nya dalam menaikkan akivitas sel T sitotoksik tempat jaringan. Namun, sesudah transfusi sel granulbsit nor-
dan interaksi limfosit lain dengan sel. Molekul ketiga, p150,95 mal, respons radang jendela kulit terkoreksi. Pada penelitian in
(CDllc), dikenali dengan adanya antibodi monoklonal vitro sel fagosit penderita tidak berhasil melekat pada satu
LeuM5. ada pada sel fagosit dan limfosit sitotoksik dan granu- lapis sel endotei atau pada gelas atau plastik yang diselimuti-
lel besar. tetapi arti fisiologisnya belum jelas. Lesi genetik protein, dan rangsangan kemotaktik tidak mendorong penam-
125 I Gangguan Defisiensi Adhesi 731

bahan perlekatan seluler pada perrnukaan yang memudahkan setiap area tubuh. Abses perirektal dan lesr pada ekstremitas
kemotaksis. Mikroba dan partikel lain yang diopsonisasi de, yang menimbulkan ulkus besar dengan pembentukan plak atau
ngan iC3b tidak difagositosis. Namun, fagosit LAD mampu daerah bula gangrenosa berukuran 1 dan l0 cm menjadi masa-
memicu respons oksidatif normal yang menyebabkan pem- lah yang sukar ditangani. Luka tusuk atau trauma permukaan
bunuhan mikroba maupun pelepasan unsur pokok granulanya kulit sering mempercepat selulitis dan pernbentukan abses.
sebagai respons terhadap mediator yang memintas atau tidak Pembersihan debris secara bedah dan cangkok kulit mungkin
memerlukan MO-l atau CR3. diperlukan.
Berbagai kelainan limfosit in vitro yang tergantung pada Infeksi telinga, hidung. dan mulut sering terjadi. Otitis me-
ungkapan LFA-I telah diamati pada penderita dengan LAD dia berulang, faringitis, dan stomatitis ulseratif terdapat pada
tipe l. Sel T sitotoksik, sel pembunuh alami, dan sel sitotoksik hampir semua penderita. Gingivitis berat yang sering disertai
tergantung antibodi adalah tidak sempurna. Walaupun kadar dengan erupsi gigi desidua pada anak prasekolah biasanya ber-
imunoglobulin total normal, respons antibodi terhadap antigen kemban-q menjadi hilangnya tulang alveoler clan periodontitis
protein seperti virus influenza menjadi tumpul, tetapi respons berat.
terhadap antigen polisakarida normal. Gen subunit p telah Inf'eksi sistemik dengan sepsis yang membahayakan jiwa
dipetakan pada bagtan distal lengan panjang kromosom 2l dapat menyertai episode abses perifer atau infeksi nekrotisasi
(21q22.3), dan penelitian telah men.rberi kesan adanya cacat lain pada mulut, farings, atau saluran intestinal. Bronkopneu-
pada gen ini, mengakibatkan kelainan pemrosesan molekul monia berulang dan meningitis aseptik dapat terjadi. Lebih da-
pasca pemindahan. ripada 75Va penderita yang rerkena janis yang berat dapat me-
MANIFESTASI KL|NlS. Keparahan penyakit berkorelasi de- ninggal sebelum umur 5 tahun, sedang penderita dengan l.eno-
ngan luasnya kekurangan ungkapan perlekatan glikoprotein tip sedang, cenderung trdak menjadi infeksi berat yang mem-
leukosit. Tanda-tanda paling awal terjadi pada masa neonatal bahayakan jiwa, walaupun lebih dari setengahnya meninggal
dengan pelepasan tertunda atau infeksi tali pusat. Pemotongan antara umur 12 dan 32 tahun. Otitis, esofangitis, sinusrtis. dan
umbilikus yang terinfeksi diperlukan pada beberapa kasus. pneumonia serta infeksi jaringan lunak lokal berulang pada
Penyembuhan luka sangat rerganggu. Infeksi kuiit dan subku- penderita ini. Biopsi dari tempat-tempat yang terkena menun_
tan terjadi selama masa anak awal. Abses kecil (< 1cm) berja- jukkan adanya sedikit sel radang dan nekrosis jaringan. Kea-
lan lambat, abses nekrotik atau selulitis dapat terjadi pada daan ini merupakan akibat dari kegagalan leukosit darah.

TABEL 125-l Tanda-tanda Klinis dan Laboratorium Gangguan Fagosit

:::::.:::: Peffiunuhan
S[hgguhh Jefiiilffiksi rj,rr;.$el nafth Putih (uL) Kemotaksis PelbpAsan Oia ,B i'eri
LADT UIku s.l rt&iotik;.,tj&k r
50i0oo:m0:o0or, Mdnurun MenUruh: FaitikeI,: Normal
.; il i;.,.i "'::: o0r9oE" nMx lt yang teropsonisasi
Rulitr rl m@r$n.r,, komplemen
.'mukosa,.
r
'::'.:::: ,

, Normaldarut :

Mulut ierkena, gin- (P,lE4irueF)*.,,


givitis berat
agrargl|c*ito$i$',,.,._, Saina , o. ,fiO. i i}ioffi Nd;io"t ',,,.
':':l 111
,, ',i '
[.t{.o.rm?I=
,:::j:. l : 0,ii1O9..a.:P!4Y,. ::,:... : " ;',.-;,,"i I

CGDf.:ttt" l'..''",, Pustuia dan abses ja- toi0oorfb,om jfiafmd Menurun ''
, :::l i Men#un
DefisicnsiiG:6:?,,D ringan lunak dan 60-807o PMN
berat yangjarang viseia dalam 1r.'"t.,i
Cacat granula nbu-
t,t,,'=,,:
" i'1'11' ,l
t
i:: :::::

tf"""""'ofiit af0oo"t$iffi0,'
Defisiensi mielcr,, Tidak ada iampai in- , 50.147o P, 11\i Normal Mehingkat ,,,. M0 j mn ringan
Perokai se '
'!' ii f *ijarfiui ri Antr..l :::::::.
:::-:;1]
"= i a.:::i .a:a:
l,::
Defisienii granula A:bse$ kulir dan ptii ,:, M-;;" .
Normal sampai me' Mehuliin',:.
'

spesifik :::r i -:
ningkat
l
:::::::: :

:.:=., .
Sindroma Ch6diak- Kulit dan memhrana Manu*n Naik Menurun sedans
Hig'aaifii-t'r':-,.: -
, )::.::::,..-::::ititt:a.:
mukosa :

.,,',
a

Lgami$obutihe Septikemia, pneumo- 5.000-15.000 ''t::::,:..,. r,;,,,:.,

,danl$adgguaq
lEi
a
it
:
i ** ::::::':"
.:
: lril.:-::::...::. ::::: Normal N*,I,. ''
nla 50 ?O% PMN ': i.: , ,ttt ,, ,ttu
Ftriperimunoglobulin E,
(sindrom.a JbU] '
S,indpdmondi$ 1 5.000.13"(tli)
:tt: | ::..:-=:.., , '::
I
trterriirun lp aou:uel*. lrlortnal::.. t ,, ::, ,.
Notmrl
Abses:,,: ngin?. pa"dgr|,l oo:3ffi1eo!.in,_q ;;:.r4Lg [{ us}i :11,
*ulit
,

dan,subkuilinrr,, i,
t:i'=::::.:i::::-:t I :=
rl,KSema
:;-i;:;:,i ::::,:,,,,-':r::t :, .,:,,
Aslna $an rinitii ;.
1,,--,.,

tsr ,, ,it,'.,

'LAD . de.li.rien.si ,tdltcsi leufut.\n.


rCGD = pen\)uki grattLrlomatosu kronrc.
i:PMA = [,trh,tl miristnr,tsetut:fMLP = l-mer.leu-phe
) | Ph4N -- leufu).\ir prtlimtttfttnukls4y.
732 BAGIAN XIV a Srstem Imunologis dan Gangguannya

terutama granulosit dan monosit, untuk melekat pada endotel Higashi [SCHI), agamaglobulinemia atau bentuk-bentuk hipo
vaskuler yang berdekatan dengan tempat radang, menghambat dan disgamaglobulinemia lain, serta sindroma Job harus dipi-
vaskularisasi jaringan yang terinfeksi. Seperti pada penderita kirkan. Pada umumnya, penderita dengan gangguan neutrofil
agranulosit, gingivitis kronik berat dan periodontitis berkem- yang disertai cacat kemotaktik atau ketidakmampuan in vivo
bing "rlama tahun-tahun belasan, menyebabkan kehilangan mempersiapkan respons radang normal, akan menderita in-
gigi permanen yang Progresif. feksi kulit, jaringan lunak, mulut, dan membran mukosa, se-
-- dang mereka yang dengan defisiensi bakterisidal dan fungi-
Ijou anak laki-laki yang tidak terkait dengan LAD tipe 2
menderita episode infeksi bakteri berulang, termasuk pneumo- sidal neutrofil mengalami pembentukan abses pada tempat-
nia, periodontitis, otitis media, dan selulitis terlokalisasi tanpa tempat subkutan, limfonodi, paru-paru, hati, dan visera abdo-
pembentukan nanah. Lagipula, keduanya menderita retardasi men lain, serta tulang (Tabel 125-1). Setiap penderita dengan
mental berat, badanhya pendek, dan mempunyai bentuk muka bentuk-bentuk berat infeksi mulut dan gusi berulang, abses ku-
khas. Keduanya adalah keturunan orangtua yang bersaudara, lit, abses perianal, dan perirektal, penyembuhan luka buruk'
memberi kesan pewarisan resesif autosomal. infeksi sinopulmonalis, atau abses viseral dalam harus dipi-
TEMUAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSIS. Tanda labora- kirkan mbnderita cacat fungsi fagosit.
tonum penyakit adalah neutrofilia persisten dengan sel darah Neutrofilia LAD dapat dirancukan dengan (1) reaksi leu-
putih berkisar antara 15.000 dan 160.000/ L, dengan 50-90% kemoid reaktif yang kadang-kadang ditemukan pada gangguan
sei polimorfonuklear. Anemia ringan sampai sedang paralel kolagen-vaskuler, paru, atau abses viseral dalam, dan (2)
dengan luas dan kronisitas infeksi serta radang. Peradangan di gangguan mieloproliferatif' kronis seperti leukemia mieloie-
kulit gagal menunjukkan pengumpulan granulosit dan monosit nosa bentuk dewasa. Penderita dengan kedua keadaan ini bia-
radang yang diharapkan akan menjadi progresif selama 24 jam sanya mengalami splenomegali sedang sampai masif, tidak
masa penelitian. Penelitian in vitro fungsi leukosit menunjuk- adanya fosfatase alkali leukosit yang ditemukan dengan pe-
kan kelainan kemotaksis, pengurangan perlekatan pada endotel warnaan apus darah khusus, dan adanya kromosom Philadel-
selapis dan kelainan agregasi granulosit, tetapi agregasi dan phia t(9; 22). Sebaliknya, reaksi leukemoid telah meningkat-
perlekatan trombosit normal, karena glikoprotein IIbiIIIa trom- kan angka fosfatase alkali leukosit dan tidak ada kelainan kro-
bosit diungkapkan secara normal. Partikel-partikel yang ter- mosom leukosit. Sumber infeksi atau radang biasanya dapat
bungkus komplemen (misal zimosan atau sel darah merah diperagakan dengan pemeriksaan radiolo gis dan bakteriologi s.
yang diobati serum) tidak tercerna, tetapi respons oksidatif
PENG0BATAN. Penggunaan antibiotika secara agresif ter-
(misalnya pelepasan superoksida/reduksi nitroblue tetrazolium
indikasi untuk pengobatan infeksi yang diketahui. Respons
[NBTI) terhadap formil- tripeptida, f met-leu-phe, atau forbal terhadap terapi jauh lebih lambat daripada notmal. Kemung-
miristat asetat Q)horbal myristate acetate = PMA) normal. An-
kinan Candida dan aspergilosis harus dipikirkan pada setiap
tibodi monoklonal MO-1 atau MAC-1 dan LFA-I sampai gli-
infeksi menetap yang tidak dapat diberantas dengan antibio-
koprotein pelekat leuksoit dapat digunakan pada sitometer alir-
tika. Karena penyembuhan luka berjalan lambat, perhatikan
an untuk memperkuat diagnosis dengan tidak adanya atau pe-
dengan cermat setiap luka tusuk atau bedah dengan pengobat-
ngurangan pengikatan antibodi monoklonal yang terlabel fluo-
an dan pembersihan jaringan mati setempat. Penggunaan
resen pada permukaan leukosit. Limfosit T yang kekurangan
transfusi granulosit normal dapat membantu menyembuhkan
LFA- 1 mempunyai respons normal terhadap kadar normal lek-
infeksi akut, tetapi tidak bermanfaat pada penanganan jangka-
tin (fitohemaglutinin) atau antigen, tetapi sitotoksisitasnya ter-
5lcr dari sel lama penderita ini. Pencegahan kesehatan gigi, perawatan ku-
ganggu ,"p".ti yang diperagakan oleh pelepasan
lit, dan perhatian pada daerah perianal sering membantu me-
sasaran terlabel. Walaupun tidak ada defisiensi humoral yang
ngurangi tanda-tanda infeksi awal. Transplantasi sumsum
terdapat pada kebanyakan penderita dan kadar imunoglobulin
tulang telah berhasil pada penderita dengan LAD fenotipik be-
serumrl'a normal atau meningkat, defisiensi pada sintesis anti-
rat. Dari delapan penderita yang telah mendapatkan transplan,
bodi spesifik terhadap antigen polipeptida (tetanus, influenza)
lima diantaranya menggunakan sumsum tulang HlA-identik.
tetapi tidak terhadap antigen polisakarida (pneumokokus, 1L
Penderita defisien-LFA-1 agaknya mampu menerima sumsum
influenzae) telah ditemui. Biakan dari luka dan jaringan yang
tulang yang sebagian HLAnya tidak cocok, dengan cara yang
terinfeksi menghasilkan berbagai bakteri gram-positif (Staphy -
sama dengan penerimaan yang ditemukan pada penderita de-
lococcus aureus) dan gram-negatif (Escherichia coli, spesies
ngan imunodefisiensi kombinasi berat (SCID) yang tidak
Pseudornonas, Klebsiella) atau jamur (spesies Candida, spe-
mempunyai sel T. Calon transplan harus bebas infeksi dan
sies Aspergillus.
status gizinya baik, dan prosedur harus dilakukan sesegera
GENETIKA. Subunit beta yang lazim LFA-I, MAC-1, dan
mungkin sesudah diagnosis ditegakkan karena mortalitas awal
p150,95, telah dipetakan pada kromosom 21q22'3' dan LAD-1
pada anak yang terkena berat adalah tinggi.
terbukti disebabkan oleh berbagai cacat genetik subunit beta.
DIAGNOSIS BANDING. Penderita dengan infeksi piogenik NASIHAT GENETIKA. Diagnosis prenatal LAD dimungkin-
dan jamur kronis dan berulang yang berarti biasanya menderi- kan dengan pengambilan sampel darah janin sekitar 20
ta gangguan imunitas, fagosit-antibodi. Bentuk-bentuk agranu- minggu kehamilan. Leuksoit janin mengungkapkan molekul
losis berat (neutropenia kongenital), defisiensi oksidase adhesi leukosit, walaupun dalam jumlah yang kurang. Tidak
NADPH fagosit (penyakit granulomatosa kronis), caaat adanya glikoprotein pelekat ini secara total menunjukkan fe-
granula neutrofil (spesifik, azurofilik, dan sindroma Ch6diak- notip jenis berat.
126 I Cacat Neutrofil tsergranula 733

Anderson DC: Neonatal neutrophil dysfunetion. Am J Pediatr Hematol Oncol yang besar. Granula spesifik gagal terbentuk pada pendahulu
11:224.1989" mieloid sumsum tulang yang sedang berkembang pada lima
Anderson DC, Schmalsteig FC, Finegold MJ, et al: The severe and moderate
phenotypes of heritable MAC-1, LFA-I deficiency: Their quantitative defi-
penderita yang tidak terkait, yang dikenali dengan DGS. Seba-
nition and relation to leukocyte dysfunction and ctinical features. J Infect liknya granula azurofilik terbentuk secara normal. Dasar cacat
Dis 152:668, 1985. molekuler ini belum diketahui.
Etzioni A, Frydman M, Pollack S, et al: Recurrent severe infections caused by Cacat granula didapat terjadi pada penderita dengan ane-
a novel leukocyte adhesion deficiency. N Engl J Med321:7'189,1992.
mia refrakter, praleukemia, leukemia akut, dan fase blastik
leukemia mielogenosa. MPO dan laktoferin, unsur pokok gra-
nula azurofllik dan granula spesifik, masing-masing berkurang
pada beberapa penderita dengan leukemia mieloblastik akut
I Ben 126 dan sindroma mielodisplastik lain dan pada neutrofil neonatu-.
Fosfatase alkali yang defisien pada neutrofil penderita dengan
DGS, tidak ada atau berkurang pada neutrofil penderita de-
C ac at N eutrofil B ergranula ngan leukemia mielogenosa kronis.
PATOGENESIS. MPO adalah sangat penting pada klorinasi
Robert L. Baehner dan iodisasi mikroba yang ditelan oleh neutrofil. Walaupun
kekurangan peroksidase pada neutrofil defisien-MPO, orang-
Penderita dengan kelainan granula neutrofil bawaan atau orang yang terkena biasanya tidak bergejala, walaupun be-.
didapat ini tetap tidak bergejala atau mengalami kenaikan ke- berapa penderita dengan diabetes mengalami infeksi kandida
rentanan terhadap infeksi. Neutrofil berisi dua kelompok gra- yang berulang. Sebagian aktivitas bakterisidal terganggu sela-
nula yang berbeda. Pembentukan granula azurofil peroksi- ma fase awal pembunuhan in vitro, tetapi sesudah periode be-
dase-positif dan granula spesifik peroksidase-negatif terjadi berapa jam pembunuhan bakteri efektif dicapai, mungkin oleh
selama perkembangan sel mieloid dalam sumsum tulang. Pem- mekanisme non-oksidatif. Penderita dengan defisiensi granula
bentukan granula azurofilik hanya terjadi selama diferensiasi spesifik-neutrofil mengalami ulkus dan abses kulit kronis ber-
mieloblast dan promielosit, sedang granula spesifik dihasilkan ulang, serta infeksi paru, mendukung pendapat bahwa kumpu-
selama fase proliferasi mielosit berikutnya dan maturasi men- lan granula spesifik mungkin lebih penting untuk pertahanan
jadi metamielosit dan stadium batang. Unsur pokok dari dua hospes normal daripada kumpulan granula azurofilik. De-
kelompok granula ini adalah protein bakterisidal unik, reseptor fensin, protein bakterisidal kuat biasanya terdapat dalam gra-
dan enzim (Tabel 126-1). nula azurofilik, adalah hampir defisien secara sempurna pada
ET|OLOG|. Cacat granula neutrofil dapat dipisahkan men- penderita dengan GDS. Unsur pokok granula azurofilik lain,
jadi tiga gangguan genetik fenotip: (1) granula azurofilik yang misalnya katepsin G dan elastase adalah normal. Sebaliknya
kekurangan mieloperoksidase (MPO), (2) defisiensi granula sel neutrofil penderita SCH kekurangan dua protein sitotoksik
spesifik (DGS), dan (3) sindroma Ch6diak-Higashi (SCH), li- yang terakhir, tetapi jumlah defensinnya normal. Penderita ini
juga mengalami infeksi berulang, selain akibat cacat fungsio-
hat Bab 127. Pemeriksaan imunohistologis menunjukkan ada-
nya disfungsi protein peroksidase pada granula azurofilik neo- nal sel fagosit darahnya yang abnormal secara morfologi, juga
trofil dan monosit (tetapi bukan eosinofil) dari penderita de- karena defisiensi protein granula sitotoksik (Bab 127).
fisiensi MPO. Gen yang terletak pada kromosom 11q22-23, te- MANIFESTASI KLlNlS. Defisiensi MPO heriditer. Sebagian
lah diklon dan diurutkan. Dasar kelainan molekuler adalah besar orang yang terkena tidak menderita sekuele klinis de-
cacat sebelum perubahan bentuk yang ditandai dengan jumlah fisiensi yang jelas dari. Insidensnya adalah I di antara 2000
mRNA yang berkurang tetapi tidak ada perubahan gen MPO pada orang-orang yang tidak bergejala di Amerika Serikat, dan
insidens serupa tercatat juga di Eropa Barat. Kebanyakan pen-
derita yang mengalami kandidiasis berat juga menderita diabe-
TABEL 126-l Kandungan Cranula Neutrolil tes melitus atau gangguan pertahanan hospes lain. Kandidia-
sis mukokutan kronis dikaitkan dengan neutrofil yang mempu-
nyai kandungan MPO normal dan aktivitas kandidasidal nor-
mal.
Defisiensi Granula Spesifik Kongenital. Gangguan yang ja-
rang ini terdapat pada lima penderita yang tidak saling terkait.
Riwayat keturunan yang sama ditemukan pada satu penderita.
Secara klinis, semua penderita menderita infeksi kulit dan paru
berulang, seringkali dipersulit dengan ulkus kulit besar yang
lama dan episode bronkopneumonia atau abses paru berulang.
Juga, limfadenitis, otitis, dan mastoiditis terjadi. Mulainya in-
feksi biasanya terjadi dalam usia beberapa tahun pertama.
Baik laki-laki dan wanita dapat terkena, memberi kesan model
pewarisan resesif autosomal. Staphylococcus aureus adalah
spesies bakteri yang paling sering dibiakkan, tetapi berbagai
mikroba gram negatif juga Candida albicans telah diisolasi
734 BAGIAN XIV I Sistem Imunologis dan Gangguannya

