Anda di halaman 1dari 61

PELATIHAN PENYELESAIAN SENGKETA

KONTRAK KONSTRUKSI

MODUL

4 PRINSIP DASAR PENYELESAIAN


SENGKETA KONTRAK
KONSTRUKSI
KATA PENGANTAR
PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas terselesaikannya modul 4 tentang “Prinsip
Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi”. Modul ini adalah modul ke 4 dari 7
modul yang harus diselesaikan dalam Pelatihan Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi.
Pelatihan tersebut diadakan mengingat dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, yang lazim
dilakukan di Indonesia akan melibatkan pihak pengguna jasa konstruksi dan penyedia
konstruksi serta tertuang dalam kontrak konstruksi yang dipergunakan sebagai dasar
hubungan hukum kedua belah pihak.
Setiap tahun, puluhan ribu kontrak konstruksi ditandatangani dan diimplementasikan
sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi sengketa kontrak konstruksi. Dalam
menyelesaikan sengketa kontrak konstruksi ada dua pilihan penyelesaian yaitu penyelesaian
melalui jalur peradilan dan penyelesaian di luar peradilan. Pelatihan penyelesaian sengketa
kontrak konstruksi ini dimaksudkan untuk membekali para Aparatur Sipil Negara di
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, khususnya yang terkait dalam
penanganan kontrak konstruksi dalam melaksanakan tugasnya, untuk mengantisipasi bila
terjadi kemungkinan sengketa.
Modul ini berkaitan dengan modul-modul lainnya ketika Anda belajar untuk dapat
menyelesaikan masalah sengketa kontrak konstruksi. Sedangkan tujuan disusunnya modul
ini adalah agar setelah mempelajari modul ini Anda dapat memahami prinsip dasar
penyelesaian sengketa kontrak konstruksi.
Dalam modul ini akan dibahas tentang : Sengketa Kontrak Konstruksi, Prinsip Dasar
Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi, Mitigasi Sengketa Kontrak Konstruksi dan Klaim
Tentu saja masih ada kemungkinan modul ini masih memiliki kekurangan, karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Untuk itu masukan dan kritikan yang membangun
dari berbagai pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan modul ini di masa yang akan
datang. Akhirnya semoga modul dapat bermanfaat.

Bandung, 2017

Kepala
Pusdiklat Sumber Daya Air dan Konstruksi
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
BADAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BANDUNG, 2017

Modul 4
2
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

KATA

PENGANTAR......................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 3
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL.....................................................................................6
PENDAHULUAN..................................................................................................................... 7
MATERI 1 SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI.............................................................9
MATERI 2 PRINSIP DASAR PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI...24
MATERI 3 MITIGASI SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI..........................................35
MATERI 4 KLAIM.............................................................................................................. 44
PENUTUP............................................................................................................................. 50
KUNCI JAWABAN................................................................................................................. 52
GLOSARI.............................................................................................................................. 60

Modul 4
3
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN

Modul 4
4
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
DAFTAR INFORMASI
VISUAL
DAFTAR INFORMASI VISUAL

Modul 4
5
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
PETUNJUK PENGGUNAAN
MODUL
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
Peserta “Pelatihan Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi” yang berbahagia.
Modul “Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi” ini adalah modul keempat
dari tujuh modul yang harus Anda selesaikan dalam pelatihan ini. Bila Anda akan
mempelajari modul ini, Anda harus sudah menuntaskan modul sebelumnya.
Dalam mempelajari modul ini, seyogyanya Anda lakukan secara berurutan mulai dari materi
pertama sampai materi terakhir, agar pengetahuan yang Anda miliki menjadi lengkap.
Dengan mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan memahami tentang prinsip dasar
penyelesaian sengketa kontrak konstruksi. Modul ini terdiri dari empat materi pokok, dan
pada akhir pembahasan tiap materi akan diberikan tes, untuk mengukur kemampuan Anda
dalam memahami tiap-tiap materi. Anda dapat melihat kemampuan Anda dengan
mencocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban yang ada pada akhir modul ini. Apabila
Anda belum dapat menjawab pertanyaan (soal) dengan benar, Anda harus mengulangi
mempelajari materi tersebut. Jujurlah pada diri Anda sendiri.
Apabila ada tugas-tugas, harap dikerjakan baik secara individual maupun kelompok. Untuk
hal-hal yang kurang jelas, Anda dapat menghubungi nara sumber di Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi.
Waktu yang diperlukan untuk mempelejari modul ini kurang lebih 6 JPL (270 menit) sudah
termasuk waktu untuk mengerjakan tugas-tugas dan menjawab pertanyaan yang tersedia.
Akhirnya, selamat mempelajari modul ini, semoga sukses.

PENDAHULUAN
Modul 4
6
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengawasan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh pengguna jasa dalam pelaksanaan
pekerjaan, umumnya akan dibantu oleh penyedia jasa pengawas konstruksi dengan suatu
perjanjian jasa konsultansi pengawas konstruksi.
Setiap tahun, puluhan ribu kontrak konstruksi ditandatangani dan diimplementasikan. Dalam
hal ini sudah hampir pasti akan terjadi sengketa konstruksi akibat perbedaan intrepretasi
maupun akibat lain yang bersifat fisik maupun non fisik. Dalam menyelesaikan sengketa
kontrak konstruksi, dapat ditempuh berbagai cara. Di Indonesia penyelesaian sengketa
terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: (1) litigasi dan (2) non-litigasi. Litigasi adalah bentuk
penyelesaian sengketa dalam acara persidangan di peradilan umum. Sedangkan non-litigasi
adalah bentuk penyelesaian sengketa di luar peradilan umum. Non-litigasi menurut Undang
Undang Nomor 30 Tahun 1999 terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: (1) arbitrase dan (2) alternatif
penyelesaian sengketa.
Penyelesaian dengan cara arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa terbukti efektif
dalam penyelesaian sengketa pada umumnya dan demikian juga tentunya sengketa
konstruksi pada khususnya.
Sengketa kontrak konstruksi akan selalu terjadi dalam perjalanan suatu kontrak, meskipun
sengketa ini bukan merupakan sesuatu yang direncanakan, karena masing-masing pihak
akan mempertahankan agar pihaknya tidak merugi. Kontraktor sebagai salah satu pihak
mempunyai tugas untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, tentunya dengan tujuan
mendapatkan keuntungan yang sudah diperhitungkan sebelumnya, sedang pihak pengguna
jasa akan bertahan agar biaya yang telah disepakati dalam kontrak, sebagai harga kontrak,
sedapat mungkin tidak terlampaui.
Dari sisi penyelenggaraan konstruksi, kesadaran hukum dalam kepatuhan para pihak, yakni
pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan
terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan dan
lingkungan, agar dapat mewujudkan bangunan yang berkualitas dan mampu berfungsi
sebagaimana yang direncanakan..

B. Deskripsi Singkat
Modul “Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi“ ini adalah salah satu dari
materi-materi yang disusun untuk memenuhi kebutuhan pelatihan Penyelesaian Sengketa
Kontrak Konstruksi, dalam hal memperoleh informasi penting tentang dasar-dasar
penyelesaian sengketa kontrak konstruksi.
Modul “Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi” ini, disusun dengan
maksud untuk membantu Anda dalam memahami prinsip-prinsip dasar dalam penyelesaian
sengketa kontrak konstruksi.
Secara garis besar dalam modul ini akan dibahas tentang sengketa kontrak konstruksi,
prinsip dasar penyelesaian sengketa kontrak konstruksi dan usaha-usaha pencegahan
terjadinya sengketa kontrak konstruksi serta klaim.
Sengketa dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang
menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan, pertikaian, perselisihan.

Modul 4
7
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
Sehingga sengketa konstruksi adalah sengketa yang terjadi sehubungan dengan
pelaksanaan suatu usaha jasa konstruksi antara para pihak yang tersebut dalam suatu
kontrak konstruksi yang di dunia Barat disebut construction dispute.
Jenis sengketa konstruksi antara lain, keterlambatan penyelesaian pekerjaan, perbedaan
penafsiran dokumen kontrak, ketidak mampuan baik teknis maupun manajerial dari para
pihak, karena klaim yang tidak dilayani, keterlambatan pembayaran, pengguna jasa tidak
melaksanakan tugas-tugas pengelolaan dengan baik, dan mungkin tidak memiliki dukungan
dana yang cukup, seperti perbedaan gambar rencana dengan spesifikasi teknis dan Bill of
Quantity, lambatnya keputusan direksi pekerjaan dalam suatu usulan material atau design
dan bisa terjadi karena adanya force majeure. Jenis-jenis sengketa konstruksi tersebut
secara garis besar adalah bisa muncul akibat dari tindakan pemilik proyek, tindakan
konsultan perencana, konsutan pengawas dan faktor eksternal.
Sengketa konstruksi dan penyelesaian kontrak konstruksi diatur dalam beberapa peraturan
perundangan. Diantaranya adalah Undang-Undang Nomer 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi, Undang-Undang Nomer 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa dan Peraturan Pemerintah Nomer 29 tahun 2000 tentang
penyelenggaraan Jasa Konstruksi

C. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan dapat memahami peraturan yang
berlaku dalam sengketa kontrak konstruksi. Secara khusus, Anda diharapkan akan dapat:
1. Menjelaskan pengertian tentang sengketa konstruksi, jenis-jenis sengketa kontrak
konstruksi, faktor-faktor penyebab sengketa kontrak konstruksi dan pasal-pasal yang
terkait dengan sengketa kontrak konstruksi.
2. Menjelaskan tentang prinsip dasar penyelesaian sengketa kontrak konstruksi
3. Menjelaskan cara melaksanakan mitigasi sengketa kontrak konstruksi
4. Menjelaskan pengertian klaim, pengajuan klaim, analisa klaim, penyebab kegagalan
klaim, metode penyelesaian klaim, cara mengendalikan resiko dan menghindari klaim.

D. Materi Pokok
Untuk dapat mencapai kompetensi tersebut, maka materi pokok yang harus Anda pelajari
meliputi : pengertian sengketa kontrak konstruksi, prinsip dasar penyelesaian sengketa
kontrak konstruksi, mitigasi sengketa kontrak konstruksi dan klaim.

Modul 4
8
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
MATERI

1
SENGKETA KONTRAK
KONSTRUKSI
MATERI 1 SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

Indikator keberhasilan
Setelah mempelajari modul ini Anda diharapkan :
1. menjelaskan pengertian tentang sengketa konstruksi,
2. menyebutkan jenis-jenis sengketa kontrak konstruksi dan faktor-faktor
penyebab sengketa kontrak konstruksi
3. menjelaskan tentang prinsip dasar penyelesaian sengketa kontrak
konstruksi
4. menjelaskan cara melaksanakan mitigasi sengketa kontrak konstruksi
5. menjelaskan pengertian dan penyebab kegagalan klaim,
6. melakukan analisa klaim,
7. menerangkan metode penyelesaian klaim,
8. menjelaskan cara mengendalikan resiko, dan cara menghindari klaim.

Setiap manusia mempunyai kegiatan, termasuk Anda. Kegiatan manusia ada yang dapat
digolongkan ke dalam kegiatan rutin, yaitu kegiatan yang dijalankan sehari-hari seperti
mandi, makan, tidur, bekerja, dan sebagainya. Kegiatan yang bersifat rutin biasanya
mengalir begitu saja, tidak terlalu memerlukan pemikiran yang matang. Namun sebagai
Aparatur Sipil Negara, kegiatan rutin Anda memerlukan perencanaan dan pemikiran yang
matang. Apalagi apabila Anda ikut menangani kontrak konstruksi, tentu saja kegiatan rutin
Anda sudah merupakan perencanaan yang tertuang dalam suatu ketentuan. Nah, dalam
pelaksanaan tugas tersebut suatu saat Anda mungkin akan menjumpai suatu permasalahan.

Salah satu permasalahan yang mungkin timbul dalam kontrak konstruksi adalah persoalan
sengketa yang muncul dari hubungan hukum yang terjadi karena perikatan para pihak di
dalamnya. Sebenarnya sengketa itu tidak kita harapkan, namun karena adanya perbedaan
interpretasi atau oleh sebab lainnya sehingga dapat berujung menjadi persengketaan. Nah,
berikut ini akan dijelaskan hal-hal yang terkait dengan persengketaan dalam kontrak
konstruksi. Baca bahan bacaan berikut ini.

SENGKETA KONTRAK KONTRUKSI

Sebelum kita membahas tentang sengketa kontrak konstruksi hal pertama yang harus kita
mengerti ialah makna sengketa itu sendiri. Sengketa dalam kamus besar bahasa Indonesia
diartikan sebagai sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran,
perbantahan, pertikaian, dan perselisihan.

Modul 4
9
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
Perbedaaan pendapat; pertengkaran atau perbantahan bisa terjadi dalam setiap kegiatan
atau hubungan di antara para individu, antara individu dan lembaga (badan hukum),
maupun antar lembaga. Hal tersebut dimungkinkan bisa terjadi akibat dari adanya
perbedaan pandangan, penafsiran, sikap, maupun perilaku.
Berdasarkan pihak-pihak yang bersengketa Gatot P. Soemartono menjelaskan bahwa
sengketa dapat dikelompokkan ke dalam bidang-bidang tertentu, yaitu :
1. Sengketa antar individu, misalnya perselisihan dalam keluarga akibat perceraian seperti
masalah anak, pembagian harta benda, warisan, dan lain-lain.
2. Sengketa antara individu dan badan hukum, misalnya karena adanya masalah
ketenagakerjaan sehingga perselisihan dapat timbul antara pegawai dan perusahaan
mengenai upah, jam kerja, pemberian pesangon, dan lain-lain.
3. Sengketa antar badan hukum, misalnya perselisihan antar korporasi. Hal tersebut bisa
terjadi apabila perusahaan yang satu menggugat perusahaan lainnya.
Dalam perspektif Suhandi Yahya, Sengketa atau perselisihan pada dasarnya disebabkan
oleh :
1. Perbedaan informasi atau data. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi, kesalahan
informasi, perbedaan pandangan atau interpretasi
2. Perbedaan kepentingan, adanya perbedaan kepentingan psikologi, kepentingan
procedural, dan kepentingan substansi.
3. Relationship yang dipengaruhi oleh emosi, persepsi yang berbeda, komunikasi yang
buruk dan perilaku negatif.
4. Struktural yaitu yang berhubungan dengan masalah sumber daya, waktu, faktor
geografis, kewenangan dan perbuatan keputusan.
5. Perbedaan nilai, adanya perbedaan perilaku yang dipengaruhi berbagai nilai,
pandangan hidup, ideologi, agama dan sebagainya.
Setelah memahami makna sengketa dan para pihak yang bersengketa, maka hal yang perlu
dipelajari ialah pengertian tentang kontrak konstruksi dan hubungan para pihak dalam
kontrak konstruksi.
Istilah kontrak semula merupakan padanan kata dari perjanjian seperti diatur dalam Buku III
Bab II Bagian I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mengatur tentang perikatan-
perikatan yang dilahirkan dari perjanjian atau persetujuan.

Menurut Salim HS, H. Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, dalam buku mereka yang berjudul
Perancangan Kontrak. Istilah kontrak dapat diartikan “suatu hubungan hukum antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”
Dalam kontrak konstruksi dikenal ada 3 (tiga) tahap, yaitu sebagai berikut :
a. Tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan.
b. Tahap contractual, yaitu persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.
c. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.

Undang-Undang Nomer 2 Tahun 2017 menjelaskan : Kontrak Kerja Konstruksi adalah


keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara Pengguna Jasa
dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Modul 4
10
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
Pada ketiga tahapan inilah proses kerja sama, interaksi, dan diskusi antara pihak pengguna
jasa dan penyedia jasa dilakukan oleh kedua belah agar tercapai tujuan yang mereka
inginkan untuk dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi sebagai dasar hubungan hukum
penyelenggaraan jasa konstruksi.
Penyelenggaraan jasa konstruksi yang dimaksudkan yaitu : layanan jasa konsultansi
konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi. Konsultansi Konstruksi adalah layanan
keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan,
pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan. Sedangkan
pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi
pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali
suatu bangunan.
Namun dalam penyelenggaraannya sering muncul permasalahan yang mengakibatkan
munculnya konflik antar para pihak oleh perbuataan dari salah satu pihak. Permasalahan
konflik antara pihak ini sering dijumpai pada saat pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan
apabila konflik itu tidak bisa diselesaikan maka akan menjadi sengketa (dispute).

