PSIKOLOGI PENDIDIKAN
(Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan)
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
Nama : MUHARRAM
NIM : 6172121020
Kelas : PKO E 2017
Dosen Pengampu : Rahmilawati Ritonga, S. Pd, M, Pd
Mata Kuliah : Psikologi pendidikan
Saya sangat berharap critical book report ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, saya
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga critical book report sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
Penyusun
Muharram
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................................ii
ISI BUKU
A. Identitas Buku
Buku Pertama
Judul Buku : PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Pengarang : Drs.Sumadi Suryabrata. B.A., M.A., Ed.S., Ph.D.
Penerbit : Rajawali Pers
ISBN : 979-421-082-X
Cetakan : Ke-20
Tahun Terbit : Maret 2013
Tebal Buku : 354 Halaman
Ukuran Buku : 21 cm
Kota : Jakarta
Bahasa Teks : Bahasa Indonesia
Buku Kedua
Judul Buku : PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Pengarang : Dr. Muhibbin Syah, M. Ed
Penerbit : PT Remaja
ISBN : 979-629-518-972-6
Cetakan : ke-15
Tahun Terbit : 2010
Tebal Buku : xi + 268 Halaman
Ukuran Buku : 15x23 cm
Kota : Bandung
Bahasa Teks : Bahasa Indonesia
B. Ringkasan Isi Buku
Ringkasan Buku Pertama
BAB 1
PENDAHULUAN
Psikologis yang berperan dalam proses pendidikan ini dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok yakni:
BAB 2
A. Perhatian
Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju kepada suatu objek. (Stren, 1950, p.
653, dan Bigot, 1950, hlm. 163). Adapun macam-macam perhatian sebagai berikut:
Atas dasar intesitasnya, maka dibedakan menjadi perhatian intensif dan tidak intensif.
Atas dasar cara timbulnya, maka dibedakan manjadi perhatian spontan dan
sekehendak.
Atas dasar luasnya objek yang dikenai perhatian, dibedakan menjadi perhatian
terpencar (distributif) dan terpusat (konsentratif).
Hal-hal yang menarik perhatian dapat kita lihat dari dua segi, yaitu:
1. Dipandang dari segi objek, contohnya dalam sebuah barisan salah seorang diantara
yang berbaris itu memakai baju merah, sedangkan lainnya berbaju putih.
2. Dipandang dari subjek, seperti hal yang bersangkut paut dengan pekerjaan contohnya
seorang bidan sedang ceramah tentang cara merawat bayi.
B. Pengamatan
Manusia mengenal dunia wadag atau dunia riil, baik dirinya sendiri maupun dunia
sekitar tempatnya berada dengan melihat, mendengar, mambau, atau mencecap, cara
mengenal objek yang demikian itu disebut mengamati. Dan modalitas pengamatan itu
dibedakan menurut pancaindera yang dipergunakan untuk mengamati, yaitu penglihatan,
pendengaran, rabaan, pembauan atau penciuman, dan pencecapan.
Menurut objeknya masalah penglihatan digolongkan menjadi tiga, yaitu (1) melihat
bentuk, (2)melihat dalam, dan (3)melihat warna.
Visual,
Auditif,
Taktil,
Gustatif dan Olfaktoris.
D. Fantasi
E. Ingatan
Pribadi manusia beserta aktivitasnya tidak semata-mata ditentukan oleh pengaruh dan
proses yang berlangsung waktu kini, tetapi juga oleh pengaruh dan proses dimasa lampau,
pengaruh dan proses yang lampau ikut menentukan. Secara teori dapat kita bedakan adanya
tiga aspek dalam berfungsinya ingatan itu, yaitu:
F. Berpikir
Perasaan didefinisikan sebagai gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya
berhubungan dengan gejala-gejala mengenal,dan dialami dalam kualitas senang atau tidak
senang dalam berbagai taraf. Perasaan juga bersifat subjektif, bayak dipengaruhi oleh
keadaan diri seseorang.
H. Motif-Motif
Motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai sesuatu tujuan. Menurut Woodworth
dan Marquis (1955: 301-333) motif itu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Microsplancbinis
2. Macrosplancbinis
3. Normasplanbinis
1. Komponen-komponen kejasmanian
2. Komponen-komponen tempramen
3. Komponen-komponen psikiatris
Komponen-komponen kejasmanian terdiri atas tiga macam, yaitu :
a. Struktur Kepribadian
Menurut Freud kepribadian itu terdiri atas tiga system atau aspek antara lain yaitu :
1. Insting-insting hidup.
Fungsi insting-insting hidup ialah melayani maksud individu untuk tetap hidup dan
memperpanjang ras. Bentuk utama dari insting hidup ini adalah insting makan, minum dan
seksual.
