Anda di halaman 1dari 20

SEMINAR AKUNTANSI

PSAK 68 : PENGUKURAN NILAI WAJAR (FAIR VALUE)


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Seminar Akuntansi

Yang dibimbing oleh


Drs. Daulat Sihombing, A.K., M.Si

Disusun oleh:
Greace Weros Putri Binventy (218420076)
Clara Al Tamara (218420079)
Jupriadi Barus (218420235)

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
MEDAN
DAFTAR ISI

Isi Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................ i

I. PENDAHULUAN.......................................................................... 1
II. PEMBAHASAN
2.1. Definisi Nilai Wajar................................................................ 3
2.1.1 Ruang Lingkup Nilai Wajar (Fair Value)................... 3
2.2. Asset dan Liabilitas................................................................. 4
2.2.1 Transaksi...................................................................... 4
2.2.2 Pelaku Pasar................................................................. 5
2.2.3 Harga............................................................................ 5
2.2.4 Penerapan pada Asset Non Keuangan......................... 5
2.2.5 Penerapan pada Liabilitas dan Instrumen Ekuitas Milik
Entitas Sendiri.............................................................. 6
2.2.6 Liabilitas dan Instrumen Ekuitas yang tidak Dimiliki
Pihak Lain Sebagai Asset............................................ 7
2.2.7 Risiko Wanprestasi...................................................... 7
2.3. Nilai Wajar Pada Saat Pengakuan Awal ................................ 9
2.4. Teknik Penilaian Nilai Wajar................................................. 9
2.5. Input Pada Teknik Penilaian................................................... 10
2.6. Pengungkapan......................................................................... 12
III. STUDI KASUS
3.1. Sebelum Covid-19 Pandemic.................................................. 13
3.2. Pada Masa Covid-19 Pandemic.............................................. 14
IV. KESIMPULAN.............................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I. PENDAHULUAN

Coronavirus disease (Covid-19) pandemic merupakan jenis penyakit menular


yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Covid-19 pandemic sudah menyebar luas di
dunia dan mengakibatkan banyak hal negatif yang terjadi terhadap aktivitas kegiatan
manusia. Salah satu dampak yang terjadi yaitu penutupan beberapa tempat,
penurunan sektor pariwisata dan juga mempengaruhi volatilitas dan volume transaksi
di bursa efek dunia, termasuk bursa efek Indonesia yang turut mengalami penurunan
secara drastis. Hal ini menyebabkan terganggunya kegiatan operasional perusahaan
atau entitas sehingga tidak dapat memberikan judgement dengan baik karena adanya
pengaruh dari covid-19.
Oleh karena itu, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntansi
Indonesia (DSAK IAI) bertindak untuk membantu menangani kendala-kendala yang
terjadi. IAI merupakan organisasi profesi yang menaungi seluruh Akuntan Indonesia.
Sedangkan DSAK merupakan badan yang berwenang untuk menyusun standar
akuntansi keuangan entitas di Indonesia yang disebut PSAK (Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan). PSAK menjadi acuan para akuntan dan perusahaan Indonesia
(Tbk) dalam menyusun laporan keuangan yang diadopsi dari IFRS (International
Financial Reporting Standards). Ada beberapa “Principles Base” yang digunakan
IFRS yaitu pertama, lebih menekankan pada intepratasi dan aplikasi atas standar
sehingga harus berfokus pada spirit penerapan prinsip tersebut. Kedua, standar
membutuhkan penilaian atas substansi transaksi dan evaluasi apakah presentasi
akuntansi mencerminkan realitas ekonomi. Ketiga, membutuhkan professional
judgment pada penerapan standar akuntansi.
Nilai wajar (fair value) adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu
asset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi
teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran. Menggunakan fair value dalam
penilaian, jika tidak ada nilai pasar aktif harus melakukan penilaian sendiri (perlu
kompetensi) atau menggunakan jasa penilai. Kemudian IFRS mengharuskan
pengungkapan (disclosure) yang lebih banyak baik kuantitatif maupun kualitatif.
Untuk melakukan pengukuran terhadap nilai wajar, maka disusunlah PSAK 68.
PSAK 68 sepenuhnya mengadopsi konsep IFRS 13: Fair Value Measurement. PSAK
68 mengatur pengukuran dengan input informasi yang dapat diobservasi (harga
kuostasian di pasar aktif-Level 1) dan pengukuran dengan teknik valuasi lainnya
(Level 2 dan 3).
Untuk melakukan pertimbangan diperlukan bukti dan data yang sesuai fakta,
tetapi yang menjadi masalah perusahaan atau entitas adalah menentukan transaksi
yang terjadi merupakan transaksi taratur atau tidak teratur. Menurunnya volume
transaksi di bursa efek Indonesia bukan berarti dinyatakan sebagai transaksi teratur.
PSAK 68 menjelaskan keadaan yang dapat mengindikasikan bahwa transaksi yang