Sengketa
Klaim

Konflik

Masalah

Gambar 1. Proses Terjadinya Sengketa

Sengketa kontrak konstruksi adalah sengketa yang terjadi sehubungan dengan pelaksanaan
suatu usaha jasa konstruksi antara para pihak yang tersebut dalam suatu kontrak konstruksi
yang di dunia Barat disebut construction dispute. Sehingga dalam konstruksi hukum perdata,
sengketa konstruksi dapat diartikan juga adanya tindakan cidera janji atau wanprestasi dari
salah satu pihak terhadap isi dari kontrak konstruksi

Cidera janji atau wanprestasi dapat diartikan dengan tidak terpenuhinya suatu prestasi akibat
dari sebuah kondisi :
a) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b) Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan;
c) Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Dengan demikian sesungguhnya sengketa kontrak konstruksi secara sederhana dapat


dijelaskan sebagai sengketa yang terjadi akibat hukum dari penyelenggaraan layanan
jasa konstruksi antara pengguna layanan jasa dan penyedia layanan jasa yang
disebabkan karena tidak terpenuhinya suatu prestasi oleh salah satu pihak kepada pihak
lain seperti yang diperjanjikan dalam dokumen kontrak kerja konstruksi. Modul 4 11
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
.
LATIHAN 1

1. Jelaskan pengertian dari sengketa !


2. Jelaskan pengertian dan pengelompokkan sengketa berdasarkan pihak-pihak yang
bersengketa ?
3. Sebutkan tahapan dalam penyusunan kontrak konstruksi
4. Jelaskan menurut pemahaman Anda apakah yang dimaksud dengan sengketa
kontrak konstruksi ?

JENIS-JENIS SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

Kompleksitas penyelenggaraan jasa konstruksi semakin besar, sehubungan dengan


standar-standar baru dan teknologi yang semakin canggih. Keberhasilan sebuah
penyelenggaraan konstruksi tentu terkait dengan kerja sama antara pihak-pihak yang terlibat
di dalamnya yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa.
Dalam kegiatan layanan jasa konstruksi, hubungan
kerja antara pengguna jasa dan penyedia jasa
biasanya selalu diatur dalam kontrak kerja.
Pemahaman yang sederhana dari kontrak kerja
adalah keseluruhan dokumen yang mengatur
hubungan hukum antara pengguna jasa dan
penyedia jasa.
Berdasarkan hasil kesepakatan dan penawaran dari kedua belah pihak maka keinginan
pengguna jasa dan penyedia jasa akan dituangkan dalam sebuah kontrak kerja, sehingga
penyedia jasa sebagai penyelenggara proyek memiliki keinginan dan tujuan untuk
memperoleh hasil sesuai yang diharapkan, yaitu memenuhi spesifikasi, aman, dan efisien
serta ekonomis, baik dari segi biaya maupun waktu. Kontrak kerja harus dibuat seakurat
mungkin, dengan memperhatikan detail-detail yang akan dikerjakan sehingga dikemudian
hari tidak terjadi kekeliruan dalam penafsiran isi kontrak.
Namun demikian, dalam tahap pelaksanaan pekerjaan saat di lapangan, masih saja sering
terjadi beberapa kendala seperti kesalahan dalam penerapan kontrak kerja yang
mengakibatkan proyek tidak berjalan sesuai ekpektasi awal, baik disebabkan karena
kelalaian pengguna jasa maupun penyedia jasa pada saat pemenuhan kewajiban dan
tanggung jawabnya. Sehingga, hal tersebut berdampak pada konsekuensi kerugian yang
dapat diterima oleh kedua belah pihak tersebut pengguna jasa ataupun penyedia jasa.

Dalam praktek layanan jasa konstruksi masalah sengketa kontrak konstruksi antara para
pihak biasanya lebih banyak terjadi pada bagian sengketa contractual Sengketa ini terjadi
pada saat pekerjaan pelaksanaan sedang berlangsung. Artinya tahapan kontraktual sudah
selesai, disepakati, ditandatangani, dan dilaksanakan di lapangan. Sengketa terjadi
manakala apa yang tertera dalam kontrak tidak sesuai dengan apa yang dilaksanakan di
lapangan. Dalam istilah umum sering orang mengatakan bahwa pelaksanaan proyek di
lapangan tidak sesuai dengan bestek, baik bestek tertulis (kontrak kerja) dan atau bestek

Modul 4
12
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
gambar (lampiran-lampiran kontrak), ditambah perintah-perintah direksi/pengawas proyek
(manakala bestek tertulis dan bestek gambar masih ada yang belum lengkap).’

Pada dasarnya sengketa jasa kontrak konstruksi terdiri dari 3


(tiga) bagian :
a. Sengketa pre contractual yaitu sengketa yang terjadi
sebelum adanya kesepakatan kontraktual, dan dalam
tahap proses tawar menawar.
b. Sengketa kontraktual yaitu sengketa yang terjadi pada
saat berlangsungnya pekerjaan pelaksanaan konstruksi.
c. Sengketa pasca kontraktual yaitu sengketa yang terjadi
setelah bangunan beroperasi atau dimanfaatkan selama
10 (sepuluh) tahun

Selain karena ketidaksesuaian isi kontrak kerja dengan kondisi pelaksanaan dilapangan
dimungkinkan terjadi sengketa kontrak konstruksi bisa juga terjadi karena klaim yang tidak
dilayani dan faktor eksternal dari penyedia jasa, seperti perbedaan gambar rencana dengan
spesifikasi teknis dan Bill of Quantity, lambatnya keputusan direksi pekerjaan dalam suatu
usulan material atau design, adanya force majeure, dan lain-lain yang mengakibatkan
bertambahnya waktu penyelesaian dan biaya pelaksanaan pekerjaan.

Menurut Sarwono Hardjomuljadi terjadinya klaim yang kemudian berkembang


menjadi sengketa, umumnya terjadi akibat adanya pelanggaran dan/atau tidak
dipenuhinya kewajiban-kewajiban masing-masing pihak yang tercantum dalam kontrak.
Pelanggaran dapat dilakukan baik oleh kontraktor selaku penyedia jasa maupun oleh
pengguna jasa

Hasil studi yang dilakukan oleh Sarwono Hardjomuljadi menggambarkan umumnya jenis-
jenis sengketa kontrak konstruksi adalah :

1. Keterlambatan Ketersediaan lahan kerja


Dalam hal pengguna jasa gagal memberikan akses untuk memasuki lapangan dan/atau
menyediakan lahan untuk bekerja bagi kontraktor sesuai dengan waktu yang dinyatakan
dalam kontrak dan menyebabkan terjadinya hambatan atas pelaksanaan program kerja
kontraktor, maka kontraktor berhak untuk mengajukan klaim perpanjangan waktu dan
tambahan harga kontrak sebagai kompensasi.

2. Gambar yang belum final


Dalam melaksanakan semua pekerjaan yang tercantum dalam kontrak, diperlukan
adanya instruksi atau persetujuan atas gambar kerja konstruksi yang dibuat oleh
kontraktor, sebelum kontraktor memulai secara fisik setiap bagian pekerjaan. Jika enjinir
yang bertindak untuk dan atas nama pengguna jasa tidak dapat menerbitkan instruksi
atau gambar kerja konstruksi dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam
kontrak pada saat kontraktor akan memulai pelaksanaan pekerjaan, gambar yang
seharusnya disiapkan oleh pengguna jasa, yang dalam hal ini diwakili oleh enjinir tidak
dapat diserahkan secara tepat waktu sehingga mengganggu rencana kerja dan
kontraktor terpaksa mengubah metode pelaksanaan kontrak, maka kontraktor berhak

Modul 4
13
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
untuk mengajukan klaim perpanjangan waktu dan tambahan harga kontrak sebagai
kompensasi.

3. Serah terima sebagian dari pekerjaan


Dalam hal pengguna jasa memerlukan sebagian pekerjaan untuk dapat dipergunakan
terlebih daahulu lebih awal dari apa yang diperjanjikan dalam kontrak karena salah satu
alasan tertentu. Serah terima fisik suatu pekerjaan tentunya akan berakibat terjadinya
beberapa hal antara lain : terganggunya akses kontraktor untuk menuju ke lokasi
pekerjaan lain yang sedang dikerjakan sehingga mengakibatkan terganggunya
mobilisasi alat dan suplai material kerja.

4. Pengetesan
Pelaksanaan pengetesan yang terlambat dapat mengakibatkan terlambatnya
pelaksanaan pekerjaan selanjutnya terkait dengan adanya kewajiban untuk lulus
pengetesan terlebih dahulu sebelum dilaksanakannya pekerjaan dalam hal ini kontraktor
dapat mengklaim perpanjangan waktu dan tambahan harga kontrak sebagai
kompensasi.

5. Penundaan pengujian pada penyelesaian pekerjaan


Jika pengguna jasa (atau yang mewakili) menunda atau terlambat atau lalai dalam
melakukan pengetesan pada penyelesaian pekerjaan maka kontraktor dapat mengklaim
perpanjangan waktu dan tambahan harga kontrak sebagai kompensasi.

6. Penghapusan pekerjaan
Terjadinya penghapusan atas beberapa item pekerjaan yang semula terdapat dalam
kontrak, baik pada gambar kontrak maupun daftar kuantitas dengan melalui perintah
variasi dan mengakibatkan kontraktor tidak dapat menerima pembayaran sejumlah
biaya tersebu, maka kontraktor dapat mengajukan klaim atas sejumlah biaya yang tidak
dibayarkan tersebut, termasuk semua pembiayaan lain yang mungkin terjadi akibat
adanya perintah penghapusan pekerjaan tersebut termasuk juga kemugkinan hilangnya
keuntungan.

7. Keterlambatan pembayaran
Pembayaran yang terlambat, merupakan masalah yang sering timbul atas suatu
pekerjaan yang dikontrakkan, dimana di samping keterlambatan pembayaran ini terjadi
karena tidak tersedianya anggaran, terdapat juga hal lain yaitu karena keterlambatan
dalam membuat keputusan (slow decision making), terlambatnya verifikasi dan/atau
persetujuan yang diperlukan dari institusi lebih tinggi atau yang berwenang, misalnya
auditor, sehingga pekerjaan yang telah diselesaikan dan seharusnya dibayar menjadi
tertunda pembayarannya.

8. Konsekuensi penghentian pekerjaan


Dalam hal pengguna jasa mengisntruksikan untuk menghentikan atau menunda
pekerjaan secara keseluruhan atau sebagian pekerjaan yang dikerjakan oleh kontraktor
maka kontraktor berhak mengajukan klaim perpanjangan waktu dan penambahan harga
kontrak atas kerugian finansial yang terjadi termasuk hilangnya keuntungan sesuai
rencana.

Modul 4
14
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
Dengan demikian berdasarkan klaim yang diajukan maka sengketa kontrak
konstruksi dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) jenis sengketa yaitu:
a) Sengketa biaya yaitu jenis sengketa yang terjadi karena perubahan nilai
kontrak, perubahan harga satuan pekerjaan dan perubahan nilai angsuran
b) Sengketa waktu yaitu sengketa kosntruksi yang diakibatkan karena
perubahan waktu kontrak, perubahan jadwal kegiatan dan perubahan
jadwal pembayaran
c) Sengketa lingkup pekerjaan yaitu sengketa kontrak konstruksi yang terjadi
akibat adanya perubahan jenis pekerjaan, perubahan volume pekerjaan,
perubahan mutu/kualitas pekerjaan dan perubahan metode pelaksanaan
konstruksi
d) Sengketa gabungan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan (jasa) adalah
sengketa kontrak konstruksi yang diakibatkan adanya kombinasi perubahan
biaya dan waktu, kombinasi perubahan biaya dan lingkup pekerjaan,
kombinasi perubahan waktu dan lingkup pekerjaan dan kombinasi
perubahan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan.

Faktor-Faktor Penyebab Sengketa Kontrak Konstruksi


Menurut Sarwono Hardjomuljadi sengketa kontrak konstruksi dapat dirumuskan sebagai
yang ingin memaksakan kehendaknya kepada pihak yang lain yang menentang suatu
keadaan yang menempatkan suatu pihak kehendak tersebut dan mengadakan perlawanan.
Jadi sebenarnya sengketa dapat terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang sah atau
tidaknya suatu klaim konstruksi dan/atau jumlah klaim tersebut. Sehingga sengketa terjadi
apabila :
a) Kontraktor mengajukan klaim tambahan biaya, perpanjangan waktu, atau hal lain,
b) Enjinir/pengguna jasa menolak klaim dengan disertai alasan penolakan berupa suatu
Engineer Determination,
c) Kontraktor menyatakan tidak sependapat dengan alasan penolakan klaim oleh engineer
atau pengguna jasa .

Modul 4
15
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
Menurut Hamid Shahab dalam Buku Saku Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
menyebut bahwa sumber penyebab terjadinya sengketa terjadi karena beberapa kasus,
yaitu :

a. Rasa saling percaya yang begitu besar antara pengguna jasa dan penyedia jasa,
sehingga sering menimbulkan keinginan untuk segera memulai pekerjaan pelaksanaan
proyek, sebelum dokumen pelaksanaan (kontrak) selesai diproses. Maksudnya adalah
penyedia jasa memulai pekerjaan cukup hanya berbekal SPMK (Surat Perintah Memulai
Pekerjaan) dari Pemimpin/Bagian Proyek. Kadangkala bahkan ada yang lebih parah
lagi, yaitu tanpa berbekal apapun asalkan yang bersangkutan sudah dinyatakan lolos
seleksi (tender) “pemenang” lelang tersebut sudah memulai pekerjaan di lapangan
dengan alasan memburu waktu (yang biasanya skala waktu suatu proyek kecil dan
menengah memang singkat), walaupun tanpa dibekali uraian pekerjaan yang
diperjanjikan atau dipercayakan.
b. Perjanjian (kontrak) kerja dan dokumen konstruksi yang bersifat umumlah digunakan
pedoman/dasar memulai pekerjaan, padahal ada detail dokumen yang lain yang
seharusnya menjadi pedoman pelaksanaan, belum selesai dibuat.
c. Proses pekerjaan pelaksanaan sudah dimulai tanpa pola urutan proses kerja, program
waktu serta garis kritis yang akan mempengaruhi target akhir (time schedule).
d. Di tengah perjalanan pekerjaan konstruksi, kadangkala pengguna jasa sebagai pemilik
proyek melakukan kebijaksanaan dengan alasan untuk menghemat biaya, misalnya
dengan melakukan self-supply untuk material-material tertentu tanpa melibatkan proses
pengendalian mutu dengan melibatkan penyedia jasa.
e. Adakalanya pengguna jasa sebagai pemilik proyek mempercayakan manajemen proyek
kepada satu tangan dengan tanggung jawab penuh dan target waktu dan biaya yang
ketat dalam batas ceiling tertentu, akan tetapi dalam pelaksanaannya pengguna jasa
terlalu banyak mencampuri koordinasi dan manajemen proyek sehingga urutan
pekerjaan dan pola penanganan proyek menjadi kacau sehingga sulit
dipertanggungjawabkan dari kualitas, kuantitas, maupun target waktu dan biaya.
Padahal proses tender/penunjukan sudah dilaksanakan sesuai ketentuan.
f. Ketidakjelasan mengenai tanda tangan dan tanda-tanda khusus yang menyangkut
keabsahan dokumen untuk dapat digunakan. Perlu diketahui bahwa sejak
diberlakukannya sertifikasi profesi profesional tenaga ahli, salah satu diktum hak yang
diberikan adalah berhak menandatangani berkas-berkas gambar
perencanaan/pengawasan/perizinan, karena disitu sudah ada nomor registernya.
Sampai saat ini, ketentuan ini belum banyak yang mengetahui atau melaksanakannya.
g. Ketidakjelasan alur penyaluran dokumen. Misalnya sering terjadi bahwa penyaluran
dokumen ini dari siapa, siapa yang menggandakan, pihak-pihak mana saja yang berhak
menerima dan memiliki dokumen, dokumen asli disimpan dimana, termasuk apakah
direksi memerlukan gambar, time schedule, kalender, buku direksi/tamu meja rapat
kecil, gudang dan sebagainya.
h. Format pengendalian proyek, kaitannya dengan siapa bertanggung jawab kepada siapa.
Sering terjadi di lapangan, petugas proyek tidak menjalankan prosedur atau tata tertib
yang telah disepakati kaitannya denganstruktur organisasi manajemen proyek.