dari lesl. Dengan penaralaksanaan yang teliti, penderita ini da- Nauseef WM: Myeloperoxidase deficiency. Hematol Oncol Clin Nonh Arn
pat bertahan hidup menjadi dewasa muda. 2:135. 1988.

TEMUAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSIS. Hitung darah


lengkap rutin mungkin tidak memberi kesan adanya cacat gra-
nula neutrofil, kecuali bila hemogram yang diberi pewarnaan
de,.gan Wright diperiksa secaha teliti. DGS ditandai oleh nuk-
leus bilobus pada lebih daripada 80% neutrofil, menyerupai
I Bee I2l
anomali Pelger-Huet. Yang terakhir ini tidak disertai dengan
gejala-gejala klinis atau cacat fagosit fungsional. Lagipula pa- Sindroma Ch d diak- Higashi
da DGS ada penurunan yang mencolok pada granularitas sito-
plasma karena kekurangan granula spesifik. Fosfatase alkali
Robert L. Baehner
leukosit dan pewaraan sitokimia peroksidase memperkuat ti-
dak adanya fbsfatase alkali dan adanya peroksidase granula
azurofilik. I-aktoferin, unsur pokok granula spesifik lain juga Gangguan resesif autosom yang jarang ini pada mulanya
tidak ada, ketika digunakan imunositokimia yang sesuai. Seba- diketahui sebagai satu gangguan yang pada leukositnya me-
liknya. penderita dengan defisiensi mieloperoksidase herediter ngandung granula sitoplasma raksasa (lihat Bab 126). Seka_
at4u didapat menderita defisiensi aktivitas peroksidase parsial rang diketahui sebagai penyakit seluler menyeluruh yang me-
atau total, tetapi pengecatan fosfatase alkali normal. Kadang- ngenai semua sel pembawa-gr-anula.
kadang penderita dengan SCH ditemukan karena adanya gra- ET|OLOGI. Kelainan dasar yang mendasari fungsi neutrofil
nula raksasa pada pewarnaan rutin hemogram dengan Wright. pada sindroma Chddiak-Higashi belum diketahui, rerapi peru_
Granula berukuran lebih besar dan kurang simetris dibanding- bahan fusi membran mungkin penting. Satu hipotesis yang
kan dengan granula toksik yang terwarnai mencolok atau ben- menyatukan penyimpangan fungsional gangguan ini adalah
da-benda Dohle yang sering ada pada neutrofil penderita in- bahwa ketidakstabilan membran abnormal menyebabkan fusi
flek"i. Granula hasil penggabungan progresif granula azuro- tidak terkendali.dan cacat lain, temasuk ketidakmampuan
filik dan spesifik dibentuk selama mielopoesis. Neutropenia neutrofil untuk bergerak secara normal dan mengkonsentrasi_
sedang akibat penghancuran sel mieloid intrameduler sering kan serotonin ke dalam trombosit dan enzim hidrolitik keda-
ditemukan pada awal perjalanan penyakit dan dapat turut me- lam lisosom neutrofil.
nyebabkan kenaikan kerentanan terhadap infeksi. PATOFISIOLOGI. Melanosit yang berisi melanosom raksa-

Fungsi fagosit tidak normal pada ketiga gangguan granula sa; menyebabkan kegagalan pembagian pigmen. Karenanya
(lihat Tabel 125-l). PMN defisien.MPO memperlihatkan ha- penderita menampakkan albinisme parsial yang melibatkan
nya ada cacat kecil dalam pembunuhan S. aureus, sedangkan kulit dan rambut. Sel Schwann juga berisi granula raksasa,
pembu.uhan C. albicans jauh lebih terganggu. Kelainan res- agaknya membantu menyebabkan neuropati sentral dan perifer
pons kemotaktik neutrofil DGS disertai dengan kenaikan yang mencolok yang mengenai banyak dari penderita ini pada
pen gaturan reseptor yan g tergan g gu untuk kemo atr aktan f- m e t - tahun-tahun kemudian. Tanda penyakit lain adalah adanya
leuphe dan reseptor adherens iC3b. Tidak adanya komponen granula raksasa azurofil dan spesifik pada neutrofil yang ber-
sitokrom b granula spesifik dapat menjelaskan gangguan pele- sirkulasi. Pembentukan granula raksasa ini teladi di dalam si-
pasan dan sumbangan superoksida (O.2), bersama dengan ke- toplasma selama mielopoesis pendahulu mieloid, tetapi
kurangan defensin dan laktoprin, pada gangguan pembunuhan kebanyakan dari pendahulu mieloid ini mati dalam sumsum
bakterisidal. tulang dan menghasilkan neutropenia sedang. penambahan ke-
DIAGNOSIS BANDING. Gangguan seperti yang disebutkan rentanan terhadap infeksi sebagian dapat dijelaskan oleh neu_
dalam Bab 125 pada setiap penderita infeksi piogenik dan ja- tropenia dan sebagian oleh kemotaksis, degranulasi, dan ak_
mur berulang yang kronis harus dipertimbangkan. tivitas bakterisidal sisa neutrofil yang kurang sempurna. In-
PENGOBATAN. Umumnya tidak ada terapi yang diperlukan
feksi biasanya ditemukan pada mereka yang menderita sin-
untuk penderita dengan defiiiensi MPO. Pengobatan penderita droma Chbdiak-Higashi yang melibatkan kulit, saluran perna_
DGS serupa dengan pengobatan yang diberikan pada penderita fasan, dan membrana mukosa dan disebabkan oleh bakteri
cacat fagosit fungsional lain (lihat Bab 125). Dengan penggu- gram-positif serta gram negatif. Limfosit berisi granula sito_
naan antibiotika intravena yang sesuai dan drainase abses, pen-
plasmik raksasa dan berfungsi buruk pada sitolisis sel tumor
derita ini dapat hidup menjadi dewasa.
yang ditengahi sel-tergantung-antibodi. Fungsi sel pembunuh
NASIHAT GENETIK. Cacat granula neutrofil meliputi keada- alami juga terganggu, yang mungkin akibat kekacauan sekresi
an kea^ekaragaman klinis yang berkisar dari defisiensi MPO granula abnormal yang ditemukan dalam sel ini, dan dapat
tidak bergejala sampai fase percepatan SCH yang mematikan. menjelaskan mengapa pada beberapa penderita berkembang
Pemberian nasihat memerlukan informasi berbagai perjalanan menjadi keganasan.
klinis penyakit ini, semua diwariskan sebagai corak resesif Penderita dengan sindroma Chddiak-Higashi (SCH) mem_
autosomal. punyai waktu.perdarahan yang memanjang walaupun angka
trombosit normal karena agregasi trombosit terganggu dan di_
sertai dengan defisiensi granula yang berisi adenosin difosfat
Gallin JI: Neutrophil specific granule deficiency. Annu Rev Med 36:263,
dan serotonin. Ada juga kecenderungan khas. untuk terjadinya
198-s.
proliferasi limfohistiolitik (dikenal sebagai
Ganz T, Metcalf JA, Gallin JI, et al: Microbicidal cytotoxic proteins of neutro- fas e aks ele rasi) da_
phils are deficient in two disorders: Chbdiak-Higashi syndrome and,,spe- lam sistem retikuloendotelial, yang memperkuat neutropenia
c;fic" granule deficiency. J Clin Invest 82:552, 1988. yang telah ada dan menyebabkan pansitopenia. proliferasi ini
128 I Gangguan Motilitas dan Kemotaksis Sel 735

disertai dengan infeksi bakteri dan virus berulang, demam, dan PENGOBATAN. Terapi untuk SCH fase stabil mencakup
kelemahan. Biasanya berakibat kematian. Mulainya fase yang manajemen infeksi yang sesuai. Asam askorbat telah mempel
dipercepat dapat terkait dengan ketidakmampuan penderita ini baiki status klinis dan fungsi fagosit beberapa penderita. Wa-
dalam menampung dan mengendalikan virus Epstein-Barr dan laupun antibiotik bermakna selama infeksi akut, penggunaan
menimbulkan tanda-tanda yang menyerupai tanda-tanda sin- profilaksisnya belum terbukti efektif pada penderira dengan
droma hemofagositik akibat virus. SCH. Kortikosteroid, vinkrisrin, dan siklofosfamid telah digu-
MANIFESTASI KLlNlS. Penderita dengan sindroma ini me- nakan dalam pengendalian fase percepatan dan penghentian
ngalami permulaan gejala-gejala pada masa anak awal. Mani- proses infiltratif, tetapi tidak efektif dalam me.nghentikan ke-
f'estasi yang ada termasuk fotofobia, nistagmus berputar, ber- majuan penyakit. Namun, asiklovir 500 mg/m2 tiga kali sehari
tambahnya refleks merah, albinisme parsial dibanding dengan bersama dengan prednison 2 mg/kg/24 jam telah memberikan
anggota keluarga lain, ginggivitis berulang, dan periodontitis. perbaikan demam, pansitopenia, dan koagulopati sementara
Warna rambut bervariasi dari pirang sampai coklat hitam teta- pada penderita dengan gangguan yang memarikan ini. Trans-
pl mempunyai warna keperakan yang terutama mencolok pada plantasi sumsum tulang berhasil dilakukan pada lima penderita
cahaya terang. Infeksi mengenai kulit, membrana mukosa, dan yang mendapatkan sumsum tulang cocok-Hl-A pada awal pe-
saluran pernafasan serta terjadi berulang. Bakteri gram-positif nyakitnya sebelum fase percepatan menjadi sempurna. Trans-
dan gram-negatif dapat dibiakkan dari tempat infeksi, Staphy- plan yang tidak cocok tidak berhasil.
lococcus aureus dan streptokokus hemolitikus merupakan
penyebab infeksi yang paling lazim. Penderita yang terkena
juga mempunyai waktu perdarahan yang memanjang dengan
angka trombosit normal karena cacat agregasi trombosit yang
terkait dengan defisiensi penyimpanan kumpulan ADP dan se- I Bne l2B
rotonin. Jika penderita bertahan hidup sampai masa dewasa,
pada mereka dapat terjadi cacat neurologis motor dan sensoris Gangguan Motilitas dan
te"masuk neufopati syaraf kranial dan perifer. Dapat juga ter-
jadi ataksia, kelemahan otot, menurunnya hantaran neuron mo- Kemotaksis Sel
torik, kelainan elektroensefalogram difus, dan kejang-kejang.
Penderita yang terkena dapat meninggal setiap saat karena apa Robert L. Baehner
disebut fase percepatan penyakit, yang terjadi pada 85Vo pen-
derita. Kejadian yang mempercepat pencetusan fase memati-
Migrasi neutrofil dari sirkulasi ke tempat-tempat radang
kan ini dapat dikaitkan dengan infeksi virus Epstein-Barr atau
menyebabkan akumulasi eksudat yang menimbulkan tanda-
virus limfotropik lain, yang menghasilkan gambaran seperti
tanda klinis radang dan infeksi. Penarikan sel ke bahan kimia
limfoma dengan demam, pembesaran limfonodi yang meluas,
dikenal sebagai kemotaksis. Untuk terjadi kemotaksis normal,
hepatosplenomegali, dan pansitopenia. Sepsis sering terjadi
sederetan kejadian rumit harus dengan teliti dikoordinasi. Fak-
pada stadium penyakit ini, seperti perdarahan masif didalam
tor kemotaktik harus dihasilkan dalam jumlah yang cukup un-
otak atau saluran gastrointestinal. Neutropenia, hasil dari pen-
tuk membentuk kisaran panjang penurunan (gradient) kemo-
gasingan makrofag dalam sumsum tulang, hati, dan lien, juga
taktik. Selanjutnya, neutrofil harus mempunyai reseptor untuk
dapat menampakkan mulainya fase yang dipercepat.
berbagai agen kemotaktik dan mekanisme unruk melihat aral,
PENEMUAN LAB0RATORIUM DAN DIAGNOSIS. Penderira penurunan kemotaktik. Alat kontraktil, yang terdiri atas aktin
SCH mempunyai kelainan kemotaksis, dan daya bunuh berku- dan protein terkait-aktin lain, memungkinkan sel berubah ben-
rang karbna tertundanya fusi kelainan granula abnormal de- tuk dan bergerak pelan dari mikrovaskuler ke tempat infeksi.
ngan fagosom yang berisi mikroba yang tercerna. Ungkapan Karena kerumitan respons kemotaktik, tidak mengherankan
rereptor iC3b sangat berkurang, suatu kenyataan yang mung- bahwa kemotaksis neutrofil yang tertekan ditemukan pada se-
kin memainkan peran tambahan dalam menurunkan aktivitas jumlah besar keadaan klinis. Gangguan ini digolongkan sesuai
rnotilitas, kemotaksis, dan bakterisidal. Sel mengalami suatu dengan kemotaksis yang diduga lerganggu (Tabel 128-l). Na-
penambahan pelepasan superoksida (O.2) serupa dengan yang mun, cacat kemotaktik yang ditemukan pada banyak gangguan
ditemukan pada neutrofil defisien-mieloperoksidase. Lagipula, ini sedikit turut menyebabkan penurunan resistensi terhadap
penderita SCH mempunyai cacat agregasi trombosit karena infeksi bakteri.
kekurangan simpanan kumpulan ADP dan waktu perdarahan Penderita dengan gangguan kemotaktik dapat terinf'eksi
memanjang. Limfosit berisi granula raksasa dan berfungsi bu- oleh berbagai mikroorganisme, termasuk bakteri gram-positii'
ruk pada uji lisis sel tumor tergantung-antibodi dan aktivitas dan gram-negatif serta jamur. Staphylococcus aureus adalah
sel pembunuh alami. Identifikasi granula lisosom besar dalam bakteri yang paling sering terlibat. Secara khas, yang terlibar
leukosit dan melanosoma raksasa dalam melanosit dan akar adalah kulit, ginggiva, mukosa, dan limfonodi regional. Sering
rambut dapat memperkuat diagnosis. ada infeksi saluran pernafasan, tetapi sepsis jarang. Walaupun
Fase percepatan SCH disertai dengan serokonversi dan ke- sel bergerak lambat di ruang kemotaktik, mereka berakumu-
lainan respons antibodi terhadap virus Epstein-,Barr. Antibodi lasi dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan nanah pada
terhadap antigen kapsid virus dan antigen awal mencapai ka- tempat radang. Adalah tidak jarang terdapat tanda-tanda dan
dar yang tinggi dan menetap, mendukung dugaan infeksi virus gejala-gejala infeksi lambat, karena sampainya fagosit sering
yang terus-menerus. terlambat. Infeksi harus diobati dengan tepat.
736 BAGIAN XIV I Slstem lmunologis dan Gangguannya

TABEL 128-l Gangguan Kemotaksis Neutrofil membran mengurangi oksigen melalui sederetan reaksi yang
melibatkan flavin adenin dinukleotid (FAD), beberapa kofak-
tor larut, dan sitokrom b terkait-membran. Oksigen dikurangi
melalui pengurangan univalen anion superoksida dan dengan
cepat diubah menjadi hidrogen peroksidase dan radikal hi-
droksil. Dua produk terakhir diduga merupakan alat utama un-
tuk terjadinya pembunuhan mikroba atau cedera jaringan.
Komponen-komponen kompleks NADPH oksidase fagosit di-
sajikan pada Gambar 129-1. Komponen membran suatu hemo-
protein heterodimer dengan subunit 91 kD dan 22 kD, me-
merlukan setidak-tidaknya dua komponen protein sitosolik 47
kD dan 67 kD untuk memperoleh aktivitas oksidase maksimal.
Bentuk penyakit yang diwariskan secara terkait-X dan auto-
som disertai dengan kehilangan komponen atau subunit (Tabel
129-1). Gen CGD terletak pada kromosom X sebelah proksi-
mal gen distrofi muskularis dan di sebelah distal gen ornitin
ftanskarbamilase pada pita Xp2l. Protein yang dikode oleh gen
timft-te.i=1.:-,i'b iiidiait$lt
X-CGD sinonim dengan subunit 91-kD kompleks sitokrom b.
.::::::::::i::::::ra;:la:.t:,rl;::is,:,i.:i::1:,::-:.]:.:
,.;-i:tir:tl iiiiriit:[..:r:j'-l.i::i:::,,..:
Reservoir sitokrom b (-80-907o) ditemukan pada granrila
spesifik-neutrofil dan ditranslokasikan ke membran pada akti-
vasi sel. Subunit membran 22-kD luga telah berhasil diklon.
PATOLOGI. Granuloma khas, bersama dengan fagosit, sel
raksasa, dan kadang-kadang histiosit berpigmen yang dimuati
lipid, dapat berkembang dalam setiap sistem organ. Paru-paru,
kulit, limfonodi, hati, limpa, dan tulang dapat terkena dan di-
sertai dengan abses atau granuloma. Tampaknya cacat dasar
aktivasi dalam oksidase fagosit yang menimbulkan reaksi ra-
dang kronis dan menetap pada jaringan karena tersemai de-
ngan mikroba hidup.
MANIFESTASI KLlNlS. Kebanyakan penderita memperlihat-
kan tanda-tanda dan gejala infeksi piogenik kronis dan beru-
:.;:ritri+