1
dapat diobservasi antar pihak yang tidak berelasi adalah transaksi teratur. PSAK 68
tidak mensyaratkan entitas untuk mengerahkan segala sumber daya untuk melakukan
pengumpulan informasi dalam memutuskan jenis transaksi yang terjadi. Untuk
memecahkan kendala tersebut PSAK 68 mencakup panduan yang memberikan
penjelasan bahwa entitas tidak dapat mengabaikan informasi yang dapat diobservasi
pada tanggal pelaporan, namun entitas harus memberikan bobot pertimbangan yang
lebih rendah untuk harga pasar yang terjadi ketika suatu transaksi dianggap tidak
teratur, bila dibandingkan dengan harga pasar yang terjadi sebelumnya disaat
transaksi tersebut terjadi.
Jika entitas menyimpulkan menggunakan teknik valuasi (Level 2 dan 3) dalam
proses pengukuran nilai wajar suatu asset atau liabilitas, dapat mempertimbangkan
dampak dari covid-19 pandemic untuk menyesuaikan berbagai asumsi yang dapat
terjadi termasuk bunga, credit spread, dan sebagainya. Perusahaan atau entitas harus
lebih memikirkan dampak dari ketidakpastian hadirnya Covid-19 karena akibat dari
resiko yang meningkat, pelaku pasar dapat mengharapkan tingkat pengembalian yang
lebih besar sebagai kompensasi dari ketidakpastian arus kas yang melekat pada
instrument keuangan.
Dalam melaksanakan suatu perencanaan perlu adanya pertimbangan yang
matang agar dapat memperoleh keuntungan setinggi mungkin dan mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Selain itu, hadirnya Covid-19 berdampak sangat besar terhadap
entitas dan perekonomian sehingga diperlukan prosedur agar dapat menagani situasi
yang sulit untuk terprediksi saat ini. Dengan dipublikasikannya petunjuk baru
mengenai PSAK 68 tentang pengukuran Nilai Wajar, dapat menjadi panduan dalam
memberikan pertimbangan tanpa mengubah isi dari PSAK 68.

2
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Nilai Wajar


Nilai wajar (fair value) dalam PSAK 68 mendefenisikan nilai wajar sebagai harga
yang akan diterima untuk menjual suatu asset atau harga yang akan dibayar untuk
mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada
tanggal pengukuran. Tujuan PSAK ini adalah untuk mendefenisikan nilai wajar
(fair value), menetapkan kerangka pengukuran nilai wajar, dan mensyaratkan
pengungkapan mengenai pengukuran nilai wajar. Pengukuran nilai wajar
mensyaratkan entitas untuk menentukan seluruh hal sebagai berikut:
a. Asset atau liabilitas tertentu yang menjadi subyek pengukuran
b. Untuk asset non-keuangan, premis penilaian (valuation premise) yang sesuai
dengan pengukuran konsisten dengan penggunaan tertinggi dan terbaiknya
(highest and best use)
c. Pasar utama (principal market) pasar yang paling menguntungkan (most
advantagenous market) untuk asset dan liabilitas
d. Teknik penilaian yang sesuai untuk pengukuran, mempertimbangkan
persediaan data yang digunakan untuk mengembangkan input yang
mempresentasikan asumsi yang akan digunakan pelaku pasar ketika
menentukan harga asset atau liabilitas dan level hirarki nilai wajar dimana
input tersebut dikategorikan.
2.1.1 Ruang Lingkup Nilai Wajar (Fair Value)
Pernyataan ini diterapkan ketika pernyataan lain mensyaratkan atau
mengizinkan pengukuran atau pengungkapan mengenai nilai wajar dan
pengukuran, seperti nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual
(fair value less costs to sell). Persyaratan pengukuran dan pengungkapan
dalam pernyataan ini tidak diterapkan untuk hal-hal sebagai berikut:
a. Transaksi pembayaran berbasis saham dalam ruang lingkup PSAK 53 :
Pembayaran Berbasis Saham
b. Transaksi sewa dalam ruang lingkup PSAK 30 : Sewa
c. Pengukuran yang memiliki beberapa kemiripan dengan nilai wajar
tetapi bukan merupakan nilai wajar, seperti nilai realisasi neto (Net
Realizable Value) dalam PSAK 14 : Persediaan atau nilai pakai (Value
In Use) dalam PSAK 48 : Penurunan Nilai Aset
Sedangkan, pengungkapan yang diisyaratkan dalam Pernyataan ini tidak
diisyaratkan untuk hal-hal sebagai berikut:
a. Asset program yang diukur pada nilai wajar sesuai PSAK 24 : Imbalan
Kerja

3
b. Investasi program manfaat purnakarya yang diukur pada nilai wajar
sesuai dengan PSAK 18 : Akuntansi dan Pelaporan program Manfaat
Purnakarya
c. Aset yang jumlah terpulihkannya adalah nilai wajar dikurangi biaya
pelepasan sesuai dengan PSAK 48

2.2 Aset dan Liabilitas


Pengukuran nilai wajar adalah untuk asset atau liabilitas tertentu. Oleh karena itu,
ketika mengukur nilai wajar entitas memperhitungkan karakteristik asset atau
liabilitas. Jika pelaku pasar akan memperhitungkan karakteristik tersebut ketika
menentukan harga asset atau liabilitas pada tanggal pengukuran. Karakteristik
tersebut termasuk hal-hal sebagai berikut:
a) Kondisi dan lokasi asset
b) Perbatasan, jika ada atas penjualan atau penggunaan asset

Asset atau liabilitas yang dapat diukur pada nilai wajar dapat terdiri dari salah
satu hal sebagai berikut:
a) Asset atau liabilitas yang berdiri sendiri (contohnya instrument keuangan atau
asset non keuangan); atau
b) Sekelompok asset, sekelompok liabilitas atau sekelompok asset dan liabilitas
(contohnya unit penghasilan kas atau bisnis).

