Regita Widya Pramesti - Lingkungan Abiotik
Regita Widya Pramesti - Lingkungan Abiotik
BIOLOGI
LAPORAN RESMI
Lingkungan Abiotik
Regita Widya
21033010013
FAKULTAS TEKNIK
PENDAHULUAN
Salah satu cabang biologi adalah Ekologi, yaitu pengkajian mengenai interaksi
antara mahluk hidup dengan lingkungannnya. Menurut E. Haeckel, ekologi adalah
suatu keseluruhan pengetahuan yang berkaitan dengan hubungan. Hubungan total
atau organisme dengan lingkungannya, baik yang bersifat organik (biotik) maupun
anorganik (abiotik) (Ramlawati, dkk, 2017).
Lingkungan merupakan semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan
langsung mempengaruhi kehidupan pertumbuhan dan reproduksi organisme.
Lingkungan abiotik merupakan suatu komponen atau faktor yang segala sesuatunya
tidak bernyawa, yaitu seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya dan bunyi
[ CITATION Suw11 \l 1033 ].
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa
dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap
unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi [ CITATION Hut10 \l 1033 ].
Ekologi memandang mahluk hidup sesuai dengan perannya masing-masing
dan memandang individu dalam species menjadi salah satu unsur terkecil di alam.
Semua mahluk hidup di alam memiliki peran yang berbeda dalam menyusun
keharmonisan irama keseimbangan. Pada suatu tempat populasi suatu tumbuhan
mempengaruhi populasi tumbuhan lain. Populasi jenis tumbuhan pohon akan
memepengaruhi populasi tumbuhan yang hidup pada pohon-pohon itu serta yang
tumbuh di bawah naungannya, keseluruhan populasi di tempat tertentu membentuk
komunitas. Dalam kelangsungan hidup komunitas selalu terjadi interaksi bukan hanya
antar populasi dalam komunitas itu tetapi dengan faktorfaktor geologi, kimia serta fisika
lingkungan. Interaksi ini terutama dalam aliran materi dan energi membentuk suatu
sistem yang dikenal sebagai ekosistem (Ramlawati, dkk, 2017).
2.1. Tujuan
Mengukur dua faktor dalam lingkungan abiotik yang penting untuk
dipertimbangkan dalam membedakan ekosistem.
2.2. Manfaat Praktikum
Mahasiswa mampu mengukur dua faktor dalam lingkungan abiotic yang penting
untuk dipertimbangkan dalam membedakan ekosistem.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor bioekologi secara umum terbagi atas dua yakni faktor fisik atau abiotik
yang terdiri atas faktor-faktor lingkungan yang bersifat non biologis seperti iklim (suhu
udara, kelembaban udara, intensitas cahaya), tanah dan kondisi fisik lingkungan
lainnya. Diketahui bahwa setiap mahluk hidup termasuk vegetasi tumbuhan berada
pada kondisi lingkungan abiotik yang dinamis dalam skala ruang yang bervariasi
disetiap tempat hidupnya. Oleh karena itu setiap tumbuhan harus dapat beradaptasi
menghadapi perubahan kondisi faktor lingkungan tersebut. Namun demikian,
adavegetasi tumbuhan tidak mungkin dapat hidup dalam kisaran faktor-faktor abiotik
yang tinggi, ada jenis vegetasi tumbuhan yang mampu tumbuh dikisarn faktor abiotik
yang tinggi. Faktor bioekologi yang kedua adalah faktor biotik yaitu organisme yang
berpengaruh terhadap organisme lain contoh tumbuhan lain. Tumbuhan dapat tumbuh
dengan berhasil bila lingkungan mampu menyediakan berbagai keperluan untuk
pertumbuhan sesama daur hidupnya. Oleh karena sifat lingkungan tidak hanya
bergantung pada kondisi fisik dan kimia tetapi juga karena kehadiran organisme lain
faktor yang berperan dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, yakni iklim, tanah dan
biotik[ CITATION Par07 \l 1033 ].
1. Suhu
Makhluk hidup memiliki suhu optimum untuk kelangsungan hidupnya. Hal ini di
sebabkan karena reaksi kimia dalam tubuh organisme dipengaruhi oleh kualitas
suhu lingkungan. Pada umunya organisme senang hidup di tempat yang
suhunya anatar 0º - 40ºC sebab pada suhu di atas 40ºC kebanyakan protein
akan terurai dan rusak . adapun faktor-faktor yang mempengaruhi variasi suhu
adalah lamanya penyinaran, kedudukan matahari terhadap bumi, dan cuaca.
2. Cahaya matahari
3. Air
4. Tanah
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda
menyebabkan organisme yang hidup di dalamnya berbeda. Manusia dapat
memanfaatkan tanah lebih besar dari pada organisme lain. Perlakuan manusia
yang berlebihan pada tanah menyebabkan hilangnya kesuburan tanah dan
tanah menjadi gersang. Tanah terbentuk dari proses penghancuran atau
pelapukan dari batuan induk menjadi bentuk-bentuk berupa partikel yang
sangat halus. Hujan, angin, suhu, aliran sungai, salju serta lumut kerak
(Lichenes) merupakan faktor-faktor yang berperan dalam proses terjadinya
tanah. Proses ini dikenal dengan istilah hancuran iklim.
5. Kelembapan
6. Udara
Udara terdiri dari berbagai macam gas, yaitu nitrogen (78,09%), oksigen
(20,93%), karbon dioksida (0,03%) dan gas-gas lainnya. Nitrogen diperklukan
makhluk hidup untuk membentuk protein. Oksigen digunakan mahluk hidup
untuk bernapas. Karbin dioksida digunakan tumbuhan utnuk fotosintesis.
7. Garam-garam mineral
Garam-garam mineral antara lain ion-ion nitrogen. Fosfat, sulfur, kalsium dan
natrium. Komposisi garam mineral tertentu menentukan sifat tanah dan air.
Derajat keasaman tanah yang terlalu asam atau basa akan menghambat
pertumbuhan tanaman karena setiap tanaman memiliki kadar toleransi berbeda-beda
terhadap pH tanah. Selanjutnya, factor abiotic tanah lainnya yang tidak kalah penting
adalah suhu. Suhu tanah dapat di pengaruhi oleh warna tanah dan vegetasi penutup.
Suhu tanah akan mendekati konstan pada kedalaman tertentu. Dari uraian diatas
tampak bahwa factor abiotic tanah saling berinteraksi satu dengan yang lainnya
[ CITATION Suh15 \l 1033 ].
Faktor yang mempengaruhi suhu tanah yaitu factor luar dan factor dalam. Yang
dimaksud dengan factor luar adalah radiasi matahari, awan, curah hujan, angin, dan
kelembaban udara. Sedangkan faktor dalam yaitu meliputi factor tanah, struktur tanah,
kadar air tanah, kandungan bahan organic, dan warna tanah. Makin tinggi suhu maka
semakin cepat pematangan pada tanaman [ CITATION Ard12 \l 1033 ].
Kelembaban nisbi adalah perbandingan jumlah uap air dalam udara yang ada
dengan jumlah uap air maksimum dalam suhu yang sama. Kelembaban nisbi pada
suatu tempat bergantung pada suhu yang menentukan kapasitas udara untuk
menampung uap air di tempat tersebut. Kandungan uap air ini ditentukan oleh
ketersediaan air ditempat tersebut serta energi untuk menguapkannya [ CITATION Han10
\l 1033 ].
Kelembaban nisbi biasanya diukur dengan menggunakan termometer basah
dan kering, baik secara manual maupun dengan alat Sling Psychrometer dan
Hygrograf. Apabila pembacaan pada kedua termometer basah dan kering sama, maka
kelembaban nisbinya adalah 100%, tetapi apabila pembacaan termometer basah di
bawah termometer kering, maka kelembaban nisbinya kurang dari 100%. Nilai
sebenarnya dapat dilihat pada tabel, tetapi kalau menggunakan Sling Psychrometer
dan hygrometer dapat langsung dibaca pada skala ukurannya [ CITATION Uma12 \l
1033 ].
3.1.1 Bahan :
1. Aquades
3.1.2 Alat :
1. Thermometer Dry and Wet
2. Tabung Erlenmeyer
3. Penggaris
4. Stopwatch
d. Thermometer Dry and Wet pada Lantai 1 Gedung Fakultas Teknik (Lokasi
3) dengan ketinggian 0 cm, 75 cm, dan 150 cm
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Pembahasan
Faktor abiotik suatu ekosistem merupakan keadaan fisik dan kimia yang
menyertai kehidupan organisme sebagai medium dan substrat kehidupan. Komponen
ini terdiri dari segala sesuatu tak hidup dan secara langsung terkait pada keberadaan
organisme. Faktor – faktor abiotik meliputi suhu, tanah, cahaya matahari, air,
kelembapan, udara dan garam - garam mineral. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Muhammad Hasan (2012).
Pada pengukuran yang pertama bertempat di parkiran Fakultas Teknik atau FT.
Berdasarkan hasil pengukuran yang pertama pada ketinggian 0 cm dipermukaan tanah
terlihat suhu di thermometer kering adalah 34°C dan pada thermometer basah adalah
28°C. Dari kedua pengukuran tersebut didapatkan selisih suhu sebesar 6°C. Relative
Humidity yang diperoleh sebesar 54%. Kemudian pada ketinggian 75 cm diatas tanah,
didapatkan suhu pada thermometer kering sebesar 33,5°C dan pada thermometer
basah sebesar 27,5°C. Selisih suhu yang diperoleh adalah 6°C. Relative Humidity
yang diperoleh sebesar 54%. Pada ketinggian 150 cm diatas permukaan tanah,
didapatkan suhu pada thermometer kering sebesar 32°C dan pada thermometer basah
adalah 27°C. Selisih suhu yang diperoleh yaitu sebesar 5°C. Relative Humidity yang
diperoleh adalah sebesar 60%.
5.2 Pertanyaan
1. Pada permukaan tanah yang manakah keadaannya paling dingin dan paling
lembab?
2. Pada permukaan tanah yang manakah keadaannya paling panas dan kurang
lembab?
3. Bagaimanakah perbandingan temperatur dan kelembaban di atas permukaan
tanah dari kedua habitat tersebut di atas?
4. Bagaimanakah perbandingan selisih temperatur terbesar dari satu habitat
dengan selisih temperatur terbesar dari habitat-habitat yang berbeda?
5. Perbedaan-perbedaan apa yang terdapat di antara keempat habitat sehingga
menyebabkan terjadinya perbedaan temperatur dan kelembaban nisbi?
6. Bagaimana pengaruh interaksi faktor biotik dan abiotik terhadap ekosistem?
5.3 Jawaban
A'yun, R. Q., Alaydrus, I., & Ghaffar, A. (2017). Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Katili, A. (2013). DESKRIPSI POLA PENYEBARAN DAN FAKTOR BIOEKOLOGIS TUMBUHAN PAKU
(PTERIDOPHYTA) DI KAWASAN CAGAR ALAM GUNUNG AMBANG SUB KAWASAN
KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR. Jurnal Sainstek, VOL 07, NO 02.
Parinding. (2007). Potensi dan Karakteristik Bio-Ekologis Tumbuhan Sarang Semut di Taman
Nasional Wasur Merauke Papua. Jurnal Sainstek.
Ramlawati, Hamka, H., Saenab, S., & Yunus, S. R. (2017). Ekologi. KEMENTERIAN PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN.
Rasyidi, Alvinsyah, A., Harsa, H., & Boedisantoso, R. (2015). Penentuan Korelasi Perubahan
Kelembaban Relatif terhadap Ketinggian Inversi dan Kualitas Udara Ambien di Kota
Surabaya. Jurnal Teknik ITS, 4(1):106–10.
Rina, S., Sudarmadji, & Djoko, W. (2015). Pengaruh Faktor Abiotik Terhadap Keanekaragaman
dan Kelimpahan Kepiting Bakau di Hutan mangrove Blok Bedul Taman Nasional Alas
Purwo. Jurnal Ilmu Dasar, Vol. 16 No. 2 (63-68).
Saputro, T. H., Fatimah, I. S., & Sulistyantara, B. (2010). STUDI PENGARUH AREA PERKERASAN
TERHADAP PERUBAHAN SUHU UDARA (Studi Kasus Area Parkir Plaza Senayan, Sarinah
Thamrin, dan Stasiun Gambir). Jurnal Lanskap Indonesia, 2(2):76–82.
Suwandi. (2011). Lingkungan Biotik dan Abiotik. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Withamana, Acta, Jaya, I., & Rachmat, A. (2017). Rancang Bangun Perekam Data Kelembaban
Relatif Dan Suhu Udara Berbasis Mikrokontroler. Jurnal Teknologi Perikanan dan
Kelautan, 1(1):73–79.
LAMPIRAN