Sitokrom b

I Bee I29
P eny akit Granulomato sis Kronis

Robert L. Baehner
o,,*":-'.1rCffi:lT )t (NBr)
Penyakit granulomatosis kronis (Chronic granulomatosis SOD
disease = CGD) adalah gangguan fungsi fagosit yang paling
sering diturunkan.
ETIOLOGI. Peranan mikroba katalase positif yang sangat
c Hroz

penting pada serbuan pernafasan (yang terjadi beberapa detik


Gambar 129-1. Kompleks NADPH oksidase neutrofil manusia terdiri atas
sesudah pengaktifan fagosit) saat pemusnahan kuman menjadi
dua subunit membran sitokrom b, subunit c (22 kD) dan subunit B (91 kD),
jelas dari penelitian penderita dengan CGD. NADPH oksidase dan dua kofaktor sitosolik (67 kD) dan (47 kD), diperlukan untuk penyerbuan
yang mengkatalisis serbuan pernafasan hanya ditemukan di pernafasan. Keluarga protein ras terlarut rac-2 (tidak tampak) juga diperlukan.
dalam fagosit dan tetap berada dalam keadaan dorman jika ti- NADPH berperan sebagai substrat untuk pengurangan (reduksi) oksigen pada
superoksida O' yang selanjutnya dengan cepat didismutasi secara spontan
dak diaktifkan oleh berbagai rangsangan partikel dan rang-
atau oleh superoksida dismutase (SOD) menjadi hidrogen peroksida (H,O,).
sangan larut, sepefii mikroba yang diopsonisasi dan peptida Superoksida diukur dengan pengurangan nitroblue tetrazolium (NBT).
kemotaktik. Rangsangan ini membangkitkan sistem transport NADPH dihasilkan dari glukose-6-fosfat melalui pintas heksosa monolosfar
elektron transmembran dimana NADPH pada sisi sitoplasma oleh glukose-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD).
129 I Penyakit Granulomatosis Kronis 737

TABEL 129-1 Klasifikasi dan Insidens CGD Berdasarkan pada Cacat Molekuler Neutrofil
I iA'ii1i: Sitolcrornib.i
d{ft.'ui. Uhs$itan iu.n$liiirsitit i r

ft; ',
:.r::1dd::::::::::::,:.,':: ir.
$un$si krad,U
Faktor sirosolik 47 kD ddak tda
Aoa : Faktor siroiolik 67 kD ridak ada
Tidak adi ?Ungkapan subunit sirokrom b 22 kD
:::.:]:|:\:::::::::::::l

lang selama usia 2 tahun pertama. Bentuk penyakit yang lebih derita lesi kulit seperti-lupus dengan fotosensitivitas, pleuritis,
ringan digambarkan mulai terjadi pada usia belasan tahun atau dan stomatitis. Orangtua dari anak yang menderita bentuk
bahkan pada masa dewasa. Limfadenopati terjadi pada hampir CGD resesif autosom menunjukkan hasil uji NBT normal.
semua kasus. Tanda yang lazim adalah pembesaran limfonodi CBC menunjukkan leukositosis neutrofil yang sesuai sela-
leher berulang, yang memerlukan insisi dan drainase. Hepato- ma infeksi. Anemia infeksi kronis berkorelasi dengan luasnya
megali dan splenomegali terjadi kemudian, dan sering menan- radang. Laju endap darah biasanya meningkat. Imunoglobulin
dakan adanya abses hepatis atau perihepatis atau pembentukan notmal sampai naik. Kelainan rontgen dada terjadi pada 90Vo
granuloma. Pneumonia kronis atau berulang dengan mikroba penderita. Sken hati-limpa dan sken tulang masing-masing
yang tidak lazim misalnya, Serratia marcescens, seringkali membantu dalam mengetahui adanya abses hati dan osteo-
terjadi. Abses subkutan, furunkulosis kulit berulang, dermatitis mielitis. Pemeriksaan ultrasonografi, endoskopi, dan kontras
eksematoid, dan impetigo sekitar orifisum dapat memperlihal biasanya membuktikan kebenaran dugaan adanya penyum-
kan manifestasi yang melibatkan sistem kulit. Pembentukan batan ruang lambung. Sistouretrogram menunjukkan keterli-
granuloma dapat menyebabkan penyumbatan jalan keluar eso- batan granulomatosa kandung kemih pada beberapa kasus.
fagus, pilorus, atau uretra. Riwayat diare menetap dapat me- DIAGNOSIS BANDING. Karena adanya kemungkinan sebar-
nunjukkan kolitis granulamatosa. Abses perianal atau saluran an tempat-tempat infeksi pada CGD, maka hal ini harus di-
fistula rektal dapat terjadi. Osteomielitis pada banyak tempat pikirkan pada setiap anak dengan limfadenitis servikal ber-
atau pada tulang kecil tangan dan kaki juga sering ditemukan. ulang yang tidak dapat diterangkan, abses hati, arau osteo-
Ir-leksi membran mukosa lebih kurang lazim daripada pada mielitis bakterial sebagai dasar untuk infeksi primer. Abses
penderita dengan gangguan kemotaktik, tetapi konjungtivitis, atau granuloma paru kadang-kadang dapat dikacaukan dengan
rhinitis, dan stomatitis terjadi pada penderita ini. tuberkulosis atau penyakit jamur lain seperti histoplasmosis
PENEMUAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSIS. Neutrofil dan koksidioidomikosis. Semua gangguan ini dibahas pada
penderita dengan CGD memperagakan kemotaksis, fagosito- Diagnosis Banding dalam Bab 125 dan harus juga dipertim-
sis, dan degranulasi, tetapi neutrofil tidak menghasilkan anion bangkan. Pengamatan fungsi kemotaksis fagosit, pelepasan
superoksid, atau mereka tidak membunuh mikroba katalase- anion superoksida (uji NBT), pembunuhan bakteri, imunoglo-
positif. Biakan dari tempat-tempat yang terinfeksi akan meng- bulin serum kuantitatif, dan kadar komplemen harus memung-
isolasi Staphy Loc oc cus aureus, Klebs iella, Aerobacter, Es che- kinkan pembedaan kelompok gangguan ini.
richia coli, Shigella, Salmonella, Pseudomonas, Serratia PENGOBATAN. Walaupun hasilnya masih belum terbukti
marcescens, Candida albicans dan Aspergillus danjamur lain- profilaksis jangka panjang menggunakan trimetoprim-sulfa-
nya. Organisme penghasil-peroksida katalase-negatif yang la- metoksazol (TMP-SMZ) tampaknya menambah lamanya masa
zim seperti Streptococcus dan Haemophilus influenzae tidak bebas-infeksi. Satu seri pengobatan pendek menunjukkan man-
terisolasi, karena cacat bakterisidal mendasar pada CGD ada- faat yang berarti dalam mengurangi manifestasi klinis dar-
lah tiadanya hidrogen peroksida dan hasil samping oksigen jumlah isolat yang menyebabkan infeksi, bila TMp-SMZ di-
tereduksi yang terkait pada vesikula fagosit. Uji bakterisidal in berikan selama masa anak awal sebelum fokus infeksi kronis
vitro memperkuat dugaan cacat yang selektif tetapi berarti pa- berkembang sepenuhnya. Episode infeksi akut harus ditatalak-
da pembunuhan bakteri. Reduksi nitroblue retrazolium (NBT) sana secara agresif dengan mengisolasi mikroba penyebab,
te.rp merupakan suatu metode skrining yang cocok untuk an- memberikan antibiotika intravena yang tepat, dan mengguna-
ion superoksida yang cukup (O.z) selama aktivasi fagosit dan kan transfusi granulositjangka pendek (rata-rata I minggu) se-
deteksi CGD. Penentuan angka pembentukan superoksida pa- cara selektif untuk mencapai pengendalian infeksi menetap,
ling baik dilakukan dengan menggunakan metode reduksi feri- terutama bagi mereka yang terinfeksi dengan bakteri gram-
sitokrom. Walaupun kebanyakan penderita dengan CGD gagal negatif. Penyumbatan saluran keluar lambung dan sistitis
menghasilkan superoksida, mutasi bentuk terkait-X maupun granulomatosa telah berhasil ditangani menggunakan terapi
bentuk autosom menghasilkan bentuk penyakit yang lebih ri- antimikroba dan prednison yang lama.
ngan, dimana beberapa superoksida atau NBT dibentuk pada Didasarkan pada penelitian in vitro, yang menunjukkan kd-
keadaan aktivasi sel yang sesuai. mampuan interferon- menambah pembentukan anion super-
Pada pengidap penyakit terkait-X, sekitar setengah dari oksida secara sederhana (antara 1 dan I\Vo) pada neutrofil
jumlah seluruh neutrofilnya terkena, sedangkan setengah yang penderita CGD yang lebih ringan, pengobatan in vivo penderi-
lain dapat mereduksi NBT secara normal. Hal ini sesuai de- ta yang sama ini dengan interferon- disertai dengan perbaikan
ngan hipotesis Lyon. Kebanyakan pengidap wanita tampaknya yang serupa pada pelepasan anion superoksida oleh neutrofil
sehat dan tidak menderita infeksi berulang. Sedikit yang men- yang diisolasi selama pengobatan. Respons in vivo yang mem-
738 BAGIAN XIV a Sisfem lmunologis dan Gangguannya

baik juga diamati pada beberapa penderita dengan respons in Kaukasus mempunyai neutrofil dengan aktivitas G-6-pD
, vitro negatif. Penelitian multisenter luas menunjukkan bahwa kurang dari 5Vo. Pada aktivitas sekitar l7o, NADpH, substrat
interferon-y yang diberikan secara subkutan dalam dosis 0,05 untuk reaksi oksidase, menjadi pembatas kecepatan dan me-
mg/m' tiga kali semiqggu mengurangi jumlah infeksi baru dan nyebabkan fenotip klinis yang menyerupai CGD (lihat Gbr.
memperbaiki respons terhadap infeksi yang sedang berlang- 129-l). Anion superoksida tidak dihasilkan selama aktivasi
sung. . neutrofil, sehingga sistem fagosit ini gagal mereduksi nj-
Reaksi transfusi serius telah terjadi pada penderita dengan troblue tetrazolium (NBT). Aktivitas G-6-PD sebesar 5Vo akan
CGD yang kekurangan antigen sel darah merah terkait-Kell, menyebabkan kelainan hasil uji NBT in vitro dan pembunuhan
antigen yang disebut fenotip Mcleod. Sebelum transfusi, pen- bakteri, tetapi biasanya tidak menyebabkan penyakrt klinis.
de,ita dengan CGD harus diuji untuk mengetahui adanya anti- Orang Amerika kulit hitam dengan defisiensi G-6-pD pada sel
gen Kell. darah merah mempunyai kadar enzim normal dalam neutro-
Transplantasi sunisum tulang telah dilakukan pada bebera- filnya.
pa penderita dengan keberhasilan yang terbatas. Terjadi peno- GLUTATION REDUKTASE. Enzim flavin ini mengkaralisis
lakan cangkok dan pencangkokan sebagian. Kini sedang dila- reaksi NADPH dan mengoksidasi glurarion (GSSG). Defisi-
kukan upaya memberikan terapi gen somatis dengan menggu- ensinya menimbulkan anemia hemolitika. Walaupun anak ti-
nakan pemindahan gen X-CGD cDNA. dak menderita infeksi, serbuan neutrofil pada.saluran perna-
NASEHAT GENETIKA. Darah tali pusar dan plasenta yang pasan dapat dipersingkat bila terangsang.
diambil dengan fetoskopi dapat menegakkan diagnosis CGD GLUTATION SINTETASE. Sintesis glutation, suatu anrioksi-
dengan menggunakan uji slide NBT. Beberapa pemeriksaan dan kuat yang terdapat dalam kadar yang tinggi pada kebi-
DNA molekuler yang mampu mendeteksi proporsi polimorfis- nyakan sel tubuh termasuk leukosit, terjadi dalam dua lang-
me genom DNA yang relatif tinggi dan yang sangat erat ter- kah: (1) glutamin dan sistein, oleh kerja y-glutamil sistein sin-
kait dengan gen X-CGD mungkin berguna dalam mengenali tetase, membentuk glutamil-sistein, dan (2) glisin ditambah
janin laki-laki berisiko dengan menggunakan biopsi villus ko- dengan kerja glutation sintetase membentuk glutation. Tidak
rion. Analisis yang berkaitan memerlukan sampel DNA dari adanya enzim yang kedua menyebabkan anemia hemolitik,
tiga generasi dan pembatasan fragmen panjang polimorfisme otitis berulang, dan kelainan in vitro dalam pembunuhan bak-
DNA ibu dan DNA orangtua ibu. Lagipula status pengidap h4- teri pada anak dengan cacat yang amatjarang terjadi ini.
rus dikenali dengan uji NBT atau dengan mendapatkan ri-
HIPERIMUNOGLOBULIN E (SINDROM JOB). Gangguan yans
wayat saudara-saudara sekandungny a y ang terkena. Pemerik- jarang terjadi ini ditandai dengan kadar IgE serum yang sangar
saan untuk mengenali polimorfisme DNA pada gen X-CGD
tinggi dan infeksi kulit serta saluran sinopulmonal berat ber_
memberi harapan paling besar untuk perbaikan hasil diagnosis
ulang juga ekzema kronis yang timbul pada usia g minggu
prenatal.
pertama (lihat juga Bab 119.13). Infeksi ini terletak di dalam
jaringan subkuta4, dan dapat menyebabkan pneumonia, osteo_
.Brown mielitis, artritis, dan abses viseral. Tanda klinis yang menyer_
CC, Gallin JI: Chemotactic disorders. Hematol Oncol Clin Nonh Am
2:61,1988. tai adalah rinitis alergika, wajah kasar, keratokonjungtivitis,
Forrest CB, Forehand JR, Axtell RA, et al: Clinical features and current man- asma, dan pertumbuhan yang lambat. Organisme yang paling
agemFnt of chronic granulomatous disease. Hematol Oncol Clin North Am
'sering yang berasal dari abses adalah Staphylococcus aureus
2:253,1988.
Hill HR: Biochemical, structural, and functional abnormalities of polymorpho- dan Candida albicans tetapi Haemophilus influenzae, Strepto-
nuclear leukocyte in the neonate. Pediatr Res 22:375,1987. coccus pneumoniae, bakteri usus gram negatif dan virus her-
Orkin SH: Molecular genefics in chronic granulomatous disease. Ann Rev Im- pes juga menyebabkan infeksi. pemeriksaan laboratorium me_
munolT:277,1989.
nunjukkan eosinofilia berat, kenaikan serum IgE yang ekstrem
Smith RN, Cumutte JT: Molecular basis of chronic granulomatous disease.
Blood 77:673, t991. dengan spesifisitas terhadap S. aureus dan C. albicans serta
The Intemational Chronic Granulomatous Disease Cooperative Study Group: kompleks imun yang berisi IgE, berbagai cacat kemotaksis
A controlled trial of interferon gamma granulomatous disease. N Engt J pada neutrofil dan monosit, dan tidak adanya hipersensitivitas
Med 324:509, 1991.
lambat pada uji kulit untuk mengingat antigen secara in vivo
disertai dengan tidak adanya proliferasi limfosit secara in vitro
dalam responsnya terhadap antigen yang sarria. .
Cacat kemotaksis dapat disebabkan sekresi bahan peng-
I Bee 130 hambat kemotaktik dari sel mononuklear. Infeksi berulang da-
pat terjadi karena berlebihannyajumlah IgE nonprotektif yang
diarahkan melawan S. aureus dan organisme infeksi lain ber-
Gangguan M etab olisme Oksidatif samaan dengan tidak cukupnya sintesis antibodi IgG protektif
melawan organisme yang sama.
Neutrffi dan Fungsi-fungsi l-ain Pengobatan harus dilakukan secara agresif. profilaksis
menggunakan gamaglobulin secara intravena mungkin mem_
Robert L. Baehner bantu. Abses harus dibedah dan didrainase, dan gunakan anti-
biotik atau antijamur atau antivirus intravena berdasarkan hasil
GLUKOSA-o-FOSFAT DEHTDROGENASE BEHAT (c_6_pD biakan.
=
Glukose-6-Phosphate Dehydrogenase). Beberapa penderita de- FUNGSI NEUTROFIL NEONATUS. Beberapa pengamatan
ngan defisiensi.G-6-PD yang sel darah merahnya berbentuk klinis dapat dihubungkan dengan daerah disfungsi selektif
131 I Kelainan Leukosit yang Diwariskan 739