2.2.1 Transaksi
Pengukuran nilai wajar mengasumsikan bahwa asset atau liabilitas
dipertukarkan dalam transaksi teratur antara pelaku pasar untuk menjual
asset atau mengalihkan liabilitas pada tanggal pengukuran dalam kondisi
pasar saat ini. Pengukuran nilai wajar mengasumsikan bahwa transaksi
untuk menjual asset atau mengalihkan liabilitas terjadi:
a) Di pasar utama untuk asset atau liabilitas tersebut
b) Jika tidak terdapat pasar utama, di pasar yang paling menguntungkan
untuk asset atau liabilitas tersebut.
Entitas tidak perlu melaksanakan pencarian menyeluruh atas seluruh pasar
yang ada untuk mengidentifikasi pasar utama atau jika terdapat pasar
utama, pasar yang paling menguntungkan, namun entitas
memperhitungkan seluruh informasi yang sewajarnya tersedia. Jika
terdapat pasar utama untuk asset atau liabilitas, maka pengukuran nilai
wajar merepresentasikan harga di pasar tersebut. Bahkan jika harga di
pasar yang berbeda berpotensi lebih menguntungkan pada tanggal
pengukuran.

4
2.2.2 Pelaku Pasar
Entitas mengukur nilai wajar suatu asset atau liabilitas menggunakan
asumsi yang akan digunakan pelaku pasar ketika menentukan harga asset
atau liabilitas tersebut, dengan asumsi bahwa pelaku pasar bertindak
dalam kepentingan ekonomik terbaiknya. Entitas mengidentifikasikan
pelaku pasar secara umum, mempertimbangkan faktor yang spesifik untuk
hal-hal sebagai berikut:
a) Asset atau liabilitas
b) Pasar utama atau pasar yang paling menguntungkan untuk asset dan
liabilitas
c) Pelaku pasar yang akan melakukan transaksi dengan entitas di pasar
tersebut.

2.2.3 Harga
Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu asset
atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam
transaksi teratur di pasar utama (pasar yang paling menguntungkan)
pada tanggal pengukuran berdasarkan kondisi pasar saat ini (yaitu
harga keluaran) terlepas apakah harga tersebut dapat diobservasi
secara langsung atau diestimasi menggunakan teknik penilaian lain.

2.2.4 Penerapan pada Aset Non Keuangan


a. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik untuk Asset Non Keuangan
Pengukuran nilai wajar asset non keuangan memperhitungkan
kemampuan pelaku pasar untuk menghasilkan manfaat ekonomik
dengan menggunakan asset dalam penggunaan tertinggi dan
terbaiknya atau dengan menjualnya kepada pelaku pasar lain yang
akan menggunakan asset tersebut dalam penggunaan tertinggi dan
terbaiknya. Penggunaan tertinggi dan terbaik asset non keuangan
memperhitungkan:
a) penggunaan asset yang secara fisik dimungkinkan (physically
possible) memperhitungkan karakteristik fisik aset
b) penggunaan secara hukum diizinkan (legally permissible)
memperhitungkan adanya pembatasan hukum atas penggunaan
asset.
c) Penggunaan yang layak secara keuangan (financially feasible).

b. Premis Penilaian untuk Aset Non Keuangan


Penggunaan tertinggi dan terbaik asset non keuangan dapat
memberikan nilai maksimum dengan melalui:
a) Penggunaan kombinasi dengan asset atau liabilitas maka nilai
wajar adalah didasarkan asumsi asset tersebut digunakan bersama

5
asset atau liabilitas lain, yaitu kombinasi, asset pelengkap, dan
relevan dari kelompok asset.
b) Penggunaan tertinggi dan terbaik asset non keuangan dapat
menyediakan nilai maksimum kepada pelaku pasar secara
tersendiri.
Pengukuran nilai wajar asset non keuangan mengasumsikan bahwa
asset dijual secara konsisten dengan unit akun sebagaimana
dijelaskan dalam SAK, bahkan ketika pengukuran nilai wajar
tersebut mengasumsikan bahwa penggunaan tertinggi dan terbaik
asset adalah untuk digunakan dalam kombinasi dengan asset lain
atau dengan asset dan liabilitas lain, Karena pengukuran nilai
wajar mengasumsikan bahwa pelaku pasar telah memiliki asset
pelengkap dan liabilitas terkait.

2.2.5 Penerapan pada Liabilitas dan Instrumen Ekuitas Milik Entitas


Sendiri
a. Pengukuran nilai wajar mengasumsikan bahwa liabilitas keuangan
atau liabilitas non keuangan, atau instrument ekuitas milik entitas
sendiri (contohnya kepemilikan saham yang diterbitkan sebagai
pembayaran dalam kombinasi bisnis) dialihkan kepada pelaku pasar
pada tanggal pengukuran. Pengalihan liabilitas atau instrument ekuitas
milik entitas sendiri mengasumsikan hal-hal sebagai berikut:
a) Liabilitas akan tetap terutang dan pelaku pasar yang menerima
pengalihan (transferee) akan disyaratkan untuk memenuhi
kewajiban tersebbut. Liabilitas tidak akan diselesaikan dengan
pihak lawan atau diakhiri pada tanggal pengukuran
b) Instrument ekuitas milik entitas sendiri akan tetap beredar dan
pelaku pasar yang menerima pengalihan akan mengambil ahli hak
dan tanggung jawab yang terkait dengan instrument tersebut.
Instrumen tersebut tidak akan dibatalkan atau diakhiri pada tanggal
pengukuran.

b. Ketika harga koutasian untuk pengalihan liabilitas atau instrument


ekuitas milik entitas sendiri yang identik atau serupa tidak tersedia dan
liabilitas atau instrument ekuitas milik entitas sendiri yang identik
dimiliki pihak lain sebagai asset, entitas mengukur nilai wajar liabilitas
atau instrument ekuitas dari perspektif pelaku pasar yang memiliki
liabilitas atau instrument ekuitas milik entitas sendiri yang identik
sebagai asset pada tanggal pengukuran.