2. Insting-insting mati
Fungsi dari insting mati ini yang disebut juga sebagai insting merusak berfungsi
kurangg jelas jikadibandingkan dengan insting hidup, karena itu juga kurang dikenal.
c. Perkembangan Kepribadian
Secara sederhananya dapat dikatakan, bahwa perkembangan kepribadian adalah
belajar mempergunakan cara-cara baru dalam mereduksikan tegangan yang timbul karena
individu menghadapi berbagai hal yang dapat menjadi sumber tegangan yang pokok ialah :
1. Proyeksi
2. Fiksasi
3. Regresi
4. Isolasi
5. Rasionalisasi
6. Transkulpasi
B. Struktur Ketidaksadaran
Ketidaksadaran ini terdiri dari da alam ataubagian lain yaitu ;
1. Ketidaksadaran pribadi.
2. Ketidaksadaran kolektif.
BAB 4
Apabila kita menumpahkan perhatian pada data empiris, maka diketahui bahwa
masalah sifat hakikat inteligensi itu berjalin rapat dengan masalah-masalah lain, seperti :
a) Bagaimanakah jalan perkembangan inteligensi itu pada anak-anak yang normal, dan
pada anak-anak kurang normal?
b) Sejauh manakah perkembangan inteligensi itu dipengaruhi oleh faktor-faktor dasar, dan
sejauh mana dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan ?
c) Bagaimanakah kita dapat membedakan inteligensi dan prestasi belajar sebagai hasil
didikan ?
Disini secara garis besar akan dikemukakan berbagai konsepsi mengenai inteligensi
itu, yang merupakan jawaban bagi pertanyaan “Apakah inteligensi itu ?” yang tersebut di
muka. Konsepsi-konsepsi tersebut pad dasarnya digolongkan menjadi lima kelompok, yaitu :
a. Inteligensi umum
Ebbinghaus (1897) memberi definisi inteligensi sebagai kemampuan untuk
membuat kombinasi.
Terman (1921) memberi definisi inteligensi sebagai kemapuan untuk berfikir
abstrak.
Thorndike memberi definisi inteligensi sebagai hal yang dapat dinilai dengan
taraf ketidaklengkapan daripada kemungkinan-kemungkinan dalam
perjuangan hidup individu.
b. Inteligensi sebagai kesatuan daripada daya-daya jiwa formal
Jadi menurut konsepsi ini inteligensi adalah persatuan (kumpulan yan g dipersatukan)
daripada daya-daya jiwa yang khusus. Karena itu pengukuran mengenai inteligensi juga dapat
ditempuh dengan cara mengukur daya-daya jiwa khusus itu, misalnya daya mengamati, daya
memproduksi, daya berfikir, dan sebagainya.
Konsepsi-konsepsi ini timbul dari keyakinan, bahwa apa yang diselidiki (dites)
dengan tes inteligensi itu adalah inteligensi umum.Jadi inteligensi diberi definisi sebagai taraf
umum yang mewakili daya-daya khusus.
Binet menyatakan sifat hakikat inteligensi itu ada tiga macam, yaitu :
B. Pengukuran Inteligensi
1. Perkembangan Tes Inteligensi Pada Umumnya
Kalau kita berbicara mengenai perkembangan tes inteligensi pada umumnya, maka
secara garis besarnya perkembangan itu dapat kita gambarkan melewati empat fase, seperti
disajikan berikut ini :
a) Fase persiapan, yaitu fase dimana para ahli sedang mencari/berusaha mendapatkan
tes inteligensi.
b) Fase kedua, yaitu fase naif, yaitu fase dimana orang menggunakan tes inteligensi
yang telah tersusun tanpa kritik.
c) Fase ketiga, yaitu fase mencari tes yang bebas dari pengaruh kebudayaan (culture
free test).
