Anda di halaman 1dari 90

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah


SWT atas ridho dan kehendak-Nya akhirnya
kami dapat menyelesaikan buku Budidaya dan
Pengelolaan Limbah di Kampung Vaname.
Buku ini membahas tentang Budidaya Udang
Vaname, Limbah Budidaya Udang Vaname,
Pengelolaan Limbah Budidaya Udang Vaname,
dan Pemanfaatan Limbah Budidaya Udang
Vaname sebagai Pupuk Organik Cair. Dimana
buku ini merupakan buku referensi hasil
pengembangan berbasis potensi lokal di
Kampung Vaname. Budidaya udang Vaname
merupakan komoditas utama bagi masyarakat
di kampung Vaname tepatnya di Desa
Purworejo Kecamatan Pasir Sakti. Kolam
budidaya yang cukup luas di kampung Vaname
menjadikan kecamatan Pasir Sakti sebagai
penghasil udang Vaname terbanyak di
Lampung Timur. Dalam budidaya ini perlu
adanya sistem pengelolaan dari limbah hasil
budidaya udang vaname agar tetap menjaga
kualitas air sehingga produktivitas Udang
Vaname tetap terjaga. Kami mengucapkan
ii
terima kasih kepada seluruh tim yang terlibat
dalam pengembangan buku referensi ini.

Metro, September 2021


Penulis

Asih Fitriana Dewi

iii
DAFTAR ISI

Cover .............................................................. i
Kata Pengantar .............................................. ii
Dafar Isi .......................................................... iii
BAB I BUDIDAYA UDANG VANAME ............ 1
A. Taksonomi Udang Vaname................... 1
B. Morfologi Udang Vaname ..................... 1
C. Habitat dan Siklus Hidup
Udang Vaname ..................................... 3
D. Penyakit pada Udang Vaname ............. 8
E. Tambak Udang Vaname ....................... 10
F. Persiapan Tambak ................................ 15
G. Persiapan Air ........................................ 17
H. Pemilihan dan Penebaran Benih ........... 21
I. Pengelolaan Air .................................... 23
J. Pengelolaan Pakan ............................... 29
K. Panen ................................................... 30

BAB II LIMBAH BUDIDAYA UDANG


VANAME.................................................... 31
A. Pengertian Limbah Budidaya Udang
Vaname ................................................ 31
B. Limbah Padat Budidaya
Udang Vaname ..................................... 34
C. Limbah Cair Budidaya
Udang Vaname ..................................... 38

iv
BAB III PENGELOLAAN LIMBAH
BUDIDAYA VANAME ............................... 42
A. Prinsip Pengelolaan Limbah ................ 42
B. Pengelolaan Limbah Padat secara
Mekanis ................................................ 42
C. Pengelolaan Air Limbah
secara Mekanis .................................... 44
D. Pengelolaan Air Limbah Secara
Biologi/Mikrobiologi ............................... 45

BAB IV PEMANFAATAN LIMBAH CAIR


BUDIDAYA VANAME SEBAGAI
PUPUK ORGANIK CAIR .......................... 48
A. Persiapan Bahan Baku ......................... 48
B. Prosedur Pembuatan ............................ 55

DAFTAR PUSTAKA ....................................... 64

v
BAB I
BUDIDAYA UDANG VANAME

A. Taksonomi Udang Vaname


Udang vaname merupakan udang
asli dari perairan Amerika Latin, klasifikasi
udang vaname yaitu:
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoea
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Class : Malacostraca
Subclass : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapodas
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Litopenaeus
Species : Litopanaeus vannamei

Udang Vaname (Litopenaeus


vannamei) merupakan hewan air yang
memiliki tubuh beruas-ruas. Pemberian
nama ilmiah udang vaname pertama kali
yaitu dengan nama Penaeus vannamei.
Penyebutan nama lain Udang Vaname
menurut FAO adalah Crevette Pattes
Blanches (Prancis), Whiteleg Shrimp
(Inggris), dan Camaron Patiblanco
(Spanyol).

1
B. Morfologi Udang Vaname
Secara umum udang Vaname terdiri
atas 2 bagian yaitu kepala (Cephalothorax)
dan perut (Abdomen). Bagian kepala udang
vaname diselubungi oleh lapisan yang
tersusun atas zat kitin yang berfungsi
sebagai pelindung. Bagian kepala udang
vaname terdiri dari (antenna), antennula,
mandibula, dan 2 pasang maxillae. Bagian
kepala udang vaname juga dilengkapi oleh
3 pasang maxilliped dan 5 pasang
periopoda (kaki berjalan) atau decapoda
(kaki sepuluh). Sedangkan bagian
abdomen (perut) udang vaname terdiri dari
6 ruas dan 5 pasang kaki renang dan
sepasang uropuds (mirip ekor) yang
membentuk kipas bersama telson. Struktur
tubuh udang Vaname dapat dilihat pada
gambar 1.

2
Gambar 1. Struktur Tubuh Udang Vaname
Sumber: Haliman dan Adijaya (2006)

Sifat biologis udang vaname, yaitu


aktif mencari makan pada kondisi gelap
atau malam hari (nokturnal), dapat hidup
pada kisaran salinitas yang luas dalam air
(Eurythermal) yaitu 2-40 ppt serta mampu
bertoleransi dengan perbedaan suhu yang
luas. Udang vaname akan mati jika
terpapar suhu dibawah 150C atau diatas
330C selama 24 jam. Selain itu Udang
vanname bersifat kanibal dimana gemar
memakan sesama jenis. Udang vaname
mencari makan lewat organ sensor
3
(chemoreceptor) dan merupakan tipe
hewan pemakan yang lambat tetapi terus
menerus (continous feeder). Secara alami
udang vaname mengalami molting atau
pergantian kulit. Udang Vaname dapat
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Udang Vanname (Litopenaus


vannamei)
Sumber: Dokumentasi Pribadi

C. Habitat dan Daur Hidup Udang Vaname


Habitat udang Vaname berbeda-beda
tergantung dari jenis dan persyaratan hidup
dari tingkatan-tingkatan dalam daur
hidupnya. Pada dasarnya udang vaname
bersifat bentis dan hidup pada permukaan
dasar laut. Adapun habitat yang disukai
oleh udang adalah dasar laut (soft) yang

4
biasanya campuran lumpur berpasir. induk
udang Vaname ditemukan di perairan lepas
pantai dengan kedalaman berkisar antara
70-72 meter (235 kaki). Udang vaname
lebih menyukai daerah dengan dasar
perairan berlumpur. Sifat hidup dari udang
Vaname yaitu catadromus atau dua
lingkungan, di mana udang dewasa akan
memijah di laut terbuka. Setelah menetas,
larva dan juvenile udang Vaname akan
bermigrasi ke daerah pesisir pantai atau
mangrove yang biasa disebut daerah
estuarine dan setelah dewasa akan
bermigrasi kembali ke laut untuk pemijahan
meliputi pematangan gonad (maturasi) dan
perkawinan.
Udang vaname merupakan udang
asli dari perairan Amerika Latin dengan
kondisi iklim subtropis. Udang vaname
pada habitat alaminya suka hidup pada
kedalaman kurang lebih 70 meter.
Perkawinan udang vaname ditandai
dengan loncatan udang Vaname betina
secara tiba-tiba dan mengeluarkan sel-sel
telur. Pada saat bersamaan, udang vaname

5
jantan mengeluarkan sperma, sehingga sel
telur dan sperma bertemu. Perkawinan
udang Vaname berlangsung selama kurang
lebih satu menit. Sepasang udang vaname
berukuran 30-45 gram dapat menghasilkan
telur sebanyak 100.000-250.000 butir. Telur
Udang Dapat dilihat Pada Gambar 3.

Gambar 3. Udang yang bertelur


Sumber: shrimpreproduction.weebly.com

Siklus hidup udang vaname di mulai


pada saat telur menetas sampai dengan
udang Vaname menjadi dewasa (Adult)
dengan melalui tahapan yaitu stadia naupli,
stadia zoea, stadia mysis, stadia post larva,
juvenile, dan dewasa. Siklus hidup udang
Vaname dapat dilihat pada pada Gambar 4.

6
Gambar 4. Siklus Hidup Udang Vaname
Sumber: shrimpreproduction.weebly.com

1. Stadia Naupli
Setelah proses pembuahan
(fertilization) dengan waktu kurang lebih
16 jam, telur udang vaname akan
menetas dan menghasilkan nauplius
(nauplii). Substadia pada stadia naupli
(N) yaitu N1, N2, N3, N4, N5, dan N6.
Waktu yang dibutuhkan dalam stadia ini
kurang lebih 2 hari. Pada stadia naupli
larva berukuran 0,32-0,59 mm, sistim
pencernaan pada stadia ini belum
sempurna dan masih memiliki
cadangan makanan berupa kuning
telur, makanan pada larva ini berupa

7
kuning telur (yolk sac) yang masih
menempel pada tubuh nauplius.

