Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS ARTIKEL

“Transfer pricing practices and specific anti-


avoidance rules in Asian developing countries”.

Disusun guna memenuhi penugasan kelompok mata kuliah Sistem Pengendalian


Manajemen

Disusun oleh:
Kelompok 2
1. Dianing Widya Kusumastuti (S432102004)
2. Dio Rizka (S432102005)

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2021
Abstrak
Tujuan dari penyusunan artikel “Transfer pricing practices andspecific anti-avoidance
rules in Asian developing countries” adalah untuk mengkaji adanya pergeseran pendapatan
(profit shifting) dengan menggunakan Transfer Pricing (TP) yang tidak hanya meliputi
instrument penjualan namun juga pembelian, pelayanan/jasa manajemen, di negara
berkembang Asia. Selain itu, artikel tersebut juga mejelaskan peran SAAR (aturan untuk
penghindaran pajak) di berbagai jenis transaksi. Metode penelitian yang digunakan
merupakan data panel dari 200 sampel anak perusahaan multinasional di sepuluh negara
selama tahun 2010-2014. Hasil penelitian antara lain mengungkapkan praktik TP tidak
ditemukan dalam transaksi penjualan namun ditemukan pada transaksi pembelian, biaya
layanan/jasa manajemen, dan pendapatan layanan terhadap pihak-pihak tertentu.
A. Pendahuluan
Beberapa hasil penelitian sebelumnya, mengungkapkan bahwa transaksi yang
terjadi pada lintas negara seringkali menjadi pemicu penghindaran pajak perusahaan. Latar
belakang yang menjadi seringnya tindakan tersebut terjadi demi mendapatkan keuntungan
yang lebih besar. Beberapa hasil penelitian seperti Haris, dkk (1993) mengatakan
pergeseran pendapatan akan lebih rentan pada perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi ke
negara-negara yang rendah, utamanya pada instrumen pendanaan utang. Sehingga hal
seperti ini akan menyebabkan erosi dasar pengurangan laba. Maka demikian, untuk
meminimalisir tindakan semacam itu, diperlukan kombinasi SAAR dalam penelitian ini.
Penelitian Rohse dan Riedel (2013), membuktikan peran SAAR terbukti dapat mencegah
income shifting atau pergeseran pendapatan di negara Eropa.
Berdasarkan laporan Investasi Dunia negara bagian Asia memiliki tingkat FDI
yang paling tertinggi dibandingkan dengan negara bagian yang lain. Maka karena itu
dicurigai tindakan profit shifting rentan terjadi, selain itu negara Asia memiliki alasan
pendukung lain yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menjalankan profit shifting,
diantaranya adalah pengurangan beban pajak akibat tarif pajak yang terlalu tinggi, system
penegakan hukum yang tergolong rendah, jumlah perusahaan yang berkembang di negara
berkembang Asia lebih tinggi daripada di negara maju Asia sehingga membawa
memberikan keuntungan melalui transaksi lintas batas oleh perusahaan induk. Umumnya,
perusahaan multinasional melakukan profit shifting dengan cara mengalihkan dari
perusahaan anak yang memiliki tarif pajak tinggi ke perusahaan anak yang rendah.
Penelitian tersebut menyajikan bukti empiris yang kuat bahwa perbedaan pajak
antar negara menginduksi TP dalam transaksi pembelian dan layanan manajemen untuk
mengurangi beban pajak. Ini mendukung survei yang menunjukkan bahwa perusahaan
melakukan lebih banyak TP dalam transaksi layanan manajemen. Selain itu, hasil penelitian
ini menawarkan bukti mendalam tentang bagaimana SAAR hanya mampu mencegah