Setelah usaha-usaha untuk mencari tes yang bebas dari pengaruh kebudayaan itu
gagal, dan memberikan kesimpilan, bahwa bagaimanapun juga tes inteligensi terpengaruh
oleh kebudayaan, maka orang lalu bersikap kritis
Sehubungan dengan hal ini maka dibawah ini dikemukakan beberapa saran praktis,
yang kiranya dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan.
a) Karena tes inteligensi tergantung kepada kebudayaan, maka jangan mempergunakan
tes yang disusun di luar Negeri untuk mentes anak-anak didik kita begitu saja,
b) IQ tidak semata tergantung kepada dasar, karena itu prasangka bahwa anak orang
yang kurang cerdas juga perlu diperngaruhi,
c) Karena IQ tidak semata-mata tergantung kepada dasar dan tidak konstan, maka jika
sekiranya dipergunakan tes inteligensi, janganlah hendaknya testing sekali dianggap
menentukan.
d) Karena kemungkinan adanya kekeliruan dalam tes itu sendiri maka kiranya adalah
tugasnya para ahli untuk selalu menipu dan merevisi tes-tes yang telah terbentuk.
e) Karena tes inteligensi bukanlah hal yang serba dapat menentukan, maka sebaiknya
jangan dipakai sebagai satu-satunya dengan alat-alat yang lain.
Gejala ini, yang disebut oleh Wechler disebut mental deterioration tidak dapat
dilayani (diperhatikan) apabila orang mempergunakan tes Binet yang hanya mempunyai satu
jenis skala untuk orang dewasa. Kecuali iu menurut Wechler skala umur juga kurang
memadai. Karena itulah maka disusun skala yang khusus untuk orang dewasa yang
mempergunakan skala nilai.
4. Soal-soal Praktis
a. Cara Mendapatkan IQ :
Jadi untuk memperoleh IQ kita harus tau, MA, dan CA. MA dapat diperoleh
dengan cara :
1) Anak yang kita tes berikan soal, kita mulai dari soal-soal (item) untuk umur
yang paling rendah, berturut-turut item untuk umur-umur yang berikut nya,
sampai pada pertanyaan/item dimana si testee itu tidak dapat
menyelesikannya sama sekali.
2) Setelah itu kita hitung MA anak yang kita tes itu.
BAB 5
William B. Michael member defenisi mengenai bakat sebagai berikut “An aptitude
may be defined as a person’s capacity, or hypothetical potential, for acquisition of a certain
more or less weeldefined pattern of behavior involved in the performance of a task respect to
which the individual has had little or no previous training (Michael, 1960: 59).
Orientasi yang lebih luas mengenai berbagai pendapat tentang bakat menunjukkan,
bahwa analisis tentang bakat selalu seperti setiap analisis psikologis yang lain merupakan
analisis tentang tingkah laku. Dan dari analisis tentag tingkah laku itu kita ketemukan bahwa
dalam tingkah laku itu kita dapatkan gejala sebagai berikut:
1. Dimensi Perseptual.
2. Dimensi Psiko-motor.
3. Dimensi Intelektual.
Menurut sejarahnya usaha pengenalan bakat itu mula-mula terjadi pada bidang kerja
atau jabatan, tetapi kemudian juga dalam bidang pendidikan. Sampai sekarang boleh
dikatakan belum ada tes bakat yang cukup luas daerah pemakainnya seperti tes inteligensi.
BAB 6
PERKEMBANGAN INDIVIDU
Jadi pada garis besarnya para ahli sependapat, bahwa perkembangan itu adalah suatu
proses. Tetapi apablia persoalan kita lanjutkan dengan mempersoalkan proses apa, maka
disini kita dapatkan lagi bermacam-macam jawaban, yang pada pokoknya berpangkal pada
pendirian masing-masing ahli.
1. Aliran Asosiasi
Salah seorang tokoh aliran asosiai ini yang terkenal adalah John Locke. Locke
berpendapat bahwa pada permulaannya jiwa anak itu adalah bersih seminal selembar kertas
putih, yang kemudian sedikit demi sedikit terisi oleh pengalaman atau empiri. Dalam hal ini
Locke membedakan adanya dua macam penglaman, yaitu :
a. Pengalaman luar, yaitu pengalaman yang diperoleh dengan melalui panca indera, yang
menimbulkan sentation, dan
b. Pengalaman dalam, yaitu pengalaman mengenai keadaan dan kegiatan batin sendiri, yang
menimbulkan Reflexions.
2. Psikologis Gestalt
c. Aliran Sosiologis
Para ahli mengikuti aliran nativisme berpendapat, bahwa perkembangan individu itu
semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir (natus artinya lahir), jadi
perkembangan individu itu semata-mata tergantung kepada dasar.
2. Empirisme
3. Konvergensi
Paham konvergensi ini berpendapat, bahwa didalam perkembangan individu itu baik
dasar atau pembawaan maupun lingkungan memainkan peranan penting. Bakat sebagai
kemungkinan telah ada pada masing-masing individu ; akan tetapi bakat yang sudah tersedia
itu perlu menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat berkembang.