2. Stadia Zoea
Nauplius akan bermetamorfosis
dalam waktu 15-24 jam menjadi zoea
(Z). Substadia pada stadia ini yaitu Z1,
Z2, dan Z3. Udang vaname pada stadia
Zoea sudah aktif memakan fitoplankton
dan biasanya akan diberi makan
berupa artemia. Larva sudah berukuran
1,05-3,30 mm dan pada stadia ini benur
udang vaname mengalami 3 kali
moulting.

3. Stadia Mysis
Dalam waktu 4-5 hari, zoea
mengalami metamorfosis menjadi
mysis (M). Tiga substadia pada stadia
mysis, yaitu M1, M2, dan M3. Pada
stadia mysis larva dengan ukuran
berkisar 3,50 – 4,80 mm.

4. Stadia Post Larva


Dalam waktu 3-4 hari mysis
bermetamorfosis menjadi post larva

8
(PL). Pada stadia Postlarva mempunyai
10 substadia, yaitu PL1 sampai dengan
PL10. Pada stadia post larva udang
terlihat seperti udang dewasa serta
bersifat bentik yaitu berenang di dasar
perairan. Masa pemeliharaan post
larva berkisar 10-15 hari. Pada tahap
PL10 sudah bisa dijadikan benur. benur
ini adalah benih udang yang siap
dibesarkan menjadi udang dewasa.
Post larva dipelihara hingga PL11 –
PL12 untuk memperoleh benur yang
tahan terhadap situasi dan kondisi
lingkungan pembesaran udang.

5. Juvenile (Yuwana)
Dalam waktu 20 hari, Post Larva
PL10 tumbuh menjadi juvenile (yuwana)

6. Dewasa
Pemeliharaan Juvenile (yuwana)
selama kurang lebih 80-90 hari menjadi
udang dewasa muda (subadult). Udang
Vaname pada usia ini bobot berkisar
21-23 gram/ekor dengan size 44-45
ekor/kg. Bobot ini tergantung pada
9
pemeliharaan di tambak intensif,
semiintensif atau ekstensif. Sistem
panen parsial, biasanya panen awal
dilakukan pada kondisi udang dewasa
muda. Kemudian udang dewasa muda
dipelihara lagi selama 25-30 hari
sehingga menjadi udang dewasa
(adult) dengan bobot udang dewasa
berkisar 28-30 gram/ekor dengan size
34-35 ekor/kg.

D. Penyakit pada Udang Vaname


Salah satu faktor penyebab
penurunan produktivitas udang Vaname
yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus
maupun bakteri. Bakteri yang bersifat
patogen pada aquaculture seperti berasal
dari beberapa spesies Vibrio, Psedomonas,
Aeromonas, dan Rickettsia.

1. Penyakit Vibriosis
Vibriosis merupakan penyakit yang
menyerang udang, ikan, dan kerang-
kerangan dalam semua fase kehidupan.
Bakteri spesies Vibrio menyebabkan
penyakit Vibriosis. Kasus Vibriosis
10
menyebabkan kematian pada tambak
udang di seluruh dunia. Kematian
(Mortalitas) yang disebabkan vibriosis
terjadi ketika udang dalam kondisi stres
karena disebabkan oleh beberapa faktor
berupa kualitas air kolam/tambak yang
buruk, jumlah populasi yang telalu padat,
suhu air kolam/tambak yang tinggi,
rendahnya oksigen terlarut pada air
kolam/tambak, serta pertukaran air yang
sedikit.
Vibriosis menunjukkan gejala
hypoxic pada udang yang dewasa, gejala
lain berupa badan udang berwarna
kemerahan, insang udang berwarna
kecoklatan, nafsu makan makan udang
yang berkurang, kelesuan, dan udang
berenang dengan lambat ke tepian
permukaan kolam/tambak. Infeksi yang
disebabkan Vibrio sp. pada
hepatopankreas menunjukkan gejala
kerusakan pada vakuola yang menunjukan
rendahnya simpanan lemak dan glikogen.
Gambar Vibrio dapat dilihat pada gambar 5.

11
Gambar 5. Vibrio Sp.
Sumber: Depositphotos.com

Vibrio sp. dapat menyebabkan


penyakit pada udang Vaname dengan
gejala kaki merah dimana gejala ini terjadi
pada stadia Juvenile hingga udang Vaname
dewasa dapat menyebabkan kematian
(mortalitas) mencapai 95% pada musim
panas. Infeksi Vibrio harveyi dan Vibrio
splendidus menyebabkan gejala
luminescence pada stadia postlarva, stadia
juvenile, dan udang dewasa. Infeksi pada
stadia post larva memperlihatkan
penurunan pergerakan udang, reduksi
fototaksis dan usus udang Vaname menjadi
kosong. Kondisi air kolam/tambak dengan
salinitas (kadar garam) tinggi vibriosis
disebabkan oleh Vibrio harveyi. Beberapa
kasus yang disebabkan oleh Vibrio sp.

12
menyebabkan penyakit ketika udang
Vaname mengalami kondisi penurunan
sistem imun atau stres dengan frekuensi
infeksi sering terjadi pada situasi dan
kondisi lingkungan yang kurang baik
dengan suhu terlalu panas.
Vibriosis menyerang udang Vaname
pada fase larva hingga udang dewasa.
Vibrio harveyi bersifat oportunistik yang
artinya udang dalam keadaan normal
terdapat di lingkungan
pemeliharaan/pembudidayaan yang bersifat
saprofitik dan berkembang menjadi
patogenik. Apabila lingkungan dan
inangnya (Udang) memburuk. Bakteri Vibrio
tumbuh optimal pada kondisi dengan suhu
30oC, kadar garam (salinitas) antara 20-30
ppt dengan pH 7,0 dan bersifat anaerobic
fakultatif artinya dapat hidup baik dengan
atau tanpa adanya oksigen.

13
E. Tambak Udang Vaname

Tambak udang adalah sebuah kolam


yang dibangun ditepi pantai yang
digunakan untuk membudidayakan hasil
laut seperti ikan bandeng, udang, dan lain-
lain. Menurut Biggs et al.(2005) tambak
adalah kolam yang berukuran 1 m2 sampai
2 ha yang bersifat permanen atau musiman
yang dibentuk secara alami ataupun buatan
manusia.

Gambar: Tambak Udang Vaname


Sumber: Dokumentasi Pribadi

Tambak yang akan ditebari benih


harus siap secara fisik, kimiawi dan
biologis. Menurut Dan D.Baliao Siri
Tookwinas (2002) Tebar benih udang
seharusnya 20 - 60 benih/ha. Benih yang

14
akan ditebar harus memenuhi kriteria
kondisi benih dan kualitas saluran air telah
sesuai dengan air yang dibutuhkan di
tambak, agar hasilnya lebih memuaskan.
Penebaran biasanya dilakukan pada pagi
atau sore hari untuk menghindari stress
pada binih udang. Panen udang sebaiknya
dilakukan pada malam hari agar udang
yang dipanen tidak cepat rusak karena
suhu pada malam hari yang biasanya
tinggi. Pemanenan juga harus
memperhatikan cuaca dan periode bulan.
Pada musim hujan atau bulan purnama
banyak udang yang berganti kulit/molting
sehingga harus dipertimbangkan agar
harga udang dapat dijual dengan harga
maksimal.

1. Pemilihan Lokasi
Lokasi tambak untuk kegiatan
budidaya udang harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Sesuai penggunaan tata ruang
dan wilayah yang diperuntukkan
untuk kegiatan budidaya udang.

15
b. Dekat dengan sumber air dengan
kualitas dan kuantitas yang cukup
untuk proses produksi.
c. Bebas dari banjir dan bahan
pencemar.
d. Infrastruktur memadai.

2. Desain, Tata Letak dan Konstruksi


Tambak
Desain dan tata letak tambak
pembesaran udang vaname dengan
penerapan biosekuriti dengan
persyaratan sebagai berikut:
a. Biosekuriti pada kawasan/cluster
tambak dibatasi oleh barier atau
pagar berupa pematang yang
kedap, saluran atau petak tambak
yang dikelola sebagai biofilter dan
pagar biosekuriti untuk mencegah
carier.
b. Sumber air payau/laut berasal dari
inlet berupa saluran
sekunder/tersier.
c. Petak tandon/biofilter untuk
mencampur air tawar dan laut

16
atau sebagai petak penampungan
air pasok yang sehat untuk petak
pembesaran.
d. Petak pembesaran udang
diupayakan kedap air untuk
meminimalisir perembesan dari
petak lainnya.
e. Petak/tandon atau saluran buang
digunakan sebagai penampungan
limbah sebelum dibuang ke
saluran umum.
f. Saluran buang/tandon dilengkapi
sistem biofilter (ikan dan tanaman
air).