praktik TP dalam pendapatan layanan penjualan dan manajemen, tetapi tidak dalam
transaksi pembelian atau biaya layanan manajemen. Hasil tersebut akan memberikan
wawasan kepada fiskus untuk selalu terus menyempurnakan regulasi TP sehingga SAAR
mampu mencegah praktik tersebut, khususnya dalam transaksi pembelian dan biaya jasa
pengelolaan. Hasil lebih lanjut menjelaskan bahwa aktivitas TP terdeteksi dalam transaksi
pembelian dan biaya layanan manajemen karena kelemahan SAAR.
B. Tinjauan Literatur
1. Penghindaran Pajak International
Menurut penelitian yang dilakukan Rego (2003) menyimpulkan bahwa transaksi
lintas negara kerap menjadi penghindaran pajak secara international, apalagi pada
perusahaan besar yang memiliki tarif pajak yang variatif utamanya. Penghindaran
pajak dapat terjadi apabila perusahaan memiliki cabang di seberang negara lain,
penyebab adanya pemutusan untuk hal seperti itu tidak lain adalah tarif pajak.
Perusahaan induk dapat meminimalkan pembiayaan pajak dengan cara menstransfer
pendapatan ke perusahaan yang memiliki tingkat tarif pajak rendah, tindakan
tersebut relatif dikenal dengan nama income shifting atau pergeseran pendapatan.
2. Harga Transfer
Merupakan pembiayaan yang wajib dikeluarkan dalam melakukan perdagangan
international secara internal atau bahkan terlibat dengan pihak-pihak lain yang
dimungkinkan akan menimbulkan harga internal atau disebut dengan harga transfer.
Penelitian sebelumnya telah menghasilkan suatu pernyataan yang mana menyatakan
bahwa untuk mengidentifikasi TP dapat menggunakan instrument penjualan, dan
untuk mengidentifikasi layanan/jasa manajemen maka menggunakan survey dari
konsultan pajak.
3. Aturan tanpa Penghindaran Khusus.
Upaya pemerintah dalam menekan perusahaan dalam melakukan praktik
penghindaran pajak, kini termuat dalam peraturan yang dinamakan SAAR. Dimana
dalam SAAR tersebut terkandung informasi secara teknis bagaimana cara
mencegah, mendeteksi, praktik penghindaran pajak. Efektivitas penerapan SAAR
telah menimbulkan perbedaan di berbagai kalangan peneliti, namun kini telah
dirangkum oleh penelitian Lohse dan Riedel (2013) yang menggunakan instrument
pengukuran paling lengkap yaitu keberadaan aturan TP, aturan dokumentasi TP,
penalti khusus TP dan ketersediaan perjanjian penetapan harga di muka yang dapat
mengurangi aktivitas pengalihan keuntungan.
C. Hipotesis
1. Pengaruh perbedaan tarif pajak pada praktik transer pricing (TP) guna
penghindaran pajak
Salah satu tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan dan
kinerja operasionalnya adalah menghindari pajak guna mendapatkan keuntungan
lebih dan kesempatan lebih dalam mencapai peluang karir. Minimalnya pajak yang
dibayarkan tentu akan mempengaruhi tingkat likuiditas, arus kas, neraca, dan
kinerja perusahaan baik keuangan maupun non keuangan seperti reputasi kinerja
atas manajemen perusahaan. Pernyataan tersebut disampaikan oleh (Grubert and
Mutti, 1991; Shackleford and Shevlin, 2001 & dan Taylor and Richardson, 2012).
Upaya penghindaran pajak dapat dilakukan melalui Transfer Pricing (TP) dengan
cara menstransfer keuntungan dari perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi ke
tarif pajak yang rendah. Selain itu, pernyataan tersebut juga didukung oleh