neutrofil neonatus: (1) insidens sepsis dan meningitis yang pada keadaan ini mempunyai rata-rata indeks inti melebihi
tinggi, terutama hasil akhir yang buruk akibat neutropenia be- empat lobus/sel; sebagai lawan dari jumlah normal sedikit ku-
rat dan pengosongan cadangan neutrofil sumsum tulang; (2) rang dari tiga.
jumlah neutrofil sedikit di dalam alveoli neonatus yang me- Neutrofil raksasa dapat diwariskan sebagai sifat dominan
ninggal karena pneumonia; dan (3) kejadian infeksi kulit de- autosom tanpa disertai gangguan lain. Neutrofil raksasa mem_
ngan S. aureus dan C. albicans yanglazim terjadi di unit pe- punyai volume dua kali volume neutrofil normal. Sel-sel inr
rawatan intensif neonatus. Salah satu kelainan yang paling co- juga bersegtmen banyak dengan enam sampai l0 lobus/neu-
cok yang diamati adalah penurunan migrasi leukosit, sebagai- trofil.
mana diukur dengan Rebuck skin window dan respons terha- HTPOSEGMENTAST HERtD|TER (ANoMAL| PELGER_ HU6T).
dap rangsang kemotaktik. Respons motil sel fagosit sebagian Anomali ini ditandai dengan kegagalan perkembangan lobus
tergantung pada kemampuan membran sel untuk berubah ben- normal sel granulosit. Khas, neutrofil matang ini mempunyai
tuk dan kemampuan sel menambah daya pelekatannya pada sel satu atau dua lobus/nukleus dan berbentuk bundar, halter, atau
endotel dan permukaan lain dalam responsnya terhadap isyarat kacang tanah. Gangguan ini diwariskan dengan sifat dominan
kemotaktik. Hal ini tidak sempurna pada neonatus. Gerakan autosom, biasanya tidak disertai dengan kelainan kongenital
reseptor lektin atau tempat adhesi pada permukaan membran lain, dan tidak tampak mempengaruhi fungsi neutrofil. pende_
neutrofil neonatus yang terganggu dan translokasi reseptor C3 rita dengan defisiensi granula spesifik juga menampakkan
dari granula spesifik ke permukaan membran yang terganggu anomali Pelger-Huet, dan gangguan ini disertai dengan fungsi
mungkin turut menyebabkan cacat kemotaktik neutrofil neo- neutrofil yang terganggu dan infeksi klinis.
natus. Aktivitas bakterisidal pada neutrofil dari neonatus yang ANOMALIALDER.REILLY. Pada keadaan ini, yang kemung-
stres juga hilang, walaupun serbuan pernafasan dan kemampu- kinan dipindahkan sebagai sifat resesif autosom, granulasi
an sel-sel tersebut untuk menghasilkan superoksida dan hidro- neutrofil lebih besar dan terwarnai lebih mencolok daripada
gen peroksida diperlihara. Pengurangan kandungan azurofilik normal. Granula jelas berwarna lembayung muda atau tiru,
mieloperoksidase dan kandungan granula spesifik seperti lak- dan karenanya mudah dibedakan dari eosinofil. Sebagian kecil
toferin dapat turut menyebabkan disfungsi. penderita dengan mukopolisakaridosis dapat menunjukkan
Pemberian transfusi neutrofil donor dewasa untuk pengo- gra-nulasi yang serupa pada neutrofilnya, walaupun mereka
batan sepsis neonatus masih dalam perdebatan (lihat Bab 98.1). lebih lazim mempunyai granula metakromatik pada sitoplasma
Terapi masa depan yang memberi harapan pada neonatus. yang limfositnya.
akan datang dari pengamatan baru-baru ini menemukan bahwa ANOMALI MAY-HEGGLIN. Anomati ini jarang terjadi, ditu-
faktor-perangsang-koloni-makrofag-granulosit manusia rekom- runkan secara dominan, mencakup neutrofil dan trombosit.
binan dan faktor perangsang-koloni-granulosit masing-masing Kebanyakan neutrofil berisi inklusi sitoplasma biru tidak tera-
merangsang produk neutrofil/monosit dan neutrofil sumsum tur serupa dengan benda-benda D<jhle, yang terdiri atas RNA
tulang; mempermudah pelepasan neutrofil dari sumsum tu- pesuruh (messenger) yang diendapkan. Hampir semua indi-
lang; ungkapan reseptor kemotaktik (C3) utama serbuan per- vidu yang diketahui menderita gangguan ini kesehatannya
nafasan; dan merangsang respons fagosit pada sel dewasa. baik, walaupun ada leukopenia, trombositopenia ringan dan
trombosit raksasa yang aneh.

I Bee I3l
T Bae I32 '
Kelainan Leukosit yang
Diwariskan Transplantasi Sumsum Tulang
Kent A. Robertson
Robert L. Baehner

Transplantasi sumsum tulang (TST.) mencakup pengobatan


Dari neutrofil dalam darah orang normal, 907o mempunyai
dengan kemoradioterapi ablatif-sumsum tulang yang disertai
dua sampai empat segmen. Hanya sekitar 5Vo tidak bersegmen
dengan infus sumsum tulang penderita sendiri (TST autolog)
(batang), dan kurang dari 5Vo mempunyai lima segmen atau le-
atau sumsum tulang donor (TST alogenik) atau beberapa sum-
bih. Bertambahnya bentuk tidak bersegmen, atau pergeseran
ber sel induk sumsum tulang lain (darah tali pusat, sel induk
ke kiri, biasanya menunjukkan infeksi atau radang, sedang
darah perifer, sel hati). TST merupakan pengobatan pilihan
bentuk hipersegmentasi atau bergeser ke kanan biasanya terja-
untuk beberapa penyakit maligna, seperti leukemia mielogenik
di pada anemia megaloblastik akibat defisiensi asam folat atau
kronis, dan untuk gangguan tidak ganas didapat dan diwaris-
vitamin Bl2.
kan, seperti anemia aplastik dan anemia Fanconi, serta kega-
HIPERSEGMEN NEUTROFIL HERIDITER DAN LEUKOSIT nasan yang tidak responsif pada terapi konvensional. proses
NEUTHOFIL RAKSASA HERIDITER. Hipersegmentasi neutrofil transplantasi sel induk juga mencakup penggantian gen tidak
diwariskan sebagai sifat dominan autosom; tidak ada kelainan sempurna atau tidak ada dengan gen normal pada sel penderita
klinis lain yang menyertai yang telah diuraikan. Homozigot sendiri (terapi gen). Walaupun penggunaan TST untuk kega.
740 BAGIAN XIV a Sisfem lmunologis dan Gangguannya

Keganasan sekunder setelah BMT untuk AA


nasan jauh lebih lazim, kekambuhan penyakit terus menjadi
masalah. Karena hanya 25Va penderita yang mempunyai anti-
gen leukosit manusia (HLA) yang cocok dengan donor sauda-
-o
ra kandungnya, penggunaan donor terkait yang tidak cocok a- 30
:=
dan donor tidak terkait yang cocok dapat merupakan sumber o CY + TAI
l (n = 147)
sumsum tulang pengganti, meskipun berisiko terjadinya peno- E
lakan cangkok dan penyakit cangkok-lawan-hospes (grafi- -? zo
'6
versus-host disease = GVHD) bertambah. Karena penggunaan
TST menjadi lebih luas, dokter ahli anak akan diminta untuk p0)
berperan penting dalam mengevaluasi dan mempertimbangkan Pto
penderita untuk kemungkinan dilakukannya transplantasi dan
pemantauan penderita TST jangka panjang.

o s 1s
132.1 Indikasi Klinis
rrnulo 20

Gambar 132-1. Cangkok sumsum tulang untuk anemia aplastik (AA). Gam-
bar menunjukkan insidens tumor marigna sekunder pada 330 penderita
PENYAKIT DIDAPAT di Seat-
tle yang diberi siklofosfamid (Cy) dan diikuti selama masa 20 tahun pasca
ANEMIA APLASTIK. Anemia aplastik merupakan gangguan transplan (TST) versus insidens pada 147 penderita yang dilaporkan dari piris
dengan etiologi tidak diketahui yang menyebabkan pansito- yang setelah diberikan kombinasi siklofosfamid dan penyinaran torakoabdo-
penia dan hipoplasia sumsum tulang, dan jika berat (trombosit men (lTA). (Dari Storb R, Longton G, Anasetti C, et al: Changing trends
in
marrow transplantation for aplastic anemia. Bone Marrow Transplant t0
<20.000; angka neutrofil absolut <500; atau angka retikulosit (Suppl2):50,1992).
<l7a btla anemis) sering menyebabkan kematian dalam 6 bu-
lan pertama akibat infeksi atau perdarahan (Bab 406). Trans-
fusi harus dihindari bila jika mungkin, karena sensitisasi ter- M3 atau leukemia promielositik, yang sangat responsif
hadap produk-produk darah akan bertambah secara drastis, dan terhadap asam all-trans-retinoat dan kemoterapi gabungan
adanya kemungkinan penolakan cangkok seandainya TST (konsolidasi). TST autolog sedang dijajaki pada trial klinis.
diperlukan. TST merupakan pengobatan pilihan pada penderita Penderita yang mengalami kekambuhan atau remisi sekunder
dengan anemia aplastik berat yang mempunyai donor keluarga harus dipikirkan untuk menjalani TST dengan menggunakan
HlA-cocok. Angka ketahanan hidup pada usia 2 tahun adalah HlA-cocokyang berasal dari anggota keluarganya, donor ti-
69%, berdasarkan data dari International Bone Marrow Trans- dak terkait, atau sumsum tulang autolog yang sebelumnya di-
plant Registry. Di Seattle, angka ketahanan hidup 10 tahun simpan. Sebaliknya dari leukemia limfositik akut (LLA), tidak
adalah94% pada anak dengan anemia aplastik yang mendapat ada manfaatnya mencoba mengimbas remisi kedua. Penderita
transplantasi dengan donor saudara kandung HlA-cocok. Pen- yang mengalami relaps berkali-kali atau penyakitnya resisten
derita anemia aplastik yang ditransplantasi menunjukkan in- merupakan calon untuk transplan dua atau tiga antigen dari
sidens penolakan cangkok yang lebih tinggi daripada transplan donor yang tidak cocok.
lain sesuai-HlA yang berasal dari saudara kandung, tetapi pe- LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT. Leukemia limfoblastik
nambahan globulin antitimosit (GAT) pada siklofosfamid sela- akut (LLA) adalah keganasan yang paling lazim, ditemukan
ma regimen persiapan dapat mengurangi penolakan secara ber- pada masa anak, dengan sekitar J}Vo anak diobati dengan ke-
arti. Transplan yang menggunakan {onor keluarga yang jauh moterapi konvensional (Bab 449.1). Subkelompok penderita
atau penggunaan donor cocok tidak terkait biasanya memerlu- ini mempunyai risiko tinggi (75-100Vo) mengalami relaps de-
kan lebih banyak terapi imunosupresif dengan tambahan radi- ngan menggunakan terapi biasa (konvensional) dan harus
asi dan atau kemoterapi, yang menaikkan insidens kanker dipikirkan untuk TST (Tabel 132- l t.
sekunder dari 3,8Vo menjadi 22Vo (Gb. 132-l). Penelitian TST autolog untuk LLA melibatkan penderita
LEUKEMIA MIELOGENIK AKUT. Leukemia mielogenik akut yang berisiko lebih tinggi dan berbagai teknik pembersihan
(LMA) merupakan kelompok leukemia heterogen yang berasal sumsum tulang dan regimen persiapan. Kisaran ketahanan hi-
dari sel leluhur mieloid (Bab 449.2). TST adalah terapi LMA dup bebas penyakit dari l5Vo sampai 65Vo pada umumnya, de-
yang diterima pada remisi pertama. Angka ketahanan hidup ngan angka kumat 30-7 lVo.
belds penyakit berkisar antara 55Vo sampai 83% untuk trans- Leukemia yang relaps merupakan alasan yang paling lazim
plan sumsum tulang saudara kandung cocok yang dilakukan pada penderita yang mengalami kegagalan transplantasi sum-
pada remisi sempurna pertama (Gb. 132-2). sum tulang karena LLA. Pembersihan sumsum tulang yang
TST memperbaiki ketahanan hidup anak penderita leu- autolog dengan residu leukemia mempunyai manfaat teoritis
kemia megakariositik (M7) akut, suatu varian LMA yang tidak tetapi perubahan pada hasil akir belum ditunjukkan dengan
lazim yang menunjukkan respons buruk terhadap kemoterapi. teknik pembersihan negatif. Seleksi positif sel induk yang
TST terindikasi pada penderita LMA yang tidak memasuki mengungkapkan antigen permukaan tetapi tidak tampak pada
masa remisi, dengan menggunakan sumsum tulang dari donor sel leukemia inerupakan kemungkinan strategi lain. Pendekar
keluarga HlA-identik, donor keluarga tidak cocok, atau donor an lain untuk pengobatan sel residu leukemia minimal adalah
cocok tidak terkait. Pada penderita yang memperoleh remisi penggunaan sitokin seperti interleukin 2 (IL-z) atau imunosu-
pertama, TST terindikasi jika mereka mempunyai donor kelu- presan seperti siklosporin pasca-transplan untuk merangsang
arga HlA-identik. Satu pengecualian pada strategi ini adalah pengaruh can gkok-lawan-leukemia.
132 I TransplantasiSumsum Tulang 741

nunjukkan ketahanan hidup bebas-penyakit 33-6l%o untuk alo-


graf dan 21-3lVo untuk autograf, menggambarkan manfaat
I
r Suruival TST alo-genik melebihi transplan autolog meskipun toksisi-
a
f
J I
\SuNival Bebas Penyakit
tasnya bertambah.
Insidens kumat yang lebih rendah pada TST alogenik ter-
d)
c0 kait den gan pen garuh GVHD/c an gkok-l awan- leukemia (g r aft -
t
o-
versus-leukemia = GVL). Peninjauan 2.254 penderita pediatri
- Relaps dan dewasa dari InternationaL Bone Marrow Transplant Reg
-.!r4ru.; -.J.-,_,-,- lstry dibanding angka relaps dan insidens GVHD pada TST
untuk LLA, LMA, dan leukemia, mielogenosa kronis (LMK).
3456789 Kemungkinan kumat adalah 25 ! 6Vo, 22 + SVo, 10 ! l%a,'7 t
TAHUN
3Vo, 46 X l5%o dan 4l * 87o masing-masing untuk cangkok
Gambar 132-2. Produk Kaplan-Meier membatasi perkiraan untuk probabilitas alogenik tanpa GVHD, hanya GVHD akut, hanya GVHD kro-
ketahanan hidup, ketahanan hidup bebas penyakit, dan relaps pada anak yang nis, GVHD akut dan kronis, cangkok singenik dan cangkok
mendapat transplan untuk LMA pada remisi perturma. Ticl< (tonjolan kecil) kosong-sel-T alogenik. Hasil ini sama untuk penyakit individu
menunjukkan hidup penderita (Dari Saunders JF, Thomas ED, Buckner CD, et
dan menunjukkan pentingnya sistem imun dalam melenyap-
al'. Marrow transplantation for children with acute lymphoblastic leukemia in
second remission Blood 66:461, 1985.) kan sel leukemia sisa.
Leukemia bayi (Bab 449.4) terjadi dalam usia 12 bulan.
pertama merupakan wujud nyata, yang .walaupun jarang,
mempunyai prognosis yang amat buruk, dengan angka ketaha-
nan hidup 20-30V0 sesudah 5 tahun dengan kemoterapi biasa.
pend".ltu yang mempunyai donor HlA-cocok mungkin
Kelainan sitogentik yang melibatkan kromosom lokus 11q23
memenuhi syarat untuk TST alogenik pada leukemia limfo- terjadi pada sebanyak 75% kasus dengan keterlibatan lokus
blastik akut risiko-tinggi. Anak yang sedang mendapat trans- lain, meliputi Ip32, 4q21, dan 19p13 pada LLA, dan 1q21,
plantasi sumsum tulang saudara kandung dengan Hl-A-cocok 2p21,6q27,9p22, l0p1l,17q25, dan 19p13 pada LMA, de-
untuk LLA risiko tinggi pada remisi sempurna pertamanya ngan translokasi paling sering terjadi pada t(4,11) (qZl;q23).
mempunyai ketahanan hidup bebas penyakit 70- 100Vo dengan Skrining bayi leukemia baru-baru ini untuk menemukan
angka relaps rendah, 0-l0Vo, walaupun jumlahnya kecil. Pen- adanya lokus I 1q23 yang tersusun kembali telah menunjukkan
derita yang tidak mempunyai tanda-tanda risiko tinggi pada bahwa dengan lokus I lq23 normal mempunyai respons amat
saat diagnosis tetapi terus mengalaimi relaps dan mempunyai baik pada kemoterapi biasa, dengan ketahanan hidirp bebas-
doqor keluarga HlA-identik juga mendapat manfaat dari penyakit 80Vo pada median pantauan 46 bulan, sdmentara ba-
transplantasi. Penderita mempunyai hasil akhir yang lebih baik yi-bayi dengan llq23 tersusun kembali mempunyai respons
jika mereka ditransplantasi pada saat remisi, dan penderita amat buruk, dengan ketahanan hidup bebas-penyakit l5Vo.To-
yang remisi lebih awal mempunyai ketahanan hidup bebas pe- tal 29 penderita dengan leukemia bayi yang telah mendapat
nyakit lebih tinggi. Iradiasi tubuh total yang diberikan sebelum TST untuk LLA'atau LMA; ketahanan hidup bebas penyakit
kemoterapi mungkin menguntungkan. yang diamati pada 40-50Vo penderita yang ditransplantasi sela-
Perbandingan TST alogenik dan autolog atau kemoterapi ma remisi dibanding dengan 10-20Vo jika TST dilakukan sesu-
untuk LLA yang relaps mendukung rekomendasi bahwa pen- dah relaps, dengan menggunakan berbagai sumber sumsum
derita harus diberi transplantasi sumsum tulang bila mungkin. tulang. Anak yang didiagnosis dengan leukemia akut dalam
Peninjauan terhadap 316 anak yang sedang mendapat trans- usia 1-2 tahun pertama paling baik diobati dengan induksi ke.
plan sumsum tulang saudara kandung HlA-identik dibanding moterapi kuat disertai dengan transplantasi sumsum tulang
dengan 540 anak yang sedang mendapat kemoterapi untuk jika tersedia donor yang cocok.
LLA pada remisi kedua menunjukkan ketahanan hidup bebas- GANGGUAN MIELODISPLASTIK DAN MIELOPROLIFERATIF.
penyakit 40Vp dan l7%o, dengan angka kumat masing-masing Sindroma mielodisplastik (SMD) adalah kelompok gangguarr
45Vo dan 807o. Penelitian lain yang membandingkan transplan dengan cacat pada perkembangan sel hematopoetik yang dekat
sumsum tulang alogenik dan autolog untuk relaps LLA me- dengan jajaran sel induk sumsum tulang, yang bermula dari
gambaran hematopoesis displastik tidak efektif menjadi leu-
kemia mieloid jelas agresif. Sindroma ini diklasifikasi sebagai
T,'BEL 132-l Leukemia Limfoblastik Akut Risiko Tinggi anemia refrakter (AR), anemia refrakter dengan cincin sidero-
blas (ARCS), anemia refrakter dengan kelebihan blas
(ARKB), anemia refrakter dengan kelebihan blas dalam trans-
formasi (ARKB-0, dan leukemia mielomonositik kronis
(LMMK). Karena hubungannya yang dekat dengan LMA,
penderita dengan SMD diobati sesuai dengan protokol LMA.
Hasil akhir transplantasi penderita dengan SMD serupa de-
ngan LMA. Pada satu seri yang terdiri dari 93 penderita, keta-
hanan hidup bebas-penyakit pada usia 4 tahun adalah 62Vo .
Transplan harus dipikirkan sejak dini sesudah diagnosis kare-
na penderita yang penyakitnya memburuk dengan bertam-
742 BAGIAN XIV a Sistem lmunologis dan Gangguannya

bahnya blas mempunyai hasil akhir yang jauh lebih buruk dan ngan remisi sementara, yang dapat memberikan waktq cukup
angka rerlaps yang lebih tinggi. Kemoterapi biasa dan bentuk agar dapat mengenali kemungkinan donor sumsum tulang un_
pengobatan nontransplantasi lain tidak memp[unyai dampak tuk penderita ini.
kemajuan alamiah penyakit yang berarti. LIMFOMA. Limfoma Non-Hodgkin (LNH) dan penyakit
Gangguan mieloproliftratif ditandai dengan keturunan Hodgkin (PH) bersifat maligna. biasanya akibat proliferasi
proliferasi mieloid tunggal yang dapat memburuk menjadi klona yang keluar dari sistem limforetikuler (Bab 450). Limfo-
leukemia yang menyerupai LMA. Penyakit ini meliputi LMK, ma masa anak sangat responsif terhadap kemoradioterapi bia-
trombositopenia esensial (TE), polisitemia vera (PV), metapla- sa, dengan angka ketahanan hidup bebas-penyakit jangka-lama
sia mieloid agnogenik, dan leukemia mielogenosa kronis juve- berkisar antua 60-'75V0 untuk LNH dan 80-90Vo untuk pH.
nil (LMKJ). Leukemia mielogenosa kronis (Bab 449.3) di- Subkelompok penderita ini mempunyai penyakit berisiko ting-
tandai dengan adanya t(9.22) atau kromoSom Philadelphia; gi dan relaps, yang memerlukan terapi yang lebih intensif un-
adalah leukemia paling lazim terjadi pada orang dewasa tetapi tuk sembuh. TST dapat menyembuhkan beberapa penderita
jarang pada anak. TST merupakan pengobatan pilihan untuk dengan LNH dan PH, dan harus diberikan segera sesudah re-
LMK. Transplantasi dari saudara kandung HlA-identik meng- laps, sementara penyakit masih sensitif terhadap terapi, penya-
hasi lkan 80Vo ketahanan hi dup bebas-peny akit j an gka-l ama di- kit sedikit membesar, dan ada kemungkinan yang lebih besar
banding dengan 45-50Va untuk TST cocok tidak terkait. Trans- untuk mampu mentoleransi regimen transplan. Kemoterapi
plantasi dianjurkan dilakukak dalam I tahun sejak didiagnosis, penyelamatan pratransplan mungkin bermanfaat untuk mengu_
karena penundaan berakibat penurunan yang berarti pada keta- rangi beban tumor. Jika saudara kandung identik-HlA terse-
hanan hidup bebas-penyakit sampai 40-60Vo. Penderita yang dia, transplan alogenik harus diberikan untuk mengambil
ditransplantasi pada fase yang dipercepat atau pada krisis blas manfaat pengaruh GVL, yang telah mengurangi angka kumat
masing-masing mempunyai ketahanan hidup 35-40Vo dan l0- sebanyak 25-30% pada beberapa seri. Akhirnya hasil awal de-
20Vo, dan 60Vo peluang terjadinya relaps dibanding dengan l0- ngan menggunakan sel induk darah perifer untuk transplantasi
20Vo peluang kumat pada penderita yang ditransplantasi pada tampaknya sebaik atau lebih baik daripada transplantasi
fase kronis. autolog. Penelitian di Perancis menguraikan TST untuk anak
Transplantasi sumsum tulang yang berhasil juga telah dila- dengan relaps atau LNH refrakter dengan menggunakan TST
kukan pada beberapa gangguan mieloproliferatif yang lebihja- autolog (n=23) atau TST alogenik saudara kandung HLA_
rang. TST harus dipikirkan pada penderita yang gagal be- identik (n=1). Delapan penderira (33%) hidup bebas penyakit
respons terhadap penatalaksanaan biasa atau yang memburuk selama 1-5,5 tahun pasca transplantasi. peninjauan pada 1.060
menjadi keadaan leukemia seperti-LMA. TST merupakan pen- penderita LNH, European Transplant Registry Group mem_
dekatan yang mungkin untukpo/lsitemiavera masa anak. TST bandingkan TST alogenik dan autolog pada penderita yang se-
telah dicoba pada sedikit penderita dengan trombositopenia suai menurut umur, histologi, status penyakit pada transplan,
esensial tanpa hasil. Metaplasia mieloid agnogenik (MMA) stadium pada transplan, dan regimen yang mempengaruhi.
atau mielofibrosis idiopatik, ditandai dengan splenomegali dan Anak yang sedang mendapat TST alogenik mempunyai keta-
fibrosis ruang sumsum tulang, yang mengakibatkan anemia. hanan hidup 387o bebas-pemburukan sesudah 48 bulan, dan
Rata-rata ketahanan hidup untuk penderita dengan MMA ada- mereka yang sedang mendapat cangkok autolog mempunyai
lah 5 tahun, dan satu-satunya terapi kuratifyang diketahui ada- ketahanan hidup bebas-pemburukan sesudah median 30 bulan.
lah TST; empat dari 10 penderita yang ditransplantasi akibat Angka relaps yang lebih rendah ditemukan pada kelompok
MMA bertahan hidup. alogenik, tetapi dengan risiko morbiditas/mortalitas terkait_
Leukemia mielogenosa kronis juvenil (LMKJ) (Bab 449.3) transplan lebih tinggi.
merupakan proliferasi klonal agresif pendahulu mieloid imatur European Transplant Registry Group melakukan perban-
yang orsertai dengan neurofibromatosis tipe 1 dan monosomi dingan kasus-cocok pediatri (umur < l6 rahun) dan TST auto-
7. Perjalanan klinisnya cepat, dan resisten terhadap kemoterapi log dewasa untuk PH. Tidak ada perbedaan bermakna antara
biasa serta kematian terjadi pada rata-tata 9 bulan sejak didiag- kelompok pediatri dan dewasa, dengan angka ketahanan hidup
nosis. Proliferasi cepat blas LMKJ tampak dipacu oleh hiper- bebas-pemburukan adalah 39Vo dan 48Vo, sementara angka
sensitivitas terhadap faktor perangsang-koloni-granulosis-ma- pemburukan adalah 52Vo dan 40Vo untuk kelompok pediatri
krofag (FPK-GM). TST bersifat kuratif pada penderita ini dan dan dewasa.
harus dilakukan secara agresif bila diagnosis telah diperkuat. Kelompok Seattle meninjau pengalaman TST alogenik dan
Pada l0 anak yang ditransplantasi dari donor saudara kandung autolog 2l tahunnya mengenai PH yang relaps atau refrakter'.
yang cocok di Seattle, tiga mengalami relaps, empat mening- Median umur adalah 29 tahun (berkisar 10-55 tahun). Tidak
gal karena komplikasi transplan, dan tiga bertahan hidup bebas ada perbedaan statistik pada ketahanan hidup bebas-kejadian
penyakit pada > 5,7, dan 9 tahun. Pada l7 penderita yang antara kelompok rilogenik dan autolog, dengan ketahanan hi-
diberi sumsum tulang dari donor keluarga yang tidak cocok dup bebas-kejadian masing-masing 22Vo dan l47o sesudah 5
atau donor cocok tidak terkait, 13 meninggal karena kom- tahun. Penderita dengan penyakit refrakter atau membesar
plikasi transplan atau leukemia berulang dan empat bertahan (n=93) mempunyai ketahanan hidup 16%o dibanding dengan
hidup > 2-5 tahun. Kelompok transplan dari Milwaukee mela- 34Vo pada mereka yang dengan penyakit kurang parah (n=34).
porkan 6 penderita LMKJ yang diberi transplan sumsum tu- Transplan saudara kandung HlA-identik mempunyai angka
lang cocok tidak terkait kosong sel-T; tiga dari enam hidup relaps sangat lebih rendah (45Vo) dibanding dengan kelompok
antara 6 bulan sampai 6 tahun. Beberapa penderita LKMJ te- autolog ('76Eo). Ada satu laporan yang melaporkan dua anak
lah ditemukan berespons terhadap asam 13-cls- retinoat de- yang mendapat TST HlA-identik karena limfoma sel-T Ki_l
132 I Transplantasi Sumsum Tulang 743

agresif, dengan ketahanan hidup 40-56 bulan. Akhirnya (4), glioblastoma (2), dan teratoma imatur (l); angka respons
ada beberapa laporan keberhasilan TST yang dilakukan pada adalah 26Vo, yang membesarkan hati karena semua penderita
anak dengan histiositosis sel Langerhans, termasuk menderita penyakit refrakter atau relaps. Strategi baru yang se-
histiositosis-X. Walaupun penderita histiositosis keterlibatan dang diuji adalah penggunaan kemoterapi yang dosisnya
satu-organ sangat baik, penderita dengan keterlibatan multior- diperkuat berulang berurutan yang didukung dengan infus sel
gan berespons , buruk terhadap terapi biasa dan harus induk darah perifer.
dipikirkan untuk transplantasi. TUMOR PADAT. Banyak tumor padat yang sangat responsif
NEUROBLASTOMA. Tumor padat ekstrakranial yang paling terhadap kemoterapi biasa; namun, subkelompok dari tumor
sering terjadi pada anak adalah neuroblastoma, dengan sekitar ini mempunyai prognosis yang sangat buruk (Bab 452-454).
28 kasus baru persejuta anak dibawah umur 4 tahun setiap ta- Tumor ini berisiko tinggi karena histologinya (rabdomiosar
hun (Bab 451). Ketahanan hidup 10 tahun untuk penyakit sta- koma alveoler, tumor Wilms anaplastik), lokasinya (sarkoma
dium I-II adalah 88-90%o, dan untuk penyakit stadium III Ewing, pelvis, batang tubuh, atau ekstremitas proksimal, sar-
adalah 63V0, tetapi hampir setengah dari semua anak umur le- koma osteogenik skeletal aksial), arau penyajian metastatik
bih tua dari I tahun menderita penyakit tersebar (stadium IV), yang menyebar. Trial fase I-II meneliti penggunaan kemote-
d^ngan ketahanan hidup 10 tahun 21Vo . Walaupun penelitian rapi dalam dosis tinggi dengan atau tanpa iradiasi badan total
TST menunjukkan kecenderungan perbaikan selama kemo- (IBT) disertai ciengan penyelamatan sumsum tulang autolog.
terapi, belum ada uji kendali acak yang membandingkan kedua European Bone Marrow Transplantation Solid Tumor Regis-
pendekatan ini. Angka ketahanan hidup bebas-penyakit (3 ta- /ry menguraikan 25 anak yang mendapat TST autolog untuk
hun) untuk penderita yang ditransplantasi sesudah dan sebe- tumor refrakter atau tumor Wilms yang relaps. Delapan dari
lum pemburukan penyakit adalah O-32Vo dibanding dengan 25- 17 anak yang telah ditransplantasi sesudah remisi reinduksi
56Vo. Beberapa kelompok nasional dan internasional telah me- mengalami masa bebas penyakit selama 14-90 bulan pasca-
meriksa berb4gai regirnen persiapan yang berbeda untuk TST transplantasi; satu dari 8 anak yang ditransplantasi pada saat
autolo! karena neutroblastoma risiko-tinggi dengan ketahanan relaps bertahan hidup bebas penyakit sesudah 3 tahun.
hidup bebas-pemburukan adalah 24-l00%o, tergantung pada Institut Kanker Nasional melaporkan hasil dari tiga proto-
status penyakit pada saat transplantasi. Gambaran relaps mem- kol untuk pengobatan sel tumor biru, bulat kecil, berisiko ting-
beri kesan bahwa penyakit sisa minimal tetap ada pada pende- gi, termasuk sarkoma Ewing (n = 44; humerus, femur, atau ba-
rita pasca-transplan s.erta pada pembersihan sumsum tulang. dan), rhabdomiosarkoma (n = 25, tidak dapat dipotong) dan
Apakah terapi mieloablatif lebih efektif awal sebelum ketaha- tumor neuroektodermal perifer primitif. Penderita diobati de
nan tumor berkembang dan toksisitas terapi kumulatif menjadi ngan regimen induksi, dan mereka yang memperoleh remisi
masalah, atau jika terapi yang diperluas sebelum TST lebih total diberi penguatan (konsolidasi) dengan IBT, vinkristin,
penting untuk pelenyapan sisa penyakit, belum jelas. Penguat- adriamisin (doksorubisin), dan siklofosfamid dosis tinggi di-
an N-myc, histologi, umur dan feritin tidak berkorelasi dengan sertai dengan infus sumsum tulang autolog tidak tercuci. Sesu-
h-.il akhir TST. Protokol sekarang menggunakan TST aloge- dah 6 tahun, bertahan hidup bebas-kejadian pada sarkoma
nik juga kombinasi obat-radiasi baru untuk konsolidasi yang Ewing, rhabdomiosarkoma, dan tumor neuroektodermal primi-
kuat dengan atau tanpa menyelamatkan sumsum tulang. Agen tif masing-masing adalah 30Vo, 24Vo , dan 24Vo , yang tidak ber-
biologi seperti asam 13-cis retinoat yang mempunyai aktivitas beda bermakna dengan kemoterapi biasa. Faktor prognosis
pengimbas diferensiasi ganglioneuronal dalam neuro-blastoma yang paling penting pada penderita ini adalah adanya penyakit
sedang dalam trial klinis. Upaya sedang diarahkan pada peng- metastatik pada saat diagnosis. Protokol baru akan menambah
imbasan pengaruh cangkok-lawan-tumor dengan n--2 atau agen yang tidak-resisten-silang seperti ifosfamid dan etoposid,
siklosforin. dan IBT dapat dinaikkan dari 8 sampai 12 Gy. Kelompok lain
TUMOR OTAK. Tumor sistem syaraf pusat paling sering telah melaporkan keberhasilan yang lebih baik dalam trans-
merupakan tumor padat pada anak, mencakup 20Vo darikega-
plantasi autolog untuk sarkoma Ewing dengan menggunakan
nasan masa anak (Bab 555). Beberapa tumor, seperti ostiosi- melfalan busulfan dengan induksi 38-40% remisi total stabil.
toma serebeler, rentan terhadap pengobatan, sedang bentuk Kebanyakan laporan TST autolog untuk mengobati osteosar-
yang lain resisten karena sifat biologinya, misalnya, glioblas- koma adalah laporan kasus, tetapi ada satu seri dari 24 anak
toma multiforme, atau karena lokasi, misalnya, glioma batang-
yang ditransplantasi untuk osteosarkoma yang relaps; sesudal,
otak. Trial fase I-II membantu menentukan peran TST dalam pemantauan singkat hanya 6 bulan, setengahnya bertaffan
pengobatan tumor otak. Kelompok transplan Philadelphia hidup bebas-penyakit.
mengobati 10 anak dengan glioblastoma multiforme (9) dan
astrositoma anaplastik (1) dengan menggunakan regimen per-
PENYAKIT GENETIKA
siapan tiotepa, etoposid, dan bis-kloretilnitrosourea (BCNU)
disertai dengan infus sumsum tulang autoiog; angka respons GANGGUAN IMUNODEFISIENSI. Status defisiensi imun ada-
adalah 60Vo dengan dua remisi sebagian dan empat remisi to- lah berbagai kelompok gangguan dengan cacat sistem imun,
tal. Kelompok'di Perancis mengobati anak dengn tumor otak humoral, seluler dan/atau fagosit, menyebabkan infeksi yang
berulang dengan menggunakan busulfan selama 7 hari busul- sangat berbahaya dengan kematian prematur dalam usia bebe-
fan dan tiotepa disertai dengan infus sumsum tulang autolog. rapa tahun pertama. Gangguan defisiensi imun gabungan berat
Sembilan belas penderita yang ditransplantasi menderita ber- (severe combined immune deficiency = SCID) adalah ganggu-
bagai tumor otak, termasuk meduloblastoma (5), ependimoma an yang paling menghancurkan dan termasuk SCID dengan
(5), tumor neuroektodermal primitif (2), tumor batang-otak limfopenia sel B (45Vo dari semua kasus SCID), SCID klasik
744 BAGIAN XIV a Sistem lmunologis dan Gangguannya

dengan limfopenia sel-T-B dan agamaglobulinemia (25Vo), de- Sensitivitas khas terhadap agen DNA terikat-silang menye.
fisiensi adenosin deaminase (ADA; 157o), SCID dengan dis- babkan penderita AF sangat sensitif terhadap regimen persiap_
fungsi sel T (9Vo), disgenesis retikuler dengan limfopenia dan an TST biasa, sehingga memerlukan pengurangan dosis untul
neutropenia (2Vo), purin nukleosida fosforilase, dan sindroma menghindari toksisitas yang berlebihan. Toksisitas terkait.
Omenn dengan eosinofilia dan penggantian limfoid dengan sel transplan meliputi mukositis oral berat, sistitis hemoragis, eri_
Langerhans dan sel retikuler. Ada juga bentuk SCID jarang troderma, dan GVHD. Penelitian dari London (n 23), paris
yang terjadi yang disertai dengan disostosis (cebol tungkai- =
(n = 34), Cincinnati (n = 12), dan Seattle (n = l7) menunjuk_
pendek dan displasia ektodermal), kelainan ungkapan antigen kan ketahanan hidup bebas penyakjt 30-l00Vo, tergantung
sel-T (CD-3 dan CD-7), dan sel T disfungsi dengan cacat pe- pada sumber sumsum tulang. Penderita yang sedang mendapal
nutup. regimen persiapan dan transplan saudara kandung cocok mem-
TST merupakdn pengobaran pilihan untuk SCID sejak ta- punyai hasil akhir yang terbaik, walaupun donor transplan ti-
hun 1968, ketika transplanrasi sumsum tulang alogenik per- dak cocok dan tidak terkait dapat berhasil. penderita dengan
tama berhasil yang dilakukan pada bayi dengan SCID meng- AF dan anggota keluarga yang HlA-identik yang mengalami
gunakan donor saudara kandung HlA-identik yang tidak ter- penapisan AF negatif harus diberi TST pada permulaan tanda
kena. Ketahanan hidup bebas-penyakit dengan menggunakan pansitopenia. Walaupun pengalaman dengan donor tidak co_
donor saudara kandung cocok adalah >90Vo . Dengan menggu- cok dan tidak terkait, terbatas, TST harus dipikirkan, cende_
naran cangkok anggota keluarga tidak cocok T-kosong inaka rung prognosisnya buruk untuk penderita ini bila terjadi trans_
didapat ketahanan hidup bebas-penyakit 69-i6Vo. Kurang ada lomasi leukemia.
pengalaman dengan donor TST tidak terkait pada SCID, tetapi PENYAKIT PENYIMPANAN (STORAGE DISEASES). penyakit
sumsum tulang tidak kosong-T telah digunakan untuk mengo- penyimpanan metabolik merupakan kelompok ganguan hete_
bati delapan penderita SCID oleh kelompok transplan Minne- rogen akibat mutasi gen tunggal yang menghasilkan cacat en_
sota dan enam bertahan hidup 1,5-4 tahun pasca-transplantasi. zim dan selanjutnya terjadi penumpukan (akumulasi) meta_
TST telah dilakukan pada bentuk defisiensi imun lain ter- bolik toksik. Hasil akhir adalah pemburukan neurologis pro_
masuk sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Di George, neu- gresif atau infiltrasi viseral, yang biasanya mematikan. Bebe-
tropenia Kostmann, defisiensi adherens leukosit, penyakit rapa gangguan, seperti adrenoleukodistrofi, berespons terha_
granulomatosa kronis, sindroma Ch6diak-Higashi, limfohis- dap cara-cara diet, sementara yang lain, seperti penyakit Gau-
tiositosis eritrofagositik familial, sindroma Duncan, dan defi- cher tipe I dan III, berespons terhadap penambahan enzim, te_
siensi aktin neutrofil. Angka ketahanan hidup adalah 68Vo bila tapi pada kebanyakan kasus terapi penambahan yang tersedia
menggunakan donor saudara kandung cocok dan 35Vo btla tidak berhasil. TST memberikan sumber enzim melalui sistem
menggunakan donor tidak cocok. Dua penderita Wiskott- monosit/sel fagosit berasal-sumsum tulang, yang mencakup
Aldrich dan tiga penderita Ch6diak-Higashi telah mendapar hati (sel Kupffer), otak (mikroglia), kulit (sel Langerhans),
TST dari donor yang tidak terkait, dan kelimanya sumsum tulang (osteoblast), paru (makrofag paru) dan lim-
berrahan
hidup 1-3 tahun pasca-transplantasi. Jika bentuk terapi lain ter- fonodi (histiosit). Hasil transplantasi pada beberapa gangguan
sedia, seperti interferon-gamma untuk penyakit granulomatosa penyimpanan adalah bervariasi, beberapa diantaranya menun-
jukkan respons yang sangat baik, sedang yang lain mempunyai
atau f'aktor perangsang-koloni-granulosit (FPK-G) untuk neu-
tropenia Kostmann, TST harus dicadangkan untuk penderita respons yang lebih buruk. Risiko mortalitas terkait-transplan
yang tidak responsif. Penderita dengan ADA SCID dapar dio- adalah sekitar l07o untuk donor saudara kandung yang cocok
dan 3'7Vo pada donor yang tidak cocok dan tidak terkait. Diper-
bati dengan adenosin deaminase digabung dengan polietilen
glikol (PEG-ADA) dengan penyembuhan fungsi imunologis lukan transplantasi sebelum penyakit meluas menjadi cederh
yang bervariasi. Banyak dari gangguan ini akan'disepakati organ-akhir. Upaya harus diarahkan pada diagnosis awal dan
mendapatkan terapi gen untuk memperbaiki cacat dasarnya. TST sebelum terjadi cedera neurologis yang berarti.
Dua penderita dengan ADA SCID diberi sel T dengan gen TALASEMIA. Talasemia homozigot beta (anemia. Cooley,
ADA normal yang diseljpkan dengan transduksi gen retrovi- talasemia mayor) adalah.gangguan herediter yang ditandai de-
rus. Sesudah beberapa kali diinfus dengan sel T transduksinya, ngan terganggunya atau tidak adanya produksi rantai beta glo-
kedua anak mengalami penyembuhan infeksi, jaringan tonsil bin (lihat juga Bab 419.9). Kekurangan produksi rantai bera
turnbuh lagi, dan uji kulit hipersensitif lambat positif. menghasilkan penumpukan rantai globulin alfa, sehingga
membentuk tetramer tidak stabil dalam sel darah merah,
ANEMIA FANCONI. Anemia Fanconi (AF) merupakan ben- menghasilkan anemia hemolitik dan eritropoesis yang tidak
tuk anemia aplastik resesif autosom yang disertai dengan efektif. Terapinya terdiri dari transfusi seumur hidup dengan
anomali kongenital, fragilitas kromosom, pansitopenia, dan zaI penyercp (chelation) besi, yang memungkinkan penderita
mielodisplasia/LMA (lihat Bab 406). Walaupun ada herero- bertahan hidup sampai 30-40 tahun. Masalah jangka panjang
genitas yang besar pada fenotipnya, diagnosis dibuat dengan meliputi gagal hati dan gagal jantung karena pengendapan
peirgamatan kenaikan fragilitas kromosom dalam responsnya
besi, infeksi multipel, pubertas tertunda, dan diabetes. Walau-
terhadap agen yang terikat-silang DNA seperti mitomisin-C pun terapi dapat menunda mula penyakit tetapi komplikasi ini
atau diepoksibutan. Pada penderita berkembang pansitopenia,
menjadi sangat berbahaya.
biasanya antara umur 5 dan 10 tahun, yang dapat berespons se-
Tiga faktor risiko yang mempengaruhi hasil akhir TST un_
mentara pada androgen dosis-rendah tetapi memburuk menjadi
tuk talasemia termasuk hepatomegali, fibrosis porta, dan ri_
komplikasi yang mematikan karena perdarahan, infeksi, atau wayat penyerapan besi tidak konsisten sebelum transplantasi.
leukemia.
Faktor-faktor lain seperti jumlah transfusi, kadar feritin, ting_
132 I Transplantasi Sumsum Tulang 745

Empat puluh dua penderita (umur 1-23 tahun) mendapat


SURVIVAL BEBAS PENOLAKAN
TST anggota keluarga HlA-identik unruk penyakit SS di Bel-
gia dan Perancis. Sesudah pemantauan singkat selama I -75
bulan, 97,6Vo bertahan hidup dengan ketahanan hidup bebas-
KELAS= 2 (N=l7s)
penyakit 90,5Vo. Tidak ada kejadian vaso-oklusif yang telah
terjadi pada 38 penderita dengan pencangkokan yang berhasil,
dan beberapa fungsi limpanya kembali. Walaupun TST dapat
menyembuhkan penyakit HbS homozigot, pemilihan calon
yang pantas untuk transplantasi sukar. Penderita dengan pe-
nyakit SS dapat bertahan hidup selama puluhan tahun, tetapi
beberapa penderita mempunyai kualitas hidup yang buruk, de-
ngan rawat inap berulangkali karena krisis vasa-oklusif yang
nyeri dan infark SSP. Penderita SS, seperti mereka yang de-
o I 2 3 a 5. C 7 ngan haplotip Republik Afrika Tengah, dapat diramalkan
TAHUN menderita komplikasi yang serius. TST harus diprkirkan pada
penderita muda yang menderita krisis vasa-oklusif berat beru.
Garnbar 132-3. Kemungkinan ketahanan hidup bebas-penolakan untuk 271
penderita talasemia dengan umur kurang dari 17 tahun yang mendapat trans-
lang, bukti terjadinya kerusakan pada ujung organ, infark SSP,
plantasi sumsum tulang anggota keluarga dengan antigen lbukosit manusia atau riwayat stroke, dan mempunyai donor anggota keluarga
identik sesudah persiapan dengan busulfan dan siklo-fosfamid (Dari Forman identik-HLA
SJ. Blume KG, Thomas ED: Bone Marrow Transplantation. Boston, Black-
well, 1994, p 835.)
ANEMIA KONGENITAL LAIN
kat hemosiderosis, kadar besi hati, dan splenomegali tidak
mempunyai pengaruh. Penderita dikelompokkan menjadi kelas TST berhasil dilakukan pada beberapa anemia kongenital
l, tidak ada faktor risiko; kelas 2, satu atau dua faktor risiko; lain. Sindroma Diamond-Blackfan atau aplasia sel darah
dan kelas 3, semua tiga faktor risiko. Pada TST hasil dari Ita- merah murni kongenital ditandai dengan anemia-monokromik-
\ia, 21 1 anak (61 6 tahun) telah mendapat transplantasi anggota makrositik dengan sumsum tulang normoseluler. Garis eritroid
keluarga HlA-identik (Gbr. 132-3). Ketahanan hidup bebas- sangat berkurang atau bahkan tidak ada dengan disertai mega-
penyakit sampai 94Vo diperoleh pada anak yang ditrans- kariosit dan granulopoesis normal. Eritropoetin serum biasa-
plantasi sebelum terjadi hepatomegali atau fibrosis porta. He- nya meningkat. Penderita yang gagal diterapi inisial, seperti
mosiderosis hati dan fibrosis porta dapat membaik sesudah kortikosteroid, dapat memanfaatkan penggunaan TST donor
transplantasi jika cedera tidak terlalu luas, saudara kandung HlA-identik. Sepuluh sampai 12 penderita
Di Amerika Serikat, 11 dari 27 anak (63Vo) yang mendapat yang diberi TST untuk anemia Diamond-Blackfan, hidup be-
transplan donor keluarga HlA-cocok bertahan hidup bebas pe- bas penyakit selama 17 bulan sampai l0 tahun pasca trans-
nyakit, salah satu darinya memerlukan transplantasi kedua. plan. Anemia siderobLastik kongenital merupakan akibat dari
Lima penderita lainnya bertahan hidup sesudah penolakan kelainan mitokondria pada eritroblast. Proses erithropoesis
cangkok dan hidup dengan talasemia berulang sehingga keta- penderita ini tidak efektif, mengalami anemia hipokromik, dan
hanan hidup keseluruhan 8lVo. Ilka anggota keluarga HLA- besi serum meningkat. Penyakit memburuk sampai menjadi
iC^ntik tersedia, TST harus dilakukan sebelum penyakit pen- tergantung pada transfusi dengan beban besi tubuh total berle-
derita menjadi Ianjut. bih dan hemosiderosis sekunder disertai gagal hati dan jan-
PENYAKIT SEL SABIT. Anemia sel sabit merupakan'akibat tung. Seorang anak berumur 34 bulan mendapat TST dari
dari penggantian (substitusi) satu asam amino valin untuk sepupunya yang identik secara fenotip dan mengalami pembe-
asam glutamat pada posisi 6 B-globin (lihat juga Bab 419.1). saran hati menetap sesudah 3 tahun tetapi tetap tidak tergan-
Dengan perawatan pendukung, lebih dari 9OVo anak dengan tung transfusi dengan besi dan feritin serum normal.
penyakit sel sabit hidup sampai dekade ke 3 dan 4, dan 60Vo
dapat hidup sampai 50 tahun. Keparahan penyakit bervariasi
pada penderita dengan penyakit hemoglobin S (HbS) homo- 132.2 Keserasinn dsn Penolakan
zigot; 5-2OVo menderita morbiditas berarti karena krisis vaso-
oklusif dan cedera paru-paru, ginjal, dan sistem syaraf pusat Tujuan imunolgis TST adalah cangkok yang dapat beres-
(SSP). Pendekatan baru termasuk zat antisickliing, terapi gen, pons dengan antigen asing tanpa bereaksi dengan hospes dan
dan induksi kenaikan hemoglobin F dengan obat-obat seperti tidak ditolak (rejected). Faktor yang paling penting dalam me-
hidroksiurea, tetapi TST merupakan satu-satunya pengobatan nentukan toleransi adalah histokompatibilitas antara donor dar.
anemia sel sabit. hospes. Gen yang memberi arti histokompatibilitas dikode
Di Amerika Serikat, lima penderita (umur 3-10 tahun) te- pada kompleks histokmpatibitas major (major histocompati-
lah ditransplantasi dengan menggunakan donor saudara kan- bility complex = MHC) pada lengan pendek kromosom 6.
dung HlA-identik; dua donor mempunyai sifat (trait) sabit. MHC membentang sekitar 4.000 kilobase DNA dan berisi gen
Pc:rderita pertama yang mendapat transplantasi sumsum tulang untuk suatu seri glikoprotein permukaan sel yang disebut anti-
untuk penyakit sel sabit juga menderita LMA. Semua lima gen leukosit manusia (human leukocyte antigen = Hl,A). Gen
penderita bertahan hidup pada kesehatan yang baik pada umur HLA terikat erat dan dapat dibagi menjadi glikoprotein kelas I
8 bulan sampai 9,3 tahun. yang didimer dengan p-2-mikroglobulin dan glikoprotein ke-
746 BAGIAN XIV f Sisfem Imunotogis dan Gangguannya

las II dengan peptida cr dan B yang membentuk heterodimer. TABEL 132.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi pencangkokan dan
Walaupun ada lebih dari 35 gen HLA kelas I dan II dan mele- Penolakan Cangkok
bihi 250 alel, gen HLA-A, HLA-B (kelas I), dan HLA-DRB
(kelas II) digunakan sebagai penentu utama untuk histokom-
patibilitas donor dan resipien untuk TST. Peran gen HLA lain
da: lokus histokompatibiliias minor pada transplantasi sedang
dipelajari dan akan membantu mengenali pasangan donor-
resipien yang sangat lebih cocok, terutama pada TST yang ti-
dak terkait. Gen HLA pada satu kromosom 6 terdiri dari hap-
lotip yang bersama dengan gen HLA pada kopi kromosom 6
lain, membentuk genotip. Gen kelas I ditentukan dengan sero-
tip dan pemfokusan isoelektrik jeli elektroforesis, sedang gen
kelas II dikenali dengan pemberian tipe DNA. Beberapa ke-
mungkinan kombinasi donor/resipien dapat dikenali, termasuk gai regimen persiapan dibanding dengan 3Vo bila ditambah
singenik (kembar), saudara kandung yang secara genotip co- ATG. Imunosupresi pasca-transplantasi berguna untuk mence-
cok, anggota keluarga atau donor tidak terkait yang cocok se- gah GVHD dan meminimalkan kemungkinan penolakan cang_
cara fenotip, dan berbagai tingkat ketidak cocokan (satu anti- kok. Satu pendekatan efektif terhadap GVHD adalah mele_
gen, dua antigen, atau tiga antigen tidak cocok = haploidentik). nyapkan sel T dari sumsum tulang donor sebelum infus, ietapi.
Ketidakcocokan ringan serta cocok sebagian didasarkan pada pelenyapan sel T memungkinkan menetapnya limfosit hospes
cangkok-lawan-hospes dan peiiolakan vektor dapat juga dike- yang mampu menengahi penolakan cangkok pada sekitar l07o
nali. Karena hanya25-30Vo p-enderita mempunyai saudara kan- kasus. Penolakan cangkok mungkin sukar dibedakan dari pe_
dung HlA-identik, identifikasi donor yang secara fenotip ngaruh obat-obat atau infeksi virus pada cangkok.
cocok tidak terkait adalah lebih mudah menggunakan donor
daiiar besar yang tidak terkait. Di Amerika Serikat, program
Donor Sumsum Tulang Nasional telah menggolongkan lebih 132.3 Peny akit Cangkok- Law an-H osp e s
dari 600.000 donor sukarelawan dan menggunakan 106 pusat
donor serta 57 pusat transplantasi untuk menambahkan 20.000
(GvHD)
donor baru potensial setiap bulan. Peluang untuk mengenali
Pencangkokan dengan limfosit donor pada hospes yang
donor tidak terkait untuk individu tertentu adalah sekitar 2OVo.
terganggu secara imunologis (kongenital, radiasi, atau cacat
Transplantasi dengan menggunakan satu-antigen tidak cocok,
imun akibat kemoterapi) dapat berakibat terjadinya aktivasi
donor tidak terkait dapat dimungkinkan jika ketidak cocokan
sel-T donor melawan antigen MHC hospes, dengan hasil
adalah dengan antigen reaktif silang atau antigen HLA sangat
GVHD. Kematian sel merupakan akibat dari aktivitas sitotok_
erat terkait.
sik seluler (misalnya sel pembunuh alami) dan kaskade kom-
Kegagalan cangkok dan penolakan cangkok dipengaruhi pleks limfokin yang dilepaskan oleh limfosit yang diaktifkan
oleh beberapa faktor (Tabel 132-2); 'perbedaan HLA adalah (misalnya faktor nekrosis tumor IFNTI). Agar reaksi ini ter-
variabel yang paling penting.-Kegagalan mencangkok dapat jadi, cangkok harus berisi sel imunokompeten, hospes harus
terjadi pada TST autolog juga alogenik dan dapat merupakan tergang gu secara imunolo gis (immuno c omp ro mi s ed) dan tidak
akibat dari dosis sel induk yang tidak cukup atau dari cedera mampu menolak atau menyusun respons terhadap cangkok,
stroma sumsum tulang oleh terapi sebelumnya bersama de- dan harus ada perbedaan histokompabilitas antara cangkok de-
ngan regimen persiapan ffansplantasi. Penolakan cangkok da- ngan hospes.
pat terjadi segera, tanpa tambahan jumlah sel atau dapat se- GVHD diklasifikasikan sebagai bentuk akut, yang rerjadi
sudah .periode singkat pencangkokan. Penolakan biasanya dalam 100 hari pertama sesudah transplantasi sumsum tulang,
ditengahi oleh sisa sel T hospes, antibodi sitotoksis, atau lim- dan GVHD kronis, yang terjadi sesudah 100 hari pertama. Se-
fokin, dan tampak dengan menurunnya angka sel donor de- bagaimana dibahas sebelumnya, GVHD dapat mempunyai be-
ngan limfosit hospes tetap. TST dengan menggunakan sum- berapa manfaat dengan menghasilkan pengaruh leukemia_
sum tulang dari donor HLA yang berbeda menaikkan risiko lawan-cangkok (graft-versus-leukemia = GVL) dan angka re-
penolakan/kegagalan cangkok yang berarti. Misalnya risiko lapsnya lebih rendah pada penderita yang ditransplantasi kare_
kegagalan cangkok pada TST saudara kandung HlA-identik na leukemia. Proses GVHD menggambarkan hilangnya ,,to_
adalah l-2%o, sedang pada TST haploidentik risikonya 3-l5Vo. leransi" secara normal yang dipertahankan dengan pelenyapan
Aloim-^risasi dengan memaparkannya pada transfusi berkali- limfosit aloreaktif timus; modulasi reseptor sel-T, mengubah
kali sebelum TST dapat mensensitisasikan penderita terhadap anergi sel aloreaktif; dan sel-sel supresor aktif yang mengen_
antigen HLA, menaikkan kemungkinan untuk penolakan cang- dalikan sel T yang teraktifkan. Upaya-upaya pada pembentuk_
kok; keadaan ini ditemukan paling sering pada anemia aplas- an GVHD/GVC berpengaruh pada penderita TST autolog
tik. Karena diperlukan imunosupresi hospes yang cukup se- yang didasarkan pada perubahan faktor toleransi ini dengan
belum dilakukan infus sumsum tulang untuk meyakinkan pen- agen imunomodulator seperti,siklosporin.
cangkokan dan mencegah penolakan, insidens penolakan se- GVHD Akut. Bentuk GVHD akut (aGVHD) ditandai dengan
bagian tergantung pada regimen persiapan. Pada TST saudara eritroderma, hepatitis kolestasis, dan enteritis (Tabel 132-3).
kandung yang cocok untuk anemia aplastik ada insidens peno-
Secara khas, aGVHD timbul sekitar hari ke-19 (median), ke_
lakan cangkok24Vo bila hanya digunakan siklofosfamid seba-
tika penderita sedang mulai pencangkokan. Biasanya mulai
132 I Transplantasi Sumsum Tulang 747

TABEL 132-3 Stadium Klinis dan Tahapan Penyakit Cangkok-Lawan-Hospes

r'ii , uu**iAtii.
' : r l !!;a;!::::::::::::::l

ii i,,. is t=.:.-,=i
tii:iriiiili:t1'' .S
;:;i&::,i#),!{g.i7yj;; l tiii

Diambil dari Thomas ED, N Engl J Med 292:832. 895. 1975

dengan ruam makuler/papuler gatal pada telinga, telapak ta- diuraikan kemudian, juga dengan kerugian meletakkan pende-
ngan, dan telapak kaki serta dapat memburuk mengenai selu- rita pada risiko untuk komplikasi infeksi. .
ruh tubuh (Gb. 132-4) dan tungkai, kemungkinan menjadi
eritroderma yang menyatu dengan pembentukan bula dan pe-
nsclupasan kulit (exfoliation). Demam mungkin ada atau 132.4 Dasar Imunosupresi
mungkin tidak ada. Pertimbangan diagnostik lain meliputi tok-
sisitas dari regimen imunosupresii ruam obat, dan eksantema Obat imunosupresan digunakan untuk mencegah dan me-
virus, atau infeksi lain. Manifestasi hati termasuk ikterus ngobati penolakan alograf dan GVHD. Karena perbedaan pada
kolestatik dengan kenaikan uji fungsi hati. Diagnosis banding antigen histokompatibilitas major atau minor yang mengimbas
adalah hepatitis, penyakit veno-oklusif, atau pengaruh obat. aktivasi limfosit T resipien dan selanjutnya penolakan alograf
Gejala- gejala saluran cerna pada aGVHD adalah nyeri kejang donor, diperlukan imunosupresan untuk semua jaringan trans-
perut dan diare berair, seringkali berdarah. Regimen persiapan plantasi, kecuali dari kembar identik. Transplantasi organ pa-
dan agen infeksius dapat menimbulkan gejala yang serupa. dat memerlukan imunosupresan jangka panjang untuk men-
Eosinofilia, limfositosis, enteropati kehilangan protein, aplasia cegah penolakan cangkok, sedang resipien TST diobati selama
sumsum tulang (neutropenia, trombositopenia, anemia), edema 6-12 bulan sampai dicapai keadaan toleransi. Strategi trans-
perifer, dan infeksi sekunder dapat terjadi. Faktor-faktor yang plantasi baru dengan menggunakan sel induk dan sel T terpilih
terkait dengan perkembangan aGVHD adalah perbedaan his- untuk memperbesar pencangkokan tetapi menghindari GVHD,
tokompatibilitas antara donor dan penderita, tidak cocok antar
jenis kelamin, kesamaan donor, umur, keganasan aktif, atau
re-laps pada saat TST, dan penambahan dosis radiasi. Pence-
gahan dan pengobatan GVHD memerlukan berbagai agen
imunosupresif yang akan dibahas kemudian.
GVHD KRON|S. Pematangan cangkok dapat meliputi per-
kembangan GVHD kronis, biasanya sesudah hari 100, tetapi
paling awal hari 60-70. GVHD kronis meyerupai proses auto-
imun multisistem yang menampakkan diri seperti sindroma
Sjogren (s ic ca), lupus eritematosus sistemik, dan skleroderma
(Gb. 132-5), liken planus, dan sirosis biliaris primer. Infeksi
berulang (sepsis, sinusitis, pneumonia) dengan bakteri berkap-
sul, jamur, dan virus sering ada dan turut membantu morbidi-
tas dan mortalitas terkait-transplan secara bermakna. Pro-
filaksis dengan trimetoprim-sulfametoksasol mengurangi in-
sidens pneumonia Pneumocystis carinii. Risiko karena GVHD
kronis adalah bertambahnya umur, GVHD akut sebelumnya,
transfusi buffi coat, dan keseimbangan donor wanita. Terapi Gambar 132-4. Penyakit cangkok-lawan-hospes akut pada kulit dengan me-
GVHD terdiri atas imunosupresan tambahan dengan obat libatkan telinga, lengan, bahu, dan tubuh. (Atas kebaikan Evan Farmer MD.)
(prednison dan siklosporin adalah obat-obat pilihan pertama) Lihat juga bagian berwama.
748 BAGIAN XIV a Sisfern Imunologis dan Gangguannya

PENGOSONGAN SEL-T. Pencegahan penolakan cangkok


dan GVHD bersama dengan pengobatan GVHD pada masa
peritransplan melibatkan beberapa strategi yang berbeda. Ka-
rena sel-T donor yang menyebabkan GVHD, sumsum tulang
donor dikosongkan dari sel T dengan menggunakan antibodi
monoklonal atau teknik pemisahan fisik seperti aglutinasi lek-
tin kedelai. Pengosongan mengakibatkan pengurangan GVHD
secara dramatis tetapi dapat menimbulkan masalah dengan
adanya penolakan cangkok dan relapsnya penyakit. Sel-T do-
nor memainkan peran penting dalam melenyapkan sisa sel T
hospes serta menengahi pengaruh GVL. Pilihan lain untuk
pengosongan sel-T sedang dijajaki, termasuk penambahan sel
T yang dipilih-kembali yang dapat membantu pencangkokan
dan membiarkan aktivitas anti tumor tetapi tanpa aktivitas
GVHD.
METOTREKSAT. Inhibitor kompetitif dihidrofoiat reduktase
merupakan agen imunosupresif yang paling baik, disamping
merupakan obat kemoterapeutik kanker. Regimen metotreksat
yang diberikan pada hari 1, 3, 6, dan 1l sangat efektif pada
pencegahan GVHD, dengan tambahan perbaikan jika obat
diberikan setiap minggu selama 100 hari pertama. Metotreksat
dapat mempercepat mukositis akibat dari regimen persiapan
dan mungkin perlu penyelamat dengan leukovorin jika ada
gangguan ginjal atau pengumpulan cairan seperti efusi pleura.
Trimetreksat adalah obat antifolat dengan kemiripan struktural
terhadap metotreksat, tetapi dikeluarkan oleh hati dan dapat
merupakan pilihan (alternatif) pada penderita yang mempu-
nyai gangguan ginjal yang berarti.
SIKLOSPORIN. Asam amino 11 peptida lipofilik (hidro-
filik), siklik, merupakan agen imunosupresif spesifik dan kuat
yang secara selektif menghambat pemindahan IL-2 mRNA
oleh sel T penolong. Siklosporin dapar juga menghambat sin-
tesis IL-1, IL-3, dan interferon-B. Aktivasi sel-T diperlemah
Gambar 132-5. Penyakit cangkok lawan hospes kulit yang kronis dengan pe-
bila tidak ada IL-2. Siklosporin menghambat pembentukan re-
rubahan skleroderma (Atas kebaikan Evan Farmer, MD.) Lihat juga tiagian
berwama. septor IL-2 pada dosis yang lebih tinggi. Siklosporin tidak
mempunyai pengaruh mielosupresif atau anti-radang, tetapi
juga agen imunosupresif yang lebih baru, lebih kuat, memung- amat berguna karena dapat mencegah penolakan cangkok.
kinkan IST berhasil melawan antigen HLA tidak cocok ting- Siklosporin dimetabolisir oleh sistem enzim sitokrom P-450
kat yang lebih besar. Agen imunosupresif ideal menghambat hati dan dapat berperan dalam sejumlah interaksi obat. Kadar
subset limfosit hospes yang menengahi GVHD tanpa mengu- siklosporin naik bila ada ketokonazol, eritromisin, metilpred-
bah imunitas terhadap infeksi atau keganasan (GVL). nisolon, warfarin, verapamil, etanol, imipenem-silastin, meta-
REGIMEN PERSIAPAN." Berbagai regimen persiapan digu- klopramid, dan flukonazol; menurun bila ada fenitoin, feno-
nakan untuk TST pada sejumlah penyakit. Kebanyakan agen barbital, karbamazepin, valproat, nafsilin, dan rifampin.
mempunyai aktivitas antineoplastik serta aktivitas imunosu- Siklosporin mempunyai pengaruh toksik nonimunosu-
presan. Siklofosfamid adalah derivat nitrogen mustard yang presan yang bermakna, termasuk neurotoksisitas (tremor, pa-
memerlukan aktivasi metabolik untuk menghasilkan alkilasi restesia, nyeri kepala, kerancuan, somnolen, kejang-kejang,
bifr:ngsional metabolit dan adalah imunosupresan yang paling koma), hipertrikosis, hiperplasia gingiva, anoreksia, nausea,
luas digunakan pada regimen persiapan TST. IBT juga meru- muntah, hepatotoksisitas (kolestasis, kolelitiasis, nekrosis per-
pa\an agen terapeutik penting, dengan aktivitas antineoplastik darahan), endokrinopati, (ketosis, hiperprolaktinemia, hiper-
dan kualitas imunosupresif yang sangat baik yang dapat secara testeronemia, ginekomastia, spermatogenesis terganggu),
efektif mengobati semua bagian tubuh. Agen kemoterapeutik gangguan metabolik, (hipomagnesemia, hiperurikemia, hiper-
lain yang mempunyai pengaruh antitumor yang lebih besar da- glikemia, hiperkalemia, hipokolesterolemia), gangguan vasku-
ripada imunosupresan yang telah digunakan bersama dengan ler (hipertensi, kenaikan aktivasi sistem saraf simpatis, penya-
IBT dan siklofosfamid adalah busulfan, etoposid (VP-16), kit seperti sindroma vaskulitis-hemolitik-uremik, ateroge-
melfalan, karmustin (BCNU), sitosin arabinosida (ara-C), tio- nesis), dan nefrotoksisitas. Toksisitas ginjal merupakan ba-
tepa, ifosfamid, dan karboplatin. Kombinasi ditujukan untuk tasan penggunaan siklosporin yang berarti dan tampak sebagai
mencapai kadar imunosupresi yang cukup agar memungkin- kenaikan kadar kreatinin, oliguria, hipertensi, retensi cairan,
kan pencangkokan cepat tanpa toksisitas yang berlebihan dan vasokonstriksi kecepatan filtrasi glomerulus aferen, cedera tu-
dengan kemampuan melenyapkan klon ganas. buler ginjal, dan lesi seperti sindroma hemolitik uremik. Ne-
132 I Transplantasi Sumsum Tulang 749

frotoksisitas kronis (fibrosis interstisial, atrofi tubuler) dapat mengikatkannya pada CD3 dan mengimbas pembersihan oleh
memerlukan pengurangan dosis siklosporin atau mengganti sistem retikuloendotelial, zat ini juga mengaktifkan sel T de-
dengan obat-obat imunosupresan lain. Nefrotoksisitas dapat ngan akibat timbulnya toksisitas yang ditandai dengan demam,
diperburuk oleh aminoglikosida, amfoterisin B, asiklovir, di- menggigil, dispnea, nyeri dada, mengi, nausea, dan muntah.
goksin, furosemid, indometasin, atau trimetoprim. Toksitas Antibodi yang diubah seperti BC3 telah dikembangkan se-
ginjal dapat dikurangi dengan menyesuaikan dosis yang di- hingga dapat mengikat CD3 tetapi ridak mampu berinteraksi
dasarkan pada kadar siklosporin darah. Kadar dapat juga dengan reseptor Fc pada monosit dan tidak mengaktifkan sel
dipengaruhi oleh keadaan klinis yang mempengaruhi penyera- T. Antibodi yang lebih baru ini lebih efektif dalam mengobati
pan, termasuk diare, gangguan intestinal (karena GVHD, in- GVHD dan mempunyai sedikit efek samping. Strategi lain
feksi virus, atau terapi), atau berubahnya fungsi hepar. Walau- adalah menggabungkan antibodi dengan toksin sitologis seper-
pun obat ini lipofilik, kggemukan tidak mempengaruhi penye- ti risin A. Risin A terkait pada antibodi anti-CD5 (XomaTyme)
baran obat dan dosis harus didasarkan pada berat badan ideal. yang mengikat sel T dan beberapa sel B yang menengahi tok-
S"losporin sama efektifnya dengan metotreksat untuk imuno- sisitas sitospesifik.
supresi pasca-TST, dan kombinasi siklosporin dengan me- AZATIOPRIN. Imidazol derivat 6-merkaptopurin ini mem-
totreksat lebih baik daripada salah satu obat saja. blokade sintesis DNA dengan menghambat. sintesis purin.
FK506. Obat imunosupresif makrolit eksperimental ini di- Baik azatioprin maupun 6-merkaptopurin menghambat akti-
hasilkan oleh jamur Streptomyces tsukubaensis yang berbeda vasi sel-T dan mengurangi jumlah sel mononuklear yang ber-
dengan siklosporin kimiawi, teiapi mempunyai pengaruh yang migrasi. Efek toksiknya termasuk mielosupresi (neutropenia), .

serupa pada sistem imun. Walaupun mengikat protein pengikat penyakit veno-oklusif hati, hepatitis, pankreatitis, keganasan
FK506 yang spesifik, obat ini mempunyai pengaruh yang sekunder. Obat ini tidak berguna untuk aGVHD karena tok-
sama pada ungkapan IL-2 dan reseptor IL-2 seperti siklos- sisitasnya, tetapi telah digunakan dengan sejumlah manfaat
porin. FK506 mempunyai khasiat yang sedikit melebihi siklos- untuk cGVHD yang resisten.
porin, kecuali kemungkinan untuk pengobatan GVHD hati ka- TALIDOMID. Pada mulanya digunakan sebagai sedatif tetapi
rena obat ini dikonsentrasikan dalam hati. FK506 mempunyai ternyata mempunyai sifat imunosupresif, talidomid telah dite-
toksisitas dan interaksi obat sama seperti siklosporin. Kombi- liti pada trial fase I-II untuk pengobatan cGVHD. Penderita
nasi obat-obat ini menimbulkan toksisitas sinergis. dengan cGVHD yang berisiko tinggi atau refrakter yang dio
KORTIKOSTEROID. Prednison biasanya dikombinasi de- bati dengan talidomid menunjukkan angka respons 59% de-
ngan agen imunosupresi lain, sering digunakan untuk mengo- ngan ketahanan hidup 76Vo untuk mereka yang dengan
bati atau mencegah GVHD dan untuk mencegah penolakan. cGVHD refrakter dan 48% untuk mereka yang dengan
Kortikosteroid dapat mengganggu proliferasi limfosit T de- cGVHD risiko tinggi. Sedang dilakukan penelitian unruk me-
n5rn memblokade aktivasi gen IL-1 dan IL-6 secara langsung. nentukan keefektifan relatif talidomid dibanding dengan regi-
Karena sekresi IL-2 sebagian tergantung pada pelepasan IL-l men lain untuk cGVHD.
dan IL-6, steroid memblokade kerja IL-Z secara tidak lang-
sung. Kortikosteroid juga menghasilkan respons anti radang
yang le-bih cepat dengan mengimbas produksi lipokortin, sua- 132.5 Pengaruh Lambat Transplantasi
tu penghambal fosforilase A', yang mengurangi sintesis pros-
taglandin radang. Obat ini dapat juga melisis sejumlah kecil
Sumsum Tulang
limfosit yang teraktifkan dan mengurangi migrasi monosit ke
Karena lebih banyak anak mengalami TST untuk spektrum
tempat-tempat radang. Pengaruh imunosupresan kortikosteroid
nonspesifik dan nyata (serta imunosupresan lain) menempat-
indikasi yang luas dan semakin bertambahnya jumlah anak
yang bertahan hidup untuk jangka waktu lama, pengaruh lam-
kan pbnderita pada risiko infeksi oportunis yang serius. Kom-
plikasi penggunaan steroid jangka panjang lain adalah kega- bat proses transplantasi mempunyai dampak abadi pada kese-
hatan dan kesejahteraan individu. Dokter spesialis anak harus
galan pertumbuhan, cushingoid, hipertensi, katarak. perdara-
han gastro-intestinal, pankreatitis, psikosis, hiperglikemia, os-
menyadari kemungkinan terjadinya komplikasi lambat, ter-
masuk pengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan, dis-
teoporosis, nekrosis aseptik kaput femoris, dan supresi poros
hipofisis-adrenal.
fungsi neuroendokrin, fertilitas, tumor kedua, GVHD kronis,
katarak, leukoensefalopati, dan disfungsi sistem imun.
GLOBULIN ANTITIMOSIT (GAT). Antibodi heterolog terha-
dap timosit manusia dihasilkan dari kuda, kelinci, dan sumer- FUNGSI NEUR0LOGIS. Infeksi, ensefalopati metabolik
su,nber lain. Preparat antibodi ini merupakan imunosupresan (akibat dari disfungsi hati), dan terapi obat/radiasi semuanya
kuat dan berguna pada regimen persiapan serta untuk pengo- dapat turut menyebabkan sekuele neurologis. Siklosporin da-
batan GVHD resisten. Toksisitas ditandai dengan demam, hi- pat menyebabkan nyeri kepala (paling responsif terhadap pro-
potensi, ruam urtikaria, takikardi, dispnea, menggigil, mialgia, panolol), tremor, rancu, gangguan penglihatan, kejang-kejang,
penyakit serum, dan kemungkinan anafilaksis. Pada semua dan ensefalopati yang nyata. Kebanyakan dari pengaruh ini
penderita harus dilakukan tes kulit untuk sensitivitas sebelum bersifat reversibel dengan penghentian obat. Insidens katarak
pengobatan. Difenhidramin, Tylenol (asetaminofen), dan hi- secara kasar adalah 80Vo pada penderita yang mendapat"satu
drokortison dapat membantu meminimalkan efek samping. dosis IBT, 20-50Vo dengan IBT fraksional, dan 20% sesudah
0KT3. OKT3 ini adalah antibodi monoklonal tikus yang di- kemo-terapi yang diberikan tunggal. Sindroma mata kering
tujukan untuk melawan glikoprotein permukaan T3 (CD3) sering terkait dengan GVHD kronis dan diobati dengan air
pada sel T. Walaupun OKT3 melenyapkan sel T dengan cara mata serta pelumas (lubricant) buatan. Leukoensefalopati me-
750 BAGIAN XM Sisfem lmunologis dan Gangguainya