Gambar: Desain dan Tata Letak Tambak


Sumber: Dokumentasi Pribadi

3. Petak Tandon/Biofilter/Resevoar
Petak tandon/biofilter/resevoar
berfungsi sebagai petak penampungan

17
air sehat. Petak ini juga berfungsi untuk
memperbaiki kualitas air secara dengan
cara pengendapan untuk menurunkan
bahan organik dan mencegah karier
udang liar.
a. Berisi tanaman air berupa
makroalga (lumut, ganggang)
dengan kepadatan maksimum
40% menutupi (covered) dari
luas petak biofilter dan ikan
herbivora ikan nila dan bandeng,
padat tebar disesuaikan dengan
kelimpahan tanaman air
(makroalga).
b. Berisi ikan karnivora/herbivora
berfungsi mencegah karier
penyakit seperti udang liar dan
krustacea liar lainnya dan
ditebari ikan predator kecil.
c. Dilakukan pemberantasan udang
liar dengan crustaesida setiap
penambahan air baru.

18
4. Petak Sterilisasi/Tandon
Petak sterilisasi berfungsi untuk
membasmi patogen penyakit sebelum
digunakan untuk menambah/mengganti
air petak pembesaran udang, luas
petakan sekitar 20% dari luas/volume
petak pembesaran udang.

5. Petak Pembesaran Udang


a. Petak pembesaran udang dikelilingi
oleh petak tandon/ biofilter dan
saluran buang dengan pematang
yang kedap, luas petak berkisar 0,2
– 0,5 ha per petak.
b. Petak pembesaran kedap air dengan
tingkat rembesan air maksimum 10%
per minggu.
c. Kedalaman air petak pembesaran
minimal 80 cm.
d. Petak pembesaran dilengkapi sistem
pasok air (inlet) dan sistem buang
(outlet).

19
6. Saluran Buang Air (out let)
Air buang sebelum digunakan
untuk resirkulasi atau dibuang ke saluran
umum harus diolah dengan biofilter
untuk menghindari cemaran bahan
organik dan cemaran lingkungan

F. Persiapan Tambak
1. Persiapan Konstruksi Tambak
a. Pengedapan Pematang Utama
1) Pengeringan, pengedapan dan
peninggian pematang utama
yang membatasi
kawasan/cluster tambak
dengan kawasan tambak lain.
2) Ketinggian pematang utama
disesuaikan dengan kondisi
lahan sehingga terhindar
limpasan air pasang atau
banjir.
b. Pengedapan dan Peninggian
Pematang Antara
1) Pengedapan pematang antara
petak tambak pembesaran
dalam kawasan tambak.

20
2) Peninggian pematang antara
agar mampu menampung air
minimal 80 cm.
c. Pemasangan Pagar Biosekuriti
(fencing)
1) Pemasangan pagar biosekuriti
dilakukan pada pematang
utama yang mengelilingi
kawasan tambak.
2) Pagar biosekuriti dapat
menggunakan plastik, waring
kasa dengan cara pemasangan
tegak dan ketinggian minimal
30 cm untuk mencegah
masuknya hewan dan
krustacea lainnya.
3) Plastik masuk ke dalam
pematang sekitar 10 cm.

2. Perbaikan Dasar
a. Pengeringan Tambak
1) Keringkan seluruh petak
tambak baik petak
tandon/biofilter, petak
pembesaran udang dan

21
saluran buang untuk
memperbaiki kualitas tanah
dasar, untuk mempercepat
pengeringan tanah dasar perlu
dibuat caren atau parit.
2) Pemberatasan hama baik ikan
liar atau udang liar dengan
menggunakan saponin dan
chlorin.

b. Pelapisan (lining) dengan Plastik


Mulsa
1) Pelapisan plastik pada
penampang dasar dilakukan
untuk mengurangi penyerapan
oksigen oleh dasar tambak
(Sediment oxygen demand),
kekeruhan air karena
pengadukan lumpur dasar oleh
kincir dan pertumbuhan alga
dasar berupa ganggang dan
klekap.
2) Sebelum dipasang plastik
dasar tambak harus
dikeringkan.

22
3) Apabila nilai pH tanah dasar
tambak kurang dari 6
dilakukan pengapuran dengan
dosis 1-2 ton per ha sebelum
dipasang plastik.
4) Apabila ada bagian tanah
dasar tambak yang masih
basah atau berwarna hitam,
dilakukan pengapuran 200
g/m2 .
5) Cara pasang plastik dengan
menutup seluruh permukaan
tanah dasar tambak.

G. Persiapan Air
1. Persiapan Air Petak Pengendapan
a. Pengisian air pada petak
tandon/biofilter dilakukan pada
saat air pasang, pemasukan air
memanfaatkan gravitasi pasang
surut atau dengan pompa.
b. Tebar ikan herbivora dan
carnivora untuk mengendalikan
makroalga dan udang.

23
c. Pemberantasan hama udang liar
dan krustacea lainnya secara
manual.

2. Persiapan Petak Sterilisasi


a. Isi petak sterilisasi dari sumber air
atau petak tandon.
b. Sterilisasi air menggunakan
kaporit dosis 30 ppm (kandungan
bahan aktif 60 - 65 %).
c. Aplikasi bahan sterilisasi
dilakukan secara merata.
d. Bahan aktif akan lebih efektif pada
nilai pH air kurang dari 7,5.
e. Bahan aktif chlorin akan netral
setelah 2 hari, selanjutnya air siap
digunakan untuk menambah atau
mengganti air pada petak
pembesaran udang.

3. Persiapan Air Petak Pembesaran


Udang
a. Sterilisasi Air
1) Pengisian air pada petak
pembesaran udang dengan
ketinggian minimal 80 cm.
24
2) Sterilisasi air dengan
menggunakan kaporit dosis 30
ppm (bahan aktif chlorin 60 -
65%) atau TCCA dengan dosis
15 ppm (bahan aktif chlorin
90%) secara merata dengan
cara sebagai berikut :
 Ukur ketinggian dan
volume air tiap petak.
 Timbang kaporit atau
TCCA sesuai dengan
kebutuhan.
 Gunakan masker dan
sarung tangan dari karet
(untuk keamanan).
 Cairkan TCCA atau
kaporit dalam ember
kemudian disebar pada
petak tambak.
 Penebaran ke tambak
harus memperhatikan
arah angin.
 Hidupkan kincir untuk
mempercepat
pengadukan secara

25
merata kurang lebih 2
jam, selanjutnya dibiarkan
selama sekitar 1 - 2 hari
untuk menetralisir bahan
aktif chlorin.

b. Penumbuhan Plankton/Flok
1) Penumbuhan bakteri probiotik
Bacillus sp untuk 1 Ha tambak
sebagai berikut :
a) Reactor/wadah 50 l : 0,5
nutrient (ragi, glukosa/
molase) dan sumber
nitrogen (0,5 Pakan D-0
atau pupuk Nitrogen) dan
tambah kapur secukupnya
sekitar 500 g untuk
menaikan pH menjadi 7.
b) Tambahkan 50 lt : 0,5
liter/kg starter bacillus. 3)
Campuran tersebut
diaerasi/pengaduk
(aerator/pompa celup)
selama 24 - 36 jam dan

26
dilakukan penebaran di
tambak.
2) Penumbuhan Plankton
a) Pembuatan fermentasi
untuk merangsang
pertumbuhan plankton
sebagai berikut :
 Wadah/reactor
fermentasi berupa
drum (200 - 300 lt).
 Masukan bahan
berupa molasi
sekitar 15 kg; katul
yang halus 50 kg;
pakan D-0 10 kg
atau pupuk ZA 100
g; dan ragi roti atau
mauripan 3 kg.
 Aduk merata bahan
tersebut dan tutup
rapat dengan plastik
selama 24 - 36 jam,
selanjutnya ditebar
di tambak.

27
b) Penumbuhan plankton
sebagai penyeimbang
kualitas air (water stability)
dilakukan pada awal
pemeliharaan. Adapun cara
penumbuhan plankton
sebagai berikut:
 Kegiatan
penumbuhan
plankton dilakukan
paling cepat 5 hari
setelah perlakukan
sterilisasi air
tambak.
 Aplikasi kapur
carbonat
(CaCO3)/kaptan 15 ‐
20 ppm dengan
dosis untuk
meningkatkan
alkalinitas. Dapat
dilakukan 3 hari
setelah sterilisasi air.
 Penambahan pupuk
Nitrogen dosis 5

28
ppm dan Phospat
dengan dosis 1 ppm.
Pupuk TSP sebelum
ditebar dicairkan
terlebih dahulu agar
mudah larut dalam
air tambak.

H. Pemilihan dan Penebaran Benih


1. Pemilihan Benih
a. Benih udang bersertifikat atau
surat keterangan sehat;
b. Benih vaname tidak terdeteksi
virus WSSV, TSV, IMNV; IHHNV.
Dilengkapi laporan hasil uji dari
laboratorium.
c. Secara visual ukuran seragam
(>95%) panjang minimal 0,8 cm
(PL 10). d. Benih dilakukan
adaptasi sesuai salinitas air
tambak.
d. Benih diangkut dengan teknik
transportasi yang baik sesuai
persyaratan SNI.

29
2. Penebaran Benih
a. Dilakukan adaptasi suhu dengan
cara mengapungkan kantong
dalam air atau menambah air
sedikit demi sedikit dalam kantong
tempat benur. Sambil adaptasi
suhu dilakukan penghitungan
jumlah benih dalam kantung
sebagai sampel. Proses adaptasi
dapat dilihat pada gambar.

Gambar: Adaptasi Suhu Sebelum


Benih Ditebar
Sumber: Dokumentasi Pribadi

b. Penambahan pakan artemia


sebelum ditebar.
Proses penebaran benih udang
dapat dilihat pada gambar.

30
Gambar. Penebaran Benih Udang
Vaname
Sumber: Dokumentasi Pribadi

c. Penebaran benih udang dengan


kepadatan 50 - 100 ekor/m2 dengan
rataan 70 ekor/m2 tergantung
ketersediaan sarana dan prasarana.
Waktu penebaran dilakukan pada
pagi atau sore hari.

I. Pengelolaan Air
Pengelolaan air diarahkan pada
semi flok dengan keseimbangan
dominasi plankton dan total bakteri.
1. Penumbuhan Plankton
Cara pengelolaan kestabilan
plankton selama pemeliharaan adalah
sebagai berikut:

31
a. Lakukan pengukuran kecerahan
harian sekitar jam 09.00 pagi. Nilai
kecerahan yang optimum adalah
30 - 40 cm.
b. Lakukan pengukuran pH harian
pada pagi dan sore hari antara 7,5
- 8,0, kisaran fluktuasi pH 0,2 -
0,5.
c. Pemupukan susulan secara rutin
dengan pupuk nitrogen setiap 4 -
7 hari dengan dosis 2 ppm hingga
air berwarna hijau kecoklatan.
d. Pemupukan posfat dihentikan
pada saat pakan sudah mencapai
sekitar 1.500 kg/ha (tambak
lining). Kandungan posfat (PO4)
lebih dari 0,25 ppm.
e. Pemberian pupuk dihentikan
setelah air berwarna hijau
kecoklatan dengan kecerahan 40

2. Penumbuhan Bakteri Probiotik


a. Probiotik yang digunakan harus
terdaftar.

32
b. Perlakukan untuk penumbuhan
probiotik mulai dilakukan 7 hari,
setelah sterilisasi, selanjutnya
secara rutin dilakukan tiap
seminggu 1 - 2 kali sesuai dengan
petunjuk pada label kemasan.

3. Pembiakan Bakteri Probiotik (pilih


sendiri)
a. Adapun teknik pembiakan dan
aplikasi probiotik adalah sebagai
berikut:
1) Persiapan wadah biakan
berupa drum plastik 200 liter
dilengkapi peralatan aerasi
dengan DO4.
2) Pengisian drum dengan air
tambak (dengan salinitas
sama) sampai penuh.
3) Sterilisasi air dalam drum
dengan aplikasi TCCA 15 ppm
atau kaporit 30 ppm.
4) Air diaerasi yang kuat selama
minimal 24 jam. Bila belum

33
netral dilakukan penambahan
tiosulfat dengan dosis 10 ppm.
5) Penambahan molase sebanyak
2 - 4 liter per drum (200 liter).
6) Penambahan pupuk nitrogen
(ZA) sebanyak 200 g/drum.
7) Penambahan kapur kaptan
(CaCO3) untuk menaikan pH
mencapai 7
8) Memasukan bibit probiotik
sebanyak 50 - 100 g dalam
media kultur.
9) Kultur dilakukan selama 1 - 2 x
24 jam. 10) Penebaran bakteri
probiotik ke tambak tiap 2 - 4
hari sekali. Flock akan
terbentuk setelah 1 - 1,5 bulan
yang ditandai terjadinya busa
(foam) yang berwarna putih.
b. Aktivasi Bakteri Cara lain aplikasi
bakteri dengan menebar secara
langsung bakteri ke tambak.
Sebelum ditebar dilakukan aktivasi
bakteri sebagai berikut:

34
1) Persiapan wadah aktivasi
berupa ember kapasitas 20
liter.
2) Masukan air tambak dalam
ember.
3) Tambahkan sumber karbon
(molase) sekitar 250 cc dan
diaduk merata.
4) Ukur nilai pH air, bila kurang
dari 6 tambahkan kapur sekitar
50 - 100 g agar nilai pH 7.
5) Tambahkan sumber Nitrogen
berupa pupuk Urea/ZA dosis
100 g dan aduk merata.
6) Masukan probiotik sekitar 100 g
atau 100 ml dan aduk secara
merata. Biarkan spora bakter
berkembang selama 0,5 - 1 jam
dan kemudian ditebar pada
tambak

4. Pengamatan Kualitas Air


a. Pengukuran kualitas air secara
harian dilakukan terhadap

35
parameter (Tabel paramater, alat
dan kisaran)
1) Suhu antara 280 - 320 C.
2) pH antara 7,5 - 8,0 dengan
kisaran harian 0,2 - 0,5.
3) Oksigen terlarut minimal 4 ppm.
4) Kecerahan minimal 30 cm.
5) Warna air hijau kecoklatan.
b. Pengukuran kualitas air secara
mingguan Tabel parameter alat
kisaran :
1) Alkalinitas 90 - 200 ppm.
2) Total bahan organik maksimum
250 ppm.
3) Kelimpahan dan jenis plankton
dominasi chloropiceae dan
diatom minimal 80 %.
4) Total bakteri maksimum 105
dengan total vibrio maksimum
5%.
c. Pengamatan kondisi lumpur dasar
tambak dibagian central drain.
Lakukan penyiponan bila sudah
terjadi penumpukan lumpur dasar
tambak mulai umur pemeliharaan

36
45 hari, penyiponan berikutnya
dilakukan tiap 10 - 15 hari
tergantung ketebalan lumpur.

d. Pengelolaan oksigen
1) Penggunaan kincir/aerasi
dengan penempatan diatur
sesuai dengan bentuk petak
tambak sehingga
aliran/gerakan air merata
dengan kecepatan minimal 0,8
m/menit agar oksigen terlarut
merata pada seluruh kolom air
pada tambak.
2) Pada kondisi darurat terutama
malam hari oksigen < 3 ppm,
dapat diaplikasikan peroksida
dengan dosis 1 - 2 ppm setiap
jam hingga kelarutan oksigen
normal (≥ 4 ppm).
e. Pengelolaan nilai pH
1) Bila pH kurang dari 7,5
dilakukan penambahan kapur

37
dengan dosis 2 - 5 ppm hingga
nilai pH mencapai ≥ 7,5.
2) Bila pH air lebih dari 8 lakukan
penambahan molase (sumber
karbon) dengan dosis 1 - 2 ppm
hingga pH turun mencapai ≤ 8
f. Pengendalian Bioflok
Untuk mempertahankan
pertumbuhan bakteri probiotik
(bioflok) dilakukan dengan aplikasi
bakteri secara rutin 2 kali
seminggu. Adapun caranya adalah
:
1) Penyiapan pembiakan bakteri
atau aktivasi bakteri.
2) Penambahan sumber karbon
pada air tambak dengan dosis
2 - 5% dari total pakan yang
telah digunakan dalam tambak.
Sebagai contoh pakan harian
50 kg selama 4 hari telah
menggunakan pakan 4 x 50 kg
sebesar 200 kg maka
penambahan molase adalah
2% x 200 kg = 4 kg.

38
3) Setelah penambahan molase
dan teraduk merata dengan
kincir dilakukan penebaran
bakteri yang telah dibiakan atau
diaktivasi.
4) Penambahan molase di kurangi
bila pH kurang dari 7,5 dan di
tambah bila pH air lebih dari 8.
5) Indikator keberhasilan bioflok
secara visual : Warna air hijau
kecoklatan. Partikel flok dalam
air dalam bentuk suspensi/
masir. Ketebalan flok
maksimum 20 cm
(mengunakan tabung Imhoff).

J. Pengelolaan Pakan
1. Pakan buatan (pellet) mulai diberikan
dari penebaran benih dengan dosis
disesuaikan dengan laju konsumsi
pakan.
2. Untuk kontrol laju konsumsi pakan
dilakukan dengan pemberian pakan
pada anco dengan dosis dan waktu cek
di anco sesuai dangan ukuran udang.

39
Gambar. Pengecekan Pakan pada Anco

3. Kontrol pertumbuhan dilakukan dengan


pengambilan sampel udang atau
sampling yang dilakukan setiap 7 - 10
hari sekali.
4. Sampling dilakukan pada waktu fajar
atau sore hari untuk menghindari cuaca
panas.
5. Udang yang tertangkap tidak
dikembalikan ke tambak.

40
Gambar. Proses Pemberian Pakan

K. Panen
1. Untuk menghindari moulting/ganti kulit
menjelang panen:
a. Lakukan peningkatan pH air hingga
9 dengan aplikasi kapur.
b. Jangan lakukan pergantian air 2 hari
sebelum panen.
c. Lakukan pembuangan air secara
cepat (terutama pada pagi hari).

Gambar. Proses Panen


Sumber: Dokumentasi Pribadi

41
2. Panen dilakukan setelah mencapai
ukuran pasar (marketable size).
3. Sebelum dipanen dilakukan penyiponan
tambak plastik agar bersih dan lumpur
tidak menyebar ke seluruh petakan
tambak.
4. Panen dilakukan secara hati-hati
dengan menggunakan jaring kearah
pembuangan agar dapat mengurangi
kerusakan plastik mulsa.
5. Semua peralatan panen sudah
disiapkan.
6. Udang yang tertangkap segera
dipindahkan dalam wadah
penampungan yang bersih dan air
dingin.

42
BAB II
LIMBAH BUDIDAYA UDANG VANAME

A. Pengertian Limbah
Budidaya udang merupakan suatu
kegiatan yang sering dijumpai di daerah
pesisir negara-negara tropis dan subtropis.
Keberadaannya di sekitar ekosistem pesisir
seperti mangrove menjadikan usaha
tambak udang sebagai suatu kegiatan yang
identik dengan pengrusakan lingkungan.
Beban limbah yang tinggi akibat dari
penebaran udang yang padat akan
mempengaruhi habitat udang serta
berpengaruh terhadap organisme yang ada
di sekitar lingkungan budidaya udang.
Air buangan tambak super intensif
menyisahkan partikel bahan organik seperti
pakan yang tidak termakan, karapak , feses
, dan plankton yang mengendap. Jika hal
ini dibiarkan maka limbah tersebut akan
mengendap dan mengalami proses
penguraian (dekomposisi). Proses
dekomposisi tersebut menghasilkan NO2,
NH3, CO2, dan H2s. Pengolahan limbah

43
seharusnya dilakukan secara berkala
karena jika kandunan organik tersebut lebih
dari ambang batas akan berdampak pada
organisme perairan dan mempengaruhi
kualitas air.
Sampah cair yang dihasilkan dari
aktivitas manusia di lingkungan di sebut
dengan limbah. kandungan sampah cair
0,1% merupakan benda padat yang berupa
zat anorganik dan organik. Berdasarkan PP
RI No 82 Th 2001. Air limbah merupakan
sisa dari suatu kegiayan yang berupa
cairan. Air limbah tersebut dihasilkan oleh
rumah tangga (domestik) atau industri yang
terdapat zat yang membahayakan
kesehatan dan lingkungan.

Gambar. Tambak Udang Vaname

44
Kolam yang dipergunakan untuk
memelihara udang, ikan atau hewan yang
hidup di air payau di sebut Tambak. Air
buangan atau sisah dari budidaya udang
merupakan limbah tambak udang.
kandungan dari limbah budidaya udang
berupa limbah organik, limbah tersebut
berasal dari metabolisme, sisah pakan
udang, feses, kapur. Kandungan dari pakan
udang yaitu 92% nitrogen, 51% fosfor dan
40% bahan organik lainnya.
Semakin banyak udang yang di tebar
maka pakan udang yang diberikan juga
semakin meningkat. Hal tersebut
mengakibatkan semakin tinggi limbah yang
dihasilkan. Limbah yang dihasilkan oleh
budidaya udang yaitu sebanyak 35% limbah
organik, 15% sisa pakan dan 20% hasil
metabolisme udang. Limbah tersebut akan
mengalami proses dekomposisi dan
menghasilkan nitrit dan ammonia. Limbah
akuakultur dibagi menjadi dua yaitu limbah
padat dan limbah cair. Limbah padat teridir
dari residu pakan, feses, ikan dan koloni
bakteri.

45
B. Limbah Padat Budidaya Udang Vaname
Limbah padat tambak udang
mengandung 1,92% C organik; 0,54% N
total; dan 1,70% P. Kadar unsur hara yang
terdapat dalam limbah padat tambak udang
ini mencukupi kebutuhan Chlorella sp.
untuk pertumbuhannya karena sel alga
membutuhkan 0,063 g N dan 0,009 g P
untuk menghasilkan 1 g sel alga yang baru
(Zhang et al., 2012). Kebutuhan nitrogen
Chlorella sp. adalah 0,14 0,7 g/l sedangkan
kebutuhan fosfornya adalah 0,0075 0,3 g/l
(Meritasari et al., 2012). Limbah padat
tambak udang vaname (L. vannamei)
mengandung sejumlah besar unsur hara
makro dan mikro.

Tabel Hasil Analisis Kimia Limbah Padat


Tambak Udang Vaname
Parameter Unit Kadar unsur hara
C organik g/100 g 30,679
N total g/100 g 8,842
Total P2O5 g/100 g 12,700
Total K2O g/100 g 7,730

46
Total Fe mg/100 g 166,926
Total Cu mg/100 g 25,918
Total Zn mg/100 g 55,373
Total Mn mg/100 g 63,303
Total B mg/100 g 29,406
Total Co mg/100 g 22,436
Total Mo mg/100 g 53,533

Menurut (Eyster, 1978), kebutuhan


nutrien Chlorella sp. adalah 0,14 0,7 g/l N;
0,015 0,62 g/l P; 0,0195 3,9 g/l K; 0,02
0,129 g/l Ca; 0,024 0,96 g/l Mg; 0,00055
0,55 g/l Mn; 0,00000064 0,064 g/l Cu;
0,00112 0,056 g/l Fe; dan 0,00065 0,65 g/l
Zn. Kandungan unsur hara makro dan
mikro yang terdapat pada limbah padat
tambak udang.
Limbah padat tambak udang vaname
(L. vannamei) mengandung beberapa
kelompok bakteri yang berperan dalam
perubahan bahan organik menjadi bahan
anorganik tersebut seperti terlihat pada
Tabel

47
Tabel Hasil analisis bakteri pada
limbah padat tambak udang vaname

Kelimpahan
Jenis bakteri
(sel/ml)
Corynebacterium sp 6,97 x 104
Pseudomonas sp 1,69 x 105
Pseudomonas putida 1,20 x 107
Pseudomonas pickettii 8,0 x 107
Pseudomonas stutzeri 5,22 x 107
Pseudomonas acidovorans 1,35 x 104
Alcaligenes bronchisepticus 5,68 x 104
Bacillus sp. 3,96 x 106
Bacillus coagulans 2,00 x 103
Bacillus stearothermophilus 5,20 x 104
Bacillus megaterium 2,00 x 104
Bakteri nitritasi
2,19 x 106
(Nitrosomonas sp.)
Bakteri nitratasi (Nitrobacter
6,10 x 107
sp.)

Kasmita (2010) menyatakan bahwa


genus Pseudomonas sp. dan Bacillus sp
memiliki kemampuan yang paling besar
dalam melarutkan fosfat tak larut menjadi
bentuk larut dalam tanah. Spesies-spesies
48
bakteri yang memiliki kemampuan tinggi
untuk melarutkan fosfat adalah P. striata, P.
rathonis, B. polymyxa, dan B. megaterium.
Januar et al. (2013) menemukan bahwa
Bacillus sp. mampu menurunkan kadar lipid
sebanyak 25%. dikarenakan enzim
membrane-bound oxygenase yang
dihasilkan oleh bakteri untuk meningkatkan
kontak secara langsung antara minyak dan
bakteri sehingga bakteri dapat
memanfaatkan minyak tersebut sebagai
sumber karbon. Pikoli et al. (2010)
menyebutkan bahwa jenis-jenis bakteri dari
genus Bacillus yang mampu mendegradasi
lipid adalah B. polymixa, B. licheniformis, B.
stearothermophilus, B. brevis, dan B.
coagulans. Alcaligenes sp. dan
Corynebacterium sp. merupakan agen
bioremidiasi. Mikroorganisme ini
menghasilkan enzim-enzim yang mampu
merubah struktur polutan beracun menjadi
tidak kompleks sehingga menjadi senyawa
yang tidak beracun dan berbahaya (Priadie,
2012). Nitrifikasi terdiri dari dua reaksi, yaitu
nitritasi yaitu perubahan dari amonia

49
menjadi nitrit yang dilakukan oleh bakteri
Nitrosomonas sp. dan nitratasi, yaitu
perubahan dari nitrit menjadi nitrat yang
dilakukan oleh bakteri Nitrobacter sp.
(Sigee, 2005). Terdapatnya bakteri
nitrifikasi pada limbah padat tambak udang
menggambarkan bahwa proses nitrifikasi
dapat berlangsung dengan baik.

C. Limbah Cair Budidaya Udang Vaname


Hasil sisa dari berbagai aktivitas
manusia sering tidak dimanfaatkan. Limbah
yang tidak terolah dengan baik dapat
membahayakan kehidupan makhluk hidup
yang ada disekitar limbah tersebut.
Kemudian dapat menyebabkan
permasalahan lingkungan. Serta
berdampak pada kesehatan manusia.
Kegiatan budidaya dapat
mengasilkan air limbah yang dijadikan
produk sampingan. Limbah yang dihasilkan
diperoleh dari air bekas pemeliharaan
budidaya. Kandungan limbah tersebut
terdapat bahan organic yang tinggi yang di
hasilkan oleh sisa pakan dan metabolisme

50
seperti urin dan feses (Febrianto, et al
2016)
Limbah cair tambak udang vaname
mengandung 12,388 mg/l total C organic;
2,199 mg/l total N; dan 0,660 mg/l total P.
kandungan dari limbah cair tambak udang
mengandung ammonium, nitrat, dan fospat.
Kadar ammonium, nitrat, da fosfat yaitu
sebesar 0,870/mg/l; 0,541 mg/l; dan
0,088/mg/l. kandungang zat yang terdapat
pada limbah budidaya udang vanami
berasal dari feses udang, sisa pakan,
kerapak udang serta plankton mati yang
mengendap di dasar tambak sehingga
kandungan N, P pada perairan tinggi.
Menurut Siregar dan Hasanah (2005)
limbah terlarut budidaya udang vaname
terdiri dari 77% nitrogen dan 85 % fosfor,
nitrat merupakan bentuk utama dari
nitrogen di perairan alami. Nitrat dapat
terlarut di air dan bersifat stabil. Senyawa
ini dihasilkan dari proses oksidasi
sempurna senyawa nitrogen di air.
Limbah tambak udang mengandung
bahan organik yang terdiri atas kotoran

51
udang, sisa pakan, sisa tubuh udang, dan
agregat mikro organisme (plankton) mati
yang sering ditemukan mengendap di dasar
tambak.Menurut Syah (2017) limbah
tambak udang yang mengandung N dan P
yang dapat meningkatkan kesuburan
perairan. Meskipun air limbah dari
pembesaran udang pada umumnya
memiliki kadarpolutan yang tidak terlalu
tinggi, akan tetapi volume yang besar
berdampakmerugikan lingkungan.Kadar
polutannya sangat tergantung pada lama
pemeliharaan, kepadatan tebar, substrat
kolam dan konstruksi.
Air limbah umumnya memiliki kadar
yang cukup tinggi pada parameter mutu air
seperti
a. Biological Oxigen Demand (BOD),
b. Total Suspended Solid (TSS),
c. Total Organik,
d. kekeruhan,
e. Total Nitrogen (TN) dan
f. Total Phosphat (TP).
Kadar BOD air limbah pada saat
panen adalah sekitar < 100 mg/L, namun

52
demikian kadarnya ditemukan sekitar 100-
1000 mg/L pada buangan air limbah yang
berbentuk padatan (lumpur). Hal yang
serupa juga ditemukan pada parameter
TSS dan kekeruhannya. Kadar polutan air
limbah yang dibuang ke lingkungan
semakin yang tinggi dengan meningkatnya
padat tebar (Tabel 1). Padat penebaran
tinggi memberikan konsekuensi terhadap
beban limbah yang dihasilkan, disebabkan
retensi nitrogen (N) dan fosfor (P) pakan
pada pembesaran udang vaname, masing-
masing adalah 22,27% dan 9,79%
sehingga nutrien yang terbuang ke
lingkungan perairan tambak masing-masing
mencapai 77,73% nitrogen dan 90,21%
fosfor.
Tabel 1. Beban Limbah yang terbuang
ke lingkungan perairan pada
pembesaran udang vaname dengan
kepadatan berbeda (Syah et al., 2014).

Padat Penebaran Beban Limbah


(ek/m2) N (kg) P (kg)
550 108,49 56,13
500 406,57 100,33
600 532,30 119,50

53
Pada air limbah dengan tambak udang
superintensif dengan padat penebaran 750-
1.250 ekor/m2 mengandung rataan TSS
798-924 mg/L;Total Organik 81,227-88,641
mg/L; TN 9,8389-14,4260 mg/L; dan TP
7,8770-11,8720 mg/L. Sedimen yang
terbentuk dapat mencapai 18,2-21,9 ton/0,1
ha/siklus produksi udang.

54
BAB III
PENGELOLAAN LIMBAH BUDIDAYA
UDANG VANAME

A. Prinsip Pengelolaan Air Limbah


Prinsip pengolahan air limbah adalah
melakukan perbaikan mutu air limbah agar
saat dibuang ditdak mencemari lingkungan
(perairan umum). Perbaikan mutu air
limbah dilakukan dengan cara:
1. Memisahkan padatan dari air limbah;
2. Mengurangi polutan dari air limbah
sehingga mutu air hasil pengolahan
IPAL tidak lebih buruk dari lingkungan
sekitarnya;

B. Pengelolaan Limbah Padat Secara


Mekanis
Kandungan unsur hara pada limbah
padat tambak udang super intensif yaitu N
sebanyak 0,67%, P2O5 sebanyak 4,78%,
K2O sebanyak 1%, C organik sebanyak
17,84% dengan pH sekitar 6,25 dan kadar
air 15,60%. Limbah cair tersebut dapat
berpotensi baik jika di olah dengan baik.

55
Namun bisa juga membahayakan
lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.

Gambar. Kolam Penampungan Limbah


Padat

Gambar. Pengangkatan Limbah Padat


Budidaya Udang Vaname

56
Gambar. Kondisi Kolam Tambungan
Setelah Limbah Padat diangkat

C. Pengelolaan Air Limbah secara Mekanis


Pengolahan limbah secara mekanis
dilakukan melalui proses
pengendapan/sedimentasi untuk
mengurangi TSS. Proses pengendapan
dapat dilakukan dengan beberapa cara,
seperti dengan penyaringan ataupun
dengan memperlambat kecepatan aliran air
sehingga tidak melebihi 20 m/detik.
Penggunaan saringan pada wadah
pengendapan cukup efektif mengurangi
kadar padatan air limbah sehingga dapat
mengurangi kerusakan pada sistem
pemompaan dan unit peralatan pemisah
lumpur (sludge removal equipment)
misalnya weir, block valve, nozle, saluran

57
serta perpipaan. Screen atau saringan
dapat dikelompokkan menjadi dua yakni
saringan kasar (coarse screen) dan
saringan halus (fine screen). Saringan
kasar diletakkan pada awal
proses.Saringan halus dapat menggunakan
saringan kasa dengan mesh size 1 mm
(kasa hijau) hingga meshsize 2,5 mm
(waring hitam). Atau dengan jenis bahan
yang lain yang mudah didapatkan.

D. Pengelolaan Air Limbah Secara


Biologis/Mikrobiologi
Proses pengolahan air limbah yang
mengandung polutan senyawa
organik,untuk menguraiknnya digunakan
teknologi yang sebagian besar
menggunakan aktifitas mikroorganisma
yang disebut dengan “Proses Biologis”.
Proses pengolahan air limbah secara
biologis tersebut dapat dilakukan pada
kondisi aerob, kondisi anaerob atau
kombinasi anaerob dan aerob. Proses
biologis dengan kondisi aerob biasanya
digunakan untuk pengolahan air limbah

58
dengan beban BOD yang tidak terlalu
besar, sedangkan proses biologis
anaerobik digunakan untuk pengolahan air
limbah dengan beban BOD yang sangat
tinggi Pengolahan air limbah secara
biologis secara garis besar dapat dibagi
menjadi tiga yakni
1. Proses biologis/MIkrobiologi dengan
biakan tersuspensi (suspended culture),
proses biologis dengan biakan melekat
(attached culture) dan proses
pengolahan dengan sistem lagoon atau
kolam. Proses biologis dengan biakan
tersuspensi adalah sistem pengolahan
dengan menggunakan aktifitas
mikroorganisme untuk menguraikan
senyawa polutan air limbah.
Mikroorganisma yang digunakan
dibiakkan secara tersuspensi di dalam
suatu reactor yang secara reguler di
tebarkan pada air limbah. Beberapa
contoh proses pengolahan dengan
sistem ini antara lain: proses lumpur
aktif standar atau konvesional (standard
activated sludge), step aeration, contact