Beuselinck et al. (2014) jika tarif pengeluaran pajak dalam negri lebih rendah maka
pergeseran pendapatan akan beralih ke luar negri sehingga pergeseran pendapatan
akan lebih rentan pada negara yang penegakan hukumnya lemah.
Praktik TP seringkali membawa dampak pada instrument penjualan, hal
tersebut juga diungkapkan oleh peneliti terdahulu, semakin besar selisih tarif pajak
dan semakin tinggi volume penjualan kepada pihak berelasi, maka akan semakin
kecil pembayaran pajak perusahaan yang dilakukan. Instrument lain yang
diungkapkan membawa pengaruh terhadap penghindaran pajak adalah layanan/jasa
manajemen, hal tersebut dilatar belakangi karena otoritas pajak kesulitan dalam
melakukan pendeteksian sehingga memerlukan bantuan jasa manajemen.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh by Jacob (1996), Connover (2000), Olibe and
Rezaee (2008) and Clausing (2003) then Kristiaji (2015). Sehingga dapat dikatakan
selain instrument penjualan dan layanan manajemen, masih berkemungkinan
ditemukan pada instrument pembelian.
H1: Semakin besar perbedaan antara tarif pajak negara asal dan dari pihak
berelasi maka akan semakin besar peluang penggunaan transfer pricing
guna penghindaran pajak.
2. Pengaruh aturan anti-penghindaran khusus (SAAR) pada praktik penetapan
harga transfer
Aturan anti penghindaran khusus adalah peraturan anti penghindaran pajak
yang secara khusus mengatur ketentuan untuk mencegah jenis penghindaran pajak
tertentu. Contoh SAAR dalam mencegah TP adalah pemberian kesepakatan harga
yang wajar dan kesepakatan harga di muka. Beberapa penelitian sudah
membuktikan bahwa penerapan SAAR akan menjadi sangat efektif apabila
perumusan SAAR diuraikan secara jelas dan memiliki sanski yang tegas, apalagi
apabila sebuah negara telah menerapkan secara ketat maka akan semakin tipis
peluang terjadinya penghindaran pajak (Bartelsman and Beetsma (2003). Penelitian
Beuselinck et al. (2014) sebelumnya telah merumuskan bagaimana mengukur
lingkungan perpajakan terkait TP dengan memberikan skor pada penerapan aturan
pengungkapan pihak terkait. Hasil penelitian mereka menyiratkan bahwa jika suatu
negara dengan tarif pajak tinggi memiliki lingkungan pajak yang rendah, pergeseran
pendapatan akan mengalir ke perusahaan di negara-negara dengan tarif pajak
rendah. Namun demikian, jika negara-negara dengan tarif pajak tinggi
memberlakukan lingkungan hukum pajak yang tinggi, pergeseran pendapatan yang
mengalir ke perusahaan-perusahaan yang berlokasi di negara-negara dengan tarif
pajak rendah akan berkurang sehingga akan mengurangi tarif pembayaran pajak dari
mengalirnya pendapatan.
H2: Penetapan harga transfer yang ketat akan SAAR di negara-negara
dengan tarif pajak yang lebih tinggi akan melemahkan penggunaan
transfer pricing guna penghindaran pajak perusahaan.
D. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari, dkk
(2020) adalah sebagai berikut :
1. Variabel Independen : variabel independen yang digunakan adalah
transfer pricing. Menurut penelitian Jacob’s (1996) dan Connover’s
(2000), proksi TP adalah proporsi penjualan kepada pihak berelasi di luar
negeri terhadap total ekuitas.
Pengukuran TP juga menggunakan proksi pembelian dari pihak berelasi di
luar negeri. Proksi tersebut digunakan karena transaksi TP tidak hanya
terdiri dari penjualan tetapi juga pembelian.