rupakan sindroma klinis yang ditandai dengan letargi, bicara tapi hanya sedikit atau bahJcan tidak ada pengejaran pertum-
tidak jelas, ataksia, kejang-kejang, rancu, disfagia, dan postur buhan yang diperoleh. Evaluasi hormon pertumbuhan tahunan
deserebrasi. Penyakit ini dapat memberikan gejala minimal sangat penting pada semua anak pasca transplantasi. Penelitian
atau dapat berakibat koma bahkan kematian dalam bentuknya sekarang ditujukan pada identifikasi anak yang mengalami de-
yang paling berat. Bayangan resonansi magnetik (MRI) dan fisiensi hormon pertumbuhan pada usia lebih awal dan menga-
sken tomografi terkomputasi (CT) menunjukkan daerah multi- tasinya dengan hormon pertumbuhan untuk mencapai pertum-
fokus degenerasi substansi putih dengan nekrosis. Leukoense-. buhan pubertas cepat. Hormon gonad sangat penting untuk
falopati hampir selalu teramati pada penderita yang telah pertumbuhan pubertas normal serta perkembangan sifat-sifat
mendapat kemoterapi intratekal atau radiasi kranial yang luas kelamin sekunder. Sekitar tiga perempat penderita yang men-
sebelum transplantasi, dengan insidens keseluruhan 7Vo pada dapat regimen berisi IBT menunjukkan perkembangan sifat
penderita yang berisiko. kelamin sekunder yang terlambat, akibat dari kegagalan ovar-
KEGANASAN SEKUNDER. Risiko keseluruhan perkembang- ium atau testikuler primer. Evaluasi laboratorium menunjuk-
an bentuk sekunder kanker adalah sekitar 6,1 kali risiko pada kan kenaikan hormon perangsang folikel (follicle stimulating
populasi umum, dengan risiko terbesar ada pada tahun perta- hormon = FSm dan hormon luteinisasi (luteinizing hormon =
ma. Secara kasar setengah dari tumor sekunder adalah lim- LIf dengan depresi estradiol dan testosteron. Penderita ini
folua non-Hodgkin, dan dua pertiganya positif virus Epstein- memerlukan pemantauan yang teliti menggunakan skor tahun-
Ban (EBV). Keganasan lain yang diamati adalah leukemia, tu- an Tanner dan evaluasi endokrin. Penambahan hormon gonad
mor otak, melanoma, dan berbagai karsinoma kulit, hati, paru- berguna pada kegagalan gonad primer, dan diberikan bersa-
paru, dan tiroid. Faktor risiko yang terkait dengan keganasan maan dengan hormon pertumbuhan, untuk menaikkan pertum-
kedua adalah penggunaan ATG, pengosongan T sumsum tu- buhan pubertas normal.
lang donor, dan IBT pada regimen persiapan. Limfoma sel-B FUNGSI TlROlD. Regimen persiapan kemoterapi tunggal
akibat EBV, yang agresif dan resisten terhadap kebanyakan in- mempunyai sedikit pengaruh pada fungsi tiroid normal. Peng-
tervensi terapeutik, berhasil diobati dengan infus sel T donbr. gunaan IBT dengan atau tanpa radiasi konvensional tambahan
PEPTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN. Penelitian peman- yang melibatkan kelenjar tiroid dapat berakibat hipotiroidisme
tauan jangka lama penderita yang telah mendapat regimen ber- kompensasi atau nyata. Pada beberapa penderita, yang telah
isi IBT menunjukkan hambatan pertumbuhan dan defisiensi mendapat satu dosis IBT, berkembang hipotiroidisme kom-
hormon pertumbuhan yang bermakna. Sesudah 5 tahun, pen- pensasi (28-56Vo) atau hipertiroidisme nyata (9-l3vo). Penggu-
derita yang diobati IBT tingginya berada lebih dari dua sim- naan IBT fraksional telah mengurangi insidens hipotiroidisme
pang baku kurang dari rata-rata tinggi menurut umur dan turun kompensasi (10-l4%o) dan nyata (<5Vo). Faktor risiko untuk
menjadi tiga sampai empat simpang baku di bawah rata-rata perkembangan hipotiroidisme tampak terkait hanya pada
tinggi pada 8 tahun pasca transplantasi. Penurunan percepatan penggunaan radiasi, tanpa pengaruh umur, jenis kelamin atau
pertumbuhan ini serupa untuk anak laki-laki dan wanita dan ti- GVHD. Tempat jejas radiasi adalah pada setinggi kelenjar ti-
dak berbeda dengan penggunaan radiasi kranial atau berbagai roid bukannya pada pituitaria atau hipotalamus. Terapi dengan
regrmen radiasi (tunggal lawan fraksionasi). Anak yang se- tiroksin sangat efektif untuk hipotiroidisme nyata, tetapi peng-
dang mendapat regimen yang mengandung radiasi juga tidak obatan hipotiroidisme kompensasi lebih kontroversial. Walau-
mengalami pertumbuhan pubertas yang cepat. Pertumbuhan pun mengobati hipotiroidisme, tetap ada risiko untuk karsino-
cepat pubertas tergantung pada adanya hormon pertumbuhan ma tiroid. Karena risiko hipotiroidisme berlanjut selama ber-
yang cukup dan hormon gonad, kadar keduanya mungkin ren- tahun-tahun, penting melakukan pemeriksaan fungsi tiroid ta-
dah pasca transplantasi. Penentu utama tinggi akhir merupakan hunan.
jumlah pertumbuhan yang berjalan sebelum pubertas' Anak PEMBENTUKAN KEMBALI IMUN. Kemoradioterapi untuk
yang sedang mendapat IBT sebelum umur l l tahun mempu- TST berakibat terjadinya penghapusan imunitas sel-B dan sel-
nyai k::inggian akhir dibawah persentil ke 10, sedang mereka T hospes. Sesudah infus sumsum tulang donor, pengembalian
yang ditransplantasi sesudah umur I I tahun mencapai keting- fungsi imun normal memerlukan waktu berbulan-bulan atau
gian yang mendekati rata-rata. GVHD kronis dan pengobat- bertahun-tahun. Kemampuan pencangkokan sel B baru untuk
annya dengan kortikosteroid dapat juga turut menyebabkan berespons terhadap rangsangan mitogenik utuh pada 2-3 bv
gangguan pertumbuhan pasca transplantasi. Dalam upaya lan. Karena produksi antibodi memerlukan interaksi sel-B dan
mencegah pengaruh pertumbuhan akibat IBT pada anak, regi- sel-T, kadar IgM normal tidak tampak sampai 4-6 bulan pasca
men kemoterapi tunggal yang digunakan adalah busulfan/sik- transplantasi; kadar IgG memerlukan 7-9 bulan, dan 2 tahun
lofosfamid. Hasil awal penelitian pertumbuhan memberi kesan sebelum IgA normal dicapai. Pengembalian sel-T juga memer-
bahwa busulfan juga mengganggu pertumbuhan. Regimen per- lukan waktu berbulan-bulan. Sel T CD8 kembali pada sekitar
siapan siklofosfamid yang ditujukan untuk anemia aplastik 4 bulan, tetapi sel T CD4 tidak bertambah sampai 6-9 bulan,
saja mempunyai sedikit pengaruh pada pertumbuhan dan per- berakibat rasio CD4/CD8 terbalik pada 6-9 bulan pertama
kembangan normal, membuktikan peranan busulfan pada per- pasca transplantasi. Faktor-faktor yang memperpanjang inter-
tumbuhan dan perkembangan pada regimen busulfan/siklo- val ini adalah pengosongan T sumsum tulang, imunosupresi
fosfamid. Penggunaan radiasi terhadap tulang panjang dan pasca transplantasi dan GVHD kronis. Penderita dengan
korpus vertebra pada neuroblastoma juga turut menyebabkan cGVHD mengalami penurunan jumlah limfosit T sitotoksik
penurunan kecepatan pertumbuhan. Terapi dengan horman dan sel T penolong secara terus-menerus, bersama dengan ber-
pertumbuhan rekombinan sesudah umur 12 tahundapat tambahnya sel T supresor. Ulangan imunisasi individu akan
mencegah penurunan kecepatan pertumbuhan lebih lanjut, te- berhasil hanya sesudah pemulihan fungsi imun cukup. Untuk
132 f Transplantasi Sumsum Tulang 751

penderita tanpa cGVHD, imunisasi toksoid difteri dan tetanus Snyder DS, Chao NJ, Amylon MD, et al: Fractionated total body ina-
dapat diberikan 3-6 bulan pasca transplan, vaksin polio mati diation and high dose etoposide as a preparatory regimen for
(Salk) sesudah 6-12 bulan, dan campak, parotitis, dan rubela bone marrow transplantation for 99 patients with acute leukemia
(MMR = Measles, mumps, rubella) sesudah 1-2 tahun. Jika in first complete remission. Blood 82:2920, 1993.
Weyman C, Graham-Pole J, Emerson S, et al: Use of cytosine arabi-
terdapat GVHD kronis, ulangan imunisasi harus ditunda dan
noside and total body irradiation as conditioning for allogeneic
IgG ditambahkan sampai sembuh.
marrow transplantation in patients with acute lymphoblastic leu-
kemia: a multicenter survey. Bone Marrow Transplant 1l:43,
1993.
KEPUSTAKAANUMUM
Armitage JO: Bone manow transplantation. N Engl J Med 330:827,
SINDROMA MIELODISPLASTIK DAN MIELOPROLIFERATIF
1994.
Anderson J, Appelbaum FR, Fisher LD, et al: Allogeneic bone mar-
Forman SJ, Blume KG, Thomas ED (eds): Bone Marrow Transplan-
row transplantation for 9{ patients with myelodysplastib syn
tation. Boston, Blackwell Scientific Publications, 1994.
drome. Blood 82:6'77, 1993.
Robertson KA: Pediatric bone marrow transplantation. Cun Opin Pe-
Gamis AS, Haake R, McGlave P, et al: Unrelated donor bone marrow
diatr 5: I 03, 1993.
transplantation lor Philadelphia chromosome positive chronic
myelogenous leukemia in children. J Clin Oncol I I :834, 1993.
ANEMIA APLASTIK
Sanders JE, Buckner CD, Thomas ED, et al: Allogeneic.marrow
C.mitta B, Ash R, Menitove J, et al: Bone marrow transplantation for
transplantation for children with juvenile chronic myelogenous
children with severe aplastic anemia: use of donors other than
leukemia. Blood 71:1144, 1988.
HlA-identical siblings. Blood 74:1852, 1989.
Sanders JE, Storb R, Anasetti C, et al: Marrow transplant experience
LIMFOMA
for children with severe aplastic anemia. Am J Pediatr Hematol
Anderson JE, Litzow MR, Appelbaum FR, et al: .Allogeneic, synge-
Oncol 16:43, 1994.
neic, and autologous marrow transplantation for Hodgkin's dis-
Storb (, Longton G, Anasetti C, et al: Changing trends in murrow
ease: the 2I year Seattle experience. J Clin Oncol ll:2342,1993.
transplantation for aplastic anemia. Bone Marrow Transplant l0
Chopra R, Goldstone AH. Pearce R, et al: Autologous versus alloge-
(Suppl 2):45, 1992.
neic bone marrow transplantation for non-Hodgkin,s lymphoma:
a case controlled analysis of the European Bone Marrow Trans_
LEUKEMIA MIELOGEMK AKUT
plant Group Registry data. J Clin Oncol 10:1690, 1992.
Appelbaum FR: Indications for bone marrow transplantation in the
Loiseau HA, Hartman O, Valteau D, et al: High-dose chemotherapy
treatment of acute myeloid leukemia. Leukemia 7:1081, 1993.
containing busulfan followed by bone maffow transplantation in
Ritter J, Creutzig U, Schellong G: Treatment results of three consecu-
24 children with refractory or relapsed non-Hodgkin,s lymphoma.
tive German childhood AML trials: BFM-78, -83, -87. Leukemia
Bone Marrow Transplant 8:465, 1991.
6 (Suppl 2):59,1992.
Woods WG, Kobrinsky N, Buckley J, et al: Intensively timed induc-
Williams CD, Goldatone AH, Pearce R, et al: Autologous bone mar-
tion therapy followed by bone muurow transplantation for chil- row transplantation for pediatric Hodgkin's disease: a case
matched comparison with adult patients by the European Bone .
dren with acute myeloid leukemia or myelodysplatic syndrome: a
Children's Cancer Study Group pilot study. J Clin Oncol 111448,
Marrow Transplant Group Lymphoma Registry. J Clin Oncol
1993.
ll:2243,1993.

NEUROBLASTOMA
LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
Landenstein R, Lasset C, Philip T: Treatment duration before bone
Barrett AJ, Horowitz MM, Pollock BH, et al: Bone marrow trans-
plants from HlA-identical siblings as compared with chemother-
marrow transplantation in stage IV neuroblastoma. Lancet
apy for children'with acute lymphoblastic leukemia in a second
340:916,1992.
Philip T, Landenstein R, Zucker JM, et al: Double megatherapy and
.remission. N Engl J Med 331:1253, 1994.
Billet AL, Kornmehl E, Tarbell NJ, et al: Autologous bone marrow autologous bone marrow transplantation for advanced neuroblas_
toma: the LMCE2 study. Br J Cancer 67:119,1993.
transpiantation after a long first remission for children with recur-
rent acute lymphoblastic leukemia. Blood 81:1651, 1993.
TTJMOR OTAK
Bordigoni P, Vernant JP, Souillet G, et al: Allogeneic bone marrow
Kalifa C, Hartmann O, Demeocq F, et al: High-dose busulfan and
transplantation for children with acute lymphoblastic leukemia in
thiotbpa with autologous bone marrow transplantation in child_
first remission: a cooperative group study of the group d'Etude de
hood malignant brain tumors: a phase I study. Bone Marrow
la Greffe de Moelle Osseuse. J Clin Oncol 7:747,1989.
Transplant 9:227, 1992.
Chen CS, Sorenson PHB, Dommer PH, et al: Molecular reilrange-
ments on chromosome 11q23 predominate in infant acute lym-
TUMOR PADAT
phoblastic leukemia and are associated with specific biologic
Garaventa A, Hartmann O, Bernard JL, et al: Autologous bone mar-
variables and poor outcome. Blood 81:2386. 1993.
row transplantation for pediatric Wilms' tumor: the experience of
Emminger W, Emminger-schmidmeier W, Haas OA, et al: Treatment
the European Bone Marrow Transplantation Solid Tumor Regis-
of infant leukemia with busulfan, cyclophosphamide, + etoposide
try. Med Pediatr Oncol 22:11,1994.
and bone mrurow transplantation. Bone Marrow Transplant
Horowitz ME, Kinsella TJ, Wexler LH, et al: Total body irradiation
9:313,1992.
and autologous bone marrow transplant in the treatment of high-
Ltjnnerholm G, Simonsson B, Arvidson J, et al: Autologous bone
risk Ewing's sarcoma and rhabdomyhosarcoma. J Clin Oncol
marrow transplantation in children with acute lymphoblastic leu-
kemia. Acta Pediatr 81 1017,1992.
I l:l9l l, 1993.
Seeger'RC, Reynolds CP: Treatment of high-risk solid tumors of
Sanders JE, Thomas ED, Buckner CD, et al: Manow transplantation
childhood with intensive therapy and autologous bone marrow
for children with acute lymphoblastic leukemia in second remis-
transplantation. Pediatr Clin North Am 3g:393, 1991.
sion- Blood 70324, 1987.
752 BAGIAN XIV Sisfem lmunologis dan Gangguannya
'
SI}5ROMA DEFISIENSI IMUN Johnson FI, Mentzer WC, Kalinyak KA, et al: Bone marrow trans-
Blaese RM: Development of gene therapy for immunodeficiency: plantation for sickle cell disease, the United States experience.
adenosine deaminase deficiency. Pediatr Res 33 (Suppl 1):S49, Am J Pediatr Hematol Oncol 1622. 1994.
1993.
Blanche S, Caniglia M, Girault D, et al: Treatment of hemophago- KESERASIAN DAN PENOLAKAN
cytic lymphohistiocytosis with chemotherapy and bone marrow Quinones RR: Hematopoietic engraftment and graft failure after bone
transplantation: a single center study of 22 cases. Blood 78:51, marrow transplantation. Am J Pediatr Hematol Oncol 15:3, 1993.
t99t.
Filipovich AH, Shapiro RS, Ramsay NKC, et al: Unrelated donor PENYAKIT CANGKOK.LAWAN.HOSPES
bone marrow transplantation for correction of lethal congenital Atkinson K: Chronic graft-versus-host disease, review. Bone Marrow
immunodeficiencies. Blood 80:27 0, 1992. Transplant 5:69, 1990.
Fischer A, Landais P, Friedrich W, et al: Bone marrow transplanta- Nash RA, Pepe MS, Storb R, et al: Acute graft-versus-host disease:
tion (BMT) in Europe for primary immunodeficiencies other than analysis of risk factors after allogeneic marrow transplantation
severe combined immunodeficiency: a report from the European and prophylaxis with cyclosporine and methotrexate. Blood
Group for BMT and the European Group for Immunodeficiency. 80:1838, 1992.
Blood 83:1 149,1994. Sullivan KM, Agura E, Anasetti C, et al: Chronic graft-versus-host
disease and other late complications of bone marrow transplanta-
ANEMIA FANCONI tion. Semin Hematol 28:250. 1991 .
Flowers MED, Doney KC, Storb R, et al: Marrow transplantation for
Fanconi anemia with or without leukemic transformation: an up- DASAR IMUNOSUPR.ESI
Cate of the Seattle experience. Bone Marrow Transplant 9:167, Martin PJ: Pharmacologic approaches for prevention and treatment rif
1992. acute graft-versus-host disease. Clin Aspects Autoimmun 4:8,
Hows JM, Chapple M, Marsh JCW, et al: Bone marrow transplanta- r 990.

tion for Fanconi's anemia: the Hammersmith experience 1977-89. Vogelsang GB, Farmer E, Hess A, et al: Thalidomide for the treat-
Bone Marrow Transplant 4:629, 1989. ment of chronic graft-versus-host disease. N Engl J Med
326:1055,1992.
PENYAKIT PENYIMPANAN METABOLIK
Krivit W, Shapiro E, Hoogerbrugge PM, et al: State of the art review PENGARUH LAMBAT
bone marrow transplantation treatment for storage diseases. Bone LL, et al: Thyroid dysfunction fol-
Katsanis E, Saphiro RS, Robinson
Marrow Transplant l0 (Suppl 1):87,1992. lowing bone marrow transplantation: long term follow-up of 80
Parkman R: Bone maffow transplantation for immunodeficiency and pediatric patients. Bone Marrow Transplant 5:335, 1990.
metabolic diseases. Leukemia 7: 1 I 00, 1 993. Sanders JE: Endocrine problems in children after bone marrow trans-
plant for hematologic malignancies. Bone Marrow Transplant
TALASEMIA 8:2,1991.
Giardini C, Angelucci E, Lucarelli G, et al: Bone marrow transplanta- Thompson CB, Sanders JE, Flournoy N, et al: The risks of central
tion tbr thalassemia, experience in Pesaro, Italy. Am J Pediatr He- nervous system relapse and leukoencephalopathy in patients re-
' matol Oncol 16:6,1994. ceiving marrow transplants for acute leukemia. Blood 67:195,
Walters MC, Thomas ED: Bone marrow transplantation for thalas- r 986.
sernra, the USA experience. Am J Pediatr Hematol Oncol 16:11, Wingard JR, Plotnick LP, Freemer CS, et al: Growth in children after
1994. bone marrow transplantation: busulfan plus cyclophosphamide
versus cyclophosphamide plus total body inadiation. Blood
ANEMIA SEL SABIT 79:1068,1992.
Giardini C, Galimberti M, Lucarelli G, et al: Bone marrow transplan- Witherspoon RP, Fisher LD, Schoch G, et al: Secondary cancers after
tation in sickle-cell anemia in Pesaro. Bone Marrow Transplant bone marrow transplantation for leukemia or aplastic anemia. N
l2tSuppl l):122.1993. Engl J Med 321:'784,1989.

Anda mungkin juga menyukai