Pendapat Aristoteles
Fase I Dari 0;0 sampai kira-kira 13;0 disebut Fiillings periode I; pada masa ini kelihatan
pendek gemuk;
Fase II dari kira-kira 3;0 sampai kira-kira 7;0 disebut Sterckungs periode I; pada masa ini
anak kembali kelihatan pendek gemuk.
Fase III dari kira-kira 7;0 sampai kira-kira 13;0 disebut fullungs periode II ;pada maa ini
anak kembali kelihatan pendek gemuk.
Fase IV dari kira-kira 13;0 sampai kira-kira 20;0 disebut sterckungs periode II; pada masa ini
anak kembali kelihatan langsing.
Dasar didaktis yang dipergunakan oleh para ahli disini ada beberapa kemungkinan,
yaitu :a) apa yang harus diberikan kepada anak-anak didik pada masa-masa tertentu, b) masa-
masa tertentu, dan c) kedua hal yang telah disebut kan diatas itu bersama-sama.
Kroh berpendapat bahwa apabila orang berbicara tentang psikologis maka yang
dipakai sebagai landasan haruslah juga keadaann psikologis anak, bukan keadaan biologis
atau keadaan yang lain lagi.
Disamping apa yang telah dikemukakan diatas itu, yang kesemuannya
mempersoalkan periode extra-uterin (periode di luar kandungan ), sejumlah ahli menaruh
perhatian juga kepada periode intra-uterin (yaitu periode ketika anak masih didalam
kandungan).
Salah satu penyelidikan dalam lapangan ini yang dilakukan telah lama berselang,
tetapi yang kiranya nilainya masih tetap, adalah penyelidikan Ch.Buhler. Ch.Buhler
menyelidiki 8.000 orang anak di Wina antara umur 8;0 sampai 20;0 mengenai kegemaran
akan bacaan ini.
5. Masa Remaja
1) Masa Praremaja
Masa ini ditandai oeh sifat-sifat negatif pada si remaja sehingga masa ini seringkali
disebut masa atau fase negatif. Adapun sifat-sifat negatif itu adalah sebagai berikut :
BAB 7
Masalah mendidik adalah masalah setiap orang karena setiap orang sejak dahulu
hingga sekarang, berusaha mendidik anak-anaknya atau anak-anak lain yang diserahkan
kepadanya untuk didik. Demikian pula masalah belajar dan mengajar yang dapat dikatakan
sebagai tindak pelaksanaan usaha pendidikan adalah masalah setiap orang. Tiap orang boleh
dikatakan selalu belajar dan juga dalam arti tertentu mengajar misalnya guru mengajar para
olahragawan, ibu rumah tangga mengajar pembantu rumah tangga, dokter mengajar pasien-
pasiennya tentang cara-cara penjagaan kesehatannya, kepala kantor mengajar pegawai-
pegawainya dsb.
a. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia lebih luas.
b. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu
maju.
c. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-
teman.
d. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang
baru, baik dengan koperasi mau pun dengan kompetisi.
e. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.
f. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar (Frandsen,
1961:216).
Maslow (menurut Frandsen, 1961:234) mengemukakan motif-motif untuk belajar yakni:
Perumusan yang secara jelas yang mula-mula kiranya kita dapatkan dari para ahli-ahli
dari golongan kontra reformasi. Semua konsepsi ini dikemukakan atas dasar pemikiran
spekulatif, kemudian dengan munculnya Ebbinghaus psikologi belajar memasuki babak baru
yaitu masa eksperimental dan semua teori yang disusun sesuadah itu ialah teori-teori yang
didasarkan pada penemuan eksperimental. Berikut ini akan dipaparkan beberapa pendapat
ahli mengenai konsepsi belajar.
BAB 8
HASIL-HASIL PENDIDIKAN
1. Rapor Sebagai Perumusan Terahir Sesaat dari Pada Penilaian Hasil- hasil
Pendidikan.
Maksud penilaian hasil-hasil pendidikan ituu ialah untuk mengetahui ( dengan lasan
yang bermacam-macam ) pada waktu dilakukan penilaian itusudah sejauh manakah kemajua
anak didik. Hasil dari tindakan mengadakan penilaian itu lalu dinyatakan dalam suatu
pendaat ang perumusannya bermacam-macam.
Selanjutnya pada tiap akhir masa tertentu yaitu disekolah dasar tiap-tiap empat bulan
dan disekolah lanjutan tiap-tiap enam bulan sekali.