Biaya jasa manajemen sebagai proksi dari TP, dihitung dengan cara :

Pendapatan jasa manajemen sebagai proksi dari TP, dihitung dengan cara :

2. Variabel Dependen : Pada penelitian ini, variabel dependen yang


digunakan adalah Current tax expense per equity (TEK).

3. Variabel Moderasi :Pada penelitian ini, variabel yang menjadi pemoderasi


antara transfer pricing dengan Specific anti-avoidance rules (SAAR).
E. Data
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perusahaan
multinasional negara berkembang di Asia tahun 2010-2014. Pemilihan sampel
dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan kriteria :
- Memiliki anak perusahaan multinasional di luar negeri (dengan kepemilikan
> atau sama dengan 20%)
- Tidak hanya memiliki anak perusahaan local saja
- Tidak termasuk dalam industri keuangan (perbankan, leasing dan asuransi)
- Menyajikan data yang dibutuhkan peneliti dari tahun 2010-2014.
Data-data untuk penelitian diperoleh dari :
- Data kepemilikan perusahaan  diperoleh dari database ORBIS
- Data penjualan, pembelian, biaya jasa manajemen dan pendapatan jasa
manajemen  diperoleh dari laporan keuangan perusahaan.
- Data keuangan perusahaan sampel dari tahun 2010-2014  tersedia di
database datastream.
- Data untuk SAAR  diperoleh Transfer Pricing Guide yang dipublis oleh
Deloitte and Touche, KPMG, EY and Pwc.
F. Metode Penelitian
Untuk membuktikan Hipotesis 1 bahwa pengaruh TP terhadap penghindaran
pajak perusahaan disebabkan oleh variasi tarif pajak antar negara, Model 1
mengambil variabel TAXDIFF (selisih antara tarif pajak perusahaan sampel dan
pihak berelasi), yang berinteraksi dengan volume transaksi. Model ini merupakan
pengembangan dari model sebelumnya dengan Jacob (1996).

Dengan memperhatikan Hipotesis 2, SAAR diprediksi akan melemahkan


penggunaan TP untuk pajak badan penghindaran. Untuk membuktikan hipotesis ini,
SAAR yang dikenakan oleh negara-negara dengan tarif pajak yang lebih tinggi
berinteraksi dengan TAXDIFF dan TP. Model 2 diterapkan untuk menguji hipotesis
2:

G. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Hasil regresi pengaruh perbedaan tarif pajak terhadap praktik transfer
pricing. Hipotesis 1 diuji menggunakan Model 1, yang hasilnya disajikan dalam
Tabel 5. Model 1 digunakan untuk menguji semua transaksi TP, yaitu transaksi
penjualan, pembelian, biaya jasa manajemen dan pendapatan jasa manajemen.
Mengacu pada hasil pengujian keempat jenis transaksi tersebut, terbukti
praktik TP dilakukan untuk melakukan penghindaran pajak internasional dengan
tiga transaksi yaitu pembelian, biaya jasa manajemen dan pendapatan jasa
manajemen. Hasil yang menunjukkan bahwa Hipotesis 1 dibuktikan dengan ketiga
jenis transaksi tersebut adalah koefisien negatif signifikan TAXD*TPPUR,
TAXD*TPEXP dan TAXD*TPFEEREV. Selain itu, Hasil penelitian ini
menandakan terjadinya income shifting pada sampel transaksi perusahaan dengan
pihak berelasi. Mereka juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Jacob
(1996) dan Connover dan Nichols (2000).