6
Entitas mengukur liabilitas dan instrument ekuitas sebagai berikut:
a) Menggunakan harga kuotasian di pasar aktif untuk liabilitas atau
instrument ekuitas yang identik yang dimiliki oleh pihak lain
sebagai asset, jika harga tersebut tersedia.
b) Jika harga tersebut tidak tersedia, maka menggunakan input lain
yang dapat diobservasi, seperti harga kuotasian di pasar yang tidak
aktif untuk liabilitas atau instrument ekuitas yang identik yang
dimiliki pihak lain sebagai asset
c) Jika harga yang dapat diobservasi dalam (a) dan (b) tidak tersedia,
maka menggunakan teknik penilaian lain, seperti:
i. Pendekatan penghasilan (income approach), contohnya teknik
nilai kini yang memperhitungkan nilai arus kas dim as adepan
yang diharapkan akan diterima pelaku pasar dari kepemilikan
atas liabilitas atau instrument entitas sebagai asset;
ii. Pendekatan pasar (market approach), contohnya menggunkan
harga kuotasian untuk liabilitas atau instrument ekuitas yang
serupa dimiliki pihak lain sebagai asset.

2.2.6 Liabilitas dan Instrumen Ekuitas yang tidak dimiliki pihak lain
sebagai asset
Ketika harga koutasian untuk pengalihan liabilitas atau instrument ekuitas
milik entitas sendiri yang identik atau serupa tidak tersedia dan liabilitas
atau instrument ekuitas milik entitas sendiri yang identik tidak dimiliki
oleh pihak lain sebagai asset, entitas mengukur nillai wajar liabilitas atau
instrument ekuitas menggunakan teknik penilaian dari perspektif pelaku
pasar yang memiliki liabilitas atau telah menerbitkan klaim atas ekuitas.

2.2.7 Risiko Wanprestasi


Nilai wajar liabilitas mencerminkan dampak risiko wanprestasi (non
performance risk). Risiko wanprestasi mencakup, namun tidak terbatas
pada risiko kredit entitas (sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 60:
Instrument Keuangan: Pengungkapan). Risiko wanprestasi diasumsikan
sama sebelum dan sesudah pengalihan liabilitas. Ketika mengukur nilai
wajar liabilitas, entitas memperhitungkan dampak resiko kreditnya
(reputasi kredit) dan faktor lain apapun yang dapat mempengaruhi
kemungkinan bahwa kewajiban akan atau tidak akan terpenuhi.

Nilai Wajar liabilitas mencerminkan dampak risiko wanprestasi


berdasarkan unit akunnya. Penerbit yang menerbitkan liabilitas dengan
peningkatan kualitas kredit pihak ketiga yang tidak terpisahkan
(Inseparablethrid-Party Credit Enchancement) yang dicatat secara
terpisahkan dari liabilitas tidak memasukkan dampak dari peningkatan

7
kualitas kredit (contohnya jaminan utang oleh pihak ketiga) dalam
pengukuran nilai wajar liabilitas. Jika peningkatan kualitas kredit dicatat
secara terpisah dari liabilitas, maka penerbit akan memperhitungkan
reputasi kreditnya dan bukan reputasi kredit dari peminjam pihak ketiga
ketika mengukur nilai wajar liabilitas.

Pembatasan yang mencegah pengalihan liabilitas atau instrument


ekuitas milik sendiri
Ketika mengukur nilai wajar liabilitas atau instrument ekuitas milik entitas
sendiri, entitas tidak memasukkan input yang terpisah atau penyesuaian
terhadap input lain yang terkait dengan keberadaan pembatasan yang
mencegah pengalihan liabilitas atau instrument ekuitas milik entitas
sendiri. Dampak pembatasan yang mencegah pengalihan liabilitas atau
instrument ekuitas milik entitas sendiri secara implisit atau eksplisit
tercakup dalam input lain terhadap pengukuran nilai wajar.

Liabilitas Keuangan dengan Fitur dapat Ditarik Kembali sewaktu


waktu
Nilai wajar liabilitas keuangan dengan fitur dapat ditarik kembali sewaktu-
waktu (Demand Future) contohnya giro adalah tidak kurang dari jumlah
yang terutang pada saat penarikan, didiskontokan dari tanggal pertama
jumlah tersebut dapat disyaratkan untuk dibayar.