59
stabilization, extended aeration,
oxidation ditch (kolam oksidasi sistem
parit) dan lainya.
2. Proses biologis/Mikrobiologi dengan
biakan melekat yakni proses
pengolahan limbah dimana
mikroorganisma yang digunakan
dibiakkan pada suatu media sehingga
mikroorganisma tersebut melekat pada
permukaan media. Proses ini disebut
juga dengan proses biofilm. Beberapa
contoh teknologi pengolahan air limbah
dengan cara ini antara lain :trickling
filter, biofilter tercelup, reaktor kontak
biologis putar (rotating biological
contactor, RBC), contact
aeration/oxidation (aerasi kontak) dan
lainnya.
3. Proses pengolahan air limbah secara
biologis/Mikrobiologi dengan lagoon
atau kolam. Proses ini dengan
menampung air limbah pada suatu
kolam yang luas dengan waktu tinggal
yang cukup lama sehingga senyawa
polutan air limbah akan terurai oleh

60
aktifitas mikroorganisma yang tumbuh
secara alami. Untuk mempercepat
proses penguraian senyawa polutan
atau memperpendek waktu tinggal
dapat digunakan aerasi. Contoh proses
pengolahan air limbah dengan cara ini
adalah kolam aerasi atau kolam
stabilisasi

Gambar. Kolam Penampungan Air


Limbah

61
BAB IV
PEMANFAATAN LIMBAH CAIR BUDIDAYA
VANAME SEBAGAI PUPUK ORGANIK CAIR

A. Persiapan Bahan Baku


Pupuk merupakan unsur yang
diberikan ke tanaman melalui tanak baik
pupuk organic maupun anorganik. Tujuan
pemberian pupuk ini yaitu untuk
mengganikan unsuur hara yang tidak ada di
dalam tanah, sehingga dapat meningkatkan
produksi tanaman.
Pupuk berperan untuk meningkatkan
produksi komoditas pertanian. Azas yang
harus diperhatikan dalam pembuatan
pupuk di tingkat pertanian yaitu jumlah,
jenis, tempat, waktu, harga serta mutu.
Pupuk terbagi menjadi dua yaitu pupuk
buatan dan alam. Pupuk yang dibuat dari
bahan alami merupakan pupuk alam atau
pupuk organik. Pupuk buatan merupakan
pupuk yang diproduksi oleh pabrik yang
kandungannya terdapar unsur hara yang
dibutuhkan tanaman. Contoh dari pupuk
an-organik yaitu pupuk N (Urea), P(TSP),
KCL dan lainnya.

62
Kandungan dari pupuk organik yaitu
unsur C dan N dengan jumlah yang
bervariasi. Keseimbangan unsur yang
terdapat dalam pupuk tersebut
berpengaruh dalam menjaga kesuburan
tanah. Nisbah C/N pada tanah yang subur
berkisar 1-2.
Pupuk organik merupakan bahan
bahan yang digunakan untuk menjaga
tanah yang paling baik dan alami daripada
pupuk buatan/sintesis. Kandungan pupuk
organic yaitu hara makro N, P, K yang tidak
tinggi akan tetapi kandungan hara tersebut
dalam jumlah yang cukup yang dibutuhkan
oleh tanaman. Penggunaan pupuk organik
tidak menyebabkan terjadinya erosi
mencegah terjadinya retakan tanah, dan
mencegah crystung atau pergerakan tanah.
Penggunaan pupuk organik dapat
diterapkan seperti pupuk anorganik.
Pupuk organic dapat mencegah
terjadinya erosi, pergerakan permukaan
tanah (crystung) dan retakan tanah.
Penempatan pupuk organic kedalam tanah
dapat dilakukan seperti pupuk anorganik.

63
POC atau Pupuk Organik Cair
merupakan jenis pupuk organik yang
dipakai dalam pertanian organic. POC
adalah larutan yang didapatkan dari hasil
fermentasi berbagai bahan organic.
Fermentasi tersebut didapatkan dari
kotoran hewan, hasil sisa tanaman, sisa
kotoran manusia. Salah satu kelebihan dari
pupuk organic cair ini adalah daoat
menyediakan haran dan mengatasi
defisiensi unsur hara dengan cepat. Pupuk
organic cair termasuk bahan penting dalam
usaha membuat tanah menjadi subur dan
digunakan untuk menambah nutrisi
tanaman.
Pupuk organic cair terbuat dari
pembusukan sisa sisa bahan organic yang
dapat diperoleh dari sisa kotoran hewan
seperti sampah ayam , ikan, udang dan
kulit telur kemudian sampah tanaman
seperti sayuran dan buah. Serta kotoran
manusi.) Pupuk organic cair diklasifikasikan
menjadi beberapa yaitu :
1) Pupuk cair limbah organic
2) Pupuk cair kandang

64
3) Pupuk cair limbah manusia

Menurut Permentan
No.70/Permentan/SR.140/10/2011

Tabel 1. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk


Cair Organik

65
Persyaratan teknis Minimal Pupuk Organik dari
Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri

1. Kandungan Hara Pupuk Organik Cair


Bahan kimia organic dapat digunakan
untuk menyediakan unsur hara yang
diperlukan oleh tanaman
a. Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur
hara yang yang dibutuhkan tanaman
dalam membentuk bagian vagetatif
tanaman seperti akar batang dan

66
daun. Akan tetapi jika terlalu banyak
nitrohem dapat memperhambat
proses pembentukan bunga dan
buah pada tanaman. Nitrogen pada
tanaman berfungsi sebagai:
1) Meningkatkan pertumbuhan pada
tanaman
2) Menyehatkan pertumbuhan daun,
melebarkan daun, membuat warna
lebih hijau pada daun
3) Menambah protein dalam tubuh
tanaman
4) Meningkatkan perkembangbiakan
mikroorganisme dalam tanah.
Nitrogen akan diserap oleh
tumbuhan melalui akar dalam bentuk
NO3 (Nitrat) dan NH4+ (amonium), akan
tetapi nitrat akan tereduksi menjadi
amonium. Jika unsur Nitrogen yang
diperlukan oleh tumbuhan tidak tercukupi
dapat terindikasi dengan warna pada
daun yang berwarna hijau agak
kekuningan berubah menjadi kuning.
Jaringan daun yang mati menyebabkan
daun menjadi kering dan berwarna

67
merah kecoklatan. Pada tanaman yang
dewasa dapat menghambat pembuahan.
Jika kandungan unsut N rendah dapat
menyebabkan daun menjadi berserat.
Hal tersebut dikarenakan membrane sel
pada daun menjadi tebal, sedangkan
ukuran selnya kecil.
b. Fosfor
Fosfor diserap oleh tanaman dalam
bentuk H2PO4- dan HPO4-. Fungsi fosfor
pada tanaman yaitu :
1) Mempercepat pertumbuhan akar
2) Mempercepat tanaman muda
menjadi tanaman dewasa.
3) Mempercepat pembungaan dan
pemasakan pada buah dan biji
4) Kemudian meningkatkan jumlah biji .
Fosfor didalam tanah
dikategorikan menjadi 2 bentuk yaitu
organis dan bentuk anorganis. P pada
tanaman berfungsi sebagai zat yang
membangun dan mengiiat senyawa-
senyawa organis. Fospat berpungsi
untuk mempercepat tumbuhnya akar
semai, mempercepat tumbuhan

68
tanaman, meningkatkan jumlah biji-bijian
dan memberi kekuatan pada tubuh
tanaman padi-padian. Unsur P
dibutuhkan sebagai bahan yang
membentuk bunga dan buah.
c. Kalium
Kalium terdapat pada bagian
tanaman yang mengandung protein dan
sel-sel muda tanaman zat kalium dapat
mudah terlarut dan terfiksasi di tanah.
Kalium pada tanaman diserap dalam
bentuk K+. Kalium berfungsi untuk
1) Pembentuk karbohidrat dan protein
2) Memberi tekstur keras pada jerami
dan bagian kayu
3) Membuat tanaman menjadi resistensi
terhadap penyakit
4) Meningkatkan kualitass buah atau biji
tanaman
d. Kalsium
Kalsium pada tanaman terdapat di daun
yang berbentuk kalsium pektat tepatnya
terletak di lamella pada dinding sel.
Kalsium juga dapat ditemukan di batang
dan berpengaruh terhadap tumbuhnya

69
bulu akar dan ujung akar. Kalsium pada
tanaman diserap dalam bentuk Ca++.
Kalsium berfungsi sebagai berikut
1) Sebagai penetral asam organic yang
dihasilkan dai metabolisme
2) Membantu pertumbuhan akar
3) Penetral asam pada tanah, pengurai
bahan organik.
e. Magnesium
Magnesium merupakan bagian dari
klorofil.
f. Belerang

Unsur hara tamanam merupakan unsur


yang diserap oleh tumbuhan. Unsur
kimiawi yang merupakan unsur esensial
dalam unsur hara tamanan memenuhi
tiga kriteria yaitu
1) Unsur yang terlibat dalam kesediaan
nutrisi yang dibutuhkan oleh
tanaman
2) Unsur yang tanaman yang dapat
melengkapi siklus hidupnya
Jika tanaman mengalami defesiensi hanya
dapat diperbaiki dengan unsur tersebut.

70
Keuntungan penggunaan pupuk organik
sebagai berikut:
a. Pupuk organik dapat memperbaiki
struktur tanah
b. Tanah dapat menyerap air lebih
banyak sehingga tidak mudah
kekeringan pada saat musim
kemarau
c. Unsur hara yang terkandung
lengkap
d. Aktivitas mikroorganisme didalam
tanah meningkat. Mikroorganisme
di tanah dapat menjadi pengurai
bahan organik sehingga dapat
digunakan oleh tanaman.
Sedangkan kekurangan dari pupuk
organik yaitu:
a. Unsur hara pada pupuk organik
lebih sedikit dibandingkan dengan
pupuk anorganik
b. Tidak dapat langsung di serap oleh
tanaman

71
B. Prosedur Pembuatan
Prosedur pembuatan pupuk cair
diawali dengan persiapan alat dan bahan
yang dibutuhkan. Dalam pembuatan pupuk
organik cair ini menggunakan prinsip
fermentasi. Proses metabolisme yang
dibantu oleh enzim mikrobia atau jasad
renik untuk melakukan reduksi oksidasi dan
hidrolisis serta reaksi kimia lain yang
menyebabkan terjadinya perubahan kimia
pada suatu subtrat organik untuk
menghasilkan suatu produk. Proses
fermentasi mengakibatkan perubahan pada
sifat dan bahan pangan, hal tersebut
diakibatkan dari pecahnya kandungan
bahan tersebut. Perubahan struktur bahan
kimia seperti kandungan asam amino, pH,
Karbohidrat, kelembaban dan aroma.
Semuanya mengalami perubahan akibat
aktivitas dan perkembangbiakan
mikroorganisme selama fermentasi. Melalui
fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh
enzim– enzim tertentu terhadap bahan
yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa
dan hemiselulosa menjadi gula sederhana.

72
Fermentasi sering didefinisikan
sebagai proses pemecahan karbohidrat
dan asam amino secara anaerobik yaitu
tanpa memerlukan oksigen. Karbohidrat
terlebih dahulu akan dipecah menjadi unit -
unit glukosa dengan bantuan enzim
amilase dan enzim glukosidase, dengan
adanya kedua enzim tersebut maka pati
akan segera terdegradasi menjadi glukosa,
kemudian glukosa tersebut oleh khamir
akan diubah menjadi alkhohol.
Akan tetapi fermentasi urin sebagai
pupuk organik cair yang dilakukan oleh
bakteri ternyata juga terdapat beberapa
kelemahan, diantaranya tidak semua
nitrogen diubah menjadi bentuk yang
mudah diserap akan tetapi dipergunakan
oleh bakteri-bakteri itu sendiri untuk
keperluan hidupnya. Kemudian dampak lain
yang adalah terjadi perubahan-perubahan
yang merugikan dimana nitrogen menguap.
Di dalam pupuk cair nitrogen terdapat
sebagai ureum CO(NH2)2, NH4, NO3 dan
asam urin C3H4N4O3. Yang terpenting dan
mempunyai nilai pemupukan tertinggi

73
adalah ureum karena nitrogen yang sangat
tinggi (48 %), banyak terdapat dalam air
kencing sangat mudah dan cepat dirubah
oleh bakteri-bakteri menjadi amonium
karbonat.
Fermentasi urin bertujuan
menghasilkan pupuk cair dengan bahan
dasar urin dengan komposisi yang
dihasilkan menjadi lebih baik, dengan
sentuhan inovasi tekhnologi, limbah urin
sebagai nutrisi tanaman sehingga
menjadikan salah satu pendapatan bagi
setiap peternak. salah satu pupuk organik
memberikan hasil yang cukup menjanjikan
selain sebagai dekomposer. Pupuk organik
mempunyai efek jangka panjang yang baik
bagi tanah.
Prosedur pembuatan pupuk organik
cair dengan memanfaatkan limbah cair
budidaya udang vaname sebagai berikut:
a) Alat dan bahan
1) Ember
2) Pengaduk
3) Gelas Ukur
4) Molase

74
5) Urin sapi
6) Limbah cair budidaya udang
Vaname
7) EM4
b) Prosedur Pembuatan
1) Siapkan Alat dan Bahan
2) Siapkan limbah budidaya udang
Vaname sebanyak 100 ml

Gambar. Limbah Cair Budidaya Udang Vaname

75
3) Ukur Urin sapi sebanyak 250 m

Gambar. Pengukuran Urin Sapi


4) Ukur Molase sebanyak 20 ml

Gambar. Pengukuran Molase

76
5) Ukur EM4 sebanyak 20 ml.

Gambar. Pengukuran EM4


6) Campurkan urin sapi pada air limbah budidaya
udang Vaname.

Gambar. Penambahan Urin pada air limbah


budidaya udang vaname

77
7) Tambahkan molase

Gambar. Penambahan Molase

8) Tambahkan EM4 lalu aduk rata.

Gambar. Penambahan EM4

78
Gambar. Pengadukan Semua Bahan
9) Masukan campuran semua bahan yang
sudah teraduk kedalam botol dan tutup
botol.

Gambar. Pemindahan POC Kedalam Botol


Tertutup

79
Gambar. Penutupan Botol

10) Diamkan selama 14 hari agar proses


fermentasi berlangsung secara optimal.

Gambar. Proses fermentasi

80
DAFTAR PUSTAKA

Agrikan. 2019. Siklus Hidup Udang


Vaname. Diakses Pada 12 Agustus
2021. https://agrikan.id/siklus-
hidup-udang-vaname/

Aji, Bayu Selo, dkk. 2020. Pupuk Organik


Cair COSIWA. Yogyakarta:
Universitas Ahmad Dahlan.

Anderson, E.W., 1998, Customer


Satisfaction and Word of Mouth,
Journal of Service Research, Vol.
1(1), pp. 5-17.

Dewi, Asih Fitriana, Agus Sutanto. 2017.


Pengaruh komposisi media tanam
dan aplikasi pupuk lcn (limbah cair
nanas) terhadap pertumbuhan
tanaman tin (ficus carica l.) Sebagai
sumber belajar biologi. Jurnal
Lentera Pendidikan Pusat
Penelitian LPPM UM METRO Vol.
2. No. 2, Desember 2017.

Febrianto, J., Purwanto, M. Y. J., &


Waspodo, R. S. B. (2016).
Pengolahan air limbah budidaya
perikanan melalui proses anaerob
menggunakan bantuan material
bambu. Jurnal teknik sipil dan

81
lingkungan, 1(2), 83-90.
Sastrosupardi et al., 2004)

Haliman, Rubiyanto Widodo dan Adijaya S,


Dian. 2006. Udang Vannamei.
Jakarta: Penebar Swadaya.

Hadisuwito, S. (2007). Membuat Pupuk


Kompos Cair. Jakarta: Agro Media
Pustaka.

Hidayat Suryanto Suwoyo, Muhammad


Chaidir Undu, dan Makmur. 2014.
Laju Sedimentasi Dan Karakterisasi
Sedimen Tambak Super Intensif
Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei). Prosiding Forum
Inovasi Teknologi Akuakultur 2014

Katie, Crish, and Amanda. Shrimp


Reproduction. Diakses pada 12
Agustus 2021.
http://shrimpreproduction.weebly.co
m/.

Kementerian Kelautan Dan Perikanan


Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya. 2019. Petunjuk teknis
instalasi pengolahan air limbah
pembesaran udang.

Knorre. Depositphotos. Vibrio Sp. Diakses


Pada 13 Agustus 2021.

82
https://id.depositphotos.com/stock-
photos/vibrio-
sp.html?qview=6680709

Nuntung, Sakaria; Idris, Andi Puspa Sari;


Wahidah. 2018. Teknik
Pemeliharaan Larva Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei) di
PT Central Pertiwi Bahari,
Rembang, Jawa Tengah. Prosiding
Seminar Nasional 2018 Sinergitas
Multidisiplin Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, ISSN: 2622-0520.
Politeknik Pertanian Negeri,
Pangkajene Kepulauan.
Supito. 2017. Teknik Budidaya Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei).
Jepara: Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Payau (BBPBAP)
Jepara.

Tangguda, Sartika, Diana Arfiati , Arning


Wilujeng Ekawati. 2015.
Karakterisasi Limbah Padat
Tambak Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) untuk
Kultur Murni Chlorella sp..
Proceedings Seminar Nasional
FMIPA UNDIKSHA V Tahun 2015.

83
Tim Perikanan WWF-Indonesia. 2014.
BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
Tambak Semi Intensif dengan
Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). Jakarta: WWF-Indonesia.

Wyban, James.A, And Sweeney, James N.


1991. Intensive Shrimp Production
Technology. The Oceanic Institute
Shrimp Manual. Honolulu, Hawai,
USA. 158 Halaman.

Yuliati, Evi. 2009. Analisis Strategi


Pengembangan Usaha
Pembenihan Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei). Skripsi.
IPB.

84
85

Anda mungkin juga menyukai