Bukti praktik TP dalam transaksi pembelian dan jasa pengelolaan menunjukkan


bahwa perusahaan melakukan TP dalam ketiga transaksi tersebut. Studi ini
mendukung temuan dari survei kualitatif bahwa perusahaan melakukan lebih
banyak layanan manajemen TP. Penelitian sebelumnya di negara maju (Yakub,
1996; Connover dan Nichols, 2000; Olibe dan Rezaee, 2008) membuktikan bahwa
telah terjadi praktek TP dalam transaksi penjualan. Namun demikian, temuan dalam
penelitian ini tidak menunjukkan bahwa praktik TP dilakukan dalam transaksi
penjualan. Hasil yang berbeda kemungkinan disebabkan oleh dua alasan: pertama,
kemungkinan tarif pajak suatu negara mempengaruhi keputusan grup MNC untuk
menentukan lokasi kegiatan penelitian dan pengembangan dan kekayaan intelektual.
Meskipun lokasi kegiatan penelitian dan pengembangan, aset tidak berwujud, dan
kekayaan intelektual di negara maju dapat ditentukan oleh ketersediaan sumber
daya di negara tersebut, penelitian oleh Dischinger dan Riedel (2011), Karkinsky
dan Riedel (2012) dan Griffith dkk. (2014) menunjukkan bahwa tarif pajak suatu
negara dapat memicu kelompok MNC untuk melakukan profit shifting dengan
menempatkan kegiatan penelitian dan pengembangan, aset tidak berwujud dan
kekayaan intelektual di negara maju dengan tarif pajak yang rendah.
Kedua, penelitian dilakukan di era dimana negara-negara memperketat aturan
TP, sehingga perusahaan berusaha menghindari sanksi pajak karena melakukan TP
dalam transaksi penjualan. Di negara berkembang, otoritas pajak berjuang untuk
menerapkan harga yang wajar, artinya praktik TP sulit dibuktikan (Kristiaji, 2015).
Akibatnya, TP dipraktikkan oleh perusahaan dalam transaksi yang lebih rumit,
seperti pembelian dan biaya manajemen.
Transaksi pembelian adalah transaksi barang, yang dapat terwujud sebagai
bahan baku atau komponen suatu produk. Dalam pembelian barang dari pihak
berelasi, kewajaran harga barang dapat ditentukan dengan beberapa metode. Semua
metode memiliki keterbatasan karena secara inheren rumit untuk menemukan harga
sebanding yang andal. Hal ini biasanya disebabkan oleh keunikan karakteristik
barang, spesifikasi kontrak, keberadaan aset tidak berwujud dalam barang, waktu
transaksi dan kondisi ekonomi (Darussalam dkk., 2013).
Selama ini transaksi jasa manajemen lebih banyak dilakukan oleh perusahaan
multinasional (KPMG, 2015). Transaksi jasa manajemen dapat berupa biaya jasa
manajemen dan pendapatan jasa manajemen. Transaksi jasa manajemen umumnya
terdiri dari pemberian jasa manajemen kepada pihak berelasi (jasa intra-grup). Jenis
layanan manajemen yang diberikan kepada pihak terkait antara lain layanan teknis,
layanan manajemen, layanan back up office, layanan SDM, layanan keuangan, dan
layanan teknologi informasi. Transaksi jasa manajemen diduga menjadi alat bagi
perusahaan dengan tarif pajak tinggi untuk melakukan penghindaran pajak
internasional dengan membebankan biaya jasa manajemen yang tinggi. Perusahaan
yang memiliki motivasi untuk melakukan income shifting biasanya membebankan
biaya jasa manajemen untuk jasa yang tidak diperlukan. Dalam membuktikan
bahwa perusahaan menerapkan TP melalui transaksi layanan intra-grup.
Hasil regresi dari efek aturan anti-penghindaran khusus pada praktik penetapan
harga transfer. Hipotesis 2 berpendapat bahwa SAAR dapat mencegah praktik TP.
Hasil pengujian Model 2 disajikan dalamTabel 6. Model tersebut digunakan untuk
menguji pengaruh SAAR terhadap semua transaksi TP, yaitu transaksi penjualan,
pembelian, biaya jasa manajemen dan pendapatan jasa manajemen.
Berdasarkan hasil pengujian keempat jenis transaksi tersebut, SAAR belum
terbukti mampu mencegah TP di semua transaksi. Hasil ini tidak mendukung
penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa SAAR dapat mencegah pergeseran
laba (Bartelsman dan Beetsma, 2003; Buettner dkk., 2014).
SAAR yang ketat harus memperkuat penegakan pajak nasional untuk