1. Dasar psikologis
2. Didaktis
3. Administrative
A. Teknik Penilaian
1. Syarat- syarat Penilaian yang Baik
Sudah dikemukan dalam pemulaan bab ini bahwa bentuk yang paling umum dan
paling banyak dipakai ialah ujian. Syarat-syarat tes yang baik antara lain yaitu sebagai
berikut:
3. Tes Objek
Tentang klasifikasi macam-macam tes itu pendapat orang sangat banyak macam-
macamnya diantaranya yaitu :
a. Tes kepribadian
b. Tes intelegensi atau sering kali disebut sebagai tes intelegensi umum
c. Tes bakat khusus
d. Tes sekolah atau tes prestasi atau tes hasil belajar
Jadi tes yang kita bicarakan disini ialah tes sekolah atau tes prestasi. Menurut
bentuknya, tes sekolah ini pun masih dapat dibedakan lagi menjadi beberapa macam. Macam-
macam bentuk yang penting akan dibicarakan kesini.
BAB 2
PSIKOLOGI, PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
A. Definisi Psikologi, Pendidikan, Dan Psikologi Pendidikan
1. Definisi Psikologi
Psikologi dalam istilah lama disebut sebagai ilmu jiwa. Kata psychologi merupakan
dua akar yang bersumber dari bahasa Greek (Yunani), yaitu, psyche yang berarti jiwa dan
logos yang berarti ilmu. Psikologi pada umumnya digunakan oleh para ilmuan dan para
filosof untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal pikiran dan tingkah laku
manusia. Namun tidak cocok karena psikologi memilki batas batas tertentu yang berada
diluar etika keilmuan filosifis (Robert, 1988).
2. Definisi Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata “didik” dan ditambah imbuhan men sehingga “mendidik”
yang artinya memelihara dan membarikan latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan
diperlukan adanya aturan, ajaran, tuntutan, dan pemimpin mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran.
1. context of teaching and learning ( tempat yang berhubungan dengan mengajar dan
belajar)
2. process of teaching and learning (tahapan dalam mengajar dan belajar )
3. outcomes of of teaching and learning ( hasil yang diperoleh dalam mengajar dan
belajar)
Selanjutnya, Witherington mendefinisikan psikologi pendidikan sebagai studi yang
sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan
manusia).
Psikologi pendidikan merupakan alat bantu yang penting bagi para penyelenggara
pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Karena prinsip yang
terkandung dalam psikologi pendidikan dapat dijadikan landasan berpikir dan bertindak
dalam mengelola proses belajar mengajar.
Herbat adalah seotang filosof dan psikologi yang namanya diabadikan sebagai aliran
pemikiran pendidikan “Herbatianisme” dalam pendangannya, proses belajar atau memahami
sesuatu bergantung kepada pengenalan individu kepada hubungnan-hubungan antara ide-ide
baru dan pengetahuan yang telah dimiliki. Konsep ini masih dengan istilah apersepsi .
BAB 3
Perkembangan adalah proses atau tahapan pertumbuhan kearah yang lenih laju.
Pertumbuhan sendiri berarti tahapan meningkatnya sesuatu dalam jumlah dan ukuran.
pertumbuhan juga berarti tahan perkembangan a stage of development (McLeod, 1989).
Perkembangan juga diartikan sebagai rentan perubahan jasmani dan rohani manusia menuju
kearah yang lenih sempurna.
1. Aliran Nativisme
2. Aliran Empirisme
Tokoh utama adalah John Lucke. Diktrin yang amat empiris adalah “tabula rasa”,
doktrin ini menekankan pentingnya pengalaman, lingkunagn, dan pendidikan dalam arti
perkembangan, manusia semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman
pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada gunanya.
3. Aliran Konvergensi
Aliran ini meripakan gabuangan antara aliran empirisme dan aliran nativisme. aliran
ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) denagn lingkungan sebagai faktir
yang berpenagrauh dalam perkmebangan. Tokoh utama aliran konvergensi adalah Louis
William stern (1871-1938).
Proses dalam hal ini berarti tahapan perubahan tingkkah laku siswa, baik yang terbuka
maupun tertutup. Proses bisa berarti cara terjadinya perubahan dalam diri peserta didik.
Menurut Elizabeth B. Hurlock manusia tak pernah statis, karena perubahan senantiasa terjadi
dalam dirinya dalam berbagai kapsitas (kemampuan), baik yang bersifat biologis maupun
psikologis. Secara global persoses perkembangan individu sampai menjadi dirinya sendiri
berlangsung dalam tiga tahapan, yaitu :
a. kematangan fisik
b. dorongan ciri-ciri psikologis menusia yang sedang berkembang itu sendiri
c. tuntutan kultural di masyarakat.