Penerapan pada Aset Keuangan dan Liabilitas Keuangan dengan


Posisi Saling Hapus dalam Risiko Pasar atau Risiko Kredit Pihak
Lawan
Jika entitas mengelola kelompok asset keuangan dan liabilitas keuangan
tersebut berdasarkan eksposur netonya terhadap resiko pasar atau resiko
kredit, entitas diizinkan untuk menerapkan pengecualian terhadap
pernyataan ini untuk mengukur nilai wajar.
Entitas mengukur nilai wajar kelompok asset keuangan dan liabilitas
keuangan secara konsisten dengan bagaimana pelaku pasar menetapkan
harga eksosure resiko neto pada tanggal pengukuran. Entitas di izinkan
untuk menggunakan pengecualian jika entitas melakukan seluruh hal
berikut:
a. Mengelola kelompok asset dan liabilitas keuangan berdasarkan eksposure
neto entitas terhadap resiko pasar tertentu atau terhadap risik kredit dari
pihak lawan tertentu sesuai dengan resiko kredit dari pihak lawan tertentu
sesuai dengan risiko manajemen atau strategi investasi entitas
terdokumentasi;
b. Menyediakan informasi atas dasar tersebut, mengenai kelompok asset
keuangan dan liabilitas keuangan pada anggota manajemen kunci entitas
sebagaimana didefenisikan dalam PSAK 7;

8
c. Diisyaratkan atau telah menentukan untuk mengukur asset dan liabilitas
keuangan tersebut pada nilai wajar dalam laporan posisi keuangan pada
setiap akhir periode pelaporan.

Eksposure terhadap Resiko Pasar


Ketika menggunakan pengecualian dalam paragraf 48, entitas menerapkan
Bid Ask Spread yang mempresentasikan nilai wajar dalam keadaan
tersebut pada eksposure neto entitas tehadap resiko pasar. Ketika
menggunakan pengecualian dalam paragraf 48, entitas memastikan bahwa
risiko pasar dalam kelompok asset dan liabilitas keuangan tersebut secara
substansial sama. Dan durasi entitas terhadap risiko pasar secara
substansial sama.

Eksposure terhadap Risiko Kredit Pihak Lawan Tertentu


Ketika menggunakan pengecualian dalam paragraf 48, entitas
memperhitungkan dampak eksposure neto tehadap kredit entitas dalam
pengukuran nilai wajar ketika pelaku pasar memperhitungkan perjanjian
apapun yang ada saat ini yang mengurangi eksposure resiko kredit jika
gagal bayar. Pengukuran nilai wajar mencerminkan harapan pelaku pasar
mengenai kemungkinan bahwa perjanjian tersebut akan memiliki kekuatan
hukum jika gagal bayar.

2.3 Nilai Wajar pada saat Pengakuan Awal


Ketika menentukan apakah nilai wajar pada saat pengakuan awal sama dengan
harga transaksi, entitas memperhitungkan faktor yang spesifik atas transaksi dan
asset atau liabilitas. Contohnya harga transaksi dapat tidak mempresentasikan
nilai wajar asset atau liabilitas pada saat pengakuan awal jika terdapat salah satu
kondisi sebagai berikut:
a) Transaksi adalah antara pihak-pihak berelasi, walaupun demikian harga dalam
transaksi dengan pihak-pihak berelasi dapat digunakan sebagai input dalam
pengukuran nilai wajar jika entitas memiliki bukti bahwa transaksi telah
dilaksanakan dengan menggunakan persyaratan pasar.
b) Transaksi terjadi dibawah tekanan atau penjual dipaksa untuk menerima harga
dalam transaksi.
c) Unit akun yang dipresentasikan oleh harga transaksi berbeda dari unit akun
asset atau liabilitas yang diukur pada nilai wajar.
d) Pasar dimana transaksi terjadi berbeda dari pasar utama.

2.4 Teknik Penilaian Nilai Wajar


Tujuan penggunaan teknik penilaian adalah untuk mengestimasi harga dimana
transaksi teratur untuk menjual asset atau mengalihkan liabilitas akan terjadi
antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran dalam kondisi pasar. Berdasarkan

9
PSAK No.68 tahun 2013 tentang Pengukuran Nilai Wajar, teknik penilaian nilai
wajar, yaitu:
1. Pendekatan Pasar (Market Approach)
Pendekatan pasar (market approach) menggunakan harga dan informasi
relevan lain yang dihasilkan oleh transaksi pasar yang melibatkan asset,
liabilitas, atau kelompok asset dan liabilitas yang identik atau serupa seperti
bisnis.
2. Pendekatan Biaya (Cost Approach)
Pendekatan biaya (cost apptoach) mencerminkan jumlah yang dibutuhkan
saat ini untuk menggantikan kapasitas manfaat (service capacity) asset atau
sebagai biaya pengganti saat ini.
3. Pendekatan Penghasilan (Income Approach)
Pendekatan penghasilan (income approach) mengkonversi jumlah masa depan
(contohnya arus kas atau penghasilan dan beban) ke suatu jumlah tunggal saat
ini yang didiskontokan. Ketika pendekatan penghasilan digunakan,
pengukuran nilai wajar mencerminkan harapan pasar saat ini mengenai jumlah
masa depan tersebut.

2.5 Input Pada Teknik Penilaian


a) Prinsip Umum
Prinsip umum merupakan teknik penilaian yang digunakan untuk mengukur
nilai wajar memaksimalkan penggunaan input yang dapat diobservasi yang
relevan dan meminimalkan penggunaan input yang tidak dapat diobservasi.
b) Input berdasarkan Harga Bid and Ask
Jika asset atau liabilitas yang diukur pada nilai wajar memiliki harga bid and
ask, maka harga dalam Bid-Ask Spread yang paling mempresentasikan nilai
wajar dalam keadaan tersebut digunakan untuk mengukur nilai wajar.
Penggunaan harga bid untuk posisi asset dan harga ask untuk posisi liabilitas
yang diizinkan, tetapi tidak diisyaratkan.
c) Hirarki Nilai Wajar
Pada PSAK 68 paragraf 72 menyatakan bahwa untuk meningkatkan
konsistensi dan keterbandingan dalam pengukuran nilai wajar dan
pengungkapan pernyataan yang terkait. Pernyataan ini menetapkan nilai wajar
yang dikategorikan ke dalam 3 level, yaitu:
1. Input Level 1
Input level 1 adalah harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif
untuk asset atau liabilitas yang dapat diakses entitas pada tanggal
pengukuran. Harga kuostasian dipasar aktif menyediakan bukti paling
andal dari nilai wajar dan dapat digunkan tanpa penyesuaian untuk
mengukur nilai wajr apabila tersedia.

10
Pada paragraf 69 terdapat beberapa pengecualian terhadap input level 1,
antara lain:
a. Ketika entitas memiliki dalam jumlah besar asset atau liabilitas
(misalnya, surat utang) yang serupa (tetapi tidak identik) yang diukur
pada nilai wajar dan harga kuotasian dalam pasar aktif yang tersedia
tetapi tidak dapat diakses untuk setiap asset atau liabilitas yang serupa
yang dimiliki oleh individual.
b. Ketika harga kuotasian di pasar aktif tidak mempresentasikan nilai
wajar pada tanggal pengukuran.
c. Ketika mengukur nilai wajar liabilitas atau instrument ekuitas milik
entitas sendiri menggunakan harga kuotasian yang identik
diperdagangkan di pasar aktif dan harga tersebut perlu untuk
disesuaikan untuk faktor yang spesifik.

2. Input Level 2
Input level 2 adalah input selain harga kuotasian yang termasuk dalam
level 1 yang dapat diobservasi untuk asset atau liabilitas, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Jika asset atau liabilitas memiliki
persyaratan (kontraktual) yang spesifik, maka input level 2 harus dapat
diobservasi untuk keseluruhan jangka waktu yang substansial dari asset
atau liabilitas tersebut. Hal-hal yang termasuk input level 2, yaitu:
a. Harga kuotasian untuk asset atau liabilitas di pasar aktif.
b. Harga kuotasian untuk asset atau liabilitas yang identik atau yang
serupa di pasar yang tidak aktif.
c. Input selain harga kuotasian yang dapat diobservasi untuk asset atau
liabilitas.
d. Input yang diperkuat pasar (market-corroborated inputs).

3. Input Level 3
Input level 3 adala input yang tidak dapat diobservasi untuk asset atau
liabilitas. Input yang tidak dapat diobservasi digunakan untuk mengukur
nilai wajar sejauh input yang diobservasi yang relevan tidak tersedia,
sehingga memungkinkan adanya situasi dimana terdapat sedikit, jika ada,
aktivitas pasar untuk asset atau liabilitas pada tanggal pengukuran.

Ketiga level ini hanya digunakan untuk memilih input dalam teknik penilaian
(seperti pendekatan pasar). Ketiga level ini tidak digunkan secara langsung
dalam menciptakan nilai wajar asset dan liabilitas.

11
2.6 Pengungkapan
Entitas mengungkapkan informasi yang membantu pengguna laporan
keuangannya untuk menilai kedua hal sebagai berikut:
a) Untuk asset dan liabilitas yang diukur pada nilai wajar secara berulang
(recurring) atau tidak berulang (non-reccuring) dalam laoran posisi keuangan
setelah pengakuan awal, teknik penilaian dan input yang digunakan untuk
untuk mengembanagkan pengukuran tersebut.
b) Untuk pengukuran nilai wajar yang berulang yang menggunakan input yang
tidak dapat diobservasi yang signifikan (level 3), dampak dari pengukuran
terhadap laba rugi atau penghasilan komprehensif lain untuk periode tersebut.

Untuk memenuhi tujuan entitas dalam mengungkapkan informasi yang membantu


pengguna laporan keuangan, entitas mempertimbangkan seluruh hal sebagai
berikut:
a) Level detail yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan pengungkapan;
b) Berapa banyak penekanan yang ditetapkan pada setiap persyaratan;
c) Berapa banyak penggabungan atau pemisahan yang perlu dilaksanakan;
d) Apakah pengguna laporan keuangan membutuhkan informasi tambahan untuk
mengevaluasi informasi kuantitatif yang diungkapkan.

Perlakuan Akuntansi pengukuran Nilai Wajar


a) Model Revaluasi.
Frekuensi revaluasi tergantung perubahan nilai wajar dari suatu asset tetap.
Jika suatu asset tetap direvaluai, maka seluruh asset tetap dalam kelompok
yang sama harus direvaluasi. Jika jumlah tercatat asset meningkat akibat
revaluasi, kenaikan tersebut langsung dikreditkan ke ekuitas pada bagian
surplus revaluasi. Dan jika jumlah asset tercatat menurun akibat revaluasi,
maka penurunan tersebut diakui dalam laporan laba rugi.
b) Investasi Properti
Nilai wajar investasi properti mencerminkan antara lain penghasilan rental
dari sewa yang sedang berjalan dan asumsi-asumsi yang layak dan rasional
yang mencerminkan keyakinan pihak-pihak yang berkeinginan bertransaksi
dan memiliki pengetahuan memadai mengenai asumsi tentang penghasilan
rental dari sewa di masa depan dengan mengingat kondisi sekarang.
c) Biological Asset
Biological asset dinilai sebesar nilai wajar dikurangi dengan biaya penjualan,
baik pada pengakuan pertama maupun pada tanggal laporan.

12
BAB III. STUDI KASUS

3.1 Sebelum Covid-19 Pandemic


Studi kasus pertama yaitu Penerapan Nilai wajar untuk penilaian asset di
perusahaan, dalam hal ini PT. Bank Permata Tbk. Penilaian asset yang dilakukan oleh
perusahaan merujuk pada peraturan PSAK No 68 yang berlaku efektif tanggal 1
Januari 2015, sehingga penilaian yang dilakukan untuk laporan keuangan adalah
peraturan pada tahun 2015. Sebelum menerapkan nilai wajar perusahaan
menggunakan historical cost sebagai metode pengukuran nilai asset seperti yang
diisyaratkan pada PSAK yang sebelumnya. Evaluasi penerapan nilai wajar untuk
penilaian asset diperusahaan perbankan didasarkan dalam bentuk pertanyaan yang
mengacu pada PSAK 68.
Berdasarkan hasil pembahasan dan Temuan Penelitian yang dilakukan oleh.
Median Wilestari dan Wiwi Afriani, penilaian yang dilakukan untuk pernyataan
No.12 dalam PSAK 68 paragraf 74 menjelaskan bahwa perusahaan lebih
memprioritaskan hirarki dibandingkan dengan input, hal ini tidak sesuai dengan
pernyataan PSAK 68 paragraf 74 yaitu nilai wajar asset keuangan dan liabilitas
keuangan yang diperdagangkan di pasar aktif didasarkan pada kuostasian harga pasar.
Untuk semua instrument keuangan lainnya, perusahaan menentukan nilai wajar
dengan menggunakan teknik penilaian lainnya. Untuk instrument keuangan yang
jarang diperdagangkan dan sedikit memiliki transparansi harga, nilai wajar menjadi
kurang objektif dan membutuhkan berbagai tingkat pertimbangan tergantung pada
likuiditas, konsentrasi, ketidakpastian, faktor pasar, asumsi harga dan risiko lainnya
yang mempengaruhi instrument tertentu.
Menurut laporan keuangan tahunan PT Bank Permata Tbk tahun 2015, tertulis
nilai tercatat sebesar Rp 125.867.973 dan angka tersebut adalah hirarki nilai wajar
yang dikategorikan dalam level 3 dikarenakan pengukuran nilai wajar atas kredit
yang diberikan tidak dapat diobservasi. Selain itu, input yang dapat diobservasi secara
relevan juga tidak tersedia sehingga kredit yang diberikan tidak dapat diobservasi
untuk mengetahui nilai wajarnya. Sedangkan menurut PSAK 68 paragraf 74 angka
Rp 125.801.970 adalah nilai input yang dikategorikan dalam level 2, dikarenakan
kredit yang diberikan memiliki persyaratan yang spesifik. Dan juga harga kuotasian
dapat diobservasi dengan menggunakan harga pasaran di market.
Sehingga, berdasarkan hasil pembahasan mengenai penerapan nilai wajar untuk
penilaian asset perusahaan PT Bank Permata Tbk ditemukan satu pertanyaan yang
diperoleh hasil ketidaksesuaian dari pernyataan PSAK 68 Paragraf 74 terkait dengan
perusahaan lebih memprioritaskan hirarki nilai wajar daripada input. Sedangkan
menurut PSAK 68 Paragraf 74 yang menjadi prioritas adalah nilai input dibandingkan
nilai wajar. Maka, kesimpulannya PT Bank Pemata Tbk sudah melakukan penerapan
nilai wajar untuk penilaian asset perusahaan sesuai dengan PSAK 68.

13
3.2 Pada Masa Covid-19 Pandemic
Akibat dari Covid-19 Pandemic, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan
panduan penyusunan laporan keuangan terutama dalam menerapkan ketentuan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 tentang Instrumen Keuangan
dan PSAK 68 tentang Pengukuran Nilai Wajar. Panduan ini dikeluarkan terkait
dengan dampak pandemic covid-19 yang telah menimbulkan ketidakpastian ekonomi
global dan domestik secara signifikan mempengaruhi pertimbangan (judgement)
entitas dalam menyusun laporan keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan mempertimbangkan release DSAK-IAI
pada tanggal 5 April tentang Dampak Pandemi Covid-19 terhadap PSAK 68 tentang
Pengukuran Nilai Wajar, juga memberikan panduan penyesuaian bagi perbankan
dalam pengukuran nilai wajar khususnya terkait penilaian surat-surat berharga. Hal
ini mengingat tingginya volatilitas dan penurunan signifikan volume transaksi di
bursa efek dan mempengaruhi pertimbangan bank dalam menentukan nilai wajar dari
surat berharga. Beberapa panduan yang diberikan kepada bank yaitu:
1. Menunda penilaian yang mengacu pada harga pasar (mark to market) untuk Surat
Utang Negara dan surat-surat berharga lain yang diterbitkan Pemerintah termasuk
surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, selama 6 (enam) bulan.
Selama masa penundaan, perbankan dapat menggunakan harga kuotasian tanggal
31 maret 2020 untuk penilaian surat berharga tersebut.
2. Menunda penilaian yang mengacu pada harga pasar (mark to market) untuk surat-
surat berharga lain selama 6 (enam) bulan sepanjang perbankan menyakini kinerja
penerbit (issuer) surat-surat berharga tersebut dinilai baik sesuai kriteria tertentu
yang ditetapkan. Selama masa penundaan, perbankan dapat menggunakan harga
kuotasian tanggal 31 maret 2020 untuk penilaian surat-surat berharga tersebut.
Apabila kinerja issuer dinilai tidak/ kurang baik, maka perbankan dapat
melakukan penilaian berdsarkan model sendiri dengan menggunakan berbagai
asumsi suku bunga, credit spread, risiko kredit issuer, dan sebagainya
3. Melakukan pengungkapan yang menjelaskan perbedaan perlakuan akuntansi yang
menace pada panduan OJK dengan SAK sebagaimana dipersyaratkan dalam
PSAK 68.

14
BAB IV. KESIMPULAN

Nilai wajar (fair value) dalam PSAK 68 mendefenisikan nilai wajar sebagai
harga yang akan diterima untuk menjual suatu asset atau harga yang akan dibayar
untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada
tanggal pengukuran. Tujuan Pengukuran Nilai wajar adalah untuk mengestimasi
harga dimana transaksi teratur (orderly transaction) untuk menjual asset atau
mengalihkan liabilitas akan terjadi antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran
dalam kondisi pasar saat kini.
Berdasarkan PSAK No.68 tahun 2013 tentang Pengukuran Nilai Wajar, teknik
penilaian nilai wajar, yaitu:
1. Pendekatan Pasar (Market Approach)
Pendekatan pasar (market approach) menggunakan harga dan informasi relevan
lain yang dihasilkan oleh transaksi pasar yang melibatkan asset, liabilitas, atau
kelompok asset dan liabilitas yang identik atau serupa seperti bisnis.
2. Pendekatan Biaya (Cost Approach)
Pendekatan biaya (cost apptoach) mencerminkan jumlah yang dibutuhkan saat ini
untuk menggantikan kapasitas manfaat (service capacity) asset atau sebagai biaya
pengganti saat ini.
3. Pendekatan Penghasilan (Income Approach)
Pendekatan penghasilan (income approach) mengkonversi jumlah masa depan
(contohnya arus kas atau penghasilan dan beban) ke suatu jumlah tunggal saat ini
yang didiskontokan.

Pada PSAK 68 paragraf 72 menyatakan bahwa untuk meningkatkan konsistensi


dan keterbandingan dalam pengukuran nilai wajar dan pengungkapan pernyataan
yang terkait. Pernyataan ini menetapkan nilai wajar yang dikategorikan ke dalam 3
level yaitu:
a. Input level 1 adalah harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk asset
atau liabilitas yang dapat diakses entitas pada tanggal pengukuran.
b. Input level 2 adalah input selain harga kuotasian yang termasuk dalam level 1
yang dapat diobservasi untuk asset atau liabilitas, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
c. Input level 3 adala input yang tidak dapat diobservasi untuk asset atau liabilitas.

Perlakuan Akuntansi pengukuran Nilai Wajar,antara lain:


a. Model Revaluasi.
Frekuensi revaluasi tergantung perubahan nilai wajar dari suatu asset tetap. Jika
suatu asset tetap direvaluai, maka seluruh asset tetap dalam kelompok yang sama
harus direvaluasi. Jika jumlah tercatat asset meningkat akibat revaluasi, kenaikan
tersebut langsung dikreditkan ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Dan jika

15
jumlah asset tercatat menurun akibat revaluasi, maka penurunan tersebut diakui
dalam laporan laba rugi.
b. Investasi Properti.
Nilai wajar investasi properti mencerminkan antara lain penghasilan rental dari
sewa yang sedang berjalan dan asumsi-asumsi yang layak dan rasional yang
mencerminkan keyakinan pihak-pihak yang berkeinginan bertransaksi dan
memiliki pengetahuan memadai mengenai asumsi tentang penghasilan rental dari
sewa di masa depan dengan mengingat kondisi sekarang.
c. Biological Asset
Biological asset dinilai sebesar nilai wajar dikurangi dengan biaya penjualan, baik
pada pengakuan pertama maupun pada tanggal laporan.

Akibat dari Covid-19 Pandemic, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan


panduan penyusunan laporan keuangan terutama dalam menerapkan ketentuan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 tentang Instrumen Keuangan
dan PSAK 68 tentang Pengukuran. Panduan ini dikeluarkan terkait dengan dampak
pandemic covid-19 yang telah menimbulkan ketidakpastian ekonomi global dan
domestik secara signifikan memengaruhi pertimbangan (judgement) entitas dalam
menyusun laporan keuangan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Wilestari, Median dan Wiwi Afriani. 2019. Penenrapan Nilai Wajar untuk Penilaian
Asset Perusahaan Perbankan pada Bank Permata, Tbk. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Vol.1 No 1.Jakarta
Martani, Dwi dkk. 2012. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK. Jakarta:
Salemba Empat.
Admin. 2020. Accounting Standar Resume. https://accountingunsoed.org/accounting-
standar-resume-psak-68. (15 Oktober 2021)
Anonim.2021. Fair Value Accounting. https://www.accountingtools.com/articles/fair-
value-accounting.html. (15 Oktober 2021)
Nino. 2020. Strategi dan Implementasi PSAK 68,71,72 dan 73.
https://www.feb.ui.ac.id/blog/2020/04/28/sobat-alumni-feb-ui-edisi-2-strategi-dan-
implementasi-psak-68-71-72-dan-73/
Buku Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK. Dwi Martani, dkk.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK), efektif per 1 Januari 2018, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI).
PSAK 68 tentang Pengukuran Nilai Wajar
PSAK 68 : Nilai Wajar IFRS 2014
www.ojk.go.id

1
2

Anda mungkin juga menyukai