mencegah penghindaran pajak. Atwood dkk. (2012) menyatakan bahwa
penghindaran pajak lebih rendah untuk perusahaan di negara-negara dengan
penegakan pajak yang kuat. Untuk itu, penelitian ini melakukan pengujian
tambahan untuk melihat apakah perusahaan yang bertransaksi di negara yang
memiliki SAAR ketat akan menghadapi penegakan pajak yang lebih efektif dalam
mencegah penghindaran pajak. Sampel dibagi menjadi dua sub sampel, yaitu
perusahaan yang beroperasi di negara dengan SAAR ketat dan di negara dengan
SAAR lemah. Sampel dibagi berdasarkan median skor SAAR. Skor di atas median
dikategorikan sebagai SAAR ketat, dan sebaliknya. Penegakan pajak diukur dengan
menggunakan skor yang diterbitkan dalam IMD World Competitiveness Yearbook (
Atwood dkk., 2012).
Tabel 7 menyajikan hasil tes tambahan. Tabel 7A menunjukkan hasil
pengujian efektivitas penegakan pajak pada perusahaan yang bertransaksi di negara-
negara SAAR ketat, sedangkan Tabel 7B menyajikan pengujian variabel penegakan
pajak pada perusahaan yang bertransaksi di negaranegara SAAR yang lemah.
Tabel 7A menunjukkan bahwa variabel TAXDIFF * TPSALES * TE
memiliki koefisien positif dan signifikan dalam transaksi penjualan. Artinya, di
wilayah SAAR yang ketat, penegakan pajak dapat mencegah TP. Sebaliknya,
TAXDIFF * TPSALES * TE bukan merupakan koefisien yang signifikan di
negaranegara SAAR yang lemah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa SAAR yang
ketat akan membuat penegakan pajak lebih efektif daripada SAAR yang lemah
dalam mencegah penghindaran pajak dalam transaksi penjualan.
Untuk transaksi pembelian dapat dilihat pada Tabel 7a bahwa TAXDIFF *
TPPUR * TE memiliki koefisien positif dan signifikan, tetapi dalam Tabel 7b (sub-
sampel SAAR lemah) hasilnya juga menunjukkan koefisien positif dan signifikan.
Artinya, baik di area SAAR yang ketat maupun lemah, penegakan pajak yang tinggi
akan dapat mencegah penghindaran pajak dalam transaksi pembelian. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa aturan SAAR tidak berpengaruh terhadap pencegahan
penghindaran pajak dalam transaksi pembelian.
Tabel 7b menunjukkan bahwa dalam rezim SAAR yang lemah, penegakan
pajak tidak efektif dalam mencegah transfer pricing di sebagian besar transaksi. Hal
ini terlihat pada koefisien TAXDIFF * TPSALES * TE, TAXDIFF * TPEXP * TE
dan TAXDIFF * TPFEEREV * TE yang tidak signifikan.
Berdasarkan pengujian tambahan untuk memastikan peran SAAR dalam
empat transaksi, SAAR hanya terbukti membuat penegakan pajak lebih efektif
dalam mencegah TP dalam transaksi penjualan Hasil ini dapat menjelaskan hasil
sebelumnya dari Hipotesis 1, bahwa praktik TP tidak terbukti dalam transaksi
penjualan. Pengujian tambahan juga menunjukkan bahwa peraturan SAAR yang
lebih ketat dapat mendukung penegakan pajak dalam mencegah TP dalam transaksi
penjualan, sehingga tidak ada bukti praktik ini dalam transaksi penjualan.
Terkait dengan pembelian, transaksi biaya jasa manajemen, dan pendapatan
jasa manajemen, SAAR belum terbukti mampu mencegah TP. SAAR yang telah
terbukti mampu mencegah TP dalam penjualan menunjukkan bahwa, dalam bentuk
regulasi, kewajiban menyiapkan TP Docs, sanksi khusus untuk fasilitas TP dan
APA, berfungsi sebagai penangkal TP. Mengikuti hasil ini, terbukti bahwa bobot
SAAR memiliki dampak yang berbeda pada pencegahan praktik TP. Ketentuan
regulasi yang eksplisit dan kewajiban untuk menyiapkan TPDocs adalah dua aspek
terpenting dari SAAR, diikuti oleh penalti TP khusus dan fasilitas APA yang
diberikan oleh otoritas pajak dan menjadi solusi bagi perusahaan untuk mengelola
risiko pajaknya.
Hasil dari Hipotesis 2 pengujian menunjukkan bahwa SAAR belum terbukti
dapat mencegah praktik TP dalam pembelian, biaya jasa manajemen dan
pendapatan jasa manajemen. Hasil ini menjelaskan temuan dari hasilHipotesis 1
pengujian, yang menunjukkan bahwa dalam transaksi pembelian dan biaya jasa
manajemen, terbukti terjadi pergeseran pendapatan melalui TP. Hasil pengujian
Hipotesis 2 menunjukkan bahwa SAAR tidak dapat mencegah TP dalam transaksi
pembelian dan biaya jasa pengelolaan.
Kegagalan SAAR untuk mencegah TP dalam transaksi pembelian, fee jasa
manajemen dan transaksi pendapatan jasa manajemen memberikan penjelasan yang
sama dengan hasil pengujian Hipotesis 1. Dalam transaksi pembelian, harga beli
pemasok yang merupakan pihak berelasi menjadi kendala dalam pembuktian
kewajaran dari harga transaksi. Barang yang dibeli dapat berupa bahan mentah atau
komponen yang dibeli dari beberapa pemasok. Ini semua memiliki spesifikasi yang
unik, sehingga sulit untuk menentukan harga yang wajar. Aspek yang sulit dari
proses pemeriksaan adalah ketersediaan data pembanding untuk menentukan
kewajaranharga di Asia harga. Dalam laporan survei otoritas pajak lintas
negara,Ernst dan Muda (2012) mengungkapkan bahwa tidak tersedianya
perbandingan spesifik negara sering menjadi kendala dalam proses pemeriksaan.
Pada akhirnya, otoritas pajak menggunakan data komparatif regional untuk
menentukan apakah mungkin ada kondisi yang berbeda antara pasar regional dan
domestik.
Riset Ernst dan Young (2012) hasil survei menyiratkan bahwa otoritas pajak
di banyak negara cenderung tidak menyesuaikan diri dengan penggunaan data
benchmark regional, meskipun ada perbedaan geografis antara data pembanding dan
domestik. Meskipun OECD telah meminta penyesuaian, otoritas pajak umumnya
menganggap bahwa penyesuaian tersebut tidak membuat data komparatif lebih baik
atau lebih mendekati nilai data domestik.
Keterbatasan pengetahuan dan keahlian pemeriksa pajak juga dapat menjadi
kendala dalam penerapan peraturan perpajakan.Tadjibaeva dan Komilova 2009;
Muhammadiyah dkk., 2014). Keterbatasan kemampuan untuk menganalisis suatu
transaksi dan menentukan kewajaran harga kemungkinan akan mengakibatkan
transaksi pembelian yang memiliki tingkat kerumitan lebih tinggi daripada transaksi
penjualan dan dengan demikian menjadi lebih sulit untuk ditangani. Hal ini
menyebabkan implementasi SAAR tidak efektif.
Dalam hasil penelitian ini, SAAR juga belum terbukti mampu mencegah TP
untuk transaksi pendapatan jasa manajemen dan pendapatan jasa manajemen.
Meskipun di banyak negara transaksi jasa manajemen menjadi fokus pemeriksaan,
proses penentuan kewajaran transaksi jasa manajemen adalah kompleks. Hal ini
karena untuk membuktikan transaksi tersebut, perlu dilakukan pengujian substantif
yang meliputi analisis uji manfaat, uji aktivitas pemangku kepentingan, serta uji
duplikasi dan manfaat insidental. Jika suatu transaksi jasa manajemen telah lolos uji
substantif, berarti telah memenuhi kriteria bahwa jasa manajemen tersebut memang
diperlukan, maka tahap selanjutnya adalah menentukan kewajaran harga jasa
tersebut.
H. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti praktik TP melalui berbagai
jenis transaksi untuk tujuan penghindaran pajak, dan peran SAAR dalam mencegah
praktik tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik TP untuk mengurangi pajak
dilakukan dalam transaksi pembelian, fee jasa pengelolaan, dan pendapatan jasa
pengelolaan. Hal ini dikarenakan tingkat kesulitan ketiga transaksi tersebut yang
lebih tinggi dalam hal penilaian dan pembuktian harga wajar dibandingkan dengan
transaksi penjualan. Perusahaan didorong untuk menunjukkan kecenderungan lebih
mempraktekkan TP dalam transaksi pembelian dan jasa manajemen.
Penelitian ini memberikan bukti bahwa SAAR yang ketat mendukung
efektivitas penegakan pajak dalam mencegah praktik TP dalam transaksi penjualan,
namun hal ini belum terbukti untuk transaksi pembelian dan jasa pengelolaan. Hal
ini menunjukkan bahwa SAAR sudah mampu mengcounter TP dalam penjualan,
namun masih perlu ditingkatkan untuk lebih mencegah TP dalam transaksi
pembelian dan jasa manajemen.

Anda mungkin juga menyukai