C. Perkembangan Psiko-Fisik Siswa
Program pengajaran sekolah yang baik adalah ynag mampu memberikan dukungan
besar pada peserta didik dalam menyelesaikan tugas perkembangan mereka. Pengetahuan
mengenai proses perkembangan dengan segala aspeknya itu sangat banyak manfaatnya,
antara lain :
Sekurang-kurangnya ada dua kecakapan kongnitif yang perlu dikembangkan khususnya oleg
guru, yaitu :
BELAJAR
1. Definisi Belajar
Reber membatasi belajar menjadi dua definisi. pertama, belajar adalah The process of
acquiring knowlegde, yakni proses memperoleh pengetahuan. Pengertian ini sering dipakai
dalam pembahsan psikologi kognitif. Kedua, belajar adalah A relatively permanent change as
a result of reinforced practice, yaitu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng
sebagai hasil praktik yang diperkuat.
Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang
tergantung dalam belajar. Kerena kemampuan berubahlah, manusia terbebas dari
kemandegan sebagai khalifah di bumi, manusia menjadi bebas mengeksplorasi, memilih, dan
mendapatkan keputusan penting dalam hidupnya.
Islam memandang manusia adalah makluk yang terlahir kosong tanpa ilmu
pengetahuan. Akan tetapi Tuham memberi potensi berupa jasmaniah dan rohaniah untuk
belajr dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Potensi yang berfungsi untuk melakukan
kegiatan belajar adalah :
a) Indra pengelihatan
b) Indra pendengar
c) Akal.
1. Koneksionisme
2. Pembiasan Klasik
Eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov sworang ilmuan asal Rusia. Menurut
teori ini belajar adalah proses perubahan yang ditandai adanya hubungan antara stimulus dan
respon.
Teori belajar yang berusia paling muda dikalangan ahli osikologi belajar ini
dikemukakan oleh Burrhus Frederic Skinner, seorang penganut behavioris.
Teori psikologi kongnitif adalah bagian terpenting dari sains kongnitif yang
memberikan konstribusi sangat berarti dalam perkembangan osikologi pendidikan.
Pendekatan psikologi kongnitif lebih menekankan pada proses internal, mental manusia.
Prilaku manusia yangvtampak tak dapat diukur dan diterangkan melibatkan proses mental
seperti : motivasi, kesngqjaan, keyakinan dan lain sebagainya.
Proses berasal dari kata latin "processus" yang berarti "berjalan cepat kedepan".
Dalam psikologi belajarvoroses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengan
beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapinya hasil-hasil tertentu. (Reber, 1988).
Proses belajar adalah tahapan prilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik yqng terjadi
dalam siswa. Perubahaan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke yang lebih maju
dari pada keadaan yang sebelumnya.
Menurut jerome S. Bruner, dalam prosea belajar siswa menempuh tiga episode atau
fase, yakni :
a. Kebiasaan
b. Keterampilan
c. Pengamatan
d. Berfikir asosiatif dan daya ingat
e. Laku efektif
f. Sikap
g. Inhibisi
h. Apresiasi
i. Tingkah laku.
Keanekaragaman jenis belajar ini muncul dalam dunia pendidikan sejalan dengan
kebutuhan kehidupan manusia yang juga bermacam-macam.
Pendekatan belajar dan strategi atau kiat melaksanakan pendekatan secara metode
belajar termaksut faktor-faktor yang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
Seorang siswa sebenarnya hanya memiliki kemampuan hanya memiliki kemampuan ranah
cipta rata-rata atau sedang, dapat mencapai puncak prestasi yang memuaskan, lantaran
menggunakan pendekatan belajar yang efisien.
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakn menjadi tiga
macam, yakni :
BAB 6
Evaluasi artinya ppenilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang
telah dicapai dalam sebuah program.
B. Faktor-Faktor Penyebab Lupa
Pertama, lupa dapat terjadi karena sebab gangguan konflik antara item-item informasi
atau materi yang ada dalam system memori siswa. Dalam interference theory (teori mengenai
gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1) practice
interference; 2) retroactive interference (Reber 1988; Best 1989; Anderson 1990). Seorang
siswa akan mengalami gangguan proactive apabila materi pelajaran lama yang sudah
tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru.