Modul 4
16
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
i. Timbulnya variation order sepanjang masa pelaksanaan konstruksi, dengan tidak
mencatat, melaporkan atau mengantisipasi terhadap pengaruh perubahan waktu dan
biaya.
j. Pekerjaan dilaksanakan tanpa landasan yang disepakati, misalnya unit price, sedang di
lapangan menuntut jalur kritis.
k. Site Engineer atau Koordinator Lapangan yang tidak menguasai seluruh proses. Ini
akan berakibat permasalahan yang ada dan terjadi atau kemungkinan deteksi dini tidak
dapat dilakukan dengan baik.
l. Terjadinya kerancuan istilah Quality Control dengan Quality Assurance.
m. Terdapat istilah-istilah yang dapat menimbulkan dubious, misalnya : tidak perlu safety
yang berlebihan, asalkan fungsi bangunan terpenuhi, persiapkan jalan masuk proyek,
tanpa kejelasan transportasi apa saja yang akan melalui jalan masuk tersebut, erjakan
lebih dahulu apa yang dapat dikerjakan, dengan tidak mengantisipasi kendala yang
mungkin timbul yang akan memperlambat kelancaran proyek, sedangkan tanggung
jawab yang timbul, tidak berada di pundak pemberi arahan tersebut.
n. Terdapat istilah–istilah yang ambigu seperti : gunakan material sejenis, setara atau yang
kualitasnya sederajat, lakukan dengan mutu yang baik, lakukan dengan periode waktu
yang wajar, gunakan batas toleransi penyimpangan yang wajar, lakukan sesuai dengan
apa yang dirasakan perlu oleh konsultan perencana, jalankan sesuai dengan standar
atau servis normal, batasi dengan biaya maksimum yang dapat dijamin (guaranted
maximum price), ikuti pandangan konsultan perencana yang reasonable to the
engineer’s satisfaction,
o. Fungsi manajemen konstruksi yang jelas diperlukan pada proyek kecil sampai proyek
besar, tidak jelas diserahkan kepada siapa : apakah kepada Tim Manajemen Konstruksi
(MK), apakah kepada Kontraktor Utama, salah satu kontraktor yang terlibat padaproyek,
dipegang sendiri oleh Pengguna Jasa atau Pemilik Proyek.
p. Belum adanya pengaturan mengenai tidak terpenuhinya target waktu atau target
finansial.
q. Adanya persetujuan yang tidak di back-up dengan administrasi dan atau pendanaan
yang baik.
r. Persetujuan (approval) mengenai nilai biaya atau gambar-gambar usulan atau program
waktu tidak kunjung diselesaikan, yang mengakibatkan tertundanya pekerjaan.
s. Biaya tambah yang diperlukan untuk mempercepat pelaksanaan proyek, baik untuk
memperpendek periode pelaksanaan secara keseluruhan maupun untuk mengejar
keterlambatan, persetujuan dan keterlambatan dokumen yang perlu disiapkan oleh
pihak ketiga.
t. Idle time (waktu menganggur) peralatan yang tidak efektif.
u. Meningkatnya overhead karena banyaknya penundaan pelaksanaan atau banyaknya
change order atau perubahan pekerjaan yang berakibat pada pekerjaan tambah.
v. Keterlambatan pembayaran, padahal di satu sisi pekerjaan dituntut tetap lancar dan
dilaksanakan dengan baik.

Modul 4
17
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
w. Adanya perbedaan pengertian kontrak yang berbahasa asing dengan kontrak yang
sama dan berbahasa Indonesia.
x. Nominated subkontraktor (sub penyedia jasa) yang ditunjuk oleh pengguna jasa, tanpa
koordinasi dan konsultasi dengan pihak yang memegang koordinasi dan tanggung
jawab.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab sengketa kontrak konstruksi dapat
disebabkan karena :
(1) Tindakan pemilik proyek yang dilakukan berkaitan dengan keterlambatan dalam
penyerahan gambar-gambar, keterlambatan dalam menyediakan material, penundaan
pekerjaan karena alasan tertentu, percepatan penyelesaian pekerjaan diluar jadwal,
keterlambatan dalam memberikan ijin, persetujuan dan keputusan, pembayaran termin
tidak tepat waktu dan perubahan desain
(2) Tindakan konsultan perencana, yaitu : gambar bestek yang dibuat tidak jelas/kurang
lengkap, gambar tidak mungkin dilaksanakan, perubahan mutu material/bahan, standar
material yang ditentukan dalam spesifikasi teknis tidak ada di pasaran, kondisi
lapangan berbeda dengan kondisi yang dicantumkan dalam kontrak dan kondisi bawah
tanah berbeda dengan kondisi yang dicantumkan dalam kontrak.
(3) Konsultan pengawas yaitu terlambat menyetujui proses pelaksanaan pekerjaan,
terlambat melakukan pemeriksaan material/bahan, tidak mengevaluasi kemajuan
prestasi pekerjaan kontraktor dan penundaan pekerjaan karena alasan tertentu.
(4) Faktor eksternal yaitu akibat curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya/hujan lebat
berhari-hari, kebijakan pemerintah pusat/daerah yang diterbitkan setelah
penandatanganan kontrak yang mempengaruhi sasaran proyek (biaya, mutu dan
waktu), kenaikan harga material dan upah tenaga kerja, Force Majeur (banjir, angin
topan,demonstrasi dan huru hara), kondisi sosial budaya masyarakat di sekitar proyek.

Tabel 1. Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Sengketa Kontrak Konstruksi

FAKTOR-FAKTOR
NO
YANG DAPAT MENYEBABKAN PERSELISIHAN DALAM KONTRAK
I Tingkat kemampuan manajemen
Rendahnya tingkat manajemen/kemampuan pihak/staf dalam
1
pelaksanaan proyek
2 Kurangnya staf kunci pada masing-masing pos bagian pengendalian
Tingkat pengalaman dan kemampuan antara pihak beragam/tidak
3
seimbang
II Pengalaman Proyek
4 Tingkat pengalaman yang rendah pada proyek sejenis
5 Tingkat keberhasilan proyek yang dikerjakan rendah
Pengalaman dalam bekerja sama antara pihak dalam pelaksanaan
6
proyek masih kurang
III Kompleksitas proyek
7 Tingkat kompleskitas desain rumit
8 Tingkat kompleksitas konstruksi tinggi
9 Tingkat luasan proyek
IV Kesesuaian Jenis Kontrak
1 Kesesuaian jenis perjanjian kontrak dengan karakteristik pekerjaan

Modul 4
18
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
FAKTOR-FAKTOR
NO
YANG DAPAT MENYEBABKAN PERSELISIHAN DALAM KONTRAK
0
1 Kesesuaian Bill Of quantity dengan kondisi lapangan
1
V Kualitas Pekerjaan
1 Tingkat variasi kualitas dalam item pekerjaan
2
1 Tanggung jawab jaminan kualitas pekerjaan
3
1 Penggunaan kualitas pekerjaan setara
4
1 Penggunaan material setara
5
VI Waktu Pelaksanaan Pekerjaan
1 Penyusunan Jadwal Tidak Tepat
6
1 Percepatan Waktu Pelaksanaan Pekerjaan oleh owner (owner
7 mengubah jadwal)
1 Keterlambatan pekerjaan oleh owner (perizinan, pengesahan jadwal,
8 desain dan scop drawing)
1 Penundaan/penghentian pekerjaan oleh owner
9
2 Tambahan waktu pekerjaan tidak dipenuhi (karena pengaruh
0 alam/cuaca)
VII Persiapan Desain
2 Masukan data (tanah dan teknis) selama perencanaan kurang lengkap
1
2 Kelengkapan perencanaan kurang
2
VIII Kelengkapan dokumen dan Skup pekerjaan
2 Definisi skup pekerjaan kurang jelas
3
2 Kelengkapan spesifikasi teknik kurang
4
2 Kelengkapan gambar kontrak kurang
5
2 Shop drawing tidak sesuai dengan desain original/perubahan-perubahan
6 yang telah disetujui
2 Perizinan an peraturan-peraturan yang tidak tepat
7
IX Pekerjaan Tambah Kurang
2 Adanya pekerjaan tambah kurang yang melebihi standar
8
X Force Majeure
2 Bencana alam
9
XI Masalah Keuangan
3 Terjadinya inflasi/depresiasi/devaluasi mata uang
0

Modul 4
19
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
LATIHAN 1

1. Jelaskan bagian-bagian dari kontrak konstruksi !


2. Sebutkan jenis-jenis sengketa kontrak konstruksi menurut Sarwono !
3. Jelaskan salah satu penyebab dari sengketa kontrak konstruksi ? dan berikan
contohnya!

Modul 4
20
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
RANGKUMAN

Pada dasarnya tidak seorang pun menghendaki terjadinya sengketa dengan orang lain.
Tetapi dalam hubungan antar manusia atau kegiatan bisnis, masing-masing pihak harus
selalu siap mengantisipasi kemungkinan timbulnya sengketa yang dapat terjadi setiap saat
di kemudian hari.
Sengketa kontrak konstruksi secara sederhana dapat dijelaskan sebagai sengketa yang
terjadi akibat hukum dari penyelenggaraan layanan jasa konstruksi antara pengguna
layanan jasa dan penyedia layanan jasa yang disebabkan karena tidak terpenuhinya
suatu prestasi oleh salah satu pihak kepada pihak lain seperti yang diperjanjikan dalam
dokumen kontrak kerja konstruksi.

Jenis sengketa konstruksi antara lain, keterlambatan penyelesaian pekerjaan, perbedaan


penafsiran dokumen kontrak, ketidak mampuan baik teknis maupun manajerial dari para
pihak, karena klaim yang tidak dilayani, keterlambatan pembayaran, pengguna jasa tidak
melaksanakan tugas-tugas pengelolaan dengan baik, dan mungkin tidak memiliki
dukungan dana yang cukup, seperti perbedaan gambar rencana dengan Spesifikasi teknis
dan Bill of Quantity, lambatnya keputusan direksi pekerjaan dalam suatu usulan material
atau design dan bisa terjadi karena adanya force majeure. Jenis-jenis sengketa konstruksi
tersebut secara garis besar adalah bisa muncul akibat dari tindakan pemilik proyek,
tindakan konsultan perencana, konsutan pengawas dan faktor eksternal.
Sumber penyebab terjadinya sengketa terjadi karena beberapa kasus, yaitu :
 Rasa saling percaya yang begitu besar antara pengguna jasa dan penyedia jasa,
sehingga sering menimbulkan keinginan untuk segera memulai pekerjaan
pelaksanaan proyek, sebelum dokumen pelaksanaan (kontrak) selesai diproses.
 Perjanjian (kontrak) kerja dan dokumen konstruksi yang bersifat umumlah digunakan
pedoman/dasar memulai pekerjaan, padahal ada detail dokumen yang lain yang
seharusnya menjadi pedoman pelaksanaan, belum selesai dibuat.
 Proses pekerjaan pelaksanaan sudah dimulai tanpa pola urutan proses kerja,
program waktu serta garis kritis yang akan mempengaruhi target akhir (time
schedule).
 Di tengah perjalanan pekerjaan konstruksi, kadangkala pengguna jasa sebagai
pemilik proyek melakukan kebijaksanaan dengan alasan untuk menghemat biaya.
 Pengguna jasa terlalu banyak mencampuri koordinasi dan manajemen proyek
sehingga urutan pekerjaan danpola penanganan proyek menjadi kacau sehingga sulit
dipertanggungjawabkan dari kualitas, kuantitas, maupun target waktu dan biaya.
Padahal proses tender/penunjukan sudah dilaksanakan sesuai ketentuan.
 Ketidakjelasan mengenai tanda tangan dan tanda-tanda khusus yang menyangkut
keabsahan dokumen untuk dapat digunakan.
 Ketidakjelasan alur penyaluran dokumen.
 Sering terjadi di lapangan, petugas proyek tidak menjalankan prosedur atau tata tertib
yang telah disepakati kaitannya denganstruktur organisasi manajemen proyek.
 Timbulnya variation order sepanjang masa pelaksanaan konstruksi, dengan tidak
mencatat, melaporkan atau mengantisipasi terhadap pengaruh perubahan waktu dan
biaya.

Modul 4
21
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
RANGKUMAN

 Pekerjaan dilaksanakan tanpa landasan yang disepakati.


 Site Engineer atau Koordinator Lapangan yang tidak menguasai seluruh proses.
 Terjadinya kerancuan istilah Quality Control dengan Quality Assurance.
 Terdapat istilah-istilah yang dapat menimbulkan dubious.
 Terdapat istilah–istilah yang ambigu.
 Fungsi manajemen konstruksi yang tidak jelas.
 Belum adanya pengaturan mengenai tidak terpenuhinya target waktu atau target
finansial.
 Adanya persetujuan yang tidak di back-up dengan administrasi dan atau pendanaan
yang baik.
 Persetujuan (approval) mengenai nilai biaya atau gambar-gambar usulan atau
program waktu tidak kunjung diselesaikan, yang mengakibatkan tertundanya
pekerjaan.
 Biaya tambah yang diperlukan untuk mempercepat pelaksanaan proyek, baik untuk
memperpendek periode pelaksanaan secara keseluruhan maupun untuk mengejar
keterlambatan, persetujuan dan keterlambatan dokumen yang perlu disiapkan oleh
pihak ketiga.
 Idle time (waktu menganggur) peralatan yang tidak efektif.
 Meningkatnya overhead karena banyaknya penundaan pelaksanaan atau banyaknya
change order atau perubahan pekerjaan yang berakibat pada pekerjaan tambah.
 Keterlambatan pembayaran, padahal di satu sisi pekerjaan dituntut tetap lancar dan
dilaksanakan dengan baik.
 Adanya perbedaan pengertian kontrak yang berbahasa asing dengan kontrak yang
sama dan berbahasa Indonesia.
 Nominated subkontraktor (sub penyedia jasa) yang ditunjuk oleh pengguna jasa,
tanpa koordinasi dan konsultasi dengan pihak yang memegang koordinasi dan
tanggung jawab.
Sengketa konstruksi dan penyelesaian kontrak konstruksi diatur dalam beberapa
peraturan perundangan. Diantaranya adalah Undang-Undang Nomer 2 Tahun 2017
tentang Jasa Konstruksi, Undang-Undang Nomer 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Peraturan Pemerintah Nomer 29 tahun 2000
tentang penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Modul 4
22
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
EVALUASI MATERI 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat !

1. Perbedaaan pendapat; pertengkaran atau perbantahan bisa terjadi dalam setiap


kegiatan atau hubungan di antara para individu, antara individu dan lembaga (badan
hukum), maupun antar lembaga. Penyebab perbedaan pendapat antara lain yaitu,
kecuali :
Jawab :
A. Perbedaan pendapat
B. Pertikaian
C. Perebutan ;
D. Perselisihan .

2. Klaim apabila tidak terselesaikan akan berkembang menjadi sengketa. Apakah yang
menjadi penyebab dari klaim ?
Jawab :
A. Klaim dapat terjadi akibat adanya pelanggaran dan/atau tidak dipenuhinya
kewajiban-kewajiban masing-masing pihak yang tercantum dalam kontrak.
B. Perbedaan pendapat
C. Pertikaian
D. Perselisihan

3. Istilah wanprestasi atau tidak terpenuhinya suatu prestasi dapat dipersamakan


sebagai sebuah kondisi :
Jawab :
A. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
B. Melaksanakan apa yang dijanjikan, sesuai dengan yang diperjanjikan;
C. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
D. Tidak melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya

4. Menurut undang-undang nomer 2 tahun 2017 upaya penyeslesaian sengketa


konstruksi dpt dilakukan melalui tahapan :
Jawab :
A. Mediasi, Konsiliasi ;abitrase
B. Mediasi, konsiliasi, arbitrase dan peradilan
C. Mediasi, negoisasi, konsiliasi, arbitrase
D. Arbitrase, negoisasi dan APS

5. Yang dimaksud dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga


penyelesaian sengketa melalui prosedur yang disepakati para pihak yakni
penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi
atau penilaian ahli diatur dalam pasal :
Jawab :
A. Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomer 2 tahun 2017
B. Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomer 2 tahun 1999
C. Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomer 30 Tahun 1999
D. Pasal 1 ayat (10) Peraturan Pemerintah nomer 29 tahun 2000

Modul 4
23
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
UMPAN BALIK
Cocokan jawaban anda dengan Kunci Jawaban, untuk mengetahui tingkat penguasaan
anda terhadap materi Modul

Hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi Modul 3

Untuk latihan soal, setiap soal memiliki bobot nilai yang sama, yaitu 20/soal.

Evaluasi :     

Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:

90 – 100 %      = baik sekali

80 – 89 %        = baik

70 – 79 %        = cukup

< 70 %             = kurang

TINDAK LANJUT

Bila anda dapat menjawab salah dua dari pertanyaan diatas, Anda dapat meneruskan ke
materi selanjutnya. Tetapi apabila belum bisa menjawab soal diatas, Anda harus
mengulangi materi modul 3, terutama bagian yang belum anda kuasai.

Modul 4
24
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
MATERI
PRINSIP DASAR

2 PENYELESAIAN
SENGKETA KONTRAK
KONSTRUKSI
MATERI 2 PRINSIP DASAR PENYELESAIAN SENGKETA
KONTRAK KONSTRUKSI

Indikator Keberhasilan
1. Peserta diklat dapat menjelaskan prinsip dasar penyelesaian sengketa
kontrak konstruksi.
2. Peserta diklat dapat menjelaskan pengertian tentang Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
3. Peserta diklat dapat menyebutkan beberapa cara alternatif
penyelesaian sengketa.
4. Peserta diklat dapat menjelaskan pengertian mediasi, konsiliasi,
arbitrase dan dewan sengketa.

Dalam materi 2 ini, Anda akan dijelaskan tentang penyelesaian sengketa diluar pengadilan.
Tujuan umum diberikannya materi ini adalah agar Anda memiliki pemahaman dan
kemampuan untuk menjelaskan pengertian dari Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (APS).

Sebagai catatan: hal-hal lain yang lebih mendalam mengenai arbitrase dapat Anda pelajari
pada modul 5,6, dan 7 yang secara khusus membahas materi tersebut. Materi 2 ini Anda
dapat mempelajari secara garis besar mengenai pengertian arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (APS) khususnya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesian Sengketa (APS), tentang
pengaturan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), kelebihan dari Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (APS), kekurangan dari Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (APS).

Pembahasan berikutnya dalam modul ini terkait Ketentuan peraturan perundang-undangan


yang mengatur tentang penyelesaian sengketa konstruksi.
Beberapa peraturan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa kontrak konstruksi
dijelaskan dalam tabel dibawah ini, silahkan Anda perhatikan dengan baik-baik
A Undang-Undang Nomer 2 tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi

1 Pasal 47 ayat (1) huruf h Kontrak kerja konstruksi paling sedikit harus mencakup

Modul 4
25
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
uraian mengenai “penyelesaian perselisihan, memuat
taat ketentuan tentang tata cara penyelisihan perselisihan
akibat ketidaksepakatan”.

2 Pasal 47 ayat (1) huruf p Kontrak kerja konstruksi paling sedikit harus mencakup
uraian mengenai pilihan penyelesaian sengketa
konstruksi

3 Pasal 60 ayat (1) Dalam hal penyelenggaraan Jasa Konstruksi tidak


memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan,
dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59, Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dapat
menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap
Kegagalan Bangunan.

4 Pasal 60 ayat (2) Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) ditetapkan oleh penilai ahli

5 Pasal 88 ayat (1) Sengketa yang terjadi dalam Kontrak Kerja Konstruksi
diselesaikan dengan prinsip dasar musyawarah untuk
mencapai kemufakatan.

6 Pasal 88 ayat (2) Dalam hal musyawarah para pihak sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mencapai suatu
kemufakatan, para pihak menempuh tahapan upaya
penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Kontrak
Kerja Konstruksi

7 Pasal 88 ayat (3) Dalam hal upaya penyelesaian sengketa tidak tercantum
dalam Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), para pihak yang bersengketa membuat
suatu persetujuan tertulis mengenai tata cara
penyelesaian sengketa yang akan dipilih

8 Pasal 88 ayat (4) Tahapan upaya penyelesaian sengketa sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) meliputi : (a) mediasi ; (b)
konsiliasi dan (c) arbitrase

9 Pasal 88 ayat (5) Selain upaya penyelesaian sengketa sebagaimana


dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b, para pihak
dapat membentuk dewan sengketa.

1 Pasal 88 ayat (6) dalam hal upaya penyelesaian sengketa dilakukan


0 dengan membentuk dewan sengketa sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), pemilihan keanggotaan dewan
sengketa dilaksanakan berdasarkan prinsip
profesionalitas dan tidak menjadi bagian dari salah satu

Modul 4
26
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
pihak

B Undang-Undang Nomer 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif


Penyelesaian Sengketa Konstruksi

1 Pasal 1 ayat (10) Yang dimaksud dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa


adalah lembaga penyelesaian sengketa melalui prosedur
yang disepakati para pihak yakni penyelesaian diluar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi atau penilaian ahli.

2 Pasal 52 Para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk


memohon pendapat yang mengikat dari lembaga
arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu
perjanjian. Pendapat Mengikat berarti sama dengan
binding opinion, selanjut nya disebut Opini Mengikat.

3 Pasal 53 Pasal 53 Terhadap pendapat yang mengikat


sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 tidak dapat
dilakukan perlawanan

C Peraturan Pemerintah Nomer 29 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Jasa


Konstruksi

1 Pasal 47 Penyelenggaraan Jasa Konstruksi : “Penetapan besarnya


kerugian oleh Penilai Ahli (dalam penilaian kegagalan
bangunan) bersifat final dan mengikat”.

2 Pasal 49 Mengatur bahwa penyelesaian sengketa dalam


penyelenggaraan jasa konstruksi diluar pengadilan dapat
dilakukan dengan cara mediasi, konsiliasi atau arbitrase
(lembaga atau ad-hoc). Penyelesaian sengketa secara
mediasi atau konsiliasi dapat dibantu Penilai Ahli untuk
memberikan pertimbangan profesional aspek tertentu
sesuai kebutuhan

Prinsip musyawarah mufakat yang diatur dalam Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi, merupakan prinsip dasar dalam penyelesaian
sengketa yang timbul dari Kontrak Kerja Konstruksi.

Frasa musyawarah untuk mufakat dapat diinterpretasikan sebagai langkah penanganan


perselisihan yang diakibatkan :

a. Ketidaksepakatan dalam hal pengertian ketentuan dalam kontrak kerja konstruksi


b. Ketidaksepakatan dalam hal penafsiran berbagai ketentuan dalam kontrak konstruksi
c. Ketidaksepakatan dalam hal pelaksanaan berbagai ketentuan dalam kontrak konstruksi

Modul 4
27
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
d. Ketidaksepakatan dalam hal ketentuan tentang tempat dan cara penyelesaian

Sehingga hasil yang dicapai dari prinsip musyawarah untuk mufakat adalah :

1. Antara pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa konstruksi mencapai kata sepakat
dalam hal mengartikan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam kontrak konstruksi
2. Antara pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa konstruksi mencapai kata sepakat
dalam hal menafsirkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam kontrak konstruksi
3. Antara pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa konstruksi mencapai kata sepakat
dalam hal pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang mengatur dan mengikat penyusunan
kontrak konstruksi
4. Antara pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa konstruksi mencapai kata sepakat
menentukan tempat dan cara penyelesaian bila terjadi sengketa diantara mereka.

Selanjutnya apabila para pihak yang berselisih tidak menemukan kesepakatan, maka
penyelesaian sengketa ditempuh melalui tahapan upaya penyelesaian sengketa yang
tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi atau dalam hal tidak tercantum dalam Kontrak
Kerja Konstruksi, para pihak bersengketa membuat suatu persetujuan tertulis mengenai tata
acara penyelesaian sengketa yang akan dipilih.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan tahapan penyelesaian sengketa kontrak


konstruksi sesuai Pasal 88 ayat (1), (2), (3), dan (4) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2017 Tentang Jasa Konstruksi 2017 sebagai berikut :
1. Para pihak yang bersengketa terlebih dahulu melakukan musyawarah untuk mufakat;
2. Apabila musyawarah tersebut tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa
disesuaikan berdasarkan kontrak kerja konstruksi;
3. Jika penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam kontrak kerja konstruksi, maka para
pihak yang bersengketa membuat tata cara penyelesaian yang dipilih.
4. Apabila penyelesaian sengketa tercantum dalam kontrak, maka penyelesaian
sengketa ditempuh melalui tahapan sebagai berikut : mediasi, konsiliasi dan arbitrase.

Ketentuan lebih lanjut tentang penyelesaian sengketa kontrak konstruksi diatur dalam pasall
Pasal 88 ayat (5) Undang-Undang Nomer 2 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa selain
upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b,
para pihak dapat membentuk dewan sengketa.

Dari penjelasan diatas maka bisa kita simpulkan bahwa penyelesaian sengketa kontrak
konstruksi dalam Undang-Undang Nomer 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi diatur
mengenai beberapa tata cara Alternatif Penyelesaian Sengketa di bidang kontrak
konstruksi yaitu melalui mediasi, konsiliasi, Arbitrase dan Dewan Sengketa.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 belum memberikan pengaturan yang lebih jelas
mengenai mediasi, konsililasi, Arbitrase dan Dewan Sengketa. Namun terkait Mediasi,
Konsiliasi, Arbitrase Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 bisa dipergunakan sebagai
ketentuan rujukan, namun karena Dewan Sengketa merupakan sebuah istilah yang baru
maka belum didapatkan rujukan yang lebih tegas tentang hal tersebut.

Pengertian Dewan Sengketa menurut penjelasan Pasal 88 Ayat (5) Undang-Undang


Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi, bahwa yang dimaksud dengan “dewan
sengketa” adalah tim yang dibentuk berdasarkan kesepakatan para pihak sejak

Modul 4
28
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
pengikatan Jasa Konstruksi untuk mencegah dan menengahi sengketa yang terjadi di
dalam pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi.

Mengapa Dewan Sengketa menjadi alternatif pilihan penyelesaian sengketa kontrak


konstruksi yang harus tercantum dalam dokumen kontrak konstruksi ?

Menurut Sarwono Hardjomuljadi dijelaskan sebagai berikut :

Kontrak konstruksi adalah tipikal kontrak yang belum lengkap karena tidaklah mungkin untuk
mengemukakan semua kemungkinan yang mungkin maupun tidak mungkin terjadi selama
pelaksanaan konstruksi. Untuk menghadapi segala kemungkinan, bentuk kontrak konstruksi
yang paling standar mengatur tentang :

a. Pembagian resiko
b. Variasi (perubahan)
c. Penanganan sengketa
Perbedaan pendapat dari para pihak dalam menginterpretasikan dokumen kontrak dan
seringkali berkembang menjadi sengketa yang serius. Jika para pihak gagal
menyelesaikan sengketa melalui negosiasi, mereka dapat maju ke arbitrase atau
litigasi (pengadilan).
Setiap pihak ingin menghindari arbitrase maupun litigasi karena mereka paham bahwa
arbitrase dan/atau litigasi memakan waktu dan memerlukan biaya yang cukup besar.
Apalagi, dalam proses arbitrase dan litigasi, hubungan antara para pihak bisa
memburuk dan proyek tidak berhasil diselesaikan.

Oleh karenanya cara terbaik untuk memecahkan ketidaksetujuan adalah menghindarinya


menjadi sengketa resmi. Tugas utama Dewan Sengketa adalah menghindari
ketidaksetujuan menjadi sengketa. Sedangkan tugas lain dari Dewan Sengketa adalah
membuat keputusan atau ”rekomendasi

Sekarang coba kita perhatikan tentang penyelesaian sengketa yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (APS).

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan mulai dikenal oleh masyarakat, khususnya di


bidang perdagangan. Hal ini dapat dicermati dari berbagai kontrak di bidang perdagangan
sudah mulai mencantumkan klausul penyelesaian sengketa di luar pengadilan (khususnya
arbitrase perdagangan merupakan salah satu sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi
antar anggota masyarakat dan antar bangsa). Sebagai argentum analogium dari litigasi,
penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui upaya perdamaian yang secara
konstruksi penyelesaiannya merupakan kesekapatan dari para pihak.

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau Alternative Dispute Resolution (ADR)


merupakan istilah yang pertama kali dimunculkan di Amerika serikat. Konsep ini merupakan
jawaban atas ketidakpuasan yang muncul di masyarakat Amerika Serikat terhadap sistem
pengadilan mereka. Ketidakpuasan tersebut bersumber pada persoalan waktu yang sangat
lama dan biaya mahal, serta diragukan kemampuannya menyelesaikan secara memuaskan.

Modul 4
29
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
Tentang Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatf Penyelesaian Sengketa (APS)
secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Namun selain Undang-Undang tersebut,
pemahaman penyelesaan sengketa di luar pengadilan juga di atur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.

Beberapa Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur, antara lain :

1. Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa


semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi
yang membuatnya. Ketentuan ini mengandung asas perjanjian bersifat terbuka.
Artinya, dalam menyelesaikan masalah, setiap orang bebas memformulasikannya
dalam bentuk perjanjian yang isinya apapun untuk dapat dijalankan dalam rangka
menyelesaikan masalah.

Selanjutnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1340 Kitab Undang-Undang


Hukum Perdata bahwa perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang
membuatnya. Untuk penyelesaian sengketa nonlitigasi ketentuan tersebut menjadi
penting dalam hal mengingatkan kepada para pihak yang bersengketa bahwa
kepadanya diberikan kebebasan oleh hukum untuk memilih jalan dalam
menyelesaikan masalahnya yang dapat dituangkan dalam perjanjian, asal
perjanjian itu dibuat secara sah, memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.

2. Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa syarat


batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan tibal balik, manakala salah
satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Ketentuan tersebut penting untuk
mengingatkan para pihak yang membuat perjanjian dalam menyelesaikan
masalahnya bahwa perjanjian harus dilaksanakan secara konsekuen oleh para
pihak.

3. Pasal 1851 s/d 1864 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perdamaian.
Bahwa perdamaian adalah perjanjian, karenanya perjanjian perdamaian itu sah
kalau dibuat memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian dan dibuat secara tertulis.
Perdamaian dapat dilakukan di dalam Pengadilan maupun di luar Pengadilan.
Dalam penyelesaian sengketa nonlitigasi, perdamaian dibuat di luar Pengadilan
yang lebih ditekankan yaitu bagaimana sengketa hukum dapat diselesaikan
dengan cara perdamaian di luar Pengadilan dan perdamaian itu mempunyai
kekuatan untuk dijalankan.

Penyelesaian sengketa dalam perspektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999


Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) merupakan suatu
pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para
pihak dengan mengesampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di pengadilan
yaitu melalui Arbitrase atau melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).

Pengertian Arbitrase menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999


Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) dijelaskan sebagai
berikut : Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan

Modul 4
30
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa.

Alternatif penyelesaian sengketa seperti diatur dalam Pasal 1 butir 10 Undang-


Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (APS) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan
cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Selanjutnya pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) menyebutkan : Undang-undang ini
mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu
hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara
tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang
mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara
arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa.

Sehingga merujuk pada penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cara
penyelesaian sengketa non litigasi menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
adalah :

a. penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu
hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara
tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau
yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan
cara arbitrase
b. penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu
hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara
tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau
yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan
cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa.

Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase

Anda, tentu masih mengingat dengan baik mengenai pengertian dari Arbitrase.

Arbitrase seperti diatur dalam Pasal 1 butir 1 Undang-


Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) adalah :
“cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”.

Seperti dijelaskan dalam buku saku sengketa konstruksi, penyelesaian sengketa melalui
arbitrase sebenarnya termasuk dalam lingkup penyelesaian melalui jalur adjudikasi.
Yaitu proses penyelesaian sengketa melalui prosedur peradilan yang bersifat formal
serta menghasilkan suatu keputusan yang mengikat bagi kedua belah pihak namun
berbeda dibandingkan peradilan internasional.

Modul 4
31
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
Ada beberapa batasan dan definisi tentang arbitrase. Kata Arbitrase dalam kamus besar
bahasa Indonesia diartikan dengan usaha perantara dalam menyelesaikan sengketa.
Sedangkan, secara luas arbitrase dapat diartikan sebagai “suatu alternatif penyelesaian
sengketa melalui pihak ketiga (badan arbitrase) yang ditunjuk dan disepakati para pihak
(negara) secara suka rela untuk memutuskan sengketa yang bukan bersifat perdata dan
putusannya bersifat final dan mengikat.

Sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase dipandang sebagai cara
yang efektif dan adil. Penyelesaian melalui arbitrase dapat ditempuh melalui beberapa
cara, yaitu penyelesaian kepada suatu badan arbitrase ad hoc (sementara) atau oleh
seorang arbitrator secara terlembaga (institutionalized). Badan arbitrase terlembaga
adalah badan arbitrase yang sudah berdiri sebelumnya dan memiliki hukum acara
sendiri. Sedangkan badan arbitrase ad hoc adalah badan yang di buat oleh para pihak
untuk sementara waktu. Badan arbitrase sementara ini berakhir tugasnya setelah
putusan atas suatu sengketa tertentu dikeluarkan.

Penyelesaian Sengketa Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)

Cobalah, Anda ingat kembali isi dari Pasal 1 butir 10


Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa!

Setelah Anda mampu mengingat isi Pasal di atas, maka


selanjutnya secara ringkas akan dijelaskan pengertian dari
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

a. Konsultasi

Istilah konsultasi menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu pertukaran pikiran
untuk mendapatkan kesimpulan (nasihat, saran) yang sebaaik-baiknya. Konsultasi
pada dasarnya suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu
dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan yang memberikan
pendapatanya kepada klien sesuai dengn keperluan dan kebutuhan kliennya dan
keputusan tetap berada pada kliennya.

b. Negosiasi

Negosiasi adalah mirip dengan perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal 1851
s/d 1864 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana perdamaian itu adalah
suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan,
menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang
bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan mana harus
dibuat secara tertulis dengan ancaman tidak sah. Namun ada beberapa hal yang
membedakan dengan negosiasi.

Dalam negosiasi diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan
penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung

Modul 4
32
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
oleh dan diantara para pihak yang bersengketa. Dan perbedaan yang lain adalah
negosiasi merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang
dilaksanakan di luar pengadilan, sedangkan perdamaian dapat dilakukan baik
sebelum proses persidangan pengadilan dilakukan maupun setelah sidang
peradilan dilaksanakan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

c. Mediasi

Mediasi merupakan cara penyelesaian masalah melalui seorang penengah atau


yang biasa disebut mediator, yang ditunjuk oleh para pihak. Mediator tidak
memutuskan sengketa tetapi membimbing para pihak dalam berunding mencari
suatu penyelesaian. Tidak ada aturan baku mengenai hal ini, tidak ada pula
peraturan perundang-undangan yang mengatur tata cara, batas waktu, biaya dan
sebagainya. Cara ini sesungguhnya sangat baik, cepat, mudah tanpa diketahui oleh
pihak lain asalkan dilandasi itikad baik.

d. Konsiliasi

Konsiliasi adalah suatu penyelesaian di mana para


pihak berupaya aktif mencari penyelesaian dengan
bantuan pihak ke tiga. Konsiliasi diperlukan apabila para
pihak yang bersengketa tidak mampu menyelesaikan
sendiri perselisihannya. Hal ini menyebabkan istilah
konsiliasi sering diartikan sama dengan mediasi,
padahal penyelesaian sengketa dengan konsiliasi lebih
mengacu kepada cara penyelesaian sengketa melalui
konsensus di antara para pihak, sedangkan pihak ke tiga hanya bertindak netral,
berperan secara aktif maupun tidak aktif.

e. Penilaian Ahli

Yang dimaksud dengan penilaian ahli adalah suatu upaya mempertemukan pihak
yang berselisih dengan cara menilai pokok sengketa yang dilakukan oleh seorang
atau beberapa orang ahli dibidang terkait dengan pokok sengketa untuk mencapai
persetujuan. Penilaian ahli berupa keterangan tertulis yang merupakan hasil
telaahan ilmiqh berdasarkan keahlian yang dimiliki untuk membuat terang pokok
sengketa yang sedang dalam proses. Penilaian ahli ini dapat diperoleh dari
seseorang atau tim ahli yang dipilih secara ad hoc. (arsyadshawir.blogspot.co.id)
Penilai ahli terdiri dari orang perseorangan, atau kelompok orang, atau lembaga
yang disepakati para pihak, yang bersifat independen dan mampu memberikan
penilaian secara objektif dan profesional.

RANGKUMAN

Ketentuan Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomer 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi mengatur bahwa penyelesaian sengketa yang timbul dari Kontrak Kerja
Konstruksi diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat.
Prinsip musyawarah mufakat yang diatur dalam Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor

Modul 4
33
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi tersebut merupakan prinsip dasar dalam
penyelesaian sengketa yang timbul dari Kontrak Kerja Konstruksi.

Tahapan penyelesaian sengketa kontrak konstruksi sesuai Pasal 88 Undang-Undang


Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi 2017 sebagai berikut :

1. Para pihak yang bersengketa terlebih dahulu melakukan musyawarah untuk mufakat;

2. Apabila musyawarah tersebut tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa


disesuaikan berdasarkan kontrak kerja konstruksi;

3. Apabila penyelesaian sengketa tercantum dalam kontrak, maka penyelesaian


sengketa ditempuh melalui tahapan sebagai berikut : mediasi, konsiliasi dan arbitrase.

4. Jika penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam kontrak kerja konstruksi, maka para
pihak yang bersengketa membuat tata cara penyelesaian yang dipilih.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 mengatur dua bentuk alternatif penyelesaian
sengketa yaitu:
1. Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau
beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian
ahli.
2. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa

EVALUASI MATERI 2

1. Sebutkan dasar pertimbangan dari pemerintah mengundangkan Undang-Undang


Nomer 2 Tahun 2017 ?
2. Apakah yang dimaksud dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa menurut sesuai
Undang-Undang Nomer 30 tahun 1999 ?
3. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis Alternaif Penyelesaian Sengketa yang diatur dalam
Undang-Undang Nomer 30 tahun 1999 ?
4. Jelaskan pengertian di bawah ini !
a) Arbitrase
b) Dewan Sengketa

UMPAN BALIK
Cocokan jawaban anda dengan Kunci Jawaban, untuk mengetahui tingkat penguasaan
anda terhadap materi Modul

Hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi modul 4.

Untuk latihan soal, setiap soal memiliki bobot nilai yang sama, yaitu 20/soal.

Modul 4
34
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
Evaluasi :

Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:

90 – 100 % = baik sekali


80 – 89 % = baik
70 – 79 % = cukup
< 70 % = kurang
Bila anda dapat menjawab salah dua dari pertanyaan diatas, Anda dapat meneruskan ke
materi selanjutnya. Tetapi apabila belum bisa menjawab soal diatas, Anda harus
mengulangi materi modul 3, terutama bagian yang belum anda kuasai.

TINDAK LANJUT

Bila anda dapat menjawab salah dua dari pertanyaan diatas, Anda dapat meneruskan ke
materi selanjutnya. Tetapi apabila belum bisa menjawab soal diatas, Anda harus
mengulangi materi modul 4, terutama bagian yang belum anda kuasai.

Modul 4
35
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
MATERI

MITIGASI SENGKETA
3 KONTRAK KONSTRUKSI
MATERI 3 MITIGASI SENGKETA KONTRAK KONSTRUKSI

Indikator Keberhasilan
Peserta diklat dapat menjelaskan tentang cara mitigasi sengketa kontrak
konstruksi

Penyelesaian Sengketa antara penyedia jasa layanan konstruksi dengan pengguna layanan
jasa konstruksi secara dini sebenarnya dapat dikendalikan untuk menghindari munculnya
klaim diantara para pihak melalui cara :
A. Pihak-pihak yang terkait mempelajari kontrak dengan sebaik-baiknya. Merupakan
pengetahuan tentang perjanjian resmi yang mempunyai kekuatan hukum antara dua
belah pihak atau lebih dimana salah satu pihak harus memenuhi kewajibannya sesuai
dengan waktu dan biaya yang telah disepakati (Ahuja, 1983). Dokumen tentang
kontrak harus dibaca secara keseluruhan dan dimengerti sebelum melakukan
penawaran untuk menghindari kegagalan dan sebagai dasar hukum dalam
menyelesaikan pekerjaan.
Oleh karenanya hal-hal yang harus menjadi perhatian dalam suatu kontrak konstruksi
antara lain bagai berikut :
1. Penandatangan Kontrak Konstruksi
Dalam pratek memang sedikit sekali yang melibatkan peran serta Konsultan
Hukum dalam kontrak konstruksi. Padahal sebagaimana diketahui, kontrak
konstruksi adalah dokumen hukum. Sebagian besar pekerjaan atau usaha yang
berkaitan dengan kontrak melibatkan hak dan kewajiban hukum dan oleh
karenanya setiap pihak yang berkepentingan menginginkan pengelolaan kontrak
secara baik dan benar secara hukum.
Untuk menghindari adanya penyimpangan dalam proses pembentukan kontrak
(tender) ada baiknya dimintakan pendapat hukum (legal opini) atas draft kontrak
yang akan ditanda-tangani. Pendapat hukum tersebut menganalisis keabsahan
yang mencakup 3 (tiga) faktor, yaitu: prosedur, kewenangan, dan substansi .
Sehingga untuk menghindari dan mengantisipasi kemungkinan timbulnya
perselisihan, maka konsultan hukum berperan agar dalam menyusun kontrak

Modul 4
36
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
memastikan agar setiap kata atau istilah yang dipakai tidak memiliki arti ganda
yang maknanya membingungkan.
2. Mencermati Isi Kontrak
Kontrak kerja konstruksi merupakan dokumen hukum yang merupakan undang-
undang yang mengikat dan memiliki konsekuensi bagi para pihak karena di
dalamnya mengatur hak dan kewajiban pengguna maupun penyedia jasa
konstruksi. Akan tetapi ternyata bahwa lebih dari 60% penyedia jasa konstruksi
tidak mencermati penuh isi kontrak kerja sampai tuntas.
Rata-rata penyedia jasa hanya membaca judul kegiatan, nilai kontrak serta
jangka waktu pelaksanaan. Hal ini karena sudah percaya dan yakin bahwa isi
kontrak baik-baik saja dan dinilai tidak ada substansi yang berpotensi
menimbulkan kerugian. Baru kemudian menjadi masalah ketika ternyata
pekerjaan dinilai cidera janji dan harus menanggung risiko kerugian.
Oleh karenanya isi dokumen kontrak harus dilihat dan dibaca dengan teliti atau
direview secara keseluruhan terutama menyangkut dokumen syarat-syarat perjanjian
yang berisi ketentuan-ketentuan yang menyebutkan persyaratan, larangan, tanggung
jawab, hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terikat dan juga dengan pihak-
pihak lain yang terkait dengan perjanjian yang telah disepakati.
Dalam dokumen kontrak yang dipersyaratkan oleh pasal 47 ayat (1) Undang-Undang
Nomer 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi menyebutkan bahwa dokumen kontrak
konstruksi paling sedikit harus mencakup :
a. para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak
b. para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak harga satuan, lumsum,
dan batasan waktu pelaksanaan
c. masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan
pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa
d. hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk
memperoleh hasil Jasa Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi
ketentuan yang diperjanjikan, serta hak Penyedia Jasa untuk memperoleh
informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan layanan Jasa
Konstruksi
e. penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan
tenaga kerja konstruksi bersertifikat
f. cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam
melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya
jaminan atas pembayaran
g. wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu
pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan
h. penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian
perselisihan akibat ketidaksepakatan

Modul 4
37
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
i. pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan
Kontrak Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban
salah satu pihak
j. keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar
kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah
satu pihak
k. Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa
dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu
pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan
l. perlindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat
kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan
kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian
m. aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan
tentang lingkungan
n. jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain
dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan
Bangunan; dan
o. pilihan penyelesaian sengketa konstruksi
Sehingga dengan penyebutan prasyarat minimal menyangkut isi dokumen kontrak
konstruksi setidaknya telah menunjukkan langkah antisipasi terjadinya sengketa.
Menurut Suhandi Yahya untuk mengantisipasi hal-hal yang diperhatikan dalam
penyusunan dan pelaksanaan kontrak konstruksi adalah :
1. Objek Kontrak.
Objek dalam suatu kontrak harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu
objeknya harus tertentu atau dapat ditentukan, diperbolehkan menurut
peraturan perundang-undangan yangberlaku, dan tidak bertentangan dengan
undang-undang dan tata susila. Sementara itu, prestasinya harus benar-benar
riil agar benar-benar dapat dilaksanakan.
2. Subjek Kontrak.
Pada praktek sehari-hari, dalam kontrak yang menjadi subjek adalah bukan
hanya orang perorangan yang membuat kontrak, termasuk juga badan hukum
yang merupakan subjek hukum. Hal ini ditegaskan oleh Salim HS, yang
mendefinisikan kontrak adalah : “Hubungan hukum antara subjek hukum yang
satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana
subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum
yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang
telah disepakatinya. ” Dalam mengadakan suatu kontrak, setiap subjek hukum
harus memenuhi suatu kondisi tertentu agar dapat mengikat para pihak yang
membuatnya. Jika subjek hukumnya adalah “orang”, maka orang tersebut
harus sudah dewasa, namun jika subjeknya “badan hukum” harus memenuhi
syarat formal suatu badan hukum. Sehingga kedua jenis subjek hukum tersebut
memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam melakukan kontrak.

Modul 4
38
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
3. Prinsip dan Klausula dalam Kontrak.
Menyusun suatu kontrak, baik kontrak itu bersifat bilateral maupun multil areal
maupun perjanjian dalam lingkup nasional, regional, dan internasional harus
didasari oleh pada prinsip hukum atau klausula tertentu. Prinsip hukum dan
klausula tertentu ini dimaksudkan untuk mencegah para pihak pembuat suatu
kontrak terhindar dari unsur-unsur yang dapat merugikan mereka sendiri.
Prinsip dan klausula dalam kontrak dimaksud adalah berbentuk asas-asas
hukum sebagai berikut :
a. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak adalah, bahwa setiap orang bebas
mengadakan suatu kontrak apa saja, baik yang sudah diatur maupun
yang belum diatur dalam undang-undang. Asas kebebasan berkontrak di
sini tidak berarti bahwa tidak ada batasannya sama sekali, melainkan
kebebasan seseorang dalam membuat kontrak tersebut hanya sejauh
kontrak yang dibuatnya itu tidak bertentangan dengan kesusilaan,
ketertiban umum dan undang-undang sebagaimana di sebut dalam Pasal
1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Asas kebebasan berkontrak
ini di atur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
dirumuskan :
1. Semua persetujuan yang di buat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Persetujuan itu tidak dapat di tarik kembali selain dengan sepakat
kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-
undang dinyatakan cukup untuk itu.
3. Persetujuan- persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
b. Asas kekuatan mengikat (Pacta Sunt Servanda)
Sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUHPerdata, pada dasarnya
setiap kontrak adalah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya, tidak boleh di ubah dengan jalan dan cara apapun, kecuali
atas persetujuan kedua belah pihak. Kekuatan mengikat kontrak ini dimulai
sejak saat dipenuhinya syarat sahnya kontrak berarti sejak saat itu pihak-
pihak harus memenuhi apa yang diperjanjikan. Mengikat sebagai undang-
undang berarti pelanggaran terhadap kontrak tersebut berakibat hukum
sama dengan melanggar undang-undang. Demi kepastian hukum, Pacta
Sunt Servanda tidak dapat berubah kecuali kalau ada resiko perdagangan
yang merupakan “act of god” (keadaan memaksa) atau kalau di tanggung
oleh salah satu pihak.
c. Asas itikad baik
Setiap orang yang membuat suatu kontrak harus dilaksanakan dengan
itikad baik. Itikad baik dapat dibedakan antara itikad baik subjektif dengan
itikad baik yang objektif.
(i) Itikad baik subjektif adalah kejujuran seseorang yang terletak pada
sikap batin pada waktu mengadakan perbuatan hukum. sedangkan

Modul 4
39
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
(ii) itikad baik objektif adalah terletak pada norma atau kepatutan atau apa
yang dirasakan sesuai dan patut dalam masyarakat.
d. Asas konsensualitas (kesepakatan)
Suatu kontrak timbul apabila telah ada consensus atau persesuaian
kehendak antara para pihak, maksud dari asas ini adalah bahwa suatu
kontrak hanya cukup ada satu kata sepakat dari mereka yang membuat
kontrak itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali kontrak yang
bersifat formil.
e. Asas kebiasaan
Suatu kontrak timbul tidak mengikat hanya untuk hal-hal yang di atur
secara tegas saja dalam peraturan perundang-undangan, yurisprudensi,
dan sebagainya, tetapi juga hal-hal yang menjadi kebiasaan yang diikuti
masyarakat umum. Jadi, sesuatu yang menurut sifat persetujuan
diharuskan oleh kepatutan. Dengan kata lain, hal-hal yang menurut
kebiasaan selamanya diperjanjikan di anggap secara dia-diam dimasukkan
dalam persetujuan, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan, seperti yang
diatur dalam Pasal 1339 dan Pasal 1347 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
f. Asas peralihan resiko
Peralihan resiko dapat diperjanjikan olehpara pihak yang terlibat dalam
kontrak tersebut, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan, dan ketertiban umum.
g. Asas ganti kerugian
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, prinsip ganti
kerugian ini diatur dalam Pasal 1365, yang menentukan : “setiap perbuatan
melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain
mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian tersebut. ”
h. Asas kepatutan
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, prinsip kepatutan ini diatur
dalam Pasal 1339, yang menentukan, yang intinya prinsip kepatutan ini
menghendaki bahwa apa saja yang akan dituangkan didalam naskah suatu
kontrak harus memperhatikan prinsip kepatutan (kelayakan/seimbang),
sebab melalui tolak ukur kelayakan ini hubungan hukum yang ditimbulkan
oleh suatu persetujuan juga dipenuhi oleh rasa keadilan dalam masyarakat.
i. Asas ketepatan waktu
Setiap kontrak, apa pun bentuknya, harus memiliki batas waktu
berakhirnya, yang sekaligus merupakan unsur kepastian pelaksanaan
suatu prestasi (objek kontrak). Prinsip ini penting untuk menetapkan batas
waktu berakhirnya suatu kontrak. Sehingga setiap naskah kontrak harus di
muat secara tegas batas waktu pelaksanaan kontrak.
j. Asas keadaan darurat

Modul 4
40
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
Force majure Principle ini merupakan salah satu prinsip yang amat penting
dicantumkan dalam setiap naskah kontrak, baik yang berskala nasional,
regional, maupun kontrak internasional. Hal ini penting untuk
mengantisipasi situasi dan kondisi yang melingkupi objek kontrak. Jika
tidak di muat dalam naskah suatu kontrak, maka bila terjadi hal-hal yang
berada di luar kemampuan manusia, seperti bencana alam.
k. Klausul pilihan hukum
Pilihan hukum dari Negara yang bersangkutan ini mempunyai tujuan yang
telah dikehendaki oleh para pihak bersangkutan. Pilihan hukum ini
diadakan untuk menghindari ketentuan-ketentuan dari sesuatu Negara
yang di anggap kurang menguntungkan mereka. Pilihan hukum dapat
berupa :
(i) Dilakukan pilihan secara tegas, yaitu dengan menyatakannya dalam
kata-kata, kalimat yang dicantumkan dalam kontrak tersebut.
(ii) Dilakukan pilihan secara diam-diam, yaitu pilihan hukum semacam ini
dapat disimpulkan dari ketentuan-ketentuan dan fakta-fakta yang ada
pada perjanjian itu sendiri. Pilihan hukum dibatasi oleh :
1. Tidak boleh mengganggu ketertiban umum.
2. Bila pemerintah telah mengadakan peraturan khusus yang bersifat
imperatif (memaksa) tentang objek kontrak apa yang diperjanjikan
itu.
3. Hanya diperbolehkan dalam bidang hukum perjanjian (kontrak)
4. Para pihak boleh memilih hukum negara ketiga, asalkan yang di
pilih bukan merupakan hukum yang sama sekali tidak ada
hubungannya dengan kontrak yang bersangkutan.
l. Klausul penyelesaian perselisihan.
Hal ini penting untuk menentukan forum panel wasit (arbitrase) atau
lembaga peradilan yang memiliki yurisdiksi untuk menyelesaikan
perselisihan, apabila perselisihan mereka tidak dapat diselesaikan sendiri
oleh kedua belah pihak

B. Memeriksa program kerja yang telah disusun untuk pelaksanaan konstruksi, sebelum
masa penawaran. Kontraktor hendaknya memeriksa program kerja dan rencana
tindakan untuk pelaksanaan proyek termasuk estimasi dan jadwal. Kontraktor juga
harus memriksa secara periodik pelaksanaan kontrak dan tanggal penyelesaian proyek
saat melakukan estimasi. Kontrak seharusnya memperhatikan waktu penyelesaian
yang ditetapkan realistis untuk dilaksanakan.
Dalam hal yang sama jadwal konstruksi kontraktor juga harus merupakan rencana
yang realistis. Jadwal kontraktor dapat diperiksa oleh estimator, manajer proyek dan
juga subkontraktor. Sehingga sangat penting kiranya dalam dokumen kontrak
menuangkan hal-hal :

Modul 4
41
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
• Lingkup pekerjaan. Uraian pekerjaan harus dibuat sejelas mungkin serta didukung
dengan gambar-gambar dan spesifikasi teknis. Namun adakalanya ada yang
terlewat, misalnya: batas pekerjaan tersebut dengan pekerjaan yang
berdampingan yang dikerjakan oleh penyedia jasa lain.
• Waktu pelaksanaan. Harus disebut dengan jelas, sejak kapan pelaksanaan
dihitung. Apabila tidak dijelaskan sejak kapan dihitung waktu pelaksanaannya,
apakah sejak penandatanganan kontrak, sejak tanggal terbitnya SPK, atau saat
lain, maka akan menimbulkan sengketa di kemudian hari yang antara lain adalah
sengketa dalam hal menghitung keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Dalam hal
ini yang tepat dan baik adalah menetapkan bahwa tanggal dimulainya pekerjaan
adalah tanggal terakhir dari tanggal penandatanganan kontrak/tanggal
kontrak/tanggal terbitnya SPK, atau saat lain yang ditentukan. Intinya adalah harus
ditentukan dengan tegas kapan tanggal di mulainya pekerjaan mulai dihitung.

C. Memilih tim konstruksi yang kompeten. Hal ini dikarenakan kunci sukses suatu proyek
tidak lepas dari tim konstruksi yang berpengalaman. Termasuk di dalamnya
pengalaman dalam proyek yang sama baik dari segi ukuran, skop, lokasi, tipe proyek
maupun metode konstruksi, kondisi lapangan dan periode pelaksanaan. Pengalaman
dari kerjasama tim juga sangat penting Hal ini seharusnya sudah tegas harus di
sebutkan dalam dokumen kontrak yang menyebutkan :
o Keharusan menggunakan tenaga kerja dan bahan tertentu. Aspek ini menyangkut
penggunaan tenaga kerja, bahan-bahan bangunan/material serta per-alatan yang
diperoleh di dalam negeri. Aspek initerkait sekali dengan aspek sosial ekonomi.
o Tenaga kerja setempat. Pengaturan ini berkaitan dengan ketentuan keharusan
menggunakan tenaga kerja setempat adalah agar dapat memberikan lapangan
pekerjaan bagi orang disekitar daerah proyek sehingga tidak menimbulkan
kecemburuan sosial.
o Tenaga kerja keahlian khusus. Perlu diatur mengenai tenaga kerja dengan
keahlian khusus, karena adakalanya bagian pekerjaan tertentu memerlukan
keahlian khusus, misal pekerjaan seni pahat.
o Material dalam negeri. Tujuan pengaturan penggunaan material dalam negeri
adalah dalam rangka melindungi produksi dalam negeri.
o Dampak lingkungan adalah menjadi kewajiban para pihak dalam pemenuhan
ketentuan tentang lingkungan

Modul 4
42
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
RANGKUMAN

Mitigasi sengketa kontrak konstruksi adalah upaya pencegahan diperlukan agar tidak
terjadi sengketa kontrak konstruksi. Mitigasi dapat dilakukan dengan : Pihak-pihak yang
terkait mempelajari kontrak dengan sebaik-baiknya, memeriksa program kerja yang telah
disusun untuk pelaksanaan konstruksi, sebelum masa penawaran dan memilih tim
konstruksi yang kompeten
Mempelajari kontrak dengan sebaik-baiknya dapat dilakukan dengan mempelajari objek
Kontrak, subyek kontrak dan klausula dalam kontrak. Dalam dokumen kontrak objeknya
harus tertentu atau dapat ditentukan, diperbolehkan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dan tidak bertentangan dengan undang-undang dan tata susila
serta menunjuk prestasi yang harus benar-benar riil agar benar-benar dapat dilaksanakan.
Subjek yang dimaksud adalah bukan hanya orang perorangan yang membuat kontrak,
termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek hukum. Sedangkan Prinsip dan
Klausula dalam Kontrak yaitu untuk mencegah para pihak pembuat suatu kontrak terhindar
dari unsur-unsur yang dapat merugikan mereka sendiri.

EVALUASI MATERI 3

1) Pasal 47 Undang-Undang Nomer 2 Tahun 2017 mengatur tentang prasyarat


minimal yang harus diatur dalam dokumen kontrak konstruksi. Sebutkan syarat-
syarat minimal yang dimaksud!
2) Mitigasi sengketa konstruksi dapat dilakukan dengan melihat objek kontrak dan
subjek kontrak. Jelaskan maksud dari hal tersebut!
3) Dalam hukum kontrak dikenal beberapa asas yang berlaku. Sebutkan dua asas
hukum kontrak yang berlaku dan jelaskan !

UMPAN BALIK
Cocokan jawaban anda dengan Kunci Jawaban, untuk mengetahui tingkat penguasaan
anda terhadap materi Modul

Hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi modul 3
Untuk latihan soal, setiap soal memiliki bobot nilai yang sama, yaitu 20/soal.
Evaluasi :
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai :
90 – 100 % = baik sekali
80 – 89 % = baik
70 – 79 % = cukup
< 70 % = kurang
Bila anda dapat menjawab salah dua dari pertanyaan diatas, Anda dapat meneruskan ke
materi selanjutnya. Tetapi apabila belum bisa menjawab soal diatas, Anda harus
mengulangi materi modul 4, terutama bagian yang belum anda kuasai.

Modul 4
43
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
TINDAK LANJUT

Bila anda dapat menjawab salah dua dari pertanyaan diatas, Anda dapat meneruskan ke
materi selanjutnya. Tetapi apabila belum bisa menjawab soal diatas, Anda harus
mengulangi materi modul 4, terutama bagian yang belum anda kuasai.

Modul 4
44
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
MATERI
KLAIM

4
MATERI 4 KLAIM

Indikator Keberhasilan
Peserta diklat dapat menjelaskan tentang pengertian klaim, pengajuan klaim,
analisa klaim, penyebab kegagalan klaim, metode penyelesaian klaim, cara
mengendalikan resiko dan menghindari klaim

Klaim terjadi akibat tuntutan atas hak atau tuntutan ganti rugi dari pihak-pihak yang terkait
dengan penyelenggaraan proyek. Dengan kata lain, klaim terjadi akibat dari timbulnya
kerugian dan tidak terpenuhinya hak-hak yang semestinya didapatkan. Bila klaim terjadi
sangat memungkinkan terjadinya perselisihan (dispute). Sementara penyelesaian
perselisihan akan memakan waktu dan biaya yang akan memberikan dampak (feedback)
buruk terhadap pelaksanaan proyek konstruksi sehingga sangat dibutuhkan suatu sistem
prosedur yang dapat mencegah klaim menjadi dispute.

Menurut N. H Yasin klaim dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) hal, yaitu :


(1) dari pengguna jasa terhadap penyedia jasa, seperti pengurangan nilai kontrak,
percepatan waktu penyelesaian pekerjaan, dan kompensasi atas kelalaian penyedia
jasa,
(2) dari penyedia jasa terhadap pengguna jasa, seperti tambahan waktu pelaksanaan
pekerjaan, tambahan kompensasi, dan tambahan konsesi atas pengurangan spesifikasi
teknis atau bahan, dan
(3) dari sub penyedia jasa atau pemasok bahan terhadap penyedia jasa utama.

Menurut Robert D. Gilbreath, sebab-sebab terjadinya klaim:


1. Pekerjaan yang cacat.
Para pengguna jasa yang tidak puas dengan apa yang dihasilkan penyedia jasa dapat
mengajukan klaim atas kerugian termasuk biaya perubahan, penggantian atau
pembongkaran pekerjaan yang cacat. Dalam banyak kejadian, pekerjaan yang tidak
diselesaikan sesuai dengan spesifikasi yang disebut dalam kontrak atau hal lain yang
tidak cocok dengan maksud yang ditetapkan. Kadang-kadang barang-barang atau jasa
yang diminta tidak sesuai dengan garansi/jaminan yang diberikan penyedia jasa atau
pemasok bahan.

Modul 4
45
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
2. Kelambatan yang disebabkan penyedia jasa.
Jika penyedia jasa berjanji melaksanakan pekerjaan tersebut, dalam waktu yang telah
ditetapkan, pengguna jasa dapat mengajukan klaim atas kerugian bila keterlambatan
tersebut disebabkan penyedia jasa atau dalam kejadian lain, bahkan jika keterlambatan
tersebut diluar kendali dari penyedia jasa. Jenis-jenis klaim kerugian dalam hal ini
adalah kehilangan kesempatan penggunaan dari fasilitas tersebut, pengaruh reaksi
terhadap penyedia jasa lain dan kenaikan biaya dari pekerjaan lain yang terlambat.
3. Sebagai klaim tandingan.
Para pengguna jasa yang menghadapi klaim-klaim para penyedia jasa dapat
membalasnya dengan klaim tandingan. Klaim tandingan biasanya menyerang atau
berusaha memojokkan/mendiskreditkan unsure-unsur asli dari klaim penyedia jasa,
dengan membuka hal-hal yang tumpang tindih atau perangkap kerugian biaya atau
menyebutkan perubahan-perubahan atau pasal-pasal klaim dalam kontrak yang
melarang atau modifikasi dari tindakan-tindakan penyedia jasa dalam hal terjadinya
sengketa. Kebanyakan klaim yang ditemukan dalam proyek konstruksi datang dari
penyedia jasa terhadap pengguna jasa karena satu dan lain sebab. Perubahan-
perubahan tidak resmi adalah sebagai berikut :
a) Kelambatan atau cacat informasi dari pengguna jasa biasanya dalam bentuk
gambar-gambar atau spesifikasi teknis.
b) Kelambatan atau cacat informasi dari bahan-bahan atau peralatan yang diserahkan
pengguna jasa.
c) Perubahan-perubahan permintaan, gambar-gambar atau spesifikasi.
d) Perubahan-perubahan kondisi lapangan atau kondisi lapangan yang tidak diketahui.
e) Pengaruh reaksi dari pekerjaan yang tidak bersamaan.
f) Larangan-larangan metode kerja tertentu termasuk kelambatan atau percepatan
pelaksanaan pekerjaan penyedia jasa.
g) Kontrak yang memiliki arti mendua atau perbedaan penafsiran.

Sehingga secara garis besar klaim kontrak konstruksi dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu
1. Keterlambatan pekerjaan yang disebabkan oleh pemilik bangunan. Keterlambatan
ini disebut compensable delay yang terjadi karena alasan keterlambatan tidak
tertulis dalam kontrak, sehingga pemilik bangunan harus memberikan tambahan
waktu atau uang pada kontraktor.
2. Perubahan jadwal yang diperintahkan oleh pemilik bangunan. Perubahan jadwal ini
bisa berupa percepatan pekerjaan atau penundaan pekerjaan.
3. Perubahan atau modifikasi isi kontrak yang bersifat informal yang berasal dari
perencana atau pemilik bangunan.
4. Perbedaan kondisi lapangan, yang disebabkan karena perubahan kondisi di
lapangan yang tidak diramalkan terjadi, misalnya kondisi fisik di bawah permukaan
tanah.

Modul 4
46
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
5. Perubahan kondisi cuaca di luar musim yang terdokumentasi dan menyebabkan
pekerjaan tidak dapat diselesaikan.
6. Kegagalan dalam membuat kesepakatan harga akibat perubahan order pekerjaan.
7. Konflik dalam perancangan dan spesifikasi produk yang sudah tidak diproduksi lagi.
8. Kontrak yang tersendat-sendat, perubahan penting, pekerjaan di luar lingkup
kontrak, penggunaan proyek sebelum penyerahan total, dan kegagalan
pembayaran dari pihak pemilik

Kebiasan yang muncul dalam praktek klaim dari penyedia jasa kepada
pengguna jasa pada umumnya berupa klaim biaya dan atau waktu. Klaim biaya
pada layanan jasa konstruksi terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung
dan klaim waktu dapat dilihat dari jadwal proyek

Lalu bagaimanakah langkah yang harus ditempuh dalam mengajukan klaim ?

Jika pengguna jasa ingin mengajukan klaim maka beberapa tahapan yang harus
diperhatikan adalah :

1. Persiapan pengajuan klaim

Klaim yang diajukan harus logis dan memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Pada bagian awal ditetapkan secara detail, pihak-pihak yang terkait, tanggal
terjadinya peristiwa dan informasi yang sesuai.

b. Penjelasan peristiwa penyebab klaim dan akibatnya

c. Analisa fakta-fakta yang terjadi di lapangan yang menjadi dasar klaim, disertai
dengan referensi dan pasal-pasal yang tercantum dalam kontrak

d. Perhitungan dampak biaya berdasarkan rincian biaya aktual langsung dan tidak
langsung

e. Penentuan klaim yang menuntut tambahan waktu berdasarkan analisis lintasan


waktu kritis dan non kritis

2. Metode analisis klaim

Pihak yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan klaim dan memberikan keputusan
akhir harus secara jelas dicantumkan dalam kontrak. Pemilik bangunan harus mengecek
dan memutuskan apakah konsultan desain juga bertanggung jawab atas peristiwa
penyebab klaim tersebut, misalnya hal-hal yang berhubungan dengan kecurangan, dan
ketidak sempurnaan desain, yang disebabkan oleh konsultan desain tersebut.

Analisis yang digunakan adalah submodel notice requirements, submodel yang sesuai
dengan pengajuan klaim, dan metode perhitungan biaya dan waktu yang diklaim.
Submodel notice requirement menetapkan suatu kondisi dimana penyedia jasa akan
kehilangan haknya jika terjadi hal-hal sebagai berikut :

Modul 4
47
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
a. Engineer tidak memberitahukan secara formal peristiwa penyebab klaim
b. Kontraktor tidak mengajukan pemberitahuan yang disertai durasi terjadinya
peristiwa
c. Kontraktor tidak merinci biaya dan waktu yang diklaim
d. Pemilik bangunan memiliki prasangka di balik pemberitahuan tersebut.

3. Penyebab kegagalan, klaim :

Ada kalanya klaim yang sudah disiapkan mengalami kegagalan, karena :

a. Permohonan pengajuan klaim terlambat


b. Kontraktor tidak megikuti prosedur kontrak
c. Kurang akuratnya rekaman data yang dibutuhkan
d. Klaim yang diajukan tidak mempunyai dasar yang kuat
e. Informasi yang dibutuhkan untuk menguji kebenaran klaim tidak tersedia

4. Metode penyelesaian klaim

Klaim yang terjadi dapat diselesaikan dengan beberapa metode yang disepakati
bersama dan dicantumkan dalam kontrak, antara lain :

a. Engineering Judgement, di mana konsultan desain yang ditunjuk pemilik bangunan


bertanggungjawab untuk mengambil keputusan akhir penyelesaian klaim dan
mengikat semua pihak.
b. Negosiasi, di mana pihak yang berselisih mencari penyelesaian tanpa campur
tangan pihak lain.
c. Mediasi, di mana pihak yang berselisih menggunakan mediator yang bersifat netral
dan keputusannya bersifat tidak mengikat.
d. Arbitrasi, di mana pihak yang berselisih menunjuk arbitrator dari badan arbitrase
dan keputusannya bersifat mengikat.
e. Litigasi, di mana perselisihan dibawa ke pengadilan dan masing-masing pihak
diwakili pengacaranya .
f. Mini-trial, di mana pihak yang berselisih diwakili oleh masing-masing manajer
proyek dan adanya pihak ketiga sebagai penasehat.
g. Dispute review board, di mana masing-masing pihak yang berselisih memilih satu
perwakilan untuk menunjuk pihak ketiga dan keputusannya bersifat tidak mengikat.

Bagaimanakah cara mengendalikan resiko dan menghindari klaim ?

Sebagai upaya menghindari klaim maka beberapa yang dapat dilakukan yaitu :

1. Pihak yang terkait mempelajari kontrak sebaik-baiknya


2. melalui jamnin asuransi
3. Memeriksa program kerja pelaksanaan konstruksi sebelum masa penawaran
4. Memilih tim konstruksi yang kompeten
5. Menerapkan sistim informasi manajemen untuk mengenali permasalahan yang
potensial.

Modul 4
48
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
RANGKUMAN

Kebiasaan yang muncul dalam praktek klaim dari penyedia jasa kepada pengguna jasa
pada umumnya berupa klaim biaya dan atau waktu. Klaim biaya pada layanan jasa
konstruksi terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung.
Secara garis besar klaim kontrak konstruksi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
keterlambatan pekerjaan yang disebabkan oleh pemilik bangunan, perubahan jadwal yang
berupa percepatan pekerjaan atau penundaan pekerjaan, perubahan atau modifikasi isi
kontrak yang bersifat informal yang berasal dari perencana atau pemilik bangunan,
perbedaan kondisi lapangan, perubahan kondisi cuaca di luar musim yang terdokumentasi
dan menyebabkan pekerjaan tidak dapat diselesaikan, kegagalan dalam membuat
kesepakatan harga akibat perubahan order pekerjaan, konflik dalam perancangan dan
spesifikasi produk yang sudah tidak diproduksi lagi dan kontrak yang tersendat-sendat
akibat perubahan pekerjaan di luar lingkup kontrak, penggunaan proyek sebelum
penyerahan total dan kegagalan pembayaran.
Klaim sebagai identifikasi awal ternyadinya sengketa apabila secara musywarah mufakat
tidak terselesaikan maka akan berakibat kepada sengketa konstruksi. Sengketa konstruksi
antara lain disebabkan :
Tingkat kemampuan manajemen
Salah satu ciri proyek yang memupnyai sistem manajerial yang baik yaitu adanya staf
kunci pada masing-masing pos pengendalian.Selain penempatan staf kunci, pengalaman
dan kemampuan yang seimbang antara pengelola proyek menjadikan leblh mudah untuk
diajak berdiskusi, mengarnbil keputusan, menganalisa suatu pekerjaan dan mampu
mengarnbil keputusan bersama terhadap suatu pekerjaan yang sifatnya diputuskan
bersama-sama.
Kompleksitas Proyek
Komplekstitas tingggi terletak pada konstruksi dan desainnya yang sangat kornplek.
Menangani kompleksips konstnrksi dan desain lebih rumit daripada kompleksitas tenaga
dan alat Bila kompleksitas suatu proyek semakin tinggi maka besar pengaruhnya
menyebabkan perselisihan.
Kesesuaian jenis kontrak
Tingkat kesesuaian jenis kontrak dengan kondisi lapangan atau pekerjaan mempunyai
pengaruh yang besar sebagai penyebab terjadinya perselisihan kontrak. Seperti
rendahnya kesesuaian jenis perjanjian kontrak dengan karakteristik pekerjaan.
Masalah keuangan
Masalah keuangan juga meniadi penyebab terjadinya perselisihan kontrak. Masalah
keuangan rnenyebabkan owner mengalami kesulitan keuangan sehingga harus menunda
atau menghentikan proyek.
Kelengkapan dokumen dan skup pekerjaan
Kurangnya kelengkapan spesifikasi teknik Kelengkapan dokumen dan skop drawing tidak
sesuai dengan desain ongrnal, dal perizinan/peraturan-peraturan juga sering
menyebabkan perselisihan diantara kontraktor dan owner.
Pekerjaan tambah kurang

Modul 4
49
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
Pada pelaksanaan proyek pekerjaan tambah kurang sering terjadi karena pekerjaan
tambah kurang melebihi standar.

EVALUASI MATERI 4

1. Apakah yang dimaksudkan dengan klaim


2. Dalam Klaim dikenal ada tiga jenis kategori, Sebutkan ketiga jenis kategori klaim
tersebut dan jelaskan
3. Apakah yang dimaksud dengan klaim dapat terjadi karena pekerjaan yang cacat ?
4. Jelaskan langkah-langkah persiapan dalam mengajukan klaim !

UMPAN BALIK
Cocokan jawaban anda dengan Kunci Jawaban, untuk mengetahui tingkat penguasaan
anda terhadap materi Modul
Hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi modul 3
Untuk latihan soal, setiap soal memiliki bobot nilai yang sama, yaitu 20/soal.
Evaluasi :
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai :
90 – 100 % = baik sekali
80 – 89 % = baik
70 – 79 % = cukup
< 70 % = kurang
Bila anda dapat menjawab salah dua dari pertanyaan diatas, Anda dapat meneruskan ke
materi selanjutnya. Tetapi apabila belum bisa menjawab soal diatas, Anda harus
mengulangi materi modul 3, terutama bagian yang belum anda kuasai

PENUTUP
PENUTUP

Modul 4
50
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
Peserta Diklat yang berbahagia, Anda telah berhasil menyelesaikan modul pelatihan “Prinsip
Dasar Penyelesaian Sengketa Konstruksi”. Beberapa hal yang bisa kita jadikan
pembelajaran ialah sengketa kontrak konstruksi pada dasarnya muncul akibat dari tidak
terpenuhinya suatu prestasi oleh salah satu pihak kepada pihak lain seperti yang
diperjanjikan dalam dokumen kontrak kerja konstruksi.

Dalam layanan jasa konstruksi ada beberapa jenis sengketa konstruksi, yaitu :
keterlambatan penyelesaian pekerjaan, perbedaan penafsiran dokumen kontrak, ketidak
mampuan baik teknis maupun manajerial dari para pihak, karena klaim yang tidak dilayani,
keterlambatan pembayaran, pengguna jasa tidak melaksanakan tugas-tugas pengelolaan
dengan baik, dan mungkin tidak memiliki dukungan dana yang cukup, seperti perbedaan
gambar rencana dengan Spesifikasi teknis dan Bill of Quantity, lambatnya keputusan direksi
pekerjaan dalam suatu usulan material atau design dan bisa terjadi karena adanya force
majeure. Jenis-jenis sengketa konstruksi tersebut secara garis besar adalah bisa muncul
akibat dari tindakan pemilik proyek, tindakan konsultan perencana, konsultan pengawas dan
faktor eksternal.

Adapun secara umum penyebab dari sengketa kontrak konstruksi adalah :

 Tindakan pemilik proyek yang dilakukan berkaitan dengan keterlambatan dalam


penyerahan gambar-gambar, keterlambatan dalam menyediakan material, penundaan
pekerjaan karena alasan tertentu, percepatan penyelesaian pekerjaan diluar jadwal,
keterlambatan dalam memberikan ijin, persetujuan dan keputusan, pembayaran termin
tidak tepat waktu dan perubahan desain.
 Tindakan konsultan perencana, yaitu : gambar bestek yang dibuat tidak jelas/kurang
lengkap, gambar tidak mungkin dilaksanakan, perubahan mutu material/bahan, standar
material yang ditentukan dalam spesifikasi teknis tidak ada di pasaran, kondisi
lapangan berbeda dengan kondisi yang dicantumkan dalam kontrak dan kondisi bawah
tanah berbeda dengan kondisi yang dicantumkan dalam kontrak.
 Tindakan Konsultan pengawas yaitu terlambat menyetujui proses pelaksanaan
pekerjaan, terlambat melakukan pemeriksaan material/bahan, tidak mengevaluasi
kemajuan prestasi pekerjaan kontraktor dan penundaan pekerjaan karena alasan
tertentu.
 Faktor eksternal yaitu akibat curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya/hujan lebat
berhari-hari, kebijakan pemerintah pusat/daerah yang diterbitkan setelah
penandatanganan kontrak yang mempengaruhi sasaran proyek (biaya, mutu dan
waktu), kenaikan harga material dan upah tenaga kerja, Force Majeur (banjir, angin
topan,demonstrasi dan huru hara), kondisi sosial budaya masyarakat di sekitar proyek.

Diatas telah dijelaskan pengertian sengketa kontrak konstruksi, jenis-jenis sengketa kontrak
konstruksi dan faktor-faktor penyebab sengketa kontrak konstruksi. Hal lain yang sudah
dipelajari pada modul ini adalah tentang bagaimana mitigasi terhadap sengketa kontrak
konstruksi.

Salah satu cara mitigasi yaitu dengan mempelajari isi dokumen kontrak dengan sebaik-
baiknya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari objek Kontrak, subyek kontrak
dan klausula dalam kontrak. Perlu diingat bahwa : dalam dokumen kontrak objeknya harus
tertentu atau dapat ditentukan, diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang

Modul 4
51
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
berlaku, dan tidak bertentangan dengan undang-undang dan tata susila serta menunjuk
prestasi yang harus benar-benar riil agar benar-benar dapat dilaksanakan. Subjek yang
dimaksud adalah bukan hanya orang perorangan yang membuat kontrak, termasuk juga
badan hukum yang merupakan subjek hukum. Sedangkan Prinsip dan Klausula dalam
Kontrak yaitu untuk mencegah para pihak pembuat suatu kontrak terhindar dari unsur-unsur
yang dapat merugikan mereka sendiri

Melakukan mitigasi selain mereduksi sengketa juga menghindari terjadinya klaim. Dalam
dunia konstruksi klaim yang muncul selalu berawal dari karena ketidaksesuaian antara
realisasi pelaksanaan pekerjaan dengan kesepakatan yang telah diperjanjikan pada isi
dokumen kontrak. Secara garis besar klaim kontrak konstruksi dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu keterlambatan pekerjaan yang disebabkan oleh pemilik bangunan,
perubahan jadwal yang berupa percepatan pekerjaan atau penundaan pekerjaan, perubahan
atau modifikasi isi kontrak yang bersifat informal yang berasal dari perencana atau pemilik
bangunan, perbedaan kondisi lapangan, perubahan kondisi cuaca di luar musim yang
terdokumentasi dan menyebabkan pekerjaan tidak dapat diselesaikan, kegagalan dalam
membuat kesepakatan harga akibat perubahan order pekerjaan, konflik dalam perancangan
dan spesifikasi produk yang sudah tidak diproduksi lagi dan kontrak yang tersendat-sendat
akibat perubahan pekerjaan di luar lingkup kontrak, penggunaan proyek sebelum
penyerahan total dan kegagalan pembayaran

Demikian simpulan dari rangkain materi pada modul “Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa
Kontrak Konstruksi”. Apa yang telah Anda pelajari dari modul ini semoga mampu menambah
wawasan Anda.

KUNCI JAWABAN
KUNCI JAWABAN

Modul 4
52
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
EVALUASI 1

1. Perbedaaan pendapat; pertengkaran atau perbantahan bisa terjadi dalam setiap


kegiatan atau hubungan di antara para individu, antara individu dan lembaga (badan
hukum), maupun antar lembaga. Penyebab perbedaan pendapat antara lain yaitu,
kecuali :
Jawab :
C. Perebutan ;

2. Klaim apabila tidak terselesaikan akan berkembang menjadi sengketa. Apakah yang
menjadi penyebab dari klaim ?
Jawab :
A. Klaim dapat terjadi akibat adanya pelanggaran dan/atau tidak dipenuhinya
kewajiban-kewajiban masing-masing pihak yang tercantum dalam kontrak.

3. Istilah wanprestasi atau tidak terpenuhinya suatu prestasi dapat dipersamakan


sebagai sebuah kondisi :
Jawab :
A. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

4. Menurut undang-undang nomer 2 tahun 2017 upaya penyeslesaian sengketa


konstruksi dpt dilakukan melalui tahapan :
Jawab :
A. Mediasi, Konsiliasi ;abitrase

5. Yang dimaksud dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga


penyelesaian sengketa melalui prosedur yang disepakati para pihak yakni
penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi
atau penilaian ahli diatur dalam pasal :
Jawab :
B. Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomer 2 tahun 1999

EVALUASI 2

1. Sebutkan dasar pertimbangan dari pemerintah mengundangkan Undang-


Undang Nomer 2 Tahun 2017 ?

a. Sektor jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat yang berfungsi sebagai


pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan guna
mendukung terwujudnya pembangunan nasional.

b. Penyelenggaraan jasa konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian


hukum.

c. Undang-Undang nomer 18 tahun 1999 tentang jasa Konstruksi belum dapat


memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika
perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi

2. Apakah yang dimaksud dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa menurut

Modul 4
53
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
sesuai Undang-Undang Nomer 30 tahun 1999 ?

Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda


pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli

3. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis Alternaif Penyelesaian Sengketa yang diatur


dalam Undang-Undang Nomer 30 tahun 1999 ?

Yang dimaksudkan dengan pengertian tersebut adalah :

1. Konsultasi

Cara untuk mencari penyelesaian masalah melalui diskusi (musyawarah)


secara langsung antara pihak-pihak yang bersengketa yang hasilnya diterima
oleh para pihak tersebut. Dari pengertian tersebut, Anda dapat merasakan
bahwa negosiasi tampak lebih sebagai suatu seni untuk mencapai
kesepakatan daripada ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari.

Dalam praktik, negosiasi dilakukan karena 2 (dua) alasan, yaitu :

(a) untuk mencari sesuatu yang baru yang tidak dapat dilakukannya sendiri,
misalnya dalam transaksi jual beli, pihak penjual, dan pembeli saling
memerlukan untuk menentukan harga (di sini tidak terjadi sengketa); dan

(b) untuk memecahkan perselisihan atau sengketa yang timbul di antara par
pihak.

2. Negosiasi

Negosiasi adalah mirip dengan perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal


1851 s/d 1864 KUH Perdata, dimana perdamaian itu adalah suatu persetujuan
dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau
menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung
atau mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan mana harus dibuat
secara tertulis dengan ancaman tidak sah. Namun ada beberapa hal yang
membedakan, yaitu: Pada negosiasi diberikan tenggang waktu penyelesaian
paling lama 14 hari, dan penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan
dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan diantara para pihak yang
bersengketa. pertemuan langsung oleh dan diantara para pihak yang
bersengketa.

Perbedaan lain adalah bahwa negosiasi merupakan salah satu lembaga


alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar pengadilan,
sedangkan perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses persidangan
pengadilan dilakukan maupun setelah sidang peradilan dilaksanakan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan.

3. Mediasi

Mediasi merupakan cara penyelesaian masalah melalui seorang penengah


atau yang biasa disebut mediator, yang ditunjuk oleh para pihak. Mediator
tidak memutuskan sengketa tetapi membimbing para pihak dalam berunding
mencari suatu penyelesaian. Tidak ada aturan baku mengenai hal ini, tidak
ada pula peraturan perundang-undangan yang mengatur tata cara, batas

Modul 4
54
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
waktu, biaya dan sebagainya. Cara ini sesungguhnya sangat baik, cepat,
mudah tanpa diketahui oleh pihak lain asalkan dilandasi itikad baik.

4. Konsiliasi

Konsiliasi adalah suatu penyelesaian di mana para pihak berupaya aktif


mencari penyelesaian dengan bantuan pihak ke tiga. Konsiliasi diperlukan
apabila para pihak yang bersengketa tidak mampu menyelesaikan sendiri
perselisihannya. Hal ini menyebabkan istilah konsiliasi sering diartikan sama
dengan mediasi, padahal penyelesaian sengketa dengan konsiliasi lebih
mengacu kepada cara penyelesaian sengketa melalui konsensus di antara
para pihak, sedangkan pihak ke tiga hanya bertindak netral, berperan secara
aktif maupun tidak aktif.

5. Penilaian Ahli

Pasal 25 (3) Undang-Undang Nomer 18 tahun 1999 : Menetapkan bahwa


kegagalan bangunan ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli.
Penetapan kegagalan hasil pekerjaan konstruksi oleh pihak ketiga sebagai
penilai ahli dimaksudkan untuk menjaga objektifitas dalam penilaian/dan
penetapan suatu kegagalan hasil pekerjaan konstruksi.

Penilai ahli terdiri dari orang perseorangan, atau kelompok orang, atau
lembaga yang disepakati para pihak, yang bersifat independen dan mampu
memberika penilaian secara objektif dan profesional.

4. Jelaskan pengertian di bawah ini !

a) Arbitrase

Adapun yang dimaksud dengan arbitrase adalah suatu bentuk lain dari proses
ajudikasi privat. Penyelesaian melalui arbitrase umumnya dipilih untuk sengketa
kontraktual, baik yang bersifat sederhana maupun kompleks

b) Dewan Sengketa

Menurut Sarwono Hardjomuljadi dalam kontrak konstruksi seringkali terjadi


Perbedaan pendapat dari para pihak dalam menginterpretasikan dokumen
kontrak seringkali berkembang menjadi sengketa yang serius. Jika para pihak
gagal menyelesaikan sengketa melalui negosiasi, mereka dapat maju ke
arbitrase atau litigasi (pengadilan).

Modul 4
55
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
EVALUASI 3

1) Pasal 47 Undang-Undang Nomer 2 Tahun 2017 mengatur tentang prasyarat


minimal yang harus diatur dalam dokumen kontrak konstruksi. Sebutkan syarat-
syarat minimal yang dimaksud!
Dalam dokumen kontrak yang dipersyaratkan oleh pasal 47 ayat (1) Undang-Undang
Nomer 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi menyebutkan bahwa dokumen kontrak
konstruksi paling sedikit harus mencakup :
a. para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak
b. para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak harga satuan, lumsum, dan
batasan waktu pelaksanaan
c. masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan
pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa
d. hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh
hasil Jasa Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang
diperjanjikan, serta hak Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan
jasa serta kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Konstruksi
e. penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga
kerja konstruksi bersertifikat
f. cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam
melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya
jaminan atas pembayaran
g. wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu
pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan
h. penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian
perselisihan akibat ketidaksepakatan
i. pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan
Kontrak Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban
salah satu pihak
j. keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar
kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah
satu pihak
k. Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa
dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu
pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan
l. perlindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat
kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan
kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian
m. aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan
tentang lingkungan
n. jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain
dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan;
dan
o. pilihan penyelesaian sengketa konstruksi

Modul 4
56
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
2) Mitigasi sengketa konstruksi dapat dilakukan dengan melihat objek kontrak dan
subjek kontrak. Jelaskan maksud dari hal tersebut !
1. Objek Kontrak.
Objek dalam suatu kontrak harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu objeknya
harus tertentu atau dapat ditentukan, diperbolehkan menurut peraturan perundang-
undangan yangberlaku, dan tidak bertentangan dengan undang-undang dan tata
susila. Sementara itu, prestasinya harus benar-benar riil agar benar-benar dapat
dilaksanakan.
2. Subjek Kontrak.
Pada praktek sehari-hari, dalam kontrak yang menjadi subjek adalah bukan hanya
orang perorangan yang membuat kontrak, termasuk juga badan hukum yang
merupakan subjek hukum. Hal ini ditegaskan oleh Salim HS, yang mendefinisikan
kontrak adalah : “Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek
hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu
berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk
melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya. ” Dalam
mengadakan suatu kontrak, setiap subjek hukum harus memenuhi suatu kondisi
tertentu agar dapat mengikat para pihak yang membuatnya. Jika subjek hukumnya
adalah “orang”, maka orang tersebut harus sudah dewasa, namun jika subjeknya
“badan hukum” harus memenuhi syarat formal suatu badan hukum. Sehingga
kedua jenis subjek hukum tersebut memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam
melakukan kontrak

3) Dalam hukum kontrak dikenal beberapa asas yang berlaku. Sebutkan dua asas
hukum kontrak yang berlaku dan jelaskan !
a. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak adalah, bahwa setiap orang bebas mengadakan suatu
kontrak apa saja, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam
undang-undang. Asas kebebasan berkontrak di sini tidak berarti bahwa tidak ada
batasannya sama sekali, melainkan kebebasan seseorang dalam membuat kontrak
tersebut hanya sejauh kontrak yang dibuatnya itu tidak bertentangan dengan
kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang sebagaimana di sebut dalam
Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Asas kebebasan berkontrak ini
di atur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang dirumuskan :
1. Semua persetujuan yang di buat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
2. Persetujuan itu tidak dapat di tarik kembali selain dengan sepakat kedua belah
pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu.
3. Persetujuan- persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
b. Asas kekuatan mengikat (Pacta Sunt Servanda)
Sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUHPerdata, pada dasarnya setiap
kontrak adalah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya,
tidak boleh di ubah dengan jalan dan cara apapun, kecuali atas persetujuan kedua

Modul 4
57
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
belah pihak. Kekuatan mengikat kontrak ini dimulai sejak saat dipenuhinya syarat
sahnya kontrak berarti sejak saat itu pihak-pihak harus memenuhi apa yang
diperjanjikan. Mengikat sebagai undang-undang berarti pelanggaran terhadap
kontrak tersebut berakibat hukum sama dengan melanggar undang-undang. Demi
kepastian hukum, Pacta Sunt Servanda tidak dapat berubah kecuali kalau ada
resiko perdagangan yang merupakan “act of god” (keadaan memaksa) atau kalau
di tanggung oleh salah satu pihak.
c. Asas itikad baik
Setiap orang yang membuat suatu kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Itikad baik dapat dibedakan antara itikad baik subjektif dengan itikad baik yang
objektif.
(i) Itikad baik subjektif adalah kejujuran seseorang yang terletak pada sikap
batin pada waktu mengadakan perbuatan hukum. sedangkan
(ii) itikad baik objektif adalah terletak pada norma atau kepatutan atau apa yang
dirasakan sesuai dan patut dalam masyarakat.
d. Asas konsensualitas (kesepakatan)
Suatu kontrak timbul apabila telah ada consensus atau persesuaian kehendak
antara para pihak, maksud dari asas ini adalah bahwa suatu kontrak hanya cukup
ada satu kata sepakat dari mereka yang membuat kontrak itu tanpa diikuti dengan
perbuatan hukum lain kecuali kontrak yang bersifat formil.

EVALUASI 4

2. Apakah yang dimaksudkan dengan klaim


Menurut Sarwono dirumuskan sebagai suatu keadaan yang menempatkan suatu
pihak yang ingin memaksakan kehendaknya kepada pihak yang lain yang
menentang kehendak tersebut dan mengadakan perlawanan. Jadi sebenarnya
sengketa dapat terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang sah atau tidaknya
suatu klaim konstruksi dan/atau jumlah klaim tersebut.

3. Dalam Klaim dikenal ada tiga jenis kategori, Sebutkan ketiga jenis kategori klaim
tersebut dan jelaskan
Menurut N. H Yasin klaim dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) hal, yaitu :
(1) dari pengguna jasa terhadap penyedia jasa, seperti pengurangan nilai kontrak,
percepatan waktu penyelesaian pekerjaan, dan kompensasi atas kelalaian
penyedia jasa,
(2) dari penyedia jasa terhadap pengguna jasa, seperti tambahan waktu pelaksanaan
pekerjaan, tambahan kompensasi, dan tambahan konsesi atas pengurangan
spesifikasi teknis atau bahan, dan
(3) dari sub penyedia jasa atau pemasok bahan terhadap penyedia jasa utama

4. Apakah yang dimaksud dengan klaim dapat terjadi karena pekerjaan yang
cacat ?

Yang dimaksud dengan pekerjaan yang cacat adalah para pengguna jasa yang tidak
puas dengan apa yang dihasilkan penyedia jasa dapat mengajukan klaim atas
kerugian termasuk biaya perubahan, penggantian atau pembongkaran pekerjaan yang
cacat. Dalam banyak kejadian, pekerjaan yang tidak diselesaikan sesuai dengan

Modul 4
58
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
spesifikasi yang disebut dalam kontrak atau hal lain yang tidak cocok dengan maksud
yang ditetapkan. Kadang-kadang barang-barang atau jasa yang diminta tidak sesuai
dengan garansi/jaminan yang diberikan penyedia jasa atau pemasok bahan.

5. Jelaskan langkah-langkah persiapan dalam mengajukan klaim !


Persiapan pengajuan klaim yaitu : Klaim yang diajukan harus logis dan memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Pada bagian awal ditetapkan secara detail, pihak-pihak yang terkait, tanggal
terjadinya peristiwa dan informasi yang sesuai.
b. Penjelasan peristiwa penyebab klaim dan akibatnya
c. Analisa fakta-fakta yang terjadi di lapangan yang menjadi dasar klaim, disertai
dengan referensi dan pasal-pasal yang tercantum dalam kontrak
d. Perhitungan dampak biaya berdasarkan rincian biaya aktual langsung dan tidak
langsung
e. Penentuan klaim yang menuntut tambahan waktu berdasarkan analisis lintasan
waktu kritis dan non kritis

Modul 4
59
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
DAFTAR PUSTAKA

I Wayan Wiryawan dan I Ketut Artadi, Penyelesaian Sengketa Di luar Pengadilan, Udayana
University Press, Denpasar-Bali, 2010, hlm. 3)

Huala Adolf, Arbitrase Komersial Internasional, Radjawali, Jakarta, 1991.


…………….,. Hukum Arbitrase Komersial Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1994
……………., The Arbitration Law in Indonesia, dalam Hendarmin Djarab (ed)., Prospek dan
Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.
Arrow, Kenneth, et.al, Barriers to Conflict Resolution, WW Norton Co, 1995.
Born, Gary B., International Commercial Arbitration in the United States, Kluwer Law and
Taxation Publishers, Deventer Boston, 1994.
Buang, Saleh dan Maimoonah Hamid, Commercial Arbitration, Central Law Books Corp
Sdn.Bhd, Kualalumpur, 1998.
Komar Kantaatmaja, Beberapa Hal Tentang Arbitrase, kertas kerja pada Penataran Hukum
Ekonomi Internasional, Fakultas Hukum Unpad-Universitas Utrecht, 1989
Nazarkhan Yasin. 2004, Mengenal Klaim Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Sarwono Hardjomuljadi, Buku Ketiga : Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi Di
Indonesia, Bandung : Logoz, 2017, hal. 18
Priyatna Abdurrasyid, Serba-Serbi tentang Arbitrase di Indonesia” (makalah pada Seminar
Nasional Hukum dan Ekonomi tentang Arbitrase sebagai Alternatif Penyelesaian
Sengketa, diselenggarakan oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia, Kadunda Tk. I
Jawa Timur, Surabaya, 1995), hal. 15.
Pengaturan Dan Model Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Perundang-Undangan
Indonesia oleh: Raffles, S.H., M.H.

GLOSARI

Modul 4
60
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi
GLOSARI
Ad hoc : Bersifat sementara
Adjudikasi : Putusan yang ditetapkan oleh pengadilan yang berwenang untuk
menangani masalah yang diperselisihkan
Alternative Dispute : Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
Resolution
Approval : Persetujuan
Arbitrator : Seorang yang bertugas melakukan arbitrase
Argentum : Proses konstruksi yang dilakukan dengan cara mencari rasio ledis
Analogium (genus) dari suatu undang-undang dan kemudian menerapkannya
kepada hal-hal lain yang sebenarnya tidak diatur oleh undang-
undang itu
Bestek : Ukuran
Bill of Quantity : Rencana anggaran biaya
Construction Dispute : Sengketa kontrak
diktum : Keputusan
Dispute Perbedaan pendapat; sengketa
Dubious : Keraguan
Engineering : Rujukan untuk keputusan teknis yg dibuat berdasarkan
judgement pengetahuan desainer yg berpengalaman
Force Majure : Kejadian yang diluar kemampuan manusia misalnya : bencana
alam
Guaranted : Biaya maksimum yang dapat dijamin
maximum price
Idle Time : Waktu menganggur
Institutionalized : Pelembagaan
Klausul : Ketentuan tersendiri dalam suatu perjanjian
Klien : Orang yang meminta bantuan
Overhead : Penambahan
Prestasi : Kesepakatan untuk melakukan atau berbuat sesuatu yang harus
dipenuhi masing-masing dalam suatu hubungan hukum perjanjian
Quality assurance : Jaminan kualitas
Quality control : Pengendalian mutu
Reasonable : Sesuai
Safety keamanan : Keselamatan keamanan
Self-supply : Penawaran sendiri
Skop : Lingkup pekerjaan
Unit price : Satuan harga
Variation order : Perubahan perintah kerja
Wanprestasi : Tidak terpenuhinya janji yang telah disepakati

Modul 4
61
Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi

Anda mungkin juga menyukai