Peristiwa ini bisa terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi pelajaran
yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu
yang pendek. Dalam hal ini materi yang baru saja dipelajari akan sangat sulit diingat atau
diproduksi kembali. Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami ganguan retroactive apabila
materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap pemanggilan kembali materi
pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen siswa
tersebut. Dalam hal ini, materi pelajarn lama akan sangat sulit diingat atau diproduksi
kembali. Dengan kata lain siswa tersebut lupa akan materi peajaran lama itu.
Kedua, lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena sebab adanya tekanan terhadap
item yang telah ada baik sengaja maupun tidak. Penekanan ini terjadi karena beberapa sebab,
yaitu:
a) Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan, dan sebagainya) yang
diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke
alam ketidaksadaran.
b) Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada,
jadi sama dengan fenomena retroactive.
c) Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam
bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah dipergunakan.
Ketiga, lupa dapat terjadi karena sebab perubahan sikapdan minat siswa terhadap
proses dan situasi belajar tertentu. Jadi, meskipun seorang siswa telah mengikuti proses
belajar-mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karena sesuatu hal sikap dan minat siswa
tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan terhadp guru) maka materi
pelajaran itu akan mudah terlupakan.
Keempat, menurut law of disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat terjadi karena
sebab materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunaakan atau dihafalkan siswa.
Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian akan masuk ke alam
bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.
Kelima, lupa tentu saja dapat terjadi karena sebab perubahan urat syaraf otak. Seorang
siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alcohol, dan geger otak
akan kehilangan ingatan ata item-item informasi yang ada dalam memori permanennya.
a. Over learning
Over learning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan
dasar atas materi pelajaran tertentu. Over learning terjadi apabila respons atau reaksi tertentu
muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atas respon tersebut dengan cara di luar
kebiasaan. Banyak contoh yang dapat dipakai untuk over learning, antara lain pembacaan
teks Pancasila pada setiap hari Senin memungkinkan ingatan siswa terhadap teks Pancasila
lebih kuat.
Extra study time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi waktu
belajar atau penambahan frekuensi aktivitas belajar. Penambahan alokasi waktu belajar
materi tertentu berarti siswa menambah jam belajar, misalnya dari satu jam menjadi dua jam
waktu belajar. Penambahan frekuensi belajar berarti siswa meningkatkan kekerapan belajar
materi tertentu, misalnya dari sekali sehari menjadi dua kali sehari. Kiat ini dipandang cukup
strategis karena dapat melindungi memori dari kelupaan.
c. Mnemonic device
d. Clustering
Clustering (pengelompokkan) ialah menata ulang item-item materi menjadi
kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut
memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip. Penataan ini direkayasa
sedimikian rupa dalam bentuk daftar-daftar item materi sehingga mudah untuk dihafalkan.
Secara harfiah, arti jenuh ialah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat
apa pun. Selain itu, jenuh juga dapat berarti jemu atau bosan. Dalam belajar, disamping siswa
sering mengalami kelupaan, ia juga terkadang mengalami peristiwa negatif lainnya yang
disebut jenuh belajar yang dalam bahasa psikologi lazim disebut learning plateau atau plateau
(baca: pletou) saja. Peristiwa jenuh ini kalau dialami seorang siswa yang sedang dalam proses
belajar (kejenuhan belajar) dapat membuat siswa tersebut merasa telah memubazirkan
usahanya. Kejenuhan belajar ialah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar,
tetapi tidak mendatangkan hasil (Reber, 1988). Seorang siswa yang mengalami kejenuhan
belajar merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari belajar tidak ada
kemajuan. Tidak adanya kemajuan hasil belajar ini pada umumnya tidak berlangsung
selamanya, tetapi dalam rentang waktu tertentu saja, misalnya seminggu. Namun tidak sedikit
siswa yang mengalami rentang waktu yang membawa kejenuhan itu berkali-kali dalam satu
periode belajar tertentu.
Kejenuhan dalam bidang apa saja pada umumnya disebabkan oleh aktifitas rutin yang
dilakukan dengan cara yang monoton atau tidak berubah-ubah, dalam waktu lama. Dengan
demikian kejenuhan belajar biasanya lebih sering menghinggapi pelajar atau mahasiswa
yang sejak SD sudah menjadi pelajar yang rajin. Berbagai penyebab kejenuhan belajar yang
perlu diketahui di antaranya adalah sebagai berikut:
Pada perkembangan awal, transfer belajar terbagi menjadi dua yaitu transfer positif
dan transfer negatif. Dikatakan transfer positif, apabila membawa efek positif terhadap
kegiatan belajar selanjutnya, sedangkan dikatakn transfer negatif, jika membawa efek negatif
terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Menurut Theory of Identical Element yang
dikembangkan oleh E. L. Thorndike, transfer positif akan terjadi apabila terjadi kesamaan
elemen antara materi yang lama dengan materi yang baru. Contoh seorang siswa yang telah
menguasai matematika akan mudah mempelajari statistika, seseorang yang telah mampu
untuk naik sepeda maka ia akan mudah untuk belajar naik sepeda bermotor. Sedangkan
trasfer negatif terjadi ketika keterampilan yang telah dikuasai menjadi penghambat belajar
keterampilan lainnya. Contoh seorang yang terbiasa untuk mengetik dengan satu jari, akan
mengalami kesulitan ketika harus belajar mengetik dengan sepuluh jari. Pada perkembangan
selanjutnya, Gagne, seorang education psychologist membedakan transfer belajar menjadi
empat kategori.
BAB 7
MENGAJAR
A. GURU
1. Arti guru dahulu dan sekarang
Sekurang-kurangnya selama dua dasawarsa terakhir ini hampir setiap saat, media
masa khususnya media catak harian dan mingguaan memuat berita tentang guru. Namun,
berita-berita ini banyak yang cenderung melecehkan posisi para guru, sedangkan para guru
sendiri nyaris tak mampu membela diri.
Dalam kamus besar bahasa indonesia edisi kedua 1991, guru diartikan sebagai orang
yang pekerjaanya (mata pencaharianya) mengajar. Kata mengajar dapat pula ditafsirkan
bermacam-macam, misalnya:
Dalam arti sederhana, kepribadian bersifat hakiki individu yang tercermin pada sikap
dan perbuatanya yangb membedakan dirinya dari yang lain. Mcleon (1989) mengartikan
kepribadian (personality) sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini, kata lain
yang sangat dekat artinya dengan kepreibadian adalah karakter dan identits.
Guru yang fleksibilitas pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir dan
beredaptasi. Selain itu, ia juga memiliki resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah
cipta yang prematur (terlampau dini) pengamatan dan pengamalan. Dalam PMB, fleksibilitas
kognitif guru terdiri atas tiga dimensi yaitu:
Guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaanya yang
relatif tinggi untuk mengkonsumsikan dirinya dengan faktor-faktor eksteren antar lain siswa,
teman sejawat, dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kelebihan Buku
Materi yang dijelaskan pada buku utama dan pembanding ini sangat bagus, serta
materi yang dibahas penting. Kedua buku ini juga dapat menjadi pedoman bagi para
mahasiswa untuk menambah pengetahuan yang lebih baik lagi.
Dan keunikan pada buku utama yaitu karya Drs.Sumadi Suryabrata. B.A., M.A.,
Ed.S., Ph.D. adalah materi yang dituliskan mudah dipahami oleh pembaca dan keuinikan
lainnya terletak pada sampul buku yang sederhana tapi menari perhatian mata pembaca.
Sedangkan keunikan pada buku pembanding yaitu karya Dr. Muhibbin Syah, M. Ed memiliki
daftar model dan tabel beserta halamannya sehinggga memudahkan pembaca saat dalam
proses pencarian atau memilih materi yang akan dibahas pembaca.
B. Kelemahan Buku
Pada buku utama psikologi pendidikan yaitu karya Drs.Sumadi Suryabrata. B.A.,
M.A., Ed.S., Ph.D. tidak dimuatnya rangkuman pada setiap pembahasan ataupun penulis
tidak membuat daftar soal seperti uji kompetensi untuk menguji seberapa nilai pemahaman
pembaca. Dan juga pada buku ini tidak dilampirkannya gambar sehingga pembaca menoton
ketulisan saja dan menjadi bosan.
Sedangkan pada buku pembanding yaitu karya Dr. Muhibbin Syah, M. Ed ditemukan
penulisan kata yang salah seperti pada pembahasan materi bab 3 yang seharusnya kata yang
berada di judul pembahasan tersebut adalah “belajar” menjadi “balajar”.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Studi psikologis, yaitu studi tentang aktivitas individu-induvidu (dalam arti tingkah
laku yang tampak dan aktivitas serta pengelaman batin) dalam proses pendidikan dengan
anak didik sebagai pusatnya.
Psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang psikologi yang secara khusus
mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk
menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan
pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian
efektivitas proses pendidikan.
B. Saran
Demikianlah laporan makalah critical book report yang sederhana ini yang masih
banyak kekurangan di